Analisis keragaman planlet lili hasil induksi mutasi berdasarkan karakter

5 SELEKSI IN VITRO PLANLET LILI HASIL INDUKSI MUTASI DENGAN FUSARIC ACID Abstrak Masa juvenil lili yang lama menjadi masalah dalam kegiatan pemuliaan lili. Seleksi in vitro merupakan salah satu cara mempercepat waktu seleksi dalam program pemuliaan lili. Tujuan penelitian ialah mendapatkan planlet lili hasil induksi mutasi yang tahan pada media seleksi yang mengandung fusaric acid FA. Percobaan menggunakan planlet lili Asiatik cv. Purple Maroon dan lili Oriental cv. Frutty Pink hasil induksi mutasi. Planlet ditanam pada media yang mengandung beberapa konsentrasi fusaric acid. Konsentrasi FA yang digunakan yaitu 0, 0.05, 0.075, 0.1, 0.125, dan 0.15 mmoll -1 . Planlet lili tahan FA dapat diperoleh melalui seleksi in vitro. Semakin tinggi konsentrasi FA pada media, semakin banyak planlet lili yang mengalami nekrosis. Pada konsentrasi FA yang sama, planlet lili Oriental lebih tahan terhadap FA dibandingkan lili Asiatik. Kata kunci : Lili Asiatik, Lili Oriental, fusaric acid, seleksi in vitro. Abstract One of the problem in lily breeding is long juvenility stage. In vitro selection was became solution to accelerate the breeding programme. The objective of this experiment was to select mutant lily planlet on media containing fusaric acid. Lily Asiatic cv. Purple Maroon and lily Oriental cv. Frutty Pink were used as selection materials. In vitro selection used media containing fusaric acid. The concentrations of fusaric acid were 0, 0.05, 0.075, 0.1, 0.125, and 0.15 mmoll -1 . Increasing of fusaric acid concentration was increased necrotic planlets. Oriental lily cv. Frutty Pink was more resistant to fusaric acid than Asiatic lily cv.Purple Maroon on same concentration. Keywords : Asiatic lily, Oriental lily, fusaric acid, in vitro selection. Pendahuluan Seleksi invitro untuk ketahanan penyakit pada tanaman merupakan fenomena biologi yang melibatkan interaksi antara inang patogen dan faktor abiotik yang sesuai untuk perkembangan penyakit. Strategi yang sederhana dan mudah yaitu dengan kultur jaringan dengan melakukan seleksi varian somaklonal yang tahan patogen atau phytotoxin spesifik. Seleksi in vitro dengan phytotoxin ini lebih efisien karena screening penapisannya mudah dan mengurangi siklus breeding untuk pengembangan tanaman tahan penyakit Chandra et al. 2010. Seleksi in vitro juga dapat mempersingkat tahapan pemuliaan tanaman terutama dalam memilih tanaman sesuai tujuan pemulia. Metode ini penting terutama untuk pemuliaan tanaman tahunan yang memerlukan waktu lama dalam menghasilkan varitas baru. Demikian halnya tanaman lili, pemuliaan lili secara konversional memerlukan waktu 4-5 tahun. Tahapan perkembangan dari biji hingga menjadi umbi komersial memerlukan waktu sekitar 2 tahun Straathof dan Loffler 1994. Masa juvenil lama 2 - 3 tahun dan seleksi memerlukan beberapa siklus pemuliaan untuk mendapatkan karakter sifat agronomi yang diinginkan Wu et al. 2009. Selama pertumbuhan dan perbanyakan lili, terdapat tiga tahapan perkembangan. Tahap pertama meliputi induksi sisik umbi pada media in vitro atau media vermikulit di lapang. Sisik umbi selanjutnya ditumbuhkan pada lahan untuk satu musim hingga membentuk umbi tahunan. Tahap kedua merupakan pembentukan umbi tahunan yang ditanam pada musim tanam di tahun berikutnya. Umbi tahunan ini selanjutnya diproduksi untuk membentuk umbi komersial. Umbi komersial ini merupakan tahapan ketiga dalam pembentukan umbi lili yang siap diproduksi untuk menghasilkan bunga potong, tanaman pot maupun taman Straathof 1994. Seleksi in vitro merupakan seleksi awal sebelum dilakukan seleksi di lapangan atau rumahkaca. Hasil seleksi in vitro ini selanjutnya diverifikasi dengan hasil seleksi di lapangan atau rumahkaca. Keunggulan metode seleksi in vitro antara lain penyaringan sifat yang diinginkan lebih terarah, tidak dipengaruhi lingkungan serta memungkinkan seleksi pada tingkat sel Purnamaningsih dan Mariska 2005. Keberhasilan metode seleksi in vitro dalam kegiatan pemuliaan tanaman antara lain diperoleh tanaman jagung tahan Helminthosporium, tanaman barley tahan fusaric acid, tanaman tomat tahan Pseudomonas Loffler dan Mouris 1992. Seleksi in vitro juga digunakan untuk mendapatkan tanaman gladiol tahan Fusarium oxysporum f.sp. gladioli Remotti 1996 serta lili tahan cendawan Fusarium oxysporum f.sp. lilii Straathof dan Loffler 1994. Keberhasilan seleksi in vitro dapat diperoleh dengan beberapa persyaratan yaitu 1 keragaman genetik planlet yang akan diseleksi dalam jumlah yang cukup. Jika keragaman genetik tidak mencukupi, maka dapat dilakukan peningkatan keragaman dengan cara induksi secara fisik maupun kimia. 2 Metode seleksi in vitro yang dilakukan mudah dan efisien untuk sifat yang diinginkan. 3 Karakter sifat yang dimiliki tanaman regeneran stabil dan tidak berubah. 4 Agen seleksi yang digunakan dalam seleksi in vitro sesuai untuk karakter sifat yang diinginkan Remotti 1996. Seleksi in vitro lili umumnya dilakukan pada beberapa tahapan perkembangan antara lain tahap sisik umbi, umbi komersial, perkecambahan, planlet, tanaman individu dan klon Straathof dan Loffler 1994. Seleksi in vitro menggunakan fusaric acid dilakukan untuk mendapatkan tanaman lili tahan cendawan Fusarium oxysporum. Fusaric acid digunakan sebagai agen seleksi karena fusaric acid merupakan salah satu toksin yang dihasilkan Fusarium oxysporum yang memiliki kemampuan phytotoksisitas yang bersifat racun pada tanaman Loffler dan Mouris 1992. Konsentrasi fusaric acid yang digunakan untuk seleksi berbeda- beda. Seleksi in vitro pada gladiol menggunakan konsentrasi fusaric acid 0.12 mM dan 0.4 mM. Pertumbuhan cendawan menurunkan 50 kalus hidup dan 50 planlet yang diregenerasikan dari kalus tersebut meningkat toleransinya terhadap toksin Remotti et al. 1996. Seleksi in vitro gladiol yang dilakukan pada 2 stadia yang berbeda yaitu tahap kalus dan tunas dengan konsentrasi 0.10- 0.14 mM FA , menunjukkan bahwa kalus masih mampu hidup pada media yang mengandung 0.5 mM. Pada saat diberi larutan konidia, miselia tumbuh dan terjadi hambatan dalam pertumbuhannya Remotti and Loffler 1997. Hasil seleksi pada gladiol cv. Peter

Dokumen yang terkait

Penggunaan Jamur Antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. untuk Mengendalikan Penyakit Layu (Fusarium oxysporum) pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

9 157 125

Pengelompokan Isolat Fusarium oxysporum f.sp.cubense Dari Beberapa Jenis Pisang (Musa spp.) Serta Uji Antagonisme Fusarium oxyspomm Non Patogenik Dan Trichoderma koningii Di Laboratorium

0 30 85

Potensi Cendawan Endofit Dalam Mengendalikan Fusarium Oxysporum F.SP. Cubense Dan Nematoda Radopholus Similis COBB. Pada Tanaman Pisang Barangan (Musa Paradisiaca) Di Rumah Kaca

0 42 58

Teknik PHT Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysforum f. sp capsici Schlecht) Pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum armuum L.) di Dataran Rendah.

0 27 138

Uji Antagonis Trichoderma spp. Terhadap Penyakit Layu (Fusarium oxysforum f.sp.capsici) Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum L) Di Lapangan

3 52 84

Uji Sinergisme F.oxysporum f.sp cubense Dan Nematoda Parasit Tumbuhan Meioidogyne spp. Terhadap Tingkat Keparahan Penyakit Layu Panama Pada Pisang Barangan (Musa sp.) di Rumah Kassa

0 39 72

Sinergi Antara Nematoda Radopholus similis Dengan Jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense Terhadap Laju Serangan Layu Fusarium Pada Beberapa Kultivar Pisang (Musa sp ) Di Lapangan

3 31 95

Molecular Characterization of Resistance Banana Cultivars to Panama Wilt Disease Caused by Fusarium oxysporum f sp cubense

0 36 194

In Vitro Selection of Abaca for Resistance to Fusarium oxysporum f.sp. cubense

0 8 6

Induce Genetic Variability of Lily for resistance of Fusarium oxysporum f.sp. lilii by in vitro culture.

1 14 180