Kemampuan Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd) Dengan Menggunakan Pasir Putih
46
LAMPIRAN A
DATA BAHAN BAKU
A.1 Data Kalibrasi Larutan Standar Hasil Analisis AAS
Tabel A.1 Data Kalibrasi Larutan Standar
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0.2000 0.1185
0.4000 0.2242
0.6000 0.3445
0.8000 0.4514
1.0000 0.5597
Dari hasil plot antara adsorbansi versus konsentrasi, diperoleh persamaan linier untuk kedua logam. Persamaan ini nantinya akan digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan hasil analisa AAS. Persamaan untuk masing-masing logam Cd2+ adalah sebagai berikut :
Abs. = (0,56810xConc.) + 0,00032000 ... (A.1)
A.2 Hasil Pencucian Adsorben Pasir Putih
Tabel A.2 Data Hasil Pencucian dari Adsorben Pasir Putih
No Ukuran Volume
Pencucian (mL)
Pencucian 1 (pH)
Pencucian 2 (pH)
Pencucian 3 (pH)
1 10 mesh 200 6,7 6,8 6,9
2 20 mesh 200 6,7 6,8 6,9
3 40 mesh 200 6,7 6,8 6,9
A.3 Hasil Pengeringan Adsorben Pasir Putih
Data pengeringan adsorben pasir putih bentuk 10 mesh Massa adsorben basah = 150 g
:
Massa Wadah = 127,98 g
(2)
Massa adsorben pengeringan I = 147,77 g Massa adsorben pengeringan II = 145,41 g Massa adsorben pengeringan III = 141,13 g Massa adsorben pengeringan IV = 137,93 g Massa adsorben pengeringan V = 133,26 g Massa adsorben pengeringan VI = 128,15 g Massa adsorben pengeringan VII = 122,32 g Massa adsorben pengeringan VIII = 116,27 g Massa adsorben pengeringan IX = 110,24 g Massa adsorben pengeringan X = 110,05 g Data pengeringan adsorben pasir putih bentuk 20 mesh
Massa adsorben basah = 150 g
:
Massa Wadah = 127,98 g
Massa adsorben pengeringan I = 148,71 g Massa adsorben pengeringan II = 146,56 g Massa adsorben pengeringan III = 143,45 g Massa adsorben pengeringan IV = 140,14 g Massa adsorben pengeringan V = 137,72 g Massa adsorben pengeringan VI = 133,53 g Massa adsorben pengeringan VII = 128,82 g Massa adsorben pengeringan VIII = 124,59 g Massa adsorben pengeringan IX = 120,05 g Massa adsorben pengeringan X = 116,34 g Massa adsorben pengeringan XI = 116,12 g Data pengeringan adsorben pasir putih bentuk 40 mesh
Massa adsorben basah = 150 g
:
Massa Wadah = 127,98 g
Massa adsorben pengeringan I = 148,89 g Massa adsorben pengeringan II = 145,46 g Massa adsorben pengeringan III = 142,78 g
(3)
48
Massa adsorben pengeringan IV = 138,35 g Massa adsorben pengeringan V = 134,52 g Massa adsorben pengeringan VI = 131,42 g Massa adsorben pengeringan VII = 127,82 g Massa adsorben pengeringan VIII = 124,17 g Massa adsorben pengeringan IX = 121,52 g Massa adsorben pengeringan X = 118,85 g Massa adsorben pengeringan XI = 115,52 g Massa adsorben pengeringan XII = 115,23 g
A.4 Data Hasil Kapasitas Adsorpsi Dengan Variasi Ukuran Adsorben
Tabel A.3 Hubungan Kapasitas Adsorpsi Pasir Putih Terhadap Variasi Ukuran Adsorben Berdasarkan Kecepatan tetap 150 rpm dan konsentrasi tetap 70 ppm
Ukuran Adsorben
(mesh)
Waktu qt (mg/g) Persen adsorpsi (%)
10 2 jam 0,2394 36
24 jam 0,2617 39,35
20 2 jam 0,2781 41,81
24 jam 0,3003 45,16
40 2 jam 0,2891 43,47
24 jam 0,3034 45,62
A.5 Data Hasil Kapasitas Adsorpsi Dengan Variasi Kecepatan Pengadukan
Tabel A.4 Hubungan Kapasitas Adsorpsi Pasir Putih Terhadap Variasi Kecepatan Pengadukan Berdasarkan Ukuran Adsorben 40 mesh dan konsentrasi tetap 70 ppm
Kecepatan Pengadukan
(rpm)
Waktu qt (mg/g) Persen adsorpsi (%)
100 2 jam 0,2293 34,48
24 jam 0,2369 35,63
150 2 jam 0,2567 38,61
24 jam 0,2878 43,28
200 2 jam 0,2337 35,14
(4)
24 jam 0,2497 37,55
A.6 Data Hasil Kapasitas Adsorpsi Dengan Variasi Konsentrasi Larutan
Tabel A.5 Hubungan Kapasitas Adsorpsi Pasir Putih Terhadap Variasi Konsentrasi Larutan Cd2+ Berdasarkan Ukuran Adsorben 40 mesh dan kecepatan pengadukan tetap 150 rpm
Konsentrasi Larutan Cd2+
(ppm)
Waktu qt (mg/g) Persen Adsorpsi (%)
30 2 jam 0,0825 28,48
24 jam 0,0971 33,51
50 2 jam 0,1355 27,11
24 jam 0,1523 30,45
70 2 jam 0,2567 38,61
24 jam 0,2878 43,28
A.7 Data Hasil Penentuan Waktu Optimum
Tabel A.6 Data Hasil Penentuan Waktu Optimum dengan Ukuran Adsorben 40 mesh pada Kecepatan Pengadukan 150 rpm, dan Konsentrasi Larutan Cd2+ 70 ppm
Waktu (Menit) Persen Adsorpsi (%) qt (mg/g)
0 0,00 0,00
5 13,66 0,0908
10 25,35 0,1685
20 29,22 0,1943
30 31,44 0,2091
40 34,55 0,2298
50 35,41 0,2355
60 36,25 0,2411
80 37,51 0,2495
100 38,35 0,2551
120 38,61 0,2567
180 38,72 0,2575
240 38,89 0,2586
300 38,96 0,2591
(5)
50
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
B.1 Pembuatan Larutan (Stock Solution)
Contoh pembuatan larutan multi-sistem dari (Cd(CH3COO)2.2H2O) dengan
kondisi sebagai berikut :
Konsentrasi Cd(II) : 50 ppm
Volume : 5 liter
Mr. Cd(CH3COO)2.2H2O : 266.529 g/mol
Ar. Cd : 112.411 g/mol
Untuk membuat larutan Cd(II) 50 ppm maka diperlukan massa masing-masing senyawa sebesar :
Massa Cd (50 mg/L), m = 50 mg/L x 5 Liter m = 250 mg
Massa Cd(CH3COO)2.2H2O yang diperlukan,
m2 = 592,755 mg
m2 = 0,593 g
Maka, larutkan 0,593 g Cd(CH3COO)2.2H2O dengan aquadest hingga volume
larutan mencapai 5 liter.
B.2 Perhitungan Kapasitas Adsorpsi
Untuk pH 4,5 dan konsentrasi larutan 70 ppm (Konsentrasi Cd aktual, C0 =
66,5 mg/L), pada waktu t = 10 menit diperoleh konsentrasi Ct = 49,65 mg/L dengan volume sampel = 100 mL. Sehingga dapat dihitung kapasitas adsorpsi Cd dengan persamaan sebagai berikut :
(6)
(7)
52
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI PERCOBAAN
C.1 Bahan Baku Pasir Putih sebagai Adsorben
Gambar C.1 Pasir Putih sebagai Adsorben
C.2 Eksperimen
Gambar C.2 Material Logam Berat (Cd(CH3COO)2.2H2O) yang Digunakan
(8)
Gambar C.3 Botol Untuk Larutan Cd2+
(9)
54
Gambar C.5 Botol Sampel Untuk Uji Di Alat AAS
(10)
DAFTAR PUSTAKA
[1] Shoni, Dwimas Pambudi. Pemanfaatan Pasir Laut Teraktivasi H2SO4 dan
Tersalut Fe2O3 Sebagai Adsorben Ion Logam Cu (II) dalam Larutan.
Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang. 2013
[2] Lai Gong Yong, Ji., Zhang Yan Jiang Guang, Liang., Zeng Zhi, Ming., Cui Ke Liu Can, Hui., Deng Qiu, Hui., Niu Jiu, Ya., Deng Shuang, Hua., dan Huan, Yan. Continuous Adsorption Of Pb (II) and Methylene Blue by Engineered Graphite Oxide Coated Sand in Fixed-Bed Column. Applied Surface Science. 2014
[3] San Luo, Xiao
Source Identification And Apportionment Of Heavy
Metals In Urban Soil Profiles. Journal Of Chemosphere. China.
2015
[4] Barros, M.A.S.D., Zola, A.S., Arroyo, P.A., Aguiar, E.F.Sousa., dan Tavares, C.R.G. Binary Ion Exchange of Metal Ions in Y and X Zeolites. Departamento De Engenharia Química, Universidade Estadual De Maringá. Brazil. 2003
[5] Dianati-Tilaki, dan Mahmood, Ramazan Ali. Study on Removal of Cadmium from Water Environment by Adsorption on Gac, Bac, and Biofilter. Environmental Health Engineering Department, Faculty of Health, Mazandaran University of Medical Sciences, Mazandaran Province. Iran. 2004
[6] Igwe, J. C., Ogunewe D. N., dan Abia A. A. Competitive Adsorption Of Zn (Ii), Cd (Ii) And Pb (Ii) Ions From Aqueous and Non- Aqueous
Solution by Maize Cob and Husk. Department Of Industrial
Chemistry, Abia State University, P.M.B. 2000, Uturu, Abia State. Nigeria. 2005
[7] Abdulrasaq, Oyedeji O., dan Basiru, Osinfade G. Removal of Copper (II), Iron (III) and Lead (II) Ions from Mono-Component Simulated
Waste Effluent by Adsorption on Coconut Husk. Department Of
Science Laboratory Technology, Federal Polytechnic, Ilaro, Ogun State. Nigeria. 2010
[8] Purwaningsih, Dyah. Adsorpsi Multi Logam Ag(I), Pb(Ii), Cr(Iii), Cu(Ii) dan Ni(Ii) pada Hibrida Etilendiamino-Silika dari Abu Sekam Padi. Staf Pengajar FMIPA UNY. Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 14. Jogjakarta. 2009
(11)
43
[9] Ulfin, Ita., dan Sukesi. Penurunan Kadar Kadmium dan Timbal dalam Larutan dengan Kayu Apu (Pistia stratiotes L): Pengaruh Ph dan Jumlah Kayu Apu. Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Surabaya. 2008
[10] Abia, A.A., Horsfall, Muhammad Jr., Didi, O. The Use of Chemically Modified and Unmodified Cassava Waste for The Removal of Cd, Cu
and Zn Ions from Aqueous Solution. Department of Pure and
Industrial Chemistry, University of Port Harcourt. Nigeria. 2003 [11] Han, Young-Soo., Demond, Avery H., Gallegos, Tanya J., Hayes, Kim F.,
“Dependence of Particle Concentration Effect on Ph and Redox for Arsenic Removal by Fes-Coated Sand Under Anoxic Conditions”. Chemosphere. 2014.
[12] Haryanto, Bode., Chang, Chien-Hsiang. Foam-Enhanced Removal of Adsorbed Metal Ions from Packed Sands with Biosurfactant Solution Flushing. Journal of The Taiwan Institute of Chemical Engineers. Taiwan. 2014
[13] Shi, Shan., Gondal., Mohammed A., Shen, Kai. Batch and column adsorption of dye contaminants using a low-cost sand adsorbent. College of Materials Science and Technology, Nanjing University of Aeronautics and Astronautics. China. 2014
[14] Thambavani, D. Sarala., Kavitha, B. Removal of Chromium (VI) Ions by Adsorption Using Riverbed Sand from Tamilnadu- A Kinetic Study. International Journal of Research. 2014
[15] Gusain, Deepak., Srivastava, Varsha., dan Sharma, Yogesh Chandra. Kinetic and thermodynamic studies on the removal of Cu(II) ions from aqueous solutions by adsorption on modified sand. Journal of Industrial and Chemical Engineering. Department of Chemistry, Indian Institute of Technology (Banaras Hindu University) Varanasi, India. 2014
[16] Yanti, Grace Panjaitan. Akumulasi LOgam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) pada Pohon Avicennia marina di Hutan Mangrove. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan. 2009
[17] Dai, Jun., Becquer, Thierry., Rouiller, James Henri., Reversat, Georges. Influence of Heavy Metals on C and N Mineralisation and Microbial Biomass in Zn, Pb, Cu, and Cd Contaminated Soils. Journal of Applied Soil Ecology. France. 2004
[18] Das, P., Samantaray, S., dan Rout, G. R. Studies on Cadmium Toxicity in Plants. Journal of Environmental Pollution. India. 1997
(12)
[19] Raikwar, Mukesh K., Kumar, Puneet., Singh, Manoj., Singh, Anand. Toxic Effect of Heavy Metal in Livestock Health. Veterinary World. 2008 [20] Sunaryo, dan Sugihartono, Iwan. Pemisahan Senyawa Titanomagnetite Fe3
-xTixO4 (O<X<1) dari Pasir Alam Indramayu, Jawa Barat. Jurusan
Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta. Jakarta. 2010
[21] Awan, M. Ali., Qazi, Ishtiaq A., Khalid, Imran. Removal of Heavy Metal Through Adsorption Using Sand. Journal of Environmental Sciences. Pakistan. 2003
[22] Darmayanti, Nor Cahya Eka., Manafi, Azwar., dan Briyatmoko, Bodi. Identifikasi Kandungan Senyawa Kimia Pada Pasir Mineral. Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Depok. 2000
[23] Tien, Chi. Adsorption Calculations And Modeling. Butterworth-Heinemann Series In Chemical Engineering. 1994
[24] Fatimah dan Siswarni. Pemanfaatan Limbah Batang Jagung Sebagai Adsorben Alternatif Pada Pengurangan Kadar Klorin Dalam Air Olahan (Treated Water. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 2. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Medan. 2013
[25] Elwell, W. T., dan Gidley, J. A. F. Atomic Absorption Spectrophotometry. Research Department Imperial Metal Industries (Kynoch) Ltd. England. 1966
[26] Dagnall, R. M., dan Kirkbright, G. F. Spectroscopie Atomique D'absorption. L'institut De Physique et la Societe de Physique le Londres. Brazil. 1970
[27] Maulina, Anggi, Cynthia., Rosarrah, Ahdayani., Djaeni, Mohammad. Aplikasi Spray Dryer Untuk Pengeringan Larutan Garam Amonium
Perklorat Sebagai Bahan Propelan. Jurnal Teknologi Kimia dan
Industri. Vol. 2, No. 4, Hal. 84-92. 2013.
[28] Widihati, I. A. Gede. Adsorpsi Anion Cr (VI) Oleh Batu Pasir Teraktivasi Asam Dan Tersalut Fe2O3. Jurnal Kimia Vol. 2, No. 1, Hal. 25-30.
Jurusan Kimia Fmipa Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Bali. 2008.
(13)
45
[29] Prasetiowati, Yuni., Koestiari, Toeti. Kapasitas Adsorpsi Bentonit Teknis Sebagai Adsorben Ion Cd2+. UNESA. Journal Of Chemistry, Vol. 3, No. 3. 2014.
[30] Hargono., Budiyati, C.S. Pengaruh Ukuran Butiran Adsorben Khitosan Terhadap Derajat Adsorpsi/Penyerapan Logam Berat Tembaga (Cu). Jurnal Teknik Kimia, Universitas Diponegoro, Vol. 4, No. 1, Hal : 31-36. Semarang. 2008
[31] Drastinawati, dan Zultiniar. Pengaruh Kecepatan Pengadukan dan
Temperatur Terhadap Konstanta Kecepatan Adsorpsi Cu2+ dengan
Arang Aktif Cangkang Kelapa Sawit Sisa Pembuatan Asap Cair. Jurnal Teknobiologi, Vol. 4, No. 1, Hal : 47-53. Jurusan Teknik Kimia, Universitas Riau. Pekanbaru. 2013.
[32] Asip, Faisop., Mardhiah, Ridha., Husna. Uji Efektifitas Cangkang Telur Dalam Mengadsorpsi Ion Fe2+ Dengan Proses Batch. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 15, No. 2. 2008.
[33] Putranto, Aditya., Angelia, Stephanie. Pemodelan Perpindahan Massa Adsorpsi Zat Warna Pada Florisil Dan Silica Gel Dengan Homogeneous And Heterogeneous Surface Diffusion Model. Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Katolik Parahyangan. 2014.
[34] Sihaloho, Herman Mugiono. Kompetisi Adsorpsi Logam Berat Kadmium
(Cd2+) dan Tembaga (Cu2+) pada Larutan Biner Dengan
Menggunakan Adsorben Batang Jagung. Jurusan Tenik Kimia, Universitas Sumatera Utara. 2016.
[35] Fadillah, Ula Nurul., dan Nugraha, Irwan. Kajian adsorpsi hormone pengatur tumbuh asam giberelin dengan mengguknakan bentonit alam. Prodi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta. 2014.
[36] Liu, Haibin., Wang, Cuiping., Liu, Jing Ting., Wang, Bao Lin., Sun, Hong Wen. Competitive adsorption of Cd(II), Zn(II) and Ni(II) from their binary and ternary acidic systems using tourmaline. Journal of Environmental Management, Hal : 727-734. 2013.
[37] Skoog, Douglas A., Holler, F. James., dan Crouch, Stanley R. Principles of Instrumental Analysis, Sixth Edition. United States. 1998
(14)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan serta Badan Riset dan Standar, Kemeterian Perindustrian, Provinsi Sumatera Utara, dan PT. Indonesia Asahan Aluminium (PT. INALUM). Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 4 bulan.
3.2 Bahan Dan Peralatan Penelitian 3.2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir putih sebagai adsorben, diperoleh dari Pantai Cermin yang terletak di Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kadmium Klorida (CdCl2) sebagai sumber ion Kadmium (Cd2+), Asam Klorida
(HCl) dan Natrium Hidroksida (NaOH) sebagai pengatur pH, dan air (H2O)
sebagai pelarut, diperoleh dari CV. Rudang Jaya dengan merek dagang MERK.
3.2.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah shaker, saringan mesh 10, 20 dan 40 mesh, pH meter, gelas ukur, beaker glass 1 Liter, corong, erlenmeyer, neraca analitik, cawan, termometer, pipet tetes, cutter dan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS) yang berfungsi untuk mengukur kandungan logam.
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Prosedur Preparasi Pasir Putih (Pembuatan Adsorben) a. Prosedur persiapan adsorben sebagai berikut:
1. Pasir putih diperoleh dari Pantai Cermin yang terletak di Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. 2. Kemudian pasir putih diayak dengan ayakan berukuran 10, 20 dan 40 mesh
(15)
14
3. Lalu pasir putih dicuci dengan air deionisasi sebanyak 3-4 kali sampai pH air pencuci konstan
Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Adsorben Pasir Putih
b. Pengeringan Adsorben Pasir Putih
1. Oven dihidupkan dan ditunggu hingga mencapai suhu 60oC 2. Pasir putih yang telah dicuci kemudian di ratakan diatas tray oven
3. Pasir putih yang dialasi aluminium foil ditimbang dan dicatat massanya lalu diletakkan di atas tray oven
4. Setiap 10 menit pengeringan, pasir putih yang dialasi aluminium foil ditimbang sampai massanya konstan
Mulai
Kemudian pasir putih diayak dengan ayakan berukuran 10, 20 dan 40 mesh
Lalu pasir putih dicuci dengan air deionisasi sebanyak 3-4 kali sampai pH air pencuci konstan
Pasir putih diperoleh dari Pantai Cermin yang terletak di Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.
Selesai
(16)
Gambar 3.2 Flowchart Pengeringan Adsorben Pasir Putih
3.3.2 Prosedur Pembuatan Larutan
Larutan yang perlu disediakan yaitu larutan asam serta larutan basa yaitu larutan 0,1 M HCl dan 0,1 M NaOH, pelarut logam yang pH-nya 4,5 sebanyak 5 L dan larutan logam Cd2+ dengan konsentrasi 50 ppm dari senyawa CdCl2.
a. Pembuatan Larutan HCl 0,1 M (1 L)
1. Larutan HCl 37% dipipet sebanyak 8,36 mL.
2. Larutan HCl 37% dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL 3. Larutan HCl 37% diencerkan dengan aquadest sampai batas 1000 mL
Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Larutan HCl 0,1 M Mulai
Larutan HCl 37% dipipet sebanyak 8,36 mL
Selesai
Larutan HCl 37% dimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL Larutan HCl 37% diencerkan dengan aquadest sampai batas 1000 mL
Setiap 10 menit pengeringan, pasir putih yang dialasi aluminium foil ditimbang sampai massanya konstan
Selesai Mulai
Oven dihidupkan dan ditunggu hingga mencapai suhu 60 °C Pasir putih yang telah dicuci kemudian di ratakan diatas tray
oven
Pasir putih yang dialasi aluminium foil ditimbang dan dicatat massanya lalu diletakkan di atas tray oven
(17)
16
b. Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M (1 L)
1. Padatan NaOHditimbang sebanyak 4 gram.
2. Padatan NaOHdimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL 3. Padatan NaOHdiencerkan dengan aquadest sampai batas 1000 mL
Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M
c. Pembuatan Larutan Cd2+ 30 ppm
1. Larutan pelarut ber-pH 4,5 diambil sebanyak 2,5 L 2. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam botol steril 3. Kemudian padatan CdCl2 ditambahkan sebanyak 75 mg
4. Padatan diaduk rata hingga melarut
Gambar 3.6 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cd2+ (30 ppm) Mulai
Padatan NaOHditimbang sebanyak 4 gram
Selesai
Padatan NaOHdimasukkan ke dalam beaker glass 1000 mL Padatan NaOHdiencerkan dengan aquadest sampai batas 1000 mL
Mulai
Selesai
Padatan diaduk rata hingga melarut
Larutan pelarut ber-pH 4,5 diambil sebanyak 2,5 L
Kemudian padatan CdCl2 ditambahkan sebanyak 75 mg
Kemudian larutan dimasukkan ke dalam botol steril
(18)
d. Pembuatan Larutan Cd2+ 50 ppm
1. Larutan pelarut ber-pH 4,5 diambil sebanyak 2,5 L 2. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam botol steril 3. Kemudian padatan CdCl2 ditambahkan sebanyak 125 mg
4. Padatan diaduk rata hingga melarut
Gambar 3.7 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cd2+ (50 ppm)
e. Pembuatan Larutan Cd2+ 70 ppm
1. Larutan pelarut ber-pH 4,5 diambil sebanyak 2,5 L 2. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam botol steril 3. Kemudian padatan CdCl2 ditambahkan sebanyak 175 mg
4. Padatan diaduk rata hingga melarut
Gambar 3.8 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cd2+ (70 ppm) Mulai
Selesai
Padatan diaduk rata hingga melarut
Larutan pelarut ber-pH 4,5 diambil sebanyak 2,5 L
Kemudian padatan CdCl2 ditambahkan sebanyak 125 mg
Kemudian larutan dimasukkan ke dalam botol steril
Mulai
Selesai
Padatan diaduk rata hingga melarut
Larutan pelarut ber-pH 4,5 diambil sebanyak 2,5 L
Kemudian padatan CdCl2 ditambahkan sebanyak 175 mg
(19)
18
3.3.3 Prosedur Adsorpsi Batch
a) Mengukur Pengaruh Ukuran Adsorben Terhadap Kemampuan Adsorpsi
1. Larutan Cd2+ 30 ppm diambil sebanyak 100 mL dari botol 2,5 L lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer
2. Kemudian adsorben pasir putih ditambahkan sebanyak 10 gram dengan ukuran tertentu
3. Kemudian larutan diaduk dengan shaker dengan kecepatan pengadukan 100 rpm pada suhu kamar selama 2 jam
4. Lalu sampel diambil sebanyak 2 mL untuk dianalisis
5. Konsentrasi ion Cd2+ pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
6. Lalu nilai qt dihitung dengan rumus :
[14]
7. Kemudian percobaan diulang untuk variasi ukuran lainnya
(20)
Ya
Tidak
Gambar 3.9 Flowchart Pengaruh Pengukuran Ukuran Adsorben Terhadap Kemampuan Adsorpsi
Mulai
Larutan Cd2+ 30 ppm diambil sebanyak 100 mL dari botol 2,5 L lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Kemudian larutan diaduk dengan shaker dengan kecepatan pengadukan 100 rpm pada suhu kamar selama 2 jam Kemudian adsorben pasir putih ditambahkan sebanyak 10 gram
dengan ukuran tertentu
Lalu sampel diambil sebanyak 2 mL untuk dianalisa Konsentrasi ion Cd2+ setelah adsorpsi dianalisa dengan
Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
Selesai
Lalu nilai qt dihitung :
Apakah ada variasi ukuran lainnya?
(21)
20
b)Mengukur Pengaruh Kecepatan Pengadukan Terhadap Kemampuan Adsorpsi
1. Larutan Cd2+ 30 ppm diambil sebanyak 100 mL dari botol 2,5 L lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer
2. Kemudian adsorben pasir putih ditambahkan sebanyak 10 gram dengan ukuran tertentu
3. Kemudian larutan diaduk dengan shaker dengan kecepatan pengadukan 100 rpm pada suhu kamar selama 2 jam
4. Lalu sampel diambil sebanyak 2 mL untuk dianalisis
5. Konsentrasi ion Cd2+ pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
6. Lalu nilai qt dihitung dengan rumus :
[14] 7. Kemudian percobaan diulang untuk variasi kecepatan pengadukan lainnya
(22)
Ya
Tidak
Gambar 3.10 Flowchart Pengaruh Pengukuran Kecepatan Pengadukan Terhadap Kemampuan Adsorpsi
Mulai
Larutan Cd2+ 30 ppm diambil sebanyak 100 mL dari botol 2,5 L lalu dimasukkan ke dalam
erlenmeyer
Kemudian larutan diaduk dengan shaker dengan kecepatan pengadukan 100 rpm pada suhu kamar selama 2 jam
Kemudian adsorben pasir putih ditambahkan sebanyak 10 gram dengan ukuran tertentu
Lalu sampel diambil sebanyak 2 mL untuk dianalisa
Konsentrasi ion Cd2+ setelah adsorpsi dianalisa dengan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
Selesai
Lalu nilai qt dihitung :
Apakah ada variasi kecepatan pengadukan
(23)
22
c) Mengukur Pengaruh Konsentrasi Ion Logam Terhadap Kemampuan Adsorpsi
1. Larutan Cd2+ 30 ppm diambil sebanyak 100 mL dari botol 2,5 L lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer
2. Kemudian adsorben pasir putih ditambahkan sebanyak 10 gram dengan ukuran adsorben tertentu
3. Kemudian larutan diaduk dengan shaker dengan kecepatan pengadukan 100 rpm pada suhu kamar selama 2 jam
4. Lalu sampel diambil sebanyak 2 mL untuk dianalisis
5. Konsentrasi ion Cd2+ pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
6. Lalu nilai qt dihitung dengan rumus :
[14]
7. Kemudian percobaan diulang untuk variasi konsentrasi ion lainnya
(24)
Ya
Tidak
Gambar 3.11 Flowchart Pengaruh Pengukuran Konsentrasi Ion Logam Terhadap Kemampuan Adsorpsi
Mulai
Larutan Cd2+ 30 ppm diambil sebanyak 100 mL dari botol 2,5 L lalu dimasukkan ke dalam
erlenmeyer
Kemudian larutan diaduk dengan shaker dengan kecepatan pengadukan 100 rpm pada suhu kamar selama 2 jam
Kemudian adsorben pasir putih ditambahkan 10 gram dengan ukuran adsorben tertentu
Lalu sampel diambil sebanyak 2 mL untuk dianalisa
Konsentrasi ion Cd2+ setelah adsorpsi dianalisa dengan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
Selesai
Lalu nilai qt dihitung
Apakah ada variasi konsentrasi ion
(25)
24
3.3.4 Prosedur Kinetika Adsorpsi
Mengukur Kinetika Adsorpsi Pada Ukuran Adsorben, Kecepatan Pengadukan, dan Konsentrasi Larutan Cd Optimum Terhadap Kemampuan Adsorpsi
1. Larutan Cd2+ 30 ppm diambil sebanyak 100 mL dari botol 2,5 L lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer
2. Kemudian adsorben pasir putih ditambahkan sebanyak 10 gram 3. Kemudian larutan diaduk menggunakan shaker dengan ukuran
adsorben, kecepatan pengadukan, dan konsentrasi larutan optimum pada suhu kamar
4. Lalu sampel diambil sebanyak 2 mL pada selang waktu 10 menit sampai 2 jam
5. Konsentrasi ion Cd2+ pada larutan setelah adsorpsi dianalisis dengan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
6. Lalu nilai qt dihitung dengan rumus :
[14]
(26)
Gambar 3.12 Flowchart Pengukuran Kinetika Adsorpsi Pada Ukuran Adsorben, Kecepatan Pengadukan, dan Konsentrasi Larutan Cd Optimum
Terhadap Kemampuan Adsorpsi Mulai
Larutan Cd2+ 30 ppm diambil sebanyak 100 mL dari botol 2,5 L lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Kemudian larutan diaduk menggunakan shaker dengan ukuran adsorben, kecepatan pengadukan, dan konsentrasi larutan optimum
pada suhu kamar Kemudian larutan diaduk menggunakan shaker
Kemudian adsorben pasir putih ditambahkan sebanyak 10 gram
Lalu sampel diambil sebanyak 2 mL pada selang waktu 10 menit sampai 2 jam
Konsentrasi ion Cd2+ setelah adsorpsi dianalisa dengan Atomic Adsorption Spectroscopy (AAS)
Selesai
(27)
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perlakuan Awal pada AdsorbenPasir Putih
Pasir putih yang dipakai sebagai penjerap (adsorben) merupakan jenis pasir pantai yang diperoleh dari Desa Pantai Permin, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai. Pasir putih terlebih dahulu dikeringkan di bawah sinar matahari agar dapat dipisahkan menurut ukuran (mesh) masing-masing. Ukuran (mesh) yang dipakai pada penelitian ini adalah 10 mesh ; 20 mesh ; 40 mesh. Setelah kering, pasir putih dicuci dengan aquadest dan dibilas sampai bersih.
Tujuan dari proses pencucian yang dilakukan pada adsorben pasir putih adalah untuk menghilangkan mineral-mineral garam serta kotoran-kotaran yang masih melekat pada pasir putih tersebut. Indikator proses pencucian diperoleh apabila telah mendapatkan pH pencuci yang konstan. Artinya, tidak ada lagi mineral-mineral garam dan kotoran-kotaran yang masih melekat pada pasir putih tersebut.
Gambar 4.1 Proses Pencucian Adsorben Pasir Putih
(28)
Dari proses pencucian diperoleh bahwa untuk dapat menghilangkan kandungan mineral-mineral garam dan kotoran-kotaran yang ada pada pasir putih dibutuhkan 5 kali pencucian sampai pH pencucian konstan. Perlakuan pencucian sama untuk setiap variasi ukuran mesh dengan kondisi pH konstan pada pencucian ke-5 yaitu 6,9.
Setelah proses pencucian selesai, pasir putih yang telah dipisahkan menurut ukurannya masing-masing dikeringkan di dalam oven dengan kondisi operasi pada suhu 60oC. Tujuan dari proses pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air yang ada pada pasir putih sampai pasir tersebut benar-benar kering dan mencapai kadar air tertentu (Maulina, dkk., 2013).
Gambar 4.2 Proses Pengeringan Adsorben Pasir Putih
Dari proses pengeringan diperoleh hasil untuk sampel dengan ukuran 10 mesh membutuhkan waktu pengeringan selama 4 jam; untuk sampel dengan ukuran 20 mesh membutuhkan waktu pengeringan selama 5 jam; dan untuk sampel dengan ukuran 40 mesh membutuhkan waktu pengeringan selama 6 jam.
4.2 Penentuan Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Ukuran Adsorben
Variasi ukuran adsorben yang ada pada penelitian ini adalah 10 mesh, 20 mesh, dan 40 mesh. Proses adsorpsi berlangsung selama 2 jam dan 24 jam pada
(29)
28
kondisi batch. Tujuan penentuan kapasitas adsorpsi dengan variasi ukuran adsorben adalah untuk mengetahui besarnya penjerapan ion logam Cd2+ oleh adsorben pasir putih pada variasi ukuran.
Untuk menghitung jumlah ion Cd2+ yang teradsorpsi dengan adsorben pasir putih dapat menggunakan persamaan berikut :
(4.1)
(4.2)
(4.3) [14]
Keterangan:
qe = massa logam teradsorpsi pada kesetimbangan (mg/g)
qt = massa logam teradsorpsi pada waktu t (mg/g)
R = persentase adsorpsi logam (%) C0 = konsentrasi awal logam (mg/L)
Ct = konsentrasi logam pada waktu t (mg/L)
Ce = konsentrasi logam kesetimbangan (mg/L)
V = volume larutan (L) w = massa adsorben (g)
(30)
Data kapasitas adsorpsi pasir putih pada variasi ukuran dapat dilihat pada Tabel A.3 (Lampiran A) dan pada Gambar 4.3
Gambar 4.3 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Ukuran Adsorben pada Kecepatan Pengadukan 150 rpm dan Konsentrasi Larutan Cd2+70 ppm Dari hasil analisa di atas dapat dilihat bahwa saat ukuran adsorben 40 mesh memiliki kapasitas adsorpsi yang terbesar pada waktu 2 jam dan 24 jam yaitu sebesar 0,2891 mg/g dan 0,3034 mg/g. Sedangkan saat ukuran adsorben 10 mesh memiliki kapasitas adsorpsi terkecil pada 2 jam dan 24 jam dengan kapasitas adsorpsi sebesar 0,2394 mg/g dan 0,2617 mg/g.
Data hasil analisa di atas menunjukkan bahwa pada saat ukuran adsorben 40 mesh memiliki daya adsorpsi paling besar dibandingkan dengan ukuran 10 mesh dan 20 mesh. Hal ini disebabkan karena ukuran 40 mesh memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan ukuran 10 mesh dan 20 mesh.
