Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi, kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar
karena terisis cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan. Prawirohardjo, 2010
2.2.4 Faktor Risiko Terjadinya Abortus
a Usia
Berdasarkan teori S. Prawirahardjo 2002 pada kehamilan usia muda keadaan ibu masih labil dan belum siap mental untuk menerima
kehamilannya. Akibatnya, selain tidak ada persiapan, kehamilannya tidak dirawat dengan baik. Kondisi ini menyebabkan ibu menjadi stress kemudian
akan meningkatkan risiko terjadinya abortus. Kejadian abortus berdasarkan usia 42,9 terjadi pada kelompok usia di atas 35 tahun, kemudian diikuti
kelompok usia 30 sampai dengan 34 tahun dan diantara 25 sampai dengan 29 tahun. Hal ini disebabkan usia diatas 35 tahun secara medis merupakan
usia yang rawan untuk kehamilan. Selain itu, ibu cenderung memberi perhatian yang kurang terhadap kehamilannya dikarenakan sudah
mengalami kehamilan lebih dari sekali. Wanita hamil pada umur muda 20 tahun dari segi biologis perkembangan alat-alat reproduksinya belum
sepenuhnya optimal. Dari segi psikis belum matang dalam mengahadapi tuntutan beban moril, dan emosional, dan dari segi medis sering mendapat
gangguan. Sedangkan pada usia lebih dari 45 tahun, elastisitas dari otot-otot panggul dan sekitarnya serta alat-alat reproduksi pada umumnya mengalami
kemunduran, juga wanita pada usia ini besar kemungkinan mengalami komplikasi antenatal diantaranya abortus. Menurut Cunningham et al 2009
pada usia 35 tahun atau lebih, kesehatan ibu sudah menurun. Akibatnya, ibu hamil pada usia tersebut mempunyai kemungkinan lebih besar untuk
melahirkan bayi premature, persalinan lama, perdarahan, dan abortus. Abortus spontan yang secara klilnis terdeteksi meningkat dari 12 pada
wanita berusia kurang dari 20 tahun menjadi 26 pada wanita berusia lebih dari 40 tahun.
Universitas Sumatera Utara
b Paritas jumlah anak 4 orang atau lebih
Pada kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin. Bila terlalu sering melahirkan, rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah melahirkan 4 anak
atau lebih, maka perlu diwaspadai adanya gangguan pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas. Risiko abortus meningkat seiring dengan paritas pada
ibu. Cunningham et al, 2005 c
Usia kehamilan Perdarahan melalui jalan lahir yang disertai nyeri perut bawah yang hebat
pada kehamilan sebelum 3 bulan atau pada ibu yang terlambat haid 1-3 bulan dapat disebabkan oleh keguguran atau keguguran yang mengancam,
merupakan keadaan sangat berbahaya. Kenneth J.Leveno et al, 2009 dalam Eli Lukitasari, 2010
d Riwayat abortus sebelumnya
Menurut Prawirohardjo 2010 riwayat abortus pada penderita abortus merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3-
5. Data dari beberapa studi menunjukan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15 untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan
bila pernah mengalami 2 kali abortus risikonya meningkat 25. Beberapa studi menduga bahwa setelah mengalami 3 kali abortus berurutan risikonya
meningkat menjadi 30-45. Menurut Suryadi 1994 penderita dengan riwayat abortus satu kali dan dua kali menunjukkan adanya pertumbuhan
janin yang terhambat pada kehamilan berikutnya melahirkan bayi prematur. Sedangkan dengan riwayat abortus 3 kali atau lebih ternyata terjadi
pertumbuhan janin yang terhambat, prematuritas. e
Jarak Kehamilan Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim
dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik,
mengalami persalinan yang lama, atau perdarahan abortus. Insidensi abortus meningkat pada wanita yang hamil dalam 3 bulan setelah
melahirkan aterm. Cunningham et al, 2005
Universitas Sumatera Utara
f Pendidikan
Martaadisoebrata dalam Wahyuni 2012 menyatakan bahwa pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk pengembangan diri dan meningkatkan
kematangan intelektual
seseorang. Kematangan
intelektual akan
berpengaruh pada wawasan dan cara berpikir baik dalam tindakan dan pengambilan keputusan maupun dalam membuat kebijaksanaan dalam
menggunakan pelayanan dalam kesehatan. Pendidikan yang rendah membuat seseorang acuh tak acuh terhadap program kesehatan sehingga
mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi, meskipun sarana kesehatan telah bersedia namun belum tentu mereka mau menggunakannya.
g Penyakit Infeksi
Riwayat penyakit ibu seperti pneumoni, typhus abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Begitu pula dengan
penyakit infeksi lain juga memperbesar peluang terjadinnya abortus. Mochtar, 1998
h Alkohol
Alkohol dinyatakan meningkatkan risiko abortus spontan, meskipun hanya digunakan dalam jumlah sedang. Cunningham et al, 2005
i Merokok
Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus spontan daripada wanita yang tidak merokok. Baba et al 2010 menyatakan bahwa
kebiasaan gaya hidup merokok pada ibu dan suaminya berpengaruh terhadap kejadian abortus. Merokok 1-19 batang perhari dan 20 batang
perhari memiliki efek pada ibu mengalami abortus lebih awal. Cunningham et al, 2005
2.2.5 Macam-macam abortus