Aplikasi Sistem Dinamik untuk Simulasi Model Produksi Biodiesel terhadap Ketahanan Pangan Berbasis Crude Palm Oil

APLIKASI SISTEM DINAMIK UNTUK SIMULASI MODEL
PRODUKSI BIODIESEL TERHADAP KETAHANAN PANGAN
BERBASIS CRUDE PALM OIL

AHMAD PUTRA AKBAR

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aplikasi Sistem
Dinamik untuk Simulasi Model Produksi Biodiesel terhadap Ketahanan Pangan
Berbasis Crude Palm Oil adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ahmad Putra Akbar
NIM F34100049

ABSTRAK
AHMAD PUTRA AKBAR. Aplikasi Sistem Dinamik untuk Simulasi Model
Produksi Biodiesel terhadap Ketahanan Pangan Berbasis Crude Palm Oil.
Dibimbing oleh YANDRA ARKEMAN dan DHANI SATRIA WIBAWA.
Biodiesel kelapa sawit adalah alternatif potensial untuk dikembangkan di
Indonesia sebagai solusi dari masalah keterbatasan Bahan Bakar Minyak yang
akan habis seiring dengan pemakaian yang terus menerus. Namun, pengembangan
biodiesel kelapa sawit dapat menimbulkan dampak negatif pada ketahanan pangan
karena peningkatan permintaan crude palm oil (CPO). Tujuan dari penelitian ini
adalah menganalisis ketersediaan CPO di Indonesia di masa datang terkait adanya
produksi biodiesel, dan memberikan alternatif kebijakan dalam rangka
pengembangan biodiesel kelapa sawit di Indonesia. Metode yang digunakan
adalah pendekatan sistem dinamik, dilanjutkan dengan simulasi berdasarkan
beberapa skenario yang telah ditetapkan. Sistem persediaan CPO ditentukan oleh

dua subsistem besar yaitu subsistem penawaran dan subsistem permintaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa model ketersediaan CPO yang telah dirancang
bangun dapat bekerja dengan baik dengan tingkat ketepatan yang baik pula. Dari
beberapa skenario yang telah dicoba, dapat disimpulkan bahwa dalam 6 tahun
mendatang, pertumbuhan produksi biodiesel akan memberikan pengaruh yang
nyata terhadap kemampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan CPO. Hasil
simulasi menunjukan produksi CPO dalam negeri masih mampu memenuhi
semua kebutuhan termasuk untuk pangan jika pertumbuhan produksi biodiesel
hanya sebesar 24,43% per tahun. Namun, saat pertumbuhan produksi biodiesel
sebesar 44,43% per tahun, ketersediaan CPO menjadi berkurang. Saran kebijakan
yang dapat diusulkan dalam permasalahan ketersediaan CPO adalah melalui
peningkatan produktivitas, pengurangan ekspor CPO, implementasi pendekatan
Indonesian Sustainable Palm Oil System dan substitusi bahan baku biodiesel.
Secara keseluruhan, model yang dirancang telah mampu menganalisis
ketersediaan CPO dan implikasinya terhadap alternatif kebijakan yang dapat
diambil untuk mendukung produksi biodiesel.
Kata kunci: biodiesel, ketahanan pangan, minyak kelapa sawit, simulasi model,
sistem dinamik

ABSTRACT

AHMAD PUTRA AKBAR. Dynamic System Application for Model Simulation of
Biodiesel Production and Food Security of Crude Palm Oil Based. Supervised by
YANDRA ARKEMAN and DHANI SATRIA WIBAWA.
Palm oil biodiesel is a potential alternative to be developed in Indonesia as
a solution of limited fossil fuel that will be depleted due to its continuous usage.
However, the development of palm oil biodiesel can negatively impact on food
security because of increase in demand for crude palm oil (CPO). The main
objective of this research is to analyze the availability of CPO in Indonesia in the
future related to the production of biodiesel, and provide alternative for palm oil
biodiesel development in Indonesia. The method used is the dynamic system
approach, followed by a simulation based on some predefined scenarios. CPO
inventory system is determined by two major subsystems, namely supply
subsystem and demand subsystem. The results showed that the CPO availability
model which has been designed can work well with a good degree of accuracy.
Based on several scenarios that have been tried, it can be concluded that in the
next 6 years, the growth of biodiesel production can gives significant effect on
Indonesia's ability to meet the needs of CPO. The simulation results showed CPO
production in the country is still able to meet all needs including for food if the
biodiesel production growth is only 24,43% per year. However, when the
biodiesel production growth is 44,43%, the availability of CPO will be reduced.

Policy suggestions that are proposed in the CPO availability problems is through
increased productivity, reduced CPO exports, implementation of Indonesian
Sustainable Palm Oil approach and substitution biodiesel feedstock. Overall, the
model that has been designed is able to analyze the availability of CPO and its
implications towards alternative policies that can be taken to support the
production of biodiesel.
Keywords: biodiesel, dynamic system, food security, model simulation, palm oil

APLIKASI SISTEM DINAMIK UNTUK SIMULASI MODEL
PRODUKSI BIODIESEL TERHADAP KETAHANAN PANGAN
BERBASIS CRUDE PALM OIL

AHMAD PUTRA AKBAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian


DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Aplikasi Sistem Dinamik untuk Simulasi Model Produksi Biodiesel
terhadap Ketahanan Pangan Berbasis Crude Palm Oil
Nama
: Ahmad Putra Akbar
NIM
: F34100049

Disetujui oleh

Dr Ir Yandra Arkeman, MEng
Pembimbing I

Dhani Satria Wibawa, STP MSi
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Aplikasi Sistem Dinamik
untuk Simulasi Model Produksi Biodiesel terhadap Ketahanan Pangan Berbasis
Crude Palm Oil berhasil diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Yandra Arkeman, MEng
dan Bapak Dhani Satria Wibawa, STP MSi selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, Badan
Ketahanan Pangan, Badan Pusat Statistik, dan Direktorat Jenderal Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi yang telah membantu dalam pengumpulan

data, serta kepada Departemen TIN FATETA IPB yang telah memberikan dana
bantuan penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah (Ahmad Suprayogi), ibu (Suwartini),
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Ahmad Putra Akbar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian


3

Ruang Lingkup Penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

4

Definisi Pendekatan Sistem Dinamik

4

Tahapan Pendekatan Sistem Dinamik

4

Komponen-Komponen Sistem Dinamik


6

METODE

8

Kerangka Pemikiran

8

Pengembangan Model

9

Validasi Model

11

Implementasi Model


11

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Deskripsi Sistem

11

Konseptualisasi Sistem

12

Formulasi Sistem

13

Skenario dan Hasil Simulasi

19

Validasi Model

22

Saran Kebijakan

23

SIMPULAN DAN SARAN

25

Simpulan

25

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Potensi pengembangan biodiesel di Indonesia
Potensi pengembangan bioetanol di Indonesia
Jenis dan sumber data yang digunakan
Pelaku sistem terindentifikasi dan kebutuhannya
Produktivitas kelapa sawit berdasarkan varietasnya
Validasi jumlah produksi CPO
Validasi kebutuhan minyak goreng

1
2
10
12
21
23
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Tahapan pendekatan sistem dinamik (Suryani 2006)
Simbol level
Simbol rate
Simbol auxiliary
Simbol constant
Simbol sumber dan buangan
Simbol transfer: (a) materi dan (b) informasi
Kerangka pemikiran
Diagram input output sistem dinamik ketersediaan CPO
Diagram sebab akibat model ketersediaan CPO
Hierarki model ketersediaan CPO
Diagram kotak panah subsistem penawaran
Diagram kotak panah subsistem kebutuhan pangan
Diagram kotak panah subsistem ekspor CPO
Diagram kotak panah subsistem produksi biodiesel
Ketersediaan CPO skenario pertama
Ketersediaan CPO skenario kedua
Ketersediaan CPO skenario ketiga

5
6
7
7
8
8
8
9
12
12
13
15
17
18
19
20
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Luas area sawit dan laju pertumbuhannya, produksi CPO, produktivitas,
ekspor dan impor CPO
Konsumsi minyak goreng dan margarin
Produksi biodiesel dan penggunaan biosolar
Formulasi model
Diagram kotak panah model ketersediaan CPO

28
29
29
30
31

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan Bakar Minyak (BBM) bersifat terbatas dan akan habis seiring dengan
pemakaian yang terus menerus. Kemampuan produksi minyak bumi cenderung
menurun dan kapasitas kilang BBM pun masih terbatas, namun konsumsi BBM di
Indonesia telah mencapai sekitar 1,5 juta barel per hari dan diperkirakan akan
terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan energi, sejak tahun 2004 Indonesia
telah menjadi net-importer minyak. Total impor BBM saat ini mencapai sekitar
500 ribu barel per hari. Impor BBM yang demikian tinggi telah menjadi salah satu
penyebab utama terjadinya defisit pada neraca pembayaran Indonesia yang terjadi
sejak tahun 2012 (ESDMa 2014).
Menurut Budiman (2004), upaya peningkatan kapasitas kilang bukanlah
suatu hal yang mudah dilakukan untuk solusi permasalahan ini dalam waktu yang
relatif singkat karena kilang merupakan investasi yang bersifat capital intensive
atau padat modal. Pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri perlu diarahkan
sedemikian rupa menuju kepada diversifikasi sumber energi yaitu peningkatan
share penggunaan energi non-minyak bumi. Salah satu solusi dari permasalahan
ini adalah pengembangan bahan bakar nabati yang dapat berkontribusi pada
pemenuhan kebutuhan energi Indonesia.
Bahan bakar nabati adalah bahan bakar yang dibuat dari bahan dasar
berbagai jenis tanaman atau biomassa. Bahan bakar nabati dapat berbentuk padat,
cair, dan gas. Dalam bentuk cair, bahan bakar nabati dikenal berupa etanol dan
fatty acid metil ester (FAME/biodiesel). Etanol diperoleh dari proses fermentasi
gula atau bahan berkarbohidrat lainnya yang menghasilkan alkohol, sedangkan
biodiesel diperoleh dari proses transesterifikasi terhadap minyak dengan metanol.
Kedua bahan bakar nabati cair ini memiliki potensi untuk dikembangkan di
Indonesia. Potensi pengembangan biodiesel dan etanol di Indonesia dapat dilihat
pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1 Potensi pengembangan biodiesel di Indonesia
Jenis
Tanaman
Kelapa Sawit
Kelapa
Jarak Pagar
Kemiri Sunan
Total

Luas Tanah
(Ha)
8 036 000
3 807 000
39 000
1 400

Produktivitas
(Ton/Ha)
3.6 - 4
0.2 - 0.5
0.5 - 1
14.85

Produk
(x000 Ton)
28 634 323
3 940 245
35 919
20 790

Potensi
(kL)
31 914 475
4 076 116
39 222
21 029
36 050 842
Sumber: ETBKE (2013)

2
Tabel 2 Potensi pengembangan bioetanol di Indonesia
Jenis
Tanaman
Tebu
Ubi Kayu
Sorghum
Sagu
Total

Luas Tanah
(Ha)
422 940
1 500 000
22 520
15 000 000

Produktivitas
(Ton/Ha)
3 - 8.5
2 - 7.0
1.5 - 5
12.5 - 14

Produk
(x000 Ton)
2 431 905
6 750
79
19 875

Potensi
(kL)
3 078 361
8 544
100
25 158
3 112 163
Sumber: ETBKE (2013)

Dari beberapa jenis tanaman, kelapa sawit adalah tanaman yang memiliki
potensi terbesar untuk diolah menjadi bahan bakar nabati di Indonesia, yaitu
menjadi biodiesel. Saat ini hasil produksi kelapa sawit berupa Crude Palm Oil
(CPO) mencapai sekitar 30 juta ton per tahun tetapi sebagian besar langsung
diekspor tanpa proses hilirisasi lebih lanjut. Secara kasar, 1 juta ton CPO per
tahun dapat diolah menjadi 20 ribu barel biodesel per hari (ESDMb 2014).
Pengembangan biodiesel kelapa sawit mendiversifikasi produk turunan CPO
menjadi produk lebih hilir sehingga memberikan nilai tambah yang lebih tinggi.
Adapun untuk mendukung pengembangan bahan bakar nabati dan
mengurangi ketergantungan terhadap energi yang bersumber dari minyak bumi,
Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Permen ESDM RI Nomor 25
Tahun 2013 yang mewajibkan antara lain pemakaian biodiesel sebanyak 10%
sebagai campuran bahan bakar minyak pada tahun 2013, dan meningkat menjadi
20% pada tahun 2016.
Pada sisi lain, mengingat bahan baku biodiesel kelapa sawit yang juga
merupakan bahan pangan akan meningkat permintaan tidak hanya dari sektor
pangan tetapi juga dari sektor non pangan. Banyak pengamat beranggapan bahwa
pengembangan biodiesel kelapa sawit dapat menimbulkan dampak negatif yaitu
kenaikan harga CPO. Hal ini akan mempengaruhi jumlah produksi atau
ketersediaan pangan bagi manusia. Padahal kebutuhan pangan meningkat seiring
peningkatan jumlah penduduk. Jika terjadi penurunan produksi pangan maka akan
memperburuk status ketahanan pangan. Perubahan permintaan pada akhirnya
dikhawatirkan akan meningkatkan persaingan antara ketahanan pangan dan
energi. Padahal, ketersediaan pangan dan energi dalam jumlah yang cukup
merupakan hal yang penting bagi setiap negara.
Untuk mengetahui dampak pengembangan biodiesel kelapa sawit terhadap
ketahanan pangan berbasis CPO lebih lanjut, analisis menyeluruh perlu dilakukan
dengan melibatkan komponen-komponen yang terlibat dalam sistem. Pendekatan
sistem dinamik dinilai tepat untuk digunakan dalam menganalis pengembangan
biodiesel terhadap ketahanan pangan berbasis CPO karena komponen-komponen
yang berpengaruh cukup kompleks dan dapat berubah menurut waktu dan kondisi.
Sistem dinamik telah banyak diterapkan dalam memecahkan persoalan dinamika
industri, bisnis, sosial, formulasi kebijakan, energi, dan lingkungan (Muhammadi
et al. 2001)

3
Perumusan Masalah
Pengembangan biodiesel kelapa sawit sebagai pemenuhan kebutuhan energi
di Indonesia dikhawatirkan akan meningkatkan persaingan antara ketahanan
pangan dan energi. Berkaitan dengan pengembangan biodiesel di Indonesia,
penelitian mengacu pada beberapa permasalahan:
1. Apakah ketersediaan Crude Palm Oil (CPO) dapat memenuhi kebutuhan
sebagai bahan baku biodiesel dan bahan pangan di Indonesia pada masa
mendatang?
2. Apa saja alternatif kebijakan yang dapat direkomendasikan untuk
pengembangan biodiesel kelapa sawit di Indonesia?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis ketersediaan Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan baku
biodiesel dan bahan pangan di Indonesia pada masa mendatang dengan
menggunakan simulasi model sistem dinamik terhadap kemungkinan beberapa
skenario perencanaan produksi biodiesel kelapa sawit.
2. Memberikan saran alternatif kebijakan dalam rangka pengembangan biodiesel
kelapa sawit di Indonesia.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi:
1. Bagi penulis, dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang didapatkan dari
perkuliahan dan dapat menerapkannya di lapangan.
2. Bagi masyarakat secara umum, dapat menjadi referensi pembanding dan
stimulan bagi penelitian yang terkait dengan biodiesel dari kelapa sawit.
3. Bagi pemerintah, dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam
perencanaan dan pengambilan keputusan kebijakan pengembangan biodiesel
dari kelapa sawit.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji dampak pengembangan biodiesel kelapa sawit
terhadap ketahanan pangan berbasis CPO. Aspek ketahanan pangan yang dikaji
hanya mencakup food availability atau ketersediaan pangan. Aspek yang dikaji
dalam sistem dinamik ketersediaan CPO meliputi subsistem penawaran dan
subsistem permintaan. Subsistem penawaran CPO dianalisis berdasarkan pada
jumlah produksi CPO di Indonesia. Nilai impor CPO yang relatif kecil tidak
dimasukan ke dalam pemodelan sistem. Subsistem permintaan terdiri atas
subsistem kebutuhan pangan, ekspor CPO, dan produksi biodiesel. Subsistem
kebutuhan pangan dianalisis berdasarkan dinamika populasi penduduk dan tingkat
konsumsi per kapita penduduk dengan produk pangan berbasis CPO dibatasi,
yaitu minyak goreng dan margarin. Subsistem ekspor CPO dianalisis berdasarkan

4
dinamika pertumbuhan jumlah ekspor CPO. Sedangkan subsistem produksi
biodiesel dianalisis berdasarkan dinamika pertumbuhan produksi biodiesel. Aspek
kebijakan yang akan dibuat dilakukan terhadap perspektif alokasi bahan baku
(CPO) untuk pangan dan biodiesel yang optimal sehingga dapat menjamin
terpenuhinya pasokan pangan dan energi.

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Pendekatan Sistem Dinamik
Sistem dinamik didefinisikan sebagai sebuah bidang untuk memahami
bagaimana sesuatu berubah menurut waktu (Forester 1999 dalam Purnomo 2012).
Sistem dinamik merupakan metode yang dapat menggambarkan proses, perilaku,
dan kompleksitas dalam sistem (Hartrisari 2007). Metodologi sistem dinamik ini
telah dan sedang dikembangkan sejak diperkenalkan pertama kali oleh Jay W.
Forester pada tahun 1950-an sebagai suatu metoda pemecahan masalah-masalah
kompleks yang timbul karena ketergantungan sebab akibat dari berbagai macam
variabel di dalam sistem. Sistem dinamik dititikberatkan pada penentuan
kebijakan dan bagaimana kebijakan tersebut menentukan tingkah laku masalahmasalah yang dapat dimodelkan dengan menggunakan sistem dinamik.
Permasalahan dalam sistem dinamik dilihat tidak disebabkan oleh pengaruh dari
luar namun dianggap disebabkan oleh struktur internal sistem. Tujuan metodologi
sistem dinamik berdasarkan filosofi kausal (sebab akibat) adalah mendapatkan
pemahaman yang mendalam tentang tata cara kerja suatu sistem (Asyiawati
2002).
Mulanya, metode sistem dinamik diterapkan pada permasalahan manajemen
seperti fluktuasi inventori, ketidakstabilan tenaga kerja, dan penurunan pangsa
pasar suatu perusahaan. Hingga saat ini aplikasi metode sistem dinamik terus
berkembang semenjak pemanfaatannya dalam bidang-bidang sosial dan ilmu-ilmu
fisik. Sistem dinamik telah banyak diterapkan dalam memecahkan persoalan
dinamika industri, bisnis, sosial, formulasi kebijakan, energi, dan lingkungan
(Muhammadi et al. 2001).

Tahapan Pendekatan Sistem Dinamik
Tahapan dalam pendekatan sistem dinamik dapat dilihat pada Gambar 1.
Tahapan dalam pendekatan sistem dinamik ini diawali dan diakhiri dengan
pemahaman sistem dan permasalahannya sehingga membentuk suatu lingkaran
tertutup. Dalam tahapan pendekatan sistem dinamik, terdapat struktur informasi
sistem yang didalamnya sumber informasi dan jaringan aliran informasi saling
terhubung.

5

Gambar 1 Tahapan pendekatan sistem dinamik (Suryani 2006)
Tahap pertama dari pendekatan sistem dinamik adalah pendefinisian
masalah. Pendefinisian masalah dilakukan untuk mengetahui permasalahan
dengan jelas dan menyeluruh. Pendefinisian masalah merupakan tahap yang
penting dilakukan untuk mengetahui dimana sebenarnya pemodelan sistem perlu
dilakukan. Pemodelan merupakan alat bantu dalam pengambilan keputusan.
Model didefinisikan sebagai suatu penggambaran dari suatu sistem yang telah
dibatasi. Sistem yang dibatasi ini merupakan sistem yang meliputi semua konsep
dan variabel yang saling berhubungan dengan permasalahan dinamik yang
didefinisikan (Richardson dan Pugh 1986).
Tahap selanjutnya adalah menetapkan tujuan dan batas permasalahan dari
sistem yang akan dimodelkan. Batas sistem menyatakan komponen-komponen
yang termasuk dan tidak termasuk dalam pemodelan sistem. Batas sistem ini
meliputi kegiatan-kegiatan di dalam sistem sehingga perilaku yang dipelajari
timbul karena interaksi dari komponen-komponen di dalam sistem (Purnomo
2012).
Selanjutnya, konseptualisasi model dilakukan atas dasar permasalahan yang
didefinisikan. Ini dimulai dengan identifikasi komponen atau variabel yang
terlibat dalam pemodelan. Variabel-variabel tersebut kemudian dicari
interrelasinya satu sama lain dengan menggunakan ragam metode seperti diagram
sebab akibat (causal loop diagram), dan diagram kotak panah (stock and flow
diagram). Konseptualisasi model ini memberikan kemudahan bagi pembaca agar
dapat mengikuti pola pikir yang tertuang dalam model sehingga menimbulkan
pemahaman yang lebih mendalam atas sistem (Purnomo 2012).
Kemudian pada tahap formulasi (spesifikasi) model dilakukan perumusan
makna yang sebenarnya dari setiap relasi yang ada dalam model konseptual, ini
dilakukan dengan memasukkan data kuantitatif ke dalam diagram model.
Spesifikasi model dilakukan terhadap variabel-variabel yang saling berhubungan
dalam diagram. Pemodel dapat menentukan nilai parameter dan melakukan
percobaan-percobaan terhadap pengembangan model dengan mengkomunikasikan
kepada aktor-aktor yang terlibat. Dalam hal ini, model diformulasikan dengan
persamaan matematis (Purnomo 2012). Persamaan umum dibuat dalam bentuk
persamaan diferensial. Persamaan diferensial digunakan untuk masalah-masalah
biofisik yang diformulasikan sebagai keadaan di masa datang yang tergantung
dari keadaan sekarang (Forrester 1999 dalam Purnomo 2012).
Tahap selanjutnya adalah melakukan simulasi terhadap model dan
melakukan validasi model yang juga akan menimbulkan umpan balik terhadap

6
pemahaman sistem. Simulasi model dilakukan untuk memahami gejala atau
proses sistem, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses
tersebut di masa depan (Muhammadi et al. 2001). Menurut Hartrisari (2007),
simulasi yang menggunakan model dinamik dapat memberikan penjelasan tentang
proses yang terjadi dalam sistem dan prediksi hasil dari berbagai skenario.
Berdasarkan hasil simulasi model tersebut diperoleh solusi untuk menunjang
pengambilan keputusan sehingga simulasi model dinamik ini dapat digunakan
sebagai alat untuk melakukan pendugaan.
Validasi merupakan tahap yang dilakukan untuk memeriksa model dengan
meninjau apakah keluaran model sesuai dengan sistem nyata, dengan melihat
konsistensi internal, korespondensi, dan representasi (Simatupang 2000). Menurut
Daalen dan Thissen (2001), validasi dalam pemodelan sistem dinamik dapat
dilakukan dengan beberapa cara meliputi uji struktur secara langsung (direct
structure tests) tanpa me-running model, uji struktur tingkah laku model
(structureoriented behaviour test) dengan me-running model, dan pembandingan
tingkah laku model dengan sistem nyata (quantitative behaviour pattern
comparison). Hasil validasi ini kemudian akan menimbulkan proses perbaikan
dan reformulasi model. Akhirnya, analisis kebijakan pada model yang telah valid
dilakukan dan ini akan menambah pemahaman terhadap sistem.

Komponen-Komponen Sistem Dinamik
Model sistem dinamik dapat dinyatakan dan dipecahkan secara numerik
dalam sebuah bahasa pemrograman. Perangkat lunak khusus untuk sistem
dinamik telah banyak tersedia seperti Dynamo, Simile, Powersim, Vensim, I-think
dan lain-lain. Powersim banyak dipilih sebagai alat bantu karena kemudahan
pengunaan, ketersediaan, dan kecanggihan yang terus berkembang (Utami 2006,
Buntuan 2010). Sistem dinamik mempunyai beberapa jenis komponen yang
digunakan dalam pemodelan. Jenis komponen penting diketahui secara jelas
sehingga konseptualisasi pemodelan sistem dinamika dapat dilakukan dengan
tepat (Purnomo 2012). Berikut adalah jenis komponen yang digunakan dalam
sistem dinamik, yang digambarkan dengan perangkat lunak Powersim.
a. Level
Level atau disebut juga stok merupakan titik akumulasi atau integrasi
dari aliran (flow) materi dalam sebuah sistem. Level adalah variabel yang
pertama kali biasanya dibuat dalam pemodelan. Level dipengaruhi oleh
variabel rate dan dalam Powersim dinyatakan dengan simbol persegi
(Powersim 2005). Simbol level dapat dilihat pada Gambar 2.

Level

Gambar 2 Simbol level
Secara umum pada variabel level, persamaan dapat dirumuskan sebagai
berikut.
Level(t+1) = Level(t) + d(Level)dt

7
d(Level)/dt = AliranMasuk(t) – AliranKeluar(t)
Persamaan menyatakan bahwa keadaan level mengakumulasikan atau
menintegrasikan aliran materi. Keadaan level pada t+1 bergantung pada
keadaan level pada tahun sebelumnya (t), dimana perubahan level menurut
waktu sama dengan jumlah aliran materi masuk dikurangi jumlah materi
keluar (Purnomo 2012).
b. Rate
Rate adalah variabel yang digunakan sebagai pembantu dalam
menentukan laju alir transfer materi atau nilai bagi variabel lainnya, yang
merepresentasikan konsep yang ingin dinyatakan secara eksplisit dalam
model. Rate merupakan satu-satunya variabel yang dapat mempengaruhi
variabel level. Harga variabel rate dalam suatu interval waktu sering
dipengaruhi oleh variabel-variabel level, auxiliary, atau constanta dan tidak
dipengaruhi oleh panjangnya waktu (Purnomo 2012). Dalam Powersim, rate
dinyatakan dengan kombinasi antara flow dan auxiliary seperti diperlihatkan
pada Gambar 3. Simbol ini harus terhubung dengan sebuah variabel level.

Rate

Gambar 3 Simbol rate
c. Auxiliary
Auxiliary merupakan variabel tambahan untuk menyederhanakan
hubungan informasi antara level dan rate. Auxiliary digunakan untuk
menggabungkan atau merumuskan informasi. Auxiliary tidak memiliki
formulasi/persamaan standar. Persamaan auxiliary merupakan komputasi
aljabar dari kombinasi atas level, rate, atau auxiliary lain. Auxiliary
digunakan sebagai aliran informasi, bukan aliran materi. Variabel rate dan
auxiliary didefinisikan sama secara sifatnya. Namun, variabel rate terhubung
dan mempengaruhi secara langsung terhadap flow pada level (Powersim
2005). Simbol auxiliary dinyatakan dengan sebuah lingkaran seperti
diperlihatkan pada Gambar 4.

Auxiliary

Gambar 4 Simbol auxiliary
d. Constant
Constant atau konstanta adalah nilai numerik yang menyatakan sebuah
karakteristik yang tidak berubah dalam berbagai kondisi selama waktu
simulasi. Constant biasanya menyatakan koefisien-koefisien persamaan
dalam model. Variabel ini menyatakan nilai parameter dari sistem nyata yang
nilainya konstan selama simulasi. Constant merupakan input bagi persamaan
rate baik secara langsung atau pun melalui auxiliary, dan dinyatakan dengan
simbol berbentuk segiempat seperti diperlihatkan pada Gambar 5.

8

Constant

Gambar 5 Simbol constant
e. Sumber dan Buangan
Sumber (source) dan buangan (sink) menyatakan titik awal dan tujuan
atau buangan dari transfer materi. Keduanya menggambarkan sesuatu di luar
sistem sehingga apa yang terjadi pada keduanya tidak diperhatikan dalam
kegiatan pemodelan. Sumber menyatakan asal aliran, sedangkan buangan
menyatakan tujuan dari suatu aliran (Powersim 2005). Simbol sumber dan
buangan dapat dilihat pada Gambar 6.
Sumber

Buangan

Rate_In

Level

Rate_Out

Gambar 6 Simbol sumber dan buangan
f. Transfer Materi dan Informasi
Transfer materi atau flow menunjukan adanya transfer fisik atau materi
pada periode waktu tertentu. Transfer materi disimbolkan dengan garis ganda
dengan ujung anak panah yang menjelaskan darimana dan kemana transfer
materi itu dilakukan. Simbol transfer materi dapat dilihat pada Gambar 7a.
Transfer materi selalu dinyatakan dengan unit materinya seperti kilogram,
jiwa dan lain-lain serta besaran waktunya seperti hari, bulan, atau tahun.
Sedangkan, Transfer informasi atau link menyatakan transfer nilai dari suatu
variabel ke variabel lainnya. Transfer informasi disimbolkan dengan garis
tunggal dengan ujung anak panah yang menjelaskan darimana dan kemana
transfer nilai dilakukan. Simbol transfer informasi dapat dilihat pada Gambar
7b. Berbeda dengan transfer materi, transfer link tidak menyatakan
penambahan atau pengurangan dari variabel yang mengalami proses transfer
informasi.

Gambar 7 Simbol transfer: (a) materi dan (b) informasi

METODE
Kerangka Pemikiran
Pemikiran utama yang melandasi perlunya penelitian ini adalah bahwa
industri biodiesel kelapa sawit di Indonesia dapat mempengaruhi ketahanan
pangan. Dengan adanya pengembangan indutri biodiesel, permintaan kelapa sawit

9
tidak hanya berasal dari sektor pangan tetapi juga dari sektor non pangan. Dalam
penelitian ini dilakukan perancangan model dinamik yang dapat digunakan untuk
mensimulasikan beberapa skenario. Model akan dibangun dengan memanfaatkan
data time series, informasi, peraturan dan kebijakan pemerintah mengenai kelapa
sawit dan produksi biodiesel, serta rujukan tentang berbagai model yang sudah
dikembangkan untuk komoditas lain. Secara skematis kerangka konsep
pengelolaan industri biodiesel dalam rangka optimalisasi pengadaan bahan baku
dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Kerangka pemikiran
Pengembangan Model
Pengembangan model dilakukan sesuai tahapan pada pendekatan model
dinamik. Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi masalah melalui studi
pustaka. Permasalahan ketersediaan CPO untuk memenuhi semua kebutuhan
merupakan permasalahan yang cukup kompleks, banyak variabel yang terkait di

10
dalamnya. Penetapan tujuan dan pembatasan masalah yang relevan diperlukan
dalam membangun model untuk memperjelas lingkup permasalahan. Selain itu,
analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan dari pelaku
sistem (stakeholders). Kebutuhan setiap pelaku sistem berbeda-beda tetapi saling
berinteraksi satu sama lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang
ada (Purnomo 2012).
Setelah tujuan, batasan masalah dan analisis kebutuhan ditetapkan, variabelvariabel terkait diidentifikasi, dianalisis dan dibentuk model mental berupa
diagram sebab akibat (causal loop diagram). Pada tahap ini hubungan antar
variabel sistem tampak jelas. Pada diagram sebab akibat, terdapat tanda panah
yang diberi tanda (+) atau (-) tergantung pada hubungan antar variabel. Tanda (+)
digunakan untuk menyatakan hubungan yang terjadi antara dua faktor yang
berubah dalam arah yang sama. Sedangkan tanda (-) digunakan jika hubungan
yang terjadi antara dua faktor tersebut berubah dalam arah yang berlawanan.
Setelah model mental terbentuk, perancangan dan pengembangan diagram
kotak panah (stock flow diagram) dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak Powersim Studio Expert 2005. Pada tahap ini formulasi dan verifikasi
dimensi dilakukan. Formulasi dibuat sesuai data dan informasi historis/masa lalu
menjadi persamaan diferensial sehingga menggambarkan permasalahan pada
model. Adapun pengambilan data dilakukan melalui data sekunder dari beberapa
instansi pemerintahan. Jenis dan sumber data yang digunakan dapat dilihat pada
tabel 3. Verifikasi dimensi dilakukan dengan pemeriksaan satuan ukuran variabelvariabel model meliputi level, rate, auxiliary dan constant terhadap satuan pada
data sekunder.
Tabel 3 Jenis dan sumber data yang digunakan
No Jenis Data
1 Kelapa sawit

2

Biodiesel

3

Kebutuhan
Pangan
berbasis CPO

4

Populasi
penduduk

- Luas areal kelapa sawit
- Produksi CPO
- Volume ekspor CPO
- Produksi biodiesel
- Ekspor biodiesel
- Penggunaan domestik
biodiesel
- Kebutuhan minyak
goreng rata-rata per
kapita
- Kebutuhan margarin
rata-rata per kapita
- Jumlah penduduk
- Laju pertumbuhan
penduduk

Tahun
2005-2014
2005-2014
2004-2013
2009-2014
2009-2014
2009-2014
2007-2013

Sumber
Direktorat
Jenderal
Perkebunan
(2013)
Direktorat
EBTKE, ESDM

BKP (2012),
BKP (2013)

2007-2011
2000-2010
2000-2010

BPS (2012)

Setelah formulasi dan verifikasi dimensi selesai, simulasi dapat dilakukan
sesuai horizon waktu yang ditentukan yaitu pada waktu mulai (start time) adalah
tahun 2014 dan waktu berhenti (stop time) adalah tahun 2020. Untuk melihat
perilaku model, beberapa skenario dicoba dalam simulasi model. Beberapa

11
skenario diharapkan mampu memperlihatkan kemampuan ketersediaan CPO
dalam memenuhi semua kebutuhan akan CPO.

Validasi Model
Validasi model dilakukan dengan membandingkan tingkah laku model
terhadap sistem nyata (quantitive behavior pattern comparison) yaitu dengan uji
Nilai Tengah Persentase Kesalahan Absolut atau Mean Absolute Percentage Error
(MAPE). Uji MAPE adalah salah satu ukuran relatif yang menyangkut kesalahan
persentase. Uji ini dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian data hasil
simulasi dengan data aktual.

Keterangan:
Xm
= data hasil simulasi
Xd
= data aktual
n
= periode/banyaknya data
Kriteria ketepatan model dengan uji MAPE (Lomauro dan Bakshi 1985 di dalam
Somantri et al. 2005) adalah:
MAPE < 5%
: sangat tepat
5% < MAPE < 10% : tepat
MAPE > 10
: tidak tepat

Implementasi Model
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap hasil simulasi model sistem
dinamik yang telah dibuat. Analisis terhadap setiap skenario dilakukan untuk
mengetahui skenario mana yang lebih cocok untuk pengembangan sistem. Hasil
tahap ini adalah informasi dan saran untuk mengembangkan kebijakan. Kebijakan
yang nantinya akan terbentuk dapat menambah pemahaman terhadap sistem.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Sistem
Berdasarkan studi literatur, beberapa pelaku sistem yang berperan dalam
ketersedian CPO dapat diidentifikasi. Tabel 4 menyajikan kebutuhan dari masingmasing pelaku sistem yang dapat menyebabkan kejadian konflik pada pencapaian
tujuan penelitian ini. Pelaku sistem dan kebutuhannya telah disesuaikan dengan
batasan penelitian. Diagram input output dari sistem ini dapat dilihat pada Gambar
9.

12
Tabel 4 Pelaku sistem terindentifikasi dan kebutuhannya
No
1

Pelaku Sistem
Pemerintah

Kebutuhan
CPO tersedia dan mencukupi semua kebutuhan

2

Petani

Pengembangan lahan dapat dilakukan, dan
produktivitas tinggi sehingga hasil panen melimpah

3

Produsen Biodiesel

Jumlah produksi biodiesel terus meningkat dan CPO
sebagai bahan baku biodiesel dapat tersedia

4
5

Importir CPO
Masyarakat

Jumlah CPO yang dapat diekspor terus meningkat
Kebutuhan pangan terhadap CPO terpenuhi

Gambar 9 Diagram input output sistem dinamik ketersediaan CPO
Konseptualisasi Sistem
Permasalahan ketersediaan CPO untuk memenuhi kebutuhannya merupakan
suatu permasalahan sistem yang cukup kompleks dengan melibatkan berbagai
komponen variabel yang saling berinteraksi dan terintegrasi. Ketersediaan CPO
dapat dipandang sebagai suatu masalah dinamika sistem yang berubah sepanjang
waktu dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang juga bersifat dinamik. Sistem
ketersediaan CPO digambarkan pada diagram sebab akibat dan dapat dilihat pada
Gambar 10.
Ekspor
+

Permintaan +
+ Margarin

Produktivitas
+

Produksi CPO
+

+

-

Ketersediaan
CPO -

Populasi

-

Lahan
Perkebunan

+

Permintaan
Minyak Goreng +
+

Produksi Biodiesel

Gambar 10 Diagram sebab akibat model ketersediaan CPO

13
Produksi CPO dipengaruhi oleh luas lahan perkebunan kelapa sawit (ha)
dan produktivitasnya (ton CPO/ha lahan). Jika luas lahan perkebunan semakin
besar dan produktivitas semakin tinggi, maka produksi CPO akan meningkat dan
kemampuan CPO untuk memenuhi permintaan semakin besar. Di sisi lain,
semakin besar jumlah ekspor CPO, produksi biodiesel, permintaan margarin dan
minyak goreng akan menurunkan ketersediaan CPO. Permintaan margarin dan
minyak goreng sendiri dipengaruhi oleh populasi penduduk. Jika populasi
penduduk semakin banyak maka permintaan terhadap produk pangan berbasis
CPO, margarin dan minyak goreng, akan meningkat.
Model sistem dinamik yang dikembangkan dibatasi pada hal-hal yang
berkaitan dengan penawaran (produksi) CPO dan permintaan terhadap CPO bagi
kebutuhan pangan, ekspor CPO dan produksi biodiesel. Untuk memudahkan
pemodelan, sistem ketersedian CPO dibagi menjadi dua subsistem utama yaitu
subsistem penawaran dan subsistem permintaan. Subsistem permintaan dibagi
kembali menjadi subsistem kebutuhan pangan, subsistem ekspor CPO dan
subsistem produksi biodiesel. Secara umum, hierarki model ketersediaan CPO
dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Hierarki model ketersediaan CPO
Formulasi Sistem
Formulasi model merupakan perumusan masalah ke dalam bentuk
matematis yang dapat mewakili sistem nyata. Formulasi model menghubungkan
variabel-variabel yang telah diidentifikasi dalam model konseptual. Beberapa
asumsi yang digunakan dalam pemodelan penelitian ini adalah:
1. Kebutuhan akan CPO hanya dihitung berdasarkan kebutuhan pangan, ekspor
CPO dan produksi biodiesel. Kebutuhan pangan dihitung berdasarkan
kebutuhan per kapita akan produk pangan berbasis CPO yaitu minyak goreng
dan margarin. Kebutuhan akan CPO untuk bidang oleokimia tidak masuk
dalam pemodelan.
2. Aspek ketahanan pangan yang dibahas dalam pemodelan adalah aspek
ketersediaan pangan. Aspek stabilitas harga pangan, akses terhadap pangan,
dan pemanfaatan atau konsumsi tidak dibahas dalam pemodelan.
3. Penyediaan CPO hanya dihitung berdasarkan jumlah produksi CPO dalam
negeri. Impor CPO diabaikan.

14
4. Laju pertumbuhan lahan Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara
(PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) berturut-turut adalah 8,56%;
0,92% dan 5,91% per tahun.
5. Produktivitas PR, PBN dan PBS berturut-turut adalah 2,27 ton/ha; 3,22
ton/ha dan 2,75 ton/ha.
6. Laju pertumbuhan ekspor CPO adalah 10,85% per tahun.
7. Laju pertumbuhan produksi biodiesel adalah 24,43% tahun dan nilai konversi
CPO menjadi biodiesel adalah 1 ton biodiesel/1 ton CPO.
8. Laju pertumbuhan penggunaan solar dalam pencampurannya dengan
biodiesel 33,1% per tahun dengan pengaruh perlambatan sebesar 48,4% per
tahun.
9. Laju pertumbuhan ekspor biodiesel adalah 10% per tahun.
10. Laju pertumbuhan kebutuhan margarin dan minyak goreng per kapita
berturut-turut adalah 0,89% per tahun dan 3,31% per tahun, dengan nilai
konversi CPO menjadi margarin dan minyak goreng adalah 0,15 ton
margarin/1 ton CPO dan 0,57 ton minyak goreng/1 ton CPO.
11. Laju pertumbuhan populasi Indonesia adalah 1,49% per tahun.
12. Periode analisis simulasi dibatasi untuk periode tahun 2014 sampai dengan
2020.
Formulasi dilakukan dalam perangkat lunak Powersim menggunakan
diagram kotak panah. Diagram kotak panah lengkap untuk model ketersediaan
CPO dapat dilihat pada Lampiran 5, dan formulasi model dapat dilihat pada
Lampiran 4. Persamaan matematis tujuan utama pemodelan adalah:
Ketersediaan CPO = Produksi CPO – (CPO Ekspor + Kebutuhan Pangan +
CPO untuk biodiesel)
Subsistem Penawaran
Penawaran atau penyediaan CPO di Indonesia diproduksi dari beberapa
jenis pengusahaan perkebunan kelapa sawit antara lain Perkebunan Rakyat (PR),
Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Masingmasing jenis perkebunan memiliki luas lahan, produktivitas dan laju pertumbuhan
lahan yang berbeda. Impor CPO yang juga mempengaruhi ketersediaan CPO tidak
masuk ke dalam pemodelan karena nilai impor relatif kecil. Nilai impor CPO
dapat dilihat pada Lampiran 1. Diagram kotak panah subsistem penawaran dapat
dilihat pada Gambar 12. Subsistem penawaran dirumuskan dalam persamaan
matematis berikut:
Produksi CPO

= Jumlah Produksi PR + Jumlah Produksi PBN +
Jumlah Produksi PBS
Jumlah Produksi PR = Luas Lahan PR x Produktivitas PR
Jumlah Produksi PBN = Luas Lahan PBN x Produktivitas PBN
Jumlah Produksi PBS = Luas Lahan PBS x Produktivitas PBS
Luas Lahan PR
= 4 543 121 + dt*Laju Pertumbuhan Lahan PR
Luas Lahan PBN
= 690 312 + dt*Laju Pertumbuhan Lahan PBN
Luas Lahan PBS
= 4 977 459 + dt*Laju Pertumbuhan Lahan PBS
Laju pertumbuhan lahan PR, lahan PBN dan lahan PBS berturut-turut
adalah 8,56%; 0,92% dan 5,91% per tahun. Produktivitas PR, PBN dan PBS
berturut-turut adalah 2,27 ton/ha; 3,22 ton/ha dan 2,75 ton/ha. Nilai 4 543 121;

15
690 312 dan 4 977 459 adalah luas lahan awal tahun 2014 masing-masing
perkebunan dengan satuan hektar (ha). Nilai pertumbuhan lahan, produktivitas
dan luas lahan awal berasal dari pengolahan data luas lahan kelapa sawit dan
produksi CPO dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2013) yang dapat dilihat pada
Lampiran 1. Jumlah produksi PR, produksi PBN dan produksi PBS memiliki
satuan ton, sehingga produksi CPO memiliki satuan yang sama. Luas lahan PR,
lahan PBN dan lahan PBS memiliki satuan hektar (ha). Sedangkan dt merupakan
perubahan waktu atau interval waktu simulasi.
Tanaman kelapa sawit secara umum memiliki waktu tumbuh rata-rata 20
sampai 25 tahun. Pada tiga tahun pertama, tanaman disebut sebagai kelapa sawit
muda dan pada umur tersebut kelapa sawit belum menghasilkan buah. Kelapa
sawit mulai berbuah pada usia empat sampai enam tahun. Pada usia tujuh sampai
sepuluh tahun, tanaman disebut sebagai periode matang, dimana pada periode
tersebut mulai menghasilkan buah tandan segar. Tanaman kelapa sawit pada usia
sebelas sampai dua puluh tahun mulai mengalami penurunan produksi buah
tandan segar, terkadang pada usia 20 sampai 25 tahun tanaman kelapa sawit mati
(Polem dan Taniputra 1986). Dinamika tumbuh tanaman kelapa sawit ini tidak
masuk ke dalam pemodelan dan menjadi keterbatasan model.

Gambar 12 Diagram kotak panah subsistem penawaran

16

Subsistem Kebutuhan Pangan
Kebutuhan pangan berbasis CPO didefinisikan sebagai permintaan terhadap
produk pangan berbasis CPO. Menurut Haryadi (2003), sebagian besar CPO
dalam hal pangan digunakan untuk pembuatan minyak goreng dan sebagian untuk
pembuatan margarin. Karena itu, produk pangan berbasis CPO dibatasi hanya
berupa minyak goreng (migor) dan margarin. Kebutuhan pangan berbasis CPO
dipengaruhi oleh jumlah populasi Indonesia, masing-masing kebutuhan per kapita
per tahun dan laju pertumbuhannya. Diagram kotak panah subsistem kebutuhan
pangan dapat dilihat pada Gambar 13. Subsistem kebutuhan pangan dirumuskan
dengan persamaan matematis sebagai berikut:
Kebutuhan Pangan = CPO untuk Margarin + CPO untuk Migor
CPO untuk Margarin = Permintaan Margarin * Rendemen Margarin per CPO
CPO untuk Migor
= Permintaan Migor
* Rendemen Migor per CPO
Permintaan Margarin = Margarin per kapita * Jumlah Penduduk
Permintaan Migor
= Migor per kapita
* Jumlah Penduduk
Margarin per Kapita = 0,0000647 + dt*Laju Pertumbuhan Kebutuhan Margarin
Migor per Kapita
= 0,0092112 + dt*Laju Pertumbuhan Kebutuhan Migor
Jumlah Penduduk
= ROUND (Populasi Penduduk Indonesia)
Populasi Penduduk Indonesia = 252 124 458 + dt*Laju Pertumbuhan Populasi
Populasi penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan mengikuti laju
pertumbuhannya. Laju pertumbuhan Indonesia per tahun pada tahun 1990-2000
dan 2000-2010 adalah sebesar 1,49% (BPS, 2012). Sehingga diasumsikan untuk
masa yang akan datang laju pertumbuhan Indonesia adalah sama yaitu 1,49%.
Nilai 252 124 458 adalah jumlah penduduk awal tahun 2014 yang didapat dari
pengolahan data jumlah penduduk dari BPS (2012) dengan satuan orang/people
(ppl). Jumlah penduduk dibulatkan menggunakan fungsi Round yang tersedia
pada Powersim. Jumlah permintaan margarin dan minyak goreng dipengaruhi
oleh jumlah penduduk dan kebutuhan per kapitanya. Kebutuhan margarin dan
minyak goreng per kapita terus mengalami peningkatan sesuai laju
pertumbuhannya, yaitu 0,89% untuk margarin dan 3,31% untuk minyak goreng.
Nilai 0,0000647 dan 0,0092112 merupakan kebutuhan margarin dan minyak
goreng per kapita awal tahun 2014 dengan satuan ton per orang (ton/ppl). Nilai ini
didapat dari pengolahan data kebutuhan margarin dan minyak goreng per kapita
dari BKP (2013) dan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Konversi CPO menjadi margarin diasumsikan adalah 0,15 ton margarin/1
ton CPO. Menurut Fatimah dan Prasetya (2013), beberapa proses modifikasi
minyak yang biasa digunakan untuk menghasilkan margarin ada tiga macam,
yaitu interesterifikasi, winterisasi dan hidrogenasi yang masing-masing proses
memiliki nilai yield berturut-turut berkisar 10-25%, 10-15% dan 5-15%.
Sedangkan konversi CPO menjadi minyak goreng diasumsikan adalah 0,57 ton
minyak goreng/1 ton CPO. Menurut CIC (2003), pengolahan yang banyak dipakai
oleh perusahaan minyak goreng adalah pengolahan cara kering yaitu melalui
tahapan degumming, bleaching, deodorizing, dan fractionation yang akan
mendapatkan produk sekitar 58,5% dari bahan baku CPO. Kebutuhan pangan
berbasis CPO didapat dengan mengkalikan permintaan margarin dan minyak
goreng dengan nilai konversi CPO menjadi margarin dan minyak goreng.

17
Permintaan margarin dan minyak goreng memiliki satuan ton. Dengan
mengkalikannya dengan nilai konversi maka kebutuhan margarin dan minyak
goreng memiliki satuan ton kelapa sawit, sehingga kebutuhan pangan berbasis
CPO juga memiliki satuan yang sama.

Gambar 13 Diagram kotak panah subsistem kebutuhan pangan
Subsistem Ekspor CPO
Sebagian besar produksi CPO Indonesia digunakan sebagai komoditi ekspor
tanpa proses hilirisasi lebih lanjut. Jumlah ekspor CPO dipengaruhi oleh laju
pertumbuhannya yaitu 10,85% per tahun dengan nilai awal pada tahun 2014
adalah 7 299 626,15 ton. Nilai laju pertumbuhan dan nilai jumlah ekspor awal
didapat dari pengolahan data volume ekspor CPO dari Direktorat Jendral
Perkebunan (2013) yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Diagram kotak panah
subsistem ekspor CPO dapat dilihat pada Gambar 14. Subsistem ekspor CPO
dirumuskan dengan persamaan matematis sebagai berikut:
CPO Ekspor = 7 299 626,15 + dt*Laju Pertumbuhan Ekspor

18

Gambar 14 Diagram kotak panah subsistem ekspor CPO
Subsistem Produksi Biodiesel
Produksi biodiesel dipengaruhi oleh laju pertumbuhannya yaitu 24,43% per
tahun dengan nilai produksi biodiesel awal tahun 2014 adalah 3 490 348 KL.
Peningkatan produksi didorong oleh Permen ESDM RI Nomor 25 Tahun 2013
yang memberi mandat untuk meningkatkan campuran biodiesel pada
penggunaannya bersama minyak bumi (solar). Di samping itu, produksi biodiesel
dibatasi oleh keterbatasan penggunaannya bersama solar. Menurut Nasikin
(2004), kelarutan biodiesel yang sempurna dalam solar untuk digunakan adalah
pencampuran dengan perbandingan 20:80 yang dikenal dengan B20. B20 telah
dilaporkan dapat memberikan performa mesin diesel yang setara dengan
penggunaan minyak solar. Penggunaan biodiesel berlebih dalam campuran dapat
menyebabkan pembakaran tidak sempurna dan menimbulkan endapan di nosel
karena biodiesel memiliki volatilitas rendah dan viskositas yang tinggi. Adanya
ikatan rangkap memungkinkan terjadinya polimerisasi dan juga terbentuknya
deposit. Pour point dan cloud point yang tinggi menyebabkan biodiesel sulit
menyala pada suhu rendah.
Penggunaan solar dalam sektor transportasi bersama dengan biodiesel terus
mengalami peningkatan, namun jumlah peningkatan ini terus menurun sepanjang
tahun. Laju pertumbuhan penggunaan solar adalah 33,1% per tahun, namun laju
dipengaruhi oleh perlambatan sebesar 48,4% per tahun, dengan nilai penggunaan
solar pada awal tahun 2014 adalah 16.266.351 KL. Ekspor biodiesel dipengaruhi
oleh laju pertumbuhannya yaitu 10% per tahun, dengan nilai awal tahun 2014
adalah 1.932.895 KL. Diagram kotak panah subsistem produksi biodiesel dapat
dilihat pada Gambar 15. Subsistem produksi biodiesel dengan pembatasan
pencampurannya dapat direpresentasikan dengan persamaan matematis berikut:
CPO untuk biodiesel = Biodiesel * Rendemen Biodiesel per CPO
Biodiesel
= IF (Jumlah Biodiesel < Ekspor dan Target Blending;
Jumlah Biodiesel; Ekspor dan Target Blending)
Jumlah Biodiesel
= 3 490 348 + dt*Laju Pertumbuhan Produksi Biodiesel
Ekspor dan Target Blending = Ekspor Biodiesel + [(20/80)*Solar]
Ekspor Biodiesel
= 1 932 895 + dt*Laju Pertumbuhan Ekspor Biodiesel
Solar
= 16 266 351 + dt*Laju Pertumbuhan Solar
Laju Pertumbuhan Solar = 0,331 + dt*Perlambatan Laju Pertumbuhan Solar
Nilai konversi CPO menjadi biodiesel diasumsikan adalah 1 ton biodiesel/1
ton CPO atau 1,123 KL biodiesel/ 1 ton CPO. Menurut SBRC (2009), proses
pembuatan biodiesel dari minyak kelapa sawit termasuk proses yang sederhana
dengan komposisi minyak kelapa sawit 87 persen, katalis satu persen dan alkohol

19
12 persen. Komposisi di atas akan menghasilkan biodiesel dari minyak kelapa
sawit 86 persen, alkohol empat persen, gliserin sembilan persen dan endapan
bahan anorganik satu persen. Secara kasar, 1 juta ton CPO per tahun dapat diolah
menjadi 20 ribu barel biodesel per hari (ESDMb 2014). Pada model, biodiesel,
solar, ekspor biodiesel dan target blending dinyatakan dalam satuan KL. Dengan
mengkalikannya dengan nilai konversi maka akan didapat satuan ton CPO. Nilai
awal dan laju pertumbuhan setiap variabel didapat dari pengolahan data jumlah
produksi biodiesel dan penggunaan biosolar dari Direktorat ETBKE dan dapat
dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 15 Diagram kotak panah subsistem produksi biodiesel
Skenario dan Hasil Simulasi
Pada pemodelan sistem dinamik ketersediaan CPO, rancangan model,
simulasi dan analisis dilakukan dengan mengacu pada tujuan dan skenario pada
model. Beberapa skenario yang digunakan dalam menganalisis ketersediaan CPO
beserta hasilnya antara lain:
1. Skenario tanpa perubahan komponen
Pada skenario tanpa perubahan komponen, sistem berjalan sesuai
formulasi awal atau sesuai kondisi yang berlangsung saat ini. Produktivitas
PR, PBN dan PBS berturut-turut adalah 2,27 ton/ha; 3,22 ton/ha dan 2,75
ton/ha, laju pertumbuhan produksi biodiesel adalah 24,43% tahun, laju
pertumbuhan ekspor CPO adalah 10,85% per tahun. Dengan skenario ini
maka pola kecenderungan ketersediaan CPO dan produksi biodiesel hasil
simulasi dapat dilihat pada Gambar16.

20

Gambar 16 Ketersediaan CPO skenario pertama
Hasil simulasi menunjukan bahwa dari tahun 2014 hingga tahun 2020,
Produksi CPO masih dapat memenuhi semua kebutuhan meliputi kebutuhan
pangan, ekspor CPO, dan produksi pangan. Ketersediaan CPO bernilai
positif. Namun produksi biodiesel belum mampu memenuhi target
penggunaan biodiesel dengan solar sebesar 20:80 pada tahun 2016. Target
tercapai pada tahun 2018. Ketercapaian target ditunjukan oleh adanya
perubahan kemiringan garis pada grafik. Perubahan kemiringan disebabkan
saat jumlah produksi biodiesel mencapai target pencampuran maka jumlah
produksi biodiesel akan disesuaikan dengan penggunaan solar dalam
campuran dan jumlah ekspor biodiesel yang nilai pertumbuhannya tidak
setinggi nilai pertumbuhan biodiesel.
2. Skenario peningkatan produksi biodiesel
Pada skenario ini, produksi biodiesel akan dipengaruhi oleh laju
pertumbuhan produksi yang berbeda dari skenario 1. Laju pertumbuhan
produksi biodiesel mengalami peningkatan sebesar 20% menjadi 44,43% per
tahun. Hal yang mendasari peningkatan ini adalah Permen ESDM RI Nomor
25 Tahun 2013 yang memberi mandat untuk meningkatkan campuran
biodiesel pada penggunaannya bersama min