BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh penulis di atas, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1. Narkotika merupakan salah satu hal yang menyebabkan seorang anak
berhadapan dengan hukum. Dengan kata lain penyalahgunaan narkotika merupakan salah satu arah dari pergeseran perilaku anak yang dianggap
sebagai kenakalan anak. Penggunaan narkotika di bidang kedokteran dan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan memang dapat dinikmati
manfaatnya oleh para ilmuan dan ahli-ahli lain yang professional. Semaraknya pemakaian tersebut dibidang kemanusiaan dan kemaslahatan
umat dibarengi dengan penggunaan untuk keperluan yang cenderung distruktif. Untuk itulah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 sebagai
perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dengan tujuan ialah untuk meningkatkan kegiatan guna mencegah dan memeberantas
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara.
2. Penerapan Hukum Pidana terhadap kasus penyalahgunaan narkotika yang
dilakukan oleh anak dalam putusan No. 06PID.SUS-ANAK2015PN KPH, menurut penulis sudah tepat Karena hakim memutuskan tidak
mengikuti penuntut umum yang hanya menuntut rehabilitasi selama 6 enam bulan. Dengan kata lain, majelis hakim berani mengeluarkan hal
Universitas Sumatera Utara
yang sesuai dengan analisis nya, tidak memihak siapapun demi keadilan dan ketertiban masyarakat serta kesejahteraan masyarakat dimasa yang
akan datang.
B. Saran
Melalui penulisan skripsi ini, saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut ini :
1. Hendaknya para orangtua lebih memperhatikan anaknya, pertumbuhan
anaknya karena pada hakikatnya di usia anak-anak, mereka masih dalam keadaan yang belum stabil, masih sangat mudah untuk terpengaruh
terhadap lingkungan sosialnya, masih sangat terombang-ambing pikiran dan jiwa nya. Oleh karena itu hendaknya orang tua lebih memperhatikan,
lebih mengetahui apa yang sedang menjadi kebutuhannya di umurnya pada saat ini, lebih mengajarkan tentang nilai-nilai yang baik, nilai-nilai
keagamaan sehingga walaupun anak-anak bermain kemana saja, lebih bisa memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik.
2. Hendaknya kepolisian dan para penegak hukum tetap giat melakukan
pemberantasan terhadap penyalahgunaan narkotika, melakukan razia-rasia serta penggeledahan agar pengguna narkotika menjadi takut melakukan
tindak pidana tersebut, sehingga penyalahguna narkotika semakin lama semakin berkurang. Serta dalam penegakan hukumnya diharapkan
penegak hukum tetap memproses secara adil tanpa memihak siapapun, lapisan manapun yang sedang berhadapan dengan hukum.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK
Penyalahgunaan narkoba yang di lakukan anak adalah merupakan suatu penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum. Adapun Faktor
yang mempengaruhi narkoba yang di lakukan oleh anak biasanya dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri dan dari luar diri anak seperti pergaulan, pendidikan,
teman bermain dan juga pengaruh kehidupan emosionalnya yang berganti-ganti, rasa ingin tahu yang lebih dalam terhadap sesuatu yang baru, kadangkala
membawa mereka ke dalam hal-hal yang negatif, apalagi ketika anak tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi pecandu
narkoba. Penegakan hukum terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkoba sendiri
telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum, penegakan hukum ini diharapkan mampu menjadi faktor penangkal terhadap merebaknya perdagangan
gelap serta peredaran narkoba, tapi dalam kenyataannya justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat pula peredaran serta
perdaganganya di masyarakat. Mengenai penegakan hukum pidana, dapat dilihat dari cara penegakan
hukum pidana yang dikenal dengan sistem penegakan hukum atau criminal law enforcement sebagai bagian dari criminal policy atau kebijakan penanggulangan
kejahatan. Penegakan hukum pidana sebagai bagian dari upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba berfungsi untuk memperbaiki suatu penyimpangan
Universitas Sumatera Utara
tingkah laku dari anak, agar anak tidak dengan mudah terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkoba, hal ini sebagai upaya untuk mencegah tidak semakin
luasnya bahaya narkoba yang mengancam masa depan anak. Tidak
adanya undang-undang
khusus yang
mengatur tentang
penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak, ataupun pasal yang secara khusus mengatur tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan
oleh anak di bawah umur, membuat harus mendalami lebih lagi undang –undang
yang berkaitan dengan tindak pidana ini. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika ditekankan sebagai salah satu sarana penal sedangkan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 ditekankan sebagai sarana non penal.
A. Pengaturan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dalam UU No.
35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Dalam konteks sarana penal, dikenal adanya permasalahan tentang hukum pidana dalam arti ius constitutum dan ius constituendum. Keduanya saling
berkaitan dan menunjang pembicaraan tentang penggunaan sarana penal dalam kebijakan penanggulangan kejahatan pada umumnya, tampaknya pemahaman
terhadap dua masalah itu menjadi semakin penting, mengingat masalah pidana hak dan peradilan anak masih merupakan persoalan yang cukup serius.
Kajian kebijakan kriminal terhadap penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak melalui sarana penal akan difokuskan pada dua hal pokok
yaitu kajian terhadap berbagai perangkat hukum pidana yang sedang berlaku ius constitutum yang berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika oleh anak seperti
Universitas Sumatera Utara
KUHP, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, dan sebagainya.
Tujuan Kebijakan perubahan UU nomor 27 Tahun 1997 menjadi UU nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah untuk meningkatkan kegiatan
guna mencegah dan memeberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan
Negara. Peran BNN Badan Narkotika Nasional dalam melaksanakan tugas
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika menurut Undang-undang 35 tahun 2009, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan
penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika, dimana kewenangan tersebut dilaksanakan oleh penyidik BNN.
Dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika ini, diatur beberapa ketentuan,yang membahas tentang etimologi dan terminologi sekitar pengertian
dan istilah-istilah yang diatur dalam undang-undang narkotika tersebut.ketentuan tentang dasar, asas, dan tujuan pengaturan narkotika, yang berdasarkan pancasila
dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun1945. Undang-Undang ini diselenggarakan berdasarkan keadilan, pengayoman, kemanusiaan, ketertiban,
perlindungan dan keamanan, nilai-nilai ilmiah dan kepastian hukum. Sedangkan tujuan undang-undang Narkotika ini adalah:
1. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan, dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
Universitas Sumatera Utara
2. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
bahaya penyalahgunaan narkotika 3.
Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekusor narkotika, dan 4.
Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika
Ruang lingkup undang-undang narkotika mencakup pengaturan narkotika meliputi segala bentuk kegiatan dan atau perbuatan yang berhubungan dengan
narkotika dan prekusor narkotika.narkotika ini digolongkan kedalam narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III. Narkotika hanya dapat digunakan
untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Narkotika golongan I dilarang digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan.
32
Umumnya jenis-jenis tindak pidana narkotika dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Tindak pidana yang menyangkut penyalahgunaan Narkotika
Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dibedakan menjadi dua macam yaitu perbuatannya untuk orang lain dan untuk diri sendiri.
2. Tindak pidana yang menyangkut produksi dan jual beli Narkotika
Tindak pidana yang menyangkut produksi dan jual beli disini bukan
32
H. Siswanto, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika, Rineka Cipta: Jakarta, 2012, Hal. 196
Universitas Sumatera Utara
hanya dalam arti sempit, akan tetapi termasuk pula perbuatan ekspor impor dan tukar menukar Narkotika.
3. Tindak pidana yang menyangkut pengangkutan Narkotika
Tindak pidana dalam arti luas termasuk perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, dan mentrasito Narkotika. Selain itu, ada juga
tindak pidana di bidang pengangkutan Narkotika yang khusus ditujukan kepada nahkoda atau kapten penerbang karena tidak
melaksanakan tugasnya dengan baik sebagaimana diatur dalam Pasal 139 UU Narkotika, berbunyi sebagai berikut:
“Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau
Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 seratus juta rupiah dan paling banyak Rp1.000.0
00.000,00 satu miliar rupiah.” 4.
Tindak pidana yang menyangkut penguasaan Narkotika 5.
Tindak pidana yang menyangkut tidak melaporkan pecandu Narkotika Orang tua atau wali memiliki kewajiban untuk melaporkan pecandu
Narkotika. Karena jika kewajiban tersebut tidak dilakukan dapat merupakan tindak pidana bagi orang tua atau wali dan pecandu yang
bersangkutan. 6.
Tindak pidana yang menyangkut label dan publikasi
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang diketahui bahwa pabrik obat diwajibkan mencantumkan label pada kemasan Narkotika baik dalam bentuk obat maupun bahan
baku Narkotika Pasal 45. Kemudian untuk dapat dipublikasikan Pasal 46 UU Narkotika syaratnya harus dilakukan pada media cetak ilmiah
kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Apabila tidak dilaksanakan dapat merupakan tindak pidana.
7. Tindak pidana yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan Narkotika
Barang yang ada hubungannya dengan tindak pidana dilakukan penyitaan untuk dijadikan barang bukti perkara bersangkutan dan
barang bukti tersebut harus diajukan dalam persidangan. Status barang bukti ditentukan dalam Putusan pengadilan. Apabila barang bukti
tersebut terbukti dipergunakan dalam tindak pidana maka harus ditetapkan dirampas untuk dimusnahkan.
Dalam tindak pidana Narkotika ada kemungkinan barang bukti yang disita berupa tanaman yang jumlahnya sangat banyak, sehingga tidak
mungkin barang bukti tersebut diajukan kepersidangan semuanya. Dalam hal ini, penyidik wajib membuat berita acara sehubungan
dengan tindakan penyidikan berupa penyitaan, penyisihan, dan pemusnahan kemudian dimasukkan dalam berkas perkara. Sehubungan
dengan hal tersebut, apabila penyidik tidak melaksanakan tugasnya dengan baik merupakan tindak pidana.
8. Tindak pidana yang menyangkut pemanfaatan anak dibawah umur
Universitas Sumatera Utara
Tindak pidana dibidang Narkotika tidak seluruhnya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi ada kalanya kejahatan ini dilakukan pula
bersama-sama dengan anak dibawah umur belum genap 18 tahun usianya. Oleh karena itu perbuatan memanfaatkan anak dibawah umur
untuk melakukan kegiatan Narkotika merupakan tindak pidana.
1. Unsur-Unsur Tindak Pidana dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Tindak pidana Narkotika diatur dalam Bab XV Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 UU Narkotika yang merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak
disebutkan dengan tegas dalam UU Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur didalamnya adalah kejahatan, akan tetapi tidak perlu disangsikan lagi bahwa
semua tindak pidana didalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan. Alasannya, kalau Narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu
pengetahuan, maka apabila ada perbuatan diluar kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari
pemakaian Narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.
33
Menurut Soedjono Dirjosisworo, penggunaan Narkotika secara legal hanya bagi kepentingan-kepentingan pengobatan atau tujuan ilmu pengetahuan.
Menteri Kesehatan dapat memberi ijin lembaga ilmu pengetahuan dan atau lembaga pendidikan untuk membeli atau menanam, menyimpan untuk memiliki
atau untuk persediaan ataupun menguasai tanaman papaver, koka dan ganja.
34
33
Supramono, Hukum Narkotika Indonesia, Djambatan: Jakarta, 2001 hlm. 5
34
Soedjono Dirjosisworo, Hukum Narkotika di Indonesia,PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 1991
Universitas Sumatera Utara
Beberapa delik dalam UU Narkotika beserta unsure deliknya adalah sebagai berikut:
A. Pasal 111 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I
dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah dan paling banyak Rp8.000.000.000,00delapan miliar rupiah”
Dari rumusan pasal diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsure- unsur dari pasal tersebut, yaitu :
a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum. b. Unsur obyektif : menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai,
menyediakan 2. Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 delapan ratus
juta rupiah dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah”
Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. unsur subyektif: setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
b. unsur obyektif: memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan
3. Pasal 113 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,
mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah”
Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:
a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
b. Unsur obyektif : memproduksi, mengimpor, mengekspor, menyalurkan 4. Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20
dua puluh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 satu miliar rupiah dan paling banyak Rp10.000.000.
000,00 sepuluh miliar rupiah” Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur
dari pasal tersebut, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
b. Unsur obyektif : menawarkan, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara
5. Pasal 115 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah”
Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:
a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
b. Unsur obyektif : membawa, mengirim, mengangkut, mentransito 6. Pasal 116 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk
digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 satu
miliar rupiah
dan paling
banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah”
Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
b. Unsur obyektif : menggunakan terhadap orang lain, memberikan untuk digunakan orang lain
7. Pasal 117 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 enam ratus juta rupiah dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 lima miliar rupiah”
Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:
a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
b. Unsur obyektif : memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan 8. Pasal 118 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah
dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah” Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur
dari pasal tersebut, yaitu: a.
Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
Universitas Sumatera Utara
b. Unsur obyektif : memproduksi, mengimpor, mengekspor, meyalurkan 9. Pasal 119 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp. 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah”
Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:
a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
b. Unsur obyektif : menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan
10. Pasal 120 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 enam ratus juta rupiah dan paling bany
ak Rp5.000.000.000,00 lima miliar rupiah” Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur
dari pasal tersebut, yaitu: a.
Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
Universitas Sumatera Utara
b. Unsur obyektif : membawa, mengirim, mengangkut, mentransito
11. Pasal 121 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika
Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah dan paling banyak
Rp8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah” Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur
dari pasal tersebut, yaitu: a.
Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum b.
Unsur obyektif : menggunakan narkotika golongan II terhadap orang lain, memberikan narkotika golongan II untuk orang lain
12. Pasal 122 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 dua tahun dan paling lama 7 tujuh tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp. 400.000.000,00 empat ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 tiga miliar rupiah”
Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:
a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
Universitas Sumatera Utara
b. Unsur obyektif : memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan
Narkotika golongan III 13. Pasal 123 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 600.000.000,00 enam
ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah”
Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:
a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
b. Unsur obyektif : memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau
menyalurkan narkotika golongan III 14. Pasal 124 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,
atau menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp600.000.000,00 enam ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah”
Universitas Sumatera Utara
Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:
a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
b. Unsur obyektif : menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
Menjadi perantara
dalam jual
beli, menukar,
menyerahkan Narkotika golongan III 15. Pasal 125 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa :
“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 dua tahun dan paling lama 7 tujuh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 400.000.000,00 empat ratus juta rupiah
dan paling banyak Rp. 3.000.000.00 0,00 tiga miliar rupiah”
Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:
a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
b. Unsur obyektif : membawa, mengirim, mengangkut, mentransito
16. Pasal 126 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika
Golongan III tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
tiga tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 600.000.000,00 enam ratus juta rupiah dan paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 lima miliar rupiah”
Universitas Sumatera Utara
Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:
a. Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
b. Unsur obyektif : menggunakan narkotika golongan III terhadap orang lain,
Memberikan narkotika golongan III untuk digunakan orang lain
17. Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : “Setiap Penyalah Guna:
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun; dan
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun”
Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:
a. Unsur subyektif : setiap penyalahguna
b. Unsur obyektif : Narkotika golongan I bagi diri sendiri, Narkotika
Golongan II bagi diri sendiri, Narkotika golongan III bagi diri sendiri
18. Pasal 128 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : “Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1 yang sengaja tidak melapor, dipidana
Universitas Sumatera Utara
dengan pidana kurungan paling lama 6 enam bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 satu juta rupiah”
Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur dari pasal tersebut, yaitu:
a. Unsur subyektif : orang tua, wali dari pecandu yang belum cukup umur
b. Unsur obyektif : yang sengaja tidak melapor
19. Pasal 129 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa : “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling
lama 20 dua puluh tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 lima miliar rupiah setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum:
a. memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
b. memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk
pembuatan Narkotika; d. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika
untuk pembuatan Narkotika” Dari rumusan diatas dapat diambil suatu kesimpulan mengenai unsur-unsur
dari pasal tersebut, yaitu: a.
Unsur subyektif : setiap orang, tanpa hak, melawan hukum
Universitas Sumatera Utara
b. Unsur obyektif : memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
memproduksi, mengimpor,
mengekspor, atau
menyalurkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika
untuk pembuatan Narkotika; membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika
untuk pembuatan Narkotika
2. Sanksi Pidana dalam Undang-Pndang Nomor 35 Tahun 2009
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 ketentuan sanksi pidana dan pemidanaan terhadap tindak pidana Narkotika adalah sebagai berikut:
1. Jenis sanksi dapat berupa pidana pokok denda, kurungan, penjara dalam waktu tertentuseumur hidup, dan pidana mati, pidana tambahan
pencabutan izin usahapencabutan hak tertentu, dan tindakan pengusiran bagi warga Negara asing.
2. Jumlahlamanya pidana bervariasi untuk denda berkisar antara Rp.400.000.000,00
empat ratus
juta rupiah
sampai Rp.8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah untuk tindak pidana
Narkotika, untuk pidana penjara minimal 2 tahun sampai 20 tahun dan seumur hidup.
Universitas Sumatera Utara
3. Sanksi pidana pada umumnya kebanyakan diancamkan secara kumulatif terutama penjara dan denda;
4. Untuk tindak pidana tertentu ada yang diancam dengan pidana minimal khusus penjara maupun denda;
5. Ada pemberatan pidana terhadap tindak pidana yang didahului dengan permufakatan jahat, dilakukan secara terorganisasi, dilakukan oleh
korporasi dilakukan dengan menggunakan anak belum cukup umur, dan apabila ada pengulangan recidive.
6. Untuk jenis-jenis pelanggaran terhadap tindak pidana narkotika dengan unsur pemberatan maka penerapan denda maksimum dari tiap-tiap pasal
yang dilanggar di tambah dengan 13 satu pertiga. B.
Perlindungan Hukum terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana dikaitkan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Anak
Permasalahan terbesar dari Kejahatan anak Anak Nakal atau yang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 disebut dengan anak yang berhadapan
dengan hukum adalah karena Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah tidak relevan lagi, baik dari aspek yuridis, filosofis, dan
sosiologis.
35
Undang-undang ini tidak memberikan solusi yang tepat bagi penanganan anak Perlindungan Anak sebagai yang berhadapan dengan hukum.
Jika anak yang berkonflik dengan hukm harus diarahkan ke pengadilan, akibatnya adalah akan ada tekanan mental dan psikologis anak yang berkonflik dengan
hukum tersebut, sehingga mengganggu tumbuh kembangnya anak.
35
Naskah Akademik RUU Sistem Peradilan Pidaana Anak, Hal. 7
Universitas Sumatera Utara
Sebagai Negara yang Pancasilais, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan, Indonesia memiliki banyak peraturan yang secara
tegas telah memberikan upaya perlindungan anak. Lahirnya undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sendiri merupakan
salah satu upaya perwujudan perlindungan bagi anak-anak di Indonesia terutama anak yang bermasalah dengan hukum.
Menurut Konvensi Hak Anak tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak adalah menekankan pada perlindungan dan kesejahteraan anak. Seorang anak tidak akan
dikenai penyiksaan dan tindakan lainnya yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat. Sehingga dapat menjamin hak-hak anak yang berhadapan
dengan hukum.
2. Perumusan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Sebagai Perwujudan Perlindungan Anak
Pemberian hukuman atau sanksi dan proses hukum yang berlangsung dalam kasus pelanggaran hukum oleh anak memang berbeda dengan kasus
pelanggaran hukum oleh orang dewasa
36
, karena dasar pemberian hukuman oleh Negara adalah bahwa setiap warga negaranya adalah makhluk yang bertanggung
jawab dan mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Sementara anak diakui sebagai individu yang belum dapat secara penuh bertanggung jawab
atas perbuatannya. Oleh sebab itulah dalam proses hukum dan pemberian hukuman sebagai sesuatu yang pada akhirnya tidak dapat dipisahkan dari kasus
36
Agung Wahyono dan Ny. Siti Rahayu, Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia, Sinar Grafika: Jakarta, 1993, hal.14
Universitas Sumatera Utara
pelanggaran hukum,
anak harus
mendapat perlakuan
khusus yang
membedakannya dari orang dewasa. Pemberian sanksi terhadap anak pelaku tindak pidana dalam Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dibagi atas dua jenis sanksi, yaitu:
a. Sanksi Pidana, dan
b. Sanksi Tindakan
Dalam pembangunan hukum positif di Indonesia memang telah diakui keberadaan sanksi tindakan selain sanksi pidana, walaupun dalam KUHP
menganut Single Track System yang mengatur tentang satu jenis saja, yaitu sanksi pidana Pasal 10 KUHP. Pengancaman sanksi tindakan dalam UU No. 11 Tahun
2012
37
menunjukkan bahwa ada sarana lain selain pidana penal sebagai sarana dalam penanggulangan kejahatan khususnya untuk anak.
Sanksi pidana maupun sanksi tindakan, keduanya bergerak dari ide dasar yang berbeda. Sanksi pidana bersumber dari ide dasar “mengapa diadakan
pemidanaan?”, sedangkan sanksi tindakan bertolak dari ide dasar “untuk apa diadakan pemidanaan itu?”. Dengan kata lain sanksi pidana sesungguhnya bersifat
reaksi dari suatu perbuatan, sednagkan sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut. Jika fokus sanksi tindak pidana tertuju pada
perbuatan salah seseorang lewat pengenaan penderitaan agar yang bersangkutan
37
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Universitas Sumatera Utara
menjadi jera, maka fokus sanksi tindakan terarah pada upaya memberikan pertolongan agar dia berubah.
Jelas bahwa sanksi pidana menekankan unsur pembalasan. Ia merupakan penderitaan yang sengaja diberikan kepada seorang pelanggar. Sedangkan sanksi
tindakan bersumber dari ide perlindungan masyarakat dan pembinaan atau perawatan si pelaku. Atau seperti yang dikatakan J.E Jonkers, bahwa sanksi
pidana dititik beratkan pada sanksi pidana yang diterapkan untuk kejahatan yang dilakukan, sedangkan sanksi tindakan mempunyai tujuan yang bersifat sosial.
38
Menurut UU Sistem Peradilan Pidana Anak SPPA, seorang pelaku tindak pidana anak dapat dikenakan dua jenis sanksi, yaitu Tindakan bagi pelaku
tindak pidana bagi yang berumur di bawah 14 Tahun pasal 69 ayat 2 UU Sistem Peradilan Pidana Anak dan Pidana, bagi pelaku tindak pidana yang berumur 15
tahun ke atas. Bahkan dalam penjatuhan pidana atau mengenakan tindakan terhadap anak
diatur tentang dasar pertimbangan bagi hakim, yang dirumuskan pada pasal 70, yang menyebutkan “Ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan
pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan
dengan memperti mbangkan segi keadilan dan kemanusiaan”
39
38
J.E Jonkers, Buku Pedoman Pidana Hindia Belanda, Bina Aksara: Jakarta, 1987, Hal. 350
39
Koesnadi Adi, Diversi Tindak Pidana Narkotika Anak, Setara Press: Malang, 2015, hal. 18
Universitas Sumatera Utara
a. Sanksi Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi Pasal 82 UU
Sistem Peradilan Pidana Anak : 1. Pengembalian kepada Orangtua Wali;
2. Penyerahan kepada Orangtua; 3. Perawatan di rumah sakit jiwa;
4. Perawatan di LPKS; 5. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan atau pelatihan yang
diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; 6. Pencabutan surat izin mengemudi;
7. Perbaikan akibat tindak pidana. Tindakan yang diberikan kepada anak yaitu kewajiban mengikuti
pendidikan formal dan atau pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah atau badan swasta, pencabutan surat izin mengemudi, dan perbaikan akibat tindak pidana
dikenakan pada anak paling lama 1 satu tahun. Tindakan penyerahan anak kepada seseorang dilakukan untuk kepentingan anak yang bersangkutan
sementara itu tindakan perawatan terhadap anak dimaksudkan untuk membantu orangtuawali dalam hal mendidik dan memberikan pembimbingan kepada anak
yang bersangkutan. b.
Sanksi Pidana Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana anak
terbagi atas Pidana Pokok dan Pidana Tambahan Pasal 71 UU Sistem Peradilan Pidana Anak
1. Pidana Pokok
Universitas Sumatera Utara
Sanksi Pidana Pokok yang dapat dikenakan pada anak pelaku tindak pidana sebagai berikut:
a. Pidana Peringatan Pidana peringatan merupakan pidana yang tidak mengakibatkan
pembatasan kebebasan anak. b. Pidana Dengan Syarat:
1.Pembinaan di luar lembaga 2. Pelayanan masyarakat, atau
3. Pengawasan; Pidana Dengan Syarat dalam hal penjatuhan pidana penjara seorang
hakim hanya dapat menjatuhkan pidana penjara itu maksimum 2 dua tahun. Penjatuhan Pidana Dengan Syarat ditentukan dengan syarat umum
dan syarat khusus. Dimana syarat umum adalah anak tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana. Sedangkan
syarat khusus adalah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan
kebebasan anak. Selama anak menjalani masa pidana dengan syarat, penuntut umum melakukan pengawasan dan pembimbing kemasyarakatan
melakukan pembimbingan agar anak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Selama anak menjalani pidana dengan syarat wajib mengikuti
wajib belajar 9 Sembilan tahun. Pidana pembinaan di luar lembaga dapat berupa keharusan:
Universitas Sumatera Utara
1. Mengikuti program pembimbingan dan penyuluhan yang
dilakukan oleh pejabat Pembina; 2.
Mengikuti terapi di rumah sakit jiwa; 3.
Mengikuti terapi akibat penyalahgunaan alcohol, narkotika, psikotropika dan zat adiktif;
Pidana pelayanan masyarakat merupakan pidana yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian anak terhadap masyarakat disekitarnya
dan melakukan kegiatan kemasyarakatan yang positif. Jika anak tidak menjalankan sebagian atau seluruh kegiatan pelayanan kemasyarakatan
tanpa alas an yang sah, pejabat Pembina dapat mengusulkan kepada hakim agar memerintahkan kepada hakim pengawas untuk memerintahkan anak
tersebut mengulang sebagian atau seluruh kegiatan pelayanan masyarakat yang ditetapkan oleh hakim
Dalam hal pidana pengawasan, anak di tempatkan dibawah pengawasan penuntut umum dan dibimbing oleh pembimbing
kemasyarakatan paling lama 2 dua tahun. Dalam hal pidana pelatihan kerja, anak ditempatkan pada lembaga
yang mengadakan pelatihan kerja yang sesuai dengan usia anak dan dijatuhkan paling lama 1 satu tahun.
Pembinaan dalam lembaga dilakukan di tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta.
Universitas Sumatera Utara
Pidana ini dijatuhkan apabila keadaan dan perbuatan yang dilakukan anak tidak membahayakan masyarakat.
Untuk pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan seseorang anak pelaku tindak pidana akan membahayakan masyarakat.
Penjatuhan pidana penjara bagi anak paling lama ½ setengah dari ancaman pidana maksimum bagi orang dewasa. Anak yang menjalani
masa pidana di LPKA hanya sampai berumur 18 tahun setelah itu akan dipindahkan ke LAPAS dewasa. Pidana penjara pada anak hanya
digunakan sebagai upaya terakhir yang dapat dijatuhkan pada anak. Jika tindak pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang
diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10
sepuluh tahun. 2. Pidana Tambahan
Selain penjatuhan sanksi pidana pokok pada anak pelaku tindak pidana, dapat juga dikenakan pidana tambahan sebagai berikut:
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana itu; b. pemenuhan kewajiban adat
Selain itu, UU Sistem Peradilan Pidana Anak juga mengatur dalam hal anak belumberumur 12 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana,
penyidik, pembimbing kemasyaarakatan, dan pekerja social professional mengambil keputusan untuk :
Universitas Sumatera Utara
a. Menyerahkannya kembali kepada orangtuaWali, anak nakal yang dijatuhi tindakan dikembalikan kepada orangtuawaliorangtua asuhnya,
apabila menurut penilaian hakim si anak masih dapat di bina dilingkungan orangtuawali orangtua asuhnya. Namun demikian, si
anak tersebut tetap dibawah pengawasan dan bimbingan pembimbing kemasyarakatan antara lain untuk mengikuti kegiataan kepramukaan
dan lain-lain b. Mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan dan
pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan social, baik di tingkat pusat maupun
daerah, paling lama 6 enam bulan untuk dididik dan di bina. Akan tetapi dalam hal kepentingan si anak menghendaki bahwa hakim dapat
menetapkan anak tersebut diserahkan kepada organisasi social kemasyarakatan seperti pesantren, panti social dan lembaga lainnya.
Anak bukan sebagai objek melainkan subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan dan kekhilafan
yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus “diberantas”. Yang harus
diberantas tersebut adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan seorang anak dapat berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau
kewajiban-kewajiban sosial lainnya yang dapat dikenakan pidana. Pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan narapidana anak agar
menyesali perbuatannya dan mengembalikannya menjadai warga masyarakat yang
Universitas Sumatera Utara
baik, taat hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial, dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai. Hanya saja
hal ini sampai sekarang masih belum bisa dianggap berhasil di dalam menangulangi kejahatan, dikarenakan banyaknya faktor-faktor penyebab
terjadinya kejahatan tersebut dan terlebih lagi belum efektifnya proses pembinaan yang dilakukan oleh Lapas. Maka dari itu perlu dikaji lebih mendalam untuk
pelaksanaan jalur penal ini, agar tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan apa yang diharapkan, terutama dalam melakukan perlindungan terhadap anak demi
kesejatehraan anak dimasa depan. Sesuai dengan karakteristik yang ada pada anak-anak, mereka memerlukan
perhatian secara khusus, mengingat anak memiliki karakteristik dimana kondisi fisik dan mental yang belum matang. Jadi apabila anak melakukan perbuatan
pidana maka penanganan dan penyelesaiannya harus dilakukan secara arif dan bijaksana , serta sejauh mungkin di hindari dari campur tangan sistem peradilan
tanpa mengabaikan penegakan hukum dan keadilan dalam rangka menjamin agar penyelesaiannya dilakukan benar-benar untuk kesejahteraan anak yang
bersangkutan, dan kepentingan masyarakat terhadap anak yang telah melakukan perbuatan pidana.
Dalam konteks yang demikian upaya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang SistemPeradilan Pidana Anak untuk mengalihkan penanganan anak
dari jalur yustisial menuju jalur non yusdisial diversi menjadi sangat penting. Melalui upaya pengalihan atau diversi ini, merupakan penyelesaian yang terbaik
yang dapat dijadikan formula dalam penyelesaian beberapa kasus yang melibatkan
Universitas Sumatera Utara
anak sebagai pelaku tindak pidana pemula. Sehingga lebih tepat dalam menentukan tindakan-tindakan yang perlu diterapkan terhadapnya. Diversi
merupakan langkah kebijakan non penal dalam penanganan anak sebagai pelaku kejahatan, karena penanganannya dialihkan di luar jalur sistem peradilan, melalui
cara-cara pembinaan jangka pendek atau cara-cara lain yang bersifat keperdataan atau administratif. Diversi berangkat dari asumsi bahwa proses penanganan anak
lewat sistem peradilan lebih besar kemungkinan negatifnya dari pada positifnya bagi perkembangan anak.
40
Adapun kebijakan-kebijakan terhadap anak sebagai pelaku penyalahguna narkotika berdasarkan perspektif Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak, terlihat dari proses peradilannya. Berikut tata cara peradilan yang diterapkan dalam tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh
anak berdasarkan perspektif Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak: Pada Pasal 17 ayat 1 dikatakan, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim
wajib memberikan pelindungan khusus bagi Anak yang diperiksa karena tindak pidana
yang dilakukannya
dalam situasi
darurat. Penyidik
yang diperbolehkan,melakukan penyidikan untuk anak pelaku tindak pidana adalah
meraka yang telah mendapatkan pelatihan khusus tentang Peradilan Pidana Anak Pasal 26 ayat 3 huruf c. Penangkapan yang dilakukan terhadap anak guna
proses penyidikan dilakukan paling lama 24 dua puluh empat jam dan Anak
40
Op.Cit . Kus o Adi, Kebijaka Kri i al Dala Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh
A ak , hal. 7, , 55-59.
Universitas Sumatera Utara
yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus Anak Pasal 30.
Ketentuan yang harus dipenuhi dalam proses penahanan terhadap anak adalah terbagi atas di tingkat penyidikan, penuntutan, pemeriksaan dipengadilan,
pemeriksaan di tingkat banding, dan kasasi penahanan terpaksa, proses ini di atur didalam Pasal 32-38 terkait syarat penahanan dan lamanya waktu penahanan
yang dapat dilakukan terhadap anak pelaku tindak pidana. Dalam proses penuntutan kebijakan yang tertuang dalam undang-undang
ini adalah Penuntut Umum wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 tujuh hari setelah menerima berkas perkara dari Penyidik.Pasal 42 Diversi
dilaksanakan paling lama 30 tiga puluh hari. Bila Diversi berhasil mencapai kesepakatan, Penuntut Umum menyampaikan berita acara Diversi beserta
kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan dan bila gagal, Penuntut Umum wajib menyampaikan berita acara Diversi dan
melimpahkan perkara ke pengadilan dengan melampirkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan Pasal 41.
Dalam Proses Putusan dan Pemeriksaan di Pengadilan hakim yang menangani kasus anak adalah hakim yang juga telah mendapat pelaktihan teknis
tentang peradilan anak dan mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak Pasal 43 ayat 2. Hakim yang menangani perkara anak di dalam
undang-undang ini sendiri dibagi berdasarkan tingkatan pengadilannya, diantaranya hakim tingkat pertama, hakim banding, dan hakim kasasi. Namun
Universitas Sumatera Utara
adapun syarat yang harus dipenuhi untuk setiap tingkatannya adalah sama antara lain : Pasal 43- Pasal 50
1 Hakim memeriksa dan memutus perkara Anak dengan hakim tunggal.
2 Ketua pengadilan negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara Anak
dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 tujuh tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya.
3 Dalam setiap persidangan Hakim dibantu oleh seorang panitera atau
panitera pengganti. Adapun kekhususan yang diperoleh oleh anak pada pemeriksaan di sidang
pengadilan Pasal 52, sebagai pelaku tindak pidana termasuk anak sebagai pelaku tindak pidana narkotika adalah:
1 Hakim wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 tujuh hari setelah
ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri sebagai Hakim yang dilaksanakan paling lama 30 tiga puluh hari dan dapat dilaksanakan di ruang mediasi
pengadilan negeri, bila diversi tidak berhasil maka perkara dilanjutkan ke tahap persidangan.
2 Anak disidangkan dalam ruang sidang khusus Anak dan ruang tunggu sidang
Anak dipisahkan dari ruang tunggu sidang orang dewasa. Pasal 52 3
Waktu sidang Anak didahulukan dari waktu sidang orang dewasa. 4
Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan.Pasal 54
Universitas Sumatera Utara
5 Dalam sidang Anak, Hakim wajib memerintahkan orang tuaWali atau
pendamping, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan Pembimbing Kemasyarakatan untuk mendampingi Anak.Pasal 55
6 Pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk
umum dan dapat tidak dihadiri oleh Anak dan Identitas Anak, Anak Korban, danatau Anak Saksi tetap harus dirahasiakan oleh media massa dengan hanya
menggunakan inisial tanpa gambar. Pasal 61 Pelaksanaan hukuman berdasarkan undang-undang ini dilakukan oleh
beberapa lembaga terkait, misalnya Lembaga Penempatan Anak Sementara LPAS, sebagai tempat penahanan selama anak pelaku tindak pidana menjalani
masa penahanan sampai proses peradilan pidana yang dijalani anak selesai, Lembaga Pembinaan Khusus Anak LPKA adalah lembaga yang akan
menangani anak yang telah dijatuhkan hukuman pidana yaitu pidana penjara dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial LPKS adalah lembaga atau
tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi anak.
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang