Studi kritik kualitas hadis keutamaan malam Nisfu sya'ban dalam kitab fadhail al-Awqaat karya Imam Baihaqi

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Oleh :

Dwi Aprinita Lestari NIM: 208034000001

JURUSAN TAFSIR HADITS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Oleh :

Dwi Aprinita Lestari NIM: 208034000001

Dosen Pembimbing :

Drs. Harun Rasyid, MA NIP: 19600902 198703 1 001

JURUSAN TAFSIR HADITS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

i

ﻢﯿﺣﺮﻟا ﻦﻤﺣﺮﻟا ﷲا ﻢﺴﺑ

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat, hidayah dan rahmat Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir perkuliahan dalam rangka memperoleh gelar akademis. Salawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, para sahabatnya serta umatnya yang selalu mengamalkan sunnahnya.

Munculnya berbagai hambatan dan kesulitan seakan ringan berkat bantuan dan dorongan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis berkenan mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak tertentu tanpa mengurangi penghormatan penulis bagi pihak-pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam pengantar singkat ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya, penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Zainun Kamal, MA. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu dekan.

2. Bapak Drs. A.Rifqi Muchtar, MA. Selaku ketua jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Drs. Harun Rasyid, MA. Selaku pembimbing penulis. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan atas bimbingan serta waktu luangnya yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi

4. Bapak Dr. Isa M.Salam dan Ibu Dr.Atiyatul Ulya, MA. Selaku penguji dalam siding munaqasyah


(4)

ii

memberikan doa restunya

6. Suami tercinta Rohimuddin yang senantiasa setia dan sabar dalam membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini, kakak tercinta Donny dan adik iparku tersayang Rosyidah, dan Mbak Nunk, Eliz.

7. Teman-teman semua yang secara langsung maupun tidak langsung ikut andil dalam memacu, memotivasi penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini.

Mudah-mudahan jasa dan amal baik tersebut mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT, sebagai amal saleh serta senantiasa berada dalam ampunan dan lindungan-Nya.

Akhirnya semoga skripsi yang sederhana ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan serta membantu bagi kemajuan seluruh civitas akademik khususnya dalam bidang kritik hadis. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi orang banyak dan membawa keberkahan di dunia dan di akhirat. Semoga Allah SWT memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan mencurahkan taufik serta hidayah-Nya kepada kita sekalian. Amin..

Jakarta, 19 Juni 2010


(5)

iii

KATA PENGANTAR

……….

i

DAFTAR ISI

……….

iii

PEDOMAN TRANSLITERASI

BAB I :

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah ………

1

B.

Batasan dan Rumusan Masalah ………

7

C.

Metodologi Penelitian ………..

8

D.

Tujuan Penulisan ………..

10

E.

Sistematika Penulisan ………..

10

BAB II :

KITAB FADHAIL AL-AWQAAT DAN HADIS-HADIS

KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BAN

A.

Biografi Pengarang ………..

12

B.

Metode Penulisan Kitab

Fadhail al-Awqaat

………

19

C.

Sekilas Isi Kitab

Fadhail al-Awqaat

………

20

D.

Hadis-hadis Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban …………..

21

BAB III :

KRITIK SANAD KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BAN

A.

Melakukan Takhrij Hadis ………

24

B.

Melakukan al-I’tibar ………

28


(6)

iv

3.

Kriteria Persambungan Sanad Hadis ……….

68

BAB IV :

KRITIK MATAN HADIS KEUTAMAAN MALAM NISFU

SYA’BAN

A.

Pengertian Kritik Matan ………

70

B.

Penelitian Kualitas Matan Hadis ………..

71

1.

Meneliti Matan Dengan Melihat Kualitas Sanad ……

72

2.

Meneliti Susunan Lafal Berbagai Matan yang semakna.

73

3.

Meneliti Kandungan Matan ………

74

C.

Syarah Hadis ………

76

BAB V :

PENUTUP

A.

Kesimpulan ………..

79

B.

Saran-saran ………

79


(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw., sesuai dengan redaksi yang datang dari-Nya, secara tawatur. Dimana Malaikat Jibril menyampaikannya sesuai dengan redaksi kalam Allah, tanpa sedikit pun perubahan, dan ketika disimpankan kedalam jiwa Nabi Muhammad saw., beliau merasa seperti telah terpatri di dalam dada beliau suatu kitab.1

Kemurnian teks Al-Qur’an menyebabkan ia mempunyai kedudukan yang istimewa. Sehingga konsep mutawatir inilah yang menjadikan al-Qur’an bersifat qat’i al-tsubut, serta di kalangan kaum muslim tidak didapati perbedaan pendapat menyangkut kebenaran al-Qur’an. Semuanya sepakat meyakini bahwa redaksi ayat-ayat al-Qur’an di dalam mushaf yang dimiliki kaum muslim di seluruh penjuru dunia dewasa ini adalah sama tanpa ada sedikit pun perbedaan yang diterima oleh Nabi Muhammad saw., dari Allah melalui Malaikat Jibril.2 Sebagaimana firman-Nya:

1

M.Quraish Shihab, M.Quraish Shihab Menjawab:1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda

Ketahui, (Jakarta : Lentera Hati, 2008) h.275

2

M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1996), h.107


(8)

ﺎَﻨْﻟَﺰْﻧَأَو

َﻚْﯿَﻟِإ

َﺮْﻛﱢﺬﻟا

َﻦﱢﯿَﺒُﺘِﻟ

ِسﺎﱠﻨﻠِﻟ

ﺎَﻣ

َلﱢﺰُﻧ

ْﻢِﮭْﯿَﻟِإ

ْﻢُﮭﱠﻠَﻌَﻟَو

َنوُﺮﱠﻜَﻔَﺘَﯾ

)

٤٤

(

Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu

menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkan. (QS. an-Nahl (16): 44)

Kalaulah diteliti lebih mendalam lagi, di dalam al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokok yang bersifat umum bagi hukum-hukum syari’at, tanpa ada pemaparan rincian keseluruhannya dan pencabangannya, sedangkan Sunnah sejalan dengan al-Qur’an, menjelaskan yang mubham, merinci yang

mujmal, membatasi yang muthlaq, mengkhususkan yang umum, dan

menguraikan hukum-hukum dan tujuan-tujuannya, di samping membawa hukum-hukum yang belum dijelaskan secara eksplisit oleh al-Qur’an yang isinya sejalan dengan kaedah-kaedahnya dan merupakan realisasi dari tujuan dan sasarannya. Dengan demikian, Sunnah merupakan tuntunan praktis terhadap apa yang dibawa oleh al-Qur’an, suatu bentuk praktik yang mengambil bentuk pengejawantahan yang beragam. Terkadang merupakan amal yang muncul dari Rasulullah SAW. Terkadang merupakan perkataan beliau sabdakan pada suatu kesempatan, dan terkadang merupakan perilaku atau ucapan para sahabat Rasulullah SAW., lalu beliau melihat perilaku itu atau mendengar ucapan itu, kemudian memberikan pengakuan. Beliau tidak menentang atau mengingkari, tetapi hanya diam atau justru menilai baik. Itulah yang disebut dengan taqrir.3 Karena hadis itu sendiri adalah sesuatu yang

3

M.’Ajaj al-Khatib, Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah M. Qadirun Nur dan Ahmad Musyafiq (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1998), h. 34-35


(9)

disandarkan kepada Nabi saw., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir

(diamnya) maupun sifatnya.4

‘Ajaj al-Khatib dalam bukunya Pokok-Pokok Ilmu Hadis mengutip pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal, menyebutkan ada tiga fungsi Sunnah

terhadap al-Qur’an, yakni:

1. Menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an (bayan al-taqrir)

2. Memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal, memberikan taqyid ayat-ayat al-Qur’an yang masih

muthlaq, memberikan takhsis ayat-ayat yang masih umum.

3. Mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam al-Qur’an.5

Jika dilihat ke atas dapatlah disimpulkan, bahwa hukum yang terdapat dalam Sunnah itu ada kalanya merupakan hukum-hukum yang menetapkan hukum Qur’an, ada kalanya merupakan hukum-hukum yang menjelaskan al-Qur’an, ada kalanya merupakan hukum yang tidak disinggung oleh al-Qur’an yang dikembangkan berdasarkan qiyas atau sesuatu yang terdapat di dalamnya (al-Qur’an), atau dengan menerangkan prinsip-prinsip dan pokok-pokoknya yang bersifat umum. Ringkasnya, pokok penjelasan bagi ayat al-Qur’an ada

4

Mahmud Thahan, Ilmu Hadis Praktis, (Bogor : Pustaka Thariqul Izzah, 2009), h.13

5


(10)

kalanya terdapat dalam al-Qur’an sendiri dan adakalanya terdapat dalam as-Sunnah.6

Ditinjau dari kehujjahan Sunnah dalam pembentukan hukum Islam, maka hubungan as-Sunnah dengan al-Qur’an adalah sebagai urutan yang beriringan al-Qur’an pada tempat pertama dan sunnah pada urutan kedua sesudah al-Qur’an, yang keduanya merupakan sumber hukum Islam dan rujukan para mujtahid dalam pembentukan syariat Islam. Dalam masalah ini al-Qur’an merupakan sumber pokok dan sumber pertama pembentukan hukum Islam. Oleh karena itu, jika ada nash dalam al-Qur’an mengenai suatu hukum, maka nash itu harus diikuti, tapi jika tidak dijumpai di dalam al-Qur’an, harus dikembalikan kepada Sunnah Nabi saw., apabila dalam Sunnah didapati hukum yang menentukan, maka sunnah tersebut harus diikuti.7

Kita harus membedakan Sunnah yang benar-benar berupa hukum yang dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya dan Sunnah yang bukan berupa hukum, yang diragui keotentikannya (da’if).8 Dan apabila dilihat dari segi periwayatannya, jelas berbeda antara hadis dengan al-Qur’an. Dalam menerima wahyu (al-Qur’an) Nabi saw., secara langsung mencatat melalui sekretaris wahyu yang telah ditunjuk dan menyampaikan (meriwayatkan) al-Qur’an pada sahabat-sahabatnya secara umum, sehingga para sahabat bisa menghapal, menulis al-Qur’an (wahyu) yang dibacakan oleh Nabi saw., secara langsung.

6

Zufran Rahman, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam : Jawaban Terhadap

Aliran Ingkar Sunnah, (Jakarta : CV Pedoman Ilmu Jaya, 1995), h.108

7

Zufran Rahman, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam : Jawaban Terhadap

Aliran Ingkar Sunnah, h.109

8

Zufran Rahman, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam : Jawaban Terhadap


(11)

Sedangkan periwayatan hadis kadangkala berlangsung mutawatir9 dan lebih banyak yang ahad,10 sehingga tidak semua hadis dihukumi sahih, tapi ada yang dihukumi hasan dan da’if, bahkan sampai tingkatan tertentu dihukumi palsu. Semua itu tergantung pada banyaknya susunan periwayat yang ikut dalam meriwayakan suatu hadis pada setiap sanad11nya.

Pentingnya penelitian hadis dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu ada yang berkaitan dengan kedudukan hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam di samping al-Qur’an; ada yang berhubungan dengan diri Nabi SAW., dalam berbagai kapasitasnya; dan ada yang berhubungan kesejarahan hadis itu sendiri, termasuk di dalamnya proses dan metode penghimpunannya ke dalam berbagai kitab hadis.12 Faktor-faktor tersebut adalah yang menyebabkan adanya penelitian sanad dan matan hadis dalam kedudukan hadis sebagai hujjah.

Hadis sebagai sumber hukum setelah al-Qur’an memiliki peranan yang sangat penting dalam menetapkan hukum. Maka dari itu, perlu adanya penelitian dan pengkajian terhadap kualitas dan kedudukan hadis. Di mana sebagian umat Islam ada yang mengamalkan hadis-hadis nisfu sya’ban, tetapi mereka tidak mengetahui bagaimana kualitas hadis-hadis nisfu sya’ban tersebut dan mereka tidak mengetahui apakah hadis-hadis tersebut berasal dari Nabi saw., atau hanya perkataan sahabat dan tabi’in. Di mana pada malam nisfu

9

Hadis Mutawatir adalah hadis atau khabar yang diriwayatkan oleh banyak rawi dalam setiap tingkatan (thabaqat) sanadnya, yang menurut akal dan adat kebiasaan mustahil mereka (para perawi itu) sepakat untuk menyalahi khabar tersebut dan mustahil mereka sepakat untuk berdusta.

10

Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang atau dua orang atau lebih, tetapi tidak cukup untuk mencapai syarat-syarat mutawatir.

11

Sanad adalah urutan para perawi hadis yang kemudian berlanjut kepada matan

12

M.Syuhudi Ismail, Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 1996), h.18


(12)

sya’ban banyak orang yang terbiasa melaksanakan praktek ibadah seperti berkumpul di masjid selepas shalat maghrib, membaca yasin dua kali, shalat seratus rakaat, dan lain-lainnya. Mereka mengira praktek tersebut dibenarkan oleh syariat, padahal hal tersebut tidak ditetapkan oleh syariat. Mereka melakukan hal tersebut dengan sangat berlebihan, bahkan sebagian mereka menganggap bahwa perayaan tersebut sebagai suatu kewajiban yang ditetapkan oleh Allah.

Islam datang dengan petunjuk dan ajarannya yang sangat jelas. Ia menjelaskan yang halal dan yang haram. Melalui al-Qur’an yang mengajak manusia menuju jalan yang lurus dan juga melalui sunnah Rasul SAW., maka akan tampaklah penjelasan apa yang halal dan apa yang haram tersebut.13

Maka hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti dan mengkaji hadis-hadis tentang nisfu sya’ban khususnya yang terdapat dalam kitab Fadhail

al-Awqaat karya Imam Baihaqi. Di dalam kitab tersebut tema yang dikajinya

memuat banyak informasi tentang keutamaan berbagai waktu, hari dan bulan tertentu. Dan kitab ini juga mengulas tentang amalan-amalan yang disunnahkan untuk mendapatkan kemuliaan pada waktu-waktu tersebut.

Nisfu Sya’ban adalah kata majemuk yang terambil dari kata bahasa

Arab, Nisfu dan Sya’ban. Kata Nisfu berasal dari kata nashafa, yanshifu,

nashfan yang berarti mencapai tengah-tengah atau setengah.14 Sedangkan kata

13

Ahmad Asy-Syarbashi, Yas’alunaka: Tanya Jawab Lengkap tentang Agama dan

Kehidupan, Penerjemah Muhammad Alkaf, (Jakarta: Lentera, 2006) Jil.4, h. 372

14

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-IndonesiaAl-MUNAWWIR, (Surabaya : Pustaka Progressif, 1997), h.1426


(13)

Sya’ban berarti Bulan Sya’ban15, atau bulan ke-8 tahun Hijriah.16 Jadi Nisfu Sya’ban berarti pertengahan atau tengah-tengah bulan Sya’ban tahun hijriah.

Dalam tema nisfu sya’ban yang terdapat dalam kitab Fadhail

al-Awqaat karya Imam Baihaqi terdapat delapan hadis. Menurut penulis, dari

delapan hadis tersebut, tema nisfu sya’ban terbagi menjadi dua bagian:

Pertama, lima hadis tentang nisfu sya’ban yang berisi bahwa pada malam nisfu

sya’ban Allah SWT mengampuni dosa-dosa seluruh hambanya kecuali orang

yang musyrik, orang yang bertengkar, dan pezina. Kedua, tiga hadis tentang

nisfu sya’ban yang menganjurkan untuk menghidupkan dan mendirikan ibadah

pada malam nisfu sya’ban dan berpuasa pada siang harinya.

Dari uraian di atas penulis mencoba untuk menguraikan lebih jelas pembahasan ini dalam judul “Studi Kritik Kualitas Hadis Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban Dalam Kitab Fadhail al-Awqaat karya Imam

Baihaqi”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak menjadi pembahasan yang tidak ada ujung pangkalnya dan dimaksudkan agar pembahasannya dapat terarah dengan baik, maka penulis membatasi permasalahan tersebut mengenai tiga hadis keutamaan malam nisfu sya’ban yang terdapat dalam kitab Fadhail

15

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-IndonesiaAl-MUNAWWIR, h.723

16

PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL, Kamus Besar Bahasa


(14)

al-Awqaat karya Imam Baihaqi. Karena lima hadis dalam kitab Fadhail

al-Awqaat lainnya sudah dijelaskan kedudukan dan kualitas hadis tersebut.

Berangkat dari permasalahan yang penulis paparkan pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana kualitas hadis yang terdapat dalam kitab Fadhail al-Awqaat karya Imam Baihaqi tentang keutamaan malam nisfu sya’ban?

C. Metodologi Penelitian

Dalam melakukan pengkajian dan penelitian hadis-hadis yang berada dalam kitab Fadhail al-Awqaat penulis sepenuhnya melakukan telaah kepustakaan (library research). Sumber primer penelitian adalah kitab Fadhail

al-Awqaat karya Imam Baihaqi sedangkan sumber-sumber sekundernya adalah

kitab-kitab Rijal al-Hadis serta buku-buku yang berkaitan dengan judul penelitian diatas.

Adapun metode dalam kegiatan dalam kegiatan penelitian hadis ini, yaitu:

1. Melakukan takhrij hadis dari matan hadis yang telah disebut pada judul, langkah pertama penelitian hadis ini merujuk melalui lafal hadis dari kitab Mu’jam al-Mufahras li alfaz al-Hadis al-Nabawi karya A.J Wensinck.

2. Mencari data yang telah diperoleh dari kitab kamus dengan merujuk pada kitab asli yang ditunjukkan oleh kitab kamus


(15)

3. Menguraikan skema jalur-jalur sanad agar terlihat ada tidaknya pendukung yang berstatus muttabi’ dan syawahid.

4. Melakukan penelitian sanad (kritik sanad) dari data yang diambil dari kitab-kitab Rijal al-Hadis seperti Tahdzib al-Kamal, Tahdzib at-Tahdzib, al-Jarh at-Ta’dil, dan lain-lain. Dan penelitian sanad ini yaitu menelesuri data setiap periwayat dengan menilai keadaannya, hubungan guru dan murid, tahun kelahiran dan tahun wafat, hingga penilaian para ulama tentang kredibilitas perawi tersebut. Untuk kemudian menentukan kedudukan hadis dari semua jalur.

5. Melakukan penelitian matan dari hasil penelitian sanad di atas.

6. Memberikan kesimpulan dari hasil penelitian di atas dan pesan penting dari hadis tersebut.

Sedang dalam pembahasan skripsi ini menggunakan metode deskriptif

analisis, yakni melalui pengumpulan data dan pendapat para ulama dan pakar

untuk kemudian diteliti dan dianalisa sehingga menjadi sebuah kesimpulan yang ilmiah.

Selain itu juga metode penulisan ini penulis juga mengacu pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) yang disusun oleh tim CEQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.17

17

Tim CEQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman penulisan Karya Ilmiah


(16)

D. Tujuan Penulisan

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hadis-hadis keutamaan malam nisfu sya’ban yang terdapat dalam kitab Fadail al-Awqaat

karya Imam Baihaqi, serta sejauh mana kehujjahan hadis yang terdapat dalam kitab tersebut. Dan sebagai informasi pada khalayak masyarakat ramai tentang keutamaan malam nisfu sya’ban. Dan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh gelar sarjana tafsir hadis.

E. Sistematika Penulisan

Sebagaimana karya ilmiah umum lainnnya, agar penulisan penelitian ini tersusun dan terarah dengan baik, maka penulisan penelitian ini akan disusun secara sistematis, yang terdiri dari beberapa bab. Dan pada tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub bab sebagai penjelasan yang memiliki korelasi dengan pembahasan bab-bab tersebut. Adapun sistematika penulisan ini adalah:

Bab I Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Kitab Fadail al-Awqaat dan hadis-hadis keutamaan malam nisfu sya’ban. Pada bab ini akan dibahas tentang biografi pengarang kitab Fadail

al-Awqaat, metode penulisan kitab Fadail al-Awqaat serta hadis-hadis yang

membahas tentang keutamaan malam nisfu sya’ban dalam kitab Fadail


(17)

Bab III kritik sanad hadis keutamaan malam nisfu sya’ban pada kitab

Fadail al-Awqaat karya Imam Baihaqi. Pada bab ini akan membahas tentang

kebersambungan sanad dan kualitas periwayat hadis yang meriwayatkan hadis-hadis tentang keutamaan malam nisfu sya’ban pada kitab Fadail al-Awqaat

karya Imam Baihaqi.

Bab IV kritik matan hadis tentang keutamaan malam nisfu Sya’ban dalam kitab Fadail al-Awqaat karya Imam Baihaqi. Pada bab ini akan membahas tentang perbandingan hadis keutamaan malam nisfu sya’ban dalam kitab Fadail al-Awqaat karya Imam Baihaqi dengan nas, serta asbab al-wurud

al-hadis atau kajian historisnya. Dan bab V merupakan uraian terakhir berupa


(18)

BAB II

KITAB

FADHAIL AL-AWQAAT

DAN HADIS-HADIS KEUTAMAAN

MALAM

NISFU SYA’BAN

A. Biografi Pengarang

Nama lengkap penulis kitab Fadhail al-Awqaat adalah Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Ali ibn ‘Abdullah ibn Musa. Kunyah beliau adalah Abu Bakar dan dijuluki dengan gelar al-Hafidz,1 lebih dikenal lagi dengan Imam al-Hafizh Ahmad ibn Husain ibn Ali, alias Abu Bakar. Beliau merupakan ahli hadis, lebih lengkapnya lagi Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Aliy ibn ‘Abdullah ibn Musa al-Baihaqi.2

Imam Baihaqi dilahirkan pada tahun 384 H di bulan Sya’ban di Khusraujird, sebuah desa kecil di pinggiran kota Baihaq, Nisabhur.3 Baihaq adalah salah satu daerah yang terletak di Naisabur. Sedangkan Naisabur adalah salah satu kota utama wilayah Khurasan (Afghanistan) yang banyak menghasilkan ulama. Naisabur pertama kali dikuasai umat Islam pada masa Umar ibn al-Khattab di bawah panglima al-Ahnaf ibn Qays.4

Pada masa hidup al-Baihaqi, wilayah Khurasan dikuasai oleh dinasti Ghaznawiyah (999-1040). Dinasti Ghaznawiyah terbentuk pada tahun 366 H/976 M dan berakhir pada tahun 579 H/1183 M. dinasti ini mempunyai

1

Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, (Mekkah al-Mukarramah : Maktabah al-Manarah), h.22

2 Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain al-Baihaqi, Kitab as-Sunan as-Saghir, (Beirut : Dar al-Fikr),

h.3

3

Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.23

4

Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta : TERAS, 2003), h.196


(19)

peranan penting dalam melakukan islamisasi pada anak benua India (Afghanistan, India, Pakistan) dan Transaxonia.5

Al-Baihaqi hidup pada masa dis-integrasi setelah dinasti Abbasiyah mengalami penurunan, dan banyak daerah yang melepaskan diri serta membentuk kerajaan-kerajaan kecil,6 dimana era disintegrasi daulat Abbasiyah menampakan dua kecenderungan yang dominan. Pertama, merupakan kecendrungan Abbasiyah yang mengarah pada dua percabangan kosmopolitan Islam dan kultur keagamaan Islam. Ketika seni dan arsitektur, syair, sains, dan bentuk-bentuk tertentu dari literature prosa merupakan ekspresi elit istana, rezim, dan elite sejumlah kajian keagamaan Islam. Kedua, mengarah pada keragaman yang bersifat regional. Ketika Abbasiyah semakin lemah, Samarkand dan Bukhara, Naisabur dan Isfahan, Kairo Fez, dan Cordoba menjadi kota-kota baru bagi peradaban Islam. Dengan menggantikan kedudukan kultur kosmopolitan tunggal yang dikembangkan oleh Abbasiyah, maka masing-masing kota besar tersebut melahirkan corak khusus yang berkenaan dengan motif-motif Islam dan warisan lokal.7

Imam Baihaqi tumbuh dewasa di kota Khusraujird, di mana di desa tersebut beliau mulai belajar ilmu qiraah, menghapal al-Qur’an, dan mempelajari hal-hal yang mudah dari Ilmu Syari’at yang terkenal pada zamannya dari masjid ke masjid, beliau adalah seorang yang sangat bersunguh-sungguh dan tekun dalam menuntut ilmu kepada guru-guru di desanya. Beliau mulai mempelajari dan mendalami hadis sejak berusia 15 tahun, dengan cara

5

Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.206

6

Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.203

7


(20)

menulisnya kemudian menghapalnya sehingga beliau mendalami dan mengusai hukum-hukum syar’i.8

Menurut al-Subkiy, al-Baihaqi adalah seorang imam kaum Muslimin, pemberi petunjuk orang beriman, da’i yang mengajak kepada agama Allah yang kokoh, seorang faqih mulia, hafiz kabir, ahli usul yang cerdas, zahid,

wara’, merendahkan diri untuk Allah, pembela madzhab Syafi’i dalam hal

ushul maupun furu’-nya. Ia belajar fiqih dari Nashir al-‘Umari dan belajar ilmu kalam Madzhab al-Asy’ari. Beliau bekerja keras mengarang berbagai macam kitab. Beliau adalah ahli hadis yang paling cakap yang mampu menyatukan perbedaan faham. Beliau cepat dalam memahami dan memiliki potensi kecerdasan yang sangat baik.9

Imam Baihaqi pindah ke sebuah kota yang bernama Baihaq dan kemudian menetap di kota tersebut, Baihaq adalah kota terbesar dan terluas di Khusraujird. Di kota tersebut beliau bergaul dengan para ulama dan mengambil ilmu dari para ulama tersebut.10

Setelah dewasa, beliau meninggalkan Baihaq dan berkelana menuntut ilmu dari satu kota ke kota lainnya, seperti: Baghdad, Kufah, Mekah, dan kota-kota lainnya.11 Perjalanan Imam Baihaqi dalam menuntut ilmu ke berbagai kota dan berbagai daerah, beliau menemui guru-gurunya di berbagai kota dan berbagai daerah untuk menuntut ilmu serta berkonsentrasi dan terfokus dalam mempelajari sanad-sanad ‘ali, selain itu juga beliau berkelana pergi ke Irak, kota-kota sekitar Irak (al-Jibal), dan ke Hijaz untuk belajar ilmu kepada para

8

Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.24

9 Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain al-Baihaqi, Kitab as-Sunan as-Saghir, h.4 10

Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.24

11

Imam Baihaqi, Waktu-waktu Penuh Berkah. Penerjemah Muflih Kamil (Jakarta: Qisthi Press, 2007), h.1


(21)

ulama. Di antara ilmu yang dikuasai oleh al-Baihaqi antara lain adalah ilmu hadis, ‘ilal al-hadis, dan fiqih.12 Setelah sekian lama beliau melakukan perjalanan dari kota ke kota dan dari daerah ke daerah untuk menuntut ilmu dari guru-gurunya, Imam Baihaqi kembali lagi ke kota asalnya.13

Di antara para ulama yang menjadi guru dari al-Baihaqi adalah :

1. Al-Hakim an-Naisaburi. Imam ahli hadis pada masanya. Penyusun kitab “al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain” dan kitab “‘Ulum al-Hadis”,

“al-Madkhal ila Ma’rifat al-Iklil”, “Manaqib al-Syafi’I” dan

sebagainya. Al-Hakim merupakan guru al-Baihaqi di bidang hadis yang paling utama.

2. Abu al-Hasan Muhammad ibn al-Husain al-‘Alawi al-Husna al-Naisaburi. Seorang syaikh yang mulia, pandai, dan salih. Ia adalah guru al-Baihaqi yang paling tua. Wafat pada bulan Jumadil Akhir tahun 401 H.

3. Abu Abdurrahman Sullami Muhammad ibn Husain ibn Musa al-Azadi al-Naisaburi (303-412 H). Seorang hafiz, ‘alim, zahid, syaikh sufi. Penyusun kitab “Tabaqat al-Sufiyah”.

4. Abu Sa’ad ‘Abd Malik ibn Abi ‘Usman al-Khurkusi al-Naisaburi. Ia adalah seorang tsiqah, wara’ dan salih. Ia menyusun kitab Tafsir yang besar, dan kitab “Dalail al-Nubuwah”, serta kitab “al-Zuhd”. Meninggal pada bulan Jumadil al-Ula tahun 407 H.

12

Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.197

13


(22)

5. Abu Ishaq al-Tusi Ibrahim ibn Muhammad ibn Ibrahim. Wafat bulan Rajab tahun 411 H.

6. Abu Muhammad ‘Abdullah ibn Yusuf ibn Ahmad al-Ashfahaniy. Seorang tokoh tasawwuf dan ahli hadis yang tsiqah. Al-Baihaqi paling banyak meriwayatkan hadis darinya.

Adapun para murid al-Baihaqi antara lain :

1. Abu ‘Abdullah al-Farawi Muhammad ibn al-Fadhl

2. Abu Muhammad ‘Abdu Jabbar ibn Muhammad ibn Ahmad Baihaqi al-Khuwari.

3. Abu Nashr ‘Ali ibn Mas’ud ibn Muhammad al-Syuja’i 4. Zahir ibn Thahir ibn Muhammad

5. Abu Abdullah ibn Abi Mas’ud al-Sha’idi

6. Abu al-Ma’ali Muhammad ibn Ismail ibn Muhammad ibn al-Husaiyn al-Farisiy al-Naisaburi

7. Al-Qadhi Abu ‘Abdullah al-Husain ibn ‘Ali ibn Fathimah al-Baihaqi 8. Ismail ibn Ahmad al-Baihaqi, anak penyusun kitab Fadhail al-Awqaat

9. Abu al-Hasan ‘Abdullah ibn Muhammad ibn Ahmad, cucu laki-laki Imam Baihaqi

10. Al-Hafiz Abu Zakariya Yahya ibn ‘Abd al-Wahhab ibn Muhammad ibn Ishaq ibn Mundah al-‘Abdi al-Asbahani.14

Tentang keistimewaan penulis kitab ini, Imam al-Haramain berkata: “Tidak ada seorang ulama penganut Mazhab Syafi’I yang tidak hanya

14


(23)

menerima jasa Imam Syafi’i tapi juga berjasa kepadanya selain Baihaqi. Dia sangat berjasa kepada Imam Syafi’I dikarenakan banyaknya karya yang ia tulis untuk menyebarkan dan menjelaskan Mazhab Syafi’i.

Sementara Imam adz-Dzahabi berkata: “Seandainya Baihaqi ingin mendirikan mazhab sendiri dan leluasa berijtihad di dalamnya, niscaya ia mampu mewujudkan hal itu dengan keluasan ilmunya dan kedalaman pemahamannya tentang masalah ikhtilaf (perselisihan pendapat).15

Kredibilitas imam al-Baihaqi di mata para ulama bisa dilihat dari berbagai komentar yang ditujukan kepadanya. Di antara berbagai komentar terhadap al-Baihaqi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Yaqut al-Himawy: “ al-Baihaqi adalah Imam, hafiz, ahli dalam usul al-Din, wara’, mempersatukan masa dengan agama yang kokoh. Murid Abu ‘Abdullah al-Hakim yang akhir, tetapi mampu melebihi yang lainnya dalam penguasaan ilmu.

2. Ibn Nashir, “Ia adalah tokoh pada zamannya. Sulit dicarikan bandingan dalam hafalan, keteguhan dan ketsiqahan. Dia adalah syaikh Khurasan.

3. Ibn al-Jauzi: “Ia adalah tokoh pada zamannya dalam hal hafalan dan keteguhan, pengarang yang baik. Ia mengumpulkan ‘Ulum al-Hadis dan usul. Ia adalah murid utama Abu ‘Abdullah al-Hakim. Dari al-Hakim ia mentakhrijkan hadis, melakukan perjalanan dan mengumpulkan banyak ilmu. Ia juga memiliki banyak karya tulis yang baik”.

15


(24)

4. Ibn Khalikan: “Ahli Fikih mazhab Syafi’i. hafiz kabir yang masyhur, tokoh zamannya, mengatasi koleganya dalam penguasaan ilmu, murid al-Hakim yang utama dalam hadis”.

5. Al-Sam’ani: “Ia adalah Imam, faqih, dan hafiz. Ia mempertemukan antara ilmu hadis dengan pemahaman hadis”.

6. Ibn al-Asir: “Ia adalah imam dalam hadis, dan ahli fiqih mazhab Syafi’i. 16

Al-Baihaqi banyak menulis buku, bahkan dikatakan sampai seribu juz. Karya-karyanya meliputi bidang hadis, fikih dan ‘Aqaid.17 Di antara karya-karya al-Baihaqi adalah sebagai berikut:

As-Sunan al-Kubra

Ma`arifat as-Sunan wa al-Atsar

Bayan al-Khata Man Akhta`a `Ala al-Shafi`i

Al-Mabsut

Al-Asma’ wa ash-Sifat

Al-I`tiqad `ala Madhhab al-Salaf Ahl al-Sunna wa al-Jama`a

Dalail al-Nubuwwah

Syu`ab al-Iman

Al-Da`wat al-Kabir

Al-Zuhd al-Kabir

Al-Arba`un al-Sughra

Al-Khilafiyyat

Fadha’il al-Awqaat

Manaqib al-Shafi`i

Manaqib al-Imam Ahmad

Tarikh Hukama al-Islam18

16

Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.199-200

17


(25)

Pada tanggal 10 Jumadil Ula 458 H Imam Baihaqi telah berpulang ke rahmatullah di Naisabur, dan dimakamkan di kota asalnya, Baihaq.19

B. Metode Penulisan Kitab Fadhail al-Awqaat

Kebiasaan Imam Baihaqi dalam menyusun karya-karyanya, beliau menggunakan beberapa metode yaitu20 :

1. Imam Baihaqi menjelaskan metodologinya dalam menyusun kitab ini dengan dikaitkan dan dikembalikan kepada ushul, agar para peneliti hadis didalamnya benar-benar dengan sepenuh hati melakukan penelitian hadis.

2. Susunan yang baik, yang terdiri dari beberapa bab. Dan beliau memulainya dengan membahas keutamaan bulan Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulhijjah, dan Muharram. Beliau juga membagi pembahasan dalam kitab tersebut kedalam 28 bab

3. Pada setiap bab disertai dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan pembahasan bab kemudian disebutkan juga hadis dan atsar.

4. Periwayatan hadis dan atsar yang terdapat dalam kitab fadhail

al-awqaat berdasarkan pada metode-metode para muhadditsin.

5. Kemudian membandingkannya dengan berbagai permasalahan fiqhiyah yang disertai dengan tanya jawabnya.

18 Imam Baihaqi, Waktu-waktu Penuh Berkah, h.2 19

Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.28

20


(26)

6. Beliau juga mengumpulkan riwayat-riwayat yang bertentangan atau hadis-hadis kontradiksi agar dapat dijadikan pelajaran bagi para peneliti hadis

7. Menjelaskan kosakata asing yang terdapat dalam matan hadis maupun dalam ayat yang terdapat dalam matan hadis tersebut.

8. Menggunakan persyaratan hadis shahih yang ditetapkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, atau salah satu diantara mereka

9. Terkadang beliau juga menyebutkan kota dimana beliau belajar hadis dari guru-gurunya.

C. Sekilas Isi Kitab Fadhail al-Awqaat

Kitab Fadhail al-Awqaat karya Imam Baihaqi ini terkenal karena memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia serta susunannya yang sangat indah dan bagus, yang terdiri bari beberapa tema. Di mana di dalamnya terdapat informasi tentang keutamaan berbagai waktu, hari dan bulan tertentu. Seperti keutamaan bulan Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawwal, Dulhijjah dan Muharram, keutamaan hari jum’at, senin dan kamis.

Kitab ini juga mengulas tentang amalan-amalan yang disunnahkan untuk mendapatkan kemuliaan pada waktu-waktu tersebut. Melalui kitab ini, kita akan mengetahui kenapa kita disunnahkan berpuasa pada hari senin dan kamis, ada apa dengan malam nisfu sya’ban, mengapa disunnahkan mandi


(27)

pada hari jumat, dan masih banyak lagi keutamaan waktu lain yang akan diungkap.

Hadis-hadis yang dinukil oleh Imam Baihaqi dalam kitab ini berasal dari berbagai sumber yang terpercaya dengan penjelasan kosakata asing yang terdapat dalam matan hadis dan disertai dengan takhrij yang teliti dan cermat. Sehingga setiap lembar dari kitab ini menjadi sangat penting untuk dibaca dan kemudian diamalkan untuk menambah perbendaharaan amal baik kita di akhirat kelak.

D. Hadis-hadis Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban

Adapun hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Fadhail al-Awqaat, yang penulis teliti dalam pembahasan skripsi ini ada tiga hadis:

١

-ﻆﻓﺎﺤﻟا ﷲاﺪﺒﻋ ﻮﺑأ ﺎﻧﺮﺒﺧأ

,

ﺪﻤﺤﻣ ﻦﺑ قﺎﺤﺳإ ﷲاﺪﺒﻋ ﻮﺑأ و

/

ﻒﺳﻮﯾ ﻦﺑ

ﻦﺴﺤﻟا ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣ ﺮﻜﺑ ﻮﺑأ و ساﻮﺴﻟا

,

اﻮﻟﺎﻗ

:

ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣ سﺎﺒﻌﻟا ﻮﺑأ ﺎﻧﺮﺒﺧأ

بﻮﻘﻌﯾ

,

لﺎﻗ

:

ﻲﻘﺸﻣﺪﻟا ﺪﻤﺼﻟاﺪﺒﻋ ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣ ﻦﺑ ﺪﯾﺰﯾ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

,

لﺎﻗ

:

مﺎﺸھ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

ﺪﻟﺎﺧ ﻦﺑ

,

لﺎﻗ

:

ﺣ ﻦﺑ ﺔﺒﺘﻋ ﻮھ و ﺪﯿﻠﺧ ﻮﺑأ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

دﺎﻤ

,

ﻲﻋازوﻷا ﻦﻋ

,

)

ﻦﺑاو

ﺖﺑﺎﺛ

(

ﺑ ﻦﻤﺣﺮﻟاﺪﺒﻋ ﻮھو

نﺎﺑﻮﺛ ﻦﺑ ﺖﺑﺎﺛ

,

ﮫﯿﺑأ ﻦﻋ

,

لﻮﺤﻜﻣ ﻦﻋ

,

ﻚﻟﺎﻣ ﻦﻋ

ﺮﻣﺎﺨﯾ ﻦﺑ

,

ﻞﺒﺟ ﻦﺑ ذﺎﻌﻣ ﻦﻋ

,

ْﻦَﻋ

ﻲﺒﻨﻟا

ﻰﱠﻠَﺻ

ﷲا

ِﮫْﯿَﻠَﻋ

َﻢﱠﻠَﺳَو

َلﺎَﻗ

ُﻊِﻠﱠﻄَﯾ

ﷲا

ﻰَﻟِإ ﻰﻟﺎﻌﺗ و كرﺎﺒﺗ

ِﮫِﻘْﻠَﺧ

ﻲِﻓ

ِﺔَﻠْﯿَﻟ

ِﻒْﺼﱢﻨﻟا

ْﻦِﻣ

َنﺎَﺒْﻌَﺷ

,

ِﻔْﻐَﯿَﻓ

ُﺮ

ِﻊﯿِﻤَﺠِﻟ

ِﮫِﻘْﻠَﺧ

ﺎﱠﻟِإ

ٍكِﺮْﺸُﻤِﻟ

ْوَأ

ٍﻦِﺣﺎَﺸُﻣ

Dari Mu’adz ibn Jabal, dari Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah memperhatikan malam nisfu sya’ban dimana Dia akan mengampuni dosa seluruh makhluk-Nya kecuali orang yang musyrik atau orang yang bermusuhan.”21

21

Abu Abdullah al-Hafizh menuturkan dari Abu Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn Yusuf as-Sus dan Abu Bakar Muhammad ibn Hasan dari Abu Abbas ibn Yakub dari Yazid ibn Muhammad ibn Abdi Shamad ad-Dimasyqi bahwa Hisyam ibn Khalid menuturkan dari Abu


(28)

٢

ﺪﻤﺤﻣ ﻮﺑأﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

)

ﷲاﺪﺒﻋ

(

ﻲﻧﺎﮭﻔﺻﻷا ﻒﺳﻮﯾ ﻦﺑ

,

لﺎﻗ

:

قﺎﺤﺳإ ﻮﺑأ ﺎﻧﺮﺒﺧأ

ساﺮﻓ ﻦﺑ ﺪﻤﺣأ ﻦﺑ ﻢﯿھاﺮﺑإ

)

ﻲﻜﻤﻟا

(

,

ﻎﺋﺎﺼﻟا ﺪﯾز ﻦﺑ ﻲﻠﻋ ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

,

لﺎﻗ

:

ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

ُﻦَﺴَﺤْﻟا

ُﻦْﺑ

ﱟﻲِﻠَﻋ

,

لﺎﻗ

:

ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

ُﺪْﺒَﻋ

ِقاﱠزﱠﺮﻟا

,

لﺎﻗ

:

ﺎﻧﺮﺒﺧأ

ُﻦْﺑا

َأ

ﻲِﺑ

َةَﺮْﺒَﺳ

,

ْﻦَﻋ

َﻢﯿِھاَﺮْﺑِإ

ِﻦْﺑ

ٍﺪﱠﻤَﺤُﻣ

,

ْﻦَﻋ

َﺔَﯾِوﺎَﻌُﻣ

,

ْﻦَﻋ

ِﺪْﺒَﻋ

ﷲا

ِﻦْﺑ

ٍﺮَﻔْﻌَﺟ

,

ْﻦَﻋ

ِﮫﯿِﺑَأ

,

ْﻦَﻋ

ﱢﻲِﻠَﻋ

ِﻦْﺑ

ﻲِﺑَأ

ﮫﻨﻋ ﷲا ﻲﺿر ٍﺐِﻟﺎَﻃ

َلﺎَﻗ

:

َلﺎَﻗ

ُلﻮُﺳَر

ﷲا

ﻰﱠﻠَﺻ

ﷲا

ِﮫْﯿَﻠَﻋ

َﻢﱠﻠَﺳَو

اَذِإ

َنﺎَﻛ

ُﺔَﻠْﯿَﻟ

ِﻒْﺼﱢﻨﻟا

ْﻦِﻣ

َنﺎَﺒْﻌَﺷ

اﻮُﻣﻮُﻘَﻓ

ﺎَﮭﺘَﻠْﯿَﻟ

ﺎَﮭﻣﻮﯾ اﻮُﻣﻮُﺻَو

,

ﱠنِﺈَﻓ

ﷲا

ُلﻮُﻘَﯾ ﻰﻟﺎﻌﺗ و كرﺎﺒﺗ

:

ﺎَﻟَأ

ﺮِﻔْﻐَﺘْﺴُﻣ

َﺮِﻔْﻏَﺄَﻓ

ُﮫَﻟ

,

ﺎَﻟَأ

ٌقِزْﺮَﺘْﺴُﻣ

ُﮫَﻗُزْرَﺄَﻓ

,

ﺎَﻟَأ

ﮫﯿﻄﻋﺄﻓ ﻞﺋﺎﺳ

,

ﺎَﻟَأ

اَﺬَﻛ

,

ﻰﱠﺘَﺣ

َﻊُﻠْﻄَﯾ

ُﺮْﺠَﻔْﻟا

Dari Ali ibn Abu Thalib berkata: Rasulullah saw bersabda: “Apabila malam nisfu Sya’ban tiba, dirikanlah shalat pada malamnya dan berpuasalah pada siangnya. Karena, sesungguhnya Allah SWT berseru, ‘Siapa yang meminta ampun pada malam ini, niscaya Aku akan mengampuninya; siapa yang meminta rezeki (pada malam ini), niscaya Aku akan memberinya rezeki; siapa yang meminta sesuatu kepada-Ku (pada malam ini), niscaya Aku akan mengabulkan permintaannya; siapa yang meminta ini dan itu, niscaya Aku akan memberinya apa yang ia minta, hingga terbit fajar.”22

٣

-ﻆﻓﺎﺤﻟا ﷲاﺪﺒﻋ ﻮﺑأ ﺎﻧﺮﺒﺧأ

,

لﺎﻗ

:

بﻮﻘﻌﯾ ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣ سﺎﺒﻌﻟا ﻮﺑأ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

,

لﺎﻗ

:

ﻲﻧﺎﻐﺼﻟا قﺎﺤﺳإ ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣ ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

,

لﺎﻗ

:

دﻮﺳﻷا ﻮﺑأ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

يﺮﺼﻤﻟا

,

لﺎﻗ

:

ﺔﻌﯿﮭﻟ ﻦﺑا ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

,

ﻢﯿﻠﺳ ﻦﺑ ﺮﯿﺑز ﻦﻋ

,

ﻦﺑ كﺎﺤﻀﻟا ﻦﻋ

ﻦﻤﺣﺮﻟاﺪﺒﻋ

,

ْﻦَﻋ

ِﮫﯿِﺑَأ

,

لﺎﻗ

:

ﺎﺑأ ﺖﻌﻤﺳ

لﻮﻘﯾ يﺮﻌﺷﻷا ﻰﺳﻮﻣ

:

ﺖﻌﻤﺳ

َلﻮُﺳَر

ﷲا

ﻰﱠﻠَﺻ

ﷲا

ِﮫْﯿَﻠَﻋ

لﻮﻘﯾ َﻢﱠﻠَﺳَو

:

ﺎﻨﺑر ُلِﺰْﻨَﯾ

ﻰَﻟِإ

ِءﺎَﻤﱠﺴﻟا

ﺎَﯿْﻧﱡﺪﻟا

ﻲِﻓ

ْﻦِﻣ ِﻒْﺼﱢﻨﻟا

َنﺎَﺒْﻌَﺷ

,

ُﺮِﻔْﻐَﯿَﻓ

ضرﻷا ﻞھَﺄِﻟ

,

ﺎﱠﻟِإ

ٍكِﺮْﺸُﻣ

ْوَأ

ٍﻦِﺣﺎَﺸُﻣ

Abu Musa al-Asy’ari berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tuhan kita turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban untuk memberi ampunan kepada seluruh penduduk bumi kecuali orang musyrik dan orang yang meninggalkan persatuan umat.”23

Khulaid-Utbah ibn Hammad-dari Auza’I dan Ibnu Tsabit- Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tasuban dari ayahnya dari Makhul, dari Malik ibn Yakhamir.

22

Dari Abu Ishaq Ibrahim ibn Ahmad ibn Firas al-Makki, dari Muhammad ibn Ali ibn Zaid ash-Shaigh, menuturkan hasan ibn Ali dari Abdur Razaq, dari ibnu Sabrah, dari Ibrahim ibn Muhammad, dari Mu’awiyah, dari Abdullah ibn Ja’far, dari ayahnya.

23

Abu Abdullah al-Hafizh menuturkan dari Abu Abbas Muhammad ibn Ya’kub, dari Muhammad ibn Ishaq ash-Shagani, dari Abu Aswab al-Miishri, dari Ibnu Lahi’ah, dari Zubair ibn Salim dari Dhahhak ibn Abdurrahman dari ayahnya.


(29)

(30)

BAB III

KRITIK SANAD KEUTAMAAN MALAM

NISFU SYA’BAN

A. Melakukan Takhrij Hadis

Secara etimologis, takhrij (

ﺞﯾﺮﺨﺗ

) berasal dari kata kharroja (

جﺮﺧ

) yang berarti tampak atau jelas. Sedangkan secara terminologis, takhrij menurut ahli hadis berarti bagaimana seseorang menyebutkan dalam kitab karangannya suatu hadis dengan sanadnya sendiri.1

Jadi takhrij hadis adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang mana di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan. Kegiatan takhrij hadis bagi seorang peneliti hadis sangatlah penting, tanpa melakukannya maka akan sulit diketahui asal usul riwayat hadis yang akan diteliti.2 Dan takhrij hadis tersebut bertujuan untuk menunjukan sumber hadis-hadis dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut.3 Dengan demikian, ada beberapa hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrij hadis dalam melaksanakan penelitian hadis, yaitu:

1. Untuk mengetahui asal usul riwayat hadis yang akan diteliti. 2. Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti

1

Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij Hadis, (Semarang: Bina Utama 1994), h.2

2

M. Syuhudi Isma’il, Metode Penelitian Hadis Nabi SAW (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h.43-45

3

Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij Hadis, h.4


(31)

3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya syahid dan mutabi’ pada sanad yang akan diteliti.4

4. Untuk memperkenalkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal di mana suatu hadis berada beserta ulama yang meriwayatkannya.

5. Untuk menambah perbendaharaan sanad hadis-hadis melalui kitab-kitab yang ditunjukinya.

6. Untuk memperjelas keadaan sanad

7. Untuk memperjelas hukum hadis dengan banyak riwayatnya itu 8. Untuk mengetahui pendapat-pendapat para ulama sekitar hukum hadis 9. Untuk memperjelas perawi hadis yang samar, karena terkadang kita

dapati seorang perawi yang belum ada kejelasan namanya.

10.Untuk dapat menafikan pemakaian “AN” dalam periwayatan hadis oleh seorang perawi mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain yang memakai kata yang jelas ketersambungan sanadnya, maka periwayatan yang memakai “AN” tadi akan tampak pula ketersambungan sanadnya.

11.Untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat. 12.Untuk dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena

kemungkinan saja ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain, maka nama perawi itu akan menjadi jelas.

13.Untuk memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu sanad.

4


(32)

14.Untuk memperjelas arti kalimat yang asing yang terdapat dalam satu sanad.

15.Untuk menghilangkan hukum ‘Syadz” (kesendirian riwayat yang menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat pada suatu hadis melalui perbandingan riwayat.

16.Untuk membedakan hadis yang mudraj (yang mengalami penyusupan sesuatu) dari yang lainnya.

17.Untuk mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dialami oleh seorang perawi.

18.Untuk mengungkap hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh seorang perawi.

19.Untuk membedakan antara prooses periwayatan yang dilakukan dengan lafal dan yang dilakukan dengan makna (pengertian) saja. 20.Untuk menjelaskan masa dan tempat kejadian timbulnya hadis atau

sebab-sebab timbulnya hadis. Melalui perbandingan sanad-sanad yang ada maka asbab al-wurud dalam hadis tersebut akan dapat diketahui dengan jelas

21.Untuk mengungkap kemungkinan terjadinya kesalahan percetakan dengan melalui perbandingan-perbandingan sanad yang ada.5

Sesuai dengan cara para ulama mengumpulkan hadis-hadis, dapatlah dikatakan bahwa metode-metode takhrij hadis disimpulkan dalam lima macam metode:6

5 Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij Hadis, h.6 6


(33)

1. Metode takhrij hadis menurut lafal pertama hadis.

Kitab yang digunakan untuk kegiatan ini adalah kitab al-Jami’ ash-Shagir, kitab al-Fath al-Kabir, dan kitab Jam’u al-Jawami’ karya al-Hafizh Jalaludin Abul Fadl Abdu ar-Rahman ibn Abi Bakr Muhammad al-Khudhairy as-Suyuthi as-Syafi’i, kitab al-Jami’ al-Azhar karya al-Imam al-Hafizh Abdu ar-Rauf ibn Taju ad-Diin Ali ibn al-Haddady al-Manawy al-Qahiry asy-Syafi’i, dan kitab Hidayat al-Baary karya as-Sayyid Abdur-Rahim ibn ‘Anbar ath-Thahawy.

2. Metode takhrij hadis menurut lafal-lafal yang terdapat dalam hadis.

Kitab yang digunakan untuk kegiatan ini adalah kitab Mu’jam al-Mufahras Li Alfaazh al-Hadits an-Nabawy karya A. J. Wensinck dan kawan-kawan, yang diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abdu al-Baqy.

3. Metode takhrij hadis menurut perawi terakhir.

Kitab yang digunakan untuk kegiatan ini adalah kitab Musnad Ahmad bin Hambal

4. Metode takhrij hadis menurut tema hadis.

Kitab yang digunakan untuk kegiatan ini adalah Kitab Kanzu al-ummaal oleh al-Hindy, Kitab Muntakhab Kanzu al-Ummaal oleh al-Hindy, kitab Miftah Kunuz Sunnah oleh Wensinck, Kitab Mughny ‘An Hamli Asfar oleh al-‘Iraqy, kitab Nashbu al-Rayah oleh al-Zayla’iy, kitab al-Dirayah oleh Ibnu Hajar, kitab al-Talkhish al-Habir oleh Ibnu Hajar, kitab Muntaqaa al-Akhbar oleh Ibnu Taimiyah, kitab Bulugh al-Maram oleh Ibnu Hajar, kitab Taqrib al-Asanid oleh a-‘Iraqi, kitab al-Targhib Wa al-Tarhib oleh al-Mundziry, kitab al-Zawajir oleh Ibnu Hajar Haitamy, kitab Durr Mantsur oleh Suyuthi, kitab Fath


(34)

al-Qadir oleh al-Syaukany, kitab Tafsir ibnu Katsir, kitab al-Kaaf al-Syaaf oleh Ibnu Hajar, kitab Khashaaish Kubra oleh Suyuthi, kitab Manahil al-Shafaa oleh al-Suyuthi, kitab Siirah Ibnu Katsir, dan kitab Subul al-Huda Wa al-Rasyad oleh al-Syaamy.

5. Metode takhrij hadis menurut klasifikasi jenis hadis.

Kitab yang digunakan untuk kegiatan ini adalah Kitab Azhaar Mutanaatsirah Fii Akhbar Mutawaatirah karya Imam as-Suyuti, Kitab Ittihaafaat saaniyah Fii Ahaadits Qudsiyah karya madani, kitab Ahaadits Qudsiyah dari Lembaga Qur’an dan Hadis, Kitab Maqashid al-Hasanah karya Imam Sakhawi, Kitab Kasyfu al-Khafaa karya al-‘Ijluuni, Kitab al-Maraasiil karya Imam Abu Daud, Kitab Tanziih al-Syari’ah karya Ibnu ‘Iraq, dan Kitab al-Mashnuu’ karya al-Qaari.

B. Melakukan al-I’tibar

Menurut istilah ilmu hadis, al-I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu. Yang hadis itu pada bagian sanad-nya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari

sanad hadis yang dimaksud.7 Dengan dilakukannya al-I’tibar maka akan terlihat dengan

jelas seluruh jalur sanad hadis yang teliti, demikian juga dengan nama-nama periwayatnya, dan metode periwayat yang digunakan untuk masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi kegunaan al-I’tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad

7


(35)

hadis seluruhnya, dilihat dari ada tidak adanya pendukung berupa periwayat yang berstatus mutabi’8dan syahid9. Melalui al-I’tibar akan dapat diketahui apakah sanad

hadis yang diteliti memiliki mutabi’ dan syahid atau kah tidak.

C. Melakukan Penelitian Sanad Hadis

1. Pengertian Kritik Sanad

Kata kritik merupakan alih bahasa dari kata

ﺪ ﻘﻧ

(naqd) atau dari kata

ﺰ ﯿﯿﻤﺗ

(tamyiz). Sekalipun kata tersebut tidak ditemukan dalam al-Qur’an maupun dalam hadis, namun tidak perlu diperbedakan, apakah kegiatan kritik pantas diterapkan dalam kajian hadis atau tidak, karena disiplin ilmu kritik memang muncul belakangan. Sedangkan menurut istilah, kritik berarti berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangka menemukan kebenaran. Kritik yang dimaksud di sini adalah sebagai upaya mengkaji hadis Rosulullah SAW. Untuk menentukan hadis yang benar-benar datang dari Nabi Muhammad SAW.

Menurut bahasa, kata

ﺪﻨﺳ

sanad mengandung kesamaan arti kata

ﻖﯾﺮﻃ

(thariq) yaitu jalan atau sandaran. Sedangkan menurut istilah hadis,

sanad ialah jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadis.

8

Muttabi’ adalah periwayat yang berstatus pendukung pada periwayat yang bukan sahabat Nabi

SAW. Lih. Syuhudi, Metode Penelitian Hadis Nabi SAW, h.52

9

Syahid adalah periwayat yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk


(36)

Jadi, penelitian kritik sanad hadis ialah penelitian, penilaian dan penelusuran sanad hadis tentang individu perawi dan proses penerimaan hadis dari guru mereka masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangkaian sanad untuk menemukan kebenaran, yaitu kualitas hadis (shahih, hasan dan dha’if)

Kegiatan kritik atau penelitian hadis bertujuan untuk mengetahui kualitas hadis yang terdapat dalam rangkaian sanad hadis yang diteliti. Apabila hadis yang diteliti memnuhi kriteria keshahihan sanad, hadis tersebut digolongkan sebagai hadis shahih dari segi sanad.10

2. Kualitas Periwayat dan Kebersambungan Sanad

Ada tiga unsur berkenaan dengan sanad atau yang harus dimiliki oleh periwayat hadis, yaitu:

1. Sanad bersambung

2. Periwayat bersifat ‘adil 3. Periwayat bersifat dhabith11

Kriteria periwayat ‘adil adalah beragama Islam, melaksanakan ketentuan agama, memelihara muru’ah (sopan santun). Sedangkan kriteria periwayat dhabit kuat ingatan kuat pula hapalannya, membawakan hadis dan memahami apa yang didengarkan, dan menghapalnya dari waktu membawakannya sampai waktu menyampaikannya. Dalam kegiatan ini, peneliti dapat dimulai pada

10

Bustamin dan M. Isa Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004),h. 5-7

11M. Syuhudi Ismail, Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam, 1996), h.6


(37)

periwayat pertama ataupun periwayat terakhir. Berikut ini adalah kualitas periwayat hadis tentang keutamaan malam nisfu sya’ban.

1. Hadis Pertama

-ﻆﻓﺎﺤﻟا ﷲاﺪﺒﻋ ﻮﺑأ ﺎﻧﺮﺒﺧأ

,

ﺪﻤﺤﻣ ﻦﺑ قﺎﺤﺳإ ﷲاﺪﺒﻋ ﻮﺑأ و

/

ﻒﺳﻮﯾ ﻦﺑ

ﻦﺴﺤﻟا ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣ ﺮﻜﺑ ﻮﺑأ و ساﻮﺴﻟا

,

اﻮﻟﺎﻗ

:

ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣ سﺎﺒﻌﻟا ﻮﺑأ ﺎﻧﺮﺒﺧأ

بﻮﻘﻌﯾ

,

لﺎﻗ

:

ﻲﻘﺸﻣﺪﻟا ﺪﻤﺼﻟاﺪﺒﻋ ﻦﺑ ﺪﻤﺤﻣ ﻦﺑ ﺪﯾﺰﯾ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

,

لﺎﻗ

:

ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

ﺪﻟﺎﺧ ﻦﺑ مﺎﺸھ

,

لﺎﻗ

:

دﺎﻤﺣ ﻦﺑ ﺔﺒﺘﻋ ﻮھ و ﺪﯿﻠﺧ ﻮﺑأ ﺎَﻨَﺛﱠﺪَﺣ

,

ﻲﻋازوﻷا ﻦﻋ

,

)

ﺖﺑﺎﺛ ﻦﺑاو

(

ﻮﺛ ﻦﺑ ﺖﺑﺎﺛ ﺖﺑ ﻦﻤﺣﺮﻟاﺪﺒﻋ ﻮھو

نﺎﺑ

,

ﮫﯿﺑأ ﻦﻋ

,

لﻮﺤﻜﻣ ﻦﻋ

,

ﺮﻣﺎﺨﯾ ﻦﺑ ﻚﻟﺎﻣ ﻦﻋ

,

ﻞﺒﺟ ﻦﺑ ذﺎﻌﻣ ﻦﻋ

,

ْﻦَﻋ

ﻲﺒﻨﻟا

ﻰﱠﻠَﺻ

ﷲا

ِﮫْﯿَﻠَﻋ

َﻢﱠﻠَﺳَو

َلﺎَﻗ

ُﻊِﻠﱠﻄَﯾ

ﷲا

ﻰَﻟِإ ﻰﻟﺎﻌﺗ و كرﺎﺒﺗ

ِﮫِﻘْﻠَﺧ

ﻲِﻓ

ِﺔَﻠْﯿَﻟ

ِﻒْﺼﱢﻨﻟا

ْﻦِﻣ

َنﺎَﺒْﻌَﺷ

,

ُﺮِﻔْﻐَﯿَﻓ

ِﻊﯿِﻤَﺠِﻟ

ِﮫِﻘْﻠَﺧ

ﺎﱠﻟِإ

ٍكِﺮْﺸُﻤِﻟ

ْوَأ

ٍﻦِﺣﺎَﺸُﻣ

Dari Mu’adz ibn Jabal, dari Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah memperhatikan malam nisfu sya’ban dimana Dia akan mengampuni dosa seluruh makhluk-Nya kecuali orang yang musyrik atau orang yang bermusuhan.”12

Dalam kegiatan ini kritik sanad (Naqd as-sanad) dimulai pada periwayat terakhir lalu diikuti pada periwayat sebelumnya dan seterusnya sampai periwayat pertama.

a.Abu ‘Abdullah al-Hafidz

Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn ‘Aliy ibn Hamzah al-Maruziy, kunyahnya Abu ‘Aliy, ada juga yang mengatakan Abu ‘Abdullah al-Hafidz.

12

Abu Abdullah al-Hafizh menuturkan dari Abu Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn Yusuf as-Sus dan Abu Bakar Muhammad ibn Hasan dari Abu Abbas ibn Yakub dari Yazid ibn Muhammad ibn Abdi Shamad ad-Dimasyqi bahwa Hisyam ibn Khalid menuturkan dari Abu Khulaid-Utbah ibn Hammad-dari Auza’I dan Ibnu Tsabit- Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tasuban Hammad-dari ayahnya Hammad-dari Makhul, Hammad-dari Malik ibn Yakhamir.


(38)

Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ishaq ibn Sulaiman ar-Razi, Sulaiman ibn ‘Abdirrahman, Hibban ibn Musa, Ibnu Ya’kub as-Suus, Abu Bakar Muhammad ibn al-Hasan, dan banyak lagi yang lain-lainnya. Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Ahmad ibn Ja’far ibn Nasr, Ishaq ibn Ibrahim, Ahmad ibn Muhammad ibn Hazim, dan banyak lagi yang lain-lainnya.13

Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. An-Nasa’i berkata : Tsiqah

b. Ibnu Hajar berkata : Abu Abdullah adalah seorang perawi yang tsiqah

c. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau al-Tsiqaat

b. *Abu ‘Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn Yusuf as-Suus

Nama lengkapnya adalah Ishaq ibn Muhammad al-Ansariyu al-Hijaziyu, kunyahnya Ibnu Ya’kub as-Suus.

Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Rabih ibn ‘Abdirrahman, Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub, dan banyak lagi yang lain-lainnya. Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah ‘Abdullah ibn Ibrahim al-Ghifariy, Abu ‘Abdullah al-Hafiz, dan banyak lagi yang lain-lainnya.14

Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Abu Daud berkata : Tsiqah

b. Ibnu Hajar berkata : Tsiqah

13

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.425

14

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 3, h.356


(39)

*Abu Bakar Muhammad ibn al-Hasan

Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibn al-Hasan, kunyahnya Ibnu Faurak. 15

Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah az-Zubair ibn al-Mundzir ibn Abi Asiid, Yazid ibn ‘Abdulllah ibn Qasit, Abu al-Abbas Muhammad ibn Ya’kub, dan banyak lagi yang lain-lainnya. Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Safwan ibn Sulaim, Muhammad ibn Jahdam, Abu ‘Abdullah al-Hafiz, dan banyak lagi yang lain-lainnya.

Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya : a. Ibnu Hajar berkata : Maqbul

b. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau al-Tsiqaat

Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk menetapkan kesimpulan bahwa Abu ‘Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn Yusuf as-Suus dan Abu Bakar Muhammad ibn al-Hasan adalah seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan keduanya menerima hadis di atas dari Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub tidak diragukan lagi kebenarannya. Karena telah terjadi pertemuan yang menghubungkan antara guru dan murid di antara mereka. Itu berarti pula bahwa sanad antara Abu ‘Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn Yusuf as-Suus dan Abu Bakar Muhammad ibn al-Hasan dengan Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub dalam keadaan bersambung.

c. Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub

15

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 22, h.345


(40)

Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn’Amr ibn al-‘Abbas, ada juga yang mengatakan Ahmad ibn ‘Amr ibn ‘Ubaidah, kunyahnya Abu ‘Abbas ‘Asfariyu al-Basriyu. W 253 H.16

Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Sa’id ibn ‘Amir ad-Daba’i, ‘Abdurrahman ibn Hammad, ‘Utsman ibn Zafar, ‘Utsman ibn Umar ibn Faris, Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad, dan banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Abu Bakar Ahmad ibn ‘Amr ibn ‘Abd al-Khaliq, Abu Bakr Ahmad ibn Muhammad ibn Sadaqah, Abu al-Husain ibn Abi Ma’syar, Abu ‘Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn Yusuf, dan banyak yang lain-lainnya.

Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :

a. Ibnu Hajar berkata : Tsiqah17

Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk menetapkan kesimpulan bahwa Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub adalah seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub bahwa dia menerima hadis di atas dari Yazid ibn Muhammad tidak diragukan lagi kebenarannya, karena telah terjadi pertemuan yang menghubungkan anatara guru dan murid. Itu berarti pula bahwa sanad antara Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub dengan Yazid ibn Muhammad bersambung.

16

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.371

17

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 4, h. 399-400


(41)

d. Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad ad-Dimsyiqiy

Nama lengkapnya adalah Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad ibn ‘Abdillah ibn Yazid ibn Dzakwan al-Qurasyiyu, kunyahnya Abu al-Qaasim ad-Dimsyiqiy.18

Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ahmad ibn Abi al-Hawariyi, Adam ibn abi Iyyas, Muhammad ibn al-Mubarak, Hisyam ibn Khalid al-Azraq, dan banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Abu Ishaq Ibrahim ibn Muhammad ibn abi Tsabit, Ja’far ibn Muhammad, Muhammmad ibn Bakar ibn Bilal, Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub al-Asaam, dan banyak yang lain-lainnya.19

Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :

a. An-Nasa’I dan ad-Daaruquthniy berkata : Tsiqah

b. ‘Abdurahman ibn Abi Hatim berkata : Tsiqah, Saduq

c. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”

d. Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ja’far berkata : Beliau wafat pada tahun 276 H

e. ‘Amru ibn Duhaim berkata : Beliau wafat di Damasyqus pada malam rabu di bulan Syawal pada tahun 276 H, dan beliau dilahirkan pada tahun 198 H.20

18

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 20, h.371

19

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 20, h.373

20

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 20, h.373


(42)

Tak ada seorang kritikus pun yang mencela Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad. Sehingga kesimpulannya adalah beliau seorang periwayat yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad yang mengatakan bahwa ia menerima hadis diatas dari Hisyam ibn Khalid dengan metode al-sama’ (dengan lambang tsana), dapat dipercaya kebenarannya. Apabila dilihat dari tahun wafat dari Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad (276 H) dengan Hisyam ibn Khalid (149 H) dapat diterima. Dimana sangat mungkin terjadinya pertemuan karena diantara keduanya masih hidup sezaman. Itu berarti, sanad antara Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad dan Hisyam ibn Khalid dalam keadaan muttashil (bersambung).

e. Hisyam ibn Khalid

Nama lengkapnya adalah Hisyam ibn Khalid, ada juga yang mengatakan Yazid ibn Mrwan al-Azraq, kunyahnya Abu Marwan ad-Dimsyiqiy as-Sulamiy.21

Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ayyub ibn Suwaid ar-Ramliyu, al-Hasan ibn Yahya, Zaid ibn Yahya ibn ‘Ubaid, Abu Khulaid ‘Utbah ibn Hammad al-Hakamiy, dan banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Ishaq ibn Ibrahim, Sulaiman ibn Muhammad, Abu Hatim Muhammad ibn Idris, Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad, dan banyak yang lain-lainnya.22

Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :

21

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 19, h.249

22

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 19, h.250


(43)

a. Abu hatim berkata : Saduq

b. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”

c. ‘Amru ibn Duhaim, dan Ja’far ibn Ahmad ‘Asim, dan Abu Sulaiman berkata : Beliau wafat pada tahun 149 H,

d. Dan ‘Amru menambahkan : beliau wafat pada hari Rabu bulan Jumadal Ula.23

Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk menetapkan kesimpulan bahwa Hisyam ibn Khalid adalah seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Hisyam ibn Khalid bahwa dia menerima hadis di atas dari Abu Khulaid tidak diragukan lagi kebenarannya. berarti pula bahwa sanad antara Hisyam ibn Khalid dengan Abu Khulaid dapat dikatakan dalam keadaan bersambung, dimana antara keduanya telah terjadi pertemuan dalam hubungan sebagai murid dan guru.

f. Abu Khulaid (‘Utbah ibn Hammad)

Nama lengkapnya adalah “Utbah ibn Hammad ibn Khulaid al-Hakamiy, kunyahnya Abu Khulaid asy-Syamiy ad-Dimsyiqiy.24

Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Khalid ibn Yazid ibn Salih, Said ibn Basyir, Sufyan ibn ‘Uyainah, ‘Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tsauban, dan banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Ibrahim ibn Yazid ibn Mus’ab, Ayyub ibn

23

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 19, h.250

24

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 12, h361


(44)

Muhmmad, Sulaiman ibn Ahmad ibn Muhammad, Hisyam ibn Khalid al-Azraq, dan banyak yang lain-lainnya.25

Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :

a. Abu “aliy an-Naysaburiy al-Hafiz dan abu Bakar al-Khatib berkata :

Tsiqah

b. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”.26

Tak ada seorang kritikus pun yang mencela Abu Khulaid. Pujian orang yang diberikan kepadanya adalah pujian yang berperingkat tinggi. Dengan demikian pernyataan Abu Khulaid yang mengatakan bahwa ia menerima hadis diatas dari Ibn Tsabit dengan metode al-sama’ (dengan lambing tsana), dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad antara Abu Khulaid dan Ibn Tsabit dalam keadaan muttashil (bersambung).

g. Ibn Tsabit (‘Abdurrahaman ibn Tsabit)

Nama lengkapnya adalah ‘Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tsauban al-‘Ansiyu, kunyahnya Abu ‘Abdullah ad-Dimsyiqiy.

Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Hasan ibn ‘Athiyah, Khalid ibn Ma’dan, dan ayah beliau Tsabit ibn Tsauban, dan banyak yang lain-lainnya27.Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Zaid ibn

25

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 12, h.362

26

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 12, h.362

27

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h.130


(45)

Hubab, Sulaim ibn Salih, ‘Abdullah ibn Salih, Abu Khulaid ‘Utbah ibn Hammad, dan banyak yang lain-lainnya.28

Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :

a. Abu Bakar al-Atsram dari Ahmad ibn Hanbal : hadis-hadisnya mungkar b. Ibrahim ibn ‘Abdullah ibn al-Junaid, dari Yahya ibn ma’in berkata : Salih c. Abbas ad-Duriyu, dari Yahya ibn ma’in berkata : tak ada masalah dengan

hadis-hadisnya

d. ‘Utsman ibn Sa’id ad-Darimiy, dari Duhaim : Tsiqah

e. Abu Hatim berkata : Tsiqah

f. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”.

g. Abu Zur’ah ad-Dimsyiqiy, dari Ibrahim ‘Abdillah ibn Zabr berkata : beliau dilahirkan pada tahun 75 H, dan wafat pada tahun 165 H

h. Yahya ibn Ma’in berkata : beliau wafat di Baghdad.29

Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk menetapkan kesimpulan bahwa Ibn Tsabit adalah seorang periwayat hadis yang

tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Ibn Tsabit bahwa dia menerima hadis di

atas dari Tsabit ibn Tsauban ayahnya tidak diragukan lagi kebenarannya. Apabila dilihat dari tahun wafat dari Ibn Tsabit (165 H) dengan Tsabit ibn Tsauban dapat diterima. Jadi sangat mungkin terjadinya pertemuan karena diantara keduannya masih hidup sezaman. Itu berarti pula bahwa sanad antara Ibn Tsabit dengan Tsabit ibn Tsauban dalam keadaan bersambung.

28

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h.131

29

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h.132-133


(46)

h. Tsabit ibn Tsauban (Abiihi)

Nama lengkapnya adalah Tsabit ibn Tsauban al-‘Ansiyu asy-Syamiyu ad-Dimsyiqiy.(Beliau adalah ayah dari ‘Abdurrhaman ibn Tsabit ibn Tsauban.

Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Khalid ibn Ma’dan, Said ibn al-Musayyab ‘Abdullah ibn ad-Dailamiy, Makhul asy-Syamiy, dan banyak yang lain-lainnya. Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Ibrahim ibn Jidar, anaknya ‘Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tsauban, ‘Utsman ibn Husain Yahya ibn Hamzah, dan banyak yang lain-lainnya.30

Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :

a. ‘Utsman ibn Sa’id ad-Dirimiy, dan Mu’awiyah ibn Salih, dari Yahya ibn Ma’in berkata : Tsiqah

b. Abu Hatim berkata : Tsiqah.31

Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk menetapkan kesimpulan bahwa Tsabit ibn Tsauban adalah seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Tsabit ibn Tsauban bahwa dia menerima hadis di atas dari Makhul tidak diragukan lagi kebenarannya. berarti pula bahwa sanad antara Tsabit ibn Tsauban dengan Makhul dapat dikatakan dalam keadaan bersambung, dimana antara keduanya telah terjadi pertemuan dalam hubungan sebagai murid dan guru.

i. Makhul

30

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 3, h.228

31

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 3, h.228


(47)

Nama lengkapnya adalah Makhul asy-Syamiy, kunyahnya Abu ‘Abdillah, ada juga yang mengatakan Abu Ayyub, ada juga yang mengatakan Abu Muslim. Beliau adalah seorang Faqih dari Damaskus.

Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ubay ibn Ka’ab, Anas ibn Malik, Sa’id ibn al-Musayyab, Malik ibn Yakhamir as-Saksakiy, dan banyak lagi yang lain-lainnya. Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Ibrahim ibn Abi Hanifah al-Yamaniy, Usamah ibn Zaid, Ismail ibn abi Bakar, Tsabit ibn Tsauban, dan banyak lagi lain-lainnya.32

Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya:

a. Muhammad ibn ‘Abdullah ibn ‘Amma’ berkata : Makhul adalah seorang Imam dari negeri Syam.

b. Al-‘Ijliyu berkata : Makhul adalah seorang tabiin, tsiqah c. Ibnu Khirasy berkata : Makhul adalah orang Syam yang saduq

d. Abu Sa’id ibn Yunus berkata : Beliau wafat pada tahun 118 H.33

Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk menetapkan kesimpulan bahwa Makhul adalah seorang periwayat hadis yang

tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Makhul bahwa dia menerima hadis di

atas dari Malik ibn Yakhamir tidak diragukan lagi kebenarannya. berarti pula bahwa sanad antara Makhul dengan Malik ibn Yakhamir dapat dikatakan dalam keadaan bersambung, dimana antara keduanya telah terjadi pertemuan dalam hubungan sebagai murid dan guru.

32

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.356-357

33

Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.360-361


(1)

diturunkan pada malam nisfu sya’ban kepada seluruh makhluknya, kecuali kepada orang-orang musyrik dan orang-orang yang bermusuhan.

Sebagaimana Firman Allah SWT :

ْنِﺈ َﻓ

َكﻮُﺑﱠﺬ َﻛ

ْﻞ ُﻘَﻓ

ْﻢ ُﻜﱡﺑَر

وُذ

ٍﺔ َﻤْﺣَر

ٍﺔَﻌ ِﺳاَو

ﻻَو

ﱡدَﺮ ُﯾ

ُﮫ ُﺳْﺄَﺑ

ِﻦ َﻋ

ْﻮ َﻘْﻟا

ِم

َﻦﯿِﻣِﺮْﺠُﻤْﻟا

)

١٤٧

(

Maka jika mereka mendustakan kamu, katakanlah, “Tuhanmu mempunyai rahmat yang sangat luas, dan siksa-Nya kepada orang-orang yang berdosa tidak dapat dielakkan.”(Q.S.al-An’am : 147)

Pada malam nisfu sya’ban disunnahkan untuk dihidupkan dengan berbagai macam ibadah, seperti zikir, tahajud, berdoa, beristigfar yang tentu tidak sampai melanggar ketentuan syariat sebagaimana ibadah yang dilaksanakan di malam-malam yang lain karena salat malam dan menghidupkan malam dengan ibadah adalah hal yang dianjurkan pada semua malam.11

Sebagaimana firman Allah SWT :

َﻦ ِﻣَو

ِﻞ ْﯿﱠﻠﻟا

ْﺪ ﱠﺠَﮭَﺘَﻓ

ِﮫ ِﺑ

ًﺔ َﻠِﻓﺎَﻧ

َﻚ َﻟ

ﻰ َﺴَﻋ

ْنَأ

َﻚ َﺜَﻌْﺒَﯾ

َﻚ ﱡﺑَر

ﺎ ًﻣﺎَﻘَﻣ

اًدﻮُﻤْﺤَﻣ

)

٧٩

(

“Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai

suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhan mu

mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (Q.S.al-Isra’ : 79)

11

Ahmad Asy-Syarbashi, Yas’alunaka: Tanya Jawab Lengkap tentang Agama dan Kehidupan, Penerjemah Muhammad Alkaf, Jil.4, h. 377


(2)

77

Sebagai hamba Allah yang daif sudah seharusnya kita berdoa dan memperbanyak doa kepada-Nya baik di malam nisfu sya’ban atau di malam lainnya. Karena Doa adalah suatu harapan dari seorang hamba kepada Tuhan yang disembahnya yang tentu harapan tersebut berdasarkan keimanan seorang hamba kepada Tuhannya. Oleh karena itu, doa yang tulus adalah dasar dari keimanan dan keyakinan.

Meskipun banyak hadis-hadis yang menyatakan tentang keutamaan malam nisfu sya’ban, akan tetapi tidak seorang pun berhak mengagungkan dengan cara yang dilarang oleh Syar’i.


(3)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dikaji dan diteliti, penulis berkesimpulan bahwa hadis-hadis tentang keutamaan malam nisfu sya’ban yang terdapat dalam kitab “Fadail

al-Awqaat” karya Imam Baihaqi semuanya bisa dipertanggungjawabkan. Dari

tiga hadis yang penulis teliti berkualitas sahih.

B. Saran-saran

Hadis merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an. Selain sebagai sumber ajaran Islam yang kedua, hadis juga berfungsi sebagai sumber dakwah (perjuangan Rasulullah SAW) dan juga mempunyai fungsi penjelas bagi al-Qur’an. Oleh karena itu perlu diadakan pengkajian atau penelitian hadis agar dapat diketahui apakah hadis-hadis tersebut bernilai sahih dan benar-benar berasal dari Rasulullah SAW atau sebaliknya.

Maka menurut penulis, hadis-hadis da’if yang terdapat dalam kitab

Fadail al-Awqaat seharusnya tidak dijadikan pedoman atau acuan sebagai

sumber penetapan hukum. Jika hadis-hadis tersebut dijadikan rujukan maka selayaknya digunakan sebagai motivasi atau pelajaran dalam kehidupan sehari-hari.


(4)

79

Penulis berharap di kemudian hari ada peneliti yang meneliti lebih lanjut hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Fadail al-Awqaat baik per-bab maupun seluruhnya.

Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi khalayak masyarakat ramai.


(5)

Abdurrhaman.

Studi Kitab Hadis

. Yogyakarta: TERAS, 2003.

Al-‘Asqalani, Syihabuddin Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Abu Fadl.

Kitab Tahzib al-Tahzib.

Beirut: Daar al-Fkir.

Al-Baihaqi, Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain.

Kitab Fadhail al-Awqaat.

Mekkah al-Mukarramah: Maktabah al-Manarah.

Al-Baihaqi, Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain.

Kitab as-Sunan as-Saghir.

Beirut:

Dar al-Fikr.

Al-Dzahabi, Muhammad bin Ahmad bin ‘Usman.

Siyar A’lam al-Nubala’.

Beirut: Daar

al-Fikr.

Al-Khatib, M. Ajaj.

Pokok-pokok Ilmu Hadis.

Jakarta: Gaya Media Pratama,

1998.

Al-Mizzi, Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf. Tahzib al-Kamal Fi ‘Asma’ al-Rijal. Beirut:

Muasassah Ar-Risalah, 1993.

Asy-Syarbashi, Ahmad.

Yas’alunaka: Tanya Jawab Lengkap tentang Agama dan

Kehidupan.

Penerjemah Muhammad Alkaf, Jakarta: Lentera, 2006.

Al-Qazwiniy, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Yazid.

Sunan Ibnu Majah.

Beirut:

Daar al-Fikr.

Baihaqi, Imam.

Waktu-waktu Penuh Berkah.

Penerjemah Muflih Kamil. Jakarta:

Qisthi Press, 2007.

Bustamin, dan Salam, M.Isa.

Metodologi Kritik Hadis.

Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2004.

Hanbal, Abd Allah Ahmad bin.

Musnad ahmad bin Hanbal.

Beirut: Daar al-Fikr.

Ibn Sa’id, Asyraf.

Hukum Mengamalkan Hadis Dha’if.

Penerjemah Neni

Kurniati. Jakarta: Pustaka Azzam, 2004.

Ismail, M. Syuhudi.

Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis.

Jogyakarta:

Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 1996.

Ismail, M.Syuhudi.

Metode Penelitian Hadis Nabi SAW

. Jakarta: Bulan Bintang,


(6)

Ismail, M.Syuhudi.

Pengembangan Pemikiran terhadap Hadis.

Yogyakarta: Lembaga

Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 1996.

Ismail, M.Syuhudi.

Kaidah Keshahihan Sanad Hadis

. Jakarta: Bulan Bintang, Cet. Ke-3,

2005

Khon, Abdul Majid.

Ulumul Hadis.

Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Khon, Majid. dkk.

Ulumul Hadis

. Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN, 2005.

Munawwar, Agil Husain dan Mucktar, Ahmad Rifqi.

Metode Takhrij Hadis

.

Semarang: Bina Utama 1994.

Munawir, Ahmad Warson.

Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir.

Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Ranuwijaya, Utang.

Ilmu Hadis.

Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996.

Rahman, Zufran.

Kajian Sunah Nabi SAW sebagai Sumber Hukum Islam:

Jawaban Terhadap Aliran Inkar Sunnah

. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu

Jaya, 1995.

Shihab, M. Quraish.

M. Quraish Shihab Menjawab: 1001 Soal Keislaman yang

Patut Anda Ketahui.

Jakarta: Lentera Hati, 2008.

Shihab, M. Quraish.

Wawasan Al-Qur’an.

Bandung: Mizan, 1996.

Sumarna, Cecep dan Saefullah, Yusuf.

Pengantar Ilmu Hadis.

Bandung: Pustaka

Bani Quraisy, 2004.

Thahan, Mahmud.

Ilmu Hadis Praktis.

Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2009.

Tim CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

(Skripsi, Tesis dan Disertasi).

Jakarta: CeQDA, 2007.

Wensinck, A.J.

Mu’jam Mufahras li Alfaz Hadis Nabawi ‘an Kutub

al-Sittah wa ‘an Sunan al-Darimi wa Muwatta Malik wa Musnad Ahmad bin

Hanbal.

Leiden: Maktabah Brill, 1936.