Studi kualitas sanad hadis bab gibah kitab irsyad al-`ibad ila sabil al-rasyad (karya: syaikh zain al-din al-malibari
STUDI KUALITAS SANAD HADIS BAB GÎBAH
KITAB IRSYÂD AL-`IBÂD ILÂ SABÎL AL-RASYÂD
(Karya: Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)
Oleh
ABDUL AZIZ
NIM: 102034024846
PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H./2010 M.
ABSTRAK
Abdul Aziz
STUDI KUALITAS SANAD HADIS BAB GÎBAH KITAB IRSYÂD AL`IBÂD ILÂ SABÎL AL-RASYÂD (Karya: Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî)
Hadis merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur´an.
Kebenaran al-Qur´an tidak perlu diragukan lagi. Sedangkan hadis, masih perlu
dikaji lagi apakah benar bersumber dari Nabi, dikarenakan jauhnya dari masa
Nabi sebagai sumber hadis, dan semakin bertambahnya jumlah periwayat hadis.
Pada waktu Nabi masih hidup ketika ada berita yang meragukan, dapat ditanyakan
kepada Nabi langsung, sehingga dapat ditemukan jawabannya. Namun, setelah
Nabi wafat, tidak dapat dilakukan. Untuk melakukan pengecekan berita yang
bersumber dari Nabi, para sahabat terkadang mempertanyakan sahabat lain,
apakah ia mendengar berita itu dari Nabi. Mengingat hadis sebagai sumber hukum
Islam setelah al-Qur´an dan semakin banyak bertebaran hadis palsu, makan
penelitian hadis menjadi penting. Tanpa dilakukan penelitian, maka hadis Nabi
akan bercampur aduk dengan yang bukan hadis, dan ajaran Islam dipenuhioleh
berbagai hal yang menyesatkan umat.
Dalam skripsi ini yang menjadi objek penelitian tentang bab gîbah kitab
Irsyâd al‘-Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd. Dikarenakan kitab ini banyak dikaji di
pesantren-pesantren salaf (tradisional) di Indonesia, dan juga didalam kitab ini
banyak dikutip hadis-hadis tanpa disebutkan kualitasnya, sehingga perlu
dilakukan penelitian.
Studi kualitas sanad hadis atau dikenal dengan takhrîj hadits merupakan
sebuah metode untuk mengetahui kualitas hadis, apakah sampai kepada Nabi atau
tidak. Kegiatan studi sanad dimulai dari mencari teks-teks hadis beserta rincian
sanadnya, mencari biografi/ rijal hadis nya, yang mencakup tahun lahir wafatnya,
persambungan guru muridnya, penilaian ulama tentang jarh ta’dilnya. Kemudian
diambil kesimpulan bisa diterima atau tidak riwayatnya. Setelah diteliti tiap
periwayat hadis, maka disimpulkan hadis-hadis yang ada dalam Kitab Irsyâd al`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd tersebut masuk kategori sahih, hasan,ataupun da’if.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji dan syukur kehadirat Allah Swt., yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dengan izin-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Salawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada Nabi Besar Muhammad Saw., yang menjadi panutan bagi semua umat.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis merasakan berbagai hambatan dan
kesulitan. Akan tetapi, munculnya berbagai hambatan dan kesulitan terasa ringan
berkat bantuan dan dorongan berbagai pihak. Alhamdulillah, berkat bimbingan,
bantuan orang yang terlibat dan orang-orang yang berada di sekitar penulis
akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.
Dengan penuh rasa syukur, pada kesempatan ini ucapan terima kasih
penulis yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bpk. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih, M.A., Dekan Fakultas Ushuluddin,
beserta jajarannya.
2. Bpk. Dr. Bustamin, M.Si., Ketua Jurusan Tafsir-Hadis,
3. Bpk. Muhamad Rifki Fatkhi, M.A., Sekretaris Jurusan Tafsir-Hadis, atas
bimbingan dan bantuan referensinya.
4. Bpk. Dr. M. Isa H.A. Salam M.Ag., pembimbing skripsi penulis, yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing skripsi ini.
5. Seluruh staft dan dosen di Fakultas Ushuluddin, terutama dosen-dosen di
Jurusan Tafsir-Hadis yang telah berbagi ilmu kepada penulis. Semoga ilmu
yang telah diajarkan dan yang telah penulis terima bermanfaat di dunia dan
akhirat.
ii
6. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan
Utama UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Iman Jama’.
7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. H. Dudu Abdullah dan Ibunda
(Almh.) Sabitah, yang telah mendidik dan mengasuh dengan segala jerih
payah kasih sayangnya, dan selalu mendo‘akan dengan penuh keikhlasan dan
kesabaran hingga penulis dapat menempuh jenjang pendidikan dasar sampai
pendidikan tinggi.
8. Keluarga penulis, kakak; (Alm.) Muhamad Yusup, Khoerani, Ahmad Taufik
S.H.I., Nita Hendratika S.Psi., Adik: M. Sholahuddin, keponakan: M. Fauzan,
Sepupu: Husni Mubarak , atas dorongan dan do’anya.
9. Ahmad Sungkawa (Mang Cucu) dan Bi Pipah yang selalu memotivasi penulis,
dan Gibran yang selalu menghibur.
10. Keluarga besar Aki Zenal-Ema Omoh.
11. Umi, Najwa, Andri, atas do‘a dan dorongannya, dan telah memberikan
kehangatan di keluarga.
12. Yusup Panojer yang telah membantu penulis masuk UIN lewat jalur PMDK.
13. Kawan-kawan seperjuangan MAN Sukamanah angkatan 1999, Eva Noviana
B., Rika Afsari, Ratnasari, Imam Gumelar R., dan juga FOSIL KAHAZEFA.
14. Yayan Bunyamin (Amin) dan Ahmad Ubaidillah Hasbillah, yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membantu menjelaskan, saat penulis
kesulitan mencari maksud-maksud tertentu yang dibahas dalam skripsi ini.
15. Ustadz-Ustadzah Pondok Pesantren Al-Ma‘mur Rancabolang Wargakerta
Sukarame Kab. Tasikmalaya.
iii
16. Kawan-kawan HIMALAYA (Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya), tempat
penulis belajar berorganisasi sekaligus tempat bercanda dan bersenda gurau
khususnya: Kang Ahfaz, Akmal, Eno, Cucu, Asep Muhsin, Asep TM,
Dadan, Ana Mulyana, Nita Muti‘ah, Indra, Tatang, Dekus, Luthfi, Adi, dan
yang lainnya, yang selalu mendo‘akan dan memotivasi penulis.
17. Kawan-kawan LSI (Lembaga Survei Indonesia), Area Jawa Barat & JakartaBanten, Kang Zezen, Ridwan, Nurbadruddin (Uun), Abre, Soleh.
18. Ba Marlin di PPIM (Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat).
19. Kawan-kawan TH-B 2002, Jalal, Sofwan, Asep BT, Saefuddin, Husen.
20. Semua pihak yang tidak tertulis, yang selalu mendengarkan keluh-kesahku
dan memberikan saran-saran dalam pembuatan skripsi ini.
Tulisan ini jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi, bahasa, penulisan
dan sebagainya. Oleh sebab itu, dengan keterbukaan hati, penulis menerima kritik
dan saran yang membangun.
Terakhir hanya kepada Allah penulis pasrahkan, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat adanya, dan juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan skripsi ini, semoga Allah membalas dengan yang lebih baik. Amin.
Jakarta, 2 Juni 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .....................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................................
i
ii
v
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...............................................................
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...........................................
C. Tujuan Penelitian..........................................................................
D. Tinjauan Pustaka ..........................................................................
E. Metode Penelitian .........................................................................
F. Sistematika Penulisan ...................................................................
1
7
8
8
9
11
BAB II SEKILAS TENTANG KITAB IRSYÂD AL-‘IBAD ILÂ SABÎL
AL-RASYÂD
A. Biografi Pengarang
1. Sketsa Kehidupannya ..............................................................
2. Karya-karyanya .......................................................................
B. Tinjauan Kitab Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd
1. Format Kitab ...........................................................................
2. Metode Penulisan Kitab ..........................................................
3. Isi Kitab...................................................................................
4. Kandungan Hadis ....................................................................
12
14
15
16
17
18
BAB III ANALISA HADIS-HADIS BAB GÎBAH
A. Hadis Kesatu ............................................................................... 23
B. Hadis Kedua ................................................................................ 42
C. Hadis Ketiga................................................................................ 57
D. Hadis Keempat ............................................................................ 62
E. Hadis Kelima............................................................................... 71
F. Hadis Keenam ............................................................................. 78
G. Hadis Ketujuh ............................................................................. 88
H. Hadis Kedelapan ......................................................................... 102
I. Hadis Kesembilan ....................................................................... 111
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 123
B. Saran-saran ................................................................................... 124
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 125
LAMPIRAN ................................................................................................... 129
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Di bawah ini daftar huruf Arab dan transliterasinya dalam huruf latin,
sesuai Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Jakarta:
CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, h. 46-51).
Padanan Aksara
Huruf Arab
ا
ب
ت
ث
ج
ح
خ
د
ذ
ر
ز
س
ش
ص
ض
ط
ظ
ع
غ
ف
ق
ك
ل
م
ن
و
ھـ
ء
ي
Huruf Latin
Keterangan
tidak dilambangkan
be
Te dan es
es
je
ha dengan garis di bawah
ka dan ha
de
de dan zet
er
zet
es
es dan ye
es dengan garis di bawah
de dengan garis di bawah
te dengan garis di bawah
zet dengan garis di bawah
koma terbalik diatas hadap kanan
ge dan ha
ef
ki
ka
el
em
en
we
ha
apostrof
ye
b
ts
s
j
h
kh
d
dz
r
z
s
sy
s
d
t
z
‘
gh
f
q
k
l
m
n
w
h
`
y
Vokal
Vokal dalam Bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
untuk Vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
vi
Vokal Tunggal
Tanda Vokal Arab
- َ◌ -- ِ◌ -- ُ◌ --
Tanda Vokal Latin
a
i
u
Keterangan
fathah
kasrah
dammah
Tanda Vokal Latin
ai
au
Keterangan
a dan i
a dan u
Tanda Vokal Latin
â
î
û
Keterangan
a dengan topi di atas
i dengan topi di atas
u dengan topi di atas
Vokal Rangkap
Tanda Vokal Arab
ي- َ◌ - و- ِ◌ -Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab
ـَ ـ ﺎ
ـ ـ ـ ـِ ـ ـ ﻲ
ـ ـ ـ ـُ ـ ـ ـ ﻮ
Kata Sandang
Kata sandang yang dalam Bahasa Arab dilambangkan dengan huruf ( ),
dialih-aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qamariyyah. Contoh
= al-syamsiyyah,
= al-qamariyyah.
Syaddah (Tasydîd)
Dalam alih-aksara, tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda tasydîd itu. Tetapi hal ini tidak berlaku
jika huruf yang menerima tasydîd itu terletak setelah kata sandang yang diikuti
huruf-huruf samsiyyah maupun qamariyyah. misalnya, kata ا ﻟ ﻀ ﺮ و ر ةtidak ditulis
ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.
g. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. begitu juga jika ta marbûtah tersebut
diikuti kata sifat (na‘t). Namun jika ta marbûtah diikuti kata benda (ism), maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.
= tarîqah,
= al-Jâmi‘ah al-Islâmiyah,
= Wahdât
contoh:
al-Wujûd.
h. Huruf Kapital
Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya . Contoh
= al-Bukhâri, bukan Al-Bukhârî.
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hadis ataupun sunnah merupakan sumber ajaran yang kedua setelah alQur‘ân. Al-Qur`an dan hadis satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Al-Qur`an
memuat ajaran-ajaran yang masih global, sedangkan hadis merupakan penjelasan
terhadap kandungan al-Qur`an. Tanpa menggunakan hadis, ajaran Islam tidak
dapat dimengerti dan diamalkan. Dapatkah melakukan salat, zakat, puasa, haji,
tanpa ada tuntunan yang rinci dari hadis? Jelas semuanya tidak mungkin.
Kedudukan hadis/sunnah sebagai sumber ajaran Islam didasarkan pada
ayat-ayat al-Qur`an, di antaranya sebagai berikut:
(
٩ : /
)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur`an
) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”. (al-Nisâ`/4: 59)1
(
: /
) ..........
“Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul, melainkan untuk
ditaati dengan izin Allah”…. (al-Nisâ`/4: 64).2
1
Departemen Agama (Depag) RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Gema
Risalah Press. tt). h. 128.
2
Departemen Agama (Depag) RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya, h. 129.
2
(
:
/
)
.
“Barang siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah
mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka
kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”. (alNisâ`/4: 80).3
......
(٥ ٩ :٧ /
) ..........
1
….“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan
apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah”….. (al-Hasyr/ 59: 7).4
)
(٩
:
/
“Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat
Allah) dengan terang”. (al-Mâ`idah/5: 92).5
Dengan petunjuk ayat-ayat di atas, maka jelaslah bahwa hadis atau sunnah
Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam di samping al-Qur`an. Orang
yang menolak hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam berarti orang itu
menolak petunjuk-petunjuk al-Qur`an .6
Hadis pada umumnya oleh para ulama diartikan seperti sunnah sebagai
“segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad Saw., baik ucapan,
3
Departemen Agama (Depag) RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya, h. 132.
