ANALISIS JALUR SUKU BUNGA DALAM MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010)

KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010) SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh HENDRO BAGUS PRASETYO

F.1109013

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Penelitian ini mengambil judul “Analisis Jalur Suku Bunga Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia (2000-2010)”. Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang pengaruh variabel suku bunga SBI, suku bunga PUAB, Money Supply (M2), output gap , terhadap Inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia.

Lingkup data yang digunakan bersifat kuantitatif dengan mengambil data triwulanan, mulai Maret 2000 sampai dengan bulan Desember 2010. Data-data yang digunakan kesemuanya diambil dari data sekunder bersumber dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia dan Laporan Tahunan yang teah dikeluarkan oleh Bank Indonesia, disertai dengan studi pustaka yang cukup intensif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi model VAR dan Uji Kausalitas Granger.

Variabel ekonomi yang digunakan dalam peneltian ini adalah suku bunga SBI, suku bunga PUAB, money supply, output gap, dan tingkat Inflasi.

Dari perhitungan analisis didapatkan hasil penelitian bahwa suku bunga SBI dan suku bunga PUAB berpengaruh secara siginfikan terhadap variabel dependen yaitu tingkat inflasi pada tingkat signifikasi α 5%. Sedangkan suku bunga SBI dan suku bunga PUAB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat inflasi pada tingkat signifikasi α 5%.

Dari hasil penelitian yang diperoleh maka diberikan saran-saran diantaranya diperlukan upaya-upaya oleh Bank Indomesia disarankan untuk senantiasa menjaga atau mengawasi dan mengendalikan tingkat suku bunga SBI sehingga makin memperkuat terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia.

Kata kunci : suku bunga, mekanisme transmisi kebijakan moneter, var

Skripsi dengan judul

ANALISIS JALUR SUKU BUNGA DALAM MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010)

Surakarta, September 2011 Disetujui dan Diterima oleh : Dosen Pembimbing

Hery Sulistio Jati N.S. S.E., MSE NIP. 19820414 200501 1 002

Telah diuji dan diterima baik oleh Tim Penguji Skripsi untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, Desember 2011

Tim Penguji Skripsi

Drs. Wahyu Agung Setyo, Msi ( ………………………… ) NIP. 19650522 199203 1 002

Ketua

Hery Sulistio Jati N.S. S.E., MSE ( ………………………… ) NIP. 19820414 200501 1 002

Pembimbing

Riwi Sumantyo, S.E , M.E. ( ………………………… ) NIP. 19710412 199402 1 001

Anggota

Ambillah waktu untuk berfikir, itu adalah sumber kekuatan. Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahsaia dari masa muda yang

abadi. Ambillah waktu untuk berdoa, itu adalah sumber ketenangan. Ambillah waktu untuk belajar, itu adalah sumber kebijaksanaan. Ambillah waktu untuk mencintai dan dicintai, itu adalah hak istimewa yang

diberikan Tuhan. Ambillah waktu untuk bersahabat, itu adalah jalan menuju kebahagiaan. Ambillah waktu untuk tertawa, itu adalah musik yang menggetarkan hati. Ambillah waktu untuk memberi, itu adalah membuat hidup terasa bererti. Ambillah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan. Ambillah waktu untuk beramal, itu adalah kunci menuju surga. ( Penulis)

Subhanallah Walhamdulillah Walaailaahaillallah Allahuakbar Laahaulawalaaquwwata Illaabillaahil'aliyyil 'adziim Syukur-ku hanya kepada Allah SWT atas segala kemurahan dan pertolongan-Ny a

Karya ini penulis persembahkan kepada:

· Ibu dan Bapak tersayang · Nurul Hidayah · Teman-temanku · Almamaterku Universitas Sebelas Maret Surakarta

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kemudahan, kesabaran dan kesanggupan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ANALISIS JALUR SUKU BUNGA DALAM MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010) ”. Penulisan karya ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas berkat bantuan baik materiil maupun non materiil serta dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Wisnu Untoro. MS selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Supriyono. MSi selaku Kepala Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Sutanto, Drs., MESP selaku Sekertaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Hery Sulistio Jati N.S. S.E., MSE selaku dosen Pembimbing yang telah berkenan memberikan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

6. Bank Indonesia cabang Solo yang telah mengijinkan untuk mengambil data yang diperlukan.

7. Kedua orang tua penulis, Bapak H. Muhammad Subeki dan Ibu Hj. Anik Suprapti, terimakasih atas segala kesabaran, doa, motivasi, dukungan moril dan materiel, dan kasih sayang yang tiada tara sepenjang masa yang telah diberikan selama ini kepada penulis.

8. My Inspiration Nurul Hidayah yang tidak henti-hentinya memberikan curahan doa, semangat, kasih sayang,dan kesabarannya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan semua masalah yang penulis hadapi selama penulis menyelesaikan skripsi.

9. For my friend in the kost thank you for all aid and its support. I will never forget our friendship during the time.

10. For all my friend in our beloved faculty of economics specially generation 09. And for all security (SatPam) in faculty of economics.

Surakarta, September 2011

Penulis

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 151

A. Kesimpulan .................................................................................................. 151

B. Saran ............................................................................................................ 154 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 155 LAMPIRAN

Gambar 1.1 Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga .................................. 5 Gambar 2.1

Mekanisme Transmisi Moneter sebagai Black Box ....................... 12 Gambar 2.2

Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga .................................. 16 Gambar 2.3

Tenggat Waktu (Lag) ..................................................................... 17 Gambar 2.4 (a) Uang ............................................................................................... 26 Gambar 2.4 (b) Investasi yang direncanakan .......................................................... 26 Gambar 2.4 (c) Output (Pendapatan) Agregat ........................................................ 26 Gambar 2.5

Kurva Permintaan Agregat (AD) ................................................... 27 Gambar 2.6

Efek Peningkatan Penawaran Uang atas Kurva AD ...................... 28 Gambar 2.7

EfekPeningkatan Belanja Pemerintah atau Penurunan Pajak Nettto atas Kurva AD .................................................................... 29

Gambar 2.8 Kurva IS - LM ............................................................................... 30 Gambar 2.9

Agregat Demand ............................................................................ 31 Gambar 2.10

Kurva Penawaran Agregat Jangka Pendek .................................... 33 Gambar 2.11 (a) Penurunan Penawaran Agregat ...................................................... 34 Gambar 2.11 (b) Peningkatan Penawaran Agregat ................................................... 34 Gambar 2.12

Tingkat Harga Ekuilibrium ............................................................ 35 Gambar 2.13

Kurva Penawaran Agregat Jangka Panjang ................................... 36 Gambar 2.14

Kurva Hasil .................................................................................... 44 Gambar 2.15

Teori Klasik tentang Tingkat Bunga.............................................. 47 Gambar 2.16

Teori Keynes tentang Tingkat Bunga ............................................ 49

Gambar 2.18 Inflationary Gap ............................................................................ 61 Gambar 2.19

Demand Pull Inflation ................................................................... 62 Gambar 2.20

Cost Push Inflation ........................................................................ 65 Gambar 4.1

Hubungan Kausalitas ..................................................................... 134 Gambar 4.2

Hasil Uji Impulse Respon .............................................................. 137 Gambar 4.3

Time Lag Transmisi Moneter Jalur Suku Bunga ........................... 138 Gambar 4.4

Hasil Uji Impulse Respons ............................................................. 142 Gambar 4.5

Time Lag Transmisi Moneter Jalur Suku Bunga ........................... 144

Tabel 2.1 Perilaku Perusahaan Individu yang Membentuk Perekonomian ... 34 Tabel 4.1

Uji ADF pada Tingkat Level ......................................................... 131 Tabel 4.2

Uji ADF pada tingkat First Difference .......................................... 131 Tabel 4.3

Nilai Kriteria Akaike dan Schwartz pada Masing-Masing Tingkat Kelambanan ...................................................................... 132

Tabel 4.4 Uji Kausalitas Granger .................................................................. 134 Tabel 4.5

Variance Decomposition ............................................................... 140 Tabel 4.6

Variance Decomposition ............................................................... 145 Tabel 4.7

Koefisien dan Nilai t Statistik Hasil Estimasi VAR ...................... 145 Tabel 4.8

Nilai F Statistik Hasil Estimasi VAR ............................................ 146 Tabel 4.9

Nilai R 2 Hasil Estimasi VAR ......................................................... 147

KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA (2000-2010)

Hendro Bagus Prasetyo F.1109013 ABSTRAK

Penelitian ini mengambil judul “Analisis Jalur Suku Bunga Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia (2000-2010)”. Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih jauh tentang pengaruh variabel suku bunga SBI, suku bunga PUAB, Money Supply (M2), output gap , terhadap Inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia.

Lingkup data yang digunakan bersifat kuantitatif dengan mengambil data triwulanan, mulai Maret 2000 sampai dengan bulan Desember 2010. Data-data yang digunakan kesemuanya diambil dari data sekunder bersumber dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia dan Laporan Tahunan yang teah dikeluarkan oleh Bank Indonesia, disertai dengan studi pustaka yang cukup intensif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi model VAR dan Uji Kausalitas Granger.

Variabel ekonomi yang digunakan dalam peneltian ini adalah suku bunga SBI, suku bunga PUAB, money supply, output gap, dan tingkat Inflasi.

Dari perhitungan analisis didapatkan hasil penelitian bahwa suku bunga SBI dan suku bunga PUAB berpengaruh secara siginfikan terhadap variabel dependen yaitu tin gkat inflasi pada tingkat signifikasi α 5%. Sedangkan suku bunga SBI dan suku bunga PUAB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

output gap pada tingkat signifikasi α 5%. Dari hasil penelitian yang diperoleh maka diberikan saran-saran diantaranya diperlukan upaya-upaya oleh Bank Indomesia disarankan untuk senantiasa menjaga atau mengawasi dan mengendalikan tingkat suku bunga SBI sehingga makin memperkuat terwujudnya sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia.

Kata kunci : suku bunga, mekanisme transmisi kebijakan moneter, var

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era perekonomian global yang terjadi sejak beberapa dasawarsa yang lalu hingga saat ini, interaksi ekonomi antar negara merupakan salah satu aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi suatu negara yang semakin terbuka. Terlebih lagi, kepesatan perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi, serta kebijakan perdagangan dalam dasawarsa terakhir telah mendorong pesatnya keterbukaan ekonomi dan ketergantungan antar negara. Sebagai contoh, hubungan perdagangan antara Indonesia dengan Jepang saat ini jauh lebih erat dibandingkan dengan hubungan perdagangan yang terjadi pada masa awal kemerdekaan.

Keterikatan antar negara yang semakin besar, maka semakin terbuka perekonomian suatu negara yang bersangkutan. Keterbukaan ekonomi tersebut berdampak pada peningkatan transaksi perdagangan antar negara. Sebuah negara yang tidak dapat memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa tertentu dapat membeli (impor) barang dan jasa tersebut dari negara lain. Di sisi lain, suatu negara dapat memperdagangkan (ekspor) barang dan jasa yang dihasilkan kepada negara lain yang membutuhkannya. Perkembangan perdagangan umumnya diikuti pula oleh perkembangan di sektor keuangan internasional.

Keterbukaan ekonomi suatu negara akan membawa konsekuensi pada perencanaan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi makro, termasuk kebijakan

keuangan internasional yang dilakukan oleh suatu negara maka semakin besar foreign capital flows (aliran dana luar negeri). Aliran dana luar negeri tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Dalam hal terjadi capital inflows (aliran dana luar negeri masuk), maka akan terjadi penambahan jumlah uang beredar. Sebaliknya, dalam hal terjadi capital outflow (aliran dana luar negeri keluar), maka akan terjadi pengurangan jumlah uang beredar. Dengan demikian, kebijakan moneter perlu diarahkan agar jumlah uang beredar sesuai dengan kebutuhan perekonomian.

Aliran dana luar negeri yang masuk menyebabkan bank sentral melakukan kontraksi moneter untuk mengurangi jumlah uang beredar. Sebaliknya, jika terjadi aliran dana luar negeri keluar yang besar maka bank sentral dapat melakukan ekspansi moneter untuk menambah jumlah uang beredar. Kontaksi atau ekspansi moneter akan dapat meningkatkan atau menurunkan suku bunga dalam negeri.

Sasaran akhir perekonomian, terutama pendapatan nasional dan inflasi sangat dipengaruhi oleh bagaimana jalur mekanisme transmisi kebijakan moneter tersebut bekerja pada perekonomian suatu negara. Perangkat perangkat mekanisme transmisi kebijakan moneter diawali dengan instrumen, sasaran operasional, sasaran antara dan sasaran akhir.

Secara operasional kebijakan moneter, kesulitan tersebut tercermin dari masih terbatasnya informasi yang sangat dibutuhkan sebagai dasar dalam menentukan waktu yang tepat, pilihan kebijakan moneter yang harus dilakukan,

Kondisi ini seringkali menyebabkan kesulitan dalam penyusunan suatu rekomendasi sebagai landasan kebijakan moneter yang harus dilakukan Bank Indonesia pada saat terjadi tekanan inflasi yang cukup tinggi.

Kajian mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter umumnya mengacu pada peranan uang dalam perekonomian, yang pertama kali dijelaskan oleh Quantity Theory of Money ‘Teori Kuantitas Uang’. Teori ini pada dasarnya mengambarkan kerangka kerja yang jelas mengenai analisis hubungan langsung yang sistemastis antara pertumbuhan jumlah uang beredar dan inflasi, yang dinyatakan dalam suatu identitas yang dikenal sebagai “The Equation of Exchange” :

Jumlah uang beredar (M) dikalikan dengan perputaran uang/income velocity (V) sama dengan jumlah output atau transaksi ekonomi/output riil (T) dikalikan dengan tingkat harga (P). dengan kata lain, dalam keseimbangan, jumlah uang beredar yang digunakan dalam seluruh kegiatan transaksi ekonomi (MV) sama dengan jumlah output yang dihitung dengan harga yang berlaku, yang ditransaksikan (PT).

Berdasarkan mekanisme ini, dalam jangka pendek pertumbuhan jumlah uang beredar hanya mempengaruhi perkembangan output riil. Selajutnya dalam jangka menengah pertumbuhan jumlah uang beredar akan mendorong kenaikan harga (inflasi) yang pada gilirannya menyebabkan penurunan perkembangan output riil menuju posisi semula. Dalam keseimbangan jangka panjang,

tetapi mendorong laju inflasi secara proporsional. Jalur moneter yang bersifat langsung ini dianggap tidak dapat menjelaskan faktor-faktor lain selain uang terhadap inflasi, seperti suku bunga, nilai tukar, harga aset, kredit, dan ekspektasi. Dalam perkembangan selanjutnya, selain jalur moneter langsung, mekanisme transmisi pada umumnya juga dapat terjadi melalui lima jalur lainnya, yaitu direct monetary channel (jalur moneter langsung), interest rate channel (jalur suku bunga), exchange rate channel (jalur nilai tukar), assets price channel (jalur harga aset), credit channel (jalur kredit), dan expectation channel (jalur ekspektasi).

Mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga menekankan pentingnya aspek harga di pasar keuangan terhadap berbagai aktivitas ekonomi di sektor riil. Dalam kaitan ini, kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral akan berpengaruh terhadap perkembangan berbagai suku bunga di sektor keuangan dan selanjutnya akan berpengaruh pada tingkat inflasi dan output riil.

Gambar 1.1 Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga Sumber : Warjiyo, 2004:20

Dalam penelitian ini dilakukan pembatasan masalah meliputi faktor- faktor yang mempengaruhi besarnya inflasi. Keterkaitan antara variabel-variabel ekonomi memang cukup kompleks, tetapi dalam penelitian ini hanya akan membahas beberapa variabel saja dalam perekonomian agar hasil penelitian lebih fokus terhadap masalah yang dibahas. Variabel- variabel tersebut meliputi suku bunga SBI, suku bunga PUAB, Money Supply (M2), Output Gap, dan inflasi di Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas akan dilakukan suatu penelitian dengan judul

“Analisis Jalur Suku Bunga Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia (2000-2010).”

Kebijakan Moneter

Suku Bunga

· SBI · PUAB

Suku Bunga deposito

Sektor Keuangan

Suku Bunga Kredit

Konsumsi

Investasi

Transmisi di Sektor Riil

Permintaan Agregat

Output Gap

Inflasi

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

1. Bagaimanakah pengaruh jalur suku bunga terhadap output gap dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter?

2. Bagaimanakah pengaruh jalur suku bunga terhadap inflasi dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh jalur suku bunga terhadap output gap dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter.

2. Untuk mengetahui pengaruh jalur suku bunga terhadap inflasi dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak pengambil kebijakan sebagai acuan untuk menentukan kebijakan yang tepat, guna kepentingan bangsa dan negara.

untuk menetapkan teori yang diperoleh dari berbagai literatur selama mengikuti perkuliahan.

3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang juga

tertarik terhadap masalah serupa dengan penelitian ini.

4. Sebagai bahan yang mampu memperkaya kepustakaan penelitian yang telah ada sebelumnya.

E. Hipotesis

Hipotesis yang dapat dikemukakan berdasarkan perumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:

1. Diduga jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter berpengaruh terhadap output gap.

2. Diduga jalur suku bunga dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter berpengaruh terhadap inflasi.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan langkah-langkah pemerintah, yang dilaksanakan oleh bank sentral untuk mempengaruhi atau mengubah penawaran uang dalam perekonomian atau mengubah tingkat bunga, dengan maksud untuk mempengaruhi pengeluaran agregat. Sedangkan Warjiyo (2003) mendefinisikan kebijakan moneter sebagai kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Besaran moneter yang dimaksud di sini antara lain dapat berupa uang beredar, uang primer, atau kredit perbankan. Sedangkan tujuan untuk mencapai perkembangan ekonomi yang diinginkan yang dimaksud adalah stabilitas ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi, dan cukup luasnya kesempatan kerja yang ada.

Kebijakan moneter adalah salah satu kebijakan dari Bank Sentral atau otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter atau suku bunga untuk mencapai perkembangan perekonomian bangsa yang dapat mensejahterakan rakyat. Perkembangan perekonomian dapat tercermin pada stabilitas makro yang dapat dilihat pada kestabilan harga atau rendahnya laju inflasi, membaiknya perkembangan pendapatan nasional, dan luasnya kesempatan kerja.

yang mempertimbangkan siklus kegiatan ekonomi, sifat perekonomian negara, serta faktor-faktor fundamental dalam perekonomian suatu negara sehingga dalam pelaksanaannya, kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh suatu negara berbeda dengan kebijakan moneter yang digunakan oleh negara lain. Dalam pelaksanaannya masing-masing negara menggunakan kerangka strategis kebijakan moneter yang berbeda-beda. Masing-masing strategi tersebut memiliki karakteristik sesuai dengan indikator tertentu yang digunakan sebagai nominal anchor atau sasaran antara dalam mencapai tujuan akhir. Kerangka operasi kebijakan moneter tersebut adalah:

1) Instrumen-Instrumen Moneter Instrumen pengendalian moneter merupakan alat-alat operasi moneter yang dapat digunakan oleh Bank Sentral dalam mewujudkan tujuan akhir yang telah ditetapkan (Solikin dan Suseno, 2002: 26) dan (Ascarya, 2002:51). Instrumen-instrumen kebijakan moneter terdiri dari: (1). Operasi Pasar Terbuka (OPT), (2).Tingkat Bunga Diskonto, (3). Giro Wajib Minimum (Reserve requirement), (4). Himbauan Moral.

2) Sasaran Operasional (Operational Target) Sasaran operasional merupakan sasaran yang ingin segera yang dicapai oleh Bank Sentral dalam operasi moneternya. Variabel sasaran operasional digunakan untuk mengarahkan tercapainya sasaran antara. Kriteria sasaran operasional antara lain: (1). Dipilih dari variabel moneter yang memiliki

Bank Sentral, (3). Akurat dan tidak sering direvisi

3) Sasaran Antara Hubungan antara sasaran operasional dan sasaran akhir kebijakan moneter bersifat tidak langsung dan kompleks serta membutuhkan time lag yang panjang. Untuk alasan itu, para ahli moneter dan praktisi Bank Sentral mendesain simple rule untuk membantu pelaksanaan kebijakan moneter dengan cara menambahkan indikator yang disebut sebagai sasaran antara. Sasaran tersebut merupakan indikator untuk menilai kinerja keberhasilan kebijakan moneter, sasaran ini dipilih dari varibel-variabel yang memiliki keterkaitan stabil dengan sasaran akhir, cakupannya luas, dapat dikendalikan oleh bank sentral, tersedia relatif cepat, akurat dan tidak sering direvisi. Variabel sasaran antara meliputi:: agregat moneter (M1dan M2), kredit perbankan dan nilai tukar.

4) Sasaran Akhir (Final Target) Sasaran akhir kebijakan moneter yang ingin dicapai oleh Bank Sentral tergantung pada tujuan yang dimandatkan oleh UU bank sentral suatu negara. Tujuan akhir kebijakan moneter di Indonesia mengacu pada Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2004 yang secara eksplisit mencantumkan bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (stabilitas moneter).

pada dasarnya menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral mempengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang diterapkan. Secara spesifik Taylor (1995) menyatakan bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah “the process through which monetary policy decision are transmitted into changes in real GDP and inflation” .

Mekanisme transmisi moneter dimulai dari tindakan bank sentral dengan menggunakan instrumen moneter, apakah OPT atau yang lain, dalam melaksanakan kebijakan moneternya. Tindakan itu kemudian berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan keuangan melalui berbagai saluran transmisi kebijakan moneter, yaitu saluran uang, kredit, suku bunga, nilai tukar, harga aset, dan ekspektasi.

Mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam kenyataannya merupakan proses yang kompleks, dan karenanya dalam teori ekonomi moneter sering disebut dengan “black box” (Miskin,1995) seperti digambarkan dalam skema berikut. Hal ini terutama karena transmisi dimaksud banyak dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : (i) perubahan perilaku bank sentral, perbankan dan keuangannya, (ii) lamanya tengat waktu (lag) sejak kebijakan moneter ditempuh sampai sasaran inflasi tercapai, serta (iii) terjadinya perubahan pada saluran transmisi moneter itu sendri sesuai dengan

(Warjiyo,2004:3).

Gambar 2.1 Mekanisme Transmisi Moneter sebagai Black Box Sumber : Warjiyo,2004:4

Mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam jalur moneter langsung mengacu pada peranan uang dalam perekonomian dimana dalam jangka pendek pertumbuhan jumlah uang beredar akan mempengaruhi perkembangan output riil. Selain itu, mekanisme transmisi kebijakan moneter dapat pula terjadi melalui jalur lainnya, yaitu ( Warjiyo, 2003 :19)

1) Jalur Suku Bunga Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga merupakan standar model dalam literatur-literatur. Mekanisme ini didasarkan pada model dasar Keynesian IS-LM. Berdasarkan model ini kebijakan moneter ekspansif akan mendorong pada turunnya suku bunga riil yang pada gilirannya akan menurunkan biaya modal. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan kenaikan pengeluaran investasi sehingga kemudian akan meningkatkan permintaan agregat dan kenaikan output.

Kebijakan

Moneter

Tujuan Akhir Inflasi

Jalur ini juga melibatkan efek suku bunga karena saat suku bunga riil domestik turun, maka deposito domestik menjadi kurang menarik bila dibandingkan dengan deposito dalam mata uang luar negeri. Hal ini akan menyebabkan depresiasi. Nilai tukar domestik lebih murah daripada barang- barang luar negeri, sehingga akan menaikkan ekspor yang kemudian juga menaikkan output agregat.

3) Jalur harga aset Melalui jalur harga asset kebijakan moneter ekspansif akan mendorong peningkatan suku bunga yang kemudian akan menekan harga asset perusahaan. Hal ini akan menyebabkan kemampuan perusahaan untuk melakukan ekspansi berkurang. Selain itu juga menyebabkan nilai kekayaan dan pendapatan berkurang, yang kemudian akan mengurangi pengeluaran konsumsi. Secara keseluruhan kedua hal tersebut akan menurunkan pengeluaran agregat.

4) Jalur kredit Ada dua jalur utama dalam mekanisme transmisi kebijakanmoneter melalui jalur kredit, yaitu :

a) Jalur pinjaman bank Jalur pinjaman bank didasarkan pada pandangan bahwa bank memiliki peran khusus dalam sistem keuangan. Oleh karenanya, para a) Jalur pinjaman bank Jalur pinjaman bank didasarkan pada pandangan bahwa bank memiliki peran khusus dalam sistem keuangan. Oleh karenanya, para

b) Jalur neraca perusahaan Kebijakan moneter dapat mempengaruhi neraca perusahaan dengan mekanisme sebagai berikut. Kebijakan moneter ekspansif, yang akan menaikkan harga ekuitas, akan menaikan nilai perusahaan sehingga akan menaikkan investasi dan permintaan agregat karena penurunan adverse selection dan moral hazard.

a. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter melalui Jalur Suku Bunga

Konsep standar mekanisme transmisi kebijakan moneter secara teoritis dimulai dari ketika bank sentral mengubah instrumen-instrumennya yang selanjutnya mempengaruhi sasaran operasional, sasaran antara dan sasaran akhir. Misalnya Bank Sentral (BI) menaikkan rSBI. Peningkatan tersebut akan mendorong naiknya Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (rPUAB), suku bunga deposito, kredit perbankan, harga aset, nilai tukar dan ekspektasi inflasi di masyarakat. Perkembangan ini mencerminkan Konsep standar mekanisme transmisi kebijakan moneter secara teoritis dimulai dari ketika bank sentral mengubah instrumen-instrumennya yang selanjutnya mempengaruhi sasaran operasional, sasaran antara dan sasaran akhir. Misalnya Bank Sentral (BI) menaikkan rSBI. Peningkatan tersebut akan mendorong naiknya Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (rPUAB), suku bunga deposito, kredit perbankan, harga aset, nilai tukar dan ekspektasi inflasi di masyarakat. Perkembangan ini mencerminkan

Besarnya permintaan agregat tidak selalu sama dengan penawaran agregat. Jika terjadi selisih antara permintaan dan penawaran atau terjadi output gap maka akan memberi tekanan terhadap kenaikan harga-harga (inflasi) dari sisi domestik. Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi luar negeri terjadi melalui pengaruh langsung dan tidak langsung perubahan nilai tukar terhadap perkembangan harga barang-barang yang diimpor.

Kebijakan moneter yang ditransmiskan melalui Jalur Suku Bunga dapat dijelaskan dalam dua tahap: Pertama, transmisi di sektor keuangan (moneter). Perubahan kebijakan moneter berawal dari perubahan instrumen moneter (rSBI) akan berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga PUAB, suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Proses transmisi ini memerlukan tenggat waktu (time lag) tertentu. Kedua, transmisi dari sektor keuangan ke sektor riil tergantung pada pengaruhnya terhadap konsumsi dan investasi. Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi terjadi karena suku bunga deposito merupakan komponen dari pendapatan masyarakat (income effect ) dan suku bunga kredit sebagai pembiayaan konsumsi (substitution effect ). Sedangkan pengaruh suku bunga terhadap investasi terjadi karena suku bunga kredit merupakan komponen biaya modal.

Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi dan investasi selanjutnya akan berdampak pada jumlah permintaan agregat. Jika peningkatan permintaan agregat tidak dibarengi dengan peningkatan penawaran agregat, Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi dan investasi selanjutnya akan berdampak pada jumlah permintaan agregat. Jika peningkatan permintaan agregat tidak dibarengi dengan peningkatan penawaran agregat,

Gambar 2.2 Mekanisme Transmisi Saluran Suku Bunga Sumber : Warjiyo, 2004:20

b. Indikator Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebjakan Moneter

Efektivitas mekanisme transmisi kebijakan moneter diukur dengan dua indikator, yaitu: (1). Berapa kecepatan atau tenggat waktu (time lag) dan (2). Kekuatan variabel-variabel pada jalur tranmsisi moneter dalam merespons shock rSBI hingga terwujudnya sasaran akhir. Indikator kecepatan diukur dari berapa time lag yang dibutuhkan oleh variabel-

Kebijakan Moneter

Suku Bunga

· SBI · PUAB

Suku Bunga deposito

Transmisi di Sektor Keuangan

Suku Bunga Kredit

Konsumsi

Investasi

Transmisi di Sektor Riil

Permintaan Agregat

Output Gap

Inflasi

hingga tercapainya sasaran akhir (inflasi).

c. Tenggat Waktu (Lag) Efek dari Kebijakan Moneter Tenggat waktu (Lag) adalah dampak kebijakan moneter terhadap kestabilan dan pertumbuhan ekonomi, dimana tergantung pada :

- Kuat tidaknya hubungan antara perubahan kebijakan moneter yang

dilakukan dengan kegiatan ekonomi. - Jangka waktu antara terjadinya perubahan kebijakan moneter sampai

terjadinya efek terhadap kegiatan ekonomi (lag). Jangka waktu atau Lag yang dimaksud terdiri dari bebrapa komponen atau unsur, yaitu :

Gambar 2.3 Tenggat Waktu ( Lag)

Dimana :

Total Lag

Inside Lag

Outside/Impact Lag

Recognition Lag

Recognition Lag

Need to Action

Recognition of Need to Action

Change in Policy Instrumen

Change in Economic Activity Change in Economic Activity

Periode t 0 sampai dengan t 1 merupakan Recognition lag, yakni waktu yang diperlukan oleh Bank Indonesia untuk mengumpulkan data ekonomi dan menganalisis perubahan aktivitas ekonomi yang diinginkan dengan

melaksanakan kebijakan moneter tersebut. Misalnya pada periode t 0 telah terjadi perubahan aktivitas ekonomi, misalnya kenaikan jumlah pengangguran. Dengan fenomena itu, sebelum mengambil dan menentukan kebijakan moneter untuk mengatasi pengangguran tersebut, Bank Indonesia memerlukan waktu terlebih dahulu untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah pengangguran tersebut.

Administrative lag (t 1 – t 2 ) merupakan periode antara diketahuinya (oleh BI) berbagai informasi yang akan diperkirakan untuk merubah kebijakan moneter, dengan waktu dimana BI benar-benar merubah satu atau

beberapa instrumen kebijakan moneter (t 2 ).

Keseluruhan antara Recognition lag dan Adminitrative lag ini disebut dengan Inside lag, yakni kurun waktu antara perubahan/kejadia ekonomi yang memerlukan perubahan kebijakan moneter dengan perubahan satu atau beberapa instrumen kebijakan moneter.

Selanjutnya, kurun waktu antara telah berubahnya satu atau beberapa instrumen kebijakan moneter untuk mengatasi suatu masalah ekonomi Selanjutnya, kurun waktu antara telah berubahnya satu atau beberapa instrumen kebijakan moneter untuk mengatasi suatu masalah ekonomi

Lag inilah yang kemudian dijadikan salah satu alat ukur efektifitas kebijakan moneter Bank Indonesia. Logikanya, semakin cepat atau pendek lag/waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek, semakin baik kebijakan moneter tersebut. Jangan sampai efek yang terjadi sudah terlambat dan bahkan justru memperparah keadaan atau masalah yang sedang terjadi dalam perekonomian

3. Teori Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter

Telah ada kebangkitan yang besar dalam masalah bagaimana melakukan kebijakan moneter. Salah satu fenomena ini adalah besarnya kertas kerja dan konfrensi pada topik tersebut. Hal yang lain adalah beberapa tahun terakhir banyak pemuka makroekonomi mempunyai tujuan khusus aturan kebijakan atau setidaknya telah mengamati posisi kebijakan moneter pada umumnya. John Taylor merekomendasikan sebuah simple rule atas tingkat suku bunga (Taylor 1993a) adalah contoh yang terkenal.

1) Kerangka Makroekonomi Sederhana 1) Kerangka Makroekonomi Sederhana

2) Tujuan Kebijakan Fungsi objektif bank sentral menterjemahkan perilaku target variabel ke dalam ukuran kesejahteraan sebagai panduan dalam memilih kebijakan.

α parameter adalah relatif berat pada penyimpangan output. Sejak , fungsi kerugian potensial mengambil Output Z t sebagai target.

Hal ini juga secara implisit membawa nol sebagai target inflasi, namun tidak ada biaya dalam bentuk umum sejak inflasi dinyatakan dalam persen deviasi dari trend.

Meskipun telah ada cukup besar kemajuan dalam memotivasi perilaku makroekonomi model dari prinsip-prinsip pertama, sampai sangat baru-baru ini, yang sama telah tidak benar tentang rasionalisasi tujuan kebijakan. Selama beberapa tahun terakhir tahun, telah ada sejumlah upaya untuk benar-benar koheren merumuskan masalah kebijakan dengan mengambil sebagai kriteria kesejahteraan utilitas dari agen perwakilan di dalam model (Clarida,1999:1668)

Taylor (1993a) memicu diskusi tentang tingkat suku bunga sederhana. Taylor mengajukan kebijakan umpan balik dari model berikut :

dan, ,

dimana adalah tingkat suku bunga yang ditargetkan mendefinisikan aturan umpan balik,

adalah target tingkat inflasi, dan adalah tingkat ekuilibrium bunga riil jangka panjang.

Kontribusi Taylor adalah untuk merinci normatif dan implikasi positif. Di sisi normatif, aturan terdiri dari prinsip-prinsip utama kebijakan optimal yang digambarkan. Secara khusus, memiliki tingkat nominal menyesuaikan lebih dari satu-untuk-satu dengan tingkat inflasi. Untuk tingkat inflasi tertinggal adalah prediktor yang baik untuk inflasi ke depan, sehingga memiliki tingkat riil menyesuaikan untuk ekonom inflasi kembali ke target . Akhirnya, perhatikan bahwa tingkat suku bunga merespon ke output gap sebagai lawan tingkat output. Jadi, setidaknya sebuah perkiraan akal, aturan panggilan untuk countercydical menanggapi permintaan guncangan dan akomodasi guncangan terhadap GDP potensial yang tidak mempengaruhi output gap (Clarida,1999:1695).

a) Prinsip Dasar Model a) Prinsip Dasar Model

Taylor rule mempunyai 3 hal yang perlu diamati yaitu pertama, instrumen kebijakan moneter yang digunakan adalah tingkat bunga bank. Efisiensi kebijakan ini secara tidak langsung akan ditunjukkan oleh Taylor Rule dengan melihat koefisien output dan inflasi. Dua, yang menjadi sasaran akhir adalah inflasi. Tiga, sasaran lainnya adalah pendapatan nasional.

Prinsip dasar model Taylor Rule adalah mengatur tingkat bunga nominal pada tingkat tertentu yang dilakukan oleh bank sentral sehingga pada keseimbangan jangka panjang tingkat bunga nominal setara yaitu tingkat bunga riil ditambah inflasi. Penentuan tingkat bunga nominal yang baik antara lain memperhatikan sasaran laju inflasi dan output gap yang diyakini sebagai penyebab munculnya inflasi sehingga dalam taylor rule mempunyai 2 cakupan dalam target moneter yaitu inflasi yang rendah dan stabil serta pertumbuhan output yang berkelanjutan.

b) Teori dan Pendekatan Model Pendekatan Taylor (1999), fungsi permintaan agregat perekonomian Indonesia mengikuti suatu persamaan reduced form:

Yt – Y*t = - (i-p) Yt – Y*t = - (i-p)

Persamaan diatas menyatakan bahwa perbedaan output aktual dan potensinya akan dipengaruhi oleh suku bunga riil. Bila suku bunga riil meningkat maka kesenjangan output tersebut akan semakin membesar. Cerminan dari biaya (inflasi) yang harus ditanggung oleh perekonomian bila menginginkan laju pertumbuhan yang lebih tinggi digunakan kurva philips yang menggambarkan trade-off antara output dan inflasi.

P t+1 adalah inflasi agregat (headline inflation) dimasa datang, p* ekspektasi inflasi, ε t+1 adalah kejutan dari sisi penawaran yang bersifat sementara dan c adalah kejutan kebijakan.

Perlu ditambahkan bahwa ε t+1 adalah kejutan dari sisi penawaran yang bersifat sementara, sehingga adalam jangka panjang bernilai 0 (white noise). Kejutan dari sisi penawaran ini memiliki tanda t+1, artinya bahwa otoritas moneter sama sekali tidak memiliki informasi kejutan macam apa yang akan terjadi pada periode mendatang. Adapun c adalah konstan kejutan kebijakan (one time policy shocks) yang berasal dari penyesuaian harga barang-barang yang dikendalikan pemerintah. Kenaikan inflasi yang berasal dari unsur ini banyak ditemukan di negara- negara sedang berkembang, dimana pemerintah memiliki kewenangan

harga. Untuk memperoleh makna dari persamaan diatas, maka dilakukan penyederhanaan, dimana ekspektasi inflasi dianggap sama dengan sasaran inflasi yang diterapkan (fully credible monetary policy). Selain itu diasumsikan c=0, yang berarti tidak ada kebijakan penyesuaian harga oleh pemerintah. Dengan demikian laju inflasi hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terkait dengan situasi permintaan (p dan output gap) dan kejutan dari sisi penawaran ( ε). Dengan demikian persamaan diatas menggambarkan situasi trade off, bahwa kenaikan jumlah produksi (output) periode sekarang (atau dengan kata lain, produksi semakin mendekati kapasitas penuhnya) akan cenderung menaikkan tekanan- tekanan inflasi pada periode mendatang. Dengan model seperti persamaan diatas, maka perubahan suku bunga sekarang hanya dapat mempengaruhi laju inflasi periode mendatang. Ini merupakan cerminan dari mekanisme penundaan waktu (time lag) kebijakan moneter atas perkembangan output maupun inflasi.

4) Agregat Demand dan Agregat Supply Permintaan agregat (agregat demand) adalah permintaan total barang dan jasa dalam perekonomian. Kurva permintaan agregat diturunkan dengan mengasumsikan bahwa variabel-variabel kebijakan fiskal (pembelian pemerintah (G) dan pajak neto (T) ) serta variabel kebijakan moneter (M) tetap tak berubah. Dengan kata lain asumsi pemerintah tidak 4) Agregat Demand dan Agregat Supply Permintaan agregat (agregat demand) adalah permintaan total barang dan jasa dalam perekonomian. Kurva permintaan agregat diturunkan dengan mengasumsikan bahwa variabel-variabel kebijakan fiskal (pembelian pemerintah (G) dan pajak neto (T) ) serta variabel kebijakan moneter (M) tetap tak berubah. Dengan kata lain asumsi pemerintah tidak

turun dari Y 0 ke Y 1 seperti yang ditunjukan pada gambar 2.4 (b). Kenaikan tingkat harga menyebabkan tingkat output (pendapatan) agregat turun. Situasi ini terbalik ketika tingkat harga turun. Tingkat harga yang lebih rendah menyebabkan permintaan uang turun, yang menyebabakan tingkat bunga yang lebih rendah. Tingkat bunga yang lebih rendah mendorong belanja investasi yang direncanakan, pengeluaran agregat yang direncanakan meningkat, yang menyebabkan peningkatan Y.

Penurunan tingkat harga menyebabkan tingkat pengeluara agregat yang direncanakan naik.

uang, M

investasi yang direncanakan, I

Gambar 2.4 (a) Uang (M) Gambar 2.4 (b) Investasi yang

Sumber : Karl, 2009:193 direncanakan (I) Sumber :Karl, 2009:193

C +I 0 +G C+I 1 +G

Y 1 Y 0 Output (pendapatan) agregat, Y

Gambar 2.4 (c), Output (pendapatan) agregat Sumber : Karl, 2009:193

a. Kenaikan tingkat harga menaikan permintaan uang dari

ke . Dengan penawaran uang yang tetap, tingkat bunga meningkat dari 6

persen ke 9 persen.

en

el

ar

an

re

at

an

ir

en

ca

ak

an

in

at

ng

a,

in

at

ng

a,

direncanakan dari I 0 ke I 1 .

c. Penurunan investasi yang direncanakan mengurangi pengeluaran agregat yang direncanakan dan menyebabakan output (pendapatan) ekuilibrium

turun dari Y 0 ke Y 1 .

Kurva permintaan agregat (AD) adalah kurva yang memperlihatkan hubungan negatif antara output (pendapatan) agregat dan tingkat harga. Masing-masing titik pada kurva AD adalah titik di mana baik pasar barang maupun pasar uang berbeda pada ekuilibrium (Karl,2009:193).

AD

Gambar 2.5 Kurva Permintaan Agregat (AD) Sumber : Karl,2009 :194

Permintaan agregat turun ketika harga naik karena tingkat harga yang lebih tinggi menyebabkan permintaan uang (M d ) naik. Dengan penawaran uang tetap konstan, tingkat bunga akan naik untuk mewujudkan kembali ekuilibrium di pasar uang. Tingkat bunga yang lebih tinggi akan menyebabkan output agregat turun.

ti

gk

at

ar

a,

,P

diminta tepat sama dengan pengeluaran agregat yang direncanakan, C + I +

G. Kurva permintaan agregat pada gambar 2.5 diatas didasarkan pada asumsi bahwa variabel-variabel kebijakan pemerintah G, T dan M s itu tetap. Jika ada variabel yang berubah, kurva permintaan agregat akan bergeser. Jika kantitas uang ditambah pada segala tingkat harga tertenntu, tingkat bunga akan turun, yang menyebabkan belanja investasi yang direncanakan (dan pengeluaran agregat yang direncanakan) naik. Hasilnya adalah peningkatan output pada tingkat harga tertentu. Seperti diperlihatkan pada gambar 2.6.

AD 1 AD 0

0 output (pendapatan) agregat, Y

Gambar 2.6 Efek Peningkatan Penawaran Uang atas

Kurva AD Sumber : Karl, 2009:196

Peningkatan penawaran uang (M d ) menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kanan, dari AD 0 ke AD 1 . Pergeseran ini terjadi karena peningkatan M s menurunkan tingkat bunga, yang meningkatkan investasi yang direncanakan (sehingga juga meningkatkan pengeluaran agregat yang

ti

gk

at

ar

a,

,P

harga yang mungkin.

AD 1 AD 0

0 Output (pendapatan) agregat, Y

Gambar 2.7 Efek Peningkatan Belanja Pemerintah atau Penurunan Pajak Neto atas Kurva AD

Sumber : Karl, 2009 : 197

Peningkatan belanja pemerintah (G) atau penurunan pajak neto (T) menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kanan, dari AD 0 ke AD 1 . Kenaikan G meningkatkan pengeluaran agregat yang direncanakan, yang menyebabkan peningkatan output pada tiap tingkat harga yang mungkin. Penurunan T menyebabkan konsumsi naik. Konsumsi yang lebih tinggi kemudian meningkatkan pengeluaran agregat yang direncanakan, yang menyebabkan peningkatan output pada tiap tingkat harga yang mungkin.

Kurva permintaan agregat adalah berasal dari model IS-LM. Dalam ilustrasi di bawah ini, pendapatan ekuilibrium Y1 ketika tingkat harga P1. Kenaikan tingkat harga ke tingkat yang lebih tinggi, dari P1 ke P2. Pada tingkat yang lebih tinggi, dengan jumlah konstan uang, daya beli dipotong.

G ↑ atau T ↑

ti

gk

at

ar

a,

,P

identik dengan apa yang terjadi ketika harga tetap tetap dan jumlah uang yang jatuh. Kurva LM, dalam kasus lain, bergeser kiri, suku bunga naik, dan pendapatan turun. tingkat output tersebut pada kedua P1 dan P2 akan ditampilkan di bagian bawah ilustrasi. Kurva permintaan agregat menghubungkan mereka dengan poin yang tingkat harga yang lainnya menghasilkan.

Interest rate

Gambar 2.8 Kurva IS-LM

Kurva penawaran agregat berasal dari pasar sumber daya. Meskipun pasar ini dapat menyesuaikan perlahan, ketika mereka akhirnya melakukan sepenuhnya menyesuaikan, tingkat harga harus memiliki pengaruh yang Kurva penawaran agregat berasal dari pasar sumber daya. Meskipun pasar ini dapat menyesuaikan perlahan, ketika mereka akhirnya melakukan sepenuhnya menyesuaikan, tingkat harga harus memiliki pengaruh yang

Setelah kita menambahkan lengket untuk harga dan memberikan peran kepada inflasi yang diharapkan, perubahan dalam pengeluaran tidak akan hanya memindahkan ekonomi atas atau bawah kurva agregat- penawaran vertikal. Kurva ke atas-miring di bawah ini menunjukkan apa yang mungkin dalam jangka pendek. Sebuah perubahan pengeluaran akan memindahkan kurva agregat-permintaan. Jika kurva agregat-penawaran jangka pendek cukup datar, akan ada perubahan besar dalam output dan perubahan kecil pada tingkat harga.

Price level

Agregat Demand

Short run AS

Output

Gambar 2.9 Agregat Demand

menarik karena sederhana, dengan struktur yang sama dengan penawaran dan permintaan. Namun, asumsi di balik penawaran agregat dan permintaan agregat sama sekali berbeda dengan mereka yang berada dibalik penawaran dan permintaan, yaitu kurva penawaran agregat dan permintaan agregat tidak diperoleh dengan menjumlahkan semua kurva penawaran dan permintaan dalam suatu perekonomian. Jika mereka, orang akan mengharapkan bahwa kurva agregat-penawaran jangka panjang akan datar dari kurva agregat-penawaran jangka pendek, seperti halnya dengan kurva penawaran yang normal. Tetapi kurva penawaran agregat tumbuh curam semakin lama waktu untuk penyesuaian.

Penawaran agregat dan permintaan agregat adalah lebih umum dari IS-LM, dan mengatasi beberapa keterbatasan IS-LM. Ini mencakup tingkat harga sebagai variabel, dan itu menunjukkan bahwa masalah sumber daya pasar. Hal ini juga memungkinkan satu mempertimbangkan kasus-kasus di mana gangguan berasal di pasar sumber daya, seperti gangguan pasokan minyak, yang IS-LM tidak bisa menangani.

Permintaan agregat dan penawaran agregat menunjukkan proses penyesuaian. Hal ini dengan serangkaian kesetimbangan jangka pendek. Alfred Marshall berasal teknik ini dengan pasokan teratur dan permintaan. Dia memiliki tiga periode: periode pasar atau jangka sangat pendek, di mana output adalah tetap; jangka pendek, di mana modal tersebut tetap tetapi pemanfaatan modal tidak; dan jangka panjang, di mana tidak ada yang tetap.