bidang Hukum acara pidana khususnya tentang Penegakan Hukum penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Anak
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan serta kajian pengetahuan bagi para pihak yang berkompeten dan berniat pada hal yang
sama, baik itu dikalangan akademisi dan penegak hukum, untuk menambah wawasan dibidang hukum khususnya yang berkaitan dengan
Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan oleh Anak.
D. Tinjauan Kepustakaan
1. Tindak Pidana
a. Pengertian Tindak Pidana
Tindak Pidana atau perbuatan pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam
memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Perbuatan pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang konkret dalam
lapangan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan
istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. Banyak istilah lain untuk perbuatan pidana yaitu peristiwa pidana, tindak pidana, pelanggaran
pidana, delik pidana dan straafbar feit. Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum
pidana Belanda yaitu “straafbarfeit”. Walaupun istilah itu terdapat dalam WvS
Universitas Sumatera Utara
Belanda dengan demikian juga WvS Hindia Belanda KUHP, akan tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan straafbar feit itu. Karena
para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan istilah itu. Sayangnya sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat.
6
Pengertian dari istilah strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan undang-undang. Menurut Pompe pengertian
strafbaar feit dibedakan :
7
1. Defenisi menurut teori memberikan pengertian strafbaar feit adalah
suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana mati untuk mempertahankan
tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum. 2.
Defenisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian strafbaar feit adalah suatu kejadian feit yang oleh peraturan perundang-
undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum Pandangan J.E Jonkers, telah memberikan defenisi strafbaar feit menjdi
dua pengertian :
8
1. Defenisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu
kejadian feit yang dapat diancam pidana oleh undang-undang. 2.
Definisi panjang atau yang lebih mendalam memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum
6
Adami Chazami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo: Jakarta, 2002, hal.67
7
Bambang Pramono, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia: Jakarta, 1993, hal.91
8
Ibid. Hal. 75
Universitas Sumatera Utara
wederechtelijk berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan menurut beberapa pakar hukum pidana di Indonesia, pengertian tindak pidana adalah sebagai berikut:
1. Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum, larangan yang mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan
tersebut.
9
2. Roeslan Saleh, menyatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan
yang oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh
atau tidak dapat dilakukan.
3. Wirjono Prodjodikoro, Beliau mengemukakan definisi tindak pidana
berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.
10
Menurut R. Tresna, pertimbangan atau pengukuran terhadap perbuatan- perbuatan terlarang, yang menetapkan mana yang harus ditetapkan sebagai
peristiwa pidana dan mana yang dianggap tidak sedemikian pentingnya, dapat berubah-ubah tergantung dari keadaan, tempat dan waktu atau suasana serta
berhubungan erat dengan perkembangan pikiran dan pendapat umum. Apa yang pada suatu waktu ditempat itu dianggap sebagai suatu perbuatan yang harus dicela
namun tidak membahayakan kepentingan masyarakat, pada suatu saat bisa berubah dan dianggap sebagai suatu kejahatan. Sebaliknya apa yang tadi dianggap
9
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Adya Bakti: Bandung, 1997, hal. 37
10
Ibid, hal. 185
Universitas Sumatera Utara
sebagai suatu kejahatan, di waktu yang lain, karena keadaannya berubah, dianggap tidak merupakan suatu hal yang membahayakan, undang-undang harus
mencerminkan keadaan, pendapat atau anggapan umum, dan meskipun pada umumnya undang-undang selalu terbelakang dalam mengikuti perkembangan
gerak hidup masyarakat, akan tetapi terhadap beberapa perbuatan, ketentuan hukum tetap sesuai dengan anggapan umum. Misalnya pembunuhan, dari dulu
kala sampai sekarang tetap dianggap sebagai suatu perbuatan jahat, baik dilihat dari sudut agama atau moral, maupun dilihat dari sudut sopan santun, sehingga
sudah semestinya terhadap perbuatan yang demikian itu diadakan ancaman hukuman pidana.
11
Suatu peristiwa itu dapat atau tidak dipidana, ditentukan oleh pembuat undang-undang bukan ditentukan oleh pendapat umum. Menurut R. Tresna,
peristiwa pidana adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya,
terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Tampak dalam rumusan itu tidak memasukkan unsureanasir yang berkaitan dengan pelakunya.
Selanjutnya beliau menyatakan bahwa dalam peristiwa pidana itu mempunyai syarat-syarat, yaitu :
1. Harus ada suatu perbuatan manusia, maksudnya bahwa memang benar-
benar ada suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang. Adapun tindakan yang dilakukan merupakan sutu
11
Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Usu Press: Medan, 2010 hal.76
Universitas Sumatera Utara
perbuatan tertentu yang dapat dipahami oleh orang lain sebagai suatu peristiwa.
2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan didalam
ketentuan hukum, artinya perbuatan sebagai suatu peristiwa hukum memenuhi isi ketentuan hukum yang berlaku pada saat ini hukum
positif. Dan pelakunya memang benar-benar telah berbuat seperti yang terjadi dan terhadapnya wajib dimintakan pertanggungjawaban
akibat yang timbul dari apa yang telah diperbuatnya itu. Berkenaan dengan syarat ini hendaknya dapat dibedakan bahwa ada suatu
perbuatan yang tidak dapat disalahkan dan terhadap pelakunya tidak bisa diminta pertanggungjawaban. Perbuatan-perbuatan yang tidak
dapat disalahkan ini adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dan beberapa orang dalam melaksanakan tugas, membela
diri dari ancaman orang lain yang mengganggu keselamatannya dan dalam keadaan darurat dan mereka yang tidak mempunyai kesalahan;
3. Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat yaitu, orangnya
harus dapat dipertanggungjawabkan, maksudnya bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang itu dapat
dibuktikan dan memang terbukti bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang disalahkan menurut ketentuan umum;
4. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum, maksudnya bahwa
perbuatan itu merupakan perbuatan yang diatur dalam suatu ketentuan hukum dan merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum.
Universitas Sumatera Utara
Perbuatan melawan hukum dimaksudkan jikalau tindakan atau perbuatan telah nyata-nyata bertentangan dengan aturan hukum.
5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya,
maksudnya kalau ada suatu ketentuan yang telah mengatur tentang larangan atau keharusan dalam suatu perbuatan tertentu, maka
ketentuan itu memuat sanksi ancaman hukumannya. Ancaman hukuman ini dinyatakan secara tegas maksimal hukumannya yang
harus dilaksanakan oleh para pelakunya. Kalau didalam suatu perbuatan tertentu, maka dalam peristiwa pidana terhadap pelakunya
tidak perlu melaksanakan hukuman. Moeljatno, memakai istilah “perbuatan pidana” dan beliau tidak setuju
dengan istilah “tindak pidana” karena menurut beliau “tindak” lebih pendek daripada perbuatan, tetapi “tindak” tidak menunjukkan kepada hal yang abstrak
seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan konkrit.
12
b. Unsur-unsur tindak pidana
Berdasarkan rumusan Simons maka delik strafbaar feit memuat beberapa unsur yakni :
1. Suatu perbuatan manusia
2. Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-
undang
12
Leden Marpaung, Unsur-unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum delik , Sinar Grafika: Jakara, 1991, hal.4
Universitas Sumatera Utara
3. Perbuatan
itu dilakukan
oleh seseorang
yang dapat
dipertanggungjawabkan
13
Menurut doktrin, unsur-unsur tindak pidana terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif, yakni :
1 Unsur Subjektif
Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas hukum pidana menyatakan
“tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan” An act does not make a person guilty unless the mind is guilty
or actus non facit reum nisi mens sit rea. Kesalahan yang dimaksud disini adalah
kesalahan yang
diakibatkan oleh
kesengajaan intentionopzetdolus dan kealpaan negligence or schuld. Pada
umumnya para pakar telah menyetujui bahwa “kesengajaan” terdiri atas 3 tiga bentuk, yakni :
a. Kesengajaan sebagai maksud oogmerk
b. Kesengajaan
dengan keinsafan
pasti opzet
als zekerheidsbewustzijn
c. Kesengajaan dengan keinsafan akan kemungkinan dolus
eventualis Dolus dalam bahasa Belanda disebut opzet dan dalam bahasa
inggris disebut intention yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sengaja atau kesengajaan. Pertama-tama perlu kita ketahui dalam kitab
13
Ibid, hal. 4
Universitas Sumatera Utara
Undang-Undang Hukum Pidana KUHP sendiri tidak merumuskan apa yang dimaksud dengan opzet. Walaupun pengertian opzet ini sangat
penting, oleh karena dijadikan unsur sebagian pidana disamping peristiwa yang mempunyai unsur culpa.
KUHP sendiri tidak menjelaskan pengertian kesengajaan dan kealpaan itu. Oleh Memori van Toeliching dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan kesengajaan adalah willens en watens yang artinya adalah menghendaki atau menginsyafi atau mengetahui akibat yang
mungkin akan terjadi karena perbuatannya. Mengenai kealpaan, hanya sekedar dijelaskan bahwa kealpaan atau culpa adalah kebalikan dari dolus
disatu pihak dan kebalikan dari kebetulan dipihak lain. Unsur kesengajaan dan kealpaan ini hanya berlaku untuk kejahatan dan tidak untuk
pelanggaran. Mengenai pengertian menghendaki tersebut, kehendak itu dapat ditujukan kepada :
1. Perbuatannya yang dilarang
2. Akibatnya yang dilarang
3. Keadaan yang merupakan unsure tindak pidana
Ditinjau dari sikap batin pelaku, terdapat tiga corak kesengajaan : 1.
Kesengajaan Sebagai Maksud dolus directus Corak kesengajaan ini adalah yang paling sederhana, yaitu
perbuatan pelaku memang dikehendaki dan ia juga menghendaki
Universitas Sumatera Utara
atau membayangkan akibatnya yang dilarang. Kalau akibat yang dikehendaki atau dibayangkan ini tidak ada, ia tidak akan
melakukan perbuatan itu. Contoh : dengan pistolnya X dengan sengaja mengarahkan dan
menembakkan pistol itu kepada Y dengan kehendak matinya Y. a
Ditinjau dari delik formal hal ini berarti bahwa ia sudah melakukan perbuatan itu dengan sengaja, sedang perbuatan itu
memang dikehendaki atau dimaksud demikian. b
Ditinjau dari delik materil hal ini berarti bahwa akibat kematian orang lain ini memang dikehendaki atau dimaksudkan agar
terjadi. 2.
Kesengajaan dengan Sadar Kepastian Corak kesengajaan dengan sadar kepastian bersandar pada
akibatnya. Akibat itu dapat merupakan delik tersendiri ataupun tidak. Tetapi disamping akibat tersebut ada akibat lain yang tidak
dikehendaki yang pasti akan terjadi. 3.
Kesengajaan dengan Sadar Kemungkinan dolus eventualis Corak kesengajaan dengan sadar kemungkinan ini kadang-
kadang disebut sebagai kesengajaan dengan syarat. Pelaku berbuat dengan menghendaki atau membayangkan akibat tertentu sampai
disini hal itu merupakan kesengajaan sebagai maksud tetapi
Universitas Sumatera Utara
disamping itu mungkin sekali terjadi akibat lain yang dilarang yang tidak dikehendaki atau dibayangkan.
Dalam bahasa Belanda istilah untuk kesengajaan atau opzet ini tidak seragam tetapi terdapat berbagai cara merumuskan kesengajaan
antara lain : 1.
Optezettelijk = dengan sengaja
2. Wetende dat
= sedangkan ia mengetahui 3.
Waarvan huj weet = yang diketahuinya
4. Van wie hij weet
= yang diketahuinya 5.
Kennis dragende van = yang diketahuinya
6. Met het oogmerk
= dengan maksud 7.
Waarvan hij bekend is = yang diketahuinya 8.
Waarvan hij kent = yang diketahuinya
9. Tegen beter wetenin hiu = bertentangan dengan yang
Diketahuinya 10.
Met het kennelijk doel = dengan tujuan yang diketahuinya
Dalam ilmu hukum dikenal beberapa jenis kesengajaan yaitu C.S.T Kansil 1999: 287 :
1. Dolus premeditates
Yaitu dolus yang direncanakan, sehingga dirumuskan dengan istilah dengan rencana lebih dahulu meet
voorbedachte raad untuk ini perlu ada waktu untuk
Universitas Sumatera Utara
memikirkan dengan tenang, pembuktiannya disimpulakan dari keadaan yang objektif.
2. Dolus determinatus dan dolus interdeminatus
Yang pertama adalah kesengajaan dengan tujuan yang pasti, misalnya menghendaki matinya orang tertentu,
sedang yang kedua kesengajaan yang tanpa tujuan tertentu atau tujuan acak random, misalnya menembakkan senjata
kearah sekelompok orang, memasukkan racun kedalam reservoir air.
3. Dolus alternatives
Yaitu kesengajaan menghendaki sesuatu tertentu atau yang lainnya alternatifnya juga akibat yang lain.
4. Dolus indirectus
Yaitu kesengajaan
melakukan perbuatan
yang menimbulkan akibat yang tidak diketahui oleh pelakunya
misalnya, didalam perkelahian seseorang memukul
lawannya tanpa maksud untuk membunuh. 5.
Dolus directus Yaitukesengajaan yang ditujukan bukan hanya kepada
perbuatannya saja, meainkan juga pada akibatnya. 6.
Dolus generalis Yaitu kesengajaan dimana pelaku menghendaki akibat
tertentu, dan untuk itu ia telah melakukan beberapa
Universitas Sumatera Utara
tindakan, misalnya untuk melakukan pembunuhan, mula- mula lawannya dicekik, kemudian dilemparkan ke sungai,
karena mengira lawannya telah mati. 2
Unsur Objektif Unsur objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri
atas Simons 1992: 138 : a.
Perbuatan manusia, berupa : 1.
Act, yakni berupa aktif atau perbuatan positif 2.
Omission, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negative, yaitu perbuatan yang membiarkan atau mendiamkan
b. Akibat result perbuatan manusia
Akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan
oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan dan sebagainya.
c. Keadaan-keadaan circumstances
Pada umumnya, keadaan tersebut dibedakan antara lain : 1.
Keadaan pada saat perbuatan dilakukan 2.
Keadaan setelah perbuatan dilakukan d.
Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alas an-alasan yang membebaskan si pelaku dari hukuman. Adapun sifat melawan
hukum adalah apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum, yakni berkenan dengan larangan atau perintah.
Universitas Sumatera Utara
KUHP juga memeiliki beberapa pengertian mengenai unsure- unsur tindak pidana. Dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam
KUHP, maka dapat diketahui adanya 8 unsur tindak pidana, yaitu : a.
Unsur tingkah laku b.
Unsur melawan hukum c.
Unsur kesalahan d.
Unsur akibat konstitutif e.
Unsur keadaan yang menyertai f.
Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana g.
Unsur syarat tambahan untuk mempererat pidana h.
Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana
Dari 8 unsur itu, diantaranya dua unsur yakni kesalahan dan melawan hukum adalah termasuk unsure subjektif, sedangkan selebihnya
adalah berupa unsur objektif.
14
2. Narkotika
a. Pengertian Narkotika
Istilah narkotika yang dikenal di Indonesia dari sisi tata bahasa berasal dari bahasa Inggris, yaitu
“Narcotics” yang berarti obat bius, yang sama artinya dengan kata Narcosis dalam bahasa Yunani yang berarti menidurkan atau
membiuskan. Secara umum narkotika diartikan suatu zat yang dapat
14
Adam Chazawi, Op.cit, hal.81
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan penglihatan karena zat tersebut mempengaruhi susunan zat syaraf pusat.
15
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang no. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dikatakan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-
undang ini.
16
Narkotika membawaefek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu :
a. Mempengaruhi kesadaran;
b. Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku
manusia; c.
Pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa: 1
Penenang; 2
Perangsang bukan rangsangan sex 3
Menimbulkan halusinasi pemakainya tidak mampu membedakan antara khayalan dan kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu
dan tempat
15
Kusno Adi, Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak, UMM Press: Malang, 2009, hal.12
16
Tim redaksi nuansa aulia, Narkotika dan psikotropika, Nuansa Aulia: Bandung, 2010, hal.4
Universitas Sumatera Utara
Narkotika yang terkenal di Indonesia sekarang ini berasal dari kata “Narkoties”, yang sama artinya dengan kata narcosis yang berarti membius. Sifat
zat tersebut terutama berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran, halusinasi, disamping dapat
digunakan untuk pembiusan. Di Malaysia benda berbahaya ini disebut dengan dadah. Dulu di Indonesia dikenal dengan sebutan madat.
Jenis-jenis narkotika yang perlu diketahui dalam kehidupan sehari-hari karena mempunyai dampak sebgaimana disebut diatas, terutama terhadap kaum
remaja yang dapat menjadi sampah masyarakat bila terjerumus ke jurangnya, adalah sebagai berikut:
17
1. Candu atau disebut juga dengan Opium
Berasal dari sejenis tumbuh-tumbuhan yang dinamakan Papaver Somniferium, nama lain dari candu selain opium adalah madat, di Jepang
disebut “ikkanshu”, di Cina dinamakan “Japien”. Banyak ditemukan di
Negara-negara, seperti Turki, Irak, Iran, India, Mesir, Cina, Thailand dan beberapa tempat lain. Bagian yang dapat dipergunakan dari tanaman ini
adalah getahnya yang diambil dari buahnya, narkotika jenis candu ini termasuk jenis depressants yang mempunyai pengaruh hypnotics dan
tranglizers. Depressants, yaitu merangsang system saraf parasimpatis, dalam dunia kedokteran dipakai sebagai pembunuh rasa sakit yang kuat.
17
Moh. Taufiq Makarao, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia: Jakarta, 2003, hal.21
Universitas Sumatera Utara
2. Morphine Adalah zat utama yang berkhasiat narkotika yang terdapat pada candu
„mentah, diperoleh dengan jalan mengolah secara kimia. Morphine termasuk jenis narkotika yang membahayakan dan memiliki daya
ekskalasi yang relative cepat, dimana seseorang pecandu untuk memperoleh rangsangan yang diingini selalu memerlukan penambahan
dosis yang lambat laun membahayakan jiwa. 3. Heroin
Berasal dari tumbuhan papaver somniferum, sepertitelah disinggung diatas bahwa tanaman ini juga menghasilkan codeine, morphine, dan
opium. Heroin disebut juga dengan sebutan putau, zat ini sangat berbahaya bila dikonsumsi kelebihan dosis, bisa mati seketika.
4. Cocaine Berasal dari tumbuh-tumbuhan yang disebut erythroxylon coca. Untuk
memperoleh cocaine yaitu dengan memetik daun coca, lalu dikeringkan dan diolah dipabrik dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Serbuk
cocaine bewarna putih, rasanya pahit dan lama-lama serbuk tadi menjadi basah. Ciri-ciri cocaine antara lain adalah :
a. Termasuk golongan tanaman perdu atau belukar
b. Di Indonesia tumbuh didaerah Malang atau Besuki Jawa timur
c. Tumbuh sangat tinggi kira-kira dua meter;
Universitas Sumatera Utara
d. Tidak berduri, tidak bertangkai, berhelai daun satu, tumbuh satu-
satu pada cabang atau tangkai; e.
Buahnya berbentuk lonjong berwarna kuning-merah atau merah saja apabila sudah dimasak;
5. Ganja Berasal dari bunga dan daun sejenis tumbuhan rumput bernama cannabis
sativa. Sebutan lain dari ganja yaitu mariyuana, sejenis dengan mariyuana adalah hashis yang dibuat dari dammar tumbuhan cannabis sativa. Efek
dari hashis lebih kuat dari pada ganja. Ganja di Indonesia pada umumnya banyak terdapat di daerah Aceh, walau di daerah lain bisa tumbuh.
6. Narkotika Sintesis atau buatan Adalah sejenis narkotika yang dihasilkan dengan melalui proses kimia
secara farmakologi yang sering disebut dengan istilah Napza, yaitu kependekan dari Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Napza tergolong zat psikoaktif, yaitu zat yang terutama berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku, perasaan, pikiran,
persepsi, dan kesadaran. Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 penggolongan Narkotika
dibagi atas: 1. Narkotika Golongan I
Universitas Sumatera Utara
Dalam penggolongan Narkotika, zat atau obat golongan I mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Oleh karena itu
didalam penggunaannya hanya diperuntukkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dipergunakan dalam terapi. Pengertian
pengembangan ilmu
pengetahuan, termasuk
didalamnya untuk
kepentingan pendidikan, pelatihan, keterampilan dan penelitian serta pengembangan. Dalam penelitian dapat digunakan untuk kepentingan
medis yang sangat terbatas.
2. Narkotika Golongan II Narkotika pada golongan ini adalah Narkotika yang berkhasiat terhadap
pengobatan dan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat dipergunakan dalam terapi danatau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan. Narkotika golongan ini mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
3. Narkotika Golongan III Narkotika golongan ini adalah Narkotika yang berkhasiat dalam
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi danatau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
menyebabkan ketergantungan.
b. Penyalahgunaan Narkotika
Secara harfiah, kata penyalahgunaan berasal dari kata “salah guna” yang artinya tidak sebagaimana mestinya atau berbuat keliru. Jadi, penyalahgunaan
Universitas Sumatera Utara
narkotika dapat diartikan sebagai proses, cara, perbuatan yang menyeleweng terhadap narkotika.
Djoko Prakoso, Bambang R.L, dan Amir M. menjelaskan yang dimaksud dengan penyalahgunaan narkotika adalah:
1. Secara terus-menerus berkesinambungan;
2. Sekali-sekali kadang-kadang;
3. Secara berlebihan;
4. Tidak menurut petunjuk dokter non medik
18
Secara yuridis pengertian dari penyalah guna narkotika diatur dalam Pasal 1 butir 15 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah :
“..Penyalah guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum”
Bentuk perbuatan penyalahgunaan narkotika yang paling sering dijumpai adalah perbuatan yang mengarah kepada pecandu narkotika. Adapun pengertian
pecandu narkotika adalah seperti termuat didalam Pasal 1 butir 12 Undang- undang Nomor 35 Tahun 2009 trntang Narkotika, yaitu :
“..Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada
narkotika, baik secara fisik maupun psikis”
18
Djoko Prakoso, Kejahatan-kejahatan yang merugikan dan membahayakan Negara. Bina Aksara: Jakarta, 2005
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan ketergantungan pada diri pecandu narkotika sebagaimana diatur didalam pasal 1 butir 14 Undang-undang
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yaitu : “..Ketergantungan narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan
untuk menggunakan narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaanya
dikurangi danatau dihentikan secara tiba-tiba, menibulkan gejala fisik dan psikis yang khas”
Menurut Rachman Hermawan, Pemakaian narkotika secara terus-menerus akan mengakibatkan orang itu bergantung pada narkotika, secara mental maupun
fisik, yang dikenal dengan istilah kebergantungan fisik dan mental. Seseorang bisa disebut mengalami kebergantungan mental bila ia selalu terdorong oleh hasrat dan
nafsu ynag besar untuk menggunakan narkotika, karena terpikat oleh kenikmatannya. Kebergantungan mental ini dapat mengakibatkan perubahan
perangai dan tingkah laku. Seseorang bisa disebut mengalami kebergantungan fisik bila ia tidak dapat melepaskan diri dari cengkeraman narkotika tersebut
karena, apabila tidak memakai narkotika, akan merasakan siksaan badaniah, seakan-akan dianiaya. Kebergantungan fisik ini dapat mendorong seseorang untuk
melakukan kejahatan-kejahatan, untuk memeperoleh uang guna membeli narkotika. Kebergantungan fisik dan mental lambat-laun dapat menimbulkan
gangguan pada kesehatan.
19
19
Rachman Hermawan, Penyalahgunaan Narkotika oleh para remaja, Eresco: Bandung, 1987 hal. 10
Universitas Sumatera Utara
Penyalahgunaan narkotika merupakan jenis kejahatan yang mempunyai potensi dampak social yang sangat luas dan kompleks, lebih-lebih ketika yang
melakukan adalah anak-anak. Dampak social penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anak-anak itu bukan hanya disebabkan oleh karena akibat yang
ditimbulkan akan melahirkan penderitaan dan kehancuran fisik maupun mental yang teramat panjang, tetapi juga oleh karena kompleksitas di dalam
penanggulangannya terutama ketika pilihan jatuh pada penggunaan hukum pidana sebagai sarananya.
Dalam konsideran undang-undang narkotika pada huruf c, disebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat dibidang
pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan
apabila dipergunakan tanpa pengawasan yang ketat dan seksama. Sebagaimana yang diamanatkan undang-undang Narkotika, bahwa
ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun di sisi
lain mengingat dampak yang dapat ditimbulkan dan tingkat bahaya yang ada apabila digunakan tanpa pengawasan dokter secara tepat dan ketat maka harus
dilakukan tindakan
pencegahan dan
pemberantasan terhadap
bahaya penyalahgunaan narkotika.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, dilakukan pengaturan narkotika dalam bentuk Undang- Undang Narkotika secara tegas menyebutkan tujuannya, dan dituangkan dalam
Pasal 3 Undang-Undang Narkotika, sebagai berikut, Pengaturan narkotika bertujuan untuk :
1. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan danatau pengembangan ilmu pengetahuan; 2.
Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika; 3.
Memberantas peredaran gelap narkotika.
3. Kejahatan Anak
a. Pengertian Kejahatan Anak
Dalam konsep baku psikologi kejahatan anak disebut juga dengan istilah Juvenile Deliquency yang secara etimologis dijabarkan bahwa Juvenile berarti
anak sedangkan Deliquency berarti kejahatan. Dengan demikian pengertian secara etimologis adalah kejahatan anak. Jika menyangkut subyekpelakunya, maka
menjadi Juvenile Deliquency yang berarti penjahat anak atau anak jahat.
20
Perluasan kualifikasi anak nakal juvenile delinquency termasuk tindakan kenakalan semu atau status offences , merupakan konsekuensi dari asas Parent
Patrie. Asas yang berarti Negara berhak mengambil alih peran orangtua apabila
20
Drs. Sudarsono, S.H,M.Si, Op Cit ., hal.10
Universitas Sumatera Utara
ternyata orangtua wali pengasuhnya dianggap tidak menjalankan perannya sebagai orangtua.
21
Anak remaja merupakan masa seorang anak mengalami perubahan cepat dalam segala bidang, perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap social dan
kepribadian. Masa remaja adalah masa goncang karena banyaknya perubahan yang teerjadi dan tidak stabilnya emosi yang kadang-kadang menyebabkan
timbulnya sikap dan tindakan yang oleh orang dewasa dinilai perbuatan nakal.
22
Menurut beberapa ahli pengertian Juvenile Deliquency sebagai kejahatan anak dapat diinterprestasikan berdampak negatif secara psikologis terhadap anak
yang menjadi pelakunya, apalagi jika sebutan tersebut secara langsung semacam menjadi trade-mark. Seperti Drs. B. Simanjuntak, S.H dalam bukunya Latar
Belakang Kenakalan Anak menegaskan lebih suka menggunakan istilah kenakalan anak. Sehingga secara etimologis telah mengalami pergeseran, akan
tetapi hanya menyangkut aktivitasnya, yakni istilah kejahatan menjadi kenakalan. Dalam perkembangan selanjutnya pengertian subyekpelakunya pun mengalami
pergeseran. Istilah kejahatan anak dirasakan terlalu tajam karna memiliki konotasi
negatif secara kejiwaan terhadap anak, sehingga di perhalus dengan istilah Kenakalan Anak. Sementara istilah Kenakalan anak sering disalah tafsirkan
dengan kenakalan yang tertuang dalam pasal 489 KUHP.penjelasan pasal tersebut
21
Ibid. Hal 210
22
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan: Jakarta, 2007, hal. 4
Universitas Sumatera Utara
selanjutnya menerangkan serta memperinci beberapa perbuatan yang dapat dimasukkan kedalam perngertian umum dan dapat pula terjadi pada anak-anak.
23
Salah satu upaya untuk mendefinisikan penyimpangan perilaku remaja dalam arti kenakalan remaja dilakukan oleh M. Gold dan J. Petronio yang
mendefinisikan bahwa kejahatan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu
sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman
24
Anak- anak ini pada umumnya memiliki kelompok-kelompok tertentu gang dan memiliki kebiasaan memakai seragam atau pakaian yang khas, aneh
dan mencolok, dengan gaya rambut yang khusus, punya lagak Tingkah laku yang khas, suka mendengar jenis lagu-lagu tertentu, senang
mengunjungi tempat-tempat hiburan atau kesenangan, suka minum-minuman sampai mabuk, suka berjudi dan sebagainya. Pada umumnya mereka senang
mencari gara-gara, membuat jengkel hati orang lain, dan mengganggu orang dewasa serta objek lainnya yang menjadi sasaran buruannya.
Remaja yang melakukan kejahatan itu pada umumnya kurang memiliki kontrol diri atau justru menyalahgunakan kontrol diri tersebut, dan suka
menegakkan standar tingkah laku sendiri, disamping meremehkan keberadaan orang lain. Kejahatan yang mereka lakukan tersebut pada umumnya disertai
23
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Polites: Bogor 1965, hal.249
24
Sarlito W Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta 2012, hal. 12
Universitas Sumatera Utara
unsur-unsur mental dengan motif-motif subjektif, yaitu untuk mencapai suatu objek tertentu dengan disertai kekerasan dan agresi. Pada umumnya anak-anak
remaja tadi sangat egoistis dan suka sekali menyalahkan atau melebih-lebihkan harga dirinya.
b. Klasifikasi Kejahatan Anak
Kejahatan dalam diri seorang anak atau remaja merupakan perkara yang lazim terjadi. Tidak seorang pun yang tidak melewati tahapfase negatif ini atau
sama sekali tidak melakukan perbuatan kejahatan. Masalah ini tidak hanya menimpa beberapa golongan anak atau remaja di suatu daerah tertentu saja.
Dengan kata lain, keadaan ini terjadi di setiap tempat, lapisan dan kawasan masyarakat.
Bentuk kejahatan anak ter bagi mengikuti tiga kriteria, yaitu : “kebetulan,
kadang-kadang, dan habitual sebagai kebiasaan, yang menampilkan tingkat penyesuaian dengan titik patahan yang tinggi, medium dan rendah.klasifikasi yang
lain menggunakan penggolongan tripartite, yaitu: historis, instinctual, dan mental. Semua itu dapat saling berkombinasi. Misalnya berkenaan dengan sebab musabab
terjadinya kejahatan instinktual, bisa dilihat dari aspek keserakahan, agresivitas, seksualitas, kepecahan keluarga dan anomali-anomali dalam dorongan
berkelompok.”
25
Klasifikasi ini dilengkapi dengan kondisi mental dan hasilnya menampilkan suatu bentuk anak atau remaja yang agresif, serakah, pendek piker, sangat
25
Kartini kartono, Patologi Sosial Buku 1,Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2003, hal.47
Universitas Sumatera Utara
emosional dan tidak mampu mengenal nilai-nilai etis serta kecenderungan untuk menjatuhkan dirinya ke dalam perbuatan yang merugikan dan berbahaya.
Adapun macam dan bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan oleh anak dibedakan menjadi beberapa macam:
1. Kenakalan Biasa
2. Kenakalan yang menjurus pada tingkat kriminal
3. Kenakalan khusus
26
Ad. 1 Kenakalan Biasa Kenakalan biasa adalah bentuk kejahatan yang berbohong, pergi keluar
rumah tanpa pamit kepada kedua orangtuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, suka bolos, suka menipu, suka terlambat ke sekolah, membuang
sampah sembarangan dan lain sebagainya. Ad. 2 Kenakalan yang menjurus pada tingkat criminal
Adalah suatu bentuk kenakalan anak jalanan yang merupakan perbuatan pidana, berupa kenakalan yang meliputi: mencuri, menganiaya, menodong,
mencopet, menggugurkan kandungan, membunuh, memperkosa, berjudi, menonton dan mengedarkan film porno atau menggandakannya serta
mengedarkan obat-obat terlarang dan sebagainya.
26
Akirom Syamsudin Meliala dan E. Sumarsono, cetakan pertama, kenakalan Anak Suatu Tinjauan dari Psikologi dan umum, Liberti: Yogyakarta, 1985
Universitas Sumatera Utara
Ad. 3 Kenakalan khusus Kenakalan khusus adalah kenakalan yang datur dalam undang-undang
pidana khusus seperti kenakalan narkotika, psikotropika, kenakalan di internet cyber crime, kejahatan terhadap HAM dan sebagainya. Bentuk
lain dari kenakalan anak adalah berdasarkan ciri kepribadian yang defek, yang mendorong mereka menjadi tidak terkontrol. Anak-anak muda ini
pada umumnya bersifat labil, sangat emosional, agresif, tidak mampu mengenal nilai-nilai etis dan cenderung suka menceburkan diri dalam
perbuatan yang berbahaya. Hati nurani mereka hampir tidak dapat di gugah, beku.
E. Keaslian Penulisan