Departemen Agama (Depag) RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya, h. 916.
5
Departemen Agama (Depag) RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya, h. 177.
6
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h.
9. Lihat Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, h. 37.
4
3
perbuatan dan taqrîr7 (ketetapan), maupun sifat fisik dan psikis, baik sebelum
beliau menjadi Nabi maupun sesudahnya”.8
Dari segi periwayatannya hadis Nabi berbeda dengan al-Qur`an, ayat-ayat
al-Qur`an diriwayatkan secara mutawatir,9 sedangkan untuk hadis Nabi, sebagian
periwayatannya berlangsung secara mutawatir, dan sebagian lagi berlangsung
secara ahad.10 Karena itu orisinalitas al-Qur`an tidak perlu disangsikan lagi
sehingga tidak perlu dilakukan penelitian. Akan halnya dengan hadis Nabi yang
berkategori ahad, masih butuh bahkan harus dilakukan penelitian. Dengan
penelitian akan diketahui apakah hadis yang bersangkutan dapat dipertanggung
jawabkan periwayatannya, berasal dari Nabi atau tidak?
Pada waktu Nabi masih hidup ketika ada berita yang meragukan, dapat
ditanyakan kepada Nabi langsung, sehingga dapat ditemukan jawabannya.
Namun, setelah Nabi wafat, tidak dapat dilakukan. Untuk melakukan pengecekan
berita yang bersumber dari Nabi, para sahabat terkadang mempertanyakan sahabat
lain apakah ia mendengar berita itu dari Nabi. Sebagai contoh, ketika Umar
mendapatkan berita dari tetangganya bahwa Nabi telah menceraikan istri-istrinya,
‘Umar langsung menghadap Nabi. Tetapi setelah ditanyakan kepada Nabi,
7
Taqrîr adalah segala sesuatu yang muncul dari sementara sahabat yang diakui
keberadaannya oleh Nabi SAW., baik berupa ucapan maupun perbuatan dengan cara diam tanpa
pengingkaran atau persetujuan dan keterusterangan beliau menganggapnya baik bahkan
menguatkannya. Lihat Muhammad 'Ajaj Al-Khathib, Ushul Al-Hadits Pokok-pokok Ilmu Hadits.
Penerjemah H.M. Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998), h. 34.
8
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1994), h. 121.
9
Mutawatir adalah berita yang diriwayatkan oleh orang banyak pada setiap tingkat
periwayat, mulai dari tingkat sahabat sampai mukharrij, yang menurut ukuran rasio dan kebiasaan,
mustahil yang jumlahnya banyak itu bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta. Lihat Ismail,
Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 3.
10
Ahad adalah hadis yang periwayatnya tidak mencapai tingkat mutawatir. Lihat Ismail,
Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 3.
4
ternyata Nabi hanya bersumpah untuk tidak mengumpuli istri-istrinya selama satu
bulan.11
Semakin jauh dari masa Nabi sebagai sumber hadis, semakin bertambah
jumlah periwayat hadis dari Nabi. Kesenjangan antara wafatnya Nabi dengan
pembukuan hadis, menyebabkan maraknya upaya-upaya pemalsuan hadis.12
Pada mulanya faktor yang mendorong seseorang melakukan pemalsuan
hadis adalah kepentingan politik. Pada masa itu, telah terjadi pertentangan politik
antara ‘Alî bin Abî Tâlib dan Mu‘âwiyah bin Abî Sufyân. Para pendukung
masing-masing tokoh melakukan berbagai upaya untuk memenangkan perjuangan
mereka. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh sebagian dari mereka itu ialah
pembuatan hadis-hadis palsu.13
Para ulama mencatat sekurang-kurangnya ada enam motivasi pemalsuan
hadis,14 yaitu:
1. Motivasi politik
2. Pendekatan kepada Allah
3. Menodai Islam
4. Menjilat penguasa
5. Mencari rezeki
6. Mencari popularitas
Selain itu ada juga karena panatisme terhadap madzhab.
Mengingat bahwa hadis sebagai sumber ajara Islam setelah al-Qur`ân, dan
semakin banyak bertebaran hadis-hadis palsu, maka penelitian terhadap hadis
11
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h.1-2.
Usman Sya’roni, Otentisitas Hadis Menurut Ahli Hadis dan Kaum Sufi, (Jakarta: Pustaka
Firdaus), h. 16.
13
Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 13.
14
Yaqub. Kritik Hadis, h. 82.
12
5
menjadi sangat penting. Tanpa dilakukan penelitian, maka hadis Nabi akan
bercampur aduk dengan yang bukan hadis, dan ajaran Islam akan dipenuhi oleh
berbagai hal yang menyesatkan umat.
Selain itu, penelitian kualitas hadis perlu dilakukan, bukan berarti
meragukan hadis Nabi Saw., tetapi melihat keterbatasan periwayat hadis sebagai
manusia, yang adakalanya melakukan kesalahan, baik karena lupa maupun karena
didorong oleh kepentingan tertentu. Keberadaan periwayat hadis sangat
menentukan kualitas hadis, baik kualitas sanad maupun kualitas matan.15
Tujuan pokok penelitian hadis adalah untuk mengetahui kualitas hadis.
Kualitas hadis sangat perlu diketahui dalam hubungannya dengan kehujahan
hadis, apakah dapat diterima (maqbûl) atau ditolak (mardûd).
Dalam meneliti dan mengkaji suatu hadis para ulama menerapkan dua
metode yaitu: pertama, kritik sanad atau kritik ekstern (naqd sanad/naqd alkhârijî) yang berkaitan dengan sanad atau rangkaian periwayat. Yang kedua kritik
matan atau kritik intern (naqd al-matn/naqd al-Dâkhilî). Dan yang pertama, kritik
sanad dikenal dengan istilah takhrîj hadis.
Para ulama ahli hadis merumuskan kriteria-kriteria baik yang berkaitan
dengan matan maupun silsilah periwayatan (sanad), bahwa hadis yang dinyatakan
sahih apabila ia diriwayatkan dengan sanad yang bersambung kepada Nabi Saw.,
sanad itu terdiri dari periwayat yang ‘adil (memiliki integritas moral), dabt
(memiliki kapasitas intelektual), sementara dalam sanad atau matannya tidak
terdapat ‘illah (kecacatan samar), dan sudzudz (berlawanan dengan hadis lain
yang lebih unggul kualitasnya).
15
h. 3-4.
Bustamin dan M. Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: Rajawali Pers 2004).
6
Allah Swt. telah melarang berbuat gîbah (menggunjing)
atau
menceritakan keburukan orang lain, sebagaimana yang dijelaskan dalam surah alHujurât/49: 12 berikut:
(
: /
)
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.
(al-Hujurât/49: 12).16
Ayat tersebut menyatakan hanya sebatas larangan menggunjing (gîbah),
tanpa menjelaskan apa itu gîbah dan bagaimana akibatnya apabila melakukannya.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu pungsi hadis, yaitu menjelaskan alQur`ân yang masih global. Dalam sebuah kitab karya Syaikh Zain al-Dîn alMalîbârî bernama kitab Irsyâd al-Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd, yang cukup terkenal
dikalangan pesantren salaf (tradisional), terdapat pembahasan mengenai gîbah.
Dalam pembahasan tersebut terdapat beberapa hadis Nabi, yang berkaitan dengan
gîbah. Namun, apakah hadis-hadis tersebut dapat dijadikan hujjah?.
Dalam mengutip hadis-hadis Nabi Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî tidak
mencantumkan sanad secara lengkap dan tidak mencantumkan kualitas hadisnya.
Hal tersebut dapatlah dimengerti karena kitab Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd
bukanlah kitab asli yang bersanad.
16
Departemen Agama (Depag) RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya, h. 847.
7
Melihat keadaan tersebut, penulis ingin meneliti hadis-hadis bab gîbah
yang ada pada kitab Irsyâd al-‘Ibâd, yaitu dengan melakukan kritik sanad atau
takhrîj hadis. Karena dengan ilmu ini, kita dapat mengetahui apakah suatu hadis
itu benar-benar datang dari Nabi Saw.? Dan siapa saja yang ikut terlibat dalam
rangkaian periwayatan hadis itu sampai kepada Nabi?
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas itulah yang menarik
perhatian dan alasan penulis untuk menulis skripsi dengan judul: “Studi Kualitas
Sanad Hadis Bab Gîbah; Kitab Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengkaji dan meneliti kitab Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd berarti
tidak terlepas dari penelitian hadis-hadis yang terdapat dalam kitab tersebut. Hadis
yang terkandung di dalamnya dikelompokkan pada 44 bab, jika penulis
melakukan penelitian seluruhnya akan memakan waktu dan halaman yang
banyak. Maka, dalam penelitian ini penulis hanya akan meneliti hadis-hadis bab
gîbah.
Supaya lebih terarah dalam pembahasan skripsi ini, penulis merasa perlu
memberikan pembatasan dalam penelitian, yaitu:
1. Hadis-hadis yang akan diteliti sanadnya adalah hadis-hadis yang
terdapat dalam bab gîbah yang berjumlah 9 hadis.
2. Teks hadis yang digunakan dalam penelitian ini bersumber pada Kitab
Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd.
8
Atas dasar permasalahan tersebut di atas, maka dirumuskan masalah
pokok, bagaimana kualitas hadis-hadis gîbah dalam kitab Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl
al-Rasyâd?.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan skripsi ini yaitu:
1. Untuk mengetahui sanad atau jalur periwayatan, identitas periwayat,
dan metode periwayatan hadis-hadis bab gîbah.
2. Untuk mengetahui kualitas hadis-hadis bab gîbah.
3. Guna melengkapi salah satu persyaratan pada program S1 Fakultas
Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam meraih gelar S.Th.I. (Sarjana Theologi Islam).
D. Tinjauan Pustaka
Penulis menelusuri skripsi yang membahas tentang gîbah dan Kitab Irsyâd
al‘-Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd, terutama yang terdapat di Fakultas Ushuluddin.
Penelusuran membuahkan hasil di antaranya:
1. Nur Hayati, dengan judul skripsi: “Takhrij Hadis-Hadis Fadilah Hari ‘Asyûra”
Dalam Kitab Irsyâd al-‘Ibâd dan kitab Tanbîh al-Ghâfilîn.
2. Eneng Maria Ulfah, dengan Judul: “Etika Menjaga Lisan dalam al-Qur`ân
Surat al-Nisâ ayat 114 dan al-Hujurât ayat 11”.
9
3. Siti Fatimah, dengan judul: “Etika Pergaulan umat Islam dalam al-Qur`ân
(Tinjauan Surat al-Hujurât ayat 6-13).
4. Ahmad Fadhlah, dengan judul: Kajian Hadis-hadis sumpah palsu dalam kitab
Irsyâd al‘-Ibâd Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî.
5. Suryadinata, dengan judul: Infotaiment dan Ghibah: Studi Atas Sanad dan
Matan Hadis larangan Ghibah.
Dari hasil penelusuran tersebut, skripsi yang ditulis oleh Nur Hayati dan
Ahmad Fadhlah, sama dalam kitabnya, sedangkan pembahasannya berbeda. Yang
ditulis oleh Eneng Maria Ulfah, Siti Fatimah, jelas berbeda karena mereka
bertolak dari ayat al-Qur`an. Yang ditulis Suryadinata menyamakan Infotainment
dengan gîbah. Sedangkan penulis akan meneliti sembilan hadis yang ada pada bab
gîbah. Dan penulis hanya meneliti sanad-sanadnya, tanpa memberikan penjelasan
mengenai matannya.
E. Metode Penelitian
Dalam melakukan pengkajian dan penelitian hadis-hadis yang terdapat
dalam Kitab Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd, penulis sepenuhnya melakukan
telaah kepustakaan (library research). Sumber utama penelitian adalah Kitab
Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd.
Kitab yang menjadi rujukan utama penulis dalam penelitian adalah kitabkitab matan, di antaranya adalah: Kitab Sahîh al-Bukhârî, Sahîh Muslim, Sunan
Abî Dâwud, Sunan al-Tirmidzî, Sunan al-Nasâ`î, Sunan Ibn Mâjah, Sunan alDârimî, Muwatta Mâlik, Musnad Ahmad, Maudû’at, dan kitab lainnya.
10
Dalam penelusuran periwayat hadis penulis melakukan inventarisasi
melalui Kitab Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl karya al-Mizi, Tahdzîb alTahdzîb karya Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Mîzân al-‘Itidâl
karya Abu Abdullah
Muhammad Ahmad al-Dzahabi, Lisân al-Mîzân karya Ahmad ibn ‘Ali Ibn Hajar
al-‘Asqalânî, al-Jarh wa al-Ta‘dîl karya ‘Abd al-Rahman bin Abî Hâtim al-Râzî,
Siyaru A‘lâm al-Nubalâ karya Abdullah Muhammad Ahmad al-Dzahabî, dan
kitab lainnya.
