Analisis Residu Glifosat Dalam Crude Palm Oil Dengan Metodekromatografi Gas

(1)

ANALISIS RESIDU GLIFOSAT DALAM CRUDE PALM OIL

DENGAN METODEKROMATOGRAFI GAS

SKRIPSI

SEVIA LAURA T SIRAIT

060802050

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SEVIA LAURA T SIRAIT 060802050

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISIS RESIDU GLIFOSAT DALAM CRUDE

PALM OIL DENGAN METODE KROMATOGRAFI GAS

Kategori : SKIRPSI

Nama : SEVIA LAURA T SIRAIT

Nnomor Iduk Mahasiswa : 060802050

Program studi : SARJANA (S1)

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Agustus 2011

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Donald Siahaan Prof.Dr. Harlem Marpaung

Ka. Kelti PPKS NIP. 194804141974031001

Diketahui/Dietujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 195408031985032001


(4)

PERNYATAAN

ANALISIS RESIDU GLIFOSAT DALAM CRUDE PALM OIL

DENGAN METODE KROMATOGRAFI GAS

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, September 2011

SEVIA LAURA T SIRAIT 060802050


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, karena berkat kasih dan kemurahan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis mempersembahkan rasa terimakasih tak terhingga kepada Bapak tersayang L.Sirait dan Mamaku Alm. A. Sinambela dan Ibu S. Sidabutar. Buat Mami D. Sinambela, Abang dan adikku tersayang : Dolok Elsas, Agustinus Meyer, Oktavianus, Zimri, Wineker, Rose dan seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada Penulis.

Dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Harlem Marpaung selaku dosen pembimbing 1 dan juga Kepala Lab. Analitik yang selalu memberikan dukungan dan bimbingan kepada Penulis dan Bapak Dr. Donald Siahaan selaku dosen pembimbing 2 yang telah menyediakan tempat dan waktunya untuk penulis dapat mengerjakan penelitian. Bapak Dekan dan Bapak/Ibu Pembantu Dekan, Ibu Ketua Jurusan Departemen Kimia dan Bapak Sekretaris Jurusan. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas MIPA USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan dan Ibu Cut Fatimah zuhra, MSi selaku penasehat akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.Bapak dan Ibu staf Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu (PAHAM) PPKS Medan yang telah memberikan arahan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian dan pengalaman berharga penulis.Bapak dan Ibu staf Laboratorium Kimia Analitik, Laboran Kimia Analitik ( Kak Sri Pratiwi Aritonang, Msi, K’tresna, S.si), rekan-rekan asisten Laboratorim Kimia Analitikstambuk 2006 (Renita dan Natalia, terima kasih teman terbaikku buat nasehat dan dukungan yang kalian berikan, tetap semangat ya teman), rekan-rekan asisten 2007 ( Ferri, Sari, Grand, Vasca, terimakasih buat pengertian dan dukungan yang kalian berikan semangat juga ya menyelesaikan skripsinya).Teman-teman terbaik Penulis : Bang Robi dan Bang Macel, Kiki(terima kasih buat segala nasehat dan arahan yang selalu kalian berikan), Judika, Chatrin, Desi, Fely, Aspriadi, Agus, Fatma, Nia, Gabu, Hernita, rekan-rekan mahasiswa kimia


(6)

dan persahabatan yang indah selama ini.Semoga Tuhan YME memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang kimia.


(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang analisis residu glifosat dalam crude palm oil dengan metode kromatografi gas. Hal ini ditujukan untuk mengembangkan teknik analisis residu glifosat pada CPO dengan metode kromatografi gas. Residu glifosat dapat ditentukan kadarnya dengan menggunakan kromatografi gas melalui proses derivatisasi dengan penambahan trifluoroacetic acid dan trifluoro ethanol,untuk meningkatkan kesensitifitasan alat dalam mendeteksi. Standar glifosat dipreparasi dalam beberapa variasi konsentrasi untuk penentuan kurva kalibrasi, batas deteksi minimum dan juga batas kuantitasi. Kromatografi gas dilengkapi detektor penangkap elektron, kolom Rtx-1® pada suhu 3250C, laju alir gas pembawa 1,0ml/menit, suhu injektor dan detektor 325 0C. Suatu metode yang sederhana telah dilakukan untuk pembersihan analit dari pengotor yang terdapat dalam CPO.Metode ini meliputi elusi analit dengan kromatografi kolom menggunakan penyerap silika dan pelarut metanol.Metode ini mampu mengekstrak glifosat sehingga terbebas dari CPO.Validasi metode menunjukkan bahwa prosedur penelitian yang dilakukan memiliki akurasi dan presisi yang baik dimana batas deteksi dan batas kuantitasi berturut-turut adalah 0,1893µg/mL dan 0,6308µg/m serta koefiesien korelasinya 0,9968. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa kromatografi gas dengan detektor penangkap elektron cocok untuk penentuan kadarglifosat dalam CPO.


(8)

ANALYSIS RESIDUE OF GLYPHOSATE IN CRUDE PALM OIL BY USING GAS CHROMATOGRAPHY METHOD

ABSTRACT

Determination ofglyphosateresiduesin thematrix ofcrude palmoil (CPO) hadconducted to develop the analytical technique using gas chromatography method.Residueconcentrationof glyphosatecanbe determinedusinggas chromatographythroughderivatisationprocesswithaddition

oftrifluoroaceticacidandtrifluoroethanol in order toimprovethe sensitivity of detection method. The standard of glyphosate prepare in various of concentration to determine the limit of detection and limit of quantification. Gas chromatograpywas equipped withelectroncapturedetector with a columnRtx-1 ®at a temperature of325oC, carrier gasflow rate of1.0ml/min, injection volume 1,0µL. Injectoranddetectortemperature of325oC. Asimplemethodhas beenusedtopurgethe analytefromimpuritiescontainedin theCPOby column chromatographyusingsilicaabsorberandmethanol as a eluent. This methodcapable toextractglyphosatefrom theCPO.Validationmethodindicatesthatthe

procedureconductedhasgoodaccuracyandprecision which

thedetectionlimitandquantitationlimitiscalculated at 0.1893µg/mLand0.6308µg/mL, respectively with coeficient of corelation in 0,9968. The resultsindicatethatgas chromatographywithelectroncapturedetectorsuitablefordetermination ofglyphosatein theCPO.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar isi viii

Daftar tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Lampiran xiii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Metodologi Penelitian 3

1.7. Lokasi Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kelapa Sawit 5

2.1.1. Minyak Sawit 5

2.1.2. Produk Minyak Sawit 6

2.1.3. Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit 7

2.1.4. Pestisida 8

2.1.5. Batas Residu Pestisida 9


(10)

2.2.Glifosat 10

2.2.1. Cara Kerja Glifosat 11

2.2.2. Analisis Residu Glifosat Dengan Kromatografi 11

2.2.3. Derivatisasi Pada Glifosat 11

2.3. Kromatografi Gas 12

2.3.1. Prinsip Dasar Gas Kromatografi 13

2.3.2. Derivatisasi pada Kromatografi Gas 17

2.3.3. Asilasi 18

2.4. Pengembangan Metode Analisis 18

2.4.1. Validasi Metode Analisis 19

2.4.2 Ketepatan (Akurasi) 20

2.4.3. Presisi 20

2.4.4. Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD) 21

2.4.5. Batas Kuantifikasi (Limit of Quantification, LOQ) 21

BAB 3 BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Bahan 22

3.2. Alat-alat 22

3.3. Prosedur Penelitian 23

3.3.1. Penyiapan Bahan 23

3.3.3.1. Pembuatan Aktifasi Penyerap silika 23

3.3.1.2. Pembuatan Larutan Standar Glifosat 100µg/mL 23 3.3.1.3. Pembuatan larutan Standar Glifosat 10µg/mL 23 3.3.1.4. Pembuatan Larutan Standar Glifosat 5µg/mL 23 3.3.1.5. Pembuatan Larutan Seri Standar Glifosat (1; 0,75;

0,5; 0,25; 0,1; 0,075; 0,05; 0,025; 0,01; 0,005)µg/mL 23

3.3.2. Analisa Kuantitatif 24

3.3.2.1. Penentuan Kondisi Optimum Alat Kromatografi Gas 24

3.3.2.2. Penentuan Batas Deteksi Minimum 24

3.3.2.3. Penentuan Kurva Kalibrasi 24


(11)

3.3.3 Validasi Metode 25

3.3.3.1. Akurasi/Kecermatan 26

3.3.3.2. Presisi 26

3.3.3.3. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi 26

3.4. Bagan Penelitian 28

3.4.1. Penentuan Batas Deteksi Minimum 28

3.4.2. Penentuan Kurva Kalibrasi 28

3.4.3. Penetapan Kadar Glifosat dalam Sampel CPO 29

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penentuan Kondisi Alat Kromatografi Gas yang Optimum 30

4.2. Penentuan Kurva Kalibrasi Standar Glifosat 32

4.2.1. Persamaan Garis Regresi dan Linearitas Kurva Kalibrasi 34

4.2.2. Koefisien Variasi 35

4.2.3. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi 36

4.4. Analisis Kadar Glifosat dalam Sampel CPO 37

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 42

5.2. Saran 43

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil Pengukuran Luas Puncak Standar Glifosat 33

Tabel 2. Nilai Koefisien Variasi dari Hasil Pengukuran Kurva Kalibrasi 36


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram Blok Kromatografi Gas 14

Gambar 2. Jenis kolom Kromatografi gas 15

Gambar 3. Kromatogram Standar Glifosat 5 µg/ml dengan metode split 31 Gambar 4. Kromatogram Standar Glifosat 5 µg/ml dengan metode splitless 32

Gambar 5. Kurva Kalibrasi Standar Glifosat 34

Gambar 6.Kromatogram kurva kalibrasi 1µg/mL 34

Gambar 7. Kromatogram pelarut etil asteat 35

Gambar 8. Reaksi derivatisasi senyawa glifosat 38

Gambar 9. Kromatogram pelarut Metanol 40

Gambar 10. Kromatogram Blanko 40

Gambar 11. Kromatogram sampel CPO 41


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Instrumen Kromatografi Gas 48

Lampiran 2. Gambar Perangkat Pendukung Penelitian Lainnya 50

Lampiran 3. Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Kurva Kalibras

Standar Glifosat 51

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Simpangan Baku dan KoefisienVariasi

Hasil Kurva Kalibrasi Standar Glifosat 54


(15)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang analisis residu glifosat dalam crude palm oil dengan metode kromatografi gas. Hal ini ditujukan untuk mengembangkan teknik analisis residu glifosat pada CPO dengan metode kromatografi gas. Residu glifosat dapat ditentukan kadarnya dengan menggunakan kromatografi gas melalui proses derivatisasi dengan penambahan trifluoroacetic acid dan trifluoro ethanol,untuk meningkatkan kesensitifitasan alat dalam mendeteksi. Standar glifosat dipreparasi dalam beberapa variasi konsentrasi untuk penentuan kurva kalibrasi, batas deteksi minimum dan juga batas kuantitasi. Kromatografi gas dilengkapi detektor penangkap elektron, kolom Rtx-1® pada suhu 3250C, laju alir gas pembawa 1,0ml/menit, suhu injektor dan detektor 325 0C. Suatu metode yang sederhana telah dilakukan untuk pembersihan analit dari pengotor yang terdapat dalam CPO.Metode ini meliputi elusi analit dengan kromatografi kolom menggunakan penyerap silika dan pelarut metanol.Metode ini mampu mengekstrak glifosat sehingga terbebas dari CPO.Validasi metode menunjukkan bahwa prosedur penelitian yang dilakukan memiliki akurasi dan presisi yang baik dimana batas deteksi dan batas kuantitasi berturut-turut adalah 0,1893µg/mL dan 0,6308µg/m serta koefiesien korelasinya 0,9968. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa kromatografi gas dengan detektor penangkap elektron cocok untuk penentuan kadarglifosat dalam CPO.