Pasir di Indonesia memiliki luas permukaan yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisa penentuan besarnya luas permukaan pasir putih yang dilakukan di Laboratorium Micrometric Instrument, PT. Indonesia Asahan Aluminium (PT. INALUM), diperoleh bahwa luas permukaan spesifik dari adsorben pasir putih adalah sebesar 368 cm2/gram. Luas permukaan pasir putih Indonesia lebih besar daripada luas permukaan pasir putih yang terdapat di Negara
(31)
30
lain. Hal ini dapat dilihat pada luas permukaan spesifik pasir sungai di India yang diperoleh Thambavani (2014)[14], sebesar 76,75 cm2/gram.
Luas permukaan adsorben merupakan salah satu faktor penting yang berhubungan langsung dengan kemampuan adsorpsi dan dapat mempengaruhi kapasitas adsorpsi dari suatu adsorben terhadap zat-zat yang akan diserap (adsorbat). Apabila suatu adsorben memiliki luas permukaan yang besar, maka luas bidang kontak antara adsorben dan adsorbat akan semakin besar pula, sehingga proses adsorpsi akan berlangsung maksimal [28]. Selain itu, semakin besarnya luas permukaan spesifik dari suatu adsorben, maka akan meningkatkan daya adsorpsinya [1].
Daya adsorpsi ditentukan oleh luas permukaan dari adsorben tersebut. Besarnya adsorpsi berbanding lurus dengan luas permukaannya. Apabila ukuran suatu adorben semakin kecil, maka luas permukaannya akan semakin besar. Semakin besar luas permukaan suatu adsorben, maka daya adsorpsinya akan semakin besar pula[29].
Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya Gaya Van der Waals yang dimiliki suatu adsorben yang terdapat pada molekulnya. Gaya Van der Waals tersebutlah yang menyebabkan molekul-molekul pada zat yang diadsorpsi dapat terserap pada permukaan adsorben. Apabila adsorbat dan permukaan adsorben hanya terikat pada permukaannya saja, maka dinamakan sebagai adsorpsi fisis atau adsorpsi Van der Waals[30].
(32)
4.3 Penentuan Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Kecepatan Pengadukan
Data kapasitas adsorpsi pasir putih pada variasi kecepatan pengadukan dapat dilihat pada Tabel A.4 (Lampiran A) dan pada Gambar 4.4
Gambar 4.4 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Kecepatan Pengadukan pada Konsentrasi Cd2+ 70 ppm dan Ukuran Adsorben Pasir Putih 40 mesh
Dari hasil analisa di atas dapat dilihat bahwa pada kecepatan pengadukan 150 rpm memiliki kapasitas adsorpsi dan persentase adsorpsi yang terbesar. Untuk kapasitas adsorpsi yaitu pada saat t= 2 jam dan tmax = 24 jam sebesar 0,2567 mg/g
dan 0,2878 mg/g. Sedangkan kapasitas adsorpsi yang terkecil adalah pada kecepatan pengadukan 100 rpm saat t= 2 jam dan tmax = 24 jam sebesar 0,2293
mg/g dan 0,2369 mg/g.
Kecepatan pengadukan juga merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kemampuan dan kapasitas adsorpsi dari suatu adsorben. Semakin besar kecepatan pengadukan, maka akan semakin besar juga konstanta adsorpsinya. Hal ini disebabkan oleh lapisan film pada adsorben mengalami penipisan maka adsorban akan dapat menembus lapisan filmnya [31].
Dalam proses adsorpsi, apabila kecepatan pengadukankecil, maka adsorban akan sulit menembus lapisan film yang berada di antara permukaan adsorben dan difusi filmnya. Apabila kecepatan pengadukan sesuai, maka akan menaikkan film difusinya sampai ke titik pori difusi[32].
(33)
32
Berikut ini merupakan proses molekul adsorban saat akan memasuki pori-pori adsorben yang disajikan pada Gambar 4.7
[33]
Gambar 4.5 Proses Molekul Adsorbant Masuk ke Dalam Pori-Pori Adsorben
4.4 Penentuan Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Konsentrasi Larutan
Data kapasitas adsorpsi pasir putih pada variasi konsentrasi larutan Cd2+ dapat dilihat pada Tabel A.5 (Lampiran A) dan pada Gambar 4.6
Gambar 4.6 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Konsentrasi Larutan Cd2+ pada Kecepatan Pengadukan 150 rpm dan Ukuran Adsorben Pasir Putih 40 mesh
Dari hasil analisa di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi larutan Cd2+ 70 ppm memiliki kapasitas adsorpsi dan persentase adsorpsi yang terbesar. Untuk
(34)
kapasitas adsorpsi yaitu pada saat t= 2 jam dan tmax = 24 jam sebesar 0,2567 mg/g
dan 0,2878 mg/g. Sedangkan kapasitas adsorpsi yang terkecil adalah konsentrasi larutan Cd2+ 50 ppm pada saat t= 2 jam dan tmax = 24 jam sebesar 0,1355 mg/g
dan 0,1523 mg/g.
Hasil percobaan di atas menunjukkan bahwa kapasitas adsoprsi berbanding lurus dengan konsentrasi ion logam. Dengan kata lain, interaksi antara ion logam dan adsorben akan meningkat seiiring dengan bertambahnya konsentrasi larutan logam [34]. Pada konsentrasi larutan Cd2+ 70 ppm lebih banyak mengalami proses adsorpsi dibandingkan dengan konsentrasi 30 ppm dan 50 ppm. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya konsentrasi suatu larutan logam, akan menyebabkan semakin besarnya gaya dorong (driving force) yang dapat menyebabkan larutan dapat diserap sampai ke dalam situs aktif pada adsorben. Selain itu, variasi konsentrasi digunakan untuk menentukan model isotherm adsorpsi yang terjadi pada saat proses adsorpsi[35].
4.5 Penentuan Waktu Kontak Optimum dan Kinetika Adsorpsi
Waktu kontak merupakan lamanya waktu yang dibutuhkan adsorben (pasir putih) untuk menjerap adsorbat (Cd2+) secara optimum dalam proses adsorpsi untuk mengetahui kinetikanya. Semakin cepat periode kesetimbangan tercapai,semakin baik adsorben tersebut digunakan, dinilai dari sudut pandang waktu yang diperlukan. Pasir putih dapat mengadsorpsi ion logam Cd2+ secara optimum. Pada penelitian ini variasi waktu kontaknya adalah 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 100, 120, 180, 240, 300, 360 menit. Larutan Cd2+ yang digunakan pada analisa optimasi waktu kontak ini adalah 70 ppm yang telah dibuat sendiri dan telah dianalisa menggunakan alat AAS (Atomic Adsorption Spectrofotometric) dan berat adsorben pasir putih yang digunakan adalah 10 gram dengan ukuran adsorben yaitu 40 mesh. Dari data Tabel A.6 (Lampiran A) dapat dibuat hubungan antara waktu kontak dengan konsentrasi ion Cd2+ yang teradsorpsi dari larutan Cd, seperti yang disajikan pada Gambar 4.10.
(35)
34
Gambar 4.7 Kapasitas Adsorpsi Logam Cd2+ dengan Konsentrasi Ion LogamCd2+70 ppm, Ukuran Adsorben 40 mesh dan Kecepatan Pengadukan 150
rpm
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa semakin lamanya waktu kontak antara adsorben pasir putih dengan adsorbat Cd2+, maka jumlah Cd2+ yang terserap semakin besar. Hal ini disebabkan oleh semakin lama waktu interaksi adsorben dengan adsorbat menyebabkan peningkatan kemampuan adsorpsi Cd2+. Menurut teori putranto, dkk., (2014)[33], bahwa agar kesetimbangan adsorpsi dapat dicapai, diperlukan waktu kontak yang cukup antara adsorbat dengan adsorben. Dari Gambar 4.7 dapat dilihat kenaikan konsentrasi Cd2+ yang teradsorpsi paling besar dan mencapai titik optimum adalah pada menit ke-360 dengan konsentrasi Cd2+ yang teradsorpsi sebesar 39,31 %.
Setelah interaksi berlangsung 100 menit, adsorpsi ion logam Cd2+ oleh pasir putih telah mendekati titik konstan. Hal ini menunjukkan bahwa telah tercapainya keadaan kesetimbangan pada proses adsorpsi. Waktu kesetimbangan ditentukan untuk mengetahui kapan suatu adsorben mengalami kejenuhan sehingga proses adsorpsitelah selesai. Pada keadaan ini, kapasitas adsorpsi permukaan pasir putih telah jenuh dan telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi ion logam Cd2+ dalam adsorben pasir putih sehingga penyerapan pada waktu kontak diatas 100 menit menjadi konstan atau hampir sama.
Kinetika adsorpsi digunakan untuk mengetahui laju adsorpsi yang terjadi pada adsorben terhadap adsorbat dan dipengaruhi oleh waktu. Waktu kontak yang
(36)
diperlukan untuk mencapai kesetimbangan adsorpsi dijadikan sebagai ukuran laju adsorpsi. Pada penelitian ini pengujian laju adsorpsi dilakukan dengan menebak orde reaksinya. Orde reaksi laju suatu reaksi kimia atau proses kimia diartikan sebagai kecepatan terjadinya suatu reaksi. Dalam penelitian ini, data kinetika adsorpsi diperoleh secara empiris dengan menggunakan model pseudo orde satu dan pseudo orde dua. Persamaan 4.4 adalah model pseudo orde satu dan persamaan 4.5 adalah model pseudo orde dua tersebut berturut-turut dapat dilihat sebagai berikut :
(4.4)
(4.5)
Data hasil eksperimental menunjukkan hasil yang lebih baik terhadap model pseudo orde dua dibandingkan pseudo orde satu berdasarkan pada nilai koefisien korelasi (r2) seperti ditunjukkan pada Tabel 4.1. koefisien korelasi tersebut, diperoleh dengan cara melakukan plot data kapasitas adsorpsi (qt) terhadap waktu
dengan menggunakan persamaan di atas, sehingga diperoleh grafik seperti Gambar 4.8 dan Gambar 4.9.
Tabel 4.1 Pemodelan Pseudo Orde Satu dan Pseudo Orde Dua Kinetika Adsorpsi Cd2+pada Adsorben Pasir Putih
Ukuran Adsorben
Konsentrasi Cd2+(ppm)
qe Percobaan
Pseudo Orde 1 Pseudo Orde 2
qe1 k1 r2 qe2 k2 r2
(37)
36
Gambar 4.8 Pemodelan Pseudo Orde Satu pada Konsentrasi Logam Cd2+ 70 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm
Gambar 4.9Pemodelan Pseudo Orde Dua pada Konsentrasi Logam Cd2+70 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm
Dari hasil perhitungan teoritis, nilai koefisien korelasi (r2) orde satu lebih rendah dibandingkan dengan orde dua.Perbandingan nilai koefisien korelasi (r2) dapat digunakan untuk menentukan pemodelan yang sesuai dengan proses adsorpsi [15]. Persamaan orde satu memiliki nilai r2 = 0,965 dan persamaan orde dua memiliki nilai r2 =0,998. Ini menunjukkan bahwa pemodelan pseudo orde dua menjadikan data adsorpsi lebih presentatif.
(38)
Dari datanilai koefisien korelasi (r2)yang diperoleh seperti Tabel 4.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa proses adsorpsi yang berlangsung pada penelitian ini melibatkan interaksi secara kimia (chemisorption), yaitu antara adsorben dan adsorbat [14]. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kondisi pH larutan yang masih dalam keadaan asam, yaitu 4,5. Adsorpsi akan berlangsung maksimal pada suasana asam, karena akan meningkatkan interaksi antara atom SiOH, H+, dan larutan yang akan diadsorpsi[36].Hal tersebut didukung oleh hasil analisa FTIR yang dilakukan. Dapat dilihat pada hasil analisa FTIR terjadi penambahan gugus SiOH pada saat sebelum dan sesudah proses adsorpsi berlangsung.
(39)
38
Gambar 4.11 Hasil Analisa FTIR pada Pasir Putih Setelah Proses Adsorpsi Menurut skoog., dkk (1998) [37], untuk nilai functional groups 690-900 terjadi ikatan yang kuat antara C-H. Untuk nilai functional groups 1690-1760 terjadi ikatan yang kuat antara C=O. Untuk nilai functional groups antara 3300-3500 terjadi ikatan yang kuat antaraN=H.
Dari Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 dapat diasumsikan bahwa terjadi interaksi secara kimia antara senyawa SiOH pada pasir putih dengan larutan Cd yang dilihat dari perbedaan nilai functional groupsantara pasir yang bersih dan pasir yang terkontaminasi.
(40)
Walaupun demikian, kesimpulan tersebut belum sepenuhnya menjadi kesimpulan akhir dari penelitian ini.Perlu dilakukan analisa yang lebih spesifik terhadap reaksi kimia yang terjadi.
4.6 Penentuan Kinetika Difusi Pori
Pemodelan difusi internal dan difusi eksternal dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan adsorpsi logam berat cadmium (Cd2+) pada jenis adsorben pasir putih. Persamaan 4.6 adalah model kinetika difusi internal dan persamaan 4.7 adalah model kinetika difusi eksternal tersebut berturut-turut dapat dilihat sebagai berikut :
(4.6)
(4.7)
Gambar 4.12Pemodelan Kinetika Difusi Internal pada Konsentrasi Logam Cd2+70 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm
(41)
40
Gambar 4.13 Pemodelan Kinetika Difusi Eksternal pada Konsentrasi Logam Cd2+ 70 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm
Tabel 4.2 Pemodelan Kinetika Difusi Internal dan Kinetika Difusi Internal Adsorpsi Logam Berat Cd2+pada Adsorben Pasir Putih
Ukuran Adsorben
Konsentrasi Cd2+(ppm)
Difusi Internal Difusi Eksternal
qe1 k1 r2 qe2 k2 r2
40 mesh 70 9,355 0,016 0,795 3,663 0,002 0,681 Dari Tabel 4.2 di atas, diperoleh nilai kid pada difusi internal lebih tinggi
dibandingkan dengan difusi eksternal. Nilai kid diperoleh dari kemiringan plot.
Pada pemodelan difusi internal memiliki nilai kid = 0,016, sementara untuk difusi
eksternal memiliki nilai kid = 0,002.
Semakin besar nilai kid, menggambarkan bahwa terjadi peningkatan dalam
proses adsorpsi dan melibatkan mekanisme adsorpsi yang baik. Hal ini berkaitan dengan peningkatan ikatan antara ion logam Cd2+ dan partikel adsorben [14].
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemodelan difusi internal telah sesuai dengan teori yang ada.
(42)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dalam melakukan penelitian ini, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut ini :
1. Pada penentuan kapasitas adsorpsi dengan variasi ukuran adsorben, yang paling baik menjerap ion logam Cd2+ adalah ukuran 40 mesh.
2. Pada penentuan kapasitas adsorpsi dengan variasi kecepatan pengadukan, yang paling baik adalah kecepatan 150 rpm.
3. Pada penentuan kapasitas adsorpsi dengan variasi konsentrasi larutan, yang paling baik adalah konsentrasi 70 ppm.
4. Pemodelan kinetika adsorpsi terbaik berdasarkan koefisien korelasinya adalah persamaan orde dua, yaitu pada mekanisme adsorpsi melibatkan interaksi secara kimia (chemisorption) antara adsorbat dan adsorben.
5. Pemodelan kinetika difusi terbaik berdasarkan koefisien korelasinya adalah persamaan difusi internal, yaitu ion logam yang terjerap sampai pada permukaan dalam adsorben (site/pori).
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk mengembangkan pengetahuan dibidang kompetisi adsorpsi, secara umum adalah sebagai berikut :
1. Disarankan untuk melakukan analisa terhadap permukaan dan pori-pori adsorben, untuk melihat ion logam Cd2+ yang terjerap pada adsorben dengan menggunakan alat BET dan SEM.
2. Disarankan untuk melakukan analisa terhadap posisi Cd2+ yang menunjukkan bahwa adanya ikatan kimia ion logam terhadap pasir dengan menggunakan alat EDX.
3. Disarankan untuk melakukan variasi perbandingan antara massa adsorben dan larutan ion logam untuk mendapatkan kondisi adsorpsi yang terbaik.
(43)
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Logam Berat
Logam adalah unsur alam yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan, tambang, vulaknis, dan sebagainya. Logam terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu : 1. Logam Ringan (contohnya natrium, kalsium, kalium, dan lain-lain) yang
berfungsi sebagai kation aktif dalam suatu larutan yang encer.
2. Logam Transisi (contohnya besi, tembaga, kobalt, mangan, dan lain-lain) diperlukan dalam konsentrasi rendah, tetapi jika konsentrasinya tinggi dapat menjadi racun.
3. Logam Berat (contohnya raksa, timah hitam, timah, selenium, dan arsen) umumnya tidak diperlukan dalam dalam kegiatan metabolisme dan menjadi racun bagi sel walaupun dalam konsentrasi rendah [16].
Sumber-sumber penyumbang pencemaran logam berat tembaga dapat berasal dari industri elektroplating, elektronika, penggunaan fungisida dan insektisida yang berlebihan [1]. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan di industri-industri biasanya dibuang ke ekosistem perairan tetapi tidak mengalami perlakuan
threatment atau diolah terlebih dahulu, karena di dalam limbah logam berat
tersebut terkandung jenis-jenis logam berbahaya, contohnya : Cr (III,VI), As (III,V), Cd (II), Pb (II), Cu (II), Zn (II) dan Hg (II). Perlu diketahui juga bahwa logam Pb yang berlebih (II) dapat merusak pusat sistem saraf, ginjal, hemopoiesis, jantung, pembuluh darah, dan sekresi internal sistem manusia [2].
Kehadiran logam berat dalam konsentrasi yang cukup tinggi dikatakan sebagai racun bagi kebanyakan organisme karena dapat merusak dalam lingkungan hidup. Logam berat dapat mempengaruhi pertumbuhan, bentuk morfologi dan metabolisme mikroorganisme di dalam tanah karena logam berat tersebut dapat menyebabkan denaturasi (hilangnya struktur) protein atau kehancuran integritas membran sel dari mikroorganisme tersebut [17].
Logam berat merupakan golongan logam yang terkontaminasi dan dapat berpengaruh buruk bagi makhluk hidup jika dikonsumsi secara berkelanjutan dan terus-menerus. Logam berat tidak sama dengan logam biasa yang tidak
(44)
terkontaminasi zat-zat beracun yang dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup. Dengan kata lain, logam berat dapat menjadi racun yang berbahaya jika dikonsumsi secara berkelanjutan karena dapat meracuni tubuh makhluk hidup. Sebagai contoh logam berat adalah tembaga (Cu), seng (Zn), kadmium (Cd), dan timah hitam (Pb) [17].
2.2 Logam Kadmium (Cd)
Kadmium merupakan logam berat bersifat polutan non-esensial yang bersumber dari berbagai kegiatan pertanian, pertambangan, industri, dan juga knalpot mobil maupun motor. Logam kadmium sangat berbahaya dan merupakan jenis polutan dengan tingkat toksisitas yang sangat tinggi dan memiliki kelarutan yang sangat besar jika terlarut dalam air [18].
Kadmium merupakan logam lembut berwarna perak keputih-putihan. Struktur fisik dari kadmium adalah memiliki nomor atom 48, berat atom 112,411, radius kristal ionik 0,97, keelektronegatifan 1,50, potensi ionisasi 8,993, pada keadaan oksidasi +2 elektron konfigurasi Kr 4d1 5S2, densitas 8,64 g/cm3, titik leleh 320,9 °C dan titik didih 765 °C di 100 kPa [19].
Kadmium secara alami terdapat dalam lingkungan sekitar kita. Logam kadmium dapat kita jumpai di tanah dan sedimen pada konsentrasi yang umumnya lebih dari 1 mg/L, dan jumlah konsentrasi dalam air laut tercemar dengan konsentrasi lebih kecil dari 1 µg/L [18].
2.3 Pasir
Pasir adalah mineral endapan yang memiliki ukuran antara 0,074-0,075 mm dengan ukuran kasar sebesar 3-5 mm dan halus sebesar <1 mm [20]. Pasir merupakan butiran-butiran kecil dan halus atau partikel mineral yang terbentuk dari pecahan-pecahan batuan. Meskipun berbentuk butiran, tetapi pasir memiliki komposisi dominan pasir mineral kuarsa yang mengandung silika (SiO2). Selain
silika, pasir juga mengandung aluminium dan besi. Pasir yang memiliki kandungan silika yang angat tinggi dapat digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan atau dengan nama lain pasir industri.
(45)
9
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki banyak muara sungai dan juga wilayah pantai yang sangat luas. Pasir besi yang terdapat di berbagai pantai yang ada di Indonesia mengandung mineral-mineral magnetik banyak terdapat di daerah pantai, sungai, dan pegunungan vulkanik [20]. Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel penelitian berupa pasir putih yang berasal dari pasir Pantai Cermin, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara.
Pasir dimungkinkan memiliki kandungan mineral yang berbeda-beda, seperti Fe, Ti, Mg, dan Si [20]. Menurut Shoni (2013) [1], pasir laut hitam memiliki kandungan silika dioksida (SiO2) antara 87-95%, sedangkan pasir putih memiliki
kandungan silika dioksida (SiO2) antara 72-84%. Komposisi kelompok fungsional
dari atom silika, oksigen, dan hidrogen dapat direpresentasikan sebagai berikut:
Dimana S merupakan atom pusat (Si) pada penyerapan yang dilakukan oleh permukaan silikat. Permukaan kelompok hidroksil berdisosiasi dalam air dan berfungsi sebagai basa Lewis terhadap kation logam (Mn+). Seperti bagian terdeprotonasinya (satu atau mungkin dua) yang membentuk senyawa kompleks dengan ion logam berat [21].
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmayanti, dkk (2000) [22], dengan menggunakan metode Optical Microscope Shimadzu, serta pengamatan unsur-unsur kimia dalam sarnpel dilakukan dengan metode XRF tipe EDAXRF DX-95 Phillip diperoleh kandungan mineral yang ada pada pasir yaitu, Magnetite (Fe3O4)
dengan indeks warna hitam, Hematite dan maghemite (Fe2O3) dengan indeks
warna Merah, Ilmenite (FeTiO3) dengan indeks warna hitam, dan Kuarsa (SiO2)
dengan indeks warna putih.
Besarnya kandungan silika dioksida (SiO2) yang terdapat dalam pasir laut
(baik pasir hitam maupun pasir putih) membuat pasir laut dapat mengikat ion berat Cd (II). Ion negatif yang ada pada silika dioksida akan berikatan dengan ion
(46)
Cd (II). Semakin besar kandungan silika dioksida (SiO2) yang ada di dalam pasir
laut, maka kemampuan adsorpsi ion logam Cd (II) semakin besar [1].
2.4 Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses penggumpalan zat terlarut (soluble) yang ada dalam suatu larutan oleh permukaan zat penyerap (sorbent) sehingga terjadi suatu ikatan kimia fisika antara zat terlarut dengan penyerapnya [23].
Defenisi lain dari Adsorpsi, yaitu pada penelitian Fatimah dan Siswarni (2013) [24], menyatakan bahwa adsorpsi didefenisikan sebagai suatu proses pemisahan antara komponen dari suatu fluida berpindah ke permukaan zat padat , lalu zat padat tersebut menyerapnya.
Zat atau komponen yang diserap disebut sebagai adsorbat, serta zat atau komponen padatan yang bertindak sebagai penyerap disebut adsorben. Kemampuan adsorben dalam menyerap adsorbat tergantung pada cara persentuhan antara adsorben dan adsorbat, serta karakteristik dan sifat fisik dari adsorben dan adsorbat itu sendiri [23].
Beberapa metode pemisahan selain adsorpsi adalah sebagai berikut : a. Absorpsi
Absorpsi adalah metode pemisahan dimana campuran gas dikontakkan dengan cairan dengan tujuan untuk melarutkan satu atau lebih komponen dari campuran tersebut. Yang membedakan operasi pemisahan adsorpsi dan absorpsi yaitu absorpsi menggunakan 2 fasa, yaitu gas dan cairan, sementara adsorpsi menggunakan 3 fasa, yaitu padatan, cairan, dan gas. Selain itu, pada metode absorpsi, fasa cairan dan fasa gas bergerak dari arah yang berlawanan, sementara adsorpsi, fasa cairan dan fasa padatan bergerak searah ketika dilakukan pencampuran [23].
b. Distilasi
Distilasi adalah metode pemisahan yang didasarkan atas perbedaan volatilitasnya. Sebagai contoh, jika campuran A dan B nilai volatilitas relatifnya (a) dari A ke B mengalami penurunan, maka tingkat kesulitan untuk memisahkan campuran tersebut akan bertambah. Keunggulan lain metode adsorpsi daripada distilasi adalah pada pemurnian gas ringan, metode adsorpsi lebih tepat dipilih daripada distilasi [23].
(47)
11 c. Filtrasi Butiran
Filtrasi Butiran adalah metode pemisahan yang bertujuan untuk menghilangkan partikel atau padatan-padatan halus dari suspensi cairan. Walaupun cara operasi dari filtrasi butiran dikatakan memiliki kemiripan dengan
fixed-bed adsorpsi, tetapi keduanya tetap memiliki perbedaan. Perbedaannya
terletak pada ukuran molekul, pada adsorpsi adalah angstrom, sementara ukuran partikel filtrasi butiran adalah mikron [23].
Adsorpsi dipilih sebagai metode pemisahan untuk memisahkan logam berat untuk memurnikan air karena memiliki manfaat yang begitu luas, seperti : efisiensinya cukup tinggi, hemat biaya produksi, operasinya sangat sederhana dan teutama ramah lingkungan [2]. Hal tersebut telah dibuktikan dengan banyaknya peneliti yang telah berhasil melakukan penelitin dengan mengguanakan adsorben yang murah dan gampang didapat di alam bebas, contohnya dengan penggunaan berbagai adsorben seperti zeolit [4], arang [5], dan berbagai sampah pertanian seperti kulit jagung [6], kulit kelapa [7], abu sekam padi [8], kayu apu (Pistia stratiotes L) [9], atau kulit singkong [10].
2.5 Atomic Adsorption Spectrofotometry (AAS)
Atomic Adsorption Spectrofotometry (AAS), didefinisikan sebagai metode
yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu sampel dengan cara mengukur daya penyerapan radiasi pada uap atom yang dihasilkan dari sampel pada panjang gelombang yang spesifik dan karakteristik dari elemen dalam proses pertimbangan [25].
Prinsip-prinsip dasar dari Atomic Adsorption Spectrofotometry (AAS), pertama kali diperkenalkan oleh Kirchhoff pada tahun 1860, sedangkan sejarah penemuan dan penjelasan dari atom dan emisi spektrum diperkenalkan oleh Twyman.
Keuntungan utama dari metode Atomic Adsorption Spectrofotometry (AAS), yaitu pemisahan analit dari matriks dengan minimalisasi gangguan pelekatan matriks dan kemungkinan analit pra-konsentrasi yang menyebabkan peningkatan kapasitas pengukuran.
(48)
Dagnall dan Kirkbright (1969) [26], menerangkan bahwa untuk menyelidiki potensi analisis spektrum atom penyerapan setelah mempertimbangkan penyebab efek interelemen dalam spektroskopi emisi. Efeknya yaitu, pengaruh dari satu elemen pada intensitas emisi yang lain dan memerlukan standarisasi dan pengembangan kerja sebelum metode emisi spektrografik dijalankan. Dalam kegiatan analisis dari presisi tertinggi yang melibatkan penggunaan fotolistrik spektrometer yang dapat langsung membaca, hal yang tidak kalah pentingnya untuk mengkalibrasi instrumen pada interval yang sering muncul dengan menggunakan standar yang sama [26].
Persyaratan utama untuk Atomic Adsorption Spectrofotometry (AAS), termasuk sumber radiasi, alat atomisasi dan penguapan sampel, pemilihan panjang gelombang, detektor radiasi, dan beberapa sarana akhir mengukur radiasi diserap ditunjukkan secara skematik pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.1 Diagram skematik yang menunjukkan persyaratan penting untuk Atomic Adsorption Spectrofotometry (AAS)
(49)
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan salah satu kebutuhan yang diperlukan bagi kegiatan manusia. Tetapi, saat ini air telah terkontaminasi oleh zat-zat yang beracun dan berbahaya. Jika air yang telah terkontaminasi zat-zat berbahaya tersebut dikonsumsi oleh manusia, maka akan dapat menimbulkan masalah yang besar dan resiko bagi kelangsungan hidup manusia.
Seiring dengan perkembangan pengetahuan dan pemahaman manusia terhadap lingkungan hidup, mendorong munculnya berbagai usaha untuk melindungi dan melestarikan lingkungan hidup dari berbagai kerusakan yang diakibatkan oleh pencemaran lingkungan akibat rusaknya sistem air tanah di sekitar industri. Usaha yang dapat dilakukan oleh manusia untuk mengurangi tingkat kontaminasi zat-zat beracun dan berbahaya di dalam air tanah sekitar industri adalah dengan menurunkan tingkat pencemaran pada air tanah tersebut agar dapat dikonsumsi kembali oleh manusia sehingga tidak mebahayakan lingkungan dan ekosistem air tanah di sekitarnya [1].
Zat kontaminan tersebut dapat bersumber dari logam-logam berat yang bercampur dalam air sehingga dapat mencemari lingkungan dan merusak sistem air tanah di sekitar industri. Salah satu contoh logam berat yang terkandung dalam air tanah adalah logam kadmium (Cd). Sumber-sumber penyumbang pencemaran logam berat tembaga dapat berasal dari industri pertambangan, tekstil, lukisan, hidrometalurgi, listrik, timah, penyulingan, pestisida, dan pencelupan [2],adapula yang terdapat dari alam (proses pedogenik) dan berbagai sumber antropogenik (deposisi atmosfer emisi industri, emisi kendaraan) [3].
Banyak metode pemisahan yang telah dikembangkan oleh para peneliti untuk menangani masalah-masalah yang ditimbulkan oleh kontaminasi logam berat, antara lain presipitasi, ekstraksi, separasi dengan membran, dan adsorpsi. Metode adsorpsi merupakan salah satu metode pemisahan yang efektif, efisien, ekonomis, ramah lingkungan dan telah terbukti efektif untuk mengurangi konsentrasi logam berat yang ada pada air tanah. Dikatakan efektif, efisien, ekonomis, ramah lingkungan karena telah terbukti oleh peneliti-peneliti sebelumnya, yaitu dengan
(50)
penggunaan berbagai adsorben seperti zeolit [4], arang [5], dan berbagai sampah pertanian seperti kulit jagung [6], kulit kelapa [7], abu sekam padi [8], kayu apu (Pistia stratiotes L) [9], atau kulit singkong [10].
Pasir dipilih sebagai adsorben untuk menjerat logam berat karena memiliki keuntungan yang ditinjau dari segi jumlah yang begitu melimpah di alam dibandingkan dengan adsorben jenis lain seperti zeolit, arang, kulit kelapa, kulit jagung, atau kulit singkong. Pasir memilki jenis yang beraneka ragam, contohnya pasir laut. Pasir laut sendiri terdiri atas dua jenis yaitu pasir laut hitam dan pasir laut putih. Walaupun keduanya terkesan identik dan persis sama, tetapi keduanya cenderung mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mengadsorpsi logam berat. Hal ini ditunjukkan oleh perbedaan jumlah silika oksida yang terdapat di antara kedua pasir tersebut. Pasir laut hitam memiliki kandungan silika dioksida (SiO2) antara 87-95%, sedangkan pasir putih memiliki kandungan silika dioksida
(SiO2) antara 72-84%. Semakin besar kandungan silika dioksida (SiO2) yang ada
di dalam pasir laut, maka kemampuan adsorpsi logam berat semakin besar [1]. Berikut penelitian yang telah dilakukan tentang pembuatan adsorben dari pasir dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Data Beberapa Hasil Penelitian Yang Memanfaatkan Pasir Sebagai Adsorben
Nama Peneliti (Tahun)
Penelitian Hasil Penelitian Topik Kajian
Han et al. (2014)
[11]
- Pasir modifikasi
dengan FeS
- Menyerap logam As
- Variasi pH 5, 7 dan
9
- Variasi adsorben
100, 200 dan 500 gr/L
- Menggunakan
larutan buffer C2H3NaO2 untuk
pH 5, 3-(N-morpholino)
propanesulfonic acid (MOPS) untuk
pH 7 dan
N-- Pasir modifikasi
dengan FeS mampu
menyerap logam As
- Adsorpsi logam
As hampir 100% pada pH lebih rendah dari 7
- Daya adsorpsi
menurun pada pH diatas 7 dan mencapai
maksimum pada pH 9
Dependence of particle concentration effect on pH and redox for arsenic
removal by FeS-coated sand under anoxic
conditions – ELSEVIER
(51)
3 Haryanto
dan Chang (2014)
[12]
Shi et al. (2014) [13] Thambavani dan Kavitha (2014) [14] cyclohexyl-2-aminoethanesulfoni c acid (CHES) untuk pH 9
- Surfaktin
- Rhamnolipid
- 100 gr pasir ukuran
320 µm
- Menyerap Cu dan
Cd
- 100 mL larutan ion
logam 50 ppm
- pH pelarut logam
4,5
- 150 rpm
- Waktu kontak 24
jam
- pH surfaktin 8
- pH rhamnolipid 5,6
- Pasir
- Menyerap
Rhodamin B (RhB) dan Rhodamin 6G (Rh6G)
- Variasi pH 2-10
- Dilakukan pada
temperatur kamar
- Waktu kontak
selama 60 menit
- Pasir Palung
- Menyerap logam Cr
- Ukuran pasir 150
mesh
- pH 2,0-8,0
- Variasi massa
- Densitas ion
logam Cd dan Cu yang mampu diserap pasir masing-masing 5,85 dan 13,45 mg/kg - Biosurfaktan dengan foam menyerap ion logam lebih banyak dari permukaan pasir dibandingkan biosurfaktan tanpa foam
- Pasir mampu
menyerap jenis pewarna RhB
- Waktu optimal
pada 15 menit dan konstan pada 60 menit
- Kapasitas
adsorpsi sebesar 5.5 mg/g pada adsorpsi batch dengan pH optimum=2
- Kapasitas
adsorpsi sebesar 3 mg/l pada adsorpsi column dengan pH optimum=5,6
- Waktu optimum
20 menit pertama
- pH optimum 2
- Semakin banyak
adsorben maka Foam-enhanced removal of adsorbed metal ions from packed
sands with
biosurfactant solution
flushing –
ELSEVIER Batch and column adsorption of dye contaminants using a low-cost sand adsorbent – SPRINGER
Removal of Chromium (VI) Ions by Adsorption Using Riverbed
(52)
Gusain et al. (2013)
[15]
adsorben 0,05; 0,07; 0,1; 0,15; 0,2; 0,25; 0,3 dan 0.4 gr
- Variasi konsentrasi
logam berat 10, 20, 30, 40,
50,60,70, 90, 100 mg/L
- Variasi kecepatan
pengaduk 100, 200,300,400, 500, 600, 700, 800 rpm
- Variasi waktu
kontak 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120, 135 min
- Pasir modifikasi
- Meyerap logam Cu
- Variasi temperatur
25oC, 35oC dan
45oC
- Waktu kontak 60
menit
semakin banyak pula logam yang dapat diserap
- Kecepatan
pengadukan
optimum pada 500 rpm
- Waktu kontak
optimum 90 min
- Pasir modifikasi
sangat efektif menyerap Cu
- pH optimum
dicapai saat pH=6,5
- Waktu optimum
adsorpsi ialah 5
menit dan mencapai
kesetimbangan pada 30 menit
Sand from Tamilnadu - A Kinetic Study – International Journal of Research Kinetic and thermodynam ic studies on the removal of Cu(II) ions from aqueous solutions by adsorption on modified
sand –
ELSEVIER
Penelitian ini membuat suatu terobosan baru ditinjau dari jenis pasir yaitu menggunakan pasir laut berwarna putih yang diambil dari Pantai Cermin yang terletak di Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia, dilakukan tanpa metode aktivasi pasir dengan zat lain karena aplikasinya sangat cocok untuk pemurnian air limbah industri yang diolah agar dapat digunakan kembali, dan tidak mencemari lingkungan.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang ada dalam penelitian ini adalah pencemaran air tanah yang terjadi karena pembuangan limbah indsutri yang mengandung logam berat harus diatasi agar tidak merusak dan mencemari lingkungan sekitar. Metode yang digunakan agar dapat mengurangi efek pencemaran logam berat tersebut
(53)
5
adalah adsorpsi. Jenis adsorben yang dipakai adalah pasir. Alasan pemilihan pasir yaitu jumlahnya banyak, mudah dan murah didapat, dan ramah lingkungan. Oleh karena itu, pasir dapat dijadikan sebagai alternatif pemilihan adsorben yang baik, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang kemampuan adsorpsinya.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh variasi ukuran partikel pasir putih terhadap kemampuan adsorpsi pasir putih.
2. Mengetahui pengaruh variasi kecepatan pengadukan terhadap kemampuan adsorpsi pasir putih.
3. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi larutan ion logam terhadap kemampuan adsorpsi pasir putih.
4. Mengetahui kemampuan adsorpsi pasir putih terhadap kinetika adsorpsi.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan informasi bahwa pasir putih dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan adsorben.
2. Memberikan informasi bahwa potensi pasir putih sebagai adsorben sangat murah karena jumlahnya yang berlimpah di alam sehingga pembuatan adsorben ini menjadi lebih mudah dalam mencari bahan bakunya.
1.2 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Badan Riset dan Standar, Kementerian Perindustrian Provinsi Sumatera Utara, dan PT. Indonesia Asahan Aluminium (PT. INALUM). Adapun bahan utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu pasir putih sebagai bahan baku dan CdCl2 sebagai bahan yang
akan diadsorpsi secara batch. Variabel yang digunakan adalah : Pasir Putih
(54)
Ukuran = 10, 20 dan 40 mesh Proses pencampuran
1 Kecepatan pengadukan = a) 100 rpm [14]
b) 150 rpm [12]
c) 200 rpm
2 Konsentrasi Larutan = a) 30 rpm
b) 50 rpm [12]
c) 70 rpm
3 Waktu adsorpsi = 2 jam, untuk menghitung kinetika adsorpsi dengan pengambilan sampel 2 mL setiap 10 menit
Variabel tetap :
4 Suhu adsorpsi = 25 oC 5 Volume larutan = 100 mL 6 Massa adsorben = 10 gr
7 pH larutan = 4,5 [12]
Parameter yang dianalisis pada adsorben adalah : A. Pada proses pencucian adsorben:
• Analisis pH.
B. Pada proses pengeringan adsorben • Analisis massa.
C. Pada proses adsorpsi
1. Analisis kandungan Cd.
2. Analisis pengaruh kecepatan pengadukan adsorben. 3. Analisis waktu adsorpsi.
(55)
vi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pasir putih dengan variasi bentuk dalam menyerap ion logam kadmium (Cd2+) pada larutan dengan pH 4,5. Pasir putih yang digunakan yaitu 10 mesh, 20 mesh, dan 40 mesh. Penelitian ini terbagi menjadi 4 bagian, yaitu penentuan pH netral, pengeringan pasir putih, penentuan waktu kontak optimum dan penentuan kapasitas adsorpsi. Hasil penelitian yang didapatkan adalah waktu kontak optimum yang dibutuhkan adsorben untuk menyerap ion logam Cd2+ selama 100 menit.Pemodelan orde dua yang lebih dominan yaitu terjadi interaksi secara kimia antara adsorbat dan adsorben.Pemodelan kinetika difusi yang diperoleh yaitu difusi internal (interpartikel).
Kata kunci : Adsorpsi, Ion Logam Kadmium(Cd2+), Waktu Kontak Optimum, Orde Dua, Difusi Internal
(56)
ABSTRACT
This research aims to know availability of different shape white sand to adsorp cadmium ion (Cd2+) from solution on pH 4,5. White sand has shape 10 mesh, 20 mesh and 40 mesh. This research divided 4 part, there is determine neutral pH, drying white sand, determine optimum contact time and determine adsorption capacity. The results of this research is optimum contact time that white sand
need to adsorp cadmium ion (Cd2+) is about 100 minutes. Modeling in pseudo
second-order dominant to chemical interactions that occur between the adsorbate and adsorbent. Diffusion kinetics modeling obtained by the internal diffusion (interparticle).
Keywords : Adsorption, Cadmium ion (Cd2+), Optimum Contact Time,
(57)
1
KEMAMPUAN ADSORPSI LOGAM BERAT KADMIUM (Cd)
DENGAN MENGGUNAKAN PASIR PUTIH
SKRIPSI
Oleh
110405059
MICHAEL JOY CRISTIAN
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
SEPTEMBER 2016
(58)
KEMAMPUAN ADSORPSI LOGAM BERAT KADMIUM (Cd)
DENGAN MENGGUNAKAN PASIR PUTIH
SKRIPSI
Oleh
110405059
MICHAEL JOY CRISTIAN
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(59)
i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:
Kemampuan Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd) Dengan
Menggunakan Pasir Putih
dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.
Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Medan, 20 September2016
NIM : 110405059 Michael Joy Cristian
(60)
(61)
iii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Kemampuan Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd) Dengan Menggunakan Pasir Putih”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh pencemaran logam berat terhadap air.Solusi ini diberikan karena memiliki nilai ekonomis, yaitu pasir putih mudah diperoleh karena jumlahnya yang melimpah di alam.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dosen pembimbing penelitian, yaitu Bapak Bode Haryanto, ST, MT, Ph.D. 2. Dosen penguji penelitian, yaitu Bapak Prof. Dr. Ir. M. Turmuzi Lubis, MS dan
Bapak Dr. Ir. Taslim, M.Si
3. Koordinator penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Univeritas Sumatera Utara, yaitu Ibu Ir. Renita Manurung, MT.
4. Ketua Departemen Teknik Kimia, yaitu Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan,20 September 2016
Penulis Michael Joy Cristian
(62)
DEDIKASI
Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada kedua orang tua penulis, J. Butarbutar dan S. br. Siregar yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis juga mendedikasikan skripsi ini kepada Dosen Pembimbing, Bode Haryanto, ST, MT, PhD yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Fransiscus Raymond dan teman-teman seperjuangan angkatan 2011 yang selalu mendukung dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
(63)
v
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama :Michael Joy Cristian NIM : 110405059
Tempat/tgl lahir :L. Pakam/ 23 Desember 1992 Nama orang tua :J. Butarbutar dan S. br. Siregar Alamat orang tua :
Dusun I Desa Perdamean Asal Sekolah :
SD PKMI Lubuk Pakam Tahun 1999-2005
SMP PKMI Lubuk Pakam Tahun 2005-2008
SMA PKMI Lubuk Pakam Tahun 2008-2011 Pengalaman Organisasi :
HIMATEK periode 2014-2015 sebagai Koordinator Bidang Bakat dan Minat.
BPH NHKBP Simpang Penara periode 2014-2016 sebagai Ketua BPH
Karang Taruna Desa Perdamean periode 2010-2014 sebagai Ketua
(64)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pasir putih dengan variasi bentuk dalam menyerap ion logam kadmium (Cd2+) pada larutan dengan pH 4,5. Pasir putih yang digunakan yaitu 10 mesh, 20 mesh, dan 40 mesh. Penelitian ini terbagi menjadi 4 bagian, yaitu penentuan pH netral, pengeringan pasir putih, penentuan waktu kontak optimum dan penentuan kapasitas adsorpsi. Hasil penelitian yang didapatkan adalah waktu kontak optimum yang dibutuhkan adsorben untuk menyerap ion logam Cd2+ selama 100 menit.Pemodelan orde dua yang lebih dominan yaitu terjadi interaksi secara kimia antara adsorbat dan adsorben.Pemodelan kinetika difusi yang diperoleh yaitu difusi internal (interpartikel).
Kata kunci : Adsorpsi, Ion Logam Kadmium(Cd2+), Waktu Kontak Optimum, Orde Dua, Difusi Internal
(65)
vii
ABSTRACT
This research aims to know availability of different shape white sand to adsorp cadmium ion (Cd2+) from solution on pH 4,5. White sand has shape 10 mesh, 20 mesh and 40 mesh. This research divided 4 part, there is determine neutral pH, drying white sand, determine optimum contact time and determine adsorption capacity. The results of this research is optimum contact time that white sand
need to adsorp cadmium ion (Cd2+) is about 100 minutes. Modeling in pseudo
second-order dominant to chemical interactions that occur between the adsorbate and adsorbent. Diffusion kinetics modeling obtained by the internal diffusion (interparticle).
Keywords : Adsorption, Cadmium ion (Cd2+), Optimum Contact Time,
Second-order, Internal Diffusion
(66)
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
PRAKATA iii
DEDIKASI iv
RIWAYAT HIDUP PENULIS v
ABSTRAK vi
ABSRACT vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
DAFTAR SINGKATAN xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Logam Berat 7
2.2 Logam Kadmium (Cd) 8
2.3 Pasir 8
2.4 Adsorpsi 10
2.5 Atomic Adsorption Spectrofotometry (AAS) 11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 13
3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian 13
3.2.1Bahan 13
(67)
ix
3.3 Prosedur Penelitian 13
3.3.1 Prosedur Preparasi Pasir Putih (Adsorben) 13
3.3.2 Prosedur Pembuatan Larutan 15
3.3.3Prosedur Batch Adsorpsi 17
3.3.4Prosedur Kinetika Adsorpsi 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 12
4.1 Perlakuan Awal pada Adsorben Pasir Putih 26 4.2 Penentuan Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Ukuran
Adsorben 27
4.3 Penentuan Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Kecepatan
Pengadukan 32
4.4 Penentuan Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Konsentrasi
Larutan 34
4.5 Penentuan Waktu Kontak Optimum dan Kinetika Adsorpsi 35
4.6 Penentuan Kinetika Difusi Pori 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 43
5.1 Kesimpulan 43
5.2 Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
(68)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Adsorben Pasir Hitam 14 Gambar 3.2 Flowchart Pengeringan Adsorben Pasir Hitam 15 Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Larutan HCl 0,1 M 15 Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M 16 Gambar 3.5 Flowchart Pembuatan Larutan Pelarut 16 Gambar 3.6 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cd2+(50 ppm) 17 Gambar 3.7 Flowchart Mengukur Pengaruh Ukuran Adsorben
Terhadap Kemampuan Adsorpsi 18
Gambar 3.8 Flowchart Mengukur Pengaruh Kecepatan Pengadukan
Terhadap Kemampuan Adsorpsi 20
Gambar 3.9 Flowchart Mengukur Kinetika Adsorpsi Pengaruh Ukuran
Adsorben Terhadap Kemampuan Adsorpsi 21 Gambar 3.10 Flowchart Mengukur Kinetika Adsorpsi Pengaruh
Kecepatan Pengadukan Terhadap Kemampuan Adsorpsi 23 Gambar 4.1 Proses Pencucian Adsorben Pasir Putih 26 Gambar 4.2 Proses Pencucian Adsorben Pasir Putih 27 Gambar 4.3 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Ukuran
Adsorben pada Kecepatan Pengadukan 150 rpm dan
Konsentrasi Larutan Cd2+70 ppm 29
Gambar 4.4 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Kecepatan Pengadukan pada Konsentrasi Cd2+70 ppm dan Ukuran
Adsorben Pasir Putih 40 mesh 31
Gambar 4.5 Proses Molekul Adsorbant Masuk ke Dalam Pori-Pori
Adsorben 32
Gambar 4.6 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Konsentrasi Larutan Cd2+ pada Kecepatan Pengadukan 150 rpm dan
Ukuran Adsorben Pasir Putih 40 mesh 32
Gambar 4.7 Kapasitas Adsorpsi Logam Cd2+dengan Konsentrasi Ion Logam Cd2+70 ppm, Ukuran Adsorben 40 mesh dan
(69)
xi
Gambar 4.8 Pemodelan Pseudo Orde Satu pada Konsentrasi Logam
Cd2+ 70 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm 36 Gambar 4.9 Pemodelan Pseudo Orde Dua pada Konsentrasi Logam
Cd2+ 70 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm 36 Gambar 4.10 Hasil Analisa FTIR pada Pasir Putih Sebelum Proses
Adsorpsi 37
Gambar 4.11 Hasil Analisa FTIR pada Pasir Putih Setelah Proses
Adsorpsi 38
Gambar 4.12 Pemodelan Kinetika Difusi Internal pada Konsentrasi
Logam Cd2+70 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm 39 Gambar 4.13 Pemodelan Kinetika Difusi Eksternal pada Konsentrasi
Logam Cd2+ 70 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm 40
Gambar C.1 Pasir Putih sebagai Adsorben 52
Gambar C.2 Material Logam Berat (Cd(CH3COO)2.2H2O) yang
Digunakan 52
Gambar C.3 Botol Untuk Larutan Cd2+ 53
Gambar C.4 Pengatur Keasaman NaOH (0,1 M) dan HCl (0,1 M) 53 Gambar C.5 Botol Sampel Untuk Uji Di Alat AAS 54
(70)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Beberapa Hasil Penelitian Yang Memanfaatkan Pasir
Sebagai Adsorben 2
Tabel 4.1 Pemodelan Pseudo Orde Satu dan Pseudo Orde Dua Kinetika Adsorpsi Cd2+pada Adsorben Pasir Putih 37 Tabel 4.2 Pemodelan Kinetika Difusi Internal dan Kinetika Difusi Internal
Adsorpsi Logam Berat Cd2+ pada Adsorben Pasir Putih 41
Tabel A.1 Data Kalibrasi Larutan Standar 48
Tabel A.2 Data Hasil Pencucian dari Adsorben Pasir Putih 48 Tabel A.3 Hubungan Kapasitas Adsorpsi Pasir Putih Terhadap Variasi
Ukuran Adsorben Berdasarkan Kecepatan tetap 150 rpm dan
Konsentrasi Cd2+ tetap 70 ppm 48
Tabel A.4 Hubungan Kapasitas Adsorpsi Pasir Putih Terhadap Variasi Kecepatan Pengadukan Berdasarkan Ukuran Adsorben 40 mesh
dan konsentrasi Cd2+ tetap 70 ppm 48
Tabel A.5 Hubungan Kapasitas Adsorpsi Pasir Putih Terhadap Variasi Konsentrasi Larutan Cd2+ Berdasarkan Ukuran Adsorben 40 mesh
dan kecepatan pengadukan tetap 150 rpm 49
Tabel A.6 Data Hasil Penentuan Waktu Optimum dengan Ukuran Adsorben 40 mesh pada Kecepatan Pengadukan 150 rpm, dan Konsentrasi
(1)
3.3 Prosedur Penelitian 13 3.3.1 Prosedur Preparasi Pasir Putih (Adsorben) 13
3.3.2 Prosedur Pembuatan Larutan 15
3.3.3Prosedur Batch Adsorpsi 17
3.3.4Prosedur Kinetika Adsorpsi 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 12
4.1 Perlakuan Awal pada Adsorben Pasir Putih 26 4.2 Penentuan Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Ukuran
Adsorben 27
4.3 Penentuan Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Kecepatan
Pengadukan 32
4.4 Penentuan Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Konsentrasi
Larutan 34
4.5 Penentuan Waktu Kontak Optimum dan Kinetika Adsorpsi 35
4.6 Penentuan Kinetika Difusi Pori 40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 43
5.1 Kesimpulan 43
5.2 Saran 43
(2)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Flowchart Persiapan Adsorben Pasir Hitam 14 Gambar 3.2 Flowchart Pengeringan Adsorben Pasir Hitam 15 Gambar 3.3 Flowchart Pembuatan Larutan HCl 0,1 M 15 Gambar 3.4 Flowchart Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M 16 Gambar 3.5 Flowchart Pembuatan Larutan Pelarut 16 Gambar 3.6 Flowchart Pembuatan Larutan Standar Cd2+(50 ppm) 17 Gambar 3.7 Flowchart Mengukur Pengaruh Ukuran Adsorben
Terhadap Kemampuan Adsorpsi 18
Gambar 3.8 Flowchart Mengukur Pengaruh Kecepatan Pengadukan
Terhadap Kemampuan Adsorpsi 20
Gambar 3.9 Flowchart Mengukur Kinetika Adsorpsi Pengaruh Ukuran
Adsorben Terhadap Kemampuan Adsorpsi 21 Gambar 3.10 Flowchart Mengukur Kinetika Adsorpsi Pengaruh
Kecepatan Pengadukan Terhadap Kemampuan Adsorpsi 23 Gambar 4.1 Proses Pencucian Adsorben Pasir Putih 26 Gambar 4.2 Proses Pencucian Adsorben Pasir Putih 27 Gambar 4.3 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Ukuran
Adsorben pada Kecepatan Pengadukan 150 rpm dan
Konsentrasi Larutan Cd2+70 ppm 29
Gambar 4.4 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Kecepatan Pengadukan pada Konsentrasi Cd2+70 ppm dan Ukuran
Adsorben Pasir Putih 40 mesh 31
Gambar 4.5 Proses Molekul Adsorbant Masuk ke Dalam Pori-Pori
Adsorben 32
Gambar 4.6 Nilai Kapasitas Adsorpsi dengan Variasi Konsentrasi Larutan Cd2+ pada Kecepatan Pengadukan 150 rpm dan
Ukuran Adsorben Pasir Putih 40 mesh 32 Gambar 4.7 Kapasitas Adsorpsi Logam Cd2+dengan Konsentrasi Ion
Logam Cd2+70 ppm, Ukuran Adsorben 40 mesh dan
(3)
Gambar 4.8 Pemodelan Pseudo Orde Satu pada Konsentrasi Logam
Cd2+ 70 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm 36 Gambar 4.9 Pemodelan Pseudo Orde Dua pada Konsentrasi Logam
Cd2+ 70 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm 36 Gambar 4.10 Hasil Analisa FTIR pada Pasir Putih Sebelum Proses
Adsorpsi 37
Gambar 4.11 Hasil Analisa FTIR pada Pasir Putih Setelah Proses
Adsorpsi 38
Gambar 4.12 Pemodelan Kinetika Difusi Internal pada Konsentrasi
Logam Cd2+70 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm 39 Gambar 4.13 Pemodelan Kinetika Difusi Eksternal pada Konsentrasi
Logam Cd2+ 70 ppm dan Kecepatan Pengadukan 150 rpm 40
Gambar C.1 Pasir Putih sebagai Adsorben 52
Gambar C.2 Material Logam Berat (Cd(CH3COO)2.2H2O) yang
Digunakan 52
Gambar C.3 Botol Untuk Larutan Cd2+ 53
Gambar C.4 Pengatur Keasaman NaOH (0,1 M) dan HCl (0,1 M) 53 Gambar C.5 Botol Sampel Untuk Uji Di Alat AAS 54
(4)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Beberapa Hasil Penelitian Yang Memanfaatkan Pasir
Sebagai Adsorben 2
Tabel 4.1 Pemodelan Pseudo Orde Satu dan Pseudo Orde Dua Kinetika Adsorpsi Cd2+pada Adsorben Pasir Putih 37 Tabel 4.2 Pemodelan Kinetika Difusi Internal dan Kinetika Difusi Internal
Adsorpsi Logam Berat Cd2+ pada Adsorben Pasir Putih 41
Tabel A.1 Data Kalibrasi Larutan Standar 48
Tabel A.2 Data Hasil Pencucian dari Adsorben Pasir Putih 48 Tabel A.3 Hubungan Kapasitas Adsorpsi Pasir Putih Terhadap Variasi
Ukuran Adsorben Berdasarkan Kecepatan tetap 150 rpm dan
Konsentrasi Cd2+ tetap 70 ppm 48
Tabel A.4 Hubungan Kapasitas Adsorpsi Pasir Putih Terhadap Variasi Kecepatan Pengadukan Berdasarkan Ukuran Adsorben 40 mesh
dan konsentrasi Cd2+ tetap 70 ppm 48
Tabel A.5 Hubungan Kapasitas Adsorpsi Pasir Putih Terhadap Variasi Konsentrasi Larutan Cd2+ Berdasarkan Ukuran Adsorben 40 mesh
dan kecepatan pengadukan tetap 150 rpm 49 Tabel A.6 Data Hasil Penentuan Waktu Optimum dengan Ukuran Adsorben
40 mesh pada Kecepatan Pengadukan 150 rpm, dan Konsentrasi
(5)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A DATA BAHAN BAKU 48
A.1 Data Kalibrasi Larutan Standar Hasil Analisis AAS 48
A.2 Hasil Pencucian Adsorben Pasir Putih 48
A.3 Hasil Pengeringan Adsorben Pasir Putih 48 A.4 Data Hasil Kapasitas Adsorpsi Dengan Variasi Ukuran Adsorben 50 A.5 Data Hasil Kapasitas Adsorpsi Dengan Variasi Kecepatan Pengadukan 50 A.6 Data Hasil Kapasitas Adsorpsi Dengan Variasi Konsentrasi Larutan 51
A.7 Data Hasil Penentuan Waktu Optimum 51
LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN 53
B.1 Pembuatan Larutan 53
B.2 Perhitungan Kapasitas Adsorpsi 53
LAMPIRAN C DOKUMENTASI PERCOBAN 52
C.1 Bahan Baku Pasir Putih Sebagai Adsorben 52
(6)
DAFTAR SINGKATAN
ppm : part per million
AAS : Atomic Adsorption Spectrofotometry
qe : Kapasitas Adsorpsi pada 2 jam (mg/g)