Sepuluh 10 Besar Penyakit di Pemberi Pelayanan Kesehatan PPK Lanjutan

h. Sepuluh 10 Besar Pola Penyakit Rawat Jalan Pada Kelompok Umur 50 Tahun di PPK Lanjutan Umum Pola penyakit rawat jalan kelompok umur 50 tahun pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Essential primary hypertension dengan jumlah kasus sebanyak 4.683 kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Congestive heart failure dengan jumlah kasus sebanyak 1.443 kasus. Pada kelompok umur ini penyakit tidak menular mendominasi kasus rawat jalan. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 23. Pola Penyakit Rawat Jalan Kelompok Umur 50 Tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun 2010 Sumber : P2JK i. Sepuluh 10 Besar Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur 0 - 5 Tahun di PPK Lanjutan Umum Pola penyakit rawat inap kelompok umur 0 - 5 tahun pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan terlihat bah- wa jumlah kasus terbanyak adalah Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infectious origin dengan jumlah kasus sebanyak 9.008 kasus. Sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Thalassaemia, unspecified dengan jumlah kasus sebanyak 1.724 kasus. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 24. Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur 0 - 5 Tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun 2010 Sumber : P2JK 20 j. Sepuluh 10 Besar Pola Penyakit Rawat Inap Pada Kelompok Umur 6 - 14 Tahun di PPK Lanjutan Umum Pola penyakit rawat inap kelompok umur 6 - 14 tahun pada PPK lanjutan umum berdasarkan laporan terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Dengue haemorrhagic fever dengan jumlah kasus sebanyak 7.146 ka- sus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Asthma, unspecified dengan jumlah kasus sebanyak 760 kasus. Pada kelompok umur ini penyakit menular mendominasi kasus rawat inap. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 25. Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur 6 - 14 tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun 2010 Sumber : P2JK k. Sepuluh 10 Besar Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur 15 - 49 tahun di PPK Lanjutan Umum Pola penyakit rawat inap kelompok umur 15 - 49 tahun pada PPK lanjutan umum terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Single spontaneous delivery, unspecified dengan jumlah kasus sebanyak 14.705 kasus, se- dangkan jumlah kasus terendah yaitu Chemotherapy session for neoplasm dengan jumlah kasus sebanyak 4.247 kasus. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 26. Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur 15 - 49 tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun 2010 Sumber : P2JK 21 l. Sepuluh 10 Besar Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur 50 tahun di PPK Lanjutan Umum Pola penyakit rawat inap kelompok umur 50 tahun pada PPK lanjutan umum terlihat bahwa jumlah kasus terbanyak adalah Essential primary hypertension dengan jumlah kasus sebanyak 5.788 kasus, sedangkan jumlah kasus terendah yaitu Cerebral infarction, unspecified dengan jumlah kasus sebanyak 2.062 kasus. Pen- yakit tidak menular mendominasi pada kelompok umur ini. Pola penyakit dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 27. Pola Penyakit Rawat Inap Kelompok Umur 50 tahun di PPK Lanjutan Umum Tahun 2010 Sumber : P2JK

8. Kasus HIV-AIDS

Berdasarkan laporan RS yang ada di Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan terdapat pemanfaatan Jamkesmas untuk kasus HIVAIDS. Jumlah kasus HIVAIDS pada pelayanan Rawat Inap tahun 2010 sebanyak 361 kasus. Dengan jumlah kasus tertinggi adalah unspecified human immunodeficiency Virus HIV disease sebanyak 181 kasus. Pola penyakit tampak pada grafik berikut. Grafik 28. Distribusi Kasus HIVAIDS Rawat Inap Tahun 2010 Sumber : P2JK 22 Sedangkan laporan kasus HIVAIDS pada pelayanan Rawat Jalan tahun 2010 sebanyak 880 kasus. Kasus terbanyak adalah HIV disease resulting in mycobacterial infection sebanyak 628 kasus, seperti terlihat pada grafik berikut : Grafik 29. Distribusi Kasus HIVAIDS Rawat jalan Tahun 2010 Sumber : P2JK

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan : 1. Kepesertaan Jaminan Kesehatan Tahun 2010. a. Penduduk Indonesia yang telah memiliki jaminan kesehatan sebanyak 60,24 142.179.507 jiwa, dan 39,76 95.376.856 jiwa belum memiliki. b. 53,7 jaminan kesehatan penduduk bersumber dari Jamkesmas. 67,4 Kabupatenkota telah memberi jaminan kesehatan penduduknya melalui Jamkesda. c. Porsi tertinggi 51,8 peserta Jamkesmas ada di wilayah pembangunan Jawa-Bali. d. Terdapat kesenjangan proporsi peserta Jamkesmas perempuan terhadap laki-laki di wilayah pembangunan Papua 8,8, wilayah Sulawesi 4,4 wilayah Kalimantan 3,55 dan wilayah Maluku 2,84. e. Kesenjangan Proporsi peserta menurut jenis kelamin terhadap jumlah penduduk tertinggi terjadi pada wilayah Papua 3,1 dan Sulawesi 3,1, diikuti wilayah Nusa Tenggara 2,4. f. Proporsi kelompok umur terbesar peserta Jamkesmas adalah kelompok umur 15-49 tahun 56, diikuti oleh kelompok umur 50 tahun 21. 2. Kelengkapan laporan Puskesmas Tahun 2010. a. Rawat jalan Tingkat Pertama RJTP  Persentase provinsi yang melapor 69,7 23 dari 33 provinsi.  Presentase kabupatenkota yang melapor 43,46 216 dari 497 kabupatenkota. Dari 23 provinsi yang lapor kisaran kelengkapan laporan antara 100 - 5,26, rata-rata 62,83.  Persentase puskesmas yang melapor 33,7 2.967 dari 8.799 Puskesmas. Dari 23 provinsi yang lapor kisaran kelengkapan laporan antara 93,42 - 1,65, rata-rata 50,27. b. Rawat inap Tingkat Pertama RITP Tahun 2010.  Persentase provinsi yang melapor 60,6 20 dari 33 provinsi.  Presentase kabupatenkota yang melapor 32,9 164 dari 497 kabupatenkota. Dari 20 provinsi yang lapor kisaran kelengkapan laporan antara 100 - 6,67 rata-rata 52,13.  Persentase puskesmas perawatan yang melapor 32,6 953 dari 2920 Puskesmas Perawatan. Dari 20 provinsi yang lapor kisaran kelengkapan laporan antara 82,61 - 1,22 dengan rata-rata 42,03. 23 3. Tingkat distribusi anggaran Jamkesmas tahun 2010 secara nasional mencapai 98,91, kisaran distribusi anggaran tiap provinsi antara 100 - 46,02. 4. Terdapat kesenjangan kelengkapan laporan data dengan distribusi anggaran tahun 2010, laporan data jauh lebih rendah dari distribusi anggaran yang didistribusiikan. 5. Penyakit terbanyak RJTP tahun 2010 adalah infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian atas. Secara nasional penyakit menular masih mendominasi RJTP. 6. Penyakit terbanyak RITP tahun 2010 adalah infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian atas. Secara nasional penyakit menular masih mendominasi RITP. 7. Pemanfaatan Jamkesmas untuk kunjungan ibu hamil, ibu hamil dirujuk, persalinan ditolong tenaga kesehatan dan kunjungan bayi baru lahir KN di puskesmas tahun 2010 secara nasional masih rendah. Dari laporan didapat : a. Kelengkapan laporan provinsi 96,9 32 dari 33 provinsi. Secara nasional Kelengkapan laporan kabupatenkota 63 dan laporan puskesmas 54,3. b. Pemanfaatan kartu Jamkesmas oleh Ibu hamil untuk ANC K4 sebanyak 554.034 kunjungan atau 4,8 dari total populasi ibu hamil. Terhadap ibu hamil miskin dan hampir miskin persentase kunjungan ibu hamil K4 me- manfaatkan jamkesmas sebesar 34,53. c. Pemanfaatan kartu Jamkesmas untuk rujukan Ibu hamil sebanyak 184.008 kunjungan atau 9,6 dari total popu- lasi ibu hamil. d. Pemanfaatan kartu Jamkesmas untuk persalinan oleh tenaga kesehatan sebanyak 368.088 kunjungan atau 1 dari total sasaran ibu bersalin, namun terhadap ibu bersalin miskin dan hampir miskin persentase terlayani pela- yanan jamkesmas sebesar 23,97. e. Pemanfaatan kartu Jamkesmas untuk KN sebanyak 430.796 kunjungan atau 1 dari total populasi bayi, namun terhadap bayi miskin dan potensial miskin persentase terlayani pelayanan jamkesmas sebesar 29,44. 8. Penyakit terbanyak pada rawat inap di PPK lanjutan khusus tahun 2010 adalah Paranoid schizophrenia. 9. Penyakit terbanyak pada rawat inap di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Diarrhoea and gastroenteritis of pre- sumed infectious origin. Penyakit menular masih mendominasi kasus rawat inap di PPK lanjutan umum. 10. Penyakit terbanyak pada rawat jalan di PPK lanjutan khusus tahun 2010 adalah personal history of other mental and behavioural disorders. 11. Penyakit terbanyak rawat jalan di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah extracorporeal dialysis. Penyakit tidak menu- lar mendominasi kasus rawat jalan di PPK lanjutan umum. 12. Penyakit terbanyak pada rawat jalan kelompok umur 0 – 5 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Acute upper respiratory infection unspecified. 13. Penyakit terbanyak pada rawat jalan kelompok umur 6 – 14 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah TB of lung without mention of bacteriological or histological confirmation. 14. Kasus terbanyak rawat jalan kelompok umur 15 – 49 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Extracorporeal dialysis. 15. Penyakit terbanyak pada rawat jalan kelompok umur 50 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Essential primary hypertension. 16. Penyakit terbanyak pada rawat inap kelompok umur 0 - 5 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Diarrhoea and gastroenteritis of presumed infectious origin. 17. Penyakit terbanyak rawat inap kelompok umur 6 - 14 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Dengue haem- orrhagic fever. 18. Penyakit kasus terbanyak rawat inap kelompok umur 15 - 49 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Single spontaneous delivery, unspecified. 19. Penyakit terbanyak rawat inap kelompok umur 50 tahun di PPK lanjutan umum tahun 2010 adalah Essential primary hypertension. 20. Pemanfaatan Jamkesmas juga dipergunakan untuk rawat inap dan rawat jalan penderita HIVAIDS. SARAN 1. Kelengkapan laporan data perlu ditingkatkan, dan dipantau bersama dengan laporan keuangan penyerapan anggaran. 2. Kebijakan pertanggung-jawaban keuangan agar lebih sederhana dan tidak membebani petugas lapangan. 3. Perlu ada kebijakan untuk melaporkan data walaupun tidak ada kasuspeserta yang dilayani Zerro report. 4. Laporan kasus hendaknya dapat dibedakan antara kasus baru dan kasus lama. 5. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang kesenjangan peserta perempuan terhadap laki-laki di wilayah pembangunan 24 timur terhadap kemungkinan pencapaian target-target MDG pada ibu dan bayi. 6. Perlu ditingkatkan upaya pemanfaatan pelayanan jamkesmas untuk mendorong pencapaian target MDG pada ibu dan bayi. Program Jaminan Persalinan Jampersal yang dimulai tahun 2011 sebaiknya dipantau lebih ketat, agar pemanfaatannya bisa lebih optimal. 7. Perlu lebih ditekankan tentang kebijakan kasus-kasus yang dapat dilayani di tingkat pelayanan dasar dan di tingkat pelayanan lanjut.

F. DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125MenkesSKII2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat; 2008. 2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan; Laporan Program Jamkesmas Tahun 2010. 3. Badan Pusat statistik; sensus penduduk 2010. 4. Thabrany Hasbullah; Asuransi Kesehatan Nasional; Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia; Jakarta. 25 Jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk telah dipikirkan Pemerintah Orde Baru melalui pembangunan puskesmas dan rumah sakit dengan tarif murah. Setelah krisis, di ta- hun 1998 Pemerintah menyediakan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin dengan Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan JPS-BK tahun 1998 –2001 yang didanai dari pinjaman Bank Pembangunan Asia. Peng- gantian pemerintahan mengubah nama program dan sum- ber dana dari pengurangan subsidi BBM menjadi program Dampak Pengurangan Subsidi Energi PDPSE di tahun 2001. Kemudian program berubah lagi menjadi Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak PKPS –BBM tahun 2002–2004. Di Tahun 2005, program serupa diberi nama Asuransi Kesehatan untuk Masyarakat Miskin Askeskin karena untuk pertama kalinya dikelola secara Nasional oleh PT Askes. Tahun 2008, program ini diubah lagi menjadi Program Jaminan Kesehatan Masyara- kat Jamkesmas dan pengelolaannya ditangani oleh Ke- menterian Kesehatan, sampai sekarang. Di jaman Orde Baru, tarif layanan Puskesmas ditetapkan sama secara Nasional, yaitu sebesar Rp 100 per kunjun- gan termasuk obat, agar terjangkau oleh seluruh rakyat. Begitu juga tarif RS Publik ditetapkan sangat rendah agar semua rakyat dapat menjangkau layanan kesehatan. Na- mun demikian, tarif RS tidak sama dengan tarif Puskesmas yang sudah termasuk biaya obat. Tarif RS masih dibedakan antara biaya karcis, biaya pemeriksaan dokter, biaya laboratorium, biaya pemeriksaan radiologi, biaya obat dll. Hal ini merupakan konsep dagang layanan kesehatan. Alhasil, rakyat tidak pernah tahu biaya berobat yang harus dibayarnya sampai ia selesai berobat. Tidak jarang mereka harus meminjam uang, membayar obat sebagian, atau meminta keringanan dari pihak RS. Tentu saja, model pentarifan RS Publik semacam ini tidak akan menjamin tarif yang terjangkau. Tarif terjangkau hanya terjadi jika sebelum berobat rakyat sudah tahu pasti berapa yang harus dibayar seperti di Malaysia. Di Malaysia, semua layanan Puskesmas tetap gratis sam- pai sekarang, termasuk bersalin oleh dokter atau bidan. Tarif layanan rawat jalan oleh dokter spesialis di RS Publik, termasuk pemeriksaan laboratorium dan obat hanya RM 1 setara hampir Rp 3.000 sekali berobat. Sementara jika penduduk Malaysia memerlukan rawat inap, ia hanya membayar RM 3 sekitar Rp 8.000-9.000 per hari rawat. All in. Meskipun ia mendapat operasi atau harus dirawat di ruang perawatan intensif, tarif yang harus dibayar penduduk Malaysia tetap RM 3. Dengan tarif seperti itu, yang diketahui oleh seluruh penduduk, karena sudah ber- langsung puluhan tahun. Sejak Malaysia merdeka di tahun 1957, belum pernah terjadi pentarifan model di RS Publik di Indonesia. Maka tarif layanan kesehatan di Malaysia sudah pasti terjangkau semua rakyat. Pemerintah Malaysia menyadari bahwa kesehatan adalah hak dasar penduduk dan Pemerintah berkewajiban melayani rakyatnya. Di Indo- nesia, pola pikir Pemerintah dan Pemda bukan melayani rakyat, tetapi berjualan kepada rakyat. Liberalisasi Layanan Kesehatan Tarif Puskesmas dan tarif RS Publik di Indonesia ber- tambah mahal sejak tahun 1990-an atas desakan lembaga keuangan internasional dan donor asing yang menganjur- kan liberalisasi layanan kesehatan. Konsep pemulihan biaya cost recovery diperkenalkan di tahun 1990an untuk mengurangi “subsidi” RS. Rumah Sakit Publik juga diberi- kan kewenangan untuk membangun fasilitas privat dengan layanan swasta di sore hari dan membangun kamar perawatan berkelas-kelas sampai ruang VVIP yang sangat mahal. Konsep tarif dan layanan berkelas ini memang konsep pasar, konsep jualan yang tidak terjadi di Malaysia, Sri Lanka, Hong Kong, Inggris, dan negara-negara kese- jahteraan lain. Pemerintah Indonesia tidak menghitung dengan cermat akibat jangka panjang dari kebijakan libe- ralisasi yang pada akhirnya menyulitkan rakyat banyak di masa sekarang. Untuk melindungi penduduk miskin, pemerintah menyediakan layanan kelas III yang murah. Namun, dalam praktiknya ketika itu, pernah terjadi dan mungkin masih terjadi banyak dokter spesialis tidak mau melayani pasien kelas III karena mereka tidak mendapat “jasa medik”. Padahal mereka sudah mendapat gaji dan fasilitas yang memungkinkan mereka menjadi spesialis yang laku dalam praktik swastanya. Dokter pun diberi kewenangan untuk menambah penghasilannya dengan 26