Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

menghajar Haris tanpa ampun hingga pria asli Kotabumi, Lampung Utara, ini roboh bersimbah darah. Dalam kondisi kritis, aparat Polsekta Kedaton kemudian mengamankan Haris dan membawanya ke Rumah Sakit Bhayangkara. Satu setengah jam kemudian, Haris yang ber-KTP di Jl. W.R. Supratman, Kupangteba, Telukbetung Utara, itu tewas. 1062015. 2 Di Panjang beberapa warga di daerah Way Laga Panjang, memergoki Aliyadi warga Bengkunat Lampung Barat, yang sedang berupaya mencuri motor milik Agus Susandi warga setempat. Akibat perbuatannya ini, Aliyadi nyaris menjadi korban amuk massa yang geram. Beruntung pihak kepolisian cepat datang dan mencegah terjadinya amuk massa. 3 Di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Labuhan Ratu, Bandar Lampung, Minggu dini hari, Seorang pria tanpa identitas dihakimi massa hingga tewas seusai dirinya terpergok warga diduga hendak mencuri motor di Kampung Mahasiswa Universitas Lampung Unila. 4 Kontrol sosial sangat diperlukan untuk mengatur mengenai tingkah laku di antara warga negaranya agar tidak melakukan kejahatan yang disebut dengan hukum pidana. Ilhami Bisri selaku pakar hukum menyatakan bahwa hukum kepidanaan yakni sistem aturan yang mengatur semua perbuatan yang tidak boleh dilakukan yang dilarang untuk dilakukan yang disertai sanksi yang tegas bagi setiap pelanggar aturan pidana tersebut, serta tata cara yang harus dilalui bagi pihak yang berkompeten dalam penegakannya. 5 2 Haris bin alfian, Pencuri Tewas di Tangan Warga, 2015 3 Lampost.co, Edwin, Berita Pencuri Motor nyaris dihajar massa, 10:15 WIB, 7-1-2013 4 http:www.duajurai.com201411warga-telukbetung-pencuri-motor-sempat-dihakimi-massa 5 Ilhami Bisri yang dikutip oleh Tegar Harbriana Putra dalam skripsi, Penangkapan dan HAM, Skripsi, Universitas Muhammadiyah, Surakarta,2009 hlm. 2. Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara penegakan hukum pidana materiil. Artinya, apabila terjadi pelanggaran hukum pidana materiil, maka penegakannya menggunakan hukum pidana formal. Dengan kata lain, bahwa hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang bagaimana para penegak hukum sertamasyarakat dalam beracara pidana. Pasal 1 angka 2 KUHAP dinyatakan bahwa : “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti guna membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. Penyidikan dilakukan setelah dilakukannya penyelidikan dimana proses ini adalah untuk memastikan bahwa memang telah terjadi suatu tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Dari pengertian penyidikan menurut KUHAP tersebut dapat ditekankan bahwa tujuan utama dari penyidikan adalah mencari dan mengumpulkan barang bukti serta menemukan tersangka kejahatan. Tentu dalam hal penyidikan pengeroyokan, penyidik perlu lebih seksama dan berhati-hati dalam mencari bukti yang menunjukan warga kolektif telah melakukan tindakan yang menyalahi aturan pidana. Setelah itu ditentukan pasal-pasal yang telah dilanggar tersebut. Karena jika terjadi kesalahan, maka bisa saja orang yang ditangkap bukanlah tersangka penghakiman tersebut ataupun perbuatan tidak melanggar ketentuan pidana. Untuk kasus pengeroyokan, menjadi suatu kendala ketika penyidik harus menetapkan kepada siapa saja perbuatan tersebut akan di pertanggung jawabkan, apakah kepada semua pihak yang terlibat atau hanya representatif dari semua tersangka massal, padahal notabennya ada para tersangka yang telah memenuhi kriteria baik perbuatan dan kesalahan telah memenuhui unsur untuk dipidana tapi tidak ditindak oleh aparat. Hukum pidana kita mengenal delik penyertaan, tapi hal tersebut bukan merupakan jawaban yang tepat untuk bisa menjawab permasalahan tentang perbuatan pidana yang dilakukan secara massal karena dalam hal ini banyak pihak yang terkait dan terlibat, sehingga pihak penyidik perlu memberikan pengklasifikasian yang jelas sebatas dan sejauh mana keterlibatan serta hubungan antar setiap tersangka dalam melakukan perbuatan tersebut. Maka berdasarkan uraian tersebut, penulis menuangkannya dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dengan judul : “Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku massa yang melakukan tindakan main hakim sendiri Eigenrichting terhadap pelaku tindak pidana pencurian ”

B. Rumusan Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Rumusan Masalah

1. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan oleh latar belakang tersebut, maka pokok bahasan yang akan diteliti adalah : a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku massa yang melakukan tindakan main hakim sendiri Eigenrichting terhadap pelaku tindak pidana pencurian? b. Apakah faktor penghambat terhadap pertanggungjawaban terhadap pelaku massa yang melakukan tindakan main hakim sendiri Eigenrichting terhadap pelaku tindak pidana pencurian?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penulisan ini tidak terlalu luas, penulis membatasi ruang lingkupnya pada kajian hukum pidana yaitu mengenai terjadinya perbuatan main hakim sendiri di Kota Bandar Lampung agar mengetahui faktor-faktor penyebab dan penghambat serta upaya penanggulangannya, sedangkan lokasi penelitian dilakukan di Polresta Bandar Lampung pada tahun 2015.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penulisan Sesuai dengan pokok bahasan, tujuan dari penelitian ini adalah a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku massa yang melakukan tindakan main hakim sendiri Eigenrichting terhadap pelaku tindak pidana pencurian. b. Untuk mengetahui faktor penghambat terhadap pertanggungjawaban terhadap pelaku massa yang melakukan tindakan main hakim sendiri Eigenrichting terhadap pelaku tindak pidana pencurian. 2. Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan antara lain: 1. Dapat menjadi masukan bagi para pihak penegak hukum dalam memberikan solusi terhadap masalah-masalah dalam permaalahan main hakim sendiri Eigenrichting. 2. Hasil Penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi untuk memahami perkembangan main hakim sendiri Eigenrichting baik secara praktis maupun secara teoritis. 3. Menjadi salah satu rujukan bagi para ilmuwan hukum, akademisi, praktisi, maupun mahasiswa hukum

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka teoritis Kerangka Teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevanoleh peneliti. 6 Teori Kejahatan menurut pendapat Bonger dalam buku Kartini Kartono lebih menekankan pada kondisi ekonomi pada kemiskinan sehingga menimbulkan demoralisasi pada individu serta membelenggu naluri sosialnya sehingga pada akhirnya membuat individu melakukan tindak pidana. 7 Memukul orang yang telah mengingkari janji atau menipu diri kita, menyekap seseorang yang tidak mau melunasi hutang, “ mencuri” sepeda motor milik sendiri dari pencurinya, itu semuanya merupakan tindakan menghakimi sendiri, aksi sepihak atau “eigenrichting”. Tindakan menghakimi sendiri ini dilarang dan pada umumnya merupakan perbuatan perdata tindakan menghakimi sendiri yang dibolehkan ialah misalnya bahwa seseorang dibolehkan menebang atau memotong dahan pohon milik tetangga yang menjulur ke pekarangannya, setelah tetangga itu diminta untuk memotong tetapi menolak, asal yang memotong dahan tidak menginjak pekarangan tetangga yang bersangkutan. Pada hakekatnya tindakan ini merupakan Eigenrichting, tetapi dibolehkan. Setiap pelanggaran kaedah hukum pada dasarnya harus dikenakan sanksi : setiap pembunuhan, setiap pencurian harus ditindak, pelakunya harus dihukum. Tetapi 6 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta,1986 Hal.124 7 Kartini Kartono, Patologi Sosial, Rajawali Pers, Jakarta, 2001. Hlm.108

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No. 142/Pid.Sus/2011/Pn-Bi)

5 92 87

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

10 234 98

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Terdakwa Anak Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Sesuai Dengan PASAL 340 KUHP(Studi Kasus Putusan No. 3.682 / Pid.B / 2009 / PN. Mdn)

5 97 123

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pelaku Tindak Pidana Perusakan dan Pencemaran Lingkungan (Studi Putusan MA RI No. 755K/PID.SUS/2007)

1 50 100

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS PELAKU TINDAK PIDANA ABORSI Pertanggungjawaban Pidana Atas Pelaku Tindak Pidana Aborsi.

0 1 20

Tinjauan Yuridis Viktimologis Terhadap Perlindungan Pelaku Tindak Pidana Pencurian Yang Menjadi Korban Tindakan Main Hakim Sendiri Yang Dilakukan Masyarakat Dalam Sistem Peradilan Pidana.

0 1 1

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU MAIN HAKIM SENDIRI (EIGENRICHTING) TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA DI KABUPATEN BANGKA SKRIPSI

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN - Pertanggungjawaban pidana pelaku main hakim sendiri (eigenrichting) terhadap pelaku tindak pidana di Kabupaten Bangka - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 22