Profil Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Masalah Terapi Obat

14 sel sehingga kontraktilitas tidak terjadi. Selain itu, obat golongan ini juga memiliki efek lainnya seperti meningkatkan sedikit konsumsi oksigen pada jantung sebagai kompensasi akibat penurunan tekanan darah dan denyut jantung.Contoh obat golongan ini adalah nifedipin dan amlodipin Suyatna, 2011.

2.3.6 Golongan Anti Koagulan – Anti Trombotik

Anti koagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan cara menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Anti trombotik merupakan suatu anti koagulan yang bekerja dengan cara menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yangsering terjadi pada sistem arteri. Berkurangnya viskositas darah dapat menyebabkan turunnya beban pada resistensi vaskuler perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah.Obat anti koagulan oral yang sering digunakan adalah aspilet dan klopidogrel Dewoto, 2011. Aspilet aspirin dosis kecil menghambat sintesis tromboksan-A 2 TXA 2 di dalam trombosit di pembuluh darah dengan menghambat secara irreversible enzim siklooksigenase sebagai akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit. Penggunaan aspilet juga berguna untuk menurunkan risiko terjadinya kambuhan pada infark miokard dan stroke Dewoto, 2011. Klopidogrel memiliki mekanisme kerja dengan cara menghambat agregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP namun tidak mempengaruhi metabolisme prostaglandin Dewoto, 2011.

2.4 Profil Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa

RumahSakitUmum Daerah Kota LangsamerupakanRumahSakitRujukanatasmatarantai sistem kesehatan di Universitas Sumatera Utara 15 Pemerintah Kota Langsa.Berdasarkan SK Menkes Republik Indonesia No.51Men.KesSKII1979 tanggal 22 Februari 1979 Rumah Sakit ini diberikan status menjadiRumahSakitdalamklasifikasikelas C, kemudianpadatahun 1997 ditingkatkanklasifikasinyamenjadiRumahSakitkelas B Non pendidikan berdasarkanSuratkeputusanMenteriKesehatanRepublik Indonesia No.479Men.KesSKV1997tanggal 20 Mei 1997. Kemudianberdasarkan Kepres No.40 tahun 2001 berubah status menjadiRumahSakitUmum Daerah Kota Langsa RSUD Kota Langsa, 2015.

2.5 Masalah Terapi Obat

Masalah terapi obat sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu masalah yang terjadi di dalam proses farmakoterapi pada seseorang yang akan atau berpotensi untuk mengganggu hasil terapi yang diharapkan. Pencegahan masalah terapi obat sendiri dapat dilakukan, namun tidak mungkin selalu diterapkan akibat kompleksitas dari ilmu farmakoterapi, kurangnya latihan dan pengetahuan dari paramedis, dan tingkah laku dari pasien itu sendiri Mil, 2005. Menurut PCNE, 2006, klasifikasi masalah terapi obat dapat digambarkan pada Tabel 2.3. Universitas Sumatera Utara 16 Tabel 2.3 Klasifikasi masalah terapi obat menurut PCNE V5.01 Kelompok Utama Kode Masalah 1. Reaksi Obat Merugikan. Pasien mengalamireaksi obat yang merugikan P1.1 Mengalami efek samping non- alergi P1.2 Mengalami efek samping alergi P1.3 Mengalami efek toksik 2.Masalah Pemilihan Obat. Pasien menerima atau akan menerima obat atau tidak menerima obat yang salah untuk kondisi penyakitnya P2.1 Obat tidak tepat tidak terlalu tepat untuk indikasi P2.1 Bentuk sediaan obat tidak tepat tidak terlalu tepat untuk indikasi P2.3 Tidak tepat duplikasi obat dari golongan terapi atau zat aktif P2.4 Kontraindikasi pemakaian obat termasuk kehamilan dan menyusui P2.5 Indikasi tidak jelas untuk penggunaan obat P2.6 Tidak ada obat yang diberikan tetapi indikasi jelas 3. Masalah Dosis. Pasien menerima lebih atau kurang dosis obat yang dibutuhkan P3.1 Dosis obat terlalu rendah atau regimen pemberian obat terlalu jarang P3.2 Dosis obat terlalu tinggi atau regimen pemberian obat terlalu sering P3.3 Durasi pemberian obat terlalu singkat P3.4 Durasi pemberian obat terlalu lama 4. Masalah Penggunaan Obat. Obat salah atau tidak diberikan P4.1 Obat tidak diberikan sama sekali P4.2 Obat yang diberikan salah 5. Interaksi-Interaksi. Terjadi kemungkinan potensial interaksi obat-obat atau obat- makanan P5.1 Potensial Interaksi P5.2 Terjadi Interaksi 6. Lainnya. P6.1 Pasien tidak puas dengan terapi karena tidak menerima obat dengan benar P6.2 Kurangnya perhatian akan kesehatan dan penyakit kemungkinan mengarah pada masalah di masa yang akan datang P6.3 Masalah tidak jelas. Butuh klarifikasi lebih lanjut Universitas Sumatera Utara 17 P6.4 Gagal terapi alasan tidak diketahui Asuhan kefarmasian tidak hanya menyediakan terapi obat, namun juga menyediakan keputusan dalam penggunaan obat yang tepat bagi pasien. Dalam asuhan kefarmasian, farmasis memberikan kontribusi pengetahuan dan keterampilan, guna memastikan hasil terapi yang optimal dari penggunaan obat Siregar dan Amalia, 2004. Sasaran dari asuhan kefarmasian adalah meningkatkan mutu kehidupan pasien, melalui berbagai pencapaian hasil terapi, antara lain: a. menyembuhkan penyakit b. meniadakan atau mengurangi gejala sakit c. menghentikan atau memperlambat proses penyakit d. mencegah penyakit atau gejalanya Siregar dan Amalia, 2004. Fungsi dari asuhan kefarmasian antara lain adalah untuk: a. mengidentifikasi masalah terapi obat, b. memecahkan masalah yang terjadi yang berkaitan dengan terapi obat, dan c. mencegah terjadinya masalah terapi obat Siregar dan Amalia, 2004. Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Diabetes melitus merupakansuatupenyakitdimanaterjadipeningkatankadarglukosa yang tinggi di dalamdarah. Hipertensimerupakansuatupenyakitdimanatekanandarahseseorang tinggi secara persisten. Hipertensi seringkaliterjadibersamaan dengan diabetes melitusterutamapada orang denganusialanjutsehingga dapat menimbulkansuatukomplikasi penyakit berbahaya yang mengarah pada risiko penyakit jantung dan dapat menyebabkankematianbagipasien. Komplikasitersebutmunculsebagaiakibatdariadanyapenyakitsindrom metabolik karena penyakit yang dideritaolehpasientelahterjadiselamabertahun-tahun, sehingga dapat meningkatkan risikomikrovaskulerdanmakrovaskuler. Kejadian diabetes melitus di dunia sangat tinggi. World Health Organization WHO memperkirakan terdapat sekitar 171 juta penderita diabetes melitus di dunia pada tahun 2000 dan akan meningkat menjadi 366 juta penderita di tahun 2030 nanti. Pada tahun 2012, sekitar 1,5 juta kasus kematian terjadi karena diabetes melitus. WHO juga memperkirakan bahwa diabetes melitusakan menjadi penyakit nomor 7 yang menyebabkan kematian pada tahun 2030. Selain itu, 50 penderita diabetes melitus mengalami kematian dikarenakan penyakit kardiovaskular seperti hipertensi dan penyakit jantung WHO, 2015.Menurut data statistika, terdapat sekitar 71 penderita diabetes melitus memiliki tekanan darah tinggi lebih besar atau sama dengan 140 mmHg ADA, 2015. Universitas Sumatera Utara