Salit tasbih dalam perspektif hadis (studi analisis sanad dan matan)

(1)

AL

ᾹT TASBĪH

DALAM PERSPEKTIF HADIS

(Studi Analisis Sanad dan Matan)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

M. Afwan Al-Mutaali

NIM: 1110034000097

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

AL

ᾹT TASBĪH DALAM PERSPEKTIF HADIS

(Studi Analisis Sanad dan Matan)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

M. Afwan Al-Mutaali

NIM: 1110034000097

Pembimbing,

Dr. Masykur Hakim, MA NIP. 19570223 199203 1 001

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketetuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 09 Oktober 2014


(5)

iv

ABSTRAK

M Afwan Al-Mutaali

ṢALĀT TASBĪH DALAM PERSPEKTIF HADIS (STUDI ANALISIS

SANAD DAN MATAN)

Kedudukan Hadis Nabi Saw. Sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an mempunyai peranan penting dalam kehidupan karena ia merupakan sentral figur umat manusia. Maka hadis sebagai pedoman hidup seyogianya terjamin keotentikannya. Sementara dalam perjalanan sejarah telah terjadi pergeseran, baik secara internal maupun eksternal, akibatnya status hadis bias berkualitas shahih, hasan, dha’if dan bahkan maudu’. Dalam hal ini penulis mencoba mengungkap kualitas hadis tentang Ṣalāt tasbīh yang merupakan bagian dari ibadah Ṣalāt sunnah yang tidak asing ditelinga umat muslim pada umumnya.

Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui dan menjaga keotentikan sumber, dengan mengkaji bagaimana kualitas hadis dari segi sanad dan matan hadis. Juga melihat kedudukan hadis tersebut. Dengan tujuan dalam rangka menjelaskan pemahaman kepada masyarakat. Sehingga dapat atau tidaknya diamalkan. Dengan demikian, ajaran atau hujjah yang disandarkan atas Nabi Saw. tersebut dapat dipertanggung jawabkan.

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan library Reseach sepenuhnya. Yaitu Dengan menelaah beberapa literatur yang relevan dengan pokok pembahasan skripsi.

Setelah melakukan penelitian sanad dan matan hadis penulis berkesimpulan bahwa hadis tentang salat tasbih berkualitas daif. Kendati demikian salat tasbīh tersebut dapat dijadikan sebagai fadāil al-a’māl.


(6)

v

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas untuk diucap selain“Alḥamdulillāh” sebagai rasa syukur yang begitu dalam, atas segala nikmat yang tak terhingga kepada Tuhan seluruh alam, Allah swt., atas segala limpahan rahmat, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang amat sederhana ini, yang masih jauh dari kata sempurna.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan atas junjungan kita sang revolusioner yakni Baginda Nabi Besar Muhammad Saw. Beserta keluarga, sahabat dan kita sebagai pengikutnya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini, tidak akan bisa tuntas tanpa bantuan, bimbingan, arahan, dukungan, dan kontribusi dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A. selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin. Jauhar Azizi. M.A. selaku Sekretaris Jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin.

3. Dr. Maskur Hakim, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar telah membimbing penulis dan memberikan banyak masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Jurusan Tafsir Hadits yang telah berbagi ilmu pengetahuan serta pengalaman berharganya kepada para mahasiswa. Semoga amal kebaikan Bapak dan Ibu Dosen dibalas dengan pahala yang tidak terhingga.


(7)

vi

5. Pimpinan dan seluruh staf perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, sehingga membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Untuk kedua orang tuaku yang tercinta, ayahanda H.A Musyaffa dan Ibunda tercinta Hj. Yayah Siti Sarah yang tidak henti-hentinya memberikan do’a, semangat, nasihat kepada penulis. Juga Kepada kaka-kakaku yang sangat penulis banggakan (Qurrotul Millah, bang Rahmat, Farhan Amrullah, Yasri Aulawi, Syauqi, Silvia Rahmah) yang senantiasa mendo’akan dan memotivasi penulis untuk terus semangat dalam mencari ilmu.

7. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Pimpinan Pondok Pesantren Dar el-Hikam Pondok Ranji-Ciputat. KH. Bahruddin, S.Ag dan keluarga. Selaku Guru dan orang tua yang banyak memberikan ilmu, nasihat dan doa selama tinggal di Ciputat.

8. Seluruh teman-teman Tafsir Hadis angkatan 2010 (Januri, Gojali, Ryan, Abdul Rizal, Muchtar, uki, Aceng Aum, Lail….), juga seluruh teman-teman perjuangan Ikatan Santri Dar el-Hikam (ISDAH) Ciputat terutama untuk semua di Kobong wali. kalian luar biasa.

Akhirnya penulis pun menyadari dengan wawasan keilmuan penulis yang masih sedikit, referensi, dan rujukan-rujukan lain yang belum terbaca, menjadikan penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, mohon saran dan kritik yang membangun dari pembaca sebagai bahan perbaikan penulisan ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan harapan yang begitu besar, semoga skripsi ini bermanfaat untuk para pembaca.

Ciputat, 09 Oktober 2014


(8)

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Konsonan

ء═’ ═ r غ═ gh

ا═ b ز═ z ف═ f

ت═ t س═ s ق═ q

ث═ th ش═ sh ك═ k

ج═ j ص═Ṣ و═ l

ح═ḥ ض═ḍ م═ m

خ═ kh ط═ṭ ن═ n

د═ d ظ═ẓ و═ w

ذ═ dh ع═‘ (nya) /هة═ h

═ y

B. Vokal dan Diftong

Vokal Pendek Vokal Panjang Diftong

ََ═ a ا— ََ═ā ى ََ═ī

ََ═ i ى— ََ═ á و ََ═ aw


(9)

viii

C. Keterangan Tambahan

1. Kata sandang لا (alif lam ma’rifah) ditransliterasi dengan al-, misalnya (ة يزج لا) al-jizyah, (را ثاا) al-āthār dan (

ة ذلا

) al-dhimmah. Kata sandang ini menggunakan huruf kecil, kecuali bila berada pada awal kalimat. 2. Tashdīd atau shaddah dilambangkan dengan huruf ganda, misalnya

al-muwaṭṭa’.

3. Kata-kata yang sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia, ditulis sesuai dengan ejaan yang berlaku, seperti al-Qur’an, hadis dan lainnya.

D. Singkatan

SWT = Subḥānahu wa ta’ālā

As = ‘Alaihi al-Salām

M = Masehi

QS = al-Qur’an Surah

SAW = Ṣalla Allāh ‘alaihi wa sallam

H = Hijriyah

r.a = RaḍiyaAllāh‘anhu

w = Wafat h = Halaman


(10)

ix

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………... iv

KATA PENGANTAR …….………v

PEDOMAN TRANSLITERASI ……….vii

DAFTAR ISI ……….ix

BAB I: PENDAHULUAN …………...……… 1

A. Latar Belakang Masalah ………...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….……..7

C. Tinjauan Pustaka ………...…...………8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...……….10

E. Metodologi Penelitian ……….……….10

F. Sistematika Penulisan ………..12

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG ṢALᾹTTASBῙH ………13

A. Pengertian Ṣalāt Tasbīh ……….……..….13

B. Tujuan Ṣalāt Tasbīh ………..….17

C. Tata Cara Ṣalāt Tasbīh ……….….19

BAB III: KAJIAN TERHADAP SANAD DAN MATAN ……….24

A. Kritik Sanad Hadis…..………..24

B. Kritik Matan Hadis………....70

BAB IV: PENUTUP ……..………..………...………...77

A. Kesimpulan …….………..77

B. Saran-saran ...….……….…………..78


(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sunnah dalam Islam memiliki kedudukan sebagai penafsir atas

al-Qur’an dalam praktik atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Hal ini mengingat bahwa pribadi Nabi Saw. merupakan perwujudan dari al-Qur’an yang ditafsirkan untuk kebutuhan manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.1 Oleh karena itu, umat Islam pada masa Nabi Muhammad Saw. (al-sahābaṯ ) dan pengikut jejaknya, menggunakan hadis sebagai hujjah diikuti dengan mengamalkan isinya dengan penuh semangat, kepatuhan, dan ketulusan. Dalam prakteknya, di samping menjadikan al-Qur’an sebagai hujjah, mereka juga menjadikan hadis sebagai hujjah yang serupa secara seimbang, karena keduanya sama diyakini berasal dari wahyu Allah Swt.

Terdapat perbedaan mendasar antara keduanya, yakni kedudukan

al-Qur’an bersifat qat’i al-wurūd,2 sedangkan hadis kebanyakan yang bersifat

zhanny al-wurūd.3 Juga karena dilihat dari periwayatannya hadis berbeda dengan al-Qur’an. Al-Qur’an diriwayatkan tanpa keterputusan antara sumber pertama dengan sumber berikutnya. Artinya, periwayatan al-Qur’an selalu mutawatir

sedangkan hadis tidak demikian, bahkan bila dikalkulasi jumlah hadis yang

mutawatir lebih sedikit dibanding keseluruhan hadis yang kebanyakan bersifat

1

Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW, Penerjemah Muhammad

al-Baqīr (Bandung : Karisma, 1993), h. 17.

2Qat’i al

-wurūd adalah absolute (mutlak) kebenaran beritanya. Syuhudi Ismail,

Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Cet.I; Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 4.

3

Zhanni al- wurūd adalah nisbi atau relatif (tidak mutlak) tingkat kebenaran beritanya. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h.4.


(12)

ahad.4 Dalam proses periwayatan tersebut umumnya terjadi periwayatan secara makna, sehingga kemurniannya tidak mendapat jaminan dari Allah Swt. Sifatnya yang tipikal itu tidak menjamin hadis dapat terhindar dari intervensi luar yang sifatnya destruktif, terutama adanya usaha-usaha untuk memalsukannya dalam rentang waktu pengkodifikasian hadis yang cukup lama, sehingga hadis-hadis palsu muncul dengan berbagai motivasi dan kepentingan pribadi dan golongan.5

Oleh sebab itu hadis tersebut perlu diteliti kembali kemurniannya agar ajaran yang disandarkan kepada Nabi Saw. dapat dipertanggung jawabkan hal ini agar terhindar dari pernyataan Nabi Saw. “Barang siapa yang secara sengaja berbohong atas namaku maka hendaknya ia bersiap-siap menempati tempat duduknya di neraka”.6 Sebab di dalam tubuh hadis tak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang mengakibatkan kualitas hadis menjadi Ṣahīh,

hasan, dhaif, dan bahkan maudu’. Pokok permasalahan hadis secara umum adalah menyangkut kualitas hadis, pemahaman hadis sampai pada aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Sentralnya adalah sanad dan matan hadis, keduanya merupakan unsur penting yang saling berkaitan erat menentukan keberadaan dan kualitas suatu hadis. Sehingga kekosongan salah satunya akan berpegaruh, dan bahkan merusak eksistensi dan kualitas suatu hadis.

Selain itu, dalam perjalanan sejarah telah terjadi pemalsuan hadis pada peristiwa pergolakan politik antara kubu Muawiyah bin Abi Sufyan (w. 60 H/680 M) dan kubu Ali bin Abi Thalib (memerintah 35-40 H/656-661 M). Masing- masing ingin meligitimasi pendapatnya dengan al-Qur’an dan al-Sunnah sampai

4

Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi. h. 3.

5

Harun Nasution, Teologi Islam (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia Press, 1992), h. 1-10.

6

Shahih Bukhari, Kitab ‘Ilm Bab dosa seorang yang berbohong atas Nabi SAW. Juz I. h.


(13)

3

melakukan pemalsuan hadis.7 Sesunggguhnya Pemalsuan ini bukan saja dilakukan oleh umat muslim tetapi juga oleh non muslim. Motivasi orang-orang melakukan pemalsuan hadis ialah untuk : Pertama, membela kepentingan politik. Kedua, menyesatkan umat Islam ; ketiga, membela ras, suku, negara dan imam ; keempat, memikat hati orang yang mendengarkan kisah yang dikemukakannya ; kelima, menjadikan orang lain lebih zahid ; keenam, perbedaan Mazhab dan Teologi ; ketujuh, memperoleh perhatian dari penguasa.8 Dalam pemalsuan hadis tersebut ada yang bersifat sengaja dan ada yang bersifat tidak sengaja, meski demikian, pemalsuan tetap merupakan perbuatan tercela.9 Berdasarkan fenomena di atas, dalam rangka menetapkan hujjah yang benar-benar murni bersumber dari Nabi Muhammad Saw. maka melakukan penelitian kemurnian hadis adalah suatu keniscayaan.

Dari gambaran tentang perjalanan panjang hadis Nabi tersebut, maka dituntut adanya penelitian hadis selanjutnya secara seksama sebagai kehati-hatian untuk menghindarkan diri dari penggunaan hadis yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitas dan orisinalitasnya serta untuk menjaga keutuhan dan kelestariannya sebagai sumber ajaran Islam.

Demikian juga halnya dengan hadis yang dipahami oleh masyarakat sebagai dalil yang mengajarkan tentang suatu alāt Sunnah yang disebut dengan

alāt tasbīh, istilah alāt tasbīh merupakan ibadah alāt sunnah yang tidak asing ditelinga umat muslim pada umumnya. Ṣalāt ini secara umum sama dengan tata

7 Muhammad ‘Ajaj al

-Khathib, Ushūl al-Hadis, Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), Cet. IV. h. 353.

8Muhammad ‘Ajaj al

-Khathib, Ushūl al-Hadis, h. 354-362.

9

M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. 3. h. 111.


(14)

cara alāt yang lain, hanya saja ada tambahan bacaan tasbīh di dalamnya. banyak buku pedoman alāt sunnah yang beredar di masyarakat yang didalamnya menjelaskan mengenai alāt tersebut diantaranya mengenai keistimewaan atau fadilah, tata cara mengerjakanya dan sebagainya. Dari alasan itulah alāttasbīh ini menjadi suatu rangkaian Ibadah alāt yang tidak asing ditelinga sebagian besar umat Islam khususnya di Indonesia yang meyakini akan kebenaran dan kebolehanya. Mereka mengerjakanya secara rutin dengan beragam waktu, ada yang mengerjakan setiap minggu sekali, sebulan sekali, setahun sekali dan juga waktu-waktu khusus seperti Menjelang Ramadhan (Nisyfu Sya’ban) dan sebagainya. Bahkan di beberapa daerah Ṣalāt Tasbīh ini dikerjakan secara berjamaah di masjid.

Kekhusyu’an umat Islam yang menjalankan ibadah tersebut merasa terganggu dengan munculnya buku yang menjadi gerakan provokatif dan bersifat menyudutkan yang menyatakan bahwa alāt tasbīh ini hadisnya termasuk ke dalam hadis mawdu’ (palsu).10

Serta ada juga yang menjelaskan tentang hukumnya yang diperselisihkan oleh para ulama. Ada yang berpendapat bahwa

Ṣalāt tasbīh hukumnya Sunnah karena didasarkan atas banyaknya hadis dari berbagai jalur periwayatan yang menjelaskan Ṣalāt tasbīh dan ada pula yang menyatakan hadisnya ḍa’if.

Diantara ulama yang mengatakan bahwa hadis tentang Ṣalāt tasbīh adalah hadis palsu antara lain Ibn al-Jawzi. Beliau memiliki kitab khusus yang berisi

10

Karena di dalam hadis-hadis tersebut disebutkan bahwa pahala melaksanakannya tidak terhingga banyaknya, yaitu: segala dosa, baik yang besar maupun yang kecil, yang disengaja maupun yang tidak, baik yang lalu maupun yang akan datang semuanya diampuni oleh Allah swt. Penyebutan pahala yang begitu besar merupakan salah satu dari ciri-ciri hadis palsu.


(15)

5

hadis palsu yang bernama al-Mawdū’āt, dan di dalamnya terdapat hadis tentang

Ṣalāttasbīh.11

Kemudian diantara contoh buku yang beredar di Masyarakat ditemukan dalam buku “Menyingkap Perbedaan Ulama” buah karya Syaikh Mohammad bin Saleh Utsaimin di dalamnya menjelaskan bahwa Ṣalāt Tasbīh adalah bid'ah dan hadits yang berkaitan dengannya tidak tsabit atau tidak dapat dipertanggung jawabkan keṢahīhan sumbernya dari Nabi Saw. 12

Kemudian hal serupa pula di dalam buku Pedoman Ṣalāt karya Hasbi Ash shiddeqy dikatakan bahwa alāt tasbīh merupakan suatu Ṣalāt yang diperselisihkan ulama. Ada yang menganggapnya sunnah dan ada pula yang

membid’ahkan. Riwayat yang menerangkan kesunnatannya dicela oleh sebahagian ahli hadis, oleh sebab itu menurutnya lebih utama meninggalkannya.13

Tetapi sebaliknya banyak juga dari para ulama, baik klasik maupun kontemporer yang menegaskan bahwa hadis Ṣalāt tasbīh ini Ṣahīh. Diantara para ulama klasik yang bependapat seperti itu adalah Ibn shalah, al-Mundzirī, al-Khātīb al-Baghdadi, al-Zarkasyī, al-Suyutī, dan lain-lain.14

Sementara diantara ahli-ahli hadis masa kini yang menyatakan bahwa Hadis Ṣalāt tasbīh itu Ṣahīh, atau minimal hasan, adalah al-hafīdh Muhammad

‘Abd al-rahman al-Mubarakfūri (w.1353 H), Mustafa Azami, Muhammad Fuad

11

Muhammad bin ‘Alī al-Syawkānī, Al-Fawāid al-Majmū’at fī al-Ahādīs al-Mawdū’ah

)Bayrūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995(, h. 37-38.

12

Atoillah Wijayanto, Shalat Tasbih, Sunnah Rasul Yang Dianggap Bid’ah (Malang:

Pustaka Basma, 2009), h. xii

13

Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Shalat (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1997), h. 302.

14


(16)

abd al-Baqi, Nashir al-Dīn al-Albāni, dan lain-lain. Bahkan Nashir al-Dīn al- Albāni menegaskan bahwa Hadis Ṣalāt tasbīh itu Ṣahīh. Karenanya, beliau kemudian memasukkan Hadis tersebut dalam kitabnya Ṣahīh Sunan Abi daud, sebuah kitab yang berisi hadis-hadis Ṣahīh.15

Adapun hadis yang dimaksudkan dalam menjelaskan tentang Ṣalāt tasbīh adalah sebagai berikut:

يْرْوُ باَسْيَ نلا ِمَكَ ا ِنْب ِرْشِب نْب ن َْْرلادْبَع اَنَ ثَدَح

.

دح

ِ ْ ِ َللا دْبَع نْب َ ْوُ اَنَ ث

.

نب ُمَكَ ا اَنَ ثدح

،َناَبَا

َااَ ساَبَع نبا ْنَع َ ِرْكِع ْنَع

:

بِلط

ُ

ما دْبَع نب ساَبَلْلل ِ َمَلَ َو ِهْيَلَع ُها َلَص ِها ُاوُ َر َاا

:

"

اَمَعاَ ساَبَعاَ

,

َ ْيِطْعُا َا

,

َ ُ َنْ َا َا

,

َ ْوُ بْحَا َا

,

ٍااَ ِ َرْشَع َ ِب ُ َلْ َا َا

,

َتْلَلَ َتْنَا اَذِا

ُ َرِ َاَو ُهَلَوَا َ َبْ نَذ َ َل ُها َرَفَغ َ ِلَذ

,

ُهَ ْ ِدَحَو ُهَْ ِدَ َو

,

ُ َرْ يِبَ َو ُ َرْ يِ َصَو ُ َدْمَعَو ُ َاَطَ َو

,

َعَو ُ َرِ ِ َو

ُهَ َيِن

.

ٍااَ ِ َرْشَع

:

ٍ َرْوُ َو ِااَ كِلا ِ َِااَفِب ٍ َلْ َر ِ ُ ِ ُاَرْ َ ٍااَلَ َر َ َبْرَا َ ِلَ ُ ْنَا

.

َنِ َتْغَرَ اَذِاَ

ٌمِااَ َتْنَاَو ْ ُ َ ٍ َلْ َر ِاَوَا ِ ِ َءاَر ِلا

:

ِها َناَ ْبُ

,

ِه ُدْمَ او

,

ُها ِا َهلِا و َ

,

َ َْ ُرَ بْ َا ُهاَو

ً رَ َ َ َرْشَع

,

اًرْشَع ٌ ِ اَر َتْنَاَو ُاْوُ َ َ ُ َ ْرَ َُُ

,

ِ ْوُ ُرلا َنِ َ َ ْاَر ُ َ ْرَ ُُّ

.

اًرْشَع اَُُوُ َ َ

,

يِوْهَ ُُّ

اًرْشَع ٌدِجاَ َتنَاَو ُاوُ َ َ اًدِجاَ

,

اًرْشَع اَُُْوُ َ َ ِدْوُجُسلا َنِ َ َ ْاَر ُ َ ْرَ ُُّ

,

اَُُوُ َ َ ُدُجْسَ ُُّ

اًرْشَع اَُُوُ َ َ ِدْوُجُسلا َن ِ َ َ ْاَر ُ َ ْرَ ُُّ اًرْشَع

.

ٍ َلْ َر ِ ُ ِ َنْوُلْ بَ َو ٌ َْ َ ِلَ َ

,

ِ َ ِلَذ ُ َلْفَ

ٍااَلَ َر ِ َبْرَا

,

ً َرَ ٍ َلُُ ِ ُ ِفَ ِ َطْسَ َْ ْنِاَ ْ َلْ اَ ً رَ َ ٍ ْوَ ِ ُ ِ اَهْ يِلَ ُ ْنَا َتْلَطَ ْا ِنِاَو

,

ْنِاَ

ً َرَ ٍرْهَ ُ ِفَ ْ َلْفَ َْ

,

ٍ َرَ ٍ َنَ ِ ُ ِفَ ْ َلْفَ َْ ْنِاَ

,

ً َر َ َ ِرُمُع ِفَ ْ َلْفَ َْ ْنِاَ

"

16

Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Bisyr bin Hakam An Naisabury telah menceritakan kepada kami Musa bin Abdul Aziz telah menceritakan kepada kami Al Hakam bin Aban dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Abbas bin Abdul Mutthalib: "Wahai Abbas, wahai pamanku, sukakah paman, aku beri, aku karuniai, aku beri hadiah istimewa, aku ajari sepuluh macam kebaikan yang dapat menghapus sepuluh macam dosa? Jika paman mengerjakan ha itu, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa paman, baik yang awal dan yang akhir, baik yang telah lalu atau yang akan datang, yang di sengaja ataupun tidak, yang kecil maupun yang besar, yang samar-samar maupun yang terang-terangan. Sepuluh macam

15

Ali Mustafa Yaqub, Hadis hadis bermasalah, h.131.

16

Abi Dawud Sulayman bin al-As'as al-Sijistany, Sunan Abi Dāwud, kitab al-Salat bāb


(17)

7

kebaikan itu ialah; "Paman mengerjakan Ṣalāt empat raka'at, dan setiap raka'at membaca AL Fatihah dan surat, apabila selesai membaca itu, dalam raka'at pertama dan masih berdiri, bacalah; "Subhanallah wal hamdulillah walaa ilaaha illallah wallahu akbar (Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada ilah selain Allah dan Allah Maha besar) " sebanyak lima belas kali, lalu ruku', dan dalam ruku' membaca bacaan seperti itu sebanyak sepuluh kali, kemudian mengangkat kepala dari ruku' (i'tidal) juga membaca seperti itu sebanyak sepuluh kali, lalu sujud juga membaca sepuluh kali, setelah itu mengangkat kepala dari sujud (duduk di antara dua sujud) juga membaca sepuluh kali, lalu sujud juga membaca sepuluh kali, kemudian mengangkat kepala dan membaca sepuluh kali, Salim bin Abul Ja'd jumlahnya ada tujuh puluh lama kali dalam setiap raka'at, paman dapat melakukannya dalam empat raka'at. jika paman sanggup mengerjakannya sekali dalam sehari, kerjakanlah. Jika tidak mampu, kerjakanlah setiap jum'at, jika tidak mampu, kerjakanlah setiap bulan, jika tidak mampu, kerjakanlah setiap tahun sekali. Dan jika masih tidak mampu, kerjakanlah sekali dalam seumur hidup."

Berangkat dari adanya kontroversi mengenai hadis tentang Ṣalāt tasbīh tersebut, maka untuk itu perlu adanya penelitian dalam rangka menjelaskan pemahaman kepada masyarakat tentang berbagai ibadah, dengan melihat kualitas tersebut, sehingga dapat atau tidaknya diamalkan. penulis tertarik untuk meneliti hadis tentang Ṣalāttasbīh tersebut karena betapa pentingnya melakukan penelitian hadis baik sanad maupun matan dengan tujuan untuk mengetahui otentisitas dan validitas hadis tersebut juga bagaimana memahami kandungannya. oleh karena itu, Maka penulis menetapkan judul : ṢALĀT TASBĪH DALAM PERSPEKTIF HADIS (STUDI ANALISIS SANAD DAN MATAN)

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Dari uraian di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam Skripsi ini adalah bagaimana kualitas hadis tentang Ṣalāttasbīh, Ruang lingkup penulisan ini hanya mencakup hadis-hadis yang dipedomani oleh masyarakat dalam melakukan Ṣalāt tasbīh, dan hadis-hadis yang akan diadakan penelitian terbatas pada hadis-hadis yang dirujuk dalam kitab al-Mu’jām al-Mufahras li al-Fāz


(18)

al-Hadīs al-Nabawī. Untuk lebih terarahnya pembahasan, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas hadis tentang Ṣalāttasbīh ?

2. Bagaimana kedudukan Ṣalāttasbīh ?

C. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan hasil pengamatan dan studi di Perpustakaan telah ditemukan beberapa penelitian sebelumnya. Adapun review studi terdahulu yang penulis telah kaji adalah:

1. Kritik Hadis Tentang Keistimewaan Salat Sunnah Tobat : Studi analisis Sanad Dan Matan, ditulis oleh Nuraini, Eni Jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009. Tema tentang salat banyak sudah banyak dibahas, namun dalam judul berbeda-beda diantaranya tentang salat sunnah taubat, dalam skripsi ini adalah meneliti hadis baik sanad maupun matan dengan tujuan untuk mengetahui otentisitas dan validitas hadis tersebut. Skripsi tersebut didapat dari perpustakaan utama UIN SyarifHidayatullah Jakarta. 2. Dahsyatnya Ṣalāt Tasbīh yang ditulis oleh Misbahus Surur, Jakarta :

Qultum Media, 2009. Buku ini menjelaskan Tinjauan umum mengenai

Ṣalāt tasbīh diantaranya Pengertian, keajaiban dan hikmah, tata cara pelaksanaanya dan juga penjelasan para ulama mengenai dasar hukum yang di dalamnya dijelaskan pro kontra terhadap penilaian kedudukan hadis tersebut.


(19)

9

3. Buku Ṣalāt Tasbīh, Sunnah Rasul Yang Dianggap Bid’ah” yang ditulis oleh Atoillah Wijayanto, Malang, Pustaka Basma, 2009. Di dalam buku ini, penulis menjelaskan dan menunjukkan dalil atau hujjah tentang kesunahan Ṣalāt Tasbīh dengan menampilkan hadis-hadis sebagai bukti otentik dan pendapat ulama ahlussunnah yang kredibel serta mumpuni dalam ilmu mereka. Juga membahas para perawi hadis yang meriwayatkan Ṣalāt Tasbīh dengan menukil pendapat para ulama ahli hadis yang mereka juga telah membahasa masalah ini sebelumnya.

4. Buku “Hadis hadis bermasalah” yang ditulis oleh Ali Mustafa Yaqub, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2012. Di dalam buku ini, penulis memasukan

Ṣalāt Tasbīh dalam bagian pembahasan buku tersebut. Di dalamnya dijelaskan secara singkat atau berupa kesimpulan penulis dan dijelaskan pula mengenai Ulama yang pro dan kontra dalam menilai Hadis tersebut.

Setelah meninjau pustaka mengenai literature yang membahas tentang

Ṣalāt tasbīh, penulis belum mendapatkan adanya pembahasan khusus mengenai kualitas hadis-hadis tentang alāttasbīh yang terfokus pada satu buku, khususnya juga yang mengkritik kualitas hadis yang dipahami oleh masyarakat sebagai Ṣalāt

tasbīh. Jadi, rancangan penelitian ini merupakan pengembangan dari peneliti sebelumnya, atau pelengkap dari karya-karya yang sudah ada.


(20)

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kualitas sanad dan matan hadis.

2. Untuk menggali kandungan hadis tentang Ṣalāttasbīh.

3. Untuk menambah khazanah keilmuan bagi penulis dan kaum muslimin pada umumnya.

4. Untuk memenuhi tugas dan syarat dalam menyelesaikan gelar sarjana setrata satu (S1) pada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Metodologi Penelitian

Adapun metode dalam kegiatan penelitian hadis ini,yaitu:

1. Melakukan takhrij hadis dari matan hadis yang telah disebut pada judul, langkah pertama penelitian hadis ini merujuk melalui lafal hadis dari kitab

al-Mu’jām al-Mufahras li al-Fāz al-Hadīs al-Nabawī karya A.J Wensinck.

2. Mencari data yang telah diperoleh dari kitab kamus dengan merujukpada kitab asli yang ditunjukkan oleh kitab kamus.

3. Menguraikan skema jalur-jalur sanad agar terlihat ada tidaknya pendukung yang berstatus muttabi’ dan syawahid.


(21)

11

4. Melakukan penelitian sanad (kritik sanad) dari data yang diambil dari kitab-kitab Rijal al-Hadis seperti Tahdzīb al-Kamal, Tahdzīb al-Tahdzīb, al-Jarh

at-Ta’dīl, dan lain-lain. Dan penelitian sanad ini yaitu menelesuri data setiap periwayat dengan menilai keadaannya,hubungan guru dan murid, tahun kelahiran dan tahun wafat, hingga penilaian paraulamatentangkredibilitasperawitersebut. Untukkemudian menentukan kedudukan hadis dari semua jalur.

5. Jika terdapat kontradiktif antara jarh dan ta’dīl, maka dalam hal ini Mendahulukan jarh atas ta’dīl secara mutlak (

دل لا لع د حر ا

(

6. Melakukan penelitian matan dari hasil penelitian sanad di atas.

7. Memberikan kesimpulan dari hasil penelitian di atas dan pesan penting dari hadis tersebut. Sedang dalam pembahasan skripsi ini menggunakan metode deskriptifanalisis, yakni melalui pengumpulan data dan pendapat para ulama dan pakar untuk kemudian diteliti dan dianalisa sehingga menjadi sebuah kesimpulan yang ilmiah.

Penulis memakai metode penelitian dalam skripsi ini adalah metode penelitian pustakaan (library research) artinya data-datanya berasal dari sumber keperpustakaan, baik berupa buku-buku, ensiklopedi, dan sebagainya, termasuk juga data primer seperti kitab-kitab hadis, maupun data sekunder, seperti data-data yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini.


(22)

Selain itu juga metode penulisan ini penulis juga mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) yang disusun olehtim CEQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengklasifikasi menjadi lima bab dan setiap bab dibagi menjadi beberapa sub-sub yang setiap sub saling berkaitan. Sistematika penulisan tersebut berikut ini :

bab I (pertama) sebagai pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan dan batasan masalah, metode penelitian, tinjauan pustaka, tujuan penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II (kedua), merupakan tinjauan umum mengenai alāt tasbīh yang berisi pengertian alāt tasbīh, tujuan alāt tasbīh, tata cara atau praktek pelaksanaan alāttasbīh.

Bab III (ketiga). berisi kegiatan takhrij, Yang terdiri dari Kegiatan Takhrij Hadis, Klasifikasi hadis tentang Ṣalāttasbīh, Kegiatan I’tibar.

bab IV (keempat), kegiatan Penelitian Kritik Sanad dan Matan.

Bab V (kelima), yang merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan dan saran.


(23)

13

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG

AL

T

TASBῙ

H

A. Pengertian

Ṣalāt

Tasb

ī

h

Istilah alāt tasbīh terdiri atas dua kata, yakni “ alāt” dan “tasbīh”. Kata

“ alāt” pada dasarnya berakar dari kata

ص

berasal dari kata kerja

ل

لص

.

Kata “Ṣalāt” menurut bahasa mengandung dua pengertian, yaitu “berdoa”1

dan

“bersalawat”. Ini berarti bahwa ungkapan “saya alāt” dapat berarti “saya berdoa” atau “saya bersalawat”. Berdoa yang dimaksud dalam pengertian ialah berdoa atau

memohon hal-hal yang baik, nikmat dan rezeki. Sedangkan “bersalawat” berarti meminta keselamatan, kedamaian, keamanan, dan pelimpahan rahmat Allah swt.2

Ṣalāt dalam pengertian di atas adalah doa yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Untuk meminta pengampunan dari segala dosa, untuk mensyukuri nikmat dan karunia Allah swt. Untuk menolak kezaliman, dan untuk menegakkan suatu kewajiban ibadah dalam agama.

Secara istilah “ alāt” diartikan sebagai suatu ibadah kepada Allah swt. Dengan gerakan-gerakan tertentu dan perkataan-perkataan tertentu yang diawali

1

Ṣalātdalam pengertian “doa” antara lain terdapat dalam QS. al-Tawbah (9): 103.

2Abī

Husayn Ahmad bin Fāris bin Zakariyyah,Mu’jām Maqayis al-Lugah, juz III (Mesir: Maktabah Matbāh Mustafa al-Bābi al-Halabi wa Awlāduh, 1972), h. 300-301.


(24)

dengan takbir dan diakhiri dengan salam dilakukan pada waktu-waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu.3

Sedangkan kata “tasbīh” merupakan bentuk dasar )masdar( dari kata kerja

حب

-حبس

yang artinya mensucikan dengan mengucapkan lafal tasbīh, atau menafikan Allah dari keserupaan dengan semua makhluk dari segala bentuk

kekurangan, dengan ucapan subhānallāh )Maha Suci Allah(.4

Lafal tasbīh seringkali diucapkan atau digandengkan dengan lafal-lafal tahmīd (

هدم ا

), tahlīl (

ها ا هلا

), dan takbīr (

ر ا ها

).

Jadi alāttasbīh adalah suatu alāt yang dalam setiap perpindahan dari satu hay’ah (gerakan) kepada hay’ah lainnya mengandung pujian (tasbīh, zikir) kepada

Allah swt yang berbunyi

َرْ َأ َها َو ها ِا هلِا َ َو ه ُ دْمَ َا َو ها َنَا ْب

(Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar).

Adapun perintah-perintah untuk bertasbīh terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi saw, diantaranya:

1. Qs al-Fath (48): 9:



















3

Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, jilid V (Cet. VI; Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1536.

4

Ahmad Warson al-Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Cet. XIV;


(25)

15

“Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbīh kepada-Nya

di waktu pagi dan petang.”5 2. Qs. al-Hijr (15): 98:











“Maka bertasbīhlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (Ṣalāt).”6

3. Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh ‘Uqbah bin ‘Amr:

اا و نع رابما نبا انر أ ا يلما يعاما نب و و بو وبأ ان نب يبرلا انثّدح

اا ر اع نب ب ع نع همع نع او ا نب و مل وبا

" :

تل ن ام

"

،مي للا بر م اب حبس

7

ها او ر اا

َمَلَ َو ِهْيَلَع ُها َلَص

:

مكعو ر اهاوللجا

" .

تل نامل

"

، لع ا بر م اب حبس

8

اا

:

م دوج اهوللجا

.

9

“Al-Rabi’ bin Nāfi’ Abū Tawbah dan Mūsā bin ‘Ismaīl menceritakan kepada kami, Ibnu al-Mubārak memberitakan kepada kami, dari Mūsā

Abū Salamah Mūsā bin Ayyūb berkata, dari pamannya dari ‘Uqbah bin ‘āmr berkata Fasabbih bismi rabbika al-‘Azīm” (Maka bertasbīhlah kamu dengan nama Tuhanmu yang Maha Besar) Rasulullah saw besabda:

“Jadikanlah tasbīh itu dalam sujudmu.” Dan ketika turun firman Allah

“sabbihisma Rabbika al-a’lā” (Tasbīhkanlah nama Tuhanmu yang Maha Tinggi), Rasulullah bersabda: Jadikanlah tasbīhitu dalam sujudmu.”

4. Qs. al-Wāqi’ah )56(: 74 dan 96:









5

Al-Qur’an Al-Hadi

6

Al-Qur’an Al-Hadi

7

Qs. Al-Wāqi’ah (56): 74.

8

QS. Al-A’lā (87): 1.

9

Abī Dāwud Sulayman bin al-Asy'as al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud, kitab al-Azān bāb mā Yaqūlu al-Rajūl fī Rukū’ihī wa Sujūdihī, juz I (Bayrūt: Dār al-Fikr, 1994), h. 239.


(26)

“Maka bertasbīhlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha

besar.”10

5. Qs. al-A’lā )87(: 1:







“Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tinggi.”11 6. Qs. al-Nasr (110): 3:









“Maka bertasbīhlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya dia adalah Maha Penerima taubat.”12

7. Hadis yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah:

ااض ٌ دَدَسُ انَثَدَح

:

ااَ نايْفُ ْنَع ََْ انَثَدَح

:

اع ْنَع قْوُرْسَ ْنَع مِلْسُ ْنَع رْوُ ْنَ ي َثَدَح

ْتلاَ اَ َأ اهْنَع ها ِضَر َشِا

:

ِِّنلا ناَ

َمَلَ َو ِهْيَلَع ُها َلَص

ِ ِدُجُ َو ِهِعْوُ ُر َاوُ َ ّنّا ُرِ ْكُ

:

"

ِْرِفْغا َمهَللَا ،ِ ِدْمََِِو انَبَر َمُهللا َ َنا ْبُ

"

13

“Musaddad telah menceritakan kepada kami, Yahya telah menceritakan kepada kami dari Sufyan dia berkata: Mansūr telah menceritakan

kepadaku, dari Muslim, dari Masrūq, dari ‘A RA. Dia berkata: Bahwasanya Nabi saw. memperbanyak membaca dalam rukuk dan sujudnya; Maha suci engkau Ya Allah Tuhan kami dan segala puji

bagi-Nya, Ya Allah ampunilah aku.”

10

Al-Qur’an Al-Hadi

11

Al-Qur’an Al-Hadi

12

Al-Qur’an Al-Hadi

13

Al-Imām Abī 'Abdillāh Muhammad ibn Ismāīl ibn Ibrāhīm ibn Mughīrah ibn Bardizbah al-Bukhārī al-Jā'fī, Sahīh al-Bukhārī, juz I )Bayrūt: Dār al-Kutūb al-Ilmiyyah, 1992), h. 246.


(27)

17

C. Tujuan

Ṣalāt

Tasbīh

Tujuan dari alāt adalah pengakuan hati bahwa Allah Swt. Sebagai pencipta yang Maha besar dan pernyataan patuh terhadap-Nya serta tunduk atas kebesaran serta kemuliaan-Nya yang kekal dan abadi. Bagi seseorang yang telah melaksanakan alāt dengan penuh rasa takwa dan keimanan kepada penciptanya, hubungannya dengan Allah swt. akan kuat, istiqamah (teguh) dalam beribadah kepada-Nya, dan menjaga ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh-Nya.14

Ṣalāt yang dilaksanakan dengan hati yang penuh takwa dan mengharap keridaan Allah swt. akan mempunyai pengaruh yang mendalam dalam jiwa dan menopang manusia untuk berakhlak mulia. Dengan demikian Ṣalāt dapat berperan sebagai alat penangkal yang dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar sebagaimana yang telah disebutkan dalam Qs. al-Ankabūt )29(: 45:







“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab

(al-Qur’an) dan dirikanlah Ṣalāt. Sesungguhnya Ṣalātitu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (Ṣalāt) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.15

Ṣalāt tidak hanya merupakan perwujudan dan rasa terima kasih terhadap nikmat yang dianugerahkan Allah swt. tetapi juga mempunyai dampak positif bagi yang melaksanakannya. Dampak tersebut antara lain adalah selalu terjadinya

14

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, jilid IV (Cet. IV; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 208.

15


(28)

hubungan yang kuat antara seorang hamba dan pencipta yang membawa kenikmatan, keamanan, ketenangan, dan keselamatan yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan diri dan penghambaan diri kepada Allah swt. alāt juga merupakan sarana untuk mencapai kemenangan, keberuntungan,16 dan alāt yang dilakukan lima kali sehari semalam dapat menghapus dosa seperti air dipakai mandi dapat menghapus daki yang ada di badan sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadis:

ااَ َ َ َْْ ُنب ُميِهارْبا انثَدح

:

يأ نع َمْيهارْبا ِنب ٍدمُ ْنع َد ِ َ ْنَع ُيدْرَواردلاو ٍ ِزاح يَأ ُنبا يَث َدَح

ها او َر َ َِم هّنَأ َ ر َرُه يا نع ِنَْرلا دْبَع نب َ مَلَ

َمَلَ َو ِهْيَلَع ُها َلَص

ُاوُ َ

:

ّنَأ ْول ْمُ اَرَأ

اولا ؟ِهِنَرَد ن ْبُ لذ ُتْ َ ا اسَْ ٍ ْوَ َ ُ ِهيِ ُ ِسَ ْ َ مُ دَحَا ِاابِب اًرْهَ ن

:

ِهِنَرَد ن ْبُ

ًا ْيَ

.

اا

" :

ا اطَ ا هب هاو ِ مَ ا ِااولَ لا ُ َ َ َ ل َ

."

17

“Seandainya ada sebuah sungai di depan rumah salah seorang dari kamu

dan ia mandi di sana lima kali sehari, apakah menurutmu masih akan ada

daki (kotoran) yang tersisa ditubuhnya? Mereka berkata: “Tidak akan ada sedikitpun kotoran yang tersisa ditubuhnya.” Nabi saw.

menambahkan, ini adalah ibarat (mengerjakan) Ṣalāt lima waktu

menghapus perbuatan jahat (dosa).”

Dengan alāt akan tercipta hubungan yang amat dekat antara pelaku dan Allah swt. Sehingga terasa adanya pengawasan dari Allah swt. Terhadap segala tindakan yang pada akhirnya akan memberikan ketenangan yang besar dalam jiwa dan menjauhkan dari kelalaian yang dapat memalingkan seseorang dari ketentuannya kepada Allah swt. (Qs. al-Zāriyat )51(: 56(.

Adapun tujuan atau manfaat melaksanakan Ṣalāt tasbīh, bagi para ulama yang tidak menerima kehujjahan Hadis tentang Ṣalāttasbīh tentu saja Ṣalāt tasbīh

16

Lihat Qs. al-Mukminūn )23(: 1, QS. al-Ma’ārij (70): 19

17

Al-Bukhārī al-Ja'fī, juz I kitāb Mawāqīt al-Shalat Bāb al-Shalāwat al-Khamsu Kaffārat, h. 167.


(29)

19

bagi mereka tidak ada manfaatnya. Karena itu mereka tidak mengerjakannya. Tapi bagi para ulama yang mensahihkan Hadis tersebut, nyata disebutkan bahwa Allah akan mengampuni dosa, baik yang pertama dan terakhir, yang terdahulu dan yang baru, yang tidak disengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang terang-terangan.

D. Tata Cara

Ṣalāt

Tasbīh

Ṣalāttasbīh semua riwayat sepakat dengan empat rokaat18, jika pada siang hari dengan satu kali salam (langsung niat empat rakaat), sedang di malam hari dua rokaat-dua rokaat dengan dua kali salam (dua kali shalat dengan masing-masing 2 rakaat) dengan tasbih sebanyak 75 kali tiap raka’atnya, jadi keseluruhan bacaan tasbih dalam shalat tasbih 4 rokaat tersebut 300 kali tasbih.19

Secara umum, shalat tasbih sama dengan tata cara shalat yang lain, hanya saja ada tambahan bacaan tasbih yaitu:

ُرَ بْ َأ ُهاَو ُها َ ِ َهَلِ َ َو ِهَلِل ُدْمَْ اَو ِها َناَ ْبُ

20

Adapun cara mengerjakan alāttasbīh adalah sebagai berikut:

1. Berdiri tegak menghadap kiblat, lalu mengucapkan niatnya.

Lafaz niat Ṣalāttasbīh (bila dikerjakan dua rakaat-dua rakaat):

18Abī Dāwud S

ulayman bin al-Asy'as al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud, kitab al-Shalāt bāb Shalāt al-Tasbīh,juz I )Bayrūt: Dār al-Fikr, 1994), h. 484. Al-Hafiz Abī 'Abdullāh Muhammad ibn Yazīd al-Qaswinī. Sunan ibn Mājah, Kitāb Iqāmat al-Shalāt wa al-Sunnat Fī hā Bāb Mā Ja’a fī Shalāt al-Tasbīh juz I )Bayrūt: Dār al-Fikr, 1995), h. 442. Abī Muhammad bin ‘Isā bin Sawrah,

Sunan al-Tirmizī, Kitāb al-Shalāt Bāb Mā Ja’a fī Shalāt al-Tasbīh,juz II )Bayrūt: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1987), h. 347.

19

Abī ‘Isā Muhammad bin ‘Isā bin Sawrah, h. 350. 20


(30)

َِاَلَ ِهّلِل َِْْ َلْ َر حْيِبْسَ لا َ نَ ُ ِلَصُا

.

Lafaz niat Ṣalāttasbīh dikerjakan empat rakaat :

“Saya niat Ṣalāttasbīh dua rakaat karena Allah ta’alā”.

َااَلَ ِهَلِل ٍااَلَ َر َ َبْرَأ ِحْيِبْسَ لا َ َنُ ِلَصُأ

“Saya niat Ṣalāt tasbīh empat rakaat karena Allah ta’alā”. 2. Setelah niat, lalu membaca do’a iftitah yaitu:

ِااومَسلا َرَطَ يِ َلِل َ ِهْجَو ُتْهَجَو ِِِأ ْيِصَأَو ً َرْكُب ِها َناَ ْبُ َو اَرْ يِ َ ِه ُدْمَ اَو اْرِبَ َرْ َأ ها

َْ ِرْشُما َنِ انأ اَ َو اًمِلْسُ اًفْ يِنَح َ ْر اَو

.

َِْْماَللا ِاَر ِه ِِاََََو َياَيََُْو ِكُسُنَو ِِ َص َنِأ

َِْْمِلْسُما َنِ انأَو ُاْرِ ُأ َ ِل ِبَو ُهلَ َ ِرَ

.

21

“Allah Maha Besar lagi sempurna Kebesaran-Nya, segala puji bagi-Nya dan Maha Suci Allah sepanjang pagi dan sore. Kuhadapkan muka hatiku kepada Zat yang menciptakan langit dan bumi dengan keadaan lurus dan menyerahkan diri dan aku bukanlah dari golongan kaum musyrikin. Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata hanya untuk Allah Seru sekalian alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan dengan aku diperintahkan untuk tidak menyekutukan bagi-Nya. Dan aku dari golongan orang muslimin.

Atau boleh juga membaca doa iftitah sebagai berikut:

ِاِر ْمَلاَو ِقِرْشمَلا ََْْ ب َاْدَعاَب اَمَ َياَ اَطَ ََْْ بَو ِيْيَ ب ْدِعاَب َمُهّللَأ

.

امَ َياَطَ ْنِ ِيِ َ ن َمُهللَا

ِ نَدَلا َنِ ُييَبْ ا ُاْوَ لا َ َ نُ

.

ِدَرَلاَو ِ لْ َلاو َ ِءاَماِب َياَ اَطَ ْنِ ِيْلِسْغا َمُهللا

.

22

“Ya Allah, jauhkanlah daripada kesalahan dan dosa sejauh antara timur dan barat. Ya Allah bersihkanlah aku dari segala kesalahan dan dosa bagaikan bersihnya kain putih dari kotoran. Ya Allah, sucikanlah

kesalahanku dengan air, dan air salju yang sejuk”.

21

Al-Imām Abū Muhammad 'Abdullah ibn 'Abdū al-Rahman ibn al-Fadhl ibn Bahrām al-Dārimī, Sunan al-Darimī, Kitāb al-Shalat bāb Mā Yuqālu ba’da Iftitāh, juz II; Indonesia: Maktabah wahlan, t.th., h. 282.

22


(31)

21

Setelah selesai membaca doa iftitah, kemudian dilanjutkan dengan membaca surah al-Fatihah dan surah yang lain.23 Setelah itu bacalah tasbīh sebanyak lima belas kali, yaitu:

َرْ َا ُها َو ها ِا َهَلِا َو هُدْمَ او َ ِها َناَ بْ

.

24

Bacaan tersebut dapat pula ditambah dengan:

ِهِاب َ ِا َ َو ُ َ َو َاْوَح َ َو

3. Kemudian rukuk dengan membaca tasbīh sebanyak sepuluh kali, yaitu:

ِهِاب َ ِا َ َو ُ َ َو َاْوَح َ َو َرْ َا ُها َو ها ِا َهَلِا َو هُدْمَ او َ ِها َناَ بْ

25

4. Kemudian iktidal dengan membaca tahmid iktidal yaitu:

َدَِْ ْنَمِل ها َ َِم

26

Setelah berdiri tegak lalu membaca membaca tasbīh sepuluh kali:

هِاب َ ِا َ َو ُ َ َو َاْوَح َ َو َرْ َا ُها َو ها ِا َهَلِا َو هُدْمَ او َ ِها َناَ بْ

27

23Ibnu ‘Abidin )W. 1252 H.(, ahli fikih Mazhab Hanafi, di dalam kitab fikihnya yang

berjudul Hasyiyah Rad al-Muhtār ‘alā al-Dur al-Mukhtār–sebagaimana yang dijelaskan dalam

Ensiklopedi Islam- menjelaskan bahwa berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas, pada setiap rakaat dibaca surah al-Fatihah. Setelah membaca surah al-Fatihah pada setiap rakaat secara berturut-turut dibaca surah al-Takasur, al-‘Asr, al-Kafirun, dan al-Ikhlas. Selanjutnya Ibnu Abidin menjelaskan bahwa sebagian ulama berpendapat bahwa surah yang terbaik dibaca pada masing-masing rakaat adalah surah al-Hadid, al-Hasyr, al-Saff, dan al-Tagabun. Karena terdapat kesesuaian antara makna yang terkandung di dalam surah-surah ini dengan bacaan-bacaan tasbih yang terdapat di dalam salat tasbih. Lihat Abdul Azis Dahlan (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam (Cet. VI; Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1603.

24

Abū Dāwud, kitab al-Shalāt bab Shalāt at-Tasbīh, h. 483-484.

25

Abū Dāwud, kitab al-Shalāt bab Shalāt at-Tasbīh, h. 483-484.

26

Al-Bukhāri, Kitāb al-Azān bāb al-Takbīr izā Qāma min al-Sujūdi, h. 293-294. Al-Imām Abī Husaīn Muslim ibn al-Hajjāj al-Qushairī, al-Naisabūrī, Shahīh Muslīm, Kitāb al-Shalāt bāb Isbāt al-Takbīr, juz I (Bayrūt: Dar al- Kutub al-Ilmiyyah, 1992), h. 293-294.


(32)

5. Kemudian sujud dengan membaca tasbīh sebanyak sepuluh kali:

ِهِاب َ ِا َ َو ُ َ َو َاْوَح َ َو َرْ َا ُها َو ها ِا َهَلِا َو هُدْمَ او َ ِها َناَ بْ

28

6. Kemudian duduk diantara dua sujud dengan membaca membaca tasbīh sebanyak sepuluh kali:

ِهِاب َ ِا َ َو ُ َ َو َاْوَح َ َو َرْ َا ُها َو ها ِا َهَلِا َو هُدْمَ او َ ِها َناَ بْ

29

7. Kemudian sujud kedua dengan membaca tasbīh sebanyak sepuluh kali:

ِهِاب َ ِا َ َو ُ َ َو َاْوَح َ َو َرْ َا ُها َو ها ِا َهَلِا َو هُدْمَ او َ ِها َناَ بْ

30

Sebelum berdiri untuk rakaat kedua hendaknya “duduk istirahat” sambil membaca tasbīh seperti tersebut di atas sepuluh kali. Sedangkan pada rakaat terakhir, setelah sujud kedua dan membaca tasbīh sebanyak sepuluh kali, maka selanjutnya adalah membaca tahiyat yaitu:

ِه ُااَبِيّطلا ُااَوَلَ لا ُااَ راَبُما ُااَيِ َ لاا

.

ُهَ َا َرَ بَو ِها ُ ََْْرَو َُِِنلا اَهُ َأ َ ْيَلَع ُ َسلا

.

اَنْ يَلَع ُ َسلا

َِِْ اَ لا ِها ِدَابِع لعَو

.

ها ُاْوُ َر ًادَمَُُ َنَأ ُدَهْ َأَو ها أ َهلِأ ْنَأ ُدَهْ َأ

.

لع ِ َص َمُهّللأ

ٍدَمَُُ انِدِيَ اأ لَعَو ٍدَمَُُ انِدِيَ

.

َمْيِهارْبِأ انِدِيَ ِاأ لعَو َمْيِهَارْبِأ انِدِيَ لع َتْيَلَص ام

.

ٍدَمََُ ان دِيَ اا لعَو ٍدَمَُُ انِدِي لع ْ ِرابَو

.

انِدِيَ اا لع و َمْيِهارْبأ انِدِيَ لع َتْ راَب ام

ٌدْيَِ ٌدْيَِْ َ َنِأ ْماللا َمْيِهاربأ

.

31

“Segala kehormatan, keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan bagi Allah.

Salam, rahmat dan berkah-Nya kupanjatkan kepadamu wahai Nabi Muhammad. Salam (keselamatan) semoga tetap untuk kami seluruh hamba yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah,

27

Abū Dāwud, kitab al-Shalāt bab Shalāt at-Tasbīh, h. 483-484.

28

Abū Dāwud, kitab al-Shalāt bab Shalāt at-Tasbīh, h. 483-484.

29Abū Dā

wud, h 483-484.

30

Abū Dāwud,h. 483-484.

31

Bukhāri, Kitāb al-Azān bāb al-Tasyahhud fī al-ākhirah, h. 250. Muslim,,Kitāb al -Shalāt bāb al-Tasyahhud fī al-Shalāt, h. 301-305.


(33)

23

limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muh}ammad beserta seluruh keluarganya. Sebagaimana pernah Engkau beri rahmat kepada Nabi Ibrāhīm dan keluarganya. Dan limpahkanlah berkah atas Nabi Muhammad beserta para keluarganya. Sebagaimana Engkau memberi

berkah kepada Nabi Ibrāhīm dan keluarganya. Di seluruh alam semesta Engkaulah yang terpuji, dan Maha Mulia”.

9. Terakhir adalah salam.

Demikian dikerjakan pada rakaat pertama, yang bila dihitung seluruh

bacaan tasbīhnya berjumlah tujuh puluh lima kali tasbīh. Jadi apabila dikerjakan dalam empat rakaat berarti bacaan tasbīhnya berjumlah tiga ratus tasbīh.32

Apabila seseorang lupa melaksanakan salah satu gerakan di dalam Ṣalāt

tasbīh, lalu ia melaksanakan sujud sahwi (sujud karena lupa), maka ia tidak dianjurkan untuk membaca tasbīh di atas pada sujud sahwi tersebut. Akan tetapi, jika lupa membaca tasbīh di dalam salah satu gerakan Ṣalātnya, maka ia menyempurnakannya pada gerakan yang lain selain pada waktu iktidal (karena iktidal adalah rukun Ṣalāt yang singkat waktunya), sehingga jumlah bacaan

tasbīhnya secara keseluruhan tetap berjumlah tiga ratus kali.33

Demikian tata cara pelaksanaan Ṣalāt tasbīh yang dipahami oleh masyarakat.

32

Abī Dāwud Sulayman bin al-Asy'as al-Sijistānī, h. 483-484.

33

Sebagaimana yang ditakhrij oleh Tirmizī dari ‘Abd al-‘Azīz dari Abū Rizmah, dia berkata: “Aku bertanya kepada Ibnu al-Mubārak, bagaimana jika dia lupa di dalam salat tasbih, apakah dia bertasbih sepuluh kali di dalam sujud sahwi?” Dia menjawab: “Tidak perlu. Sesungguhnya tasbihnya tiga ratus kali”. Abī ‘Isā Muhammad bin ‘Isā. bin Sawrah, h. 350.


(34)

24

BAB III

KAJIAN TERHADAP SANAD DAN MATAN HADIS

A. Kritik Sanad Hadis

Untuk menentukan suatu hadis, maka terlebih dahulu haruslah melakukan penelitian lebih lanjut baik dalam meneliti dari segi sanadnya ataupun dari matannya.

1. Teks dan terjemahannya

يْرْوُ باَسْيَ نلا ِمَكَ ا ِنْب ِرْشِب نْب ن َْْرلادْبَع اَنَ ثَدَح

.

دح

ِ ْ ِ َللا دْبَع نْب َ ْوُ اَنَ ث

.

،َناَبَا نب ُمَكَ ا اَنَ ثدح

َااَ ساَبَع نبا ْنَع َ ِرْكِع ْنَع

:

بِلط

ُ

ما دْبَع نب ساَبَلْلل ِ َمَلَ َو ِهْيَلَع ُها َلَص ِها ُاوُ َر َاا

" :

ساَبَعاَ

اَمَعاَ

,

َ ْيِطْعُا َا

,

َ ُ َنْ َا َا

,

َ ْوُ بْحَا َا

,

ٍااَ ِ َرْشَع َ ِب ُ َلْ َا َا

,

ُها َرَفَغ َ ِلَذ َتْلَلَ َتْنَا اَذِا

ُ َرِ َاَو ُهَلَوَا َ َبْ نَذ َ َل

,

ُهَ ْ ِدَحَو ُهَْ ِدَ َو

,

ُ َرْ يِبَ َو ُ َرْ يِ َصَو ُ َدْمَعَو ُ َاَطَ َو

,

ُهَ َيِن َعَو ُ َرِ ِ َو

.

ٍااَ ِ َرْشَع

:

ٍ َرْوُ َو ِااَ كِلا ِ َِااَفِب ٍ َلْ َر ِ ُ ِ ُاَرْ َ ٍااَلَ َر َ َبْرَا َ ِلَ ُ ْنَا

.

ْ ُ َ ٍ َلْ َر ِاَوَا ِ ِ َءاَر ِلا َنِ َتْغَرَ اَذِاَ

ٌمِااَ َتْنَاَو

:

ِها َناَ ْبُ

,

ِه ُدْمَ او

,

ُها ِا َهلِا و َ

,

ً رَ َ َ َرْشَع َ َْ ُرَ بْ َا ُهاَو

,

َتْنَاَو ُاْوُ َ َ ُ َ ْرَ َُُ

اًرْشَع ٌ ِ اَر

,

ِ ْوُ ُرلا َنِ َ َ ْاَر ُ َ ْرَ ُُّ

.

اًرْشَع اَُُوُ َ َ

,

اًرْشَع ٌدِجاَ َتنَاَو ُاوُ َ َ اًدِجاَ يِوْهَ ُُّ

,

ُُّ

اًرْشَع اَُُْوُ َ َ ِدْوُجُسلا َنِ َ َ ْاَر ُ َ ْرَ

,

اَُُوُ َ َ ِدْوُجُسلا َن ِ َ َ ْاَر ُ َ ْرَ ُُّ اًرْشَع اَُُوُ َ َ ُدُجْسَ ُُّ

اًرْشَع

.

ٍ َلْ َر ِ ُ ِ َنْوُلْ بَ َو ٌ َْ َ ِلَ َ

,

ٍااَلَ َر ِ َبْرَا ِ َ ِلَذ ُ َلْفَ

,

ِ ُ ِ اَهْ يِلَ ُ ْنَا َتْلَطَ ْا ِنِاَو

ً َرَ ٍ َلُُ ِ ُ ِفَ ِ َطْسَ َْ ْنِاَ ْ َلْ اَ ً رَ َ ٍ ْوَ

,

ً َرَ ٍرْهَ ُ ِفَ ْ َلْفَ َْ ْنِاَ

,

ِفَ ْ َلْفَ َْ ْنِاَ

ٍ َرَ ٍ َنَ ِ ُ

,

ً َر َ َ ِرُمُع ِفَ ْ َلْفَ َْ ْنِاَ

"

1

Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Bisyr bin Hakam An Naisabury telah menceritakan kepada kami Musa bin Abdul Aziz telah menceritakan kepada kami Al Hakam bin Aban dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Abbas bin

1

Abi Dawud Sulayman bin al-As'as al-Sijistany, Sunan Abi Dāwud, kitab al-Salat bāb alāt al-Tasbīh,juz I )Bayrūt: Dar al-Fikr, 1994), h. 483-484.


(35)

25

Abdul Mutthalib: "Wahai Abbas, wahai pamanku, sukakah paman, aku beri, aku karuniai, aku beri hadiah istimewa, aku ajari sepuluh macam kebaikan yang dapat menghapus sepuluh macam dosa? Jika paman mengerjakan ha itu, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa paman, baik yang awal dan yang akhir, baik yang telah lalu atau yang akan datang, yang di sengaja ataupun tidak, yang kecil maupun yang besar, yang samar-samar maupun yang terang-terangan. Sepuluh macam kebaikan itu ialah; "Paman mengerjakan Ṣalāt empat raka'at, dan setiap raka'at membaca AL Fatihah dan surat, apabila selesai membaca itu, dalam raka'at pertama dan masih berdiri, bacalah; "Subhanallah wal hamdulillah walaa ilaaha illallah wallahu akbar (Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada ilah selain Allah dan Allah Maha besar) " sebanyak lima belas kali, lalu ruku', dan dalam ruku' membaca bacaan seperti itu sebanyak sepuluh kali, kemudian mengangkat kepala dari ruku' (i'tidal) juga membaca seperti itu sebanyak sepuluh kali, lalu sujud juga membaca sepuluh kali, setelah itu mengangkat kepala dari sujud (duduk di antara dua sujud) juga membaca sepuluh kali, lalu sujud juga membaca sepuluh kali, kemudian mengangkat kepala dan membaca sepuluh kali, Salim bin Abul Ja'd jumlahnya ada tujuh puluh lama kali dalam setiap raka'at, paman dapat melakukannya dalam empat raka'at. jika paman sanggup mengerjakannya sekali dalam sehari, kerjakanlah. Jika tidak mampu, kerjakanlah setiap jum'at, jika tidak mampu, kerjakanlah setiap bulan, jika tidak mampu, kerjakanlah setiap tahun sekali. Dan jika masih tidak mampu, kerjakanlah sekali dalam seumur hidup."

2. Kegiatan Takhrîj

Dalam men-takhrîj hadis, seorang peneliti haruslah mengetahui terlebih dahulu metode apa saja yang digunakan dalam melakukan takhrîj hadis, karena seorang peneliti tidak akan bisa menentukan kualitas hadis tanpa mengetahui metodenya.

Dalam berbagai metode takhrīj al-hadis yang ada, para ulama berbeda pendapat. Syuhudi Ismail misalnya, membagi dua macam yaitu:


(36)

2. Takhrīj al-hadis bi al-mawdū’i.2

Mayoritas ulama hadis membagi dalam lima bagian metodetakhrīj al-hadis yaitu:

1. Metode takhrīj melalui lafal pertama matan hadis. Di samping itu metode ini juga mengkodifikasikan hadis-hadis yang lafal pertamanya sesuai dengan huruf-huruf hijaiyah.

2. Metode takhrīj melalui kata-kata dalam matan hadis. Metode ini digunakan berdasarkan kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik itu berupa isim

(kata benda) atau fi’il (kata kerja). Huruf-huruf tidak digunakan dalam matan hadis. Hadis-hadis yang dicantumkan hanyalah bagian hadis, diutamakan kata-kata yang asing. Adapun ulama yang meriwayatkannya dan nama-nama kitab induknya dicantumkan di bawah potongan hadis-hadisnya.

3. Metode takhrīj melalui periwayat hadis pertama. Metode ini digunakan berdasarkan periwayat hadis pertama yang didahului dengan meneliti sahabat (bila sanad hadisnya bersambung kepada Nabi saw. (muttasīl) atau tabi’i bila hadis itu (mursal) yang diriwayatkan hadis yang hendak ditakhrīj ).

4. Metode takhrīj menurut tema hadis. Metode ini digunakan berdasarkan tema atau topik masalah sebuah hadis.

2

Takhrīj al-hadīs bi al-lāfz ialah penelusuran hadis melalui lafal, sedangkan takhrīj al-hadis bi al-mawdu’i ialah penelusuran hadis melalui tema atau topik pembahasan. Syuhudi Ismail,


(37)

27

5. Metode takhrīj berdasarkan status hadis, yakni bila akan mentakhrij suatu hadis, maka dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu metode dari yang telah disebutkan. Namun metode kelima ini mengetengahkan suatu hal yang baru berkenaan dengan upaya para ulama yang telah menyusun kumpulan hadis-hadis berdasarkan status hadis.3

Dalam menelusuri hadis-hadis tentang Ṣalāt tasbīh, penulis menggunakan metode kedua dari lima metode yang di atas, yakni takhrīj al-hadis melalui kata-kata dalam matan hadis atau metode takhrīj bi al-lafz dengan upaya penelusuran hadis-hadis pada kitab-kitab hadis-hadis dengan menelusuri matan hadis-hadis yang bersangkutan berdasarkan hal-hal yang terdapat dalam matan hadis tersebut.

Sengaja penulis memilih metode ini, karena kemudahan dan cepatnya pencarian hadis yang ditakhrīj khususnya hadis tentang Ṣalāttasbīh, dengan merujuk pada kitab (kamus) yang terkenal dalam metode ini yaitu kamus al-Mu’jam al

-Mufahras li Alfāz al-Hadis al-Nabawī yang disusun oleh A.J. Wensinck.

Hadis yang mengemukakan tentang Ṣalāt tasbīh, setelah ditelusuri dengan menggunakan kata kunci

ص حيبس

melalui kata dasarnya yaitu 4

حب

maka matan

3

Abū Muhammad Mahdi bin ‘Abd al-Qadīr bin ‘Abd al-Hadī, Turūq Takhrīj al-Hadīs Rasūlullah saw, diterjemahkan oleh H.S. Aqil Husain al-Munawwar dan H. Ahmad Rifqi Mukhtar dengan judul Metode Takhrij Hadis (Cet. I; Semarang: Dina Utama, 1994), h. 16-195.

4

A. J. Wensinck, Mu’jam al-Mufahras li al-Fāz al-Hadīs al-Nabawī, juz II (Leiden: E. J. Brill, 1943), h. 392.


(38)

hadis tersebut secara lengkap beserta sanadnya dapat ditemukan dalam kamus

al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fāz al-Hadis al-Nabawī sebagai berikut:

حيبستلا ةاص باب

د

:

ّوط

١٤

ا

:

ر و

١

هج

:

ا ا

١

Setelah ditelusuri, ternyata data yang diperoleh menunjukkan bahwa hadis-hadis tentang Ṣalāt tasbīh berada pada kitab dan bab yang berbeda dengan yang ditunjukkan di dalam al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fāz al-Hadis al-Nabawī. Adapun hadis-hadis tersebut berada pada:

1. Sunan Abī Dāwud, Kitābtaṭowu’, Nomor Hadis 14.

2.Sunan al-Tirmizī, Kitāb witr, Nomor Hadis 19.

3.Sunan Ibnu Mājah, Kitāb Iqāmat, Nomor Hadis 189.

Dengan demikian, hadis-hadis tentang Ṣalāttasbīh yang berhasil dikumpulkan sesuai petunjuk kamus al-Mu’jam tersebut adalah berjumlah enam riwayat, yang termuat dalam tiga kitab hadis.


(39)

29

. Adapun hadis-hadisnya akan penulis sebutkan dibawah ini, yakni sebagai berikut:

1. Riwayat Abū Dāwud

اَنَ ثَدَح ،ٍنْوُمْيَ نب ُيِدْهَ اَنَ ثَدَح ، ٍبْيِبَح وُبَا ِا ِه ُنب ُناَبَح اَنَ ثَدَح ،ُ لِب ُ ُ ا ناَيْفُ نب دَمُُ اَنَ ثَدَح

َِِ اا اا وٍرْمَع ُنب هاُدْبَع ُهَنَا َنْوَرَ ٌ َبْ ُص ُهَل ْتنَاَ ٌ ُجَر يَثَدَح ،ِءاَزْوَ ْا يا نع ٍ ل ِ اَ ُنب وُرْمَع

َُِِنلا

(

ِها ُاو ر

)

َمَلَ َو ِهْيَلَع ُها َلَص

:

"

ِْيْيِطْلُ ُهَنَا ُتنْنَظ َ َََح َ ْيِطْعُاو َ َبْيِثُاَو َ ْوُ بْحَا اًدَغ ِْيِ ْاا

ً َيِطَع

.

اا

:

ُ َوَْ َرَ َ َ ٍااَلَ َر َ َبْرَا ِ َ َ ْمُ َ ُراَهَ نلا َااَز اذا

.

ِ َدَجَسلا َنِ ِْيْلَ َ َ ْأَر ُ َ ْرَ ََُ اا

َ ِلَذ ُ َنْ َ َُُ ،اًرْشَع َ ِلَهُ َو ،اًرْشَع َرِ بَكُ َو ،اًرْشَع َدَمَْاَو ،اًرْشَع َحِبَسُ َح ْمُ َ َو اًسلِاَج ِوَ ْاَ ِيَنِاَ لا

ٍااَلَ َر ِ َبْر ْا ِ

.

اا

:

َ ِلَ ِب َ َل َرِفُغ اًبْ نَذ ِ ْر ا َ ْهَأ َمَ ْعَأ َتْنُ ْوَل َ َنِ َ

.

اا

:

َْ ْنِ َ ُتْلُ

اا ِ َعاسَلا َ ْلِ اَهْ يِلَصَأ ْنَأ ْ ِطَ ْ َأ

:

ِراَهَ نلاَو ِ ْيللَا َنِ اَهِلَص

"

.

5

“Muhammad bin Sufyān al-Ubullī menceritakan kepada kami, Habbān bin

Hilāl Abū Habībi menceritakan kepada kami, Mahdī bin Maymūn menceritakan kepada kami, ‘Amr bin Mālik menceritakan kepada kami, dari Abī al-Jawzāi, rajulun lahū Suhbah menceritakan kepadaku, dia

meriwayatkan bahwasanya ‘Abdullāh bin ‘Amr berkata: Rasulullah saw. berkata: “Kembalilah besok, aku akan memberi suatu hadiah kepadamu.

Apabila siang telah hilang, maka berdirilah untuk mengerjakan Ṣalāt empat

rakaat berzikirlah dan sebagainya, kemudian angkat kepalamu yakni dari sujud kedua dilanjutkan dengan duduk, dan jangan berdiri sebelum bertasbīh sepuluh kali, bertahmid sepuluh kali, bertakbir sepuluh kali, dan bertahlil sepuluh kali, kemudian lakukan yang demikian sebanyak empat rakaat. Kemudian beliau bersabda meskipun dosamu sebanyak penduduk bumi niscaya akan diampuni. Apabila engkau tidak dapat mengerjakannya setiap

saat, maka Ṣalāt lah malam atau siang.”

5

Abī Dāwud Sulayman bin al-Asy'as al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud, kitab al-Shalāt bāb Shalāt at-Tasbīh, juz I )Bayrūt: Dār al-Fikr, 1994), h. 484.


(40)

َاوُ َر ّنأ ُيِراَ ْن ا ِيَثَدَح ،ٍَْْوُر ِنبا َ َوْرُع نَع ٍرِجاَهُ ُنب ُدَمَُُ اَنَ ثَدَح ، ِاَن ُنب ُ ْيِبَرلا َبْوَ وُبَأ اَنَ ثَدَح

ث ِد ا اَ َِِ ِرَفْلَِ َاا َمَلَ َو ِهْيَلَع ُها َلَص ها

.

ِو ا ِ لَ َرلا َنِ ِ َيِنا َلا ِ َدَجَسلا ِ َاا ْمُهَوَْ َرَ َ َ

ٍنوُمْيَ ِنب ُيِدْهَ ِث ِدح ِ َاا اَمَ

.

6

“Abū Tawbah al-Rabi’ bin Nāfi’ menceritakan kepada kami, Muhammad bin

Muhājir menceritakan kepada kami, dari ‘Urwah bin Ruwaym, al-Ansārī menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah saw. berkata kepada Jafar dengan hadis ini, maka ia menyebut hadis seperti ini. Dia berkata pada sujud kedua dari rukuk pertama, sebagaimana pada hadis Mahdī bin Maymūn”.

يْرْوُ باَسْيَ نلا ِمَكَ ا ِنْب ِرْشِب نْب ن َْْرلادْبَع اَنَ ثَدَح

.

دح

ِ ْ ِ َللا دْبَع نْب َ ْوُ اَنَ ث

.

،َناَبَا نب ُمَكَ ا اَنَ ثدح

ااَ ؛ساَبع ِنْبا ْنَع ، َ ِرْكِع ْنَع

:

ها اْوُ َر َاا

َمَلَ َو ِهْيَلَع ُها َلَص

ِبِلَط

ُ

مادْبَع نْب ساَبَللِل

"

سابعا

ٍااَ ِ َرْشَع َ ب ُ َلْ َا َا ،َ ْوُ بْحَا َا ،َ ُ َنْ َا َا ،َ ْيِطْعُا َا ،ُ اَمَعاَ

.

ُها َرَفَغ َ ِلَذ َتْلَلَ َتْنَا اَذِا

ُهَ َيِن َعَو ُ َرِ َ ،ُ َرْ يِبَ َو ُ َرْ يِ َص ،ُ َدْمَعَو ُ َاَطَ و َ ،ُهَ ْ ِدَحَو ُهَْ ِدَ َو ،ُ َرِ َاَو ُهَلَوا َ َ َبْ نَذ َ َل

.

ٍااَ ِ َرْشَع

:

ْنَا

ٍااَل َر َ َ َبْرَا ِلَ ُ

.

ً َرْوُ و ِاا كلا َ اا ِ ٍ لْ َر ِ ُأر

.

َتناو ٍ لْ َر ِاّوَا ءار لا ن َتْغَرَ اذا

ٌماا

َتْل

:

ر ا هاو ها ا هلا و ه دم او ها نا ب

.

ً َرَ َ َرْشع َ ْ

.

ٌ ِ ار َ َتناو ،ُاُو ُ ر ُ

اًرْشع

.

ارشع اُو و رلا ن ار ر ُ

.

ارشع ادجا تناو اُو ادجا يوه ُ

.

ر ُ

ارشعاُو دوجسلا ن أر

.

ارشع اُو دجس ُ

.

ارشعاُو أر ر ُ

.

ل

ل ر نولب و

.

اال ر برا لذ لف

.

ل ا و اهيل نا تلط ا نا

.

نا

ر ل ف لف

.

ر ره ف لف نا

.

لف نا ، ر ن ف لف نا

ر رمع ف

."

7

“Abd al-Rahmān bin Bisyri bin al-Hakam al-Naysabūrī menceritakan kepada

kami, Mūsā bin ‘Abd al-‘Azīz menceritakan kepada kami, al-Hakam bin Abān

menceritakan kepada kami, dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbās, dia berkata: Rasulullah saw berkata kepada ‘Abbās bin ‘Abd Muttalib: “Wahai pamanku Abbās, maukah menerima sekiranya aku memberi suatu hadiah kepadamu?

Aku telah mengerjakan sepuluh perkara yang apabila engkau

mengerjakannya pula, maka Allah akan mengampuni dosa-dosamu, baik yang

6

Abī Dāwud Sulayman bin al-Asy'as al-Sijistanī, Sunan Abī Dāwud, kitab al-Shalāt bab Shalāt at-Tasbīh, juz I, h. 485.

7


(1)

76

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis meneliti otentitas dan kritik hadis tentang salat tasbih, setelah ditelusuri, ternyata data yang diperoleh menunjukkan bahwa

hadis-hadis tentang Ṣalāt tasbīh berada pada kitab dan bab yang berbeda dengan

yang ditunjukkan di dalam kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fāz al-Hadis

al-Nabawī berdasarkan klasifikasi riwayat yang ada yang terkait dengan masalah

tersebut yaitu terdapat dalam enam riwayat dari tiga mukharrij, yaitu Abū

Dāwud, al-Tirmizī dan Ibnu Mājah. Tercantum ada nama sahabat Nabi yang meriwayatkan hadīs tersebut, yakni al-Ansārī, ‘Abdullāh bin ‘Amr, Ibnu ‘Abbās dan Abī Rāfi’. Itu berarti bahwa sanad yang dikritik mendapat

dukungan berupa syāhid, begitu pula pada periwayat-periwayat sesudahnya

ditemukan dukungan berupa muttabi’.

Adapun Setelah melakukan penelitian sanad penulis berkesimpulan bahwa hadis tentang salat tasbih berkualitas daif demikian pula dengan matannya.

Kendati demikian salat tasbīh tersebut memenuhi syarat dapat


(2)

77

B. Saran-Saran

Kedudukan Hadis Nabi Saw. Sebagai sumber ajaran Islam kedua

setelah al-Qur’an mempunyai peranan penting dalam kehidupan. Untuk itu

penulis menghimbau sebagai berikut :

Agar pembaca dapat menindak lanjuti penelitian kualitas sanad dan matan terhadap hadis-hadis yang beredar di masyarakat yang hal itu sudah

menjadi amaliyah kaum muslimin. Dengan tujuan memberikan perhatian

yang penuh terhadap hadis, agar pengetahuan, pemahaman dan pengamalan hadis di masyarakat dapat tersebar dengan baik.

Akhirnya kepada Allah Swt. Penulis berharap agar skripsi ini menjadi titik sumber pengetahuan dan inspirasi yang bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.


(3)

78

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bāqi, M. Fuad.Mu’jam al-Mufaḥras alfāẓ al-Qur’ān al-Karīm. Beirut: Dār al Fikr, 1987.

Ajaj al-Khathib, Muhammad. Ushūl al-Hadis. Jakarta : Gaya Media Pratama,

2007.

al-Asqalānī, ibn Hajar. Tahzīb al-Tahzīb.Bayrūt: Dār al-Fikr, 1994.

Bustamin dan Salam Isa. Metodologi Kritik Sanad. Jakarta: Raja Grafindo Persada,2004.

Chumaidy, A. Zarkasyi. Ilmu Jarh wa Ta’dil. Bandung: Gema Media Pusakatama,

2003.

Chumaidy, A. Zarkasyi. Metodologi Penetapan Kesahihan Hadis. Bandung: Pustaka Setia, 1998.

al-Dārimī, al-Fadhl ibn Bahram. Sunan al-Darimī. Indonesia: Maktabah wahlan, t.th

al-Dimasyqī, Husayn al-Hanafī. Al-Bayān wa al-Ta’rīf fī Asbāb Wurūd al-Hadīs al-Syarīf. Bayrūt: Al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, 1982.

Fathullah, Ahmad Lutfi. Al-Qur’an Al-Hadi. Jakarta : Pusat Kajian Hadis.

Husain al-Munawwar, Said Aqil. Metode Takhrij Hadis. Semarang: Dina Utama, 1994.

Ilham, Masturi dan Tamam, Asmu’i. 60 Biografi Ulama Salaf . Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2006.

Ismail, Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

---, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 2005. ---, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. Jakarta: Intimedia

dan Insan Cemerlang, t.th.

---, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual. Jakarta: Bulan Bintang, 1994.

Itr, Nuruddin. Manhāj al-Naqd fī‘Ulūm al-Hadīs.Damaskus: Dār al-Fikr, 1979.


(4)

79

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Surabaya:

Pustaka Progressif 1997.

Manzūr, Ibn. Lisān al-‘Arab. Bayrūt: Dār al-Shadr, 1968.

Mujieb, M. Abdul. Ensiklopedi Fiqh ‘Umar bin Khatab. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 1999.

Mujiyo. ‘Ulum al-Hadits. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997.

Ma’luf, Louis. Al-Munjid al-Lugah wa A’lam. Bayrūt: Dar al-Fikr, 1986. al-Mizzī, Jamāl al-Dīn Abī al-Hajjāj Yūsuf. Tahzīb al-Kamāl fī Asmā’ al-Rijāl. al-Mubārakfurī. Tuhfat al-Ahwazī bi Syarh Jami’ al-Tirmizī.Bayrūt: Dār al-Fikr,

1979.

Nasution, Harun. Teologi Islam. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia Press, 1992.

al-Naisabūrī, Muslim ibn al-Hajjāj al-Qushairī. Shahīh Muslīm. Bayrūt: Dar al- Kutub al-Ilmiyyah, 1992.

Noor, Muhibbin. Kritik Kesahihan Hadis Imam Bukhari; Kritik atas Kitab

al-Jami’ al-Sahīh. Jogjakarta: Waqtu, 2003.

al-Naysabūrī, Abū ‘Abdullāh al-Hakim. Ma’rifat ‘Ulūm al-Hadīs. Haydrabat: Dār al-Ma’rifat al-Usmāniyyah al-Ka’inah, t. th.

Qardhawi, Yusuf. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW. Bandung : Karisma, 1993.

al-Rāzī, al-Munzir. Kitāb al-Jarh wa al-Ta’dīl. Hayderabat: Majlis Da’irat al-Ma’arif, 1987.

Shalih, Subhī.‘Ulūm al-Hadīs. Bayrūt: Dār al-‘Ilm al-Malāyin, 1977.

al-Sijistany, Abi Dawud. Sunan Abi Dawud. Bayrut: Dar al-Fikr, 1994. ash-Shiddieqy, Hasbi. Pedoman Shalat. Jakarta: Bulan Bintang, 1994.

al-Sahāranfūrī, Khalīl Ahmad. Bazl al-Majhūd fī Halli Abī Dāwud. Bayrūt: Dār al-Fikr, t. th.


(5)

al-Syawkānī, Alī. Al-Fawāid al-Majmū’at fī al-Ahādīs al-Mawdū’ah. Bayrūt: Dār

al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995.

al-Syawkānī, Muhammad. Nayl al-Awtār Syarh Muntaqā al-Akhbār min Ahādīs Sayyid al-Akhbār.Bayrūt: Dār al-Fikr, 1992.

Shalāh, ibn. ‘Ulūm al-Hadīs. Madīnah al-Munawwarah: al-Maktabah

al-‘Ilmiyyah, 1972.

al-Suyūtī, Jalāl al-Dīn. Tadrīb al-Rāwī fī Syarh Taqrīb al-Nawāwī. Bayrūt: Dār al Fikr, 1988.

al-Tahhan, Mahmūd.Ushūl al-Takhrīj wa Dirāsat al-Asānid. Halb: Matba’ah al

-Arabiyah, 1978.

Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2000.

‘Usmān, Abd al-Rahman. Awn al-Ma’būd. Bayrūt: Dār al-Fikr, t.th.

Wensinck, A. J. Mu’jam al-Mufahras li al-Fāz al-Hadīs al-Nabawī. Leiden: E. J.

Brill, 1943.

Wijayanto, Atoillah. Shalat Tasbih, Sunnah Rasul Yang Dianggap Bid’ah.

Malang: Pustaka Basma, 2009.

Yaqub, Ali Mustafa. Hadis hadis bermasalah. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2012.


(6)

36

يِب لا

(

ِ ُوسر

)

ملَرَو ِهْيَلَع ُ يلَص

ٍ ْ َع ُ ُ ْبَع ٌ ُ َ ءاَزْسَجلْا ي ا ٍللِ َ ُ وُ ْ َع

w. 129 H

ِو ِ ُ ُن بَ w. 216 H ٍنْسُ ْيَ ِ ْ َ w. 171 H

يلِ ُ ُاا ن َيْ ُر ُ ِ َ ْ اا

مْيَوُ ِ ا َةَوْ ُع ِ َ ُ ُ ُ َ ُ

w. 170 H

عفِ َ ُ ُعْيِ لا ةَ ْسَت سُ َأ

W. 241 H

س بع ِ ْ ا ةَ ِ ْكِع َن َ َا ُمَكَ لا

ِ ْيِ َللا ْبَع ْ يَرْسُ

ْشِ ْ ْ لا ْبَع ٍا َبُ يز

w. 203 H

ِ ْيَ ُ سُ َأ

w. 248 H

َةَ ْيَبُع ُ يرس

w. 253 H

ٍ يلر ي ا ُ يلر عفا ي ا

ْ لا ْبَع ِ ْ يَرسُ

w. 258 H

دواد اوبا هجام نبا