Pembahasan dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis, yaitu melalui
pengumpulan data dan beberapa pendapat ulama dan pakar, untuk kemudian
diteliti dan dianalisa sehingga menjadi sebuah kesimpulan. Dan penulis
menggunakan metode induktif, yaitu proses berfikir yang bertolak dari satu atau
sejumlah data secara khusus kemudian diambil kesimpulan secara generalisasi.
Proses pengambilan sumber dan pengolahannya yang dilakukan penulis
secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Men-takhrîj hadis dengan menggunakan dua cara, yaitu: Pertama,
melalui awal matan dengan menggunakan Kitab al-Jâmi‘ al-Sagir fî
Ahâdîts al-Basyîr wa al-Nadzîr karya Jalâl al-Dîn ‘Abd al-Rahman bin
Abi Bakr al- Suyûtî dan kitab Mausû‘ah Atrâf al-Hadîts al-Nabawî alSyarîf karya Abû Hajir Muhammad al-Sa‘îd bin Basyunî Zaglûl.
Kedua, melalui kata-kata mufradat dalam matan hadis dengan
menggunakan kitab al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfâz al-Hadîts alNabawi karya A.J. Wensinck dan J.P. Mensing.
2. Melakukan i’tibar (menyertakan sanad-sanad yang lain), agar terlihat
secara jelas rangkaian sanad, nama-nama periwayat sehingga akan
11
terlihat ada atau tidaknya pendukung yang berstatus muttabi‘ dan
syahid.
3. Kritik sanad, yaitu menelusuri data setiap periwayat, menilai
keadaanya, hubungan guru dan murid.
4. Dalam
menilai
kualitas para periwayat
hadis, penulis akan
menyandarkan pada komentar ulama hadis, seperti: Abû Hatim, Ibnu
Hajar, al-Dzahabî, Ibnu Hibbân.
5. Jika terdapat perbedaan pendapat dalam sebuah penilaian, maka
penulis akan mengikuti kaidah al-jarh wa al-ta’dîl yang sudah
disepakati oleh jumhur muhadditsîn.
Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu pada buku Pedoman
Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2006/2007, dan Pedomam Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi) terbitan CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cetakan II tahun
2007.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis membaginya dalam empat bab, dimana
setiap babnya mempunyai spesifikasi dan penekanan mengenai topik tertentu,
yaitu:
Bab pertama pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah yang
menjadi pokok dalam skripsi ini, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
12
Bab kedua merupakan pembahasan mengenai Kitab Irsyâd al-`Ibâd ilâ
Sabîl al-Rasyâd, yang meliputi biografi singkat Zain al-Dîn al-Malîbârî, format
kitab, metode penulisan kitab, serta kandungan hadis.
Bab ketiga pembahasan kualitas hadis-hadis bab gîbah yang terdapat
dalam kitab Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd karya Zain al-Dîn al-Malîbârî,
sebanyak 9 hadis.
Bab keempat merupakan penutup, yang meliputi kesimpulan dan saransaran.
BAB II
SEKILAS TENTANG KITAB IRSYÂD AL-‘IBÂD ILÂ SABÎL AL-RASYÂD
A. Biografi Pengarang
1. Sketsa kehidupannya
Nama lengkap pengarang kitab ini adalah al-Syaikh Zain al-Dîn ibn
‘Abd al-‘Azîz bin Zain al-Dîn al-Malîbârî.1 Penggunaan nisbah al-Malîbârî
adalah menjelaskan bahwa Zain al-Dîn berasal dari Malibar, sebuah kota
yang berada di India selatan.
Tidak dapat diketahui secara pasti, kapan Syaikh Zain al-Dîn alMalîbârî dilahirkan. Umar Rida Khalalah dalam karya besarnya hanya
mampu menginformasikan tahun wafatnya, yaitu pada tahun 1579 M/ 987
H.2 dan di makamkan di pinggiran kota Ponani, India.
Dengan adanya informasi tahun wafatnya, paling tidak diprediksi
tahun kelahirannya. Yakni, bila standar manusia berkisar 63 tahun misalnya,
maka dapat diperkirakan bahwa beliau diperkirakan lahir tahun 924 H atau
1514 M. Dilihat dari konteks masa hidup Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî,
abad ke-16 Masehi, maka dapat dipastikan bahwa beliau mengalami masa
pemerintahan dinasti Mughal India, mulai Babur (1504-1530), Hamayun
(1530-1604), dan Akbar Agung (1556-1604).3
Syekh Zain al-Dîn merupakan keturunan bangsa Arab. Ia dikenal
pula dengan nama Makhdum Thangal. Julukan ini dikaitkan dengan daerah
1
Khairi al-Dîn al-Ziraklî, al-‘Alâm Qamûs Tarâjum, Li Asyhûr al-Rijâl wa al-Nisâ` min al‘Arabî wa al-Musta‘ribîn al-Mustasyriqîn, Juz 3 (Beirût: Dâr al-‘Ilmi li al-Malâyîn, 1989), h. 64.
2
Umar Ridâ Kahâlah, Mu‘jam al-Mu`allifîn, jilid 1 (Beirût: Mu`asasah al-Risâlah, 1993), h.
741.
3
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005). h. 147-149.
12
13
tempat dirinya tinggal. Ada yang menyebutnya dengan nama Zain al-Dîn
Makhdum, atau Zain al-Dîn Thangal atau Makhdum Thangal. Julukan ini
mencerminkan keutamaan dan penghormatan masyarakat setempat kepada
dirinya.4
Masjid Agung Ponani atau Funani, adalah masjid Agung yang
pertama kali dibangun oleh Makhdum Thangal. Tidak seperti masjid masa
kini, Masjid Agung Ponani ini menggabungkan arsitektur lokal dengan
arsitektur Hindu. Hal ini dikarenakan, Islam masuk ke India yang dibawa
oleh pedagang Arab yang datang melalui laut dan diterima oleh raja-raja
Hindu setempat. Makam Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbari terletak di samping
masjid.5Tak hanya arsitektur masjid, masyarakat Muslim di India ini juga
mengadopsi gaya bangunan, pakaian dan makanan dengan menyesuaikan
pada kondisi yang ada.
Seperti kebanyakan ulama lainnya, Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî
juga dikenal sebagai ulama yang sangat tegas, kritis, konsisten, dan memiliki
pendirian yang teguh. Ia pernah menjadi seorang hakim dan penasehat
kerajaan, dan diplomat.
Syaikh Zain al-Dîn hidup dalam keluarga tradisi agamis dan berasal
dari keturunan terhormat dan disegani. Hal ini dibuktikan, bahwa kakeknya
yang bernama Zain al-Dîn Ibn ‘Ali merupakan ulama besar yang banyak
menghasilkan karya tulis, diantaranya sangat populer dalam tradisi
4
http://www.alkisah.web.id/search?max-results=100, diakses tanggal 25 Mei 2010, jam
10.19 WIB.
5
http://www.aswaja.net/aswaja-blogger/1010 , diakses tanggal 25 Mei 2010, jam 10.19
WIB.
14
tasawuf.6Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî, selain dikenal sebagai ulama fikih
(Syafi‘i), ia juga dikenal sebagai ahli tasawuf, sejarah dan sastra.
2. Karya-karyanya
Di antara karya yang dihasilkannya:
1. Fath al-Mu’în (pintu pertolongan), adalah syarah (komentar) atas kitab
Qurrat al-‘Ain Hidayat al-Azkiyâ ilâ Tarîq al-Auliyâ.
2. Irsyâd al-Ibâd ilâ Sabîli al-Rasyâd. Dan kitab ini telah di-syarh-i atau
dikomentari oleh Syaikh Ihsan Jampes dengan judul: Manâhij alImdâd, terbit pada tahun 1940 setebal + 1088 halaman, mengulas
tentang tasawuf.7
3. Tuhfat al-Mujâhidîn.
4. Mukhtasar fî Ahâdîts Dzikr al-Maut.
5. Ihkam Ahkam al-Nikâh.
Kitab Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd, telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Jawa oleh Misbah b. Zain al-Mustafa.8Dan untuk
memudahkan para pembaca yang tidak bisa membaca kitab kuning yang
tidak berbaris, sudah ada usaha penerjemahan Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl alRasyâd oleh H. Mahrus Ali9 dan H. Salim Bahreisy.10
6
Al-Ziraklî, al-‘Alâm Qamûs Tarâjum, Li Asyhûr al-Rijâl wa al-Nisâ` min al-‘Arabî wa alMusta‘ribîn al-Mustasyriqîn, h. 64.
7
Syaikh Ihsan Jampes, Irsyâd al-Ikhwân fî Bayân al-Hukm al-Qahwah al-Dukhân.
Penerjemah Ali Murtadho dan Mahbub Dje (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2009), h. xxiii.
8
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia (Bandung: Mizan. 1995). h. 165.
9
Zain al-Dîn Ibn ‘Abd al-‘Azîz bin Zain al-Dîn al-Malîbârî, Irsyâd al‘-Ibâd ilâ Sabîl alRasyâd. Penerjemah H. Mahrus Ali. (Surabaya: Mahkota,t.t.).
10
Al-Malîbârî, Irsyâd al‘-Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd. Penerjemah H. Salim Bahreisy.
(Surabaya: Darussagaf-PP Alawy, t.t.).
15
B. Tijauan Kitab Irsyâd al-Ibâd ilâ Sabîli al-Rasyâd
1. Format Kitab
Pada umumnya Kitab Kuning yang berbahasa Arab klasik yang
dipelajari di Pesantren di Indonesia adalah kitab komentar (syarh, Indonesia
Jawa : syarah) atau komentar atas komentar (hasyiah) atas teks yang lebih
tua (matn, matan). Edisi cetakan dari karya-karya klasik ini biasanya
menempatkan teks yang di-syarah-i atau di-hasyiah-i dicetak di tepi
halamannya, sehingga keduanya dapat dipelajari sekaligus.11
Akan tetapi berbeda dengan Kitab Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl alRasyâd. Secara format penulisan, sama dengan kitab kuning lainnya.
sedangkan dari segi isinya, Kitab Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd
bukanlah kitab syarh atau penulisan kembali. Tetapi
merupakan kitab
ringkasan (mukhtasar)/ kutipan dari dua buah kitab, yaitu Kitab al-Zawâjir
dan Mursyid al-Tullâb. Sedangkan pinggirnya merupakan ringkasan
(mukhtasar) Ahâdîts Dzikr al-Maut. 12
Kitab Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd layaknya kitab klasik yang
paling umum di pakai di pesantren sedikit lebih kecil dari kertas kuarto,
dengan ukuran 18x26 cm., 128 halaman, dan tidak di jilid. Kitab ini
mempunyai ciri khas khusus yaitu desain sampul dan warnanya yang polos,
terdiri dari dua warna dan tidak mengikuti perkembangan dunia percetakan.
Selain itu, hampir seluruh sampul kitab kuning tidak dihiasi dengan back
ground gambar yang melukiskan ide dasar isi buku. Pada umumnya di
11
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia, h. 141.
12
Al-Malîbârî, Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd (Surabaya: Dâr Ihyâ` al-Kitab al‘Arabiyah, t.t.), h. 2.
16
pesantren tradisional, kitab seperti ini dinamai dengan kitab kuning, karena
memang kitab seperti ini di cetak di atas kertas berwarna kuning. Lembaranlembaran (koras-koras) tak terjilid dibungkus kulit sampul, sehingga para
santri dapat membawa hanya beberapa halaman yang kebetulan sedang
dipelajari saja. Ini adalah karakteristik fisik lain yang umumnya
mengandung makna simbolik, ia membuat kitab tersebut tampak lebih
klasik. Kitab yang ditulis pengarang modern, penerjemah atau pensyarah
modern tidak pernah dibuat mengikuti format ini. Banyak pemakai kitab
klasik yang sangat mengaitkan karakteristik ini dengan kitab klasik, dan
penerbit mengikuti saja selera konsumennya. Sebagian penerbit bahkan
mencetak kitab di atas kertas berwarna kuning (yang diproduksi khusus
untuk mereka, oleh beberapa perusahaan Indonesia) karena tampaknya kitab
berwarna kuning ini juga menjadi lebih klasik di pikiran para pemakainya.13
2. Metode penulisan kitab
Masing-masing kitab klasik berbeda satu sama lain dalam hal
penyajian. Bila dilihat dari segi makna dapat dibagi menjadi: 14
1. Kitab Kuning yang berbentuk penawaran atau penyajian secara naratif
seperti: Sejarah, tafsir, syarah hadis dan lain-lain.
2. Menyajikan kaidah-kaidah keilmuan seperti: Nahwu, balagah, mustalah,
mantiq, dan lain-lain.
13
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia, h. 142.
14
Ahmad Fadhlah,”Kajian Hadis-hadis Sumpah palsu Dalam Kitab Irsyâd al-‘IbâdKarya
Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 17.
17
3. Tersusun secara panjang lebar dengan argumentasi ilmiah seperti:
filsafat, tasawuf, dan lain-lain.
Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî mengambil bentuk yang pertama,
menulis dengan metode penawaran atau penyajian secara naratif dengan
bahasa yang mudah dipahami.
Bila di teliti lebih jauh lagi akan tampak bahwa Syaikh Zain al-Dîn
selain mengemukakan pokok-pokok pikirannya, beliau juga mengemukakan
dalil-dalil yang beliau sampaikan. Selain dalil ‘aqli yang sederhana beliau
juga menyertakan dalil naqli dari al-Qur`ân dan Hadis. Namun demikian
penggunaan dalil-dalil ‘aqli tersebut tidak mencapai taraf argumentatif, yang
bertentangan dengan matan, karena Syaikh Zain al-Dîn memperlakukan
matan sebagai acuan standar. Sehingga, pendapat yang ia kemukakan paling
tidak dapat memberikan batasan antara pendapatnya dengan pendapat
matan.
Sebagai contoh: pembahasan tentang gîbah, Syaikh Zain al-Dîn
memulai pembahasan dari ayat-ayat al-Qur`ân, kemudian mengungkapkan
beberapa hadis Nabi Saw., yang kualitasnya tidak diketahui. Kemudian
mengungkapkan pendapat ulama, hikayat, dan diakhiri dengan peringatan
atau komentar beliau.
3. Isi Kitab
Dalam muqaddimah-nya (Kitab Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd),
kitab ini merupakan ringkasan dari kitab al-Zawâjir dan Mursyid al-Tullâb,
karya guru besar pelita agama Syihâb al-Dîn Ahmad bin Hajar al-Haitamî
18
dan kakek kami Zain al-Dîn al-Ma‘barî. Kemudian saya tambahkan
didalamnya hadis-hadis dan masalah fikih serta hikayat-hikayat (cerita) dan
nasehat-nasehat. Diberi nama Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd (penuntun
manusia ke jalan yang baik), sambil mengharap dari Allah yang maha murah
semoga memimpin kami, dan semua manusia ke jalan yang bahagia dan
kekal, sungguh ia maha pemurah lagi pengasih.15
Bila ditelusuri point-point yang terdapat didalamnya maka dapat
digolongkan kitab ini sebagai kitab fikih sekaligus kitab akhlak. Dikatakan
demikian, karena didalamnya dibahas tentang bidang-bidang ibadat,
mu’amalat, dan akhlak yang meliputi tentang nasihat-nasihat. Seluruh
pembahasannya dikelompokkan pada 44 bab. Pada tiap bab terdapat
beberapa buah hadis.
4. Kandungan Hadis
Hadis-hadis yang ada dalam kitab Irsyâd al-‘Ibâd, hanya
mencantumkan riwayatnya saja, atau mukharrij-nya. Hal tersebut dapatlah
kita mengerti karena kitab Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd bukanlah
kitab asli yang bersanad. Begitu juga dengan kualitasnya tidak dapat
diketahui tanpa dilakukannya penelitian. hadis-hadis yang ada di kitab
Irsyâd al-‘Ibâd ada yang marfû, dan ada juga yang mauqûf. Hadisnya
kurang lebih berjumlah 1078.
Kitab Irsyâd al-`Ibâd dalam penempatan bab perbab sudah
mengalami kemajuan. Terlihat dari sistematika penyusunan bab, kitab
15
Al-Malîbârî, Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd, h. 2.
19
tersebut mengelompokkan beberapa permasalahan yang identik atau
berkaitan. Berikut ini adalah pembahasan dalam kitab Irsyâd al‘-Ibâd:
Pendahuluan:
1. Bab
: Iman (11 hadis).
Pasal : Murtad (2 hadis).
2. Bab
: Ilmu (24 hadis).
3. Bab
: Wudu‘ (5 hadis).
Pasal : Hukum wudu‘, Sunnat wudu‘, makruh dalam wudu‘.
4. Bab
: Mandi (12 hadis).
Pasal : Perkara yang mewajibkan mandi besar.
5. Bab
: Keutamaan salat wajib (22 hadis).
Pasal : Haram mengakhirkan salat dari waktu yang ditentukan (6 hadis),
Hukum-hukum salat, wajibnya salat, sunat-sunat dalam salat (14
hadis), hal yang dimakruhkan dalam salat (2 hadis), yang
membatalkan salat (6 hadis), bacaan dzikir ba‘da salat (19 hadis).
6. Bab
: Salat Sunat (52 hadis).
7. Bab
: Salat Jama‘ah (29 hadis).
Pasal : Syarat-syarat menjadi ma‘mum.
8. Bab
: Salat Jum‘at (36 hadis).
Pasal : Syarat sahnya salat Jum‘at.
9. Bab
: Pakaian dan perhiasan yang diharamkan bagi kaum lelaki dan
menyerupai dengan orang perempuan (14 hadis).
10. Bab
: Menjenguk orang sakit (15 hadis).
11. Bab
: Merintih karena kematian dan mendengarkannya (12 hadis)
20
Pasal : Bacaan untuk keselamatan dari siksa (12 hadis), Tentang sabar
terhadap musibah (9 hadis), menghibur orang yang berduka
cita/ta‘ziyah (3 hadis), ziyarah kubur (11 hadis).
12. Bab
: Zakat (12 hadis).
Pasal : Zakat emas, sedekah sunat (29 hadis), jamuan tamu (4 hadis),
zuhud (9 hadis), keutamaan fakir (11 hadis), mengungkit sedekah
(19 hadis).
13. Bab
: Puasa (18 hadis)
Pasal : Hukum puasa (10 hadis), kelebihan sepuluh hari terakhir dan
lailât al-Qadr, ‘itikaf dan bangun malam pada malam hari rayat ‘îd
al-Fitri dan ‘îd al-Adhâ (13 hadis) Puasa sunat (23 hadis), penutup
keutamaan hari Asyura` (4 hadis).
14. Bab
: Haji (6 hadis).
Pasal : Hukum-hukum haji, Fadilah kota Mekkah (11 hadis), Ziarah ke
kuburan Nabi Saw. dan fadilah ziarah ke Kota Madinah (7 hadis).
15. Bab
: Keutamaan membaca al-Qur`ân (11 hadis).
Pasal : Keutamaan sebagian surat dan ayat-ayat al-Qur`ân yang didasari
dengan hadis-hadis (34 hadis).
16. Bab
: Bacaan dzikir diwaktu pagi dan petang (23 hadis).
17. Bab
: Bacaan ketika akan tidur dan bangun daripadanya (13 hadis).
18. Bab
: Bacaan untuk sebagian keadaan (7 hadis)
19. Bab
: Dzikir yang tidak terbatas pada waktu (18 hadis).
20. Bab
: Keutamaan membaca Salawat pada Nabi Saw. (15 hadis).
21. Bab
: Syirik yang kecil yaitu riya (14 hadis).
21
22. Bab
: Sombong dan ‘ujub/membanggakan diri atas suatu perbuatan
yang dilakukan (7 hadis). Penutup: Keutamaan tawâdu‘ (10 hadis)
23. Bab
: Dengki dan iri hati (7 hadis).
24. Bab
: Marah (7 hadis).
25. Bab
: Gîbah (9 hadis).
26. Bab
: Namîmah/ Mengadu domba (7 hadis).
27. Bab
: Dusta (10 hadis).
28. Bab
: ‘Amar ma‘rûf nahyi al-Munkar (7 hadis).
29. Bab
: Kasb/ kerja (14 hadis).
Pasal : Rukun jual beli, tentang riba (7 hadis), menimbun barang dan
memisahkan antara anak dan ibu (7 hadis), tipuan dalam jual beli
(4 hadis), menjual barang dengan sumpah palsu (4 hadis),
mengurangi sukatan timbangan dan ukuran (2 hadis), lapang dada
dalam jual beli dan memaafkan orang yang menyesal (4 hadis),
hutang piutang dan mekanismenya (11 hadis), penutup memberi
waktu pada orang yang tidak punya (5 hadis).
30. Bab
: Mencela bea cukai yang melakukan pungli (9 hadis).
31. Bab
: Dâlim/Penganiayaan (18 hadis)
Pasal : Makan harta anak yatim (3 hadis), penutup memelihara anak
yatim dan janda (9 hadis), khiyanat (8 hadis).
32. Bab
: Wasiat (4 hadis).
33. Bab
: Nikah ( 15 hadis).
22
Pasal : Rukun nikah (2 hadis), hal yang terjadi antara suami dan istri (3
hadis), suami atau istri menolak hal yang lain (10 hadis), nusyûz
(15 hadis), pembagian bermalam (4 hadis).
34. Bab
: Memutuskan hubungan antara sesama muslim/boikot (5 hadis)
35. Bab
: Durhaka terhadap kedua orangtua (9 hadis)
Penutup : Berbakti kepada kedua orangtua (7 hadis).
36. Bab
: Memutuskan hubungan kekerabatan (6 hadis), Penutup (9 hadis).
Pasal : Hak budak sahaya (12 hadis), hak-hak tetangga (16 hadis).
37. Bab
: Pembunuhan (14 hadis).
38. Bab
: Jihad (28 hadis)
Pasal : berjalan di jalan Allah (8 hadis), Lari dari medan perang (6
hadis), gulûl/khianat/korupsi (9 hadis).
39. Bab
: Perdukunan, mengadu nasib, tebak menebak, tenung (sihir), ilmu
nujum dan mencari nasib dengan burung (9 hadis).
40. Bab
: Zina (14 hadis), Penutup: tentang zina mata, tangan dan
meneyendiri dengan wanita bukan mahram/ajnabiyah (16 hadis).
Pasal : Liwat atau pelacur laki-laki dengan laki-laki (9 hadis), penutup
al-Sihâq atau pelacur wanita dengan wanita (2 hadis), Menuduh
berzina orang yang sopan dengan zina atau liwât (3 hadis).
41. Bab
: Minum khamr (20 hadis), penutup tentang makan ganja (2 hadis)
42. Bab
: Sumpah Palsu (5 hadis).
43. Bab
: Saksi Palsu (4 hadis).
44. Bab
: Taubat (10 hadis).
Penutup
: Khauf atau Takut kepada Allah (11 hadis), dan Raja‘ (8 hadis).
23
BAB III
ANALISA HADIS-HADIS BAB GÎBAH
A. Hadis Pertama (Pengampunan yang menggîbah)
1
.
Artinya:
“Diriwayatkan oleh Baihaqî, al-Tabranî, Abû al-Syaikh, Ibn Abî
Dunyâ, dari Jâbir dan Abî Sa’îd. Berhati-hatilah kamu, jangan sampai
menyebut kejelekan orang lain. Sebab sesungguhnya menyebut kejelekan
orang lain lebih sulit diampuni dosanya daripada zina. Ada orang bertanya
kepada beliau: “sesungguhnya seorang lelaki terkadang berzina, lantas (dia
bertaubat) dan Allah menerima taubatnya. Dan sesungguhnya orang yang
menyebut kejelekan orang lain tidak akan diampuni dosanya sehingga
orang yang disebut kejelekannya mengampuni pada orang yang
menebarkan kejelekan itu”.
Pelacakan hadis dilakukan melalui kata-kata isim dan fi‘il yang ada dalam
matan hadis, melalui Kitab Mu‘jam al-Mufahras li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî,
tidak ditemukan hadis tersebut. Selanjutnya pelacakan dilakukan melalui awal
matan. Melalui kitab al-Jâmi‘ al-Sagîr hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Abî
al-Dunyâ dalam dzam al-gîbah dan Abû al-Syaikh dalam al-Taubîkh, keduanya
dari Jâbir dan Abî Sa‘îd.2Melalui Kitab Mausû’ah Atrâf al-Hadîts al-Nabawî alSyarîf, ditemukan data sebagai berikut:
1
Zain al-Dîn ibn ‘Abd al-‘Azîz bin Zain al-Dîn al-Malîbârî, Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl alRasyâd, bâb al-gîbah, (Surabaya: Dâr Ihyâ` al-Kitab al-‘Arabiyah, t.t.), h. 72.
2
Jalâl al-Dîn ‘Abd al-Rahmân bin Abî Bakr al-Suyûtî, al-Jâmi‘ al-Sagîr fî Ahâdîts alBasyîr wa al-Nadzîr, Juz 1, hadis no. 2919, (Beirût: Dâr al-Fikr tt), h. 450.
23
24
3
(
)
/
(
)
/
(
)
1. Teks hadis
24
Riwayat al-Tabrânî
.
(
):
:
( )
:
4
.
Riwayat Ibnu Abî al-Dunyâ
.
5
):
.(
Riwayat Abû Syaikh al-Asbihânî
(1)...
:
:
):
3
:
Abu Hajir Muhamad al-Sa‘îd bin Basyunî Zaglûl, Mausû‘ah Atrâf al-Hadîts al-Nabawî alSyarîf, Juz 4(Beirut: Dâr al-Fikr. 1989), h. 144.
4
Abî al-Qâsim Sulaimân bin Ahmad al-Tabrânî, al-Mu‘jam al-Ausât, jilid 6, hadis no 6590,
(Kairo: Dâr al-Hadîts, 1996), h. 430.
5
Abî Bakr ‘Abdullah bin Muhamad bin ‘Ubaid Ibnu Abî al-Dunyâ, al-Samt wa Adâb alLisân, bâb dzam al-gîbah wa dzamihâ, hadis no. 164, (T.tp.: Dâr al-Kutub al-‘Arabî
KITAB IRSYÂD AL-`IBÂD ILÂ SABÎL AL-RASYÂD
(Karya: Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I.)
Oleh
ABDUL AZIZ
NIM: 102034024846
PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H./2010 M.
ABSTRAK
Abdul Aziz
STUDI KUALITAS SANAD HADIS BAB GÎBAH KITAB IRSYÂD AL`IBÂD ILÂ SABÎL AL-RASYÂD (Karya: Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî)
Hadis merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur´an.
Kebenaran al-Qur´an tidak perlu diragukan lagi. Sedangkan hadis, masih perlu
dikaji lagi apakah benar bersumber dari Nabi, dikarenakan jauhnya dari masa
Nabi sebagai sumber hadis, dan semakin bertambahnya jumlah periwayat hadis.
Pada waktu Nabi masih hidup ketika ada berita yang meragukan, dapat ditanyakan
kepada Nabi langsung, sehingga dapat ditemukan jawabannya. Namun, setelah
Nabi wafat, tidak dapat dilakukan. Untuk melakukan pengecekan berita yang
bersumber dari Nabi, para sahabat terkadang mempertanyakan sahabat lain,
apakah ia mendengar berita itu dari Nabi. Mengingat hadis sebagai sumber hukum
Islam setelah al-Qur´an dan semakin banyak bertebaran hadis palsu, makan
penelitian hadis menjadi penting. Tanpa dilakukan penelitian, maka hadis Nabi
akan bercampur aduk dengan yang bukan hadis, dan ajaran Islam dipenuhioleh
berbagai hal yang menyesatkan umat.
Dalam skripsi ini yang menjadi objek penelitian tentang bab gîbah kitab
Irsyâd al‘-Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd. Dikarenakan kitab ini banyak dikaji di
pesantren-pesantren salaf (tradisional) di Indonesia, dan juga didalam kitab ini
banyak dikutip hadis-hadis tanpa disebutkan kualitasnya, sehingga perlu
dilakukan penelitian.
Studi kualitas sanad hadis atau dikenal dengan takhrîj hadits merupakan
sebuah metode untuk mengetahui kualitas hadis, apakah sampai kepada Nabi atau
tidak. Kegiatan studi sanad dimulai dari mencari teks-teks hadis beserta rincian
sanadnya, mencari biografi/ rijal hadis nya, yang mencakup tahun lahir wafatnya,
persambungan guru muridnya, penilaian ulama tentang jarh ta’dilnya. Kemudian
diambil kesimpulan bisa diterima atau tidak riwayatnya. Setelah diteliti tiap
periwayat hadis, maka disimpulkan hadis-hadis yang ada dalam Kitab Irsyâd al`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd tersebut masuk kategori sahih, hasan,ataupun da’if.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji dan syukur kehadirat Allah Swt., yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dengan izin-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Salawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada Nabi Besar Muhammad Saw., yang menjadi panutan bagi semua umat.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis merasakan berbagai hambatan dan
kesulitan. Akan tetapi, munculnya berbagai hambatan dan kesulitan terasa ringan
berkat bantuan dan dorongan berbagai pihak. Alhamdulillah, berkat bimbingan,
bantuan orang yang terlibat dan orang-orang yang berada di sekitar penulis
akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.
Dengan penuh rasa syukur, pada kesempatan ini ucapan terima kasih
penulis yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bpk. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih, M.A., Dekan Fakultas Ushuluddin,
beserta jajarannya.
2. Bpk. Dr. Bustamin, M.Si., Ketua Jurusan Tafsir-Hadis,
3. Bpk. Muhamad Rifki Fatkhi, M.A., Sekretaris Jurusan Tafsir-Hadis, atas
bimbingan dan bantuan referensinya.
4. Bpk. Dr. M. Isa H.A. Salam M.Ag., pembimbing skripsi penulis, yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing skripsi ini.
5. Seluruh staft dan dosen di Fakultas Ushuluddin, terutama dosen-dosen di
Jurusan Tafsir-Hadis yang telah berbagi ilmu kepada penulis. Semoga ilmu
yang telah diajarkan dan yang telah penulis terima bermanfaat di dunia dan
akhirat.
ii
6. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan
Utama UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Iman Jama’.
7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. H. Dudu Abdullah dan Ibunda
(Almh.) Sabitah, yang telah mendidik dan mengasuh dengan segala jerih
payah kasih sayangnya, dan selalu mendo‘akan dengan penuh keikhlasan dan
kesabaran hingga penulis dapat menempuh jenjang pendidikan dasar sampai
pendidikan tinggi.
8. Keluarga penulis, kakak; (Alm.) Muhamad Yusup, Khoerani, Ahmad Taufik
S.H.I., Nita Hendratika S.Psi., Adik: M. Sholahuddin, keponakan: M. Fauzan,
Sepupu: Husni Mubarak , atas dorongan dan do’anya.
9. Ahmad Sungkawa (Mang Cucu) dan Bi Pipah yang selalu memotivasi penulis,
dan Gibran yang selalu menghibur.
10. Keluarga besar Aki Zenal-Ema Omoh.
11. Umi, Najwa, Andri, atas do‘a dan dorongannya, dan telah memberikan
kehangatan di keluarga.
12. Yusup Panojer yang telah membantu penulis masuk UIN lewat jalur PMDK.
13. Kawan-kawan seperjuangan MAN Sukamanah angkatan 1999, Eva Noviana
B., Rika Afsari, Ratnasari, Imam Gumelar R., dan juga FOSIL KAHAZEFA.
14. Yayan Bunyamin (Amin) dan Ahmad Ubaidillah Hasbillah, yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membantu menjelaskan, saat penulis
kesulitan mencari maksud-maksud tertentu yang dibahas dalam skripsi ini.
15. Ustadz-Ustadzah Pondok Pesantren Al-Ma‘mur Rancabolang Wargakerta
Sukarame Kab. Tasikmalaya.
iii
16. Kawan-kawan HIMALAYA (Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya), tempat
penulis belajar berorganisasi sekaligus tempat bercanda dan bersenda gurau
khususnya: Kang Ahfaz, Akmal, Eno, Cucu, Asep Muhsin, Asep TM,
Dadan, Ana Mulyana, Nita Muti‘ah, Indra, Tatang, Dekus, Luthfi, Adi, dan
yang lainnya, yang selalu mendo‘akan dan memotivasi penulis.
17. Kawan-kawan LSI (Lembaga Survei Indonesia), Area Jawa Barat & JakartaBanten, Kang Zezen, Ridwan, Nurbadruddin (Uun), Abre, Soleh.
18. Ba Marlin di PPIM (Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat).
19. Kawan-kawan TH-B 2002, Jalal, Sofwan, Asep BT, Saefuddin, Husen.
20. Semua pihak yang tidak tertulis, yang selalu mendengarkan keluh-kesahku
dan memberikan saran-saran dalam pembuatan skripsi ini.
Tulisan ini jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi, bahasa, penulisan
dan sebagainya. Oleh sebab itu, dengan keterbukaan hati, penulis menerima kritik
dan saran yang membangun.
Terakhir hanya kepada Allah penulis pasrahkan, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat adanya, dan juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan skripsi ini, semoga Allah membalas dengan yang lebih baik. Amin.
Jakarta, 2 Juni 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .....................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................................
i
ii
v
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...............................................................
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...........................................
C. Tujuan Penelitian..........................................................................
D. Tinjauan Pustaka ..........................................................................
E. Metode Penelitian .........................................................................
F. Sistematika Penulisan ...................................................................
1
7
8
8
9
11
BAB II SEKILAS TENTANG KITAB IRSYÂD AL-‘IBAD ILÂ SABÎL
AL-RASYÂD
A. Biografi Pengarang
1. Sketsa Kehidupannya ..............................................................
2. Karya-karyanya .......................................................................
B. Tinjauan Kitab Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd
1. Format Kitab ...........................................................................
2. Metode Penulisan Kitab ..........................................................
3. Isi Kitab...................................................................................
4. Kandungan Hadis ....................................................................
12
14
15
16
17
18
BAB III ANALISA HADIS-HADIS BAB GÎBAH
A. Hadis Kesatu ............................................................................... 23
B. Hadis Kedua ................................................................................ 42
C. Hadis Ketiga................................................................................ 57
D. Hadis Keempat ............................................................................ 62
E. Hadis Kelima............................................................................... 71
F. Hadis Keenam ............................................................................. 78
G. Hadis Ketujuh ............................................................................. 88
H. Hadis Kedelapan ......................................................................... 102
I. Hadis Kesembilan ....................................................................... 111
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 123
B. Saran-saran ................................................................................... 124
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 125
LAMPIRAN ................................................................................................... 129
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Di bawah ini daftar huruf Arab dan transliterasinya dalam huruf latin,
sesuai Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Jakarta:
CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, h. 46-51).
Padanan Aksara
Huruf Arab
ا
ب
ت
ث
ج
ح
خ
د
ذ
ر
ز
س
ش
ص
ض
ط
ظ
ع
غ
ف
ق
ك
ل
م
ن
و
ھـ
ء
ي
Huruf Latin
Keterangan
tidak dilambangkan
be
Te dan es
es
je
ha dengan garis di bawah
ka dan ha
de
de dan zet
er
zet
es
es dan ye
es dengan garis di bawah
de dengan garis di bawah
te dengan garis di bawah
zet dengan garis di bawah
koma terbalik diatas hadap kanan
ge dan ha
ef
ki
ka
el
em
en
we
ha
apostrof
ye
b
ts
s
j
h
kh
d
dz
r
z
s
sy
s
d
t
z
‘
gh
f
q
k
l
m
n
w
h
`
y
Vokal
Vokal dalam Bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
untuk Vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
vi
Vokal Tunggal
Tanda Vokal Arab
- َ◌ -- ِ◌ -- ُ◌ --
Tanda Vokal Latin
a
i
u
Keterangan
fathah
kasrah
dammah
Tanda Vokal Latin
ai
au
Keterangan
a dan i
a dan u
Tanda Vokal Latin
â
î
û
Keterangan
a dengan topi di atas
i dengan topi di atas
u dengan topi di atas
Vokal Rangkap
Tanda Vokal Arab
ي- َ◌ - و- ِ◌ -Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab
ـَ ـ ﺎ
ـ ـ ـ ـِ ـ ـ ﻲ
ـ ـ ـ ـُ ـ ـ ـ ﻮ
Kata Sandang
Kata sandang yang dalam Bahasa Arab dilambangkan dengan huruf ( ),
dialih-aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf syamsiyyah maupun
huruf qamariyyah. Contoh
= al-syamsiyyah,
= al-qamariyyah.
Syaddah (Tasydîd)
Dalam alih-aksara, tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda tasydîd itu. Tetapi hal ini tidak berlaku
jika huruf yang menerima tasydîd itu terletak setelah kata sandang yang diikuti
huruf-huruf samsiyyah maupun qamariyyah. misalnya, kata ا ﻟ ﻀ ﺮ و ر ةtidak ditulis
ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.
g. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf
tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. begitu juga jika ta marbûtah tersebut
diikuti kata sifat (na‘t). Namun jika ta marbûtah diikuti kata benda (ism), maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.
= tarîqah,
= al-Jâmi‘ah al-Islâmiyah,
= Wahdât
contoh:
al-Wujûd.
h. Huruf Kapital
Huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya . Contoh
= al-Bukhâri, bukan Al-Bukhârî.
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hadis ataupun sunnah merupakan sumber ajaran yang kedua setelah alQur‘ân. Al-Qur`an dan hadis satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan. Al-Qur`an
memuat ajaran-ajaran yang masih global, sedangkan hadis merupakan penjelasan
terhadap kandungan al-Qur`an. Tanpa menggunakan hadis, ajaran Islam tidak
dapat dimengerti dan diamalkan. Dapatkah melakukan salat, zakat, puasa, haji,
tanpa ada tuntunan yang rinci dari hadis? Jelas semuanya tidak mungkin.
Kedudukan hadis/sunnah sebagai sumber ajaran Islam didasarkan pada
ayat-ayat al-Qur`an, di antaranya sebagai berikut:
(
٩ : /
)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu, kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur`an
) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”. (al-Nisâ`/4: 59)1
(
: /
) ..........
“Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul, melainkan untuk
ditaati dengan izin Allah”…. (al-Nisâ`/4: 64).2
1
Departemen Agama (Depag) RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Gema
Risalah Press. tt). h. 128.
2
Departemen Agama (Depag) RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya, h. 129.
2
(
:
/
)
.
“Barang siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah
mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka
kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”. (alNisâ`/4: 80).3
......
(٥ ٩ :٧ /
) ..........
1
….“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan
apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah”….. (al-Hasyr/ 59: 7).4
)
(٩
:
/
“Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat
Allah) dengan terang”. (al-Mâ`idah/5: 92).5
Dengan petunjuk ayat-ayat di atas, maka jelaslah bahwa hadis atau sunnah
Nabi Muhammad merupakan sumber ajaran Islam di samping al-Qur`an. Orang
yang menolak hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam berarti orang itu
menolak petunjuk-petunjuk al-Qur`an .6
Hadis pada umumnya oleh para ulama diartikan seperti sunnah sebagai
“segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad Saw., baik ucapan,
3
Departemen Agama (Depag) RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya, h. 132.
Departemen Agama (Depag) RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya, h. 916.
5
Departemen Agama (Depag) RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya, h. 177.
6
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h.
9. Lihat Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, h. 37.
4
3
perbuatan dan taqrîr7 (ketetapan), maupun sifat fisik dan psikis, baik sebelum
beliau menjadi Nabi maupun sesudahnya”.8
Dari segi periwayatannya hadis Nabi berbeda dengan al-Qur`an, ayat-ayat
al-Qur`an diriwayatkan secara mutawatir,9 sedangkan untuk hadis Nabi, sebagian
periwayatannya berlangsung secara mutawatir, dan sebagian lagi berlangsung
secara ahad.10 Karena itu orisinalitas al-Qur`an tidak perlu disangsikan lagi
sehingga tidak perlu dilakukan penelitian. Akan halnya dengan hadis Nabi yang
berkategori ahad, masih butuh bahkan harus dilakukan penelitian. Dengan
penelitian akan diketahui apakah hadis yang bersangkutan dapat dipertanggung
jawabkan periwayatannya, berasal dari Nabi atau tidak?
Pada waktu Nabi masih hidup ketika ada berita yang meragukan, dapat
ditanyakan kepada Nabi langsung, sehingga dapat ditemukan jawabannya.
Namun, setelah Nabi wafat, tidak dapat dilakukan. Untuk melakukan pengecekan
berita yang bersumber dari Nabi, para sahabat terkadang mempertanyakan sahabat
lain apakah ia mendengar berita itu dari Nabi. Sebagai contoh, ketika Umar
mendapatkan berita dari tetangganya bahwa Nabi telah menceraikan istri-istrinya,
‘Umar langsung menghadap Nabi. Tetapi setelah ditanyakan kepada Nabi,
7
Taqrîr adalah segala sesuatu yang muncul dari sementara sahabat yang diakui
keberadaannya oleh Nabi SAW., baik berupa ucapan maupun perbuatan dengan cara diam tanpa
pengingkaran atau persetujuan dan keterusterangan beliau menganggapnya baik bahkan
menguatkannya. Lihat Muhammad 'Ajaj Al-Khathib, Ushul Al-Hadits Pokok-pokok Ilmu Hadits.
Penerjemah H.M. Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998), h. 34.
8
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung: Mizan, 1994), h. 121.
9
Mutawatir adalah berita yang diriwayatkan oleh orang banyak pada setiap tingkat
periwayat, mulai dari tingkat sahabat sampai mukharrij, yang menurut ukuran rasio dan kebiasaan,
mustahil yang jumlahnya banyak itu bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta. Lihat Ismail,
Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 3.
10
Ahad adalah hadis yang periwayatnya tidak mencapai tingkat mutawatir. Lihat Ismail,
Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 3.
4
ternyata Nabi hanya bersumpah untuk tidak mengumpuli istri-istrinya selama satu
bulan.11
Semakin jauh dari masa Nabi sebagai sumber hadis, semakin bertambah
jumlah periwayat hadis dari Nabi. Kesenjangan antara wafatnya Nabi dengan
pembukuan hadis, menyebabkan maraknya upaya-upaya pemalsuan hadis.12
Pada mulanya faktor yang mendorong seseorang melakukan pemalsuan
hadis adalah kepentingan politik. Pada masa itu, telah terjadi pertentangan politik
antara ‘Alî bin Abî Tâlib dan Mu‘âwiyah bin Abî Sufyân. Para pendukung
masing-masing tokoh melakukan berbagai upaya untuk memenangkan perjuangan
mereka. Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh sebagian dari mereka itu ialah
pembuatan hadis-hadis palsu.13
Para ulama mencatat sekurang-kurangnya ada enam motivasi pemalsuan
hadis,14 yaitu:
1. Motivasi politik
2. Pendekatan kepada Allah
3. Menodai Islam
4. Menjilat penguasa
5. Mencari rezeki
6. Mencari popularitas
Selain itu ada juga karena panatisme terhadap madzhab.
Mengingat bahwa hadis sebagai sumber ajara Islam setelah al-Qur`ân, dan
semakin banyak bertebaran hadis-hadis palsu, maka penelitian terhadap hadis
11
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h.1-2.
Usman Sya’roni, Otentisitas Hadis Menurut Ahli Hadis dan Kaum Sufi, (Jakarta: Pustaka
Firdaus), h. 16.
13
Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 13.
14
Yaqub. Kritik Hadis, h. 82.
12
5
menjadi sangat penting. Tanpa dilakukan penelitian, maka hadis Nabi akan
bercampur aduk dengan yang bukan hadis, dan ajaran Islam akan dipenuhi oleh
berbagai hal yang menyesatkan umat.
Selain itu, penelitian kualitas hadis perlu dilakukan, bukan berarti
meragukan hadis Nabi Saw., tetapi melihat keterbatasan periwayat hadis sebagai
manusia, yang adakalanya melakukan kesalahan, baik karena lupa maupun karena
didorong oleh kepentingan tertentu. Keberadaan periwayat hadis sangat
menentukan kualitas hadis, baik kualitas sanad maupun kualitas matan.15
Tujuan pokok penelitian hadis adalah untuk mengetahui kualitas hadis.
Kualitas hadis sangat perlu diketahui dalam hubungannya dengan kehujahan
hadis, apakah dapat diterima (maqbûl) atau ditolak (mardûd).
Dalam meneliti dan mengkaji suatu hadis para ulama menerapkan dua
metode yaitu: pertama, kritik sanad atau kritik ekstern (naqd sanad/naqd alkhârijî) yang berkaitan dengan sanad atau rangkaian periwayat. Yang kedua kritik
matan atau kritik intern (naqd al-matn/naqd al-Dâkhilî). Dan yang pertama, kritik
sanad dikenal dengan istilah takhrîj hadis.
Para ulama ahli hadis merumuskan kriteria-kriteria baik yang berkaitan
dengan matan maupun silsilah periwayatan (sanad), bahwa hadis yang dinyatakan
sahih apabila ia diriwayatkan dengan sanad yang bersambung kepada Nabi Saw.,
sanad itu terdiri dari periwayat yang ‘adil (memiliki integritas moral), dabt
(memiliki kapasitas intelektual), sementara dalam sanad atau matannya tidak
terdapat ‘illah (kecacatan samar), dan sudzudz (berlawanan dengan hadis lain
yang lebih unggul kualitasnya).
15
h. 3-4.
Bustamin dan M. Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: Rajawali Pers 2004).
6
Allah Swt. telah melarang berbuat gîbah (menggunjing)
atau
menceritakan keburukan orang lain, sebagaimana yang dijelaskan dalam surah alHujurât/49: 12 berikut:
(
: /
)
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.
(al-Hujurât/49: 12).16
Ayat tersebut menyatakan hanya sebatas larangan menggunjing (gîbah),
tanpa menjelaskan apa itu gîbah dan bagaimana akibatnya apabila melakukannya.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu pungsi hadis, yaitu menjelaskan alQur`ân yang masih global. Dalam sebuah kitab karya Syaikh Zain al-Dîn alMalîbârî bernama kitab Irsyâd al-Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd, yang cukup terkenal
dikalangan pesantren salaf (tradisional), terdapat pembahasan mengenai gîbah.
Dalam pembahasan tersebut terdapat beberapa hadis Nabi, yang berkaitan dengan
gîbah. Namun, apakah hadis-hadis tersebut dapat dijadikan hujjah?.
Dalam mengutip hadis-hadis Nabi Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî tidak
mencantumkan sanad secara lengkap dan tidak mencantumkan kualitas hadisnya.
Hal tersebut dapatlah dimengerti karena kitab Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd
bukanlah kitab asli yang bersanad.
16
Departemen Agama (Depag) RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya, h. 847.
7
Melihat keadaan tersebut, penulis ingin meneliti hadis-hadis bab gîbah
yang ada pada kitab Irsyâd al-‘Ibâd, yaitu dengan melakukan kritik sanad atau
takhrîj hadis. Karena dengan ilmu ini, kita dapat mengetahui apakah suatu hadis
itu benar-benar datang dari Nabi Saw.? Dan siapa saja yang ikut terlibat dalam
rangkaian periwayatan hadis itu sampai kepada Nabi?
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas itulah yang menarik
perhatian dan alasan penulis untuk menulis skripsi dengan judul: “Studi Kualitas
Sanad Hadis Bab Gîbah; Kitab Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengkaji dan meneliti kitab Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd berarti
tidak terlepas dari penelitian hadis-hadis yang terdapat dalam kitab tersebut. Hadis
yang terkandung di dalamnya dikelompokkan pada 44 bab, jika penulis
melakukan penelitian seluruhnya akan memakan waktu dan halaman yang
banyak. Maka, dalam penelitian ini penulis hanya akan meneliti hadis-hadis bab
gîbah.
Supaya lebih terarah dalam pembahasan skripsi ini, penulis merasa perlu
memberikan pembatasan dalam penelitian, yaitu:
1. Hadis-hadis yang akan diteliti sanadnya adalah hadis-hadis yang
terdapat dalam bab gîbah yang berjumlah 9 hadis.
2. Teks hadis yang digunakan dalam penelitian ini bersumber pada Kitab
Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd.
8
Atas dasar permasalahan tersebut di atas, maka dirumuskan masalah
pokok, bagaimana kualitas hadis-hadis gîbah dalam kitab Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl
al-Rasyâd?.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan skripsi ini yaitu:
1. Untuk mengetahui sanad atau jalur periwayatan, identitas periwayat,
dan metode periwayatan hadis-hadis bab gîbah.
2. Untuk mengetahui kualitas hadis-hadis bab gîbah.
3. Guna melengkapi salah satu persyaratan pada program S1 Fakultas
Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dalam meraih gelar S.Th.I. (Sarjana Theologi Islam).
D. Tinjauan Pustaka
Penulis menelusuri skripsi yang membahas tentang gîbah dan Kitab Irsyâd
al‘-Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd, terutama yang terdapat di Fakultas Ushuluddin.
Penelusuran membuahkan hasil di antaranya:
1. Nur Hayati, dengan judul skripsi: “Takhrij Hadis-Hadis Fadilah Hari ‘Asyûra”
Dalam Kitab Irsyâd al-‘Ibâd dan kitab Tanbîh al-Ghâfilîn.
2. Eneng Maria Ulfah, dengan Judul: “Etika Menjaga Lisan dalam al-Qur`ân
Surat al-Nisâ ayat 114 dan al-Hujurât ayat 11”.
9
3. Siti Fatimah, dengan judul: “Etika Pergaulan umat Islam dalam al-Qur`ân
(Tinjauan Surat al-Hujurât ayat 6-13).
4. Ahmad Fadhlah, dengan judul: Kajian Hadis-hadis sumpah palsu dalam kitab
Irsyâd al‘-Ibâd Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî.
5. Suryadinata, dengan judul: Infotaiment dan Ghibah: Studi Atas Sanad dan
Matan Hadis larangan Ghibah.
Dari hasil penelusuran tersebut, skripsi yang ditulis oleh Nur Hayati dan
Ahmad Fadhlah, sama dalam kitabnya, sedangkan pembahasannya berbeda. Yang
ditulis oleh Eneng Maria Ulfah, Siti Fatimah, jelas berbeda karena mereka
bertolak dari ayat al-Qur`an. Yang ditulis Suryadinata menyamakan Infotainment
dengan gîbah. Sedangkan penulis akan meneliti sembilan hadis yang ada pada bab
gîbah. Dan penulis hanya meneliti sanad-sanadnya, tanpa memberikan penjelasan
mengenai matannya.
E. Metode Penelitian
Dalam melakukan pengkajian dan penelitian hadis-hadis yang terdapat
dalam Kitab Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd, penulis sepenuhnya melakukan
telaah kepustakaan (library research). Sumber utama penelitian adalah Kitab
Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd.
Kitab yang menjadi rujukan utama penulis dalam penelitian adalah kitabkitab matan, di antaranya adalah: Kitab Sahîh al-Bukhârî, Sahîh Muslim, Sunan
Abî Dâwud, Sunan al-Tirmidzî, Sunan al-Nasâ`î, Sunan Ibn Mâjah, Sunan alDârimî, Muwatta Mâlik, Musnad Ahmad, Maudû’at, dan kitab lainnya.
10
Dalam penelusuran periwayat hadis penulis melakukan inventarisasi
melalui Kitab Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` al-Rijâl karya al-Mizi, Tahdzîb alTahdzîb karya Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Mîzân al-‘Itidâl
karya Abu Abdullah
Muhammad Ahmad al-Dzahabi, Lisân al-Mîzân karya Ahmad ibn ‘Ali Ibn Hajar
al-‘Asqalânî, al-Jarh wa al-Ta‘dîl karya ‘Abd al-Rahman bin Abî Hâtim al-Râzî,
Siyaru A‘lâm al-Nubalâ karya Abdullah Muhammad Ahmad al-Dzahabî, dan
kitab lainnya.
Pembahasan dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis, yaitu melalui
pengumpulan data dan beberapa pendapat ulama dan pakar, untuk kemudian
diteliti dan dianalisa sehingga menjadi sebuah kesimpulan. Dan penulis
menggunakan metode induktif, yaitu proses berfikir yang bertolak dari satu atau
sejumlah data secara khusus kemudian diambil kesimpulan secara generalisasi.
Proses pengambilan sumber dan pengolahannya yang dilakukan penulis
secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Men-takhrîj hadis dengan menggunakan dua cara, yaitu: Pertama,
melalui awal matan dengan menggunakan Kitab al-Jâmi‘ al-Sagir fî
Ahâdîts al-Basyîr wa al-Nadzîr karya Jalâl al-Dîn ‘Abd al-Rahman bin
Abi Bakr al- Suyûtî dan kitab Mausû‘ah Atrâf al-Hadîts al-Nabawî alSyarîf karya Abû Hajir Muhammad al-Sa‘îd bin Basyunî Zaglûl.
Kedua, melalui kata-kata mufradat dalam matan hadis dengan
menggunakan kitab al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfâz al-Hadîts alNabawi karya A.J. Wensinck dan J.P. Mensing.
2. Melakukan i’tibar (menyertakan sanad-sanad yang lain), agar terlihat
secara jelas rangkaian sanad, nama-nama periwayat sehingga akan
11
terlihat ada atau tidaknya pendukung yang berstatus muttabi‘ dan
syahid.
3. Kritik sanad, yaitu menelusuri data setiap periwayat, menilai
keadaanya, hubungan guru dan murid.
4. Dalam
menilai
kualitas para periwayat
hadis, penulis akan
menyandarkan pada komentar ulama hadis, seperti: Abû Hatim, Ibnu
Hajar, al-Dzahabî, Ibnu Hibbân.
5. Jika terdapat perbedaan pendapat dalam sebuah penilaian, maka
penulis akan mengikuti kaidah al-jarh wa al-ta’dîl yang sudah
disepakati oleh jumhur muhadditsîn.
Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis mengacu pada buku Pedoman
Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2006/2007, dan Pedomam Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi) terbitan CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cetakan II tahun
2007.
E. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis membaginya dalam empat bab, dimana
setiap babnya mempunyai spesifikasi dan penekanan mengenai topik tertentu,
yaitu:
Bab pertama pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah yang
menjadi pokok dalam skripsi ini, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
12
Bab kedua merupakan pembahasan mengenai Kitab Irsyâd al-`Ibâd ilâ
Sabîl al-Rasyâd, yang meliputi biografi singkat Zain al-Dîn al-Malîbârî, format
kitab, metode penulisan kitab, serta kandungan hadis.
Bab ketiga pembahasan kualitas hadis-hadis bab gîbah yang terdapat
dalam kitab Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd karya Zain al-Dîn al-Malîbârî,
sebanyak 9 hadis.
Bab keempat merupakan penutup, yang meliputi kesimpulan dan saransaran.
BAB II
SEKILAS TENTANG KITAB IRSYÂD AL-‘IBÂD ILÂ SABÎL AL-RASYÂD
A. Biografi Pengarang
1. Sketsa kehidupannya
Nama lengkap pengarang kitab ini adalah al-Syaikh Zain al-Dîn ibn
‘Abd al-‘Azîz bin Zain al-Dîn al-Malîbârî.1 Penggunaan nisbah al-Malîbârî
adalah menjelaskan bahwa Zain al-Dîn berasal dari Malibar, sebuah kota
yang berada di India selatan.
Tidak dapat diketahui secara pasti, kapan Syaikh Zain al-Dîn alMalîbârî dilahirkan. Umar Rida Khalalah dalam karya besarnya hanya
mampu menginformasikan tahun wafatnya, yaitu pada tahun 1579 M/ 987
H.2 dan di makamkan di pinggiran kota Ponani, India.
Dengan adanya informasi tahun wafatnya, paling tidak diprediksi
tahun kelahirannya. Yakni, bila standar manusia berkisar 63 tahun misalnya,
maka dapat diperkirakan bahwa beliau diperkirakan lahir tahun 924 H atau
1514 M. Dilihat dari konteks masa hidup Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî,
abad ke-16 Masehi, maka dapat dipastikan bahwa beliau mengalami masa
pemerintahan dinasti Mughal India, mulai Babur (1504-1530), Hamayun
(1530-1604), dan Akbar Agung (1556-1604).3
Syekh Zain al-Dîn merupakan keturunan bangsa Arab. Ia dikenal
pula dengan nama Makhdum Thangal. Julukan ini dikaitkan dengan daerah
1
Khairi al-Dîn al-Ziraklî, al-‘Alâm Qamûs Tarâjum, Li Asyhûr al-Rijâl wa al-Nisâ` min al‘Arabî wa al-Musta‘ribîn al-Mustasyriqîn, Juz 3 (Beirût: Dâr al-‘Ilmi li al-Malâyîn, 1989), h. 64.
2
Umar Ridâ Kahâlah, Mu‘jam al-Mu`allifîn, jilid 1 (Beirût: Mu`asasah al-Risâlah, 1993), h.
741.
3
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005). h. 147-149.
12
13
tempat dirinya tinggal. Ada yang menyebutnya dengan nama Zain al-Dîn
Makhdum, atau Zain al-Dîn Thangal atau Makhdum Thangal. Julukan ini
mencerminkan keutamaan dan penghormatan masyarakat setempat kepada
dirinya.4
Masjid Agung Ponani atau Funani, adalah masjid Agung yang
pertama kali dibangun oleh Makhdum Thangal. Tidak seperti masjid masa
kini, Masjid Agung Ponani ini menggabungkan arsitektur lokal dengan
arsitektur Hindu. Hal ini dikarenakan, Islam masuk ke India yang dibawa
oleh pedagang Arab yang datang melalui laut dan diterima oleh raja-raja
Hindu setempat. Makam Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbari terletak di samping
masjid.5Tak hanya arsitektur masjid, masyarakat Muslim di India ini juga
mengadopsi gaya bangunan, pakaian dan makanan dengan menyesuaikan
pada kondisi yang ada.
Seperti kebanyakan ulama lainnya, Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî
juga dikenal sebagai ulama yang sangat tegas, kritis, konsisten, dan memiliki
pendirian yang teguh. Ia pernah menjadi seorang hakim dan penasehat
kerajaan, dan diplomat.
Syaikh Zain al-Dîn hidup dalam keluarga tradisi agamis dan berasal
dari keturunan terhormat dan disegani. Hal ini dibuktikan, bahwa kakeknya
yang bernama Zain al-Dîn Ibn ‘Ali merupakan ulama besar yang banyak
menghasilkan karya tulis, diantaranya sangat populer dalam tradisi
4
http://www.alkisah.web.id/search?max-results=100, diakses tanggal 25 Mei 2010, jam
10.19 WIB.
5
http://www.aswaja.net/aswaja-blogger/1010 , diakses tanggal 25 Mei 2010, jam 10.19
WIB.
14
tasawuf.6Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî, selain dikenal sebagai ulama fikih
(Syafi‘i), ia juga dikenal sebagai ahli tasawuf, sejarah dan sastra.
2. Karya-karyanya
Di antara karya yang dihasilkannya:
1. Fath al-Mu’în (pintu pertolongan), adalah syarah (komentar) atas kitab
Qurrat al-‘Ain Hidayat al-Azkiyâ ilâ Tarîq al-Auliyâ.
2. Irsyâd al-Ibâd ilâ Sabîli al-Rasyâd. Dan kitab ini telah di-syarh-i atau
dikomentari oleh Syaikh Ihsan Jampes dengan judul: Manâhij alImdâd, terbit pada tahun 1940 setebal + 1088 halaman, mengulas
tentang tasawuf.7
3. Tuhfat al-Mujâhidîn.
4. Mukhtasar fî Ahâdîts Dzikr al-Maut.
5. Ihkam Ahkam al-Nikâh.
Kitab Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd, telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Jawa oleh Misbah b. Zain al-Mustafa.8Dan untuk
memudahkan para pembaca yang tidak bisa membaca kitab kuning yang
tidak berbaris, sudah ada usaha penerjemahan Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl alRasyâd oleh H. Mahrus Ali9 dan H. Salim Bahreisy.10
6
Al-Ziraklî, al-‘Alâm Qamûs Tarâjum, Li Asyhûr al-Rijâl wa al-Nisâ` min al-‘Arabî wa alMusta‘ribîn al-Mustasyriqîn, h. 64.
7
Syaikh Ihsan Jampes, Irsyâd al-Ikhwân fî Bayân al-Hukm al-Qahwah al-Dukhân.
Penerjemah Ali Murtadho dan Mahbub Dje (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2009), h. xxiii.
8
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia (Bandung: Mizan. 1995). h. 165.
9
Zain al-Dîn Ibn ‘Abd al-‘Azîz bin Zain al-Dîn al-Malîbârî, Irsyâd al‘-Ibâd ilâ Sabîl alRasyâd. Penerjemah H. Mahrus Ali. (Surabaya: Mahkota,t.t.).
10
Al-Malîbârî, Irsyâd al‘-Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd. Penerjemah H. Salim Bahreisy.
(Surabaya: Darussagaf-PP Alawy, t.t.).
15
B. Tijauan Kitab Irsyâd al-Ibâd ilâ Sabîli al-Rasyâd
1. Format Kitab
Pada umumnya Kitab Kuning yang berbahasa Arab klasik yang
dipelajari di Pesantren di Indonesia adalah kitab komentar (syarh, Indonesia
Jawa : syarah) atau komentar atas komentar (hasyiah) atas teks yang lebih
tua (matn, matan). Edisi cetakan dari karya-karya klasik ini biasanya
menempatkan teks yang di-syarah-i atau di-hasyiah-i dicetak di tepi
halamannya, sehingga keduanya dapat dipelajari sekaligus.11
Akan tetapi berbeda dengan Kitab Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl alRasyâd. Secara format penulisan, sama dengan kitab kuning lainnya.
sedangkan dari segi isinya, Kitab Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd
bukanlah kitab syarh atau penulisan kembali. Tetapi
merupakan kitab
ringkasan (mukhtasar)/ kutipan dari dua buah kitab, yaitu Kitab al-Zawâjir
dan Mursyid al-Tullâb. Sedangkan pinggirnya merupakan ringkasan
(mukhtasar) Ahâdîts Dzikr al-Maut. 12
Kitab Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd layaknya kitab klasik yang
paling umum di pakai di pesantren sedikit lebih kecil dari kertas kuarto,
dengan ukuran 18x26 cm., 128 halaman, dan tidak di jilid. Kitab ini
mempunyai ciri khas khusus yaitu desain sampul dan warnanya yang polos,
terdiri dari dua warna dan tidak mengikuti perkembangan dunia percetakan.
Selain itu, hampir seluruh sampul kitab kuning tidak dihiasi dengan back
ground gambar yang melukiskan ide dasar isi buku. Pada umumnya di
11
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia, h. 141.
12
Al-Malîbârî, Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd (Surabaya: Dâr Ihyâ` al-Kitab al‘Arabiyah, t.t.), h. 2.
16
pesantren tradisional, kitab seperti ini dinamai dengan kitab kuning, karena
memang kitab seperti ini di cetak di atas kertas berwarna kuning. Lembaranlembaran (koras-koras) tak terjilid dibungkus kulit sampul, sehingga para
santri dapat membawa hanya beberapa halaman yang kebetulan sedang
dipelajari saja. Ini adalah karakteristik fisik lain yang umumnya
mengandung makna simbolik, ia membuat kitab tersebut tampak lebih
klasik. Kitab yang ditulis pengarang modern, penerjemah atau pensyarah
modern tidak pernah dibuat mengikuti format ini. Banyak pemakai kitab
klasik yang sangat mengaitkan karakteristik ini dengan kitab klasik, dan
penerbit mengikuti saja selera konsumennya. Sebagian penerbit bahkan
mencetak kitab di atas kertas berwarna kuning (yang diproduksi khusus
untuk mereka, oleh beberapa perusahaan Indonesia) karena tampaknya kitab
berwarna kuning ini juga menjadi lebih klasik di pikiran para pemakainya.13
2. Metode penulisan kitab
Masing-masing kitab klasik berbeda satu sama lain dalam hal
penyajian. Bila dilihat dari segi makna dapat dibagi menjadi: 14
1. Kitab Kuning yang berbentuk penawaran atau penyajian secara naratif
seperti: Sejarah, tafsir, syarah hadis dan lain-lain.
2. Menyajikan kaidah-kaidah keilmuan seperti: Nahwu, balagah, mustalah,
mantiq, dan lain-lain.
13
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia, h. 142.
14
Ahmad Fadhlah,”Kajian Hadis-hadis Sumpah palsu Dalam Kitab Irsyâd al-‘IbâdKarya
Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 17.
17
3. Tersusun secara panjang lebar dengan argumentasi ilmiah seperti:
filsafat, tasawuf, dan lain-lain.
Syaikh Zain al-Dîn al-Malîbârî mengambil bentuk yang pertama,
menulis dengan metode penawaran atau penyajian secara naratif dengan
bahasa yang mudah dipahami.
Bila di teliti lebih jauh lagi akan tampak bahwa Syaikh Zain al-Dîn
selain mengemukakan pokok-pokok pikirannya, beliau juga mengemukakan
dalil-dalil yang beliau sampaikan. Selain dalil ‘aqli yang sederhana beliau
juga menyertakan dalil naqli dari al-Qur`ân dan Hadis. Namun demikian
penggunaan dalil-dalil ‘aqli tersebut tidak mencapai taraf argumentatif, yang
bertentangan dengan matan, karena Syaikh Zain al-Dîn memperlakukan
matan sebagai acuan standar. Sehingga, pendapat yang ia kemukakan paling
tidak dapat memberikan batasan antara pendapatnya dengan pendapat
matan.
Sebagai contoh: pembahasan tentang gîbah, Syaikh Zain al-Dîn
memulai pembahasan dari ayat-ayat al-Qur`ân, kemudian mengungkapkan
beberapa hadis Nabi Saw., yang kualitasnya tidak diketahui. Kemudian
mengungkapkan pendapat ulama, hikayat, dan diakhiri dengan peringatan
atau komentar beliau.
3. Isi Kitab
Dalam muqaddimah-nya (Kitab Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd),
kitab ini merupakan ringkasan dari kitab al-Zawâjir dan Mursyid al-Tullâb,
karya guru besar pelita agama Syihâb al-Dîn Ahmad bin Hajar al-Haitamî
18
dan kakek kami Zain al-Dîn al-Ma‘barî. Kemudian saya tambahkan
didalamnya hadis-hadis dan masalah fikih serta hikayat-hikayat (cerita) dan
nasehat-nasehat. Diberi nama Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd (penuntun
manusia ke jalan yang baik), sambil mengharap dari Allah yang maha murah
semoga memimpin kami, dan semua manusia ke jalan yang bahagia dan
kekal, sungguh ia maha pemurah lagi pengasih.15
Bila ditelusuri point-point yang terdapat didalamnya maka dapat
digolongkan kitab ini sebagai kitab fikih sekaligus kitab akhlak. Dikatakan
demikian, karena didalamnya dibahas tentang bidang-bidang ibadat,
mu’amalat, dan akhlak yang meliputi tentang nasihat-nasihat. Seluruh
pembahasannya dikelompokkan pada 44 bab. Pada tiap bab terdapat
beberapa buah hadis.
4. Kandungan Hadis
Hadis-hadis yang ada dalam kitab Irsyâd al-‘Ibâd, hanya
mencantumkan riwayatnya saja, atau mukharrij-nya. Hal tersebut dapatlah
kita mengerti karena kitab Irsyâd al-‘Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd bukanlah
kitab asli yang bersanad. Begitu juga dengan kualitasnya tidak dapat
diketahui tanpa dilakukannya penelitian. hadis-hadis yang ada di kitab
Irsyâd al-‘Ibâd ada yang marfû, dan ada juga yang mauqûf. Hadisnya
kurang lebih berjumlah 1078.
Kitab Irsyâd al-`Ibâd dalam penempatan bab perbab sudah
mengalami kemajuan. Terlihat dari sistematika penyusunan bab, kitab
15
Al-Malîbârî, Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl al-Rasyâd, h. 2.
19
tersebut mengelompokkan beberapa permasalahan yang identik atau
berkaitan. Berikut ini adalah pembahasan dalam kitab Irsyâd al‘-Ibâd:
Pendahuluan:
1. Bab
: Iman (11 hadis).
Pasal : Murtad (2 hadis).
2. Bab
: Ilmu (24 hadis).
3. Bab
: Wudu‘ (5 hadis).
Pasal : Hukum wudu‘, Sunnat wudu‘, makruh dalam wudu‘.
4. Bab
: Mandi (12 hadis).
Pasal : Perkara yang mewajibkan mandi besar.
5. Bab
: Keutamaan salat wajib (22 hadis).
Pasal : Haram mengakhirkan salat dari waktu yang ditentukan (6 hadis),
Hukum-hukum salat, wajibnya salat, sunat-sunat dalam salat (14
hadis), hal yang dimakruhkan dalam salat (2 hadis), yang
membatalkan salat (6 hadis), bacaan dzikir ba‘da salat (19 hadis).
6. Bab
: Salat Sunat (52 hadis).
7. Bab
: Salat Jama‘ah (29 hadis).
Pasal : Syarat-syarat menjadi ma‘mum.
8. Bab
: Salat Jum‘at (36 hadis).
Pasal : Syarat sahnya salat Jum‘at.
9. Bab
: Pakaian dan perhiasan yang diharamkan bagi kaum lelaki dan
menyerupai dengan orang perempuan (14 hadis).
10. Bab
: Menjenguk orang sakit (15 hadis).
11. Bab
: Merintih karena kematian dan mendengarkannya (12 hadis)
20
Pasal : Bacaan untuk keselamatan dari siksa (12 hadis), Tentang sabar
terhadap musibah (9 hadis), menghibur orang yang berduka
cita/ta‘ziyah (3 hadis), ziyarah kubur (11 hadis).
12. Bab
: Zakat (12 hadis).
Pasal : Zakat emas, sedekah sunat (29 hadis), jamuan tamu (4 hadis),
zuhud (9 hadis), keutamaan fakir (11 hadis), mengungkit sedekah
(19 hadis).
13. Bab
: Puasa (18 hadis)
Pasal : Hukum puasa (10 hadis), kelebihan sepuluh hari terakhir dan
lailât al-Qadr, ‘itikaf dan bangun malam pada malam hari rayat ‘îd
al-Fitri dan ‘îd al-Adhâ (13 hadis) Puasa sunat (23 hadis), penutup
keutamaan hari Asyura` (4 hadis).
14. Bab
: Haji (6 hadis).
Pasal : Hukum-hukum haji, Fadilah kota Mekkah (11 hadis), Ziarah ke
kuburan Nabi Saw. dan fadilah ziarah ke Kota Madinah (7 hadis).
15. Bab
: Keutamaan membaca al-Qur`ân (11 hadis).
Pasal : Keutamaan sebagian surat dan ayat-ayat al-Qur`ân yang didasari
dengan hadis-hadis (34 hadis).
16. Bab
: Bacaan dzikir diwaktu pagi dan petang (23 hadis).
17. Bab
: Bacaan ketika akan tidur dan bangun daripadanya (13 hadis).
18. Bab
: Bacaan untuk sebagian keadaan (7 hadis)
19. Bab
: Dzikir yang tidak terbatas pada waktu (18 hadis).
20. Bab
: Keutamaan membaca Salawat pada Nabi Saw. (15 hadis).
21. Bab
: Syirik yang kecil yaitu riya (14 hadis).
21
22. Bab
: Sombong dan ‘ujub/membanggakan diri atas suatu perbuatan
yang dilakukan (7 hadis). Penutup: Keutamaan tawâdu‘ (10 hadis)
23. Bab
: Dengki dan iri hati (7 hadis).
24. Bab
: Marah (7 hadis).
25. Bab
: Gîbah (9 hadis).
26. Bab
: Namîmah/ Mengadu domba (7 hadis).
27. Bab
: Dusta (10 hadis).
28. Bab
: ‘Amar ma‘rûf nahyi al-Munkar (7 hadis).
29. Bab
: Kasb/ kerja (14 hadis).
Pasal : Rukun jual beli, tentang riba (7 hadis), menimbun barang dan
memisahkan antara anak dan ibu (7 hadis), tipuan dalam jual beli
(4 hadis), menjual barang dengan sumpah palsu (4 hadis),
mengurangi sukatan timbangan dan ukuran (2 hadis), lapang dada
dalam jual beli dan memaafkan orang yang menyesal (4 hadis),
hutang piutang dan mekanismenya (11 hadis), penutup memberi
waktu pada orang yang tidak punya (5 hadis).
30. Bab
: Mencela bea cukai yang melakukan pungli (9 hadis).
31. Bab
: Dâlim/Penganiayaan (18 hadis)
Pasal : Makan harta anak yatim (3 hadis), penutup memelihara anak
yatim dan janda (9 hadis), khiyanat (8 hadis).
32. Bab
: Wasiat (4 hadis).
33. Bab
: Nikah ( 15 hadis).
22
Pasal : Rukun nikah (2 hadis), hal yang terjadi antara suami dan istri (3
hadis), suami atau istri menolak hal yang lain (10 hadis), nusyûz
(15 hadis), pembagian bermalam (4 hadis).
34. Bab
: Memutuskan hubungan antara sesama muslim/boikot (5 hadis)
35. Bab
: Durhaka terhadap kedua orangtua (9 hadis)
Penutup : Berbakti kepada kedua orangtua (7 hadis).
36. Bab
: Memutuskan hubungan kekerabatan (6 hadis), Penutup (9 hadis).
Pasal : Hak budak sahaya (12 hadis), hak-hak tetangga (16 hadis).
37. Bab
: Pembunuhan (14 hadis).
38. Bab
: Jihad (28 hadis)
Pasal : berjalan di jalan Allah (8 hadis), Lari dari medan perang (6
hadis), gulûl/khianat/korupsi (9 hadis).
39. Bab
: Perdukunan, mengadu nasib, tebak menebak, tenung (sihir), ilmu
nujum dan mencari nasib dengan burung (9 hadis).
40. Bab
: Zina (14 hadis), Penutup: tentang zina mata, tangan dan
meneyendiri dengan wanita bukan mahram/ajnabiyah (16 hadis).
Pasal : Liwat atau pelacur laki-laki dengan laki-laki (9 hadis), penutup
al-Sihâq atau pelacur wanita dengan wanita (2 hadis), Menuduh
berzina orang yang sopan dengan zina atau liwât (3 hadis).
41. Bab
: Minum khamr (20 hadis), penutup tentang makan ganja (2 hadis)
42. Bab
: Sumpah Palsu (5 hadis).
43. Bab
: Saksi Palsu (4 hadis).
44. Bab
: Taubat (10 hadis).
Penutup
: Khauf atau Takut kepada Allah (11 hadis), dan Raja‘ (8 hadis).
23
BAB III
ANALISA HADIS-HADIS BAB GÎBAH
A. Hadis Pertama (Pengampunan yang menggîbah)
1
.
Artinya:
“Diriwayatkan oleh Baihaqî, al-Tabranî, Abû al-Syaikh, Ibn Abî
Dunyâ, dari Jâbir dan Abî Sa’îd. Berhati-hatilah kamu, jangan sampai
menyebut kejelekan orang lain. Sebab sesungguhnya menyebut kejelekan
orang lain lebih sulit diampuni dosanya daripada zina. Ada orang bertanya
kepada beliau: “sesungguhnya seorang lelaki terkadang berzina, lantas (dia
bertaubat) dan Allah menerima taubatnya. Dan sesungguhnya orang yang
menyebut kejelekan orang lain tidak akan diampuni dosanya sehingga
orang yang disebut kejelekannya mengampuni pada orang yang
menebarkan kejelekan itu”.
Pelacakan hadis dilakukan melalui kata-kata isim dan fi‘il yang ada dalam
matan hadis, melalui Kitab Mu‘jam al-Mufahras li Alfâz al-Hadîts al-Nabawî,
tidak ditemukan hadis tersebut. Selanjutnya pelacakan dilakukan melalui awal
matan. Melalui kitab al-Jâmi‘ al-Sagîr hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Abî
al-Dunyâ dalam dzam al-gîbah dan Abû al-Syaikh dalam al-Taubîkh, keduanya
dari Jâbir dan Abî Sa‘îd.2Melalui Kitab Mausû’ah Atrâf al-Hadîts al-Nabawî alSyarîf, ditemukan data sebagai berikut:
1
Zain al-Dîn ibn ‘Abd al-‘Azîz bin Zain al-Dîn al-Malîbârî, Irsyâd al-`Ibâd ilâ Sabîl alRasyâd, bâb al-gîbah, (Surabaya: Dâr Ihyâ` al-Kitab al-‘Arabiyah, t.t.), h. 72.
2
Jalâl al-Dîn ‘Abd al-Rahmân bin Abî Bakr al-Suyûtî, al-Jâmi‘ al-Sagîr fî Ahâdîts alBasyîr wa al-Nadzîr, Juz 1, hadis no. 2919, (Beirût: Dâr al-Fikr tt), h. 450.
23
24
3
(
)
/
(
)
/
(
)
1. Teks hadis
24
Riwayat al-Tabrânî
.
(
):
:
( )
:
4
.
Riwayat Ibnu Abî al-Dunyâ
.
5
):
.(
Riwayat Abû Syaikh al-Asbihânî
(1)...
:
:
):
3
:
Abu Hajir Muhamad al-Sa‘îd bin Basyunî Zaglûl, Mausû‘ah Atrâf al-Hadîts al-Nabawî alSyarîf, Juz 4(Beirut: Dâr al-Fikr. 1989), h. 144.
4
Abî al-Qâsim Sulaimân bin Ahmad al-Tabrânî, al-Mu‘jam al-Ausât, jilid 6, hadis no 6590,
(Kairo: Dâr al-Hadîts, 1996), h. 430.
5
Abî Bakr ‘Abdullah bin Muhamad bin ‘Ubaid Ibnu Abî al-Dunyâ, al-Samt wa Adâb alLisân, bâb dzam al-gîbah wa dzamihâ, hadis no. 164, (T.tp.: Dâr al-Kutub al-‘Arabî