Latar Belakang Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan Utang Dalam Perjanjian Kredit Dengan Hak Tanggungan (Studi Kasus Pada PT. Bank Rakyat Indonesia, TBK Cabang Medan)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan. Tanah-tanah yang belum bersertifikat tersebut umumnya adalah tanah-tanah bekas hak milik adat yang belum terdaftar sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria selanjutnya disingkat UUPA. Tanah yang belum bersertifikat tersebut yang dijadikan sebagai jaminan utang atau kredit oleh Debitur kepada Bank, akan dibebankan dengan Hak Tanggungan. Pembebanan Hak Tanggungan tersebut dapat dilakukan dengan 2 dua cara yaitu secara langsung dengan penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT antara Bank dengan pemilik tanah pemberi Hak Tanggungan yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah selanjutnya di singkat PPAT atau secara tidak langsung yang dilakukan melalui Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan SKMHT dari pemberi Hak Tanggungan kepada Bank yang dapat dibuat di hadapan PPAT atau dihadapan notaris. Selanjutnya apabila proses pendaftaran tanah tersebut telah selesai dan sertifikat atas tanah tersebut telah keluar, Bank baru melaksanakan penandatanganan Akta Universitas Sumatera Utara Pemberian Hak Tanggungan dan selanjutnya dilakukan pendaftaran pembebanan Hak Tanggungan atas tanah tersebut. Masalah utang piutang adalah adanya kesanggupan dari orang yang berutang untuk mengembalikan utangnya. Hal ini berhubungan dengan jaminan yang diberikan dalam pembayaran utang debitur, terutama bagi pihak yang meminjamkan utang, jaminan mutlak diperlukan dalam utang piutang sehingga ada kepastian bahwa uang yang dipinjamkan akan terbayar. Apalagi jika bank sebagai kreditur, maka jaminan mutlak diperlukan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan untuk selanjutnya disebut UUP, dinyatakan bahwa dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. 1 Kegiatan pinjam- meminjam dalam lembaga perbankan yang lebih dikenal dengan kredit dalam praktek kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi, bahkan kredit ini tidak hanya dikenal oleh masyarakat perkotaan, tetapi juga sampai pada masyarakat di pedesaan. 2 1 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revisi dengan UUHT Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2001, hal.90 2 M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 73 Kredit umumnya berfungsi untuk memperlancar suatu kegiatan usaha, dan khususnya bagi kegiatan perekonomian di Indonesia sangat berperan penting dalam kedudukannya, baik untuk usaha produksi maupun usaha swasta yang dikembangkan secara mandiri karena bertujuan meningkatkan taraf kehidupan bermasyarakat. Salah satu sarana yang Universitas Sumatera Utara mempunyai peran strategis dalam pengadaan dana adalah lembaga perbankan, yang telah membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang antara lain melalui kredit perbankan, yaitu berupa perjanjian kredit antara kreditur sebagai pihak pemberi pinjaman atau fasilitas kredit dengan debitur sebagai pihak yang berhutang. Dalam Pasal 3 dan 4 UUP dinyatakan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam pemberian fasilitas kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian kredit oleh bank kepada debitur bukanlah tanpa risiko, karena risiko mungkin saja terjadi khususnya karena debitur tidak wajib membayar utangnya secara lunas atau tunai, melainkan debitur diberi kepercayaan oleh undang-undang dalam perjanjian kredit untuk membayar belakangan secara bertahap atau mencicil. Risiko yang umumnya terjadi adalah kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan kredit risiko kredit, risiko yang timbul karena pergerakan pasar risiko pasar, risiko karena bank tidak mampu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo risiko likuiditas, serta risiko karena adanya kelemahan aspek yuridis yang di sebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung risiko hukum. 3 Risiko yang merugikan kreditur tersebut perlu diperhatikan secara seksama oleh pihak bank, sehingga dalam proses pemberian kredit diperlukan keyakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk membayar 3 Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah Jakarta : Pustaka Yustisia, 2010, hal. 2 Universitas Sumatera Utara hutangnya serta memperhatikan asas-asas perkreditan bank yang sehat. Untuk memperoleh keyakinan atas kemampuan debitur tersebut, maka sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian secara seksama terhadap 7 tujuh hal yang dikenal dengan istilah 7 P Party, Purpose, Payment, Profitability, Protection, Personality, and Prospect. 4 Salah satu hal yang dipersyaratkan bank sebagai kreditur dalam pemberian kredit yaitu adanya protection atau perlindungan berupa jaminan yang harus diberikan debitur guna menjamin pelunasan utangnya demi keamanan dan kepastian hukum, khususnya apabila setelah jangka waktu yang diperjanjikan, debitur tidak melunasi hutangnya atau melakukan wanprestasi. Sesuai dengan tujuannya, barang jaminan baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak tersebut bukan untuk dimiliki secara pribadi oleh kreditur, karena perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit bukanlah merupakan suatu perjanjian jual beli yang mengakibatkan perpindahan hak milik atas suatu barang, akan tetapi barang jaminan tersebut dipergunakan untuk melunasi utang dengan cara sebagaimana di atur dalam peraturan yang berlaku, yaitu barang di jual secara lelang di mana hasilnya untuk melunasi utang debitur, dan apabila terdapat sisa maka hasilnya akan dikembalikan kepada debitur. 5 Bahwa penjualan pencairan objek atau jaminan kredit dilakukan guna melunasi kredit dari debitur. Penjualan jaminan kredit tersebut merupakan suatu tindakan yang perlu dilakukan bank untuk memperoleh kembali pelunasan dana yang dipinjamkannya karena pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada 4 Ibid, hal. 13 5 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis Jakarta : Djambatan, 1996, hal. 75 Universitas Sumatera Utara bank sesuai dengan perjanjian kredit, serta hasil penjualan jaminan tersebut untuk meminimalkan kerugian yang akan di derita pihak bank nantinya. Agar penjualan jaminan kredit dapat mencapai tujuan yang diinginkan bank, perlu dilakukan upaya-upaya pengamanan antara lain dengan mengikat objek jaminan kredit secara sempurna melalui ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang lembaga jaminan. 6 Fungsi jaminan kredit dalam dunia perbankan sangat besar. Kewajiban untuk menyerahkan jaminan hutang oleh pihak peminjam dalam rangka pinjaman uang sangat terkait dengan kesepakatan di antara pihak-pihak yang melakukan pinjam-meminjam uang. Pada umumnya pihak pemberi pinjaman mensyaratkan adanya jaminan hutang sebelum memberikan pinjaman uang kepada pihak peminjam. Sementara itu, keharusan penyerahan jaminan hutang tersebut sering pula diatur dan disyaratkan oleh peraturan intern pihak pemberi pinjaman dan atau oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fungsi jaminan secara yuridis adalah kepastian hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian hutang-piutang atau kepastian realisasi suatu prestasi dalam suatu perjanjian, dengan mengadakan perjanjian penjaminan melalui lembaga-lembaga jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia. 7 Praktik perbankan, umumnya nilai jaminan kredit lebih besar dari jumlah kredit yang disetujui oleh bank, sehingga pihak debitur diharapkan segera melunasi hutangnya kepada bank agar nantinya tidak kehilangan harta asset yang diserahkan sebagai jaminan kredit dalam hal kredit tersebut ditetapkan 6 M. Bahsan, Op.Cit, hal. 5 7 http:www.psychologymania.com201212fungsi-jaminan-kredit.html, Diakses tanggal 20 Juli 2013 Universitas Sumatera Utara sebagai kredit macet. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUH Perdata, di mana ketentuan dalam Pasal ini sering dicantumkan sebagai salah satu klausul dalam perjanjian kredit perbankan, dinyatakan bahwa : “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”, serta ketentuan dalam Pasal 1132 KUH Perdata dinyatakan : “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua masyarakat yang mengutamakan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”. Bentuk jaminan yang banyak digunakan sebagai agunan dalam perjanjian kredit bank adalah hak atas tanah, baik dengan status hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan maupun hak pakai. Karena pada umumnya memiliki nilai atau harga yang tinggi dan terus meningkat, sehingga dalam hal ini sudah selayaknya apabila debitur sebagai penerima kredit dan kreditur sebagai pemberi fasilitas kredit serta pihak lain terkait memperoleh perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. Atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang di maksud dalam Pasal 2 UUPA, ditentukan adanya macam- macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh perseorangan baik warga negara Indonesia atau orang asing yang berkedudukan di Indonesia, sekelompok orang secara bersama-sama, Universitas Sumatera Utara dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia atau badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, badan hukum privat atau badan hukum publik. Akan tetapi terhadap hak atas tanah berupa hak milik sesuai dengan Pasal 21 ayat 2 UUPA, badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik harus ditetapkan atau ditunjuk oleh Pemerintah. Sebagai lembaga jaminan, Hak Tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah selanjutnya di singkat dengan UUHT, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. 8 1. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya droit de preference; Dalam penjelasan umum UUHT, disebutkan bahwa ciri-ciri dari Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat adalah: 2. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu berada droit de suite; 8 Kansil, Pokok-Pokok Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997, hal.19-20 Universitas Sumatera Utara 3. Memenuhi asas spesialitas dan a11sas publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dan 4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. UUHT, hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan Pasal 4, dan Bangunan Rumah Susun serta Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara Pasal 27. 9 9 Rachmadi Usman, Pasal-Pasal Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Jakarta: Djambatan, 1999, hal.79 Setiap hak atas tanah yang diberikan untuk waktu yang terbatas seperti misalnya Hak Pakai sebagai salah satu hak atas tanah yang oleh undang-undang ditunjuk sebagai obyek Hak Tanggungan, suatu saat pasti akan berakhir jangka waktunya. Di dalam Pasal 35 UUPA jo Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, dinyatakan bahwa hak pakai adalah hak untuk menggunakan danatau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang atau dalam perjanjian tanahnya. Hak pakai dapat diberikan oleh pemerintah dengan penetapan dan juga oleh pemilik tanah, baik perseorangan ataupun suatu badan hukum dengan perjanjian autentik. Universitas Sumatera Utara Keterbatasan jangka waktu Hak Pakai yang dijadikan obyek jaminan Hak Tanggungan tentunya akan menimbulkan permasalahan hukum tersendiri, karena menurut ketentuan Pasal 18 ayat 1 huruf d UUHT, Hak Tanggungan hapus karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. Hal ini berarti dengan berakhirnya jangka waktu Hak Pakai yang dijadikan obyek jaminan Hak Tanggungan, maka secara otomatis hapus pula Hak Tanggungan yang melekat atas tanah tersebut. Hapusnya Hak Tanggungan yang membebani tanah Hak Pakai tidak membuat hapusnya perjanjian utang piutang antara kreditur dan debitur, meskipun debitur tersebut tidak dapat melunasi hutangnya pada waktu yang telah dijanjikan Pasal 18 ayat 4 UUHT. Keadaan yang demikian ini tentunya akan merugikan pemegang Hak Tanggungan apabila debitur wanprestasi karena kredit yang diberikan tidak mendapat jaminan perlindungan hukum secara khusus melainkan hanya mendapat perlindungan hukum secara umum dalam hal pembayaran hutangnya. Untuk melakukan tindakan pencegahan, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat 2 huruf d UUHT, bank sebagai pemegang Hak Tanggungan di beri kewenangan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan karena tidak di penuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk menulis tentang masalah tersebut dalam skripsi ini dengan judul: Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan Utang Dalam Universitas Sumatera Utara Perjanjian Kredit Dengan Hak Tanggungan Studi Kasus pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk Cabang Medan

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Kekuatan Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pengembalian Utang Pembiayaan Bermasalah Dalam Praktik PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Medan

1 107 141

Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Dan Upaya Penyelesaian Kredit Macet Atas Jaminan Hak Tanggungan (Studi Pada PT.Bank Negara Indonesia Tbk Cabang Kabanjahe)

1 63 129

Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan Atas Tanah Sebagai Jaminan Kredit Pada PT. Bank Dipo Internasional Cabang Medan

0 63 137

ANALISIS YURIDIS MENGENAI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK. CABANG LUMAJANG

0 2 112

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus di PT. Bank Capital Indonesia TBK. Cabang Surakarta.

0 4 16

SKRIPSI Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus di PT. Bank Capital Indonesia TBK. Cabang Surakarta.

0 2 12

PENDAHULUAN Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus di PT. Bank Capital Indonesia TBK. Cabang Surakarta.

0 4 16

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi Kasus Di Pt. Bank Danamon Tbk. Dsp Cabang Tanjungpandan).

0 2 17

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan - Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan Utang Dalam Perjanjian Kredit Dengan Hak Tanggungan (Studi Kasus Pada PT. Bank Rakyat Indonesia, TBK Cabang Medan)

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hak Atas Tanah Sebagai Jaminan Utang Dalam Perjanjian Kredit Dengan Hak Tanggungan (Studi Kasus Pada PT. Bank Rakyat Indonesia, TBK Cabang Medan)

0 0 19