(16)

ANALYSIS RESIDUE OF GLYPHOSATE IN CRUDE PALM OIL BY USING GAS CHROMATOGRAPHY METHOD

ABSTRACT

Determination ofglyphosateresiduesin thematrix ofcrude palmoil (CPO) hadconducted to develop the analytical technique using gas chromatography method.Residueconcentrationof glyphosatecanbe determinedusinggas chromatographythroughderivatisationprocesswithaddition

oftrifluoroaceticacidandtrifluoroethanol in order toimprovethe sensitivity of detection method. The standard of glyphosate prepare in various of concentration to determine the limit of detection and limit of quantification. Gas chromatograpywas equipped withelectroncapturedetector with a columnRtx-1 ®at a temperature of325oC, carrier gasflow rate of1.0ml/min, injection volume 1,0µL. Injectoranddetectortemperature of325oC. Asimplemethodhas beenusedtopurgethe analytefromimpuritiescontainedin theCPOby column chromatographyusingsilicaabsorberandmethanol as a eluent. This methodcapable toextractglyphosatefrom theCPO.Validationmethodindicatesthatthe

procedureconductedhasgoodaccuracyandprecision which

thedetectionlimitandquantitationlimitiscalculated at 0.1893µg/mLand0.6308µg/mL, respectively with coeficient of corelation in 0,9968. The resultsindicatethatgas chromatographywithelectroncapturedetectorsuitablefordetermination ofglyphosatein theCPO.


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sistem keamanan pangan dalam industri kelapa sawit di Indonesia perlu dijaga untuk tidak mengakibatkan gangguan kesehatan mengingat sebagian besar dari produk olahan dari minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil). Crude Palm Oil (CPO) dimanfaatkan sebagai bahan pangan seperti minyak goreng, margarin bahkan sebagai bahan kosmetika, sabun. CPO juga diekspor ke luar negeri. Produksi dari ekspor CPO Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat (Agustira, dkk, 2008). Produksi CPO Indonesia tahun 2010 mencapai 21,3 juta ton dan mencapai 22,8 juta ton tahun 2011 (Naibaho, 2011).

Untuk mencapai target produksi tersebut di atas, Indonesia membutuhkan tanaman kelapa sawit yang harus benar-benar produktif. Upaya peningkatan produksi tanaman kelapa sawit sering mengalami kendala, antara laintumbuhnya tanaman liar atau gulma disekitar dan pada tanaman kelapa sawit. Gulma adalah sejenis tanaman yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman disekitarnya. Tumbuhan tersebut merugikan karena menyerap unsur hara, air, sinar matahari dan juga dapat menjadi tempat bagi hama dan patogen yang menyerang tanaman (Sembodo, 2010).

Salah satu upaya untuk mengendalikan gulma pada perkebunan kelapa sawit adalah dengan penggunaan herbisida. Cara ini terbukti dapat meningkatkan kualitas tanaman kelapa sawit dan juga lebih mudah dan efisien. Herbisida aktif yang umum digunakan untuk mengendalikan gulma diperkebunan kelapa sawit adalah glifosat karena mudah diperoleh di pasaran dan efisien.


(18)

Glifosat atau N-(Phosponomethyl)glycinedapat diserap oleh daun yang kemudian diedarkan ke seluruh bagian tanaman melalui pembuluh floem.Masuk ke dalam akar dan diserap tanah yang dapat terakumulasi di dalam tanah yang selanjutnya diserap oleh akar dan disalurkan keseluruh bagian tanaman. Di sisi lain glifosat ini merupakan bahan kimia beracun. Pemakaian glifosat dapat meninggalkan berupa residu yang menjadi sumber pencemaran bagi bahan pangan, air dan juga lingkungan hidup. Dalam persaingan bisnis, residu pestisida juga dapat mempengaruhi nilai jual CPO di pasaran. Dalam standar CODEX, batas residu glifosat yang diizinkan adalah 0,1µg/mL.

Sebelumnya telah ada beberapa penelitian mengenai glifosat. Wardoyo (2002) meneliti mengenai pengaruh residu glifosat terhadap sifat tanah dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dengan kolom penukar ion. Low (2000) menganalisis kandungan glifosat dengan metabolitnyaAmino Methyl Phosphonic Acid (AMPA)dalam minyak sawit dengan membandingkan penggunaan jenis alat HPLC, keluaran WATERS tipe 510, 501, dan 590. Association of Official AnalyticalChemists (AOAC) method(2002) melakukan analisis pemisahan anatara glifosat dengan AMPA menggunakan gaschromatography - mass spectra (GC-MS).

Dari beberapa penelitian sebelumnya timbul keinginan untuk memperoleh data residu glifosat yang terdapat dalam CPO dengan menggunakanmetode selain dengan HPLC dan juga GC-MS yaitu dengan metode Gas Chromatography (GC) melalui pengembangan metode yang telah dipublikasikan dengan mencari nilai perolehan kembali yang dilakukan melalui derivatisasisenyawa glifosat dengan penambahan Trifluoroacetic acid dan Trifluoro Ethanolkemudian diukur dengan alat GC. Metode ini terpilih karena dinilai lebih sederhana,cepat dan efisien.

1.2.Permasalahan

• Bagaimanakahcara analisis glifosat dalam CPO dengan GC?


(19)

1.3.Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada :

− Analisa kadar residu glifosat pada larutan standar glifosat dan sesudah pengontakan terhadap CPO dengan metode GC

− Penentuan uji perolehan kembali kadar glifosat dari CPO setelah proses derivatisasi

− Penentuan validasi metode analisis residu glifosat pada CPO meliputi akurasi dan presisi

1.4.Tujuan Penelitian

• Mengembangkan teknik analisis residu glifosat dalam CPO dengan metode GC

• Menentukan kadar residu glifosat dalam CPO

1.5.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat pengguna khususnya industri kelapa sawit tentang cara analisis residu glifosat dalam CPO sehingga dapat mendukung sistem keamanan pangan di industri minyak sawit.

1.6.Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium yaitu : - Sampel

• Sampel CPO diambil dari perkebunan yang memakai glifosat sebagai bahan aktif herbisida


(20)

- Analisis

• Analisis menggunakan gas kromatografi dengan detektor

penangkap elektron. Analisis dimulai dengan pembuatan derivatisasi glifosat dengan penambahan Trifluoroacetic Acid dan Ttifluoro Ethanol

• Pembuatan kurva kalibrasi dimana standar glifosat kemudian dibuat dalam variasi konsentrasi (1; 0,75; 0,5; 0,25; 0,1; 0,075; 0,05; 0,025) µg/mL dan diinjeksikan kedalam sistem GC

• Dibuat konsentrasi dari (1; 0,8; 0,6; 0,4; 0,2; 0,1) µg/mL yang dilarutkan dalam minyak kelapa sawit bebas cemaran residu glifosat untuk uji perolehan kembali kadar residu glifosat (metode clean-up) dan dianalisis dengan metode GC

• Sampel CPO diambil secara purposetif kemudian diderivatisasi yang selanjutnya diinjeksikan kedalam sisem GC

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu (PAHAM), Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kelapa Sawit

Salah satu dari beberapa tanaman golongan Palmae yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guineensis). Kelapa sawit adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili Palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies Guineensis berasal dari kata guinea, yaitu tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea(Ketaren, 1986).

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22-230C. Panen kelapa sawit terutama didasarkan pada saat kadar minyak mesokrap mencapai maksimum dan kandungan asam lemak bebas minimum yaitu pada saat buah mencapai tingkat kematangan tertentu. Kriteria kematangan yang tepat dapat dilihat dari warna kulit buah dan jumlah buah yang rontok pada tiap tandan(Ketaren,1986).

2.1.1. Minyak Sawit

Produk utama yang diperoleh dari tanaman kelapa sawit adalah minyak sawit dan minyak inti sawit yang tergolong lipida. Lipida adalah suatu senyawa heterogen yang berhubungan dengan asam lemak, termasuk biomolekul yang tidak larut atau sebagian larut di dalam air, larut di dalam pelarut organik (non polar) seperti eter, kloroform dan lain-lain (Naibaho, 1998).

Pembentukan minyak dalam buah kelapa sawit mulai berlangsung beberapa minggu sebelum matangpenentuannya adalah pada saat panen.


(22)

Kandungan minyak tertinggi dalam buah adalah pada saat buah akan membrondolyaitu 19 minggu setelah penyerbukan. Minyak yang terbentuk baru 6-7%. Pada hari-hari terakhir menjelang pematangannya, pembentukan minyak berlangsung dengan cepat sehingga mencapai maksimumnya, yaitu sekitar 50% berat daging buah segar pada minggu ke-20 setelah penyerbukan (Mangoensoekarjo, 2003).

Minyak sawit mentah atau CPO adalah minyak yang berasal dari daging buah (mesokrap) kelapa sawit yang dikempa. Untuk kegunaan makanan, minyak sawit mentah umumnya dimurnikan untuk memisahkan fraksi minyak cair yang mengandung sebagian besar asam lemak tak jenuh dari fraksi yang mengandung sebagian besar asam lemak tak jenuh (Winarno, 1999).

2.1.2.Produk Minyak Sawit

Produk minyak sawit dapat dikelompokkan dalam : 1. Bahan Makanan

Minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan pangan diperoleh melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenasi. Pada umumnya CPO sebagian difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein (cair) dan fraksi stearin (padat). Fraksi olein digunakan untuk bahan pangan, sedang fraksi stearin untuk keperluan nonpangan. Pangan dengan bahan baku olein antara lain : minyak goreng, mentega (margarine), lemak untuk masak (shortening), bahan pengisi (aditif), dan industri makanan ringan (roti dan kue-kue) dan lain-lain. 2. Bahan Bukan Bahan Makanan (Oleochemical)

Minyak kelapa sawit dapat dipakai untuk bahan industri berat ataupun ringan, antara lain untuk industri penyamakan kulit agar menjadi lebih lembut dan fleksibel. Dalam industri tekstil minyak sawit dipakai sebagai minyak pelumas yang tahan terhadap tekanan dan suhu tinggi; pada industri kawat dipakai dalam cold rolling dan fluxing agent; pada industri perak sebagai bahan flotasi pada pemisahan bijih tembaga dan cobalt. Pada


(23)

industri ringan minyak kelapa sawit dipakai sebagai sabun, deterjen, semir sepatu, lilin, tinta cetak, dan lain-lain.

3. Bahan Kosmetik dan Farmasi

Minyak sawit juga mempunyai potensi yang cukup besar untuk industri kosmetik dan industri farmasi. Karena mempunyai sifat sangat mudah diabsorpsi oleh kulit, minyak kelapa sawit banyak dipakai untuk pembuatan shampo, krim, minyak rambut, sabun cair, lipstik, dan lain-lain (Mangoensoekarjo, 2003).

2.1.3. Pemeliharaan Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit akan berproduksi optimal jika dipelihara dengan baik. Pemeliharaan pada tanaman menghasilkan meliputi pengendalian gulma, penunasan pelepah, pegendalian hama dan penyakit, pengawetan tanah dan air, pemupukan serta pemeliharaan jalan (Sutarta, dkk, 2008).

Gulma merupakan pesaing bagi tanaman kelapa sawit dalam penyerapan unsur hara, air, dan cahaya matahari. Areal yang didominasi oleh gulma yang berbahaya atau pesaing berat seperti sembung rambat (Mikania micantha), alang-alang (Imperata cylindrica), dan Arystasia coromandeliana dapat menurunkan produksi sampai 20%.Pengendalian gulma perlu dilaksanakan di piringan pohon, jalan pikul, dan di gawangan. Pengendalian gulma di piringan pohon dapat dilakukan secara manual atau kimia dengan rotasi berturut-turut 1 atau 3 bulan (Sutarta, dkk, 2008).

Terdapat beberapa metode/cara pengendalian gulma yang dapat dipraktekkan di lapangan. Sebelum melakukan tindakan pengendalian gulma sangat penting bagi kita mengikuti cara-cara tersebut guna memilih cara yang tepat untuk suatu jenis tanaman budidaya dan gulma yang tumbuh di suatu daerah (Sukman, 1995).


(24)

Ditinjau dari berbagai teknik pengendalian yang tersedia biasanya cara yang digunakan tergantung tingkat usaha tani, tanaman yang diusahakan, kultur teknis, kemampuan teknologi dan status ekonomi petani. Pengendalian gulma yang sangat diminatiakhir-akhir ini, terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas adalah secara kimia yang dapat dilakukan dengan cara penyemprotan. Senyawa kimia yang dipergunakan untuk proses ini disebut dengan pestisida karena mudah didapat dan efisien(Sukman, 1995).

2.1.4. Pestisida

Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat atau membasmi organisme pengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak selaluberacun. Berdasarkan kegunaannya pestisida ada dikelompokkan dalam insektisida, fungisida, bakterisida, rodentisida, nematisida dan herbisida.Dalam pemberantasan gulma yang umum digunakan adalah herbisida. Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantastumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma)(http://zaifbio.wordpress.com/2010/05/31/pestisida/).

Pada umumnya herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme senyawa penting seperti pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi dengan senyawa yang ”normal” dalam proses tersebut. Herbisida menjadi kompetitor karena struktur yang mirip dan menjadi konstrat yang dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya. Cara kerjanya adalah dengan mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang diperlukan tumbuhan (http://zaifbio.wordpress.com/2010/05/31/pestisida/).

Herbisida yang digunakan tergantung kepada jenis gulma yang akan diberantas. Ada beberapa jenis pembagian herbisida yakni:

1) Herbisida yang aktif untuk semua kelompok gulma yang disebut sebagai herbisida nonselektif. Herbisida jenis ini mampu membunuh


(25)

semua tumbuhan hijau (termasuk tanaman pokok), misalnya glifosat, glufosinat, dan paraquat

2) Herbisida aktif pada gulma yang sudah tumbuh yakni herbisida yang ditranslokasikan ke seluruh bagian gulma (sistemik) yang disebut pula sebagai translocated herbicides. Karena sifatnya yang sistemik, herbisida ini mampu membunuh jaringan gulma yang ada di bawah tanah (rimpang,umbi). Contoh herbisida ini adalah 2,4-D, glifosat 3) Herbisida yang mempunyai efek terhadap sintesis asam amino,

misalnya glifosat (organofosfat)(Djojosumarto, 2000).

2.1.5. Batas Residu Pestisida

Pengertianresiduadalah sisa herbisida yang ditinggalkan sesudah perlakuan dalam jangka waktu yang telah menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa kemis dan fisis mulai bekerja. Karena residu mempunyai pengertian bahan sisa yang telah ditinggal cukup lama, maka bahan residu sudah tak efektif lagi sebagai racun langsung, namun masih berbahaya karena dapat terakumulasi. Oleh karena itu diperlukan suatu cara untuk mendeteksi atau menganalisisnya, menggunakan metode-metode tertentu yang umumnya telah dibakukan (Martono, 2009).

Penggunaan pestisidadalam proses produksi pertanian dapat

mengakibatkan terdapatnya residu pestisida pada hasil pertanian. Residu itu dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan masyarakat. Oleh karena itu untuk mencegahdan melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan terjadinya bahaya pestisida, maka perlu ