masyarakat, peserta Posyandu, kelompok wanita tani KWT, ibu rumahtangga peserta program Keluarga Berencana dan sasaran strategis lainnya. Sedangkan
sasaran kegiatan ini adalah : 1 Tersusunnya materi pendidikan gizi seimbang yang dapat diintegrasikan pada berbagai mata pelajaran pada kurikulum yang
berlaku; 2 tersusunnya materi pendidikan gizi seimbang untuk pendidikan non-formal khususnya tokoh masyarakat, peserta Posyandukegiatan PKK,
Kelompok TaniKelompok Wanita Tani; dan peserta program Keluarga Berencana, serta berbagai sasaran yang sejenis; 3 tersusunnya materi
pendidikan penyediaan bekalan sekolah bagi orangtua siswa; 4 tersusunnya materi pengelolaan kantin sekolah yang berprinsip pada penyediaan pangan
beragam, bergizi seimbang dan aman; 5 tersedianya wahana internalisasi penganekaragaman konsumsi pangan melalui program PMT-AS; 6 perubahan
kebiasaan kelompok sasaran yang mengacu pada prinsip gizi seimbang.
2.4.2. Pendidikan Gizi Pada Program Perbaikan Gizi di Indonesia
Pendidikan gizi sebagai bagian dari penanganan masalah pangan dan gizi telah lama dilakukan pemerintah. Pada tahun 1960 pemerintah
mengembangkan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga UPGK yang berintikan penyuluhan gizi, disamping kegiatan lain seperti pemanfaatan pekarangan.
Kemudian pada tahun 1985, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan, kegiatan UPGK diintegrasikan ke dalam kegiatan Posyandu www.gizi. net.
dan linknya, yang diantaranya terdapat meja untuk kegiatan pendidikan gizi. Menurut Kodyat 1997, pendidikan gizi pada program perbaikan gizi Repelita
VI, pendekatannya lebih terarah dan jelas dengan penerapan strategi “komunikasi informasi dan edukasi”. Lebih lanjut dikatakan pengembangan
strategi KIE yang lebih tepat dan lebih luas dilakukan melalui pemasaran sosial baik KIE untuk masalah gizi kurang maupun gizi lebih. Selain UPGK,
kegiatan lain penanggulangan KEP adalah peningkatan pemberian ASI secara
eksklusif. Di dalamnya jelas sekali terlihat unsur pendidikan gizi ke arah pengetahuan akan pentingnya ASI eksklusif terhadap kesehatan bayi.
Program lainnya yang mengandung unsur pendidikan gizi diantaranya PMT-AS yang dilaksanakan mulai tahun 19981999 Forum
Koordinasi PMT-AS Tingkat Pusat, 1998. Komponen pendidikan gizi di dalamnya yaitu upaya menumbuhkembangkan perilaku hidup sehat yang
dimulai dengan penanaman kebiasaan makan yang baik serta hidup bersih. Sejalan dengan perkembangan waktu, lahirlah Inpres no 8 tahun
1999 tentang Gerakan Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi, dengan inti kegiatan antara lain pemberdayaan keluarga dan masyarakat. Pada tahun yang
sama, tahun 1999 dalam seminar hari pangan sedunia, dirumuskan strategi penanganan masalah pangan, gizi dan kemiskinan, melalui pendekatan yang
berorientasi kepada rumah tangga, desentralistik, partisipasi masyarakat dan tidak terfokus pada beras. Komponen kegiatan yang terkait dengan pendidikan
gizi yaitu pendekatan dalam hal peningkatan pengetahuan tentang pangan dan gizi agar masyarakat dapat memperbaiki konsumsi pangan, gizi dan
kesehatannya. Seiring dengan kegiatan di atas, arahnya lebih dipertegas dengan
keluarnya Undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang Propenas dan di dalam visi Indonesia sehat 2010, ditetapkan 80 keluarga “Menjadi Keluarga
Mandiri Sadar Gizi” Kadarzi. Pengertian Kadarzi adalah keluarga yang seluruh keluarganya melakukan perilaku gizi seimbang, mampu mengenali
masalah kesehatan dan gizi bagi setiap anggota keluarganya dan mampu mengambil langkah untuk mengatasi masalah gizi yang dijumpai oleh anggota
keluarganya www.gizi. net. dan linknya. Penelitian tentang pendidikan gizi terkait dengan masalah pangan
dan gizi masih relatif terbatas. Sebagai contoh penelitian yang dilakukan Hanafi dkk., 1997 baru melihat sebatas efektifitas penyuluhan gizi dengan
alat peraga berupa leaflet dengan indikator perubahan pola makan sebelum dan
sesudah penyuluhan pada penderita DM. Penelitian lain yang serupa dilakukan oleh Nurkukuh 2000, meneliti model penanganan pencegahan dini penyakit
jantung koroner dalam bentuk komunikasi informasi dan edukasi, dalam arti mengupayakan metode, materi, pesan, media dan sasaran komunikasi yang
tepat guna dan berhasil guna. Penelitian disini juga belum bisa menjawab sampai seberapa jauh kontribusinya terhadap perbaikan gizi.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran