25
III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu buah pala, gula, Na-bisulfit 100 ppm, CMC, garam, air, larutan buffer pH 4 dan pH 7,
larutan NaOH 0.1 N, indikator PP 0.1, larutan biru metilen, media PCA, dan APDA.
2. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu wadah aluminium, panci, pengaduk, kemasan cup, automatic sealer, pasteurizer,
pH-meter dan kompor gas, cawan petri steril, bunsen, pipet steril, timbangan, dan gelas piala 100 ml, labu takar 250 ml, erlenmeyer 100 ml
dan 500 ml, pipet mohr 5 ml, pipet tetes, corong, neraca analitik, buret, refraktometer, termometer, waterbath, dan termokopel.
Peralatan pasteurisasi terdiri dari empat bagian penting antara lain wadah aluminium, waterbath, temokopel, pencatat data. Wadah
aluminium yang digunakan pada penelitian ini berukuran 20 cm x 20 cm x 10 cm. Waterbath yang digunakan berukuran 30 cm x 40 cm x 10 cm yang
didesain bersaman dengan 5 kabel termokopel dan alat pencatat suhu.
B. METODE
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu, 1 penentuan formulasi sari buah pala hingga didapat formulasi yang tepat; 2 analisis kimia dan
mikrobiologi produk sari buah pala terhadap formulasi terbaik. 3 pengukuran kecukupan panas produk terpilih sari buah pala. Tahapan tersebut dapat dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alir penelitian
Penentuan formulasi sari buah pala
Pengukuran distribusi dan penetrasi panas produk Analisis kimia dan mikrobiologi produk
26
A. Penentuan Formulasi Sari Buah Pala
Pada penelitian pendahuluan yaitu penentuan formulasi sari buah pala pada skala laboratorium hingga didapat formulasi yang tepat.
Pembuatan sari buah pala ini terbagi menjadi empat bagian yaitu persiapan daging buah, pembuatan ekstrak pala, dan pembuatan larutan gula dan
CMC, serta formulasi. Formulasi yang akan dipilih mengacu pada metode organoleptik uji hedonik. Tahap pembuatan sari buah pala mengikuti
skema pada Gambar 3 dan Gambar 4.
Gambar 3. Diagram alir proses persiapan daging buah pala
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan ekstrak pala
Simpan pada botol pada saat T
ekstraksi
= 40 C
Ekstrak pala Sortasi buah
Trimming Buah mentah
Buah busuk Buah pala
Pencucian
Ekstraksi dengan kain saring Penghancuran
Daging buah pala siap olah ditambahkan air, perbandingan daging buah pala dan air yaitu 1 : 2
Bubur buah Air bersih
Air kotor
Ampas Pemasakan T = 100
o
C, 5 menit Na-bisulfit
100 ppm Daging buah pala siap olah
Perendaman
27 Tahap pembuatan larutan gula dan CMC antara lain pencampuran,
pelarutan, pendidihan, dan penyaringan. Pembuatan larutan diawali dengan melarutkan gula dalam air hingga homogen. Banyaknya gula dan
CMC yang dipakai mengacu pada jumlah air yang digunakan untuk pembuatan larutan ini. Gula yang dicampurkan yaitu 10 dari berat air
dan CMC yang dicampurkan sebesar 0.05 dari berat air. Ketiga bahan tersebut kemudian dipanaskan dengan memasukkan CMC secara perlahan-
lahan lalu diaduk agar mencegah penggumpalan. Selanjutnya larutan dididihkan dan disaring.
Penyiapan kain saring dalam wadah gelas ukur plastik, dilakukan ketika menunggu campuran ketiga bahan di atas mencapai suhu mendidih.
Ketika suhu campuran mendidih, panci diangkat dan segera dituangkan ke dalam gelas ukur plastik yang telah dipasang kain saring. Kain saring
berfungsi untuk menahan benda-benda kasar seperti pasir, kerikil, atau CMC yang telah menggumpal, agar dihasilkan larutan gula dan CMC yang
jernih. Larutan gula siap untuk digunakan. Tahap pembuatan sari buah pala dilakukan ketika suhu larutan
mencapai 60 C kemudian dicampurkan dengan ekstrak pala pada tahapan
sebelumnya. Pengisian sari buah terhadap cup gelas harus memberikan ruang udara headspace kurang lebih 2-3 cm dari permukaan atas cup.
Setelah itu dilakukan penutupan sealing dengan plastik memakai automatic sealer
.
Metode Analisis Sensori
Uji organoleptik terhadap produk dilakukan dengan melihat penerimaan panelis yang tergambar melalui pengisian lembar kuisioner.
Panelis yang dipilih yaitu panelis tidak terlatih dengan memiliki kondisi panca indera yang baik. Setiap panelis akan disajikan empat rangkaian
gelas yang telah diberi tiga angka yang berbeda-beda, dimana masing- masing angka seri tersebut menggambarkan formulasi yang diujikan.
Pengujian sampel dilakukan dari kiri ke kanan dengan diselingi oleh meneguk air bening guna penetralisasian sampel pada mulut, hal ini
28 dilakukan hingga pengujian sampel terakhir. Setiap gelas diberikan
penilaian mulai dari 1 hingga 5 dimana semakin tinggi nilai yang diberikan maka akan semakin disukai produk tersebut, begitu juga sebaliknya.
Formulasi yang digunakan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Formulasi sari buah pala
Formulasi Persentase
Total Ekstrak pala
Larutan gula dan CMC F1
5 95
100 F2
10 90
100 F3
15 85
100 F4
20 80
100 Setelah formulasi kemudian dilakukan uji organoleptik. Uji
organoleptik merupakan uji dengan menggunakan indera manusia sebagai instrumennya. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik dengan
tujuan untuk menerima tanggapan tiap panelis pada produk yang disajikan dengan parameter warna, rasa, aroma, dan over all. Panelis yang dipilih
adalah panelis yang tidak terlatih yaitu mahasiswa sebanyak 30 orang.
B. Analisis Sifat Kimia, Fisik, dan Sensori Sari Buah Pala
Penelitian lanjutan yaitu analisis karakteristik produk sari buah pala terhadap formulasi terpilih. Analisis ini berupa analisis kimia yang
meliputi uji nilai pH, total padatan terlarut, dan total asam tertitrasi, sedangkan uji mikrobiologi meliputi uji total bakteri dan uji kapang. Uji
ini bertujuan untuk memperkuat penerimaan konsumen dari segi mutunya.
1. Metode Analisis Kimia A. Nilai pH AOAC, 1984
Sebelum pengukuran, terlebih dahulu pH-meter distandardisasi dengan menggunakan buffer standar pH 4 dan pH 7. Pengukuran
dilakukan dengan cara elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas tisu. Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml
kemudian elektroda dicelupkan hingga tenggelam pada larutan sampel dan
29 dibiarkan beberapa saat hingga diperoleh angka yang stabil lalu nilai
dicatat.
B. Total Padatan Terlarut AOAC, 1984
Refraktometer dibersihkan dulu bagian kacanya dengan cara meneteskan alkohol hingga merata dan melapnya dengan tisu hingga
permukaan kaca depan refraktometer kering. Lalu sebanyak 2-3 tetes sampel produk jadi diteteskan pada kaca bagian depan refraktometer dan
dilakukan pembacaan skala. Kemudian bersihkan kembali sampel pada kaca dengan tisu dan lakukan prosedur awal untuk menghitung kembali
total padatan terlarut. Total padatan terlarut dinyatakan dalam
o
Brix.
C. Total Asam Tertitrasi AOAC, 1984
Sebanyak 10 ml larutan dilarutkan menjadi 250 ml dalam labu atakar. Kemudian dititrasi menggunakan NaOH 0.1 M dengan indikator
fenolftalein 0.3 ml fenolftalein untuk 100 ml larutan yang dititrasi. TAT dinyatakan sebagai ml NaOH 0.1 M100 g atau 100 ml bahan. Proses
titrasi dihentikan ketika terjadi perubahan warna dari bening hingga warna merah muda pertama terbentuk.
2. Metode Analisis Mikrobiologi A. Uji Total Bakteri AOAC, 1984
Sampel dimasukkan ke dalam tabung pengencer steril. Setiap pengenceran menggunakan dua cawan pemupukan duplo. Kemudian
media NA steril cair yang sudah hangat kemudian dimasukkan ke dalam cawan sebanyak 10-15 ml lalu digoyangkan secara mendatar di atas meja
untuk menyebarkan mikroba agar merata. Apabila isi cawan sudah membeku diinkubasi dengan posisi cawan terbalik pada suhu 37
C selama 2 hari. Total bakteri ditetapkan dengan metode Harigan.
B. Uji Total Kapang Khamir AOAC, 1984
Sampel dimasukkan ke dalam tabung pengencer steril. Setiap pengenceran menggunakan dua cawan pemupukan duplo. Kemudian
30 media APDA steril cair yang sudah hangat kemudian dimasukkan ke
dalam cawan sebanyak 10-15 ml lalu digoyangkan secara mendatar di atas meja untuk menyebarkan mikroba agar merata. Apabila isi cawan sudah
membeku diinkubasi dengan posisi cawan terbalik pada suhu 30 C selama
2 hari. Total kapangkhamir ditetapkan dengan metode Harigan.
C. Sfs
31
D. Uji Distribusi Panas dan Penetrasi Panas dan Penentuan Kecukupan Panas
Alat yang digunakan untuk mengukur kecukupan panas adalah termokopel. Termokopel terdiri dari rekorder pencatat suhu dan sensor-
sensor probe, dimana sensor yang digunakan adalah tipe
o
C yang dapat mengukur suhu sampai dengan 100
o
C. Pengukuran suhu pada termokopel diprogram agar ditampilkan setiap satu menit. Jumlah termokopel yang
digunakan dalam pengukuran adalah 5 buah dengan 10 buah detektor.
a b
Gambar 4. Alat ukur panas; a termokopel, b print-out data
1. Pengukuran Distribusi Panas
Distribusi panas adalah suatu pengukuran panas pada setiap bagian dari pasteurizer sehingga diketahui kinerja dari suatu pasteurizer.
Penentuan distribusi panas dilakukan dengan menempatkan sensor-sensor termokopel pada posisi-posisi tertentu yang diduga sebagai titik terdingin
slowest heating pointcoldest point pada pasteurizer. Penempatan sensor-
sensor tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. Penentuan titik terdingin
penting dilakukan agar dapat diketahui kecukupan panas yang diberikan oleh pasteurizer, sehingga kita dapat memastikan suhu pasteurisasi telah
tercapai melalui titik tersebut. Apabila titik terdingin ini sudah mendapat panas yang cukup maka titik lain dapat diasumsikan sudah mendapat
panas yang cukup pula.
32
Gambar 5. Pemasangan termokopel pada pasteurizer
Pengukuran distribusi panas tidak dimasukkan pada wadah pasteurizer secara langsung, tetapi menggunakan wadah aluminium
dengan ukuran 20 cm x 20 cm, sedangkan ukuran pasteurizer yang digunakan adalah 30 cm x 40 cm. Volume air yang dimasukkan sebagai
media penghantar panas dari kumparan waterbath setinggi 10 cm dari tinggi alat yaitu 15 cm, sedangkan volume bahan yang diukur distribusi
panasnya adalah 1.5 liter. Pengukuran dilakukan selama 10 dan 15 menit.
Penampang alat dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Pasteurizer
Tc1
Tc2 Tc4
Tc3 Tc5
33 Distribusi panas dihitung pada 2 jenis waktu yang berbeda yaitu 10
menit dan 15 menit dengan dua kali ulangan. Perlakuan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Uji distribusi panas pada waktu yang berbeda Perlakuan Waktu menit
Ulangan ke Titik Uji
Kode Titik
10 menit A
1 1
A11 2
A12 3
A13 4
A14 5
A15 2
1 A21
2 A22
3 A23
4 A24
5 A25
15 menit B
1 1
B11 2
B12 3
B13 4
B14 5
B15
2 1
B21 2
B22 3
B23 4
B24 5
B25
B. Pengukuran Penetrasi Panas
Setelah diketahui titik terdingin pada pasteurizer selanjutnya dilakukan uji penetrasi panas yang bertujuan untuk mengetahui titik
terdingin pada cup-cup yang berada pada keranjang. Pada keranjang tersebut digunakan cup-cup yang berisi sampel. Probe Tc1, Tc2, dan Tc3,
sedangkan Tc4 diletakan di dalam wadah aluminium dan Tc5 terletak di luar wadah aluminium. Penempatan Tc4 dan Tc5 untuk mengetahui suhu
aktual yang terjadi selama penetrasi panas pada areal pasteurizer.
Penempatan probe tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Keranjang
tersebut selanjutnya diletakan pada pasteurizer yang memiliki titik
34 terdingin yaitu sekitar probe Tc1 pada uji sebelumnya. Data-data yang
telah didapatkan tersebut nantinya digunakan untuk uji penetrasi panas.
Gambar 7. Titik-titik probe untuk penetrasi panas
Uji penetrasi panas dilakukan pada produk yang telah di masukkan probe ke dalam cup dengan titik uji yaitu pada bagian tengah produk. Titik
T adalah titik kemungkinan terdingin dari uji penetrasi. Titik tersebut
dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Titik uji penetrasi panas
Gambar 9. Penempatan probe dalam cup
Titik uji T
Tc3 Tc2
Tc1 Tc4
Tc5
Keterangan : = probe
35
C. Prosedur Perhitungan Kecukupan Proses Pasteurisasi Nilai Fo
Pengukuran proses termal pada produk dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pengukuran distribusi panas produk pada alat, kemudian
pengukuran penetrasi panas pada produk yang akan ditentukan waktu dan suhu yang mencukupi untuk proses pasteurisasi. Pengolahan data penetrasi
panas akan diterapkan pada saat perhitungan Lr Lethal rate. Perhitungan nilai Fo dari data penetrasi panas menggunakan metode trapesium, dimana
tinggi trapesium dilambangkan sebagai waktu dan panjang dua sisi sejajar dilambangkan dengan nilai Lr pada t = n dan t = n-1. Setiap waktu dan
suhu yang tercatat akan dimasukkan ke dalam rumus pada persamaan 2 dan didapatlah nilai letalitas. Nilai Lr
n
dan Lr
n-1
tersebut kemudian di jumlahkan dan dibagi dua serta dikalikan perubahan waktu yang dipakai.
Hasil dari perhitungan Lr tersebut didapatlah nilai Fo parsial. Standar inaktivasi mikroba yang dilambangkan dengan nilai D
pada waktu dan suhu tertentu harus dikonversikan dengan suhu yang akan dipakai. Mikroba target yang dipakai yaitu Lactobacillus sp, Leuconostoc
sp, kapang serta khamir yang memiliki nilai Do berkisar antara 0.5-1 menit, nilai Z yaitu 10
C dengan suhu standar 65.5 C. Pada penelitian ini
digunakan 5 siklus penginaktivasian mikroba yang dilambangkan dengan
5D. Contoh konversi nilai D dapat dilihat pada Lampiran 4.
36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. FORMULASI SARI BUAH PALA