Pembuatan Etil Ester Sebagai Biodiesel Dari Crude Palm Oil Menggunakan Katalis Choline Hydroxide

(1)

PEMBUATAN ETIL ESTER SEBAGAI BIODIESEL DARI

CRUDE PALM OIL MENGGUNAKAN KATALIS

CHOLINE HYDROXIDE

SKRIPSI

Oleh

NADYA GEMA BESTARI

110405109

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PEMBUATAN ETIL ESTER SEBAGAI BIODIESEL DARI

CRUDE PALM OIL MENGGUNAKAN KATALIS CHOLINE

HYDROXIDE

SKRIPSI

Oleh

NADYA GEMA BESTARI

110405109

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

AGUSTUS 2015


(3)

(4)

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan

j “Pembuatan Etil Ester sebagai Biodiesel dari Crude Palm Oil

Menggunakan Katalis Choline Hydroxide” y penulis lakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia Departemen Teknik Kimia Universtas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Melalui penelitian ini diperoleh hasil biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO) dengan reaksi transesterifikasi menggunakan katalis ionic liquid choline hydroxide, sehingga hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan khususnya mengurangi jumlah penggunaan bahan bakar fosil.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ir. Renita Manurung, MT selaku dosen pembimbing sekaligus koordinator penelitian yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi yang luar biasa dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Taslim, M.Si dan Dr. Eng. Rondang, ST, MT selaku dosen penguji

yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Ir. Iriany, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan dukungan tanpa henti kepada penulis.

4. Bapak Ir. Bambang Trisakti, MT selaku kepala Laboratorium Proses Industri Kimia yang telah mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia USU. 6. Ibu Dr. Ir. Fatimah, MT, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Kimia USU. 7. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen


(6)

iv

8. Dania Khaerani Syabri sebagai partner atas kerjasamanya yang luar biasa selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

9. Keluarga Laboratorium Proses Industri Kimia, Rahayu Wulandari, Pascalis Novalina Sitorus, Nora Panjaitan, Ely, Sari Wahyu Waryani, Rio Nazif, William, Aidil Saputra, Ruben Simangunsong, Ahmad Ridho dan Jekky Bahagia.

10.Sahabat-sahabat di Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara stambuk 2011 tanpa terkecuali, khususnya Dwi Gita Ferani, Ayu Afrina, Atikah Risyad, Resi Levi Permadani, Intan Afrilia, Yusrina Ika Putri, Rahayu Wulandari, Bunga Indah Sari, Dedy OS Siburian, Rio Nazif, Erlangga Wicaksana, William, Muhammad Fauzy Ramadhan Tarigan, Oktris Novali Gusti, Aidil Saputra dan Kelvin Hadinatan serta teman baik penulis Norray Lammalif yang telah banyak memberikan banyak dukungan, semangat, doa, pembelajaran hidup, dan kenangan tak terlupakan kepada penulis. 11.Seluruh mahasiswa Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara baik junior

maupun senior yang telah banyak memberi sokongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 1 Agustus 2015 Penulis,

Nadya Gema Bestari


(7)

(8)

v

DEDIKASI

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

Bapak & Ibu tercinta

Bapak Nofizar dan Ibu Syafirna

Orang tua dengan perhatian dan kasih sayang yang telah

membesarkan dan mendidikku hingga seperti saat ini.

Terima kasih atas pengorbanan, cinta kasih

dan do’a yang

selalu

kalian berikan kepadaku.


(9)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Nadya Gema Bestari

NIM : 110405109

Tempat, tanggal lahir : Padang, 9 Februari 1993 Nama orang tua : Nofizar dan Syafirna Alamat orang tua :

Jl. Karyawisata Villa Prima Indah Blok C No. 11, Medan Johor, Sumatera Utara.

Asal Sekolah:

 SDN 024 Padang 1999 – 2002

 SD Kartika 1-9 Pekanbaru 2002 – 2005  SMPN 1 Pekanbaru 2005 – 2008

 SMAN 8 Pekanbaru 2008 – 2009  SMAN 1 Palembang 2009 – 2011 Pengalaman Organisasi:

1. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode 2014/2015 sebagai anggota Hubungan Masyarakat.

2. Covalen Study Group (CSG) periode 2013/2014 sebagai anggota Hubungan Masyarakat.

3. Asisten Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara periode 2014/2015.

Artikel yang akan dipublikasikan dalam seminar internasional:

1. Palm Biodiesel by Transesterification Process Using Choline Hydroxide as Catalyst pada seminar 28th Symposium of Malaysian Chemical Engineers (SOMChE 2015) yang akan berlangsung di Putrajaya, Malaysia pada 20-22 Oktober 2015.

2. Methyl Ester as Biodiesel from Crude Palm Oil (CPO) Using Choline Hydroxide Catalystpada seminar 22nd Regional Symposium on Chemical Engineering (RSCE 2015) yang akan berlangsung di Bangkok, Thailand pada 24-25 September 2015.


(10)

vii

ABSTRAK

Biodiesel umumnya dibuat secara transesterifikasi menggunakan katalis basa. Pilihan katalis yang digunakan sangat mempengaruhi biodiesel yang dihasilkan. Katalis choline hydroxide (ChOH) adalah cairan ionik basa yang memiliki reaksi katalitik yang sangat baik dalam sintesis biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO). Katalis ini mampu menghasilkan biodiesel tanpa pembentukan sabun dimana pada akhir reaksi terbentuk dua hingga tiga lapisan. Lapisan tersebut adalah biodiesel, katalis itu sendiri dan gliserol. Hal ini mempermudah pemisahan biodiesel dari produk sampingan tersebut. Beberapa variabel penting lainnya selain pilihan katalis ialah dosis katalis, rasio molar etanol terhadap CPO dan waktu reaksi. Hasil tertinggi dari biodiesel yang dihasilkan adalah 99,8452% dengan rasio molar etanol terhadap CPO adalah 9:1, waktu reaksi 90 menit dan 5,5% katalis (w/w) pada 70 °C dan kecepatan pengadukan 400 rpm. Variabel yang paling berpengaruh adalah dosis katalis yang memberikan perbedaan yield yang signifikan dari biodiesel yang dihasilkan. Ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya dosis katalis yang digunakan juga akan meningkatkan yield biodiesel secara signifikan.

Kata kunci: Biodiesel sawit, Cairan ionik, Choline hydroxide, Crude Palm Oil, Etanol, Transesterifikasi.


(11)

ABSTRACT

Biodiesel is generally made by transesterification using alkaline catalyst. Choice of catalyst used, affects greatly the biodiesel produced. Choline Hydroxide (ChOH) catalyst is a basic ionic liquid which has excellently catalytic reactions in the biodiesel production from Crude Palm Oil (CPO). This catalyst is able to produce biodiesel without soap formation and at the end of the reaction, two-three layers formed. They are biodiesel, the catalyst itself and glycerol. It makes it easy to separate biodiesel from the by product. Several other important variables in addition to the choice of catalyst, is catalyst dosage, molar ratio of ethanol against CPO and reaction time. The highest yield of biodiesel produced is 99,8452% with molar ratio of ethanol against CPO is 9:1, reaction time is 90 minutes and 5,5% catalyst (w/w) at 70 °C and 400 rpm stirring speed. The most influential variable is catalyst dosages that give the significant difference yield of biodiesel produced. It evidenced by more dosages of catalyst used, significantly higher yield of biodiesel produced.

Keywords: Choline hydroxide, Crude palm oil, Ethanol, Ionic liquid, Palm biodiesel, Transesterification.


(12)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI iv

RIWAYAT HIDUP PENULIS vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR SINGKATAN xvii

DAFTAR SIMBOL xviii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 CRUDE PALM OIL (CPO) 5

2.2 BIODIESEL 6

2.3 PRODUKSI BIODIESEL 6

2.4 TRANSESTERIFIKASI 9

2.5 CHOLINE HYDROXIDE (ChOH) 10

2.6 ETANOL 12

2.7 POTENSI EKONOMI BIODIESEL DARI CPO 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 14


(13)

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 14

3.2.1 Bahan Penelitian 14

3.2.2 Peralatan Penelitian 14

3.3 RANCANGAN PERCOBAAN 15

3.4 PROSEDUR PENELITIAN 16

3.4.1 Pretreatment Bahan Baku 16

3.4.2 Proses Transesterifikasi CPO Menggunakan ChOH 16

3.4.3 Sketsa Percobaan 17

3.4.4 Prosedur Analisis 18

3.4.4.1 Analisis Kadar Air Bahan Baku CPO 18 3.4.4.2 Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) Bahan Baku

CPO dengan Metode Tes AOCS Official Method Ca 5a-40

18

3.4.4.3 Analisis Komposisi Bahan Baku CPO dan Biodiesel yang Dihasilkan Menggunakan GCMS

18

3.4.4.4 Analisis Viskositas Biodiesel yang Dihasilkan dengan Metode Tes ASTM D 445

3.4.4.5 Analisis Densitas Biodiesel yang Dihasilkan dengan Metode Tes OECD 109

19

19

3.5 FLOWCHART PENELITIAN 20

3.5.1 Flowchart Pretreatment Bahan Baku 20 3.5.2 Flowchart Proses Transesterifikasi CPO Menggunakan ChOH 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23

4.1 ANALISIS BAHAN BAKU CRUDE PALM OIL (CPO) 23 4.2 PERBANDINGAN YIELD BIODIESEL DENGAN REAKTAN

ALKOHOL YANG BERBEDA

27

4.3 ANALISIS PENGARUH VARIABEL PERCOBAAN 28 4.3.1 Pengaruh Interaksi Variabel Dosis Katalis dengan Rasio Mol

Reaktan terhadap % Yield Biodiesel

30

4.3.2 Pengaruh Interaksi Variabel Dosis Katalis dengan Waktu Reaksi terhadap % Yield Biodiesel


(14)

xi Reaksi terhadap % Yield Biodiesel

4.4 SIFAT FISIK DARI BIODIESEL 35

4.4.1 Analisis Densitas 35

4.4.2 Analisis Viskositas Kinematik 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 37

5.1 Kesimpulan 37

5.2 Saran 38

DAFTAR PUSTAKA 39


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Struktur Ionisasi Choline Hydroxide (ChOH) 11 Gambar 2.2 Skema Reaksi Transesterifikasi Choline Hydroxide pada

Proses Sintesis Biodiesel

11

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO) Secara Transesterifikasi Menggunakan Etanol dan Katalis Choline Hydroxide

17

Gambar 3.2 Flowchart Pretreatment Bahan Baku 18 Gambar 3.3 Flowchart Proses Transesterifikasi CPO Menggunakan

ChOH

22

Gambar 4.1 Grafik Analisis Kadar Air Bahan Baku 23 Gambar 4.2 Grafik Analalis Kadar FFA terhadap CPO dan DPO 24 Gambar 4.3 Hasil Analisis GC Komposisi Asam Lemak CPO 25 Gambar 4.4 % Yield Etil Ester Menggunakan Bahan Baku CPO dan

DPO

26

Gambar 4.5 Grafik RUN Percobaan vs % Yield Etil Ester 27 Gambar 4.6 % Yield Biodiesel Menggunakan Alkohol yang Berbeda 28 Gambar 4.7 Plot Respon Permukaan % Yield Biodiesel untuk Dosis

Katalis vs Rasio Molar Reaktan

30

Gambar 4.8 Plot Respon Permukaan % Yield Biodiesel untuk Dosis Katalis vs Waktu Reaksi

32

Gambar 4.9 Plot Respon Permukaan % Yield Biodiesel untuk Rasio Molar Reaktan vs Waktu Reaksi

34

Gambar L4.1 Foto Proses Degumming CPO 50 Gambar L4.2 Foto Proses Transesterifikasi 50

Gambar L4.3 Foto Pemisahan Etil Ester 51

Gambar L4.4 Foto Produk Akhir Biodiesel 51

Gambar L4.5 Foto Analisis Densitas 52


(16)

xiii

Gambar L5.2 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel dari CPO tanpa Degumming

54

Gambar L5.3 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 1 55 Gambar L5.4 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 2 56 Gambar L5.5 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 3 57 Gambar L5.6 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 4 57 Gambar L5.7 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 5 58 Gambar L5.8 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 6 59 Gambar L5.9 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 7 60 Gambar L5.10 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 8 61 Gambar L5.11 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 9 62 Gambar L5.12 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 10 63 Gambar L5.13 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 11 64 Gambar L5.14 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 12 65 Gambar L5.15 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 13 66 Gambar L5.16 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 14 67 Gambar L5.17 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 15 68 Gambar L5.18 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 16 69 Gambar L5.19 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 17 70

Gambar L6.1 Data Rancangan Percobaan 71

Gambar L6.2 Hasil Pengolahan Data dengan Statistica 72


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Perlakuan Terkode untuk Variabel Proses 3 Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak dalam CPO 6 Tabel 2.2 Persyaratan Kualitas Biodiesel 7 Tabel 3.1 Perlakuan Terkode untuk Reaksi Transesterifikasi 15 Tabel 3.2 Central Composite Design (CCD) untuk 3 Variabel 15 Tabel 4.1 Komposisi Asam Lemak dari CPO (Crude Palm Oil) 25 Tabel 4.2 Yield Etil Ester pada Central Composite Design 29 Tabel 4.3 Estimasi Parameter Model Persamaan Statistik 29 Tabel 4.4 Hasil Analisis Densitas Biodiesel 35 Tabel 4.5 Hasil Analisis Viskositas Kinematik Biodiesel 36

Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak CPO 44

Tabel L1.2 Komposisi Trigliserida CPO 44

Tabel L1.3 Kadar Air CPO 45

Tabel L1.4 Kadar Free Fatty Acid (FFA) CPO 45 Tabel L2.1 Hasil Analisis Densitas Biodiesel 46 Tabel L2.2 Hasil Analisis Viskositas Biodiesel 46


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN 434

L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU CPO HASIL ANALISIS GCMS

44

L1.2 KOMPOSISI TRIGLISERIDA BAHAN BAKU CPO 44

L1.3 KADAR AIR CPO 45

L1.4 KADAR FREE FATTY ACID (FFA) CPO 46

LAMPIRAN 2 DATA PENELITIAN 46

L2.1 DATA DENSITAS BIODIESEL 46

L2.2 DATA VISKOSITAS KINEMATIKA BIODIESEL 46

L2.3 DATA YIELD ETIL ESTER 46

LAMPIRAN 3 CONTOH PERHITUNGAN 47

L3.1 PERHITUNGAN KADAR FFA CPO 47

L3.1.1 Perhitungan Kadar FFA CPO Sebelum Degumming 47 L3.1.2 Perhitungan Kadar FFA CPO Setelah Degumming 47

L3.2 PERHITUNGAN KEBUTUHAN ETANOL 48

L3.3 PERHITUNGAN DENSITAS BIODIESEL 49

L3.4 PERHITUNGAN VISKOSITAS BIODIESEL 49

LAMPIRAN 4 DOKUMENTASI PENELITIAN 50

L4.1 FOTO PROSES DEGUMMING CPO 50

L4.2 FOTO PROSES TRANSESTERIFIKASI 50

L4.3 FOTO PEMISAHAN ETIL ESTER 51

L4.4 FOTO PRODUK AKHIR BIODIESEL 51

L4.5 FOTO ANALISIS DENSITAS 52

L4.6 FOTO ANALISIS VISKOSITAS 52

LAMPIRAN 5 HASIL ANALISIS BAHAN BAKU CPO DAN BIODIESEL

53

L5.1 HASIL ANALISA KOMPOSISI ASAM LEMAK CPO 53

L5.2 HASIL ANALISA BIODIESEL 54

LAMPIRAN 6 ANALISIS STATISTIK DENGAN STATISTICA 71


(19)

L6.1 DATA RANCANGAN PERCOBAAN 71 L6.2 HASIL PENGOLAHAN DATA DENGAN STATISTICA 71


(20)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

AOCS American Oil Chemists Society

ASTM American Society for Testing and Material

OECD Organization for Economic Co-operation and Development

BM Berat Molekul

BBM Bahan Bakar Minyak

BBN Bahan Bakar Nabati

ESDM Energi dan Sumber Daya Mineral

CCD Central Composite Design

dkk dan kawan-kawan

et al et alia

CPO Crude Palm Oil

DPO Degummed Palm Oil

cSt centistokes

St Stokes

FFA Free Fatty Acid

GC Gas Chromatography

GC-MS Gas Chromatography Mass Spechtrophometry

ISO International Organization for Standardization

FBI Forum Biodiesel Indonesia

PPKS Pusat Penelitian Kelapa Sawit

rpm Rotary per minute

SNI Standar Nasional Indonesia


(21)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

N Normalitas N

V Volume larutan NaOH

terpakai

ml

M Berat molekul FFA CPO Gr/mol

m Berat Sampel gram

V Volume awal ml

ρ Massa jenis kg/m3

sg Specific Gravity

t Waktu alir s


(22)

vii

ABSTRAK

Biodiesel umumnya dibuat secara transesterifikasi menggunakan katalis basa. Pilihan katalis yang digunakan sangat mempengaruhi biodiesel yang dihasilkan. Katalis choline hydroxide (ChOH) adalah cairan ionik basa yang memiliki reaksi katalitik yang sangat baik dalam sintesis biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO). Katalis ini mampu menghasilkan biodiesel tanpa pembentukan sabun dimana pada akhir reaksi terbentuk dua hingga tiga lapisan. Lapisan tersebut adalah biodiesel, katalis itu sendiri dan gliserol. Hal ini mempermudah pemisahan biodiesel dari produk sampingan tersebut. Beberapa variabel penting lainnya selain pilihan katalis ialah dosis katalis, rasio molar etanol terhadap CPO dan waktu reaksi. Hasil tertinggi dari biodiesel yang dihasilkan adalah 99,8452% dengan rasio molar etanol terhadap CPO adalah 9:1, waktu reaksi 90 menit dan 5,5% katalis (w/w) pada 70 °C dan kecepatan pengadukan 400 rpm. Variabel yang paling berpengaruh adalah dosis katalis yang memberikan perbedaan yield yang signifikan dari biodiesel yang dihasilkan. Ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya dosis katalis yang digunakan juga akan meningkatkan yield biodiesel secara signifikan.

Kata kunci: Biodiesel sawit, Cairan ionik, Choline hydroxide, Crude Palm Oil, Etanol, Transesterifikasi.


(23)

ABSTRACT

Biodiesel is generally made by transesterification using alkaline catalyst. Choice of catalyst used, affects greatly the biodiesel produced. Choline Hydroxide (ChOH) catalyst is a basic ionic liquid which has excellently catalytic reactions in the biodiesel production from Crude Palm Oil (CPO). This catalyst is able to produce biodiesel without soap formation and at the end of the reaction, two-three layers formed. They are biodiesel, the catalyst itself and glycerol. It makes it easy to separate biodiesel from the by product. Several other important variables in addition to the choice of catalyst, is catalyst dosage, molar ratio of ethanol against CPO and reaction time. The highest yield of biodiesel produced is 99,8452% with molar ratio of ethanol against CPO is 9:1, reaction time is 90 minutes and 5,5% catalyst (w/w) at 70 °C and 400 rpm stirring speed. The most influential variable is catalyst dosages that give the significant difference yield of biodiesel produced. It evidenced by more dosages of catalyst used, significantly higher yield of biodiesel produced.

Keywords: Choline hydroxide, Crude palm oil, Ethanol, Ionic liquid, Palm biodiesel, Transesterification.


(24)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Biodiesel, bahan bakar diesel alternatif, terbuat dari sumber hayati terbarukan seperti minyak nabati dan lemak hewani. Biodiesel bersifat biodegradable dan tidak beracun, memiliki profil emisi yang rendah sehingga menguntungkan bagi lingkungan [1]. Menurut statistik, 70% dari total biaya produksi biodiesel merupakan biaya untuk bahan baku [2].

Mengembangkan biodiesel dari minyak kelapa sawit untuk Indonesia akan sesuai sebagai stok bahan bakar alternatif. Indonesia diproyeksikan menjadi negara pengekspor Crude Palm Oil (CPO) terbesar dalam sepuluh tahun ke depan sehingga penggunaan alternatif untuk minyak sawit sebagai pengganti bahan bakar akan menguntungkan. Oleh karena itu, biodiesel akan memainkan peran penting dalam sektor energi di Indonesia. Tidak hanya akan berfungsi sebagai instrumen untuk mengontrol stok CPO Indonesia, tetapi juga akan mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil dan memperkuat ketahanan energi nasional [3]. Produksi CPO di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya hingga pada tahun 2011 dan 2012 produksi CPO mencapai 24,1 dan 26,5 juta ton [4]. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk memproduksi biodiesel karena perkembangan produksi CPO di Indonesia meningkat setiap tahunnya sehingga negara – negara lain mengimpor CPO dari Indonesia.

Biodiesel umumnya dihasilkan oleh reaksi transesterifikasi minyak dengan alkohol dengan adanya katalis, untuk menghasilkan mono-alkyl ester dan gliserol, yang kemudian dipisahkan dan dimurnikan [5]. Katalis basa yang paling umum digunakan dalam industri biodiesel adalah kalium hidroksida (KOH) dan natrium hidroksida (NaOH) serpih, dimana selain harganya yang murah, juga mudah untuk ditangani dalam transportasi dan penyimpanan sehingga lebih disukai oleh produsen kecil [6]. Namun, terdapat beberapa masalah dalam penggunaan katalis basa tersebut, diantaranya energi yang dibutuhkan tinggi, kesulitan dalam pemulihan dari gliserol


(25)

setelah reaksi, terjadinya pembentukan sabun, serta sulitnya pemisahan dalam pemurnian biodiesel [7,8,9].

Berdasarkan literatur yang ditinjau, cairan ionik telah berhasil digunakan sebagai katalis dalam produksi biodiesel secara transesterifikasi dengan kinerja yang baik, konversi yang lebih tinggi serta selektivitas dalam produksi biodiesel dan konversi gliserol [10]. Reddy, dkk., (2014) melakukan percobaan sintesis biodiesel dari minyak Jatropha curcas menggunakan cairan ionik liquid yaitu choline hydroxide

(ChOH) dan choline imidazolium (ChIM) sebagai katalis dan menghasilkan yield

sebesar 95% [11]. Yanfei, dkk., (2013) juga telah melaporkan produksi biodiesel dari minyak kedelai menggunakan katalis asam brønsted-type ionic liquid dan menghasilkan yield sebesar 94,8% [12]. Fan, dkk., (2013) telah melakukan sebuah percobaan yang menunjukkan tentang penggunaan cairan ionik basa sebagai katalis secara transesterifikasi untuk sintesis biodiesel berbasis minyak kedelai dengan alkohol berupa metanol, dimana cairan ionik kolin hidroksida (ChOH) memiliki reaksi katalitik yang baik dibandingkan cairan ionik lainnya, rasio molar optimum metanol : minyak kedelai adalah 9:1 dengan dosis katalis 4% wt, suhu operasi yang paling sesuai 60oC selama 2,5 jam menghasilkan yield sebesar 95% tanpa adanya pembentukan sabun dan telah dikatakan bahwa cairan ionik menarik untuk dieksplorasi. Pada produksi biodiesel, kolin hidroksida ini digunakan dalam pembuatan biodiesel sebagai katalis. Katalis Kolin hidroksida (ChOH) menunjukkan aktivitas katalitik yang lebih baik dibandingkan dengan katalis cairan ionik basa lainnya [13]. Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih lanjut tentang penggunaan katalis kolin hidroksida serta mengeksplorasi kondisi yang optimal dalam pembuatan biodiesel berbasis CPO secara transesterifikasi.

1.2 Rumusan masalah

Baru-baru ini, katalis choline hydroxide (ChOH) digunakan sebagai pengganti katalis basa yang umum digunakan dalam pembuatan biodiesel karena dapat mereduksi kelemahan katalis basa tersebut yaitu selain dapat digunakan kembali, ChOH juga tidak membentuk sabun saat proses pembuatan biodiesel sehingga tidak akan menurunkan konversi yield biodiesel.


(26)

3

Oleh sebab itu perlu diteliti lebih lanjut pengaruh waktu, dosis katalis, dan rasio molar etanol terhadap bahan baku dalam pembuatan biodiesel dari bahan baku CPO melalui proses transesterifikasi menggunakan etanol dan katalis choline hydroxide

(ChOH).

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mencari konndisi optimum dari variabel proses dengan mengkaji pengaruh waktu, dosis katalis dan rasio molar etanol : CPO terhadap yield.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah :

1. Memberikan alternatif katalis basa homogen choline hydroxide (ChOH) dalam sintesis biodiesel berbasis CPO melalui transesterifikasi.

2. Memberikan informasi dasar kelayakan proses untuk sintesis biodiesel yang dihasilkan.

3. Meningkatkan nilai ekonomis dari crude palm oil (CPO) yang merupakan produk dasar dari perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup

Bahan baku yang digunakan adalah Crude Palm Oil (CPO) yang diperoleh dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), alkohol yang digunakan adalah etanol (C2H5OH) dan katalis choline hydroxide (ChOH). Reaksi transesterifikasi dilakukan

dengan temperatur konstan 70 °C dan kecepatan pengadukan 400 rpm [14]. Variabel proses diperoleh dari program STATISTICA Trial Version dengan menentukan

central point dan batas atas dan batas bawah dengan interval yang sama : Tabel 1.1 Perlakuan Terkode untuk Variabel Proses

Perlakuan Perlakuan Terkode

-1 0 1

Jumlah Katalis (%) 3 4 5

Rasio Mol Reaktan 6:1 9:1 12:1

Waktu (menit) 60 90 120


(27)

Analisis yang dilakukan adalah : 1. Analisis kadar air bahan baku CPO

2. Analisis kadar Free Fatty Acid (FFA) bahan baku CPO

3. Analisis komposisi bahan baku CPO dan biodiesel yang dihasilkan dengan menggunakan GCMS

4. Analisis viskositas biodiesel yang dihasilkan dengan metode tes ASTM D 445 5. Analisis densitas biodiesel yang dihasilkan dengan metode tes OECD 109


(28)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Crude Palm Oil (CPO)

CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi [15]. Dengan produksi global tahunan atau setara dengan sekitar 39% dari produksi minyak nabati dunia, kelapa sawit telah mengalahkan kedelai selama 1 dekade terakhir menjadi tanaman minyak yang paling penting di dunia. Di Kamerun, kelapa sawit menyumbang sekitar 90% dari kebutuhan minyak goreng. Minyak sawit secara luas digunakan dalam bentuk minyak mentah (CPO) untuk keperluan makanan di Kamerun dan juga di seluruh daerah Afrika Tengah dan Afrika Barat [16]. Kualitas minyak sawit mentah (CPO) sangat penting dalam menentukan aplikasinya. Aplikasi CPO telah ditemukan dalam makanan dan industri. Dalam industri makanan, CPO merupakan bahan dalam sup, margarin dan manisan. Aplikasi utama CPO adalah untuk produksi biodiesel, farmasi, kosmetik, cat, deterjen, sampo, lipstik dan lain-lain. Dalam pengobatan tradisional, CPO juga digunakan sebagai bahan untuk menyembuhkan penyakit. Parameter yang mempengaruhi kualitas CPO termasuk FFA, angka peroksida, kadar air, nilai yodium, angka penyabunan, tingkat pengotor dan lain-lain. Kualitas mikroba CPO sangat penting karena mereka memainkan peran yang merugikan makanan dan pakan produk [17].

Minyak yang diekstrak dari kelapa sawit dikenal sebagai CPO terdiri dari lebih dari 90% berat trigliserida dan 3-7% berat asam lemak bebas (FFA). Netralisasi FFA dapat dilakukan dengan penambahan kelebihan alkali, tetapi ini mengarah ke pembentukan sabun dan menimbulkan masalah saat pemisahan pasca reaksi. Dengan demikian, proses pretreatment pilihan untuk CPO adalah proses esterifikasi dengan alkohol, yang mengubah FFA menjadi ester dan umumnya menggunakan katalis asam cair yang kuat, seperti asam sulfat. Bila kadar FFA lebih rendah dari 2,0% berat, cocok dilakukan proses transesterifikasi pada bahan baku untuk menghasilkan biodiesel [18]. Y.B. Che Man dkk (1999) menyatakan komposisi asam lemak dari CPO ditunjukkan pada tabel 2.1 [19].


(29)

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak dalam CPO [19]

Asam Lemak Konsentrasi (%)

Saturated

Myristic 0,93

Palmitic 45,48

Stearic 3,49

Total 49,91

Unsaturated

Oleat 40,17

Linoleat 9,92

Total 50,09

2.2 Biodiesel

Biodiesel didefinisikan sebagai bahan bakar terdiri dari mono-alkyl ester dari lemak rantai panjang asam berasal dari minyak nabati atau lemak hewan [20]. Sumber spesifik dari biodiesel adalah minyak kelapa, pohon jarak, minyak kacang kedelai, dan minyak biji kapas [21]. Biodiesel disarankan untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk diesel berbasis minyak bumi konvensional karena terbarukan, sumber daya domestik dengan profil emisi yang ramah lingkungan dan biodegradable [20]. Biodiesel memiliki emisi profil pembakaran yang lebih menguntungkan, seperti emisi karbon monoksida yang rendah, partikel dan hidrokarbon tidak terbakar. Karbon dioksida yang dihasilkan oleh pembakaran biodiesel dapat didaur ulang dengan fotosintesis, sehingga meminimalkan dampak pembakaran biodiesel pada efek rumah kaca [21]. Proses produksi biodiesel yang paling umum memiliki dua input yaitu minyak nabati dan alkohol. Proses ini menciptakan dua output yaitu biodiesel dan gliserol. Masukan yang diperlukan dan output yang dibuat tergantung pada sifat kimianya [22]. Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006 (2006) dapat dilihat pada tabel 2.2 [23].

2.3 Produksi Biodiesel

Minyak juga terdiri dari asam lemak bebas yang dapat dikonversi ke ester asam lemak dengan esterifikasi. Alkohol yang dapat digunakan dalam proses transesterifikasi adalah metil, etil, propil, butil dan amil alkohol, dan yang paling sering digunakan adalah metanol dan etanol. Metanol banyak digunakan karena biaya rendah di sebagian besar negara dan sifat fisikokimia seperti polaritas dan


(30)

7

sebagai produk sampingan, yang memiliki berbagai aplikasi dalam industri. Oleh karena itu, kelebihan alkohol umumnya lebih tepat untuk meningkatkan perpindahan reaksi kesetimbangan ke arah produk. Selain itu, diperlukan untuk mengoptimalkan faktor lain seperti konsentrasi katalis, suhu dan agitasi dari media reaksi. Secara spesifik, proses transesterifikasi merupakan rangkaian tiga langkah berturut-turut. Langkah pertama yaitu mengubah trigliserida menjadi sebuah digliserida, monogliserida kemudian dihasilkan dari digliserida dan langkah terakhir gliserol diperoleh dari monogliserida. untuk konversi yang efektif untuk minyak menjadi biodiesel, kehadiran katalis biasanya dibutuhkan [24].

Tabel 2.2 Persyaratan Kualitas Biodiesel [23]

Parameter dan Satuannya Batas Nilai Metode Uji Metode Setara

Massa jenis pada 40 °C, kg/m3 850-890 ASTM D 1298 ISO 3675 Viskositas kinematik pada 40

°C, mm2

2,3-6,0 ASTM D 445 ISO 3104

Angka setana min. 51 ASTM D 613 1SO 5165

Titik nyala, °C min. 100 ASTM D 93 ISO 2710 Angka asam mg-KOH/g maks. 0,8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03 Gliserol bebas %-massa maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 Gliserol total %-massa maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 Kadar ester alkil %-massa min 96,5 Dihitung FBI-A03-03

Ada beberapa literatur yang menjelaskan alkoholisis minyak nabati atau lemak hewan oleh berbagai teknologi dengan menggunakan beberapa katalis seperti asam anorganik, basa anorganik dan enzim. Bergantung pada katalis yang dipilih untuk konversi minyak nabati dan lemak hewan untuk biodiesel, ada kekhasan tertentu yang berkaitan dengan reaksi ini. Misalnya, katalis asam yang terutama digunakan ketika minyak memiliki konsentrasi asam lemak bebas yang tinggi, dengan sulfat dan asam sulfonat sebagai katalis yang paling umum dari katalis asam ini. Sebagai kerugian, katalisis asam memerlukan penggunaan alkohol dalam jumlah besar dalam rangka untuk mendapatkan biodiesel dalam hasil yang memuaskan, dengan menerapkan rasio molar alkohol : minyak sebanyak 30-150 : 1. Selain itu, katalis


(31)

asam seperti asam sulfat mengkatalisis trigliserida secara transesterifikasi dengan perlahan bahkan ketika refluks dengan metanol, yang menyebabkan reaksi yang lama sekali seperti 48-96 jam. Ada juga risiko korosi dari peralatan yang digunakan karena keasaman yang tinggi katalis tersebut [24].

Katalis basa 4.000 kali lebih cepat dari katalis asam dan tidak memerlukan sejumlah besar alkohol. Katalis basa yang paling umum digunakan adalah natrium atau kalium hidroksida. Namun, minyak nabati dan reagen lainnya yang digunakan tidak dapat memiliki air atau tingkat asam lemak bebas yang tinggi, karena dapat terjadi saponifikasi. Oleh karena itu, minyak yang digunakan dalam produksi biodiesel harus dilakukan pretreatment, sehingga memakan waktu dan proses yang mahal. Selain itu, penghapusan katalis homogen setelah reaksi sangat sulit dan sejumlah besar sisa air limbah dihasilkan karena pemisahan dan pemurnian produk dan katalis [24].

Sebuah alternatif untuk katalis asam atau alkali adalah proses enzimatik, yang mengatasi kelemahan sistem katalitik sebelumnya seperti menyebabkan korosi pada peralatan dan kebutuhan energi yang tinggi. Namun, tingginya biaya enzim tetap menjadi penghalang untuk pelaksanaan proses enzimatik dalam industri. Di antara alternatif yang saat ini sedang dipelajari, penggunaan cairan ionik dalam sistem katalitik tampaknya cukup menjanjikan dan ramah lingkungan, karena kunci untuk minimisasi limbah dalam reaksi katalitik ini adalah daur ulang katalis yang efisien [24].

Cairan ionik sekarang dianggap sebagai pelarut ramah lingkungan yang memiliki sifat menarik seperti tekanan uap rendah, volatilitas yang dapat diabaikan, konduktivitas yang tinggi, aktivitas katalitik yang lebih baik, kemampuan melarutkan yang kuat dan berpotensi untuk dapat digunakan kembali. Namun, penggunaan cairan ionik asam membutuhkan suhu tinggi yaitu diatas 180 °C untuk memperoleh aktivitas yang tinggi dan menghasilkan proses yang memakan energi dan mahal. Berbagai upaya diarahkan dalam mengeksplorasi cairan ionik basa untuk sintesis biodiesel dan memperlihatkan bahwa proses transesterifikasi dengan cairan ionik basa dapat menghemat waktu dan lebih berpotensi untuk penggunaan kembali daripada proses transesterifikasi dengan cairan ionik asam [11].


(32)

9

2.4 Transesterifikasi

Transesterifikasi atau alkoholisis adalah pertukaran alkohol dari ester dengan gugus lain dalam proses yang sama dengan hidrolisis, kecuali alkohol digunakan sebagai pengganti air [5]. Transesterifikasi dari minyak nabati dilakukan awalnya pada 1853, oleh para ilmuwan E. Duffy dan J. Patrick, bertahun-tahun sebelum mesin diesel pertama menjadi fungsional [25]. Reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel yaitu :

RCOOR + R’OH RCOOR’+ R’OH Variabel yang paling penting yang mempengaruhi waktu reaksi transesterifikasi dan konversi ialah :

1. Suhu reaksi

Laju reaksi sangat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Umumnya, reaksi dilakukan dekat dengan titik didih metanol (60 °C sampai 70 °C) pada tekanan atmosfir. Kondisi reaksi ini bagaimanapun juga memerlukan penghilangan asam lemak bebas dari minyak dengan penyulingan atau praesterifikasi. Pretreatment tidak diperlukan jika reaksi dilakukan dalam tekanan tinggi (9000 kPa) dan suhu tinggi (2408 °C). Dengan kondisi tersebut, esterifikasi simultan dan transesterifikasi berlangsung. Hasil maksimal ester terjadi pada suhu mulai dari 60 °C sampai 80 °C pada suatu molar ratio (alkohol untuk minyak) ialah 6:1. Peningkatan suhu lebih lanjut memiliki efek negatif pada konversi.

2. Rasio alkohol terhadap minyak

Variabel penting lainnya yang mempengaruhi hasil dari ester adalah rasio molar alkohol untuk minyak nabati. Stoikiometri reaksi transesterifikasi memerlukan 3 mol alkohol per mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol ester lemak dan 1 mol gliserol. Untuk menggeser reaksi transesterifikasi ke kanan, diperlukan untuk menggunakan alkohol berlebih atau menghapus salah satu produk dari campuran reaksi. Ketika 100% kelebihan metanol yang digunakan, laju reaksi berada pada tingkat tertinggi. Sebuah molar rasio 6:1 biasanya digunakan dalam proses industri untuk memperoleh yield metil ester yang lebih tinggi dari 98%. Rasio molar alkohol terhadap minyak yang lebih tinggi dapat mengganggu pemisahan glikol.

Katalis

[3]


(33)

3. Jenis katalis dan konsentrasi

Alkoksida logam alkali adalah katalis dalam proses transesterifikasi yang paling efektif dibandingkan dengan katalis asam. Transmetilasi terjadi sekitar 4000 kali lebih cepat dengan adanya katalis basa dibandingkan dikatalisis dalam jumlah yang sama oleh katalis asam. Selain itu katalis basa kurang korosif terhadap peralatan industri dibanding katalis asam sehingga yang paling komersial transesterifikasi dilakukan dengan katalis basa. Konsentrasi katalis basa dalam kisaran 0,5 sampai 1% berat menghasilkan konversi 94-99% minyak nabati menjadi ester. Selanjutnya, peningkatan konsentrasi katalis tidak meningkatkan konversi dan itu menambah biaya tambahan karena diperlukan untuk menghilangkannya dari media reaksi di akhir reaksi.

4. Intensitas pencampuran

Pada reaksi transesterifikasi, reaktan awalnya dari sistem dua fasa cair. Efek pencampuran merupakan yang paling signifikan selama laju reaksi yang rendah. Dalam fasa tunggal, pencampuran menjadi tidak signifikan. Pemahaman efek pencampuran pada kinetika proses transesterifikasi merupakan alat berharga dalam proses skala dan desain.

5. Kemurnian reaktan

Impuritis yang hadir dalam minyak juga mempengaruhi tingkat konversi. Pada kondisi yang sama, konversi 67-84% menjadi ester dapat diperoleh dengan menggunakan minyak nabati mentah, dimana konversi 94-97% menjadi ester diperoleh saat menggunakan minyak hasil penyulingan. Asam lemak bebas dalam minyak asli mengganggu katalis. Namun, di bawah kondisi suhu dan tekanan tinggi masalah ini bisa diatasi [25].

2.5 Choline hydroxide (ChOH)

Cairan ionik merupakan garam organik dengan titik lebur yang rendah dan tekanan uap yang sangat rendah. Sifat non-volatilnya adalah salah satu motif utama sebagai alternatif untuk pelarut organik volatil [26].

Beberapa cairan ionik tidak hanya memiliki sifat pelarut yang unik sebagai cairan murni, tetapi juga mengubah sifat pelarut lain yang bahkan merupakan


(34)

11

kolin tidak menimbulkan pembentukan sabun. Kondisi reaksi seperti suhu, waktu, rasio molar dan dosis katalis dioptimalkan untuk didapatkan hasil konversi terbesar [11]. Kolin hidroksida adalah produk hasil proses organik, yang mengembangkan sifat oksidasi yang kuat, dimana agen oksidasi berupa OH- ion [28]. Berikut struktur ChOH yang menunjukan adanya OH- ion:

Gambar 2.1 Struktur Ionisasi Choline Hydroxide (ChOH) [29]

Fan, dkk., (2013) telah melakukan sebuah percobaan yang menunjukkan tentang penggunaan cairan ionik basa sebagai katalis secara transesterifikasi untuk sintesis biodiesel berbasis minyak kedelai. Percobaan dilakukan dengan menggunakan katalis basa ChOH, ChOMe, ChIm, NaOH dan KOH. Katalis Kolin hidroksida (ChOH) menunjukkan aktivitas katalitik yang lebih baik dibandingkan dengan katalis cairan ionik dasar lainnya [13]. Berikut skema reaksi transesterifikasi choline hydroxide

(ChOH) pada proses sintesis biodiesel:

Gambar 2.2 Skema Reaksi Transesterifikasi Choline Hydroxide pada Proses Sintesis Biodiesel [13]

C

C22HH55OOHH

C

C22HH55OOHH

C

C22HH55OO-

-O

OCC22HH55

R

R11CCOOCC22HH55


(35)

2.6 Etanol

Alkohol seperti metanol dan etanol yang paling sering digunakan. Meskipun penggunaan alkohol yang berbeda menyajikan beberapa perbedaan berkaitan dengan kinetika reaksi, hasil akhir dari ester tetap kurang lebih sama. Oleh karena itu, pemilihan alkohol berdasarkan biaya dan pertimbangan kinerja. Etanol dapat diproduksi dari sumber daya pertanian terbarukan. Selain itu, etanol sebagai pelarut ekstraksi lebih baik daripada metanol karena daya melarutkan yang jauh lebih tinggi untuk minyak [18]. Oleh karena itu, menghasilkan etil ester daripada metil ester lebih menarik karena selain sifat pertanian alami etanol, atom karbon tambahan yang disediakan oleh molekul etanol sedikit meningkatkan kandungan panas dan angka setana. Dari sudut pandang lingkungan, pemanfaatan etil ester juga lebih menguntungkan daripada pemanfaatan metil ester [30].

2.7 Potensi Ekonomi Biodiesel dari CPO

Produksi CPO di Indonesia yang meningkat setiap tahunnya membuat Indonesia sangat berpotensi untuk memproduksi biodiesel. Indonesia merupakan salah satu produsen CPO terbesar di dunia dengan kapasitas produksi sebesar 30 juta ton pada tahun 2015. Produksi CPO yang sangat besar di Indonesia membuat CPO sangat diharapkan untuk dapat menjadi sumber bahan baku utama dalam pembuatan biodiesel. Sangat disayangkan jika Indonesia mengimpor biodiesel sementara Indonesia memiliki sumber bahan baku biodiesel yang sangat banyak. Biodiesel memainkan peran penting dalam sektor energi di Indonesia. Penggunaan energi di Indonesia terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pemanfaatan energi yang kurang baik. Penggunaan biodiesel di Indonesia diharapkan dapat memenuhi kebutuhan energi dalam negeri yang semakin tinggi.

Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai potensi ekonomi biodiesel dari CPO. Dalam hal ini akan dilakukan kajian potensi ekonomi yang sederhana. Perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biodiesel yang juga mempengaruhi harga jual biodiesel. Berikut harga komersial bahan baku CPO dan harga jual biodiesel.


(36)

13

Terlihat bahwa harga jual CPO dan harga jual biodiesel tidak berbeda jauh tanpa mengaitkan biaya produksi. Dengan perbedaan harga jual yang tidak terlalu jauh, pembuatan biodiesel terlihat tidak ekonomis. Namun, sejak tahun 2013, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2013 yang menghimbau masyarakat untuk menggunakan bahan bakar nabati (biofuel). Dari peraturan tersebut maka pemanfaatan bahan bakar nabati semakin diperluas dan ditingkatkan dengan tujuan agar mengurangi Indonesia untuk mengimpor bahan bakar minyak (BBM). Ini dapat menghemat devisa negara serta berdampak baik pada ketahanan energi nasional. Pemerintah juga mewajibkan badan usaha untuk melakukan pencampuran bahan bakar nabati ke dalam bahan bakar minyak transportasi. Saat ini campuran nabati untuk BBM diwajibkan harus 10%, meningkat dibandingkan peraturan awal yang mewajibkan 5% saja dan pada tahun 2016 diharapkan menjadi 20%.

Pengembangan BBN menargetkan biodiesel mensubstitusi 15% konsumsi solar pada tahun 2015. Produksi biodiesel Indonesia dalam lima tahun terakhir (2009-2014) terus meningkat dengan laju pertumbuhan rata rata 49,8% per tahun, dari 412,98 ribu ton ditahun 2009 menjadi 2,58 juta ton ditahun 2013. Demikian pula dengan ekspor selama periode tersebut, pada tahun 2009 ekspor biodiesel sebesar 309,15 ribu ton dengan nilai US$ 199,6 juta, namun ditahun 2013 ekspornya telah mencapai 1,69 juta ton dengan nilai US$ 1,41 milyar.

Oleh karena itu, perluasan pemakaian biodiesel untuk menstubtitusi konsumsi solar semakin ditingkatkan. Harga jual biodiesel dapat fleksibel sesuai dengan biaya produksi dan bahan baku. Produksi biodiesel berpeluang besar menjadi industri yang berkembang pesat sehingga produksi biodiesel menggunakan bahan baku CPO tetap menguntungkan dimana dapat mengurangi ketergantungan bagi Indonesia untuk mengimpor bahan bakar minyak, bahkan Indonesia dapat menjadi pengekspor biodiesel terbesar di dunia.


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Sumatera utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 6 bulan.

3.2 Bahan dan Peralatan 3.2.1 Bahan Penelitian

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1. Crude Palm Oil (CPO)

2. Choline Hydroxide (ChOH) 3. Aquadest (H2O)

4. Natrium Hidroksida (NaOH) 5. Etanol (C2H5OH) pro-analysis

6. Phenolftalein (C20H14O4)

7. Asam Fosfat (H3PO4)

3.2.2 Peralatan Penelitian

Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain : 1. Erlenmeyer

2. Magnetic Stirrer 3. Hot Plate

4. Corong Pemisah

5. Beaker Glass

6. Gelas Ukur 7. Neraca Digital 8. Batang Pengaduk 9. Termometer 10. Corong Gelas


(38)

15 12. Statif dan Klem

13. Stopwatch

14. Piknometer

15. Viskosimeter Ostwald 16. Karet Penghisap 17. Buret

3.3 Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan variabel bebas berupa dosis choline hydroxide

sebagai katalis, rasio molar etanol:CPO dan waktu reaksi pada reaksi transesterifikasi. Adapun level kode dan kombinasi perlakuan penelitian yang diperoleh dari program STATISTICA Trial Version dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2 berikut:

Tabel 3.1 Perlakuan Terkode untuk Reaksi Transesterifikasi

Perlakuan Perlakuan Terkode

-1,673 -1 0 1 1,673

Jumlah Katalis (%) 2,5 3 4 5 5,5

Rasio Mol Reaktan 4:1 6:1 9:1 12:1 14:1

Waktu (menit) 40 60 90 120 140

Tabel 3.2 Central Composite Design (CCD) untuk 3 Variabel

No Dosis Katalis (w/w)

Rasio Molar Etanol:CPO

Waktu Reaksi (menit)

1 -1 -1 -1

2 -1 1 1

3 1 -1 1

4 1 1 -1

5 0 0 0

6 -1 -1 1

7 -1 1 -1

8 1 -1 -1

9 1 1 1

10 0 0 0

11 -1,673 0 0

12 1,673 0 0

13 0 -1,673 0

14 0 1,673 0

15 0 0 -1,673

16 0 0 1,673

17 0 0 0


(39)

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Pretreatment Bahan Baku

1. CPO sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam beaker glass. 2. CPO dipanaskan hingga suhu mencapai 60 °C.

3. Asam fosfat 85% ditambahkan sebanyak 0,6% (b/b) dari berat CPO yang digunakan.

4. Campuran diaduk dan dihomogenkan pada kecepatan 400 rpm selama 15 menit hingga terlihat semi-tansparan atau cokelat gelap lalu disaring.

3.4.2 Proses Tranesterifikasi CPO Menggunakan ChOH

1. CPO ditimbang sebanyak 30 gram, diikuti etanol dan katalis ChOH yang telah disiapkan dengan berat tertentu.

2. CPO dan etanol dimasukan dengan rasio molar yang telah ditentukan dari metanol terhadap CPO ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan pendingin refluk, termometer dan magnetic stirrer diatas hot plate.

3. ChOH dimasukkan dengan berat tertentu dari berat total CPO dan etanol ke dalam campuran didalam labu leher tiga.

4. Campuran dipanaskan dengan hot plate hingga mencapai suhu reaksi konstan sebesar 60 0C, campuran dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 400 rpm selama waktu tertentu.

5. Campuran reaksi dimasukkan ke dalam corong pemisah dan dibiarkan hingga terbentuk 2 lapisan.

6. Lapisan bawah yang merupakan campuran ChOH, etanol dan gliserol dipisahkan dari lapisan atas.

7. Air panas ditambahkan ke dalam corong pemisah yang berisi lapisan atas dan dikocok untuk mengekstrak pengotor yang masih terdapat dalam lapisan ini, sehingga terbentuk kembali 2 lapisan. lapisan bawah dibuang kembali dan perlakuan ini diulang beberapa kali hingga air cucian berwarna bening.

8. Lapisan atas yang merupakan etil ester dikeringkan. 9. Etil ester yang telah kering ditimbang dan dianalisis.


(40)

17

3.4.3 Sketsa Percobaan

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Pembuatan Biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO) Secara Transesterifikasi Menggunakan Etanol dan Katalis Choline Hydroxide

Keterangan gambar: 1. Statif dan klem 2. Stirrer

3. Termometer 4. Labu leher tiga 5. Heater

6. Refluks kondensor 7. Air dingin masuk 8. Air dingin keluar

1

2

3 4

5

7 8

6


(41)

3.4.4 Prosedur Analisis

3.4.4.1Analisa Kadar Air Bahan Baku CPO

Untuk analisis kadar air bahan baku CPO prosedur yang dilakukan sebagai berikut.

1. Bahan baku CPO sebanyak 10 gram dimasukkan ke dalam beaker glass dan dihitung beratnya.

2. Bahan baku CPO dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 °C dan dibiarkan selama 2 jam.

3. Bahan baku CPO yang telah dikeringkan ditimbang dan pengeringan dilanjutkan hingga berat CPO konstan.

3.4.4.2Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) Bahan Baku CPO dengan Metode Tes AOCS Official Method Ca 5a-40

Untuk analisa kadar FFA bahan baku CPO sesuai dengan AOCS Official Method Ca 5a-40 dengan prosedur sebagai berikut.

4. Bahan baku CPO sebanyak 7,05 ± 0,05 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer. 5. Etanol 95% ditambahkan sebanyak 75 ml.

6. Campuran dikocok kuat dan dilakukan titrasi dengan NaOH 0,25 N dengan indikator fenolftalein 3-5 tetes. Titik akhir tercapai jika warna larutan berwarna merah rosa dan warna ini bertahan selama 10 detik.

Dimana: T = normalitas larutan NaOH V = volum larutan NaOH terpakai M = berat molekul FFA

3.4.4.3Analisis Komposisi Bahan Baku CPO dan Biodiesel yang dihasilkan menggunakan GCMS

Komposisi bahan baku CPO serta biodiesel yang dihasilkan akan dianalisa menggunakan instrumen GCMS pada Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit


(42)

19

3.4.4.4Analisis Viskositas Biodiesel yang dihasilkan dengan Metode Tes ASTM D 445

Viskositas adalah ukuran hambatan cairan untuk mengalir secara gravitasi, untuk aliran gravitasi dibawah tekanan hidrostatis, tekanan cairan sebanding dengan kerapatan cairan. Satuan viskositas dalam cgs adalah cm2 per detik (Stokes). Satuan SI untuk viskositas m2 per detik (104 St). Lebih sering digunakan centistokes (cSt) (1cSt =10-2 St = 1 mm2/s). Untuk analisa viskositas menggunakan metode tes ASTM D-445. Untuk pengukuran viskositas ini menggunakan peralatan utama yaitu viskosimeter Ostwald tube tipe kapiler, viscosimeter holder dan bath pemanas pada 37,8oC. Termometer yang digunakan dengan ketelitian 0,02oC dan menggunakan stop watch dengan ketelitian 0,2 detik.

3.4.4.5Analisis Densitas Biodiesel yang Dihasilkan dengan Metode Tes OECD 109

Untuk analisa densitas menggunakan metode tes OECD 109. Untuk pengukuran densitas ini menggunakan peralatan utama yaitu piknometer. Perbedaan berat kosong dan penuh dihitung pada suhu 20oC.


(43)

3.5 Flowchart Penelitian

3.5.1 Flowchart Pretreatment Bahan Baku

Gambar 3.2 Flowchart Pretreatment Bahan Baku CPO dipanaskan hingga suhu mencapai 60 °C CPO dimasukkan sebanyak 100 gram ke dalam beaker glass

asam fosfat 85% ditambahkan sebanyak 0,6% dari berat CPO yang digunakan

Mulai

Selesai

Campuran diaduk dan dihomogenkan pada kecepatan 400 rpm selama 15 menit hingga terlihat semi-tansparan atau cokelat gelap lalu disaring


(44)

21

3.5.2 Flowchart Proses Transesterifikasi CPO Menggunakan ChOH

Campuran dipanaskan dengan hot plate hingga mencapai suhu reaksi konstan sebesar 70 0C, campuran dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 400 rpm

selama waktu tertentu

Campuran reaksi dimasukkan ke dalam corong pemisah

Lapisan bawah yang merupakan campuran ChOH, etanol dan gliserol dipisahkan dari lapisan atas

CPO ditimbang sebanyak 30 gram, diikuti etanol dan katalis ChOH yang telah disiapkan dengan berat tertentu

ChOH dimasukkan dengan berat tertentu dari berat total CPO dan etanol ke dalam campuran didalam labu leher tiga

Mulai

CPO dan etanol dimasukan dengan rasio molar yang telah ditentukan dari etanol terhadap CPO ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan

pendingin refluk, termometer dan magnetic stirrer diatas hot plate.

A

Apakah sudah terbentuk 2 lapisan ?

Campuran dibiarkan hingga terbentuk 2 lapisan selama 10-15 menit

Ya

Tidak


(45)

Gambar 3.3 Flowchart Proses Transesterifikasi CPO Menggunakan ChOH Selesai

Lapisan atas yang merupakan etil ester dikeringkan pada suhu 100 °C Air panas ditambahkan ke dalam corong pemisah yang berisi lapisan atas dan dikocok sehingga terbentuk kembali 2 lapisan

Etil ester yang telah kering ditimbang dan dianalisis komposisi, viskositas dan densitasnya

Prosedur di atas diulangi untuk variabel proses lainnya seperti yang telah dijelaskan pada rancangan percobaan

A

Lapisan bawah dibuang kembali

Apakah air cucian sudah bening ?

Ya


(46)

23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISIS BAHAN BAKU CRUDE PALM OIL (CPO)

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Crude Palm Oil

(CPO). Perbandingan kadar air bahan baku CPO dan degummed palm oil (DPO) dapat dilihat pada gambar 4.1. CPO memiliki kadar air 3,90% sedangkan DPO memiliki kadar air 3,78%. Dapat dilihat bahwa proses degumming hanya menurunkan sedikit kadar air CPO. Persentase penurunan kadar air tersebut ialah sebesar 3,08%.

Gambar 4.1 Grafik Kadar Air Bahan Baku

Kadar air bahan baku harus dikontrol secukupnya untuk menghindari terjadinya pembentukan sabun [31]. Jika kadar air bahan baku lebih besar daripada 0,06% maka akan mengurangi aktivasi katalis basa [32]. Kadar air bahan baku harus diidentifikasi terlebih dahulu agar perlakuan selanjutnya dapat dilakukan untuk mengontrol kadar air bahan baku. Perbandingan kadar free fatty acid (FFA) pada CPO dan DPO ditunjukkan pada gambar 4.2.

Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa kadar FFA CPO lebih tinggi dari kadar FFA DPO. Kadar FFA CPO ialah sebesar 4,5%, sedangkan kadar FFA DPO sebesar 0,5%. Penuruan FFA CPO setelah dilakukan proses degumming ialah 88,89%. Penurunan FFA menunjukkan berkurangnya sebagian besar gum maupun pengotor


(47)

yang dapat menghambat aktivitas katalis yang berdampak pada produk yang dihasilkan.

Gambar 4.2 Analisis Kadar FFA terhadap CPO dan DPO

Kadar asam lemak bebas (FFA) dapat mengurangi kualitas dan hasil produksi biodiesel karena kandungan FFA dalam minyak bahan baku bereaksi dengan katalis basa untuk membentuk sabun. Jumlah maksimum asam lemak bebas yang dapat diterima oleh katalis alkali pada umumnya yaitu di bawah 3% (w/w). Jika bahan baku minyak atau lemak memiliki kandungan FFA lebih dari 3%, pretreatment

diperlukan sebelum proses transesterifikasi [33]. Kadar FFA yang tinggi dapat diurunkan dengan melakukan proses degumming. Hasil analisis dengan menggunakan GC (Gas Chromatography) untuk mengetahui komposisi kandungan asam lemak di dalamnya dapat dilihat pada gambar 4.3 dan komposisi asam lemak CPO dapat dilihat pada tabel 4.1.

Berdasarkan data komposisi asam lemak CPO, maka dapat diketahui bahwa berat molekul FFA CPO adalah 270,9421 gr/mol, sedangkan berat molekul CPO (dalam bentuk trigliserida) sebesar 850,9823 gr/mol. Dari hasil analisis GC, komponen asam lemak yang dominan pada sampel CPO adalah asam lemak tidak jenuh berupa asam oleat dengan komposisi 42,5686% dan asam lemak jenuh berupa asam palmitat sebesar 38,7914%. asam oleat sangat berpengaruh untuk memproduksi biodiesel. Produksi biodiesel dari asam oleat memiliki kualitas yang dibutuhkan


(48)

25

Gambar 4.3 Hasil Analisis GC Komposisi Asam Lemak CPO Tabel 4.1 Komposisi Asam Lemak dari CPO (Crude Palm Oil)

No. Puncak Retention Time

(menit) Komponen Penyusun

Komposisi % (b/b) 1 13,656 Asam Laurat (C12:0) 0,1896

2 16,670 Asam Miristat (C14:0) 0,8921

3 19,421 Asam Palmitat (C16:0) 38,7914

4 19,704 Asam Palmitoleat (C16:1) 0,1573

5 21,734 Asam Stearat (C18:0) 4,6474

6 22,075 Asam Oleat (C18:1) 42,5686

7 22,614 Asam Linoleat (C18:2) 11,9100

8 23,352 Asam Linolenat (C18:3) 0,3003

9 24,106 Asam Arakidat (C20:0) 0,3932

10 24,519 Asam Eikosenoat (C20:1) 0,1501

Dari data pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa komposisi asam lemak tak jenuh sebesar 54,9362% dan komposisi asam lemak jenuh sebesar 45,0638%.


(49)

Penelitian pendahuluan juga sudah dilakukan dalam produksi biodiesel menggunakan bahan baku CPO dan DPO. Perbandingan % yield biodiesel yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 % Yield Etil Ester Menggunakan Bahan Baku CPO dan DPO Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa perbedaan % yield yang diperoleh CPO dan DPO tidak terlalu signifikan. Yield yang diperoleh menggunakan bahan baku CPO sebesar 98,1745% dan % yield dengan bahan baku DPO sebesar 94,9211%. Kedua reaksi transesterifikasi ini dijalankan menggunakan katalis cairan ionik

CholineHydroxide (ChOH) dan etanol sebagai reaktan alkoholnya pada suhu 70 °C dengan kecepatan pengaduk 400 rpm, rasio molar etanol : CPO = 9 : 1, dosis katalis sebesar 4% dan waktu reaksi 90 menit.

Produksi biodiesel yang menggunakan bahan baku CPO umumnya dilakukan proses degumming terlebih dahulu. Degumming adalah proses pemisahan gum yang terdiri dari fosfolipid, protein, residu, karbohidrat, air dan resin [35]. Proses

degumming dilakukan untuk memisahkan getah tanpa mereduksi asam lemak yang ada di dalam minyak [36] . Gum yang terdapat di dalam CPO dapat menghalangi aktivitas katalis untuk dapat mempercepat terjadinya kesetimbangan reaksi. Jadi dengan bahan baku DPO, yield produk yang dihasilkan diharapkan dapat lebih tinggi.

Dilihat dari perbedaan % yield yang tidak terlalu signifikan, maka bahan baku CPO tanpa proses degumming cukup baik untung menghasilkan biodiesel yang


(50)

27

sebagai bahan baku dalam produksi biodiesel karena dengan FFA yang tinggi mampu menghasilkan % yield biodiesel yang tinggi. Dalam total biaya produksi biodiesel, 70% berasal dari biaya bahan baku, sehingga penggunaan CPO tanpa proses degumming dapat menurunkan biaya produksi.

Percobaan ini membuktikan bahwa katalis ChOH mempunyai reaksi katalitik yang sangat bagus karena dapat menghasilkan yield biodiesel yang tinggi dengan kadar FFA yang tinggi yang menunjukkan bahwa gum yang terdapat dalam minyak masih banyak. Getah dan pengotor dalam CPO menjadi impuritis yang dapat menghambat aktivitas katalis sehingga berdampak pada pembentukan produk. Fan, dkk., (2013) telah melakukan penelitian menggunakan beberapa katalis cairan ionik basa dan diketahui bahwa katalis ChOH memiliki reaksi katalitik yang terbaik diantara katalis cairan ionik basa yang lain. Reaksi transesterifikasi menggunakan katalis ChOH terjadi tanpa pembentukan sabun [13]. Yield etil ester yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Grafik RUN Percobaan vs % Yield Etil Ester

4.2 PERBANDINGAN YIELD BIODIESEL DENGAN REAKTAN

ALKOHOL YANG BERBEDA

Manurung, dkk., (2015) telah melakukan percobaan produksi biodiesel dari CPO menggunakan katalis ChOH dengan metanol sebagai reaktan alkoholnya [37]. Perbandingan yield biodiesel yang dihasilkan dengan alkohol metanol dan etanol dapat dilihat pada gambar 4.6.


(51)

Gambar 4.6 %Yield Biodiesel Menggunakan Alkohol yang Berbeda

Perbedaan yield yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi menggunakan katalis ChOH menggunakan alkohol metanol dan etanol tidak terlalu signifikan. Yield tertinggi yang dihasilkan menggunakan metanol sebagai alkoholnya ialah 99,45% dengan temperatur reaksi 60 °C pada kecepatan pengaduk 400 rpm, dosis katalis 3% (w/w), rasio molar metanol:CPO sebesar 12:1 dan waktu reaksi 60 menit. Pada biodiesel menggunakan etanol sebagai alkoholnya, yield tertinggi yang dihasilkan sebesar 99,8452% pada temperatur reaksi 70 °C dengan kecepatan pengaduk 400 rpm, dosis katalis 5,5% (w/w), rasio molar metanol:CPO sebesar 9:1 dan waktu reaksi 90 menit.

Meskipun metanol telah diketahui lebih reaktif daripada etanol, namun hal ini memberikan peluang besar bagi etanol dalam produksi biodiesel. Peluang besar ini disebabkan etanol mempunyai keunggulan dibanding metanol. Etanol dapat diproduksi dari sumber-sumber nabati yang mengandung selulosa dan bersifat terbarukan sehingga akan memungkinkan untuk produksi ke depannya. Sifat etanol ini membuat etil ester lebih ramah lingkungan daripada metil ester.

4.3 ANALISIS PENGARUH VARIABEL PERCOBAAN

Data hasil percobaan dari rancangan percobaan Central Composite Design

dapat dilihat pada tabel 4.2

Analisis pengaruh variabel percobaan dilakukan dengan mengolah data percobaan secara statistik menggunakan software STATISTICA Trial Version untuk


(52)

29

Tabel 4.2 Yield Etil Ester pada Central Compsite Design No Dosis Katalis

(w/w)

Rasio Molar Etanol:CPO

Waktu Reaksi

(menit) % Yield

1 -1 -1 -1 63,5784

2 -1 1 1 95,3182

3 1 -1 1 97,9301

4 1 1 -1 97,0708

5 0 0 0 98,1745

6 -1 -1 1 60,5009

7 -1 1 -1 97,5694

8 1 -1 -1 97,0023

9 1 1 1 97,5386

10 0 0 0 98,1745

11 -1,673 0 0 61,2965

12 1,673 0 0 99,8452

13 0 -1,673 0 99,5058

14 0 1,673 0 98,9071

15 0 0 -1,673 96,6530

16 0 0 1,673 65,8707

17 0 0 0 98,1745

‘Tabel 4.3 Estimasi Parameter Model Persamaan Statistik

Model Parameter Parameter

Estimate P-value

Intercept 97,61785 0,000000

Dosis Katalis (X1) 10,41384 0,004855

Rasio Mol Reaktan (X2) 4,97858 0,083855

Waktu reaksi (X3) -4,07486 0,143238

X1*X1 -6,57348 0,078202

X2*X2 1,22994 0,662984

X3*X3 -5,23011 0,094339

X1*X2 -8,64141 0,031282

X1*X3 0,84054 0,801434

X2*X3 0,04579 0,989043

R-Sq = 84,69% R-Sq(adj) = 65,01%

Paramester estimate pada tabel 4.3 digunakan untuk menentukan pengaruh variabel yang paling dominan terhadap hasil produk. P-value adalah fungsi dari hasil sampel yang diamati yang digunakan untuk menguji hipotesis statistik sehingga berdasarkan data p-value, dapat kita lihat bahwa dosis katalis yang paling berpengaruh jika dibandingkan variabel lainnya. Hal ini ditunjukkan dari nilai

p-value variabel dosis katalis sebesar 0,004855 dimana secara statistik hipotesis dapat diterima jika nilai p < α α 0,05. Variabel


(53)

rasio molar reaktan (X2) dan waktu reaksi (X3) juga mempunyai pengaruh terhadap

% yield yang dihasilkan namun pengaruhnya tidak terlalu signifikan karena p-value

menunjukkan nilai yang c α y -turut sebesar 0,083855 dan 0,143238, sehingga berdasarkan hasil analisis statisitik pada tabel 4.3, diperoleh model persamaan % yield sebagai berikut.

Yyield = 97,61785 + 10,4138X1– 6,57348X12– 8,64141 X1 X2 + 0,84054X1X3 (4.1)

4.3.1 Pengaruh Interaksi Variabel Dosis Katalis dengan Rasio Molar Reaktan terhadap % Yield Biodiesel

Pengaruh interaksi variabel dosis katalis dengan rasio molar reaktan ditunjukkan oleh plot respon permukaan seperti ditunjukkan pada gambar 4.7.

Gambar 4.7 Plot Respon Permukaan % Yield Biodiesel untuk Dosis Katalis vs Rasio Molar Reaktan

Gambar 4.7 menunjukkan bahwa pengaruh dosis katalis lebih besar terhadap yield biodiesel yang dihasilkan dibandingkan dengan rasio molar reaktan. Pemakaian dosis katalis yang tinggi diikuti dengan rasio molar reaktan yang besar dapat meningkatkan yield biodiesel. Dari gambar dapat dilihat bahwa konversi yield terbesar (>96%) dapat diperoleh dengan meningkatkan dosis katalis yaitu lebih besar dari 4% dan rasio molar reaktan lebih besar dari 8:1. Berdasarkan hasil analisis


(54)

31

dosis katalis dan rasio molar reaktan memberikan pengaruh negatif sebesar -8,64141. Kondisi optimum seperti ditunjukkan pada gambar 4.7 ialah pada dosis katalis sebesar 4% dengan rasio molar 3:1.

Fan, dkk., (2013) telah melakukan transesterifikasi biodiesel secara menggunakan katalis ChOH dan metanol sebagai reaktan alkohol berbasis minyak kedelai. Dengan dosis katalis 4% dan rasio molar reaktan 9:1 seama 2,5 jam dihasilkan yield 95%. Namun untuk penambahan dosis katalis lebih dari 4%, perbedaan yield yang diperoleh tidak terlalu signifikan [13].

Dari penelitian ini, dengan rasio molar etanol:CPO sebesar 9:1, dosis katalis 5,5% dan waktu reaksi 90 menit diperoleh yield biodiesel 99,8452% dan pada dosis katalis 3% dengan rasio molar reaktan 12:1 selama 60 menit diperoleh yield sebesar 97,5694%. Asam lemak tak jenuh minyak kedelai pada umumnya ialah 85% dan asam lemak jenuhnya sebesar 15% [38]. Sedangkan bahan baku CPO dalam penelitian ini mengandung asam lemak tak jenuh sebesar 54,9362% dan asam lemak jenuh sebesar 45,0638%. Kesetimbangan reaksi akan lebih cepat terjadi pada kandungan asam lemak jenuh yang sedikit. Pemutusan rantai asam lemak jenuh lebih sulit daripada rantai asam lemak tak jenuh sehingga pada minyak dengan kandungan asam lemak jenuh yang sedikit tercapai keadaan setimbang kebih cepat. Namun pada penelitian ini, dibutuhkan dosis katalis yang lebih banyak untuk mempercepat pemutusan rantai asam lemak jenuh dan terlihat bahwa waktu yang dibutuhkan jauh lebih singkat untuk menghasilkan yield biodiesel yang lebih tinggi. Sedangkan untuk dosis katalis yang lebih rendah dengan rasio molar yang lebih besar, yield biodiesel yang dihasilkan juga lebih besar dengan waktu yang lebih singkat dikarenakan adanya reaktan yang berlebih dapat menekan pergeseran kesetimbangan ke arah kiri dan kesetimbangan akan bergeser ke arah pembentukan produk.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa keadaan dimana penggunaan etanol yang kurang diminati dibanding metanol dapat berubah, karena dengan reaktan etanol yang kurang reaktif dibanding metanol namun bersifat ramah lingkungan, yield biodiesel yang dihasilkan menggunakan katalis ChOH sangat memuaskan.


(55)

4.3.2 Pengaruh Interaksi Variabel Dosis Katalis dengan Waktu Reaksi terhadap % Yield Biodiesel

Pengaruh interaksi variabel dosis katalis dengan waktu reaksi dapat dilihat pada plot respon permukaan pada gambar 4.8.

Gambar 4.8 Plot Respon Permukaan % Yield Biodiesel untuk Dosis Katalis vs Waktu Reaksi

Gambar 4.8 menunjukkan bahwa dosis katalis dan waktu reaksi menunjukkan perubahan yang signifikan terhadap konversi produk. Dosis katalis lebih berpengaruh dibandingkan waktu reaksi. Dosis katalis yang tinggi dengan waktu reaksi yang singkat mampu menghasilkan yield biodiesel yang tinggi, begitu juga sebaliknya. Namun, waktu reaksi yang terlalu lama menyebabkan yield biodiesel menurun. Dari gambar dapat dilihat bahwa konversi yield terbesar (>96%) dapat diperoleh dengan meningkatkan dosis katalis yaitu lebih besar dari 3,5% dan waktu reaksi lebih besar 40 menit. Berdasarkan hasil analisis statistik metode respon permukaan pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa interaksi antara dosis katalis dan waktu reaksi memberikan pengaruh yang positif yaitu sebesar 0,84054. Kondisi optimum seperti ditunjukkan pada gambar 4.8 ialah pada dosis katalis sebesar 4,8% dengan waktu reaksi 50 menit. Transesterifikasi biodiesel yang dilakukan Fan, dkk., (2013) dengan waktu


(56)

33

cukup signifikan. Yield biodiesel yang dihasilkan dengan rasio molar 9:1, dosis katalis 4% dan waktu reaksi 120 menit ialah 94% dan pada waktu 150 menit meningkat menjadi 95% [13].

Dalam penelitian ini, dengan rasio molar 12:1, dosis katalis 5% dan waktu reaksi 120 menit yield biodiesel yang dihasilkan mencapai 97,5386% dan saat waktu reaksi mencapai 140 menit yield biodiesel menurun secara signifikan. Ketika waktu tinggal terlalu lama, reaksi transesterifikasi antara minyak dan alkohol bisa reversibel [39]. Waktu reaksi yang terlalu lama akan menyebabkan penurunan yield biodiesel, karena membalikkan reaksi transesterifikasi [40]. Cairan ionik dianggap sebagai

green solvent yang memiliki sifat yang menarik seperti tekanan uap yang rendah, volatilitas yang dapat diabaikan, konduktivitas yang tinggi, aktivitas katalitik yang baik dan berpotensi untuk digunakan kembali [11].

Dengan dosis katalis ChOH yang tinggi dimana aktivitas katalis cairan ionik sangat baik, ChOH beraktivitas dengan sangat cepat dalam memutus rantai asam lemak jenuh CPO dan mencari jalan yang lebih cepat untuk mencapai kesetimbangan reaksi dalam pembentukan produk. Keadaan setimbang dengan cepat terjadi sehingga pada waktu tertentu terdapat suatu keadaan dimana produk yang telah dihasilkan cukup untuk dapat bereaksi kembali ke arah pembentukan reaktan (reversibel) sehingga yield biodiesel menjadi rendah dan terbukti saat waktu reaksi 140 menit, yield biodiesel sudah menurun. Karena sifat katalitik ChOH yang sangat baik, waktu reaksi untuk mencapai yield biodiesel yang tinggi cukup dilakukan dengan waktu singkat sehingga akan lebih menghemat waktu. Pemakaian dosis katalis yang semakin meningkat dengan waktu reaksi yang optimal dapat meningkatkan yield biodiesel.

4.3.3 Pengaruh Interaksi Variabel Rasio Molar Reaktan dengan Waktu Reaksi terhadap % Yield Biodiesel

Pengaruh interaksi variabel rasio molar reaktan dengan waktu reaksi ditunjukkan oleh plot respon permukaan pada gambar 4.9. Gambar 4.9 menunjukkan bahwa rasio molar reaktan menunjukkan perubahan yang signifikan terhadap yield biodiesel dibandingkan dengan waktu reaksi. Waktu reaksi yang singkat dapat meningkatkan yield biodiesel dengan rasio molar reaktan yang cukup tinggi. Sebaliknya, waktu reaksi yang cukup lama dengan rasio molar reaktan yang tinggi


(57)

dapat menurunkan yield biodiesel yang dihasilkan. Dari gambar dapat dilihat bahwa konversi yield terbesar (>96%) dapat diperoleh dengan meningkatkan rasio molar yaitu lebih besar dari 12:1 dan waktu reaksi lebih besar 40 menit. Berdasarkan hasil analisis statistik metode respon permukaan pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa interaksi antara rasio mola reaktan dan waktu reaksi memberikan pengaruh yang positif yaitu sebesar 0,04579.

Gambar 4.9 Plot Respon Permukaan % Yield Biodiesel untuk Rasio Molar Reaktan vs Waktu Reaksi

Penelitian yang telah dilakukan Fan, dkk, (2013) dengan rasio molar 9:1 dan dosis katalis 4% selama 60 menit dihasilkan yield biodiesel sebesar 88%. Waktu reaksi yang optimum ialah 2,5 jam. Waktu reaksi yang lebih lama daripada 2,5 jam tidak memberikan peningkatan biodiesel yang terlalu jauh [13].

Pada penelitian ini dengan waktu reaksi 60 menit dan rasio molar 12:1 serta dosis katalis 3% dihasilkan yield biodiesel sebesar 97,5694%. Kondisi optimum seperti ditunjukkan pada gambar 4.9 ialah pada rasio molar 13,8:1 dengan waktu reaksi 20 menit. Dengan waktu reaksi yang cukup, reaksi selesai dan meningkatkan yield biodiesel, tetapi jumlah produk samping meningkat dengan waktu yang terlalu lama dan terjadi penurunan yield [41]. Waktu reaksi yang terlalu lama tidak hanya


(58)

35

akan membuat kesetimbangan bergeser ke arah reaktan, tetapi juga dapat membentuk produk samping yang menyebabkan yield biodiesel menurun. Rasio molar alkohol terhadap minyak merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi transesterifikasi. Di satu sisi alkohol berlebih biasanya digunakan untuk pembentukan produk [42]. Kelebihan sedikit alkohol digunakan untuk menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan ester. Secara teoritis, rasio untuk reaksi transesterifikasi membutuhkan 3 mol alkohol untuk 1 mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol ester asam lemak dan 1 mol gliserol. Kelebihan alkohol digunakan dalam produksi biodiesel untuk memastikan bahwa minyak atau lemak akan dikonversi ke ester dan rasio tinggi alkohol terhadap trigliserida dapat mengakibatkan konversi ester yang lebih besar dalam waktu yang lebih singkat [43]. Rasio molar reaktan yang berlebih dilakukan untuk membuat pembentukan produk lebih cepat, karena peningkatan konsentrasi produk akan terjadi seiring dengan penambahan konsentrasi reaktan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dengan waktu singkat dan dosis katalis yang tidak terlalu banyak, reaksi mampu menghasilkan yield biodiesel yang tinggi yaitu 97,5694% karena rasio molar yang cukup tinggi, dalam hal ini 300% berlebih. Etanol yang digunakan sebagai alkohol reaktan dalam penelitian ini yang diketahui kurang diminati dibanding metanol karena kereaktifannya, terbukti dapat menghasilkan biodiesel dengan yield yang tinggi yang penggunaannya yang lebih aman terhadap lingkungan.

4.4 SIFAT FISIK DARI BIODIESEL 4.4.1 Analisis Densitas

Densitas merupakan parameter biodiesel yang penting yang berdampak pada kualitas bahan bakar [44]. Densitas bahan bakar adalah massa satuan volume. Densitas bahan bakar secara langsung mempengaruhi kinerja bahan bakar, karena beberapa sifat mesin, seperti angka setana, nilai kalor dan viskositas yang sangat terhubung ke densitas [45].

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, diperoleh densitas biodiesel seperti yang telah disajikan pada tabel 4.4.


(59)

Tabel 4.4 Hasil Analisis Densitas Biodiesel Dosis Katalis (b/b) Rasio Molar Reaktan Waktu Reaksi (menit) Densitas Biodiesel (kg/m3)

Standar SNI (kg/m3)

Suhu (oC)

5,5 % 9 : 1 90 861,404 840-890 40

Densitas yang diperoleh dari penelitian telah sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Selanjutnya densitas yang diperoleh digunakan untuk perhitungan viskositas kinematik biodiesel.

4.4.2 Analisis Viskositas Kinematik

Viskositas adalah salah satu sifat yang paling penting dari biodiesel. Viskositas mempengaruhi kemudahan memulai suatu mesin, ukuran partikel dan kualitas pembakaran campuran bahan bakar dan udara. Viskositas yang terlalu tinggi dapat menyebabkan masalah operasional pada suhu rendah karena viskositas meningkat seiring penurunan temperatur [45].

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, viskositas yang dihasilkan adalah seperti yang telah disajikan pada tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5 Hasil Analisis Viskositas Kinematik Biodiesel

Dosis Katalis (b/b) Rasio Molar Reaktan Waktu Reaksi (menit) Viskositas Kinematik (cSt) Standar SNI (cSt) Suhu (oC)

5,5 % 9 : 1 90 2,73 2,3-6,0 40

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa nilai viskositas kinematik yang dihasilkan telah sesuai dengan standar SNI.


(60)

37

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat di ambil dari penelitian yang telah di lakukan adalah:

1. Proses degumming yang dilakukan pada bahan baku CPO mampu menurunkan kadar FFA sebesar 88,89% yang menyebabkan getah dan impuritis berkurang dimana aktivitas katalis dapat terganggu sehingga harus dilakukan proses degumming sebagai pretreatment awal pada CPO. 2. Katalis ChOH mempunyai sifat katalitik yang sangat baik dimana

kesetimbangan reaksi dapat tercapai dalam waktu singkat sehingga mampu menghasikan yield produk yang tinggi.

3. Transesterifikasi menggunakan alkohol metanol dan etanol menunjukkan etanol menghasilkan yield biodiesel yang lebih tinggi yang menyebabkan etanol memiliki peluang besar karena selain etanol dapat diproduksi dari sumber-sumber nabati, juga bersifat terbarukan sehingga ramah lingkungan 4. Pada transteresterifikasi CPO, variabel yang paling berpengaruh

berturut-turut adalah dosis katalis, rasio mol reaktan dan waktu reaksi. Waktu reaksi merupakan variabel yang tidak terlalu berpengaruh ketika berinteraksi dengan variabel yang lainnya.

5. Analisis fisik yang dilakukan pada biodiesel yaitu analisis densitas dan viskositas kinematik memperoleh hasil berturut-turut yaitu 861,404 kg/m3 dan 2,73 cSt. Kedua hasil yang telah diperoleh menyatakan bahwa biodiesel yang dihasilkan telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu 840-890 kg/m3 untuk densitas, dan 2,3-6,0 cSt untuk viskositas kinematik pada suhu 40 oC.

6. Hasil yield etil ester tertinggi adalah 99,8452% diperoleh pada kondisi operasi 70°C dengan dosis katalis 5,5% (b/b), rasio molar etanol:CPO sebesar 9:1 selama 90 menit.


(61)

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat di ambil dari penelitian yang telah di lakukan adalah: 1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya diteliti penggunaan ulang dari

katalis ChOH untuk melihat aktivitas katalitiknya dalam penggunaan kembali.

2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dosis katalis dan rasio mol reaktan diperbesar dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi reaksi reversibel sehingga yield yang diperoleh semakin tinggi.

3. Sebaiknya langsung dilakukan uji terhadap produk yang dihasilkan untuk menghindari terjadinya kesalahan analisis akibat penyimpanan produk yang terlalu lama.


(62)

39

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ma, Fangrui and Milford A. Hanna. “Biodiesel Production : A Review.

Bioresource Technology, 70 : 1-15. 1999.

[2] Izah, Sylvester C. and Elijah I. Ohimain. “The Challenge of Biodiesel Production from Oil Palm Feedstock in Nigeria”. Greener Journal of Biological Sciences, 3(1) : 1-12. 2013.

[3] Rahmadi, A. and Lu Aye “Biodiesel from Palm Oil as An Alternative Fuel for Indonesia : Opportunities and Challenges” Destination renewable-ANZES. 2003.

[4] Al H H y f “Life Cycle Assessment (LCA) Produksi Crude Palm Oil (CPO) Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit Pelaihari PT. Perkebunan

” T Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, 2013.

[5] Abdullah, Nurul Fitriyah, Yun Hin Taufiq-Yap and Mahiran Basri.

“Biodiesel Production via Transesterification of Palm Oil Using NaOH/Al2O3

Catalysts” Jurnal Sains Malaysiana, 40(6) : 587-594. 2011.

[6] Singh, A., B. He, J. Thompson and J. Van Gerpen “Process Optimization Of Biodiesel Production Using Alkaline Catalyst”. Applied Engineering in Agriculture, 22(4) : 597-600. 2006.

[7] Ejikeme, P. M., I. D. Anyaogu, C. L. Ejikeme, N. P. Nwafor, C. A. C. Egbuonu, K. Ukogu, J A I “Catalysis in Biodiesel Production by Transesterification Processes-An Insight” E-Journal of Chemistry, 7(4) : 1120-1132. 2010.

[8] Gnanaprakasam, A., V.M. Sivakumar, A. Surendhar, M. Thirumarimurugan dan T. K “Recent Strategy of Biodiesel Production from Waste Cooking Oil and Process Influencing Parameters : A Review. Journal of Energy, 2013 : 1-10. 2013.

[9] Le Tu Thanh, Kenji Okitsu, Luu Van Boi dan Yasuaki Maeda “Catalytic Technologies for Biodiesel Fuel Production and Utilization of Glycerol : A Review. Catalysts, 2 : 191-222. 2012.

[10] Ishak, Zati Ismah, Nor Asrina Sairi, Yatimah Alias, Mohamed Kheireddine Taieb Aroua and Rozita Yusoff “Ionic Liquids as Green Catalysts for Transesterification Reactions to Produce Biodiesel and Glycerol Carbonate-A Review” Processing Technology. 2014.


(63)

[11] Reddy, Eragam Ramamohan, Mukesh Sharma, Jai Prakash Chaudary, Hetel Bosamiya and Ramavatar Meena. “One-pot Synthesis of Biodiesel from High Fatty Acid Jatropha curcas Oil Using Bio-based Basic Ionic Liquid as A Catalyst” Current Science, 106(10) : 1394-1400. 2014.

[12] Yanfei, H., H. Xiaoxiang, C. Qing dan Z. Lingxiao “Transesterification of Soybean Oil to Biodiesel by Brønsted-Type Ionic Liquid Acid Catalysts”

Chemical Engineering & Technology, 36(9) : 1559–1567. 2013.

[13] Fan, Mingming., Jianglei Huang, Jing Yang and Pingbo Zhang “Biodiesel Production by Transesterification Catalyzed by an Efficient Choline Ionic Liquid Catalyst” Applied Energy, 108 : 333–339. 2013.

[14] Hayyan, Adeeb, Mohd Ali Hashim, Farouq S.Mjalli, Maan Hayyan and Inas

A f “A P -Based Deep Eutectic Catalyst for Biodiesel P c f I L w G C P O ” Chemical Engineering Science, 92 : 81-88. 2013.

[15] Hashim, Mohd Ali, Adeeb Hayyan, Farouq S.Mjalli, Maan Hayya and Inas M. Al f “Pre-Treatment of Crude Palm Oil Using Super Acid for Biodiesel Production”. Int. J. of Sustainable Water and Environmental Systems, 3(1) : 19-24. 2011.

[16] Frank, Ngando-Ebongue Georges, Mpondo-Mpondo Emmanuel Albert and

Ew c A “Some Quality Parameters of Crude Palm Oil from Major Markets of Douala, Cameroon” African Journal of Food Science, 7(12) : 473-478. 2013.

[17] Ohimain, Elijah I., Sylvester C. Izah and Amanda D. Fawari “Quality Assessment of Crude Palm Oil Produced by Semi-Mechanized Processor in Bayelsa State, Nigeria” Discourse Journal of Agriculture and Food Sciences, 1(11) : 171-181. 2013.

[18] Suppalakpanya, Kittiphoom, Sukritthira Ratanawilai, Ruamporn Nikhom and

C T “P c f E y E f Crude Palm Oil by Two-Step Reaction Using Continuous Microwave System” Songklanakarin Journal of Science and Technology, 33(1) : 79-86. 2011.

[19] Man, Y.B. Che, T. Haryati, H.M. Ghazali A A “Composition and Thermal Profile of Crude Palm Oil and Its Products” JAOCS, 76(2) : 237-242. 1999.

[20] Hossain, A. B. M. S. A yc “Biodiesel Production From Waste Sunflower Cooking Oil as An Environmental Recycling Process and Renewable Energy” Bulgarian Journal of Agricultural Science, 15(4) : 312-317. 2009.


(1)

67

Gambar L5.16 Hasil Analisa Kromatogram GC Biodiesel Run 14


(2)

(3)

69

Gambar L5.18 Hasil Analisa Kromatogram GC Biodiesel Run 16


(4)

(5)

71

LAMPIRAN 6

ANALISA STATISTIK DENGAN STATISTICA

L6.1 DATA RANCANGAN PERCOBAAN

Gambar L6.1 Data Rancangan Percobaan

L6.2 HASIL PENGOLAHAN DATA DENGAN STATISTICA


(6)

72