Penentuan Waktu Kontak Optimum dan Kinetika Adsorpsi

33 kapasitas adsorpsi yaitu pada saat t= 2 jam dan t max = 24 jam sebesar 0,2567 mgg dan 0,2878 mgg. Sedangkan kapasitas adsorpsi yang terkecil adalah konsentrasi larutan Cd 2+ 50 ppm pada saat t= 2 jam dan t max = 24 jam sebesar 0,1355 mgg dan 0,1523 mgg. Hasil percobaan di atas menunjukkan bahwa kapasitas adsoprsi berbanding lurus dengan konsentrasi ion logam. Dengan kata lain, interaksi antara ion logam dan adsorben akan meningkat seiiring dengan bertambahnya konsentrasi larutan logam [34]. Pada konsentrasi larutan Cd 2+ 70 ppm lebih banyak mengalami proses adsorpsi dibandingkan dengan konsentrasi 30 ppm dan 50 ppm. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya konsentrasi suatu larutan logam, akan menyebabkan semakin besarnya gaya dorong driving force yang dapat menyebabkan larutan dapat diserap sampai ke dalam situs aktif pada adsorben. Selain itu, variasi konsentrasi digunakan untuk menentukan model isotherm adsorpsi yang terjadi pada saat proses adsorpsi [35].

4.5 Penentuan Waktu Kontak Optimum dan Kinetika Adsorpsi

Waktu kontak merupakan lamanya waktu yang dibutuhkan adsorben pasir putih untuk menjerap adsorbat Cd 2+ secara optimum dalam proses adsorpsi untuk mengetahui kinetikanya. Semakin cepat periode kesetimbangan tercapai,semakin baik adsorben tersebut digunakan, dinilai dari sudut pandang waktu yang diperlukan. Pasir putih dapat mengadsorpsi ion logam Cd 2+ secara optimum. Pada penelitian ini variasi waktu kontaknya adalah 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 100, 120, 180, 240, 300, 360 menit. Larutan Cd 2+ yang digunakan pada analisa optimasi waktu kontak ini adalah 70 ppm yang telah dibuat sendiri dan telah dianalisa menggunakan alat AAS Atomic Adsorption Spectrofotometric dan berat adsorben pasir putih yang digunakan adalah 10 gram dengan ukuran adsorben yaitu 40 mesh. Dari data Tabel A.6 Lampiran A dapat dibuat hubungan antara waktu kontak dengan konsentrasi ion Cd 2+ yang teradsorpsi dari larutan Cd, seperti yang disajikan pada Gambar 4.10. Universitas Sumatera Utara 34 Gambar 4.7 Kapasitas Adsorpsi Logam Cd 2+ dengan Konsentrasi Ion LogamCd 2+ 70 ppm, Ukuran Adsorben 40 mesh dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm Gambar 4.7 menunjukkan bahwa semakin lamanya waktu kontak antara adsorben pasir putih dengan adsorbat Cd 2+ , maka jumlah Cd 2+ yang terserap semakin besar. Hal ini disebabkan oleh semakin lama waktu interaksi adsorben dengan adsorbat menyebabkan peningkatan kemampuan adsorpsi Cd 2+ . Menurut teori putranto, dkk., 2014 [33], bahwa agar kesetimbangan adsorpsi dapat dicapai, diperlukan waktu kontak yang cukup antara adsorbat dengan adsorben. Dari Gambar 4.7 dapat dilihat kenaikan konsentrasi Cd 2+ yang teradsorpsi paling besar dan mencapai titik optimum adalah pada menit ke-360 dengan konsentrasi Cd 2+ yang teradsorpsi sebesar 39,31 . Setelah interaksi berlangsung 100 menit, adsorpsi ion logam Cd 2+ oleh pasir putih telah mendekati titik konstan. Hal ini menunjukkan bahwa telah tercapainya keadaan kesetimbangan pada proses adsorpsi. Waktu kesetimbangan ditentukan untuk mengetahui kapan suatu adsorben mengalami kejenuhan sehingga proses adsorpsitelah selesai. Pada keadaan ini, kapasitas adsorpsi permukaan pasir putih telah jenuh dan telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi ion logam Cd 2+ dalam adsorben pasir putih sehingga penyerapan pada waktu kontak diatas 100 menit menjadi konstan atau hampir sama. Kinetika adsorpsi digunakan untuk mengetahui laju adsorpsi yang terjadi pada adsorben terhadap adsorbat dan dipengaruhi oleh waktu. Waktu kontak yang Universitas Sumatera Utara 35 diperlukan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi dijadikan sebagai ukuran laju adsorpsi. Pada penelitian ini pengujian laju adsorpsi dilakukan dengan menebak orde reaksinya. Orde reaksi laju suatu reaksi kimia atau proses kimia diartikan sebagai kecepatan terjadinya suatu reaksi. Dalam penelitian ini, data kinetika adsorpsi diperoleh secara empiris dengan menggunakan model pseudo orde satu dan pseudo orde dua. Persamaan 4.4 adalah model pseudo orde satu dan persamaan 4.5 adalah model pseudo orde dua tersebut berturut-turut dapat dilihat sebagai berikut : 4.4 4.5 Data hasil eksperimental menunjukkan hasil yang lebih baik terhadap model pseudo orde dua dibandingkan pseudo orde satu berdasarkan pada nilai koefisien korelasi r 2 seperti ditunjukkan pada Tabel 4.1. koefisien korelasi tersebut, diperoleh dengan cara melakukan plot data kapasitas adsorpsi q t terhadap waktu dengan menggunakan persamaan di atas, sehingga diperoleh grafik seperti Gambar 4.8 dan Gambar 4.9. Tabel 4.1 Pemodelan Pseudo Orde Satu dan Pseudo Orde Dua Kinetika Adsorpsi Cd 2+ pada Adsorben Pasir Putih Ukuran Adsorben Konsentrasi Cd 2+ ppm qe Percobaan Pseudo Orde 1 Pseudo Orde 2 q e1 k 1 r 2 q e2 k 2 r 2 40 mesh 70 0,2567 0,2885 1 0,965 0,2767 0,4185 0,998 Universitas Sumatera Utara 36 Gambar 4.8 Pemodelan Pseudo Orde Satu pada Konsentrasi Logam Cd 2+ 70 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm Gambar 4.9Pemodelan Pseudo Orde Dua pada Konsentrasi Logam Cd 2+ 70 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm Dari hasil perhitungan teoritis, nilai koefisien korelasi r 2 orde satu lebih rendah dibandingkan dengan orde dua.Perbandingan nilai koefisien korelasi r 2 dapat digunakan untuk menentukan pemodelan yang sesuai dengan proses adsorpsi [15]. Persamaan orde satu memiliki nilai r 2 = 0,965 dan persamaan orde dua memiliki nilai r 2 =0,998. Ini menunjukkan bahwa pemodelan pseudo orde dua menjadikan data adsorpsi lebih presentatif. Universitas Sumatera Utara 37 Dari datanilai koefisien korelasi r 2 yang diperoleh seperti Tabel 4.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa proses adsorpsi yang berlangsung pada penelitian ini melibatkan interaksi secara kimia chemisorption, yaitu antara adsorben dan adsorbat [14]. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kondisi pH larutan yang masih dalam keadaan asam, yaitu 4,5. Adsorpsi akan berlangsung maksimal pada suasana asam, karena akan meningkatkan interaksi antara atom SiOH, H + , dan larutan yang akan diadsorpsi [36].Hal tersebut didukung oleh hasil analisa FTIR yang dilakukan. Dapat dilihat pada hasil analisa FTIR terjadi penambahan gugus SiOH pada saat sebelum dan sesudah proses adsorpsi berlangsung. Gambar 4.10 Hasil Analisa FTIR pada Pasir Putih Sebelum Proses Adsorpsi Universitas Sumatera Utara 38 Gambar 4.11 Hasil Analisa FTIR pada Pasir Putih Setelah Proses Adsorpsi Menurut skoog., dkk 1998 [37], untuk nilai functional groups 690-900 terjadi ikatan yang kuat antara C-H. Untuk nilai functional groups 1690-1760 terjadi ikatan yang kuat antara C=O. Untuk nilai functional groups antara 3300- 3500 terjadi ikatan yang kuat antaraN=H. Dari Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 dapat diasumsikan bahwa terjadi interaksi secara kimia antara senyawa SiOH pada pasir putih dengan larutan Cd yang dilihat dari perbedaan nilai functional groupsantara pasir yang bersih dan pasir yang terkontaminasi. Universitas Sumatera Utara 39 Walaupun demikian, kesimpulan tersebut belum sepenuhnya menjadi kesimpulan akhir dari penelitian ini.Perlu dilakukan analisa yang lebih spesifik terhadap reaksi kimia yang terjadi.

4.6 Penentuan Kinetika Difusi Pori