PERBEDAAN KADAR KREATININ DARAH ANTARA HEMODIALISA 2 KALI DENGAN 3 KALI PER MINGGU PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KADAR KREATININ DARAH ANTARA

HEMODIALISA 2 KALI DENGAN 3 KALI PER MINGGU

PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

ANDI BAGUS PRIBADI

20120310142

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KADAR KREATININ DARAH ANTARA

HEMODIALISA 2 KALI DENGAN 3 KALI PER MINGGU

PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK

DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

ANDI BAGUS PRIBADI

20120310142

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama : Andi Bagus Pribadi NIM : 20120310142 Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks ini dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 22 Maret 2016 Yang membuat pernyataan,


(4)

iv

Karya Tulis Ilmiah ini dipersembahkan kepada,

Kedua orang tua tercinta, Abdul Hamid dan Nurindah Sutarsih yang selalu mendoakan dan memberikan semangat, motivasi, dan dukungan yang tak pernah habis kepada penulis.

Saudara tercinta, Ayu Mareta dan Alwan Zaky Nauval yang selalu mendukung dan memberikan motivasi dalam menggapai keinginan.


(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis ucapan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, karunia dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Perbedaan Kadar kreatinin darah antara Hemodialisa 2 kali dengan 3 kali per minggu pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”.

Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kreatinin pada pasien gagal ginjal kronik yang mengalami hemodialisa dengan frekuensi yang berbeda di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2015. Hemodialisa merupakan terapi dari penyakit gagal ginjal yang sudah sampai pada stadium terminal dengan kata lain kronik.

Karya Tulis Ilmiah ini sebagai salah satu syarat memperoleh derajat sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes selaku dekan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah mengizinkan pelaksanaan penelitian ini dalam rangka penyusunan Karya Tulis llmiah.

2. dr. Hj. Niarna Lusi, Sp.PD selaku pembimbing dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan banyak waktu, pengarahan, bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis.


(6)

vi

3. Kedua orang tua penulis yaitu, H. Abdul Hamid dan Hj. Nurindah Sutarsih yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.

4. Sahabat-sahabat penulis, Achmad Yasin Mustamin, Ahmad Zaki Romadlon Bagus Ridho Setiadi, Ray Ramadhan, Ibrahim Fattah Hudiyah, Ayudia Mayang Putri, Firda Atiya Rahmi, dan Adinda yang memberi semangat dan ilmunya untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Teman-teman sebimbingan KTI, Bagus Ridho Setiadi, Eric Frapanca, dan Lisna Maladewi yang telah berjuang bersama-sama dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna maka dengan segenap hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan dari Karya Tulis Ilmiah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan terutama ilmu kedokteran.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Penulis


(7)

vii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

INTISARI xii

ABSTRACT xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Perumusan Masalah 4

C. Tujuan Penelitian 4

D. Manfaat Penelitian 4

E. Keaslian Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Gagal Ginjal Kronik 6

a. Definisi 6

b. Etiologi 7

c. Gejala Klinis 7

d. Klasifikasi 8

e. Patofisiologi 9

f. Komplikasi 11

2. Kreatinin 11

a. Definisi 11

b. Metabolisme 12

c. Faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin 14

3. Hemodialisa 15

a. Definisi 15

b. Indikasi 16

c. Adekuasi 16

d. Proses Hemodialisa 18

e. Komplikasi 19

B. Kerangka Konsep 21


(8)

viii

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian 22

B. Populasi dan Sampel 22

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 24

D. Variabel Penelitian 24

E. Definisi Operasional 24

F. Alat dan Bahan Penelitian 25

G. Jalannya Penelitian 26

H. Analisis Data 27

I. Kesulitan Penelitian 27

J. Etika Penelitian 27

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 28

B. Pembahasan 29

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 34

B. Saran 34


(9)

ix DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian Penelitian 5

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis atas dasar derajat penyakit 8 Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar diagnosis etiologi 9

Tabel 4. Analisa data 27

Tabel 5. Kadar kreatinin darah 2 kali/minggu dan 3 kali/minggu 28


(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Metabolisme kreatinin dalam tubuh 14


(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN


(12)

(13)

PERBEDAAN KADAR KREATININ DARAH ANTARA HEMODIALISA 2 KALI DENGAN 3 KALI PER MINGGU

PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Andi Bagus Pribadi1, Niarna Lusi2

1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Email: ab.pribadi@gmail.com

2. Dosen Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Latar belakang: Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialiser. Frekuensi tindakan hemodialisa bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani dua atau tiga kali dalam seminggu. Kreatinin merupakan senyawa kimia dalam tubuh yang menjadi salah satu tujuan dilakukannya Hemodialisa. Masih kurangnya penelitian yang membahas terkait frekuensi hemodialisa terhadap kadar kreatinin, sehingga studi ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi keefektifan frekuensi hemodialisa dalam seminggu terhadap penurunan kadar kreatinin pasien gagal ginjal kronik.

Metode: Digunakan desain cross sectional. Pengambilan sampel dengan teknik

purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah rekam medik milik pasien yang menjalani hemodialisa. Analisis data yang digunakan adalah observational analitik.

Hasil: Pada kelompok pasien hemodialisa 2 kali/minggu didapatkan 3 orang (5,8%) memiliki kadar kreatinin < 3 mg/dL dan 15 orang (28,8%) memiliki kadar kreatinin > 3 mg/dL, sedangkan pada kelompok pasien hemodialisa 3 kali/minggu didapatkan 8 orang (15,4%) memiliki kadar kreatinin < 3 mg/dL dan 26 orang (50%) memiliki kadar kreatinin > 3 mg/dL. Hasil analisis chi-square menunjukkan nilai P adalah 0,564. yang berarti nilai p > 0,05.

Kesimpulan: Tidak terdapat pengaruh frekuensi hemodialisa terhadap penurunan kadar kreatinin darah pasien gagal ginjal kronik.


(14)

THE DIFFERENCE IN BLOOD CREATININ LEVELS BETWEEN

HEMODIALYSIS 2 TIMES TO 3 TIMES PER WEEK IN PATIENTS WITH CHRONIC RENAL FAILURE AT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA HOSPITAL

Andi Bagus Pribadi1, Niarna Lusi2

1. Medical Student at Faculty of Medicine and Health Science, Muhammadiyah University of Yogyakarta

2. Departement of Internal Medicine on Faculty of Medicine and Health Science, Muhammadiyah University of Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Hemodialysis is a procedure in which blood is removed from the patient's body and circulates in a machine outside the body called dialyzer. The frequency of hemodialysis action varies depending on the number of kidney function remaining, the average patient underwent two or three times per week. Creatinine is a chemical in the body that was one objective of Hemodialysis. There is still a lack of research that addresses the frequency of hemodialysis related to creatinine levels, so these studies are necessary to evaluate the effectiveness of hemodialysis frequency in a week against a decrease in creatinine level of patients with chronic renal failure.

Methods: This study was cross sectional approach. Those samples were taken with purpossive sampling technique. The instruments used are the property of medical records of patients undergoing hemodialysis. Analysis of the data used is observational analytic.

Results: In the group of hemodialysis patients 2 times per week got 3 person (5,8%) had serum creatinine level <3 mg / dL and 15 person (28,8%) had serum creatinine level >3 mg / dL, while in the group of patients hemodialysis 3 times per week obtained 8 person (15,4%) had serum creatinine level <3 mg / dL and 26 person (50%) had serum creatinine level >3 mg / dL. The results of chi-square analysis showed the P value was 0,564. which means that the value of p > 0,05.

Conclusion: There is no influenced on the frequency of hemodialysis blood creatinine levels decrease in patients with chronic renal failure.


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ginjal adalah organ kompleks yang bertugas untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa dan ekskresi produk sisa nitrogen (Mohammed, 2006). Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia dan kini diakui sebagai suatu kondisi umum yang dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit dari GGK. Berdasarkan estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara global lebih dari 500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hidup bergantung pada cuci darah. Berdasarkan data dari Indonesia Renal Regestry pada tahun 2008 jumlah pasien hemodialisis 2260 orang dari 2148 orang pada tahun 2007 (Rachmat, 2009). Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Peningkatan penderita penyakit ini di Indonesia mencapai angka 20% (Suwitra, 2010). Berdasarkan Pusat Data & Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, jumlah pasien gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk, 60 % nya adalah usia dewasa dan usia lanjut. Pada peringatan Hari Ginjal Sedunia bahwa hingga saat ini di Indonesia terdapat sekitar 70 ribu orang pasien gagal ginjal kronik yang memerlukan penanganan terapi cuci darah (Depkes RI, 2009)

Selanjutnya, salah satu cara menegakkan diagnosis gagal ginjal adalah dengan menilai kadar ureum dan kreatinin serum, karena kedua senyawa ini hanya dapat diekskresi oleh ginjal. Kreatinin adalah hasil perombakan keratin, semacam


(16)

2

senyawa berisi nitrogen yang terutama ada dalam otot. Banyaknya kadar kreatinin yang diproduksi dan disekresikan berbanding sejajar dengan massa otot (Ezra, 2004).

Ureum dan Kreatinin merupakan senyawa kimia yang menandakan fungsi ginjal normal. Oleh karena itu, tes ureum kreatinin selalu digunakan untuk melihat fungsi ginjal kepada pasien yang diduga mengalami gangguan pada organ ginjal. Gangguan ginjal yang kronik akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (fungsi penyaringan ginjal) sehingga ureum, kreatinin, melalui air seni menurun, akibatnya zat-zat tersebut akan meningkat di dalam darah. Upaya untuk menurunkan kadar kreatinin serum tentu saja dengan memperbaiki fungsi ginjal. Dan untuk memperbaiki fungsi ginjal ini perlu di lakukan cuci darah (Hemodialisis) yang akan berperan dalam mengganti fungsi utama ginjal yaitu membersihkan darah dari sisa-sisa hasil metabolisme tubuh yang berada di dalam darah dengan cara menyaringnya. Jika kedua ginjal gagal menjalankan fungsinya (tahap akhir penyakit ginjal), sisa-sisa hasil metabolisme yang diproduksi oleh sel normal akan kembali masuk ke dalam darah (uremia) (Theresia, 2011).

Sejauh ini, menurut National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse, hemodialisis merupakan terapi yang paling sering digunakan pada penderita gagal ginjal kronik. Bagi penderita gagal ginjal kronik, hemodialisa akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan oleh ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapi terhadap kualitas hidup pasien. Pasien harus menjalani dialisis


(17)

3

sepanjang hidupnya atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan (Smeltzer dan Bare, 2002).

Pengobatan Penyakit gagal ginjal kronik dengan hemodialisa sudah sesuai menurut ajaran Islam. Hal tersebut sesuai dengan hadist,

ِكُل ُّ َُِء د َاء ، ف َُُُِف ََُاَِ ا دَا َُِّ ا ُّاَُُِ اُء ،ُب ََِا ُُّه َاُه و كدل

“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya

maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

Dari Ibnu Mas’ud , bahwa Rasulullah bersabda:

دنُ ُ َُاُِْ ِْ ِ َْاُه ا َاُّأ اُْ ُد َِ ِ دنُا ًُل الُم دنُا ًُل ُّ دنُه اُء الُم دنُه اُء ََْاُه ُ

“Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan sebuah penyakit melainkan

menurunkan pula obatnya. Obat itu diketahui oleh orang yang bisa mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak bisa mengetahuinya.”

Berdasarkan hadist di atas hemodialisa merupakan obat (terapi) penyakit ginjal kronik dengan menggantikan fungsi ginjal yang sudah tidak bekerja secara maksimal.

Hemodialisa (HD) adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut

dialyzer. Frekuensi tindakan HD bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu, sedangkan lama pelaksanaan hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam tiap sekali tindakan terapi (Brunner dan Suddath, 2002; Yang et al., 2011).

Dari penjelasan diatas, penulis tertarik untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara hemodialisa dengan jumlah kadar kreatinin di darah pada pasien


(18)

4

gagal ginjal kronik yang telah mengalami terapi hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah.

B. Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan kadar kreatinin darah antara hemodialisa 2 kali/ minggu dengan 3 kali/ minggu pada pasien gagal ginjal kronik di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar kreatinin darah antara hemodialisa 2 kali/minggu dengan 3 kali/minggu pada pasien yang didiagnosis penyakit gagal ginjal kronik di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan nantinya dapat menjadi upaya pertimbangan terkait jumlah dosis dalam hal penanganan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta.

E. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian perbedaan kadar kreatinin darah antara hemodialisa 2 kali/minggu dengan 3 kali/minggu pada pasien gagal ginjal kronik ini belum pernah dilakukan. Namun ada beberapa penelitian relevan yang sudah pernah dilakukan diantaranya:


(19)

5

Tabel 1. Keaslian Penelitian

Nama Judul Hasil Perbedaan

Glenn M. Chertow et al., 2010

In-Center Hemodialysis Six Times per Week versus Three Times per Week

Jumlah sampel: 245 Sampel kasus: 120 Sampel kontrol: 125. Hasil penelitian P: 0,001 95%CI: 1,08-2,73. Sampel dipilih secara purposive sampling.

Penelitian dilakukan di 11 Universitas dan 54 pusat hemodialisa di Amerika utara.

Pada penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui peningkatan massa ventrikel kiri di jantung, sedangkan yang akan dilakukan peneliti adalah untuk mengetahui perbedaan kadar kreatinin darah. Chaerunisa Sukmaretnawati, 2010 Perbedaan Kadar Kreatinin pre dan post hemodialisis usia dewasa dan usia lanjut pasien GGK

Jumlah sampel: 60 Sampel kasus: 30 Sampel kontrol: 30. Hasil penelitian P: 0,032.

Penelitian dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Pada penelitian tersebut bertujuan membandingkan kadar kreatinin pre dan post hemodialisa, sedangkan pada penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kadar kreatinin 2 kali dan 3 kali/ minggu.


(20)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka

1. Gagal Ginjal Kronik a. Definisi

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dengan nilai GFR 25%-10% dari nilai normal (Price, 2005). The Kidney Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) mendifinisikan penyakit gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal atau laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Apapun etiologi yang mendasari, penghancuran massa ginjal dengan skeloris yang ireversibel dan hilangnya nefron menyebabkan penurunan LFG secara progresif (Verrelli, 2006).

Selanjutnya, gagal ginjal adalah tahap akhir dari penyakit ginjal kronik yang ditandai dengan kerusakan ginjal secara permanen dan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, dengan GFR < 15 mL/min/1,73 m2 yang memerlukan renal replacement therapy (RRT) berupa hemodialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).


(21)

7

b. Etiologi

Beberapa penyakit yang secara permanen merusak nefron dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik. Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu Negara dengan Negara lainnya. Penyebab utama penyakit gagal ginjal paling banyak adalah Diabetes Mellitus, diikuti dengan hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar serta penyebab lainnya (Farida, 2010).

c. Gejala klinis Penyakit ginjal kronik (berdasarkan Suwitra, 2006)

1) Pada LFG sebesar 60%, pasien belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.

2) LFG sebesar 30%, pasien mulai menunjukkan keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan berat badan turun.

3) LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual muntah, dan lain sebagainya. Pada nilai LFG ini pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, napas maupun cerna.

4) LFG di bawah 15%, akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius sehingga pasien harus melakukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau transplatasi ginjal (Suwitra, 2006)


(22)

8

d. Klasifikasi gagal ginjal kronis

Penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut :

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis atas dasar derajat penyakit.

Sumber : Buku ajar IPD jilid II edisi V, 2010

Derajat Penjelasan LFG

(ml/mn/1.73m2) 1 kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90 2 kerusakan ginjal dengan LFG ringan atau ↓ 60-89 3 kerusakan ginjal dengan LFG sedang atau ↓ 30-59 4 kerusakan ginjal dengan LFG berat atau ↓ 15-29

5 gagal ginjal < 15 atau dialysis

LFG (ml/menit/1,73 m2) = (140-umur) X berat badan *) 72 X kreatinin plasma (mg/dL)


(23)

9

Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal kronis atas dasar diagnosis etiologi

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2 Penyakit ginjal non

diabetes

Penyakit glomerular

(penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia)

Penyakit vascular

(penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointersitial

(pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)

Penyakit kistik (ginjal polikistik) Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

keracunan obat (siklosporin/takrolimus) Penyakit recurrent (glomerular)

Transplant glomerulopathy

Sumber : Buku ajar IPD jilid II edisi V, 2010 e. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan


(24)

10

kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantai oleh growth factor seperti transforming growth factor

(TGF-�). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibriosis glomerulus maupun tubulointerstitial.

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti, infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan


(25)

11

komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplatasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2006).

f. Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2001) yaitu :

1) Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet berlebihan.

2) Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiostensin-aldosteron

4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.

5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium.

2. Kreatinin a. Definisi

Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir


(26)

12

konstan dan diekskresikan dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma. Kenaikan serum kreatinin 1-2 mg/dL dari normal menandakan penurunan LFG ± 50% (Guyton & Hall, 2008). LFG adalah kecepatan pembentukan ultrafiltrat oleh glomerulus. Dalam keadaan normal, LFG sekitar 80-120 mL/menit/1,73 m2. LFG antara 30-80 mL/menit/1,73 m2 menggambarkan adanya gangguan fungsi ginjal dan bila kurang dari 30 mL/menit/1,73 m2 menandakan adanya gagal ginjal (Nankivell, 2001). Pada laki-laki dewasa, tingkat konsentrasi serum keratinin normal adalah 0,8 sampai 1,3 mg/dL, sedangkan pada wanita dewasa nilai konsentrasi serum kreatinin adalah 0,6 sampai 1,0 mg/dL (Rennke, 2007). b. Metabolisme

Kreatinin dalam urin berasal dari filtrasi glomerulus dan sekresi oleh tubulus proksimal ginjal. Kreatinin yang diekskresi dalam urin terutama berasal dari metabolisme kreatinin dalam otot sehingga jumlah kreatinin dalam urin mencerminkan massa otot tubuh (Levey, 2003; Remer et al. 2002; Henry, 2001). Kreatin terutama ditemukan di jaringan otot (sampai dengan 94%). Kreatin dari otot diambil dari darah karena otot sendiri tidak mampu mensintesis kreatin. Kreatin darah berasal dari makanan dan biosintesis yang melibatkan berbagai organ terutama hati. Proses awal biosintesis kreatin berlangsung di ginjal yang melibatkan asam amino arginin dan glisin. Menurut salah satu penelitian in vitro, kreatin secara hampir konstan akan diubah menjadi kreatinin dalam jumlah 1,1% per hari.


(27)

13

Kreatinin yang terbentuk ini kemudian akan berdifusi keluar sel otot untuk kemudian diekskresi dalam urin. Pembentukan kreatinin dari kreatin berlangsung secara konstan dan tidak ada mekanisme reuptake oleh tubuh, sehingga sebagian besar kreatinin yang terbentuk dari otot diekskresi lewat ginjal sehingga ekskresi kreatinin dapat digunakan untuk menggambarkan filtrasi glomerulus walaupun tidak 100% sama dengan ekskresi inulin yang merupakan baku emas pemeriksaan laju filtrasi glomerulus. Meskipun demikian, sebagian (16%) dari kreatinin yang terbentuk dalam otot akan mengalami degradasi dan diubah kembali menjadi kreatin. Sebagian kreatinin juga dibuang lewat jalur intestinal dan mengalami degradasi lebih lanjut oleh kreatininase bakteri usus. Kreatininase bakteri akan mengubah kreatinin menjadi kreatin yang kemudian akan masuk kembali ke darah (enteric cycling). Produk degradasi kreatinin lainnya ialah 1-metilhidantoin, sarkosin, urea, metilamin, glioksilat, glikolat, dan metilguanidin (Wyss, 2000).

Metabolisme kreatinin dalam tubuh ini menyebabkan ekskresi kreatinin tidak benar-benar konstan dan mencerminkan filtrasi glomerulus, walaupun pada orang sehat tanpa gangguan fungsi ginjal, besarnya degradasi dan ekskresi ekstrarenal kreatinin ini minimal dan dapat diabaikan (Wyss, 2000).


(28)

14

Gambar 1. Metabolisme kreatinin dalam tubuh (Modifikasi Wyss, 2000)

c. Faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam darah (berdasarkan Sukandar, 1997) diantaranya adalah :

1) Perubahan massa otot.

2) Diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah makan.

Intake Protein

Diserap Usus

Sintesis Kreatin oleh Hepar

Diserap oleh Otot

Metabolisme Otot menghasilkan Kreatinin

Kreatinin berdifusi keluar dari sel Otot menuju darah Serum Kreatinin

16% Kreatinin didegradasi untuk membentuk kreatin

Sebagian besar Kreatinin diekskresikan melalui

ginjal

Kreatinin Urin

Sebagian lainnya diekskresikan kedalam

usus

Didegradasi oleh enzim kreatinisasi bakteri usus

menjadi kreatin

Kreatin diserap kembali kedalam darah Laju Filtrasi


(29)

15

3) Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah.

4) Obat obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin dan co-trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga meninggikan kadar kreatinin darah.

5) Kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin internal.

6) Usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada wanita.

3. Hemodialisa a. Definisi

Dialisis didefinisikan sebagai difusi molekul dalam larutan seluruh semipermeabel membran sepanjang gradien konsentrasi elektrokimia (Depnar, 2013). Tujuan utama dari hemodialisis adalah untuk memulihkan lingkungan cairan intraseluler dan ekstraseluler yang merupakan karakteristik dari fungsi ginjal yang normal (Himmelfarb & Ikizler, 2010). Hemodialisa merupakan suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme berupa larutan (ureum, kreatinin) dan air yang berada dalam pembuluh darah melalui membran semipermeabel atau yang disebut dengan Dialyzer (Thomas, 2003). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005) Hemodialisa adalah proses dimana terjadi difusi partikel terlarut (solut) dan air secara pasif melalui satu kompartemen cair yaitu darah


(30)

16

menuju kompartemen cair lainnya yaitu cairan dialisat melewati membran semipermeabel dalam dialyzer.

b. Indikasi

Menurut Brian J.G Pereira (2005) bahwa cuci darah dapat dilakukan sementara waktu apabila kerusakan fungsi ginjal bersifat sementara, biasanya sering terjadi pada kasus gagal ginjal akut. Tetapi, pada kasus gagal ginjal kronik dimana kerusakan fungsi ginjal bersifat permanen, maka cuci darah dilakukan seumur hidup pasiennya. Tidak ada klasifikasi seragam pada tahap penyakit gagal ginjal kronik.

Secara umum indikasi dilakukan Hemodialisa pada gagal ginjal kronik (berdasarkan Farida, 2010) adalah:

1) LFG kurang dari 15 mL/menit 2) Hiperkalemia

3) Asidosis

4) Kegagalan terapi konservatif

5) Kadar ureum lebih dari 200 mg/dL dan kreatinin lebih dari 6 mEq/L 6) Kelebihan cairan

7) Anuria berkepanjangan lebih dari 5 hari. c. Adekuasi hemodialisa

Adekuasi hemodialisa merupakan kecukupan dosis hemodialisa yang direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa (NKF-K/DOQI, 2000).


(31)

17

Untuk mencapai adekuasi hemodialisa, (berdasarkan Septiwi, 2010) maka besarnya dosis yang diberikan harus memperhatikan hal-hal berikut:

1) Time of Dialysis

Adalah lama waktu pelaksanaan hemodialisa yang idealnya 10-12 jam per minggu. Bila hemodialisa dilakukan 2 kali/minggu maka lama waktu tiap kali hemodialisa adalah 5-6 jam, sedangkan bila dilakukan 3 kali/minggu maka waktu tiap kali hemodialisa adalah 4-5 jam.

2) Interdialytic Time

Adalah waktu interval atau frekuensi pelaksanaan hemodialisa yang berkisar antara 2 kali/minggu atau 3 kali/minggu. Idealnya hemodialisa dilakukan 3 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam setiap sesi, akan tetapi di Indonesia dilakukan 2 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam.

3) Quick of Blood (Blood flow)

Adalah besarnya aliran darah yang dialirkan ke dalam dialiser yang besarnya antara 200-600 ml/menit dengan cara mengaturnya pada mesin dialisis. Pengaturan Qb 200 ml/menit akan memperoleh bersihan ureum 150 ml/menit, dan peningkatan Qb sampai 400 ml/menit akan meningkatkan bersihan ureum 200 ml/menit. Kecepatan aliran darah (Qb) rata-rata adalah 4 kali berat badan pasien, ditingkatkan secara bertahap selama hemodialisis dan dimonitor setiap jam.


(32)

18

d. Proses hemodialisa

Sebelum Hemodialisa dilakukan pengkajian pradialisi, dilanjutkan dengan menghubungkan pasien dengan mesin Hemodialisa dengan memasang blood line dan jarum ke akses vaskuler pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialiser dan akses masuk darah ke dalam tubuh (Farida, 2010). Arteri Venous (AV) Fistula adalah akses vaskuler yang direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman bagi pasien (Thomas, 2003)

Setelah Blood line dan akses vaskuler terpasang, proses Hemodialisa dimulai. Saat dialisis darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam dialiser (Farida, 2010). Darah mulai mengalir dibantu pompa darah. Infus heparin diletakkan sebelum atau sesudah pompa tergantung peralatan yang digunakan (Hudak & Gallo, 1999). Darah mengalir dari tubuh melalui akses arterial menuju ke dialiser sehingga terjadi pertukaran darah dan zat sisa. Setelah terjadi proses dialisis, darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh balik, selanjutnya beredar di dalam tubuh. Proses dialisis (pemurnian) darah terjadi dalam dialiser (Daurgirdas et al., 2007).

Prinsip kerja hemodialisis adalah komposisi solute (bahan terlarut) suatu larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini dengan larutan lain (kompartemen dialisat) melalui membran semipermeabel (dialiser). Perpindahan solute melewati membran disebut sebagai osmosis. Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan utrafiltrasi. Difusi adalah perpindahan solute terjadi


(33)

19

akibat gerakan molekulnya secara acak, utrafiltrasi adalah perpindahan molekul terjadi secara konveksi, artinya solute berukuran kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air melewati porus membran. Perpindahan ini disebabkan oleh mekanisme hidrostatik, akibat perbedaan tekanan air (transmembrane pressure) atau mekanisme osmotik akibat perbedaan konsentrasi larutan (Daurgirdas et al., 2007).

Gambar 2. Skema mekanisme kerja hemodialisa (Bieber dan Himmelfarb, 2013)

e. Komplikasi Hemodialisa 1) Komplikasi akut

Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit


(34)

20

punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al.,2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al.,2007).

2) Komplikasi kronik

Adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi adalah: Penyakit jantung, Malnutrisi, Hipertensi / volume excess, Anemia,

Renal osteodystrophy, Neurophaty, Disfungsi reproduksi, Komplikasi pada akses gangguan perdarahan, Infeksi, Amiloidosis, Acquired cystic kidney disease (Bieber dan Himmelfarb, 2013).


(35)

21

B. Kerangka Konsep

Keterangan:

: yang diteliti : yang : tidak diteliti

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan kadar kreatinin darah antara Hemodialisa 2 x per minggu dengan 3 x per minggu pada pasien gagal ginjal kronik.

Gagal ginjal kronik

Kenaikan jumlah kreatinin Kelainan

Massa Otot Kelainan

Kardiova skular

Kelainan Endokrin

Kelainan Hemapoeisis

Hemodialisa

Dengan Penyakit Penyerta

Tanpa Penyakit Penyerta

- Malnutrisi - Kanker - Perdarahan - dll


(36)

22 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penilitian ini adalah observational analitik yang dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional yaitu cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat/point time approach dan pengamatan studi hanya dilakukan satu kali selama penelitian (Anggun, 2012).

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di unit hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yaitu sebanyak 107 pasien, dan subjek penelitiannya adalah setiap pasien hemodialisa yang memenuhi syarat kriteria inklusi dan eksklusi.

Besar sampel adalah semua pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di unit hemodialisa RS PKU Muhammadiyah yogyakarta yang memenuhi syarat kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria Inklusi :

1. Usia pasien antara 18 – 60 tahun

2. Menjalani hemodialisa rutin dengan dosis 2 kali dan 3 kali/ minggu selama 3 bulan

b. Kriteria Eksklusi : 1. Malnutrisi


(37)

23

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan salah satu cara

Non-Probability Sampling yaitu purposive sampling. Purposive sampling yaitu pemilihan subjek berdasarkan ciri-ciri atau kriteria tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi. Sehingga setiap subjek pada populasi yang memenuhi syarat kriteria inklusi dan eksklusi dapat ditetapkan sebagai subjek penelitian (Arief, 2004).

Selanjutnya, dengan menggunakan rumus sampling akan ditentukan besar sampel. Untuk keperluan analisis kuantitatif maka rumus besar sampelnya adalah:

(� √ + � √ + )2

n1=n2 =

− 2

Keterangan : n1 dan n2 : jumlah sampel untuk masing-masing kelompok Zα : nilai Z untuk α = 0,05 , Zα = 1,96

Zβ : nilai Z untuk β = 0,2 , Zβ = 0,842

P1 : proporsi pasien hemodialisa 2 kali/minggu P2 : proporsi pasien hemodialisa 3 kali/minggu Jadi, dengan menggunakan Rumustersebut didapatkan:

( , 6 √ . , . , + , 4 √ ,6 . ,4 + ,4 . ,6)2

n1=n2 =

, 2

= 52


(38)

24

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di unit hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II dalam kurun waktu periode Oktober sampai Desember 2015.

D. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas (independent) : frekuensi Hemodialisa per minggu b. Variabel terikat (dependent) : kadar kreatinin darah

c. Variabel penggangu (intervening) : usia, jenis kelamin dan malnutrisi

E. Definisi Operasional

Variabel Definisi opreasional Pengukuran Skala Frekuensi

Hemodialisa per minggu

Jumlah terapi hemodialisa yang telah dijalani pasien dalam satu minggu secara rutin. Di bagi dalam dua kelompok yaitu, pasien yang telah menerima hemodialisa sebanyak 2 x dan pasien yang telah menerima hemodialisa sebanyak 3 x

Perhitungan dilakukan

berdasarkan riwayat catatan rekam medik pasien.

Nominal

Kadar

kreatinin darah

Kadar kreatinin dalam serum darah sebagai sisa akhir metabolisme protein otot yang diperiksa

sebelum dan setelah hemodialisa dengan satuan mg/dL

Pengambilan sampel darah vena dan melakukan pemeriksaan kadar kreatinin di laboratorium Satuan : mg/dL Interval


(39)

25

Usia Masa hidup pasien yang dihitung sejak ia lahir sampai dengan

dilakukannya penelitian yang dinyatakan dalam bentuk tahun.

Berdasarkan usia pasien yang tertera pada rekam medik

Rasio

Jenis kelamin Identitas seksual pasien sejak lahir.

Berdasarkan jenis kelamin yang tertera pada rekam medik

Nominal

Malnutrisi Keadaan gizi pasien yang rendah dan

dimanifestasikan pada suatu keadaan fisik tertentu sehingga dapat terukur.

Timbangan injak untuk mengukur berat badan dan meteran untuk mengukur tinggi badan, cara pengukuran IMT dengan rumus IMT= BB (kg) / TB (m)2

Interval

F. Alat dan Bahan penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medik pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa 2 kali dan 3 kali/minggu di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta serta arsip pemeriksaan laboratorium yang dimiliki oleh pasien.


(40)

26

G. Jalannya Penelitian

Data rekam medik di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta

Sampel penelitian Pasien gagal ginjal kronik

Menjalani hemodialisa

Kriteria Inklusi

Kriteria Eksklusi

Analisis data

Hasil penelitian Hemodialisa

2x/minggu

Hemodialisa 3x/minggu


(41)

27

H. Analisis Data

Data yang telah terkumpul sebelum dianalisis, terlebih dahulu di masukkan ke dalam tabel berukuran 2 x 2. Dengan deskripsi tabel sebagai berikut:

Tabel 4. Analisa data

Kadar Kreatinin Serum < 3 mg/dL > 3 mg/dL Frekuensi

Hemodialisa

2 kali/minggu

3 kali/minggu

Kemudian di analisis statistik menggunakan chi-square.

I. Kesulitan Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menemukan beberapa kesulitan, seperti:

1. Sulitnya memperoleh izin penelitian di Rumah Sakit karena pengurusan yang memakan waktu sangat lama

2. Sulitnya memperoleh data rekam medik milik pasien yang kurang lengkap.

J. Etika Penelitian

Penelitian ini berpedoman pada prinsip-prinsip etika penelitian, salah satunya adalah confidentially. Peneliti disini menjamin kerahasiaan responden dengan tidak akan memberitahukan ke pihak lain dan tidak menulis nama responden pada data penelitian. Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan ethical clearance kepada komisi etik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta agar dapat dikaji sebelum penelitian berjalan sehingga tidak menimbulkan masalah akibat pelanggaran hak individu (subyek manusia).


(42)

28 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok. Pada kelompok pertama adalah kelompok pasien yang melakukan Hemodialisa 2 kali/minggu, sedangkan kelompok kedua adalah kelompok pasien yang melakukan Hemodialisa 3 kali/minggu. Seluruh kelompok adalah pasien yang menderita penyakit ginjal kronik dan rutin melakukan Hemodialisa di unit Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pasien pada kelompok pertama (Hemodialisa 2 kali/minggu), didapatkan 18 orang dan pada kelompok kedua (Hemodialisa 3 kali/minggu), didapatkan 34 orang.

Setiap pasien diukur kadar kreatinin darahnya kemudian dicatat. Pengukuran kadar kreatinin dilakukan di laboratorium Rumah Sakit setiap 3 bulan sekali. Hasil pengukurannya kemudian dibagi menjadi 2 yaitu kadar kreatinin < 3 mg/dL dan kadar kreatinin > 3 mg/dL. Berikut ini hasil pengukuran kadar kreatinin darah masing-masing kelompok 2 kali/minggu dan 3 kali/minggu.

Tabel 5. Kadar kreatinin darah 2 kali/minggu dan 3 kali/minggu kadar

hemodialisa

Kreatinin

Total < 3 mg/dL > 3 mg/dL

2 kali/minggu 3 15 18

3 kali/minggu 8 26 34

Total 11 41 52


(43)

29

Dari tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa kadar kreatinin darah pasien Hemodialisa 2 kali/minggu kurang dari 3 mg/dL sebesar 3 orang dan lebih dari 3 mg/dL sebesar 15 orang. Pada pasien Hemodialisa 3 kali/minggu kurang dari 3 mg/dL sebesar 8 orang dan lebih dari 3 mg/dL sebesar 26 orang. Setelah diperoleh data jumlah kadar kreatinin dari masing-masing kelompok, kemudian data diuji dengan Pearson Chi-Square yang digunakan untuk menguji keterkaitan antara dua variabel.

Tabel 6. Analisis Pearson Chi-square

Variabel Kategori

Variabel

Kadar Kreatinin

Darah P

< 3 > 3

Hemodialisa 2X 3 15

0,564

3X 8 26

Berdasarkan analisis statistik pada tabel 6, Variabel Hemodialisa nilai p adalah 0.564, yang artinya p > 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel tergantung dan variabel bebas. Sehingga secara statistik kadar kreatinin darah pasien yang lebih dari 3 mg/dL pada Hemodialisa 3 kali/minggu lebih banyak dibanding dengan Hemodialisa 2 kali/minggu.

B. Pembahasan

Hemodialisa adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisa merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal.


(44)

30

Dialyzer atau ginjal buatan memiliki dua bagian, satu bagian untuk darah dan bagian lain untuk cairan dialysate. Di dalam dialyzer antara darah dan dialisat tidak bercampur jadi satu tetapi dipisahkan oleh membran atau selaput tipis. Sel-sel darah, protein dan hal penting lainnya tetap dalam darah karena mempunyai ukuran molekul yang besar sehingga tidak bisa melewati membran. Produk limbah yang lebih kecil seperti urea, kreatinin dan cairan bisa melalui membran dan dibuang. Sehingga darah yang banyak mengandung sisa produk limbah bisa bersih kembali (National Kidney Foundation / NKF, 2006).

Proses hemodialisis yang terjadi didalam membran semipermiabel terbagi menjadi tiga proses yaitu osmosis, difusi dan ultrafiltrasi (Curtis, Roshto & Roshto, 2008). Osmosis adalah proses perpindahan zat terlarut dari bagian yang berkonsentrasi rendah kearah konsentrasi yang lebih tinggi. Difusi adalah proses perpindahan zat terlarut dari konsentrasi tinggi kearah konsentrasi yang rendah. Sedangkan ultrafiltrasi adalah perpindahan cairan karena ada tekanan dalam membran dialyzer yaitu dari tekanan tinggi ke arah yang lebih rendah (Curtis, Roshto., & Roshto, 2008)

Setelah dilakukan pengukuran biokimia darah khususnya kreatinin pada pasien gagal ginjal kronik ditemukan bahwa kadar kreatinin mengalami peningkatan yang tinggi diatas normal. Kenaikan ini karena efek dari organ ginjal yang tidak berfungsi lagi.

Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan


(45)

31

oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal (Corwin, 2001).

Sumber utama kreatinin dalam plasma adalah metabolime normal keratin fosfat dalam otot. Sebagian besar kreatin (94%) ditemukan dalam jaringan otot. Pada laki-laki kecepatan metabolisme 20-25 mg/kgBB/hari sementara pada perempuan 15-20 mg/kgBB/hari. Pada keadaan stabil, eksresi kreatinin urin sebanding dengan kecepatan produksinya. Otot tidak tidak memiliki kemampuan membuat kreatin, kreatin diambil dari darah melawan gradien konsentrasi melalui kreatin transporter yang tergantung Na dan Cl. Kebutuhan kreatin didapat dari absospsi usus dari makanan atau de novo biosintesis kreatin. Biosintesis kreatin terjadi terutama pada ginjal dimana hati merupakan organ yang menyelesaikan metilasi asam guanidinoasetik (GAA) menjadi kreatin. Kreatin dan fosfokreatin otot diubah secara nonenzimatik menjadi kreatinin yang nantinya akan berdifusi keluar sel dan diekskresikan oleh ginjal (Wyss, 2000).

Pada kelompok hemodialisa 2 kali/minggu dan kelompok hemodialisa 3 kali/minggu menunjukkan proporsi rerata kadar kreatinin > 3 mg/dL lebih banyak dibandingkan yang < 3 mg/dL, dengan hal itu menyebabkan hasil penghitungan statistik yang tidak signifikan yaitu, antara dosis hemodialisa terhadap penurunan kadar kreatinin. Disamping hal tersebut ada beberapa faktor lagi yang dapat mempengaruhi tingginya kadar kreatinin pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.


(46)

32

Meningkatnya kadar kreatinin bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : perubahan massa otot, diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah makan, aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah, obat-obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin dan co-trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga meninggikan kadar kreatinin darah, kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin interna, usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada wanita (Sukandar E, 1997)

Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan kreatinin yaitu, senyawa - senyawa yang dapat mengganggu pemeriksaan kadar kreatinin darah hingga menyebabkan overestimasi nilai kreatinin sampai 20% adalah : askorbat, bilirubin, asam urat, aseto asetat, piruvat, sefalosporin, metildopa. Senyawa-senyawa tersebut dapat memberi reaksi terhadap reagen kreatinin dengan membentuk senyawa yang serupa kreatinin sehingga dapat menyebabkan kadar kreatinin tinggi palsu. Akurasi atau tidaknya hasil pemeriksaan kadar kreatinin darah juga sangat tergantung dari ketepatan perlakuan pada pengambilan sampel, ketepatan reagen, ketepatan waktu dan suhu inkubasi, pencatatan hasil pemeriksaan dan pelaporan hasil (Sodeman, 1995).

Hal ini sesuai dengan pendapat Riswanto (2010) bahwa pada hasil laboratorium pemeriksaan kreatinin dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu, obat tertentu yang dapat meningkatkan kadar kreatinin serum, kehamilan, aktivitas fisik


(47)

33

yang berlebihan, konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi temuan laboratorium.


(48)

34 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tentang perbedaan kadar kreatinin darah antara hemodialisa 2 kali/ minggu dengan 3 kali/ minggu pada pasien gagal ginjal kronik di RS PKU Muhammadiyah yogyakarta dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar kreatinin darah yang bermakna antara hemodialisa 2 kali/ minggu dengan 3 kali/ minggu.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan desain penelitian yang berbeda dan cakupan penelitian yang lebih luas sehingga jumlah subyek lebih banyak.

2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat meneliti aspek lain mengenai pasien gagal ginjal kronik yang melakukan hemodialisa.


(49)

35

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mochmmad T.Q. (2004). Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu kesehatan. Klaten Selatan: CSGF (The Community of Self Help Group Forum).

Brunner dan Suddath (2002). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 1. EGC: Jakarta.

Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. (2007). Handbook of dialysis 4th Edition. Philadelphia: Lippincott.

Depner, T. (2013). Factors that Affect Postdialysis Rebound in Serum Urea Concentration, Including the Rate of Dialysis: Result from Hemo study. Journal of the American Society of Nephrology

Erwinsyah. (2009). Hubungan antara Quick of blood dengan penurunan ureum dan kreatinin post dialysis pada pasien CKD yang menjalani hemodialysis di RSUD Raden Mattaher Jambi. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Indonesia, Jakarta.

Farida, A. (2010). Pengalaman Klien Hemodialisis terhadap Kualitas Hidup di RS Fatmawati Jakarta. Tesis. Tidak dipublikasikan.

Glenn M. Chertow, M.D., M.P.H., Nathan W. Levin, M.D., Gerald J. Beck, Ph.D., et al. (2010). In-Center Hemodialysis Six Times per Week versus Three Times per Week. The new england journal of medicine.

Hastono, Sutanto. (2007). Analisa Data Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia. Hermawan, Asep. (2005). Penelitian Bisnis Pradigma Kuantitatif. PT. Grasindo:

Jakarta.

Himmelfarb, J., & Ikizler, T. A. (2010). Medical Progress Hemodialysis. Engl J Med ,363

Himmelfarb, J., & Ikizler, T. A., (2010). Hemodialysis. The new england journal of Medicine 363.

Hudak, Gallo. (1999). Keperawatan Kritis Pedekatan Holistik. Edisi VI. Jakarta: EGC.

Irianti, Theresia. (2011). Peranan Hemodialisis Dalam Upaya Menurunkan Kadar Ureum dan Kreatinin Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang


(50)

36

Hemodialisis RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar.

Ketut, Suwitra. (2010). Buku Ajar. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II , Ed , .Balai Penerbit FK UI Jakarta.

National Kidney Foundation I, Kidney-Dialysis Outcome Quality Initiative. K/DOQI clinical practice guidelines : anemia. Am J Kidney Dis 2001. Noer, Mohammad Sjaifullah. (2006). Evaluasi Fungsi Ginjal Secara Laboratorik.

Surabaya: Lab-SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Pereira, Brian J.G. et.al. (2005). Does Predialysis Nephrology Care Influence Patient Survival After Initiation of Dialysis?, Official Journal of The International Society of Nephrology 67.

Price, S & Wilson, L, (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta.

Rennke. (2007). Ginjal dan Sistem Penyalurnya. Edisi VII. Jakarta: EGC

Riswanto. (2010). Pemeriksaan Laboratorium Kreatin-Kinase, (Online), (http://labkesehatan.blogspot.com/2010/10/kreatin-kinase.html, diakses 10 April 2016).

Septiwi, Cahyu. (2010). Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Tesis strata dua, Universitas Indonesia, Jakarta. Smeltzer dan Bare, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.

Volume 2. EGC: Jakarta.

Sukandar, E. (1997). Nefrologi Klinik, Edisi kedua. Bandung: Penerbit ITB

Sukmaretnawati, Chaerunisa. (2010). Perbedaan Kadar Kreatinin pre dan post hemodialisis usia dewasa dan usia lanjut pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK). Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta.

Sumantri, Arif. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana. Verelli. (2006). Chronic Renal failure, (Online), (http://emedicine.com, diakses 5


(51)

37

Wulandari, Anggun D. (2012). Hubungan Dislipidemia Dengan Kadar Ureum Dan Kreatinin Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Diponegoro, Semarang.

Wulandari, Anggun D. (2012). Hubungan Dislipidemia Dengan Kadar Ureum Dan Kreatinin Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Diponegoro, Semarang.

Wyss, M. And Kaddurah-daouk, R. (2000). Creatine and creatinine metabolism, Physiological reviews.

Yang, L., Lin, Y., Ye, C., Mao, Z., Rong, S., Zhao, X. and Mei, C. (2011). Effects of Peritoneal Di-alysis and Hemodialysis on Arterial Stiffness Compared with Predialysis Patients. Clinical Nephrology, 75 (3): 188-194.


(52)

38

Lampiran 1. Analisis Data Crosstabs

Hemodialisa * Kreatinin Crosstabulation

Kreatinin

Total Kreatinin <=3 Kreatinin >3

Hemodialisa 2 kali Count 3 15 18

% within Hemodialisa 16,7% 83,3% 100,0%

% within Kreatinin 27,3% 36,6% 34,6%

% of Total 5,8% 28,8% 34,6%

3 kali Count 8 26 34

% within Hemodialisa 23,5% 76,5% 100,0%

% within Kreatinin 72,7% 63,4% 65,4%

% of Total 15,4% 50,0% 65,4%

Total Count 11 41 52

% within Hemodialisa 21,2% 78,8% 100,0%

% within Kreatinin 100,0% 100,0% 100,0%

% of Total 21,2% 78,8% 100,0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square ,332a 1 ,564

Continuity Correctionb ,048 1 ,826

Likelihood Ratio ,342 1 ,559

Fisher's Exact Test ,727 ,422

Linear-by-Linear

Association ,326 1 ,568

N of Valid Cases 52

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,81. b. Computed only for a 2x2 table


(53)

PERBEDAAN KADAR KREATININ DARAH ANTARA HEMODIALISA 2 KALI DENGAN 3 KALI PER MINGGU

PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

THE DIFFERENCE IN BLOOD CREATININ LEVELS BETWEEN

HEMODIALYSIS 2 TIMES TO 3 TIMES PER WEEK IN PATIENTS WITH CHRONIC RENAL FAILURE AT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA HOSPITAL

Andi Bagus Pribadi1, Niarna Lusi2

1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter 2012, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Email: ab.pribadi@gmail.com

2. Dosen Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT

Background: Hemodialysis is a procedure in which blood is removed from the patient's body and circulates in a machine outside the body called dialyzer. The frequency of hemodialysis action varies depending on the number of kidney function remaining, the average patient underwent two or three times per week. Creatinine is a chemical in the body that was one objective of Hemodialysis. There is still a lack of research that addresses the frequency of hemodialysis related to creatinine levels, so these studies are necessary to evaluate the effectiveness of hemodialysis frequency in a week against a decrease in creatinine level of patients with chronic renal failure.

Methods: This study was cross sectional approach. Those samples were taken with purpossive sampling technique. The instruments used are the property of medical records of patients undergoing hemodialysis. Analysis of the data used is observational analytic. Results: In the group of hemodialysis patients 2 times per week got 3 person (5,8%) had serum creatinine level <3 mg / dL and 15 person (28,8%) had serum creatinine level >3 mg / dL, while in the group of patients hemodialysis 3 times per week obtained 8 person (15,4%) had serum creatinine level <3 mg / dL and 26 person (50%) had serum creatinine level >3 mg / dL. The results of chi-square analysis showed the P value was 0,564. which means that the value of p > 0,05.

Conclusion: There is no influenced on the frequency of hemodialysis blood creatinine levels decrease in patients with chronic renal failure.


(54)

INTISARI

Latar belakang: Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialiser. Frekuensi tindakan hemodialisa bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani dua atau tiga kali dalam seminggu. Kreatinin merupakan senyawa kimia dalam tubuh yang menjadi salah satu tujuan dilakukannya Hemodialisa. Masih kurangnya penelitian yang membahas terkait frekuensi hemodialisa terhadap kadar kreatinin, sehingga studi ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi keefektifan frekuensi hemodialisa dalam seminggu terhadap penurunan kadar kreatinin pasien gagal ginjal kronik.

Metode: Digunakan desain cross sectional. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah rekam medik milik pasien yang menjalani hemodialisa. Analisis data yang digunakan adalah observational analitik.

Hasil: Pada kelompok pasien hemodialisa 2 kali/minggu didapatkan 3 orang (5,8%) memiliki kadar kreatinin < 3 mg/dL dan 15 orang (28,8%) memiliki kadar kreatinin > 3 mg/dL, sedangkan pada kelompok pasien hemodialisa 3 kali/minggu didapatkan 8 orang (15,4%) memiliki kadar kreatinin < 3 mg/dL dan 26 orang (50%) memiliki kadar kreatinin > 3 mg/dL. Hasil analisis chi-square menunjukkan nilai P adalah 0,564. yang berarti nilai p > 0,05.

Kesimpulan: Tidak terdapat pengaruh frekuensi hemodialisa terhadap penurunan kadar kreatinin darah pasien gagal ginjal kronik.

Kata Kunci: Hemodialisa, Frekuensi Hemodialisa, Kadar Kreatinin

PENDAHULUAN

Ginjal adalah organ kompleks yang bertugas untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan asam basa dan ekskresi produk sisa nitrogen (Mohammed, 2006). Berdasarkan estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara global lebih dari 500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hidup

bergantung pada cuci darah. Berdasarkan data dari Indonesia Renal Regestry pada tahun 2008 jumlah pasien hemodialisis 2260 orang dari 2148 orang pada tahun 2007 (Rachmat, 2009).

Salah satu cara menegakkan diagnosis gagal ginjal adalah dengan menilai kadar ureum dan kreatinin serum, karena kedua senyawa ini hanya dapat diekskresi oleh ginjal. Kreatinin adalah hasil perombakan keratin,


(55)

semacam senyawa berisi nitrogen yang terutama ada dalam otot. Banyaknya kadar kreatinin yang diproduksi dan disekresikan berbanding sejajar dengan massa otot (Ezra, 2004).

Gangguan ginjal yang kronik akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (fungsi penyaringan ginjal) sehingga ureum, kreatinin, melalui air seni menurun, akibatnya zat-zat tersebut akan meningkat di dalam darah. Upaya untuk menurunkan kadar kreatinin serum tentu saja dengan memperbaiki fungsi ginjal. Dan untuk memperbaiki fungsi ginjal ini perlu di lakukan cuci darah (Hemodialisis) yang akan berperan dalam mengganti fungsi utama ginjal yaitu membersihkan darah dari sisa-sisa hasil metabolisme tubuh yang berada di dalam darah dengan cara menyaringnya (Theresia, 2011).

Hemodialisa (HD) adalah suatu prosedur dimana darah di keluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut

dialyzer. Frekuensi tindakan Hemodialisa bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu, sedangkan lama pelaksanaan Hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam tiap sekali tindakan terapi (Brunner dan Suddath, 2002; Yang et al., 2011).

BAHAN DAN METODE

Pada penelitian ini digunakan desain cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis gagal ginjal kronik dan sedang menjalani terapi hemodialisa di unit hemodialisa RS PKU Muhammadiyah yogyakarta yang memenuhi syarat kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu: Usia pasien antara 18 – 60 tahun, menjalani hemodialisa rutin dengan dosis 2 kali dan 3 kali/ minggu selama 3 bulan. Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu: pasien yang memiliki komorbid penyakit kronis.


(56)

Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

purposive sampling. Jumlah sampel sebanyak 52 sampel. Tempat penelitian dilakukan di unit hemodialisa Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah data rekam medik serta arsip pemeriksaan laboratorium yang dimiliki pasien.

Analisis data yang digunakan pada penelitian observasional analitik ini adalah analisis Chi-square tabel 2 x 2.

HASIL

Distribusi jumlah pasien berdasarkan frekuensi hemodialisa.

Frekuensi Jumlah

Persen (%)

HD 2X/ minggu 18 34,6 % 3X/ minggu 34 65,4 %

Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa jumlah pasien dengan HD 2X/ minggu sebanyak 18 orang, sedangkan HD 3X/ minggu sebanyak 34 orang. Kemudian dari data di atas, pasien dikelompokkan lagi berdasarkan kadar

kreatininnya, yaitu kreatinin <3 dan kreatinin >3. Selanjutnya data dianalisis. Hasil uji Pearson Chi-square

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Variabel Kategori Variabel

Kadar

Kreatinin P

<3 >3

HD 2X 3 15

0,564

3X 8 26

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kadar kreatinin darah pasien hemodialisa 2 kali/minggu kurang dari 3 mg/dL sebesar 3 orang dan lebih dari 3 mg/dL sebesar 15 orang. Pada pasien hemodialisa 3 kali/minggu kurang dari 3 mg/dL sebesar 8 orang dan lebih dari 3 mg/dL sebesar 26 orang. Berdasarkan analisis statistiknya, nilai p adalah 0.564 yang artinya p > 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel tergantung dan variabel bebas. Sehingga secara statistik jumlah pasien yang kadar kreatinin darah lebih dari 3 mg/dL pada hemodialisa 3 kali/minggu lebih banyak dibanding dengan hemodialisa 2 kali/minggu.


(57)

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengukuran biokimia darah khususnya kreatinin pada pasien gagal ginjal kronik ditemukan bahwa kadar kreatinin mengalami peningkatan yang tinggi diatas normal. Kenaikan ini karena efek dari organ ginjal yang tidak berfungsi lagi.

Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal (Corwin, 2001).

Pada kelompok hemodialisa 2 kali/minggu dan kelompok hemodialisa 3 kali/minggu menunjukkan proporsi rerata kadar kreatinin > 3 mg/dL lebih

banyak dibandingkan yang < 3 mg/dL, dengan hal itu menyebabkan hasil penghitungan statistik yang tidak signifikan yaitu, antara dosis hemodialisa terhadap penurunan kadar kreatinin. Disamping hal tersebut ada beberapa faktor lagi yang dapat mempengaruhi tingginya kadar kreatinin pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

Meningkatnya kadar kreatinin bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : perubahan massa otot, diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah makan, aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah, obat-obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin dan co-trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga meninggikan kadar kreatinin darah, kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin interna, usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi


(58)

daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada wanita (Sukandar E, 1997)

Hal ini sesuai dengan pendapat Riswanto (2010) bahwa pada hasil laboratorium pemeriksaan kreatinin dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu, obat tertentu yang dapat meningkatkan kadar kreatinin serum, kehamilan, aktivitas fisik yang berlebihan, konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi temuan laboratorium.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah disampaikan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar kreatinin darah yang bermakna antara hemodialisa 2 kali/ minggu dengan 3 kali/ minggu. Itu dapat dilihat dari jumlah pasien yang kadar kreatinin darah lebih dari 3 mg/dL pada hemodialisa 3 kali/minggu lebih banyak

dibandingkan dengan hemodialisa 2 kali/minggu.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan desain penelitian yang berbeda dan cakupan penelitian yang lebih luas sehingga jumlah subyek lebih banyak.

2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat meneliti aspek lain mengenai pasien gagal ginjal kronik yang melakukan hemodialisa.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mochmmad T.Q. (2004).

Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu kesehatan. Klaten Selatan: CSGF (The Community of Self Help Group Forum).

Brunner dan Suddath(2002). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 1. EGC: Jakarta.

Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. (2007). Handbook of dialysis

4th Edition. Philadelphia:

Lippincott.

Depner, T. (2013). Factors that Affect Postdialysis Rebound in Serum Urea Concentration, Including the Rate of Dialysis: Result


(1)

semacam senyawa berisi nitrogen yang terutama ada dalam otot. Banyaknya kadar kreatinin yang diproduksi dan disekresikan berbanding sejajar dengan massa otot (Ezra, 2004).

Gangguan ginjal yang kronik akan menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (fungsi penyaringan ginjal) sehingga ureum, kreatinin, melalui air seni menurun, akibatnya zat-zat tersebut akan meningkat di dalam darah. Upaya untuk menurunkan kadar kreatinin serum tentu saja dengan memperbaiki fungsi ginjal. Dan untuk memperbaiki fungsi ginjal ini perlu di lakukan cuci darah (Hemodialisis) yang akan berperan dalam mengganti fungsi utama ginjal yaitu membersihkan darah dari sisa-sisa hasil metabolisme tubuh yang berada di dalam darah dengan cara menyaringnya (Theresia, 2011).

Hemodialisa (HD) adalah suatu prosedur dimana darah di keluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut

dialyzer. Frekuensi tindakan Hemodialisa bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, rata–rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu, sedangkan lama pelaksanaan Hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam tiap sekali tindakan terapi (Brunner dan Suddath, 2002; Yang et al., 2011).

BAHAN DAN METODE

Pada penelitian ini digunakan desain cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis gagal ginjal kronik dan sedang menjalani terapi hemodialisa di unit hemodialisa RS PKU Muhammadiyah yogyakarta yang memenuhi syarat kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu: Usia pasien antara 18 – 60 tahun, menjalani hemodialisa rutin dengan dosis 2 kali dan 3 kali/ minggu selama 3 bulan. Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu: pasien yang memiliki komorbid penyakit kronis.


(2)

Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Jumlah sampel sebanyak 52 sampel. Tempat penelitian dilakukan di unit hemodialisa Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah data rekam medik serta arsip pemeriksaan laboratorium yang dimiliki pasien.

Analisis data yang digunakan pada penelitian observasional analitik ini adalah analisis Chi-square tabel 2 x 2. HASIL

Distribusi jumlah pasien berdasarkan frekuensi hemodialisa.

Frekuensi Jumlah

Persen (%)

HD 2X/ minggu 18 34,6 %

3X/ minggu 34 65,4 %

Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa jumlah pasien dengan HD 2X/ minggu sebanyak 18 orang, sedangkan HD 3X/ minggu sebanyak 34 orang. Kemudian dari data di atas, pasien dikelompokkan lagi berdasarkan kadar

kreatininnya, yaitu kreatinin <3 dan kreatinin >3. Selanjutnya data dianalisis. Hasil uji Pearson Chi-square dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Variabel Kategori Variabel

Kadar

Kreatinin P <3 >3

HD 2X 3 15

0,564

3X 8 26

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kadar kreatinin darah pasien hemodialisa 2 kali/minggu kurang dari 3 mg/dL sebesar 3 orang dan lebih dari 3 mg/dL sebesar 15 orang. Pada pasien hemodialisa 3 kali/minggu kurang dari 3 mg/dL sebesar 8 orang dan lebih dari 3 mg/dL sebesar 26 orang. Berdasarkan analisis statistiknya, nilai p adalah 0.564 yang artinya p > 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel tergantung dan variabel bebas. Sehingga secara statistik jumlah pasien yang kadar kreatinin darah lebih dari 3 mg/dL pada hemodialisa 3 kali/minggu lebih banyak dibanding dengan hemodialisa 2 kali/minggu.


(3)

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengukuran biokimia darah khususnya kreatinin pada pasien gagal ginjal kronik ditemukan bahwa kadar kreatinin mengalami peningkatan yang tinggi diatas normal. Kenaikan ini karena efek dari organ ginjal yang tidak berfungsi lagi.

Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal (Corwin, 2001).

Pada kelompok hemodialisa 2 kali/minggu dan kelompok hemodialisa 3 kali/minggu menunjukkan proporsi rerata kadar kreatinin > 3 mg/dL lebih

banyak dibandingkan yang < 3 mg/dL, dengan hal itu menyebabkan hasil penghitungan statistik yang tidak signifikan yaitu, antara dosis hemodialisa terhadap penurunan kadar kreatinin. Disamping hal tersebut ada beberapa faktor lagi yang dapat mempengaruhi tingginya kadar kreatinin pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

Meningkatnya kadar kreatinin bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : perubahan massa otot, diet kaya daging meningkatkan kadar kreatinin sampai beberapa jam setelah makan, aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin darah, obat-obatan seperti sefalosporin, aldacton, aspirin dan co-trimexazole dapat mengganggu sekresi kreatinin sehingga meninggikan kadar kreatinin darah, kenaikan sekresi tubulus dan destruksi kreatinin interna, usia dan jenis kelamin pada orang tua kadar kreatinin lebih tinggi


(4)

daripada orang muda, serta pada laki-laki kadar kreatinin lebih tinggi daripada wanita (Sukandar E, 1997)

Hal ini sesuai dengan pendapat Riswanto (2010) bahwa pada hasil laboratorium pemeriksaan kreatinin dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu, obat tertentu yang dapat meningkatkan kadar kreatinin serum, kehamilan, aktivitas fisik yang berlebihan, konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi temuan laboratorium.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah disampaikan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar kreatinin darah yang bermakna antara hemodialisa 2 kali/ minggu dengan 3 kali/ minggu. Itu dapat dilihat dari jumlah pasien yang kadar kreatinin darah lebih dari 3 mg/dL pada hemodialisa 3 kali/minggu lebih banyak

dibandingkan dengan hemodialisa 2 kali/minggu.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan desain penelitian yang berbeda dan cakupan penelitian yang lebih luas sehingga jumlah subyek lebih banyak.

2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat meneliti aspek lain mengenai pasien gagal ginjal kronik yang melakukan hemodialisa.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mochmmad T.Q. (2004). Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu kesehatan. Klaten Selatan: CSGF (The Community of Self Help Group Forum).

Brunner dan Suddath (2002). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 1. EGC: Jakarta.

Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. (2007). Handbook of dialysis 4th Edition. Philadelphia:

Lippincott.

Depner, T. (2013). Factors that Affect Postdialysis Rebound in Serum Urea Concentration, Including the Rate of Dialysis: Result


(5)

from Hemo study. Journal of the American Society of Nephrology

Erwinsyah. (2009). Hubungan antara Quick of blood dengan penurunan ureum dan kreatinin post dialysis pada pasien CKD yang menjalani hemodialysis di RSUD Raden Mattaher Jambi. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Indonesia, Jakarta.

Farida, A. (2010). Pengalaman Klien Hemodialisis terhadap Kualitas Hidup di RS Fatmawati Jakarta. Tesis. Tidak dipublikasikan.

Glenn M. Chertow, M.D., M.P.H., Nathan W. Levin, M.D., Gerald J. Beck, Ph.D., et al.

(2010). In-Center

Hemodialysis Six Times per Week versus Three Times per Week. The new england journal of medicine.

Hastono, Sutanto. (2007). Analisa Data Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia.

Hermawan, Asep. (2005). Penelitian Bisnis Pradigma Kuantitatif. PT. Grasindo: Jakarta.

Himmelfarb, J., & Ikizler, T. A. (2010).

Medical Progress

Hemodialysis. Engl J Med ,363 Himmelfarb, J., & Ikizler, T. A., (2010). Hemodialysis. The new england journal of Medicine 363.

Hudak, Gallo. (1999). Keperawatan Kritis Pedekatan Holistik. Edisi VI. Jakarta: EGC.

Irianti, Theresia. (2011). Peranan Hemodialisis Dalam Upaya Menurunkan Kadar Ureum dan Kreatinin Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisis RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar. Ketut, Suwitra. (2010). Buku Ajar. Ilmu

Penyakit Dalam, jilid II , Ed , .Balai Penerbit FK UI Jakarta. National Kidney Foundation I,

Kidney-Dialysis Outcome Quality Initiative. K/DOQI clinical practice guidelines : anemia. Am J Kidney Dis 2001.

Noer, Mohammad Sjaifullah. (2006). Evaluasi Fungsi Ginjal Secara Laboratorik. Surabaya: Lab-SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Pereira, Brian J.G. et.al. (2005). Does Predialysis Nephrology Care Influence Patient Survival After Initiation of Dialysis?, Official Journal of The International Society of Nephrology 67. Price, S & Wilson, L, (2005).

Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta.

Rennke. (2007). Ginjal dan Sistem Penyalurnya. Edisi VII. Jakarta: EGC

Riswanto. (2010). Pemeriksaan Laboratorium Kreatin-Kinase, (Online),

(http://labkesehatan.blogspot.c


(6)

om/2010/10/kreatin-kinase.html, diakses 10 April 2016).

Septiwi, Cahyu. (2010). Hubungan Antara Adekuasi Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis di Unit Hemodialisis RS Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Tesis strata dua, Universitas Indonesia, Jakarta.

Smeltzer dan Bare, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. EGC: Jakarta. Sukandar, E. (1997). Nefrologi Klinik, Edisi kedua. Bandung: Penerbit ITB

Sukmaretnawati, Chaerunisa. (2010). Perbedaan Kadar Kreatinin pre dan post hemodialisis usia dewasa dan usia lanjut pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK). Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta.

Sumantri, Arif. (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana.

Verelli. (2006). Chronic Renal failure, (Online),

(http://emedicine.com, diakses 5 maret 2015).

Wulandari, Anggun D. (2012). Hubungan Dislipidemia Dengan Kadar Ureum Dan Kreatinin Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Diponegoro, Semarang.

Wulandari, Anggun D. (2012). Hubungan Dislipidemia Dengan Kadar Ureum Dan Kreatinin Darah Pada

Penderita Nefropati Diabetik. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Universitas Diponegoro, Semarang.

Wyss, M. And Kaddurah-daouk, R. (2000). Creatine and creatinine metabolism, Physiological reviews.

Yang, L., Lin, Y., Ye, C., Mao, Z., Rong, S., Zhao, X. and Mei, C. (2011). Effects of Peritoneal Di-alysis and Hemodialysis on Arterial Stiffness Compared with Predialysis Patients. Clinical Nephrology, 75 (3): 188-194.


Dokumen yang terkait

Sindrom Depresi Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis

0 40 9

Sindrom Depresi Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis

2 45 9

Perbedaan Tekanan Darah Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebelum Dan Sesudah Hemodialisa Di Ruang Hemodialisa BLUD Dr Pirngadi Medan

10 63 66

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DENGAN KADAR KREATININ DAN ASAM URAT DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK TERMINAL DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 4 59

PENGARUH ERITROPOIETIN TERHADAP KADAR T4 DARAH PADA PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 3 46

KESESUAIAN GAMBARAN ULTRASONOGRAFI GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN KADAR KREATININ PLASMA PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI RS PEMBINA KESEJAHTERAAN UMAT MUHAMMADIYAH SURAKARTA.

0 1 5

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT DEPRESI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISA DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RS PKU

0 0 17

PERBEDAAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK BERDASARKAN LAMA MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Perbedaan Kadar Ureum dan Kreatinin pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Lama Men

0 0 12

HUBUNGAN LAMANYA HEMODIALISA DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Lamanya Hemodialisa dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 11

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN DAN ASUPAN KALIUM DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISA DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 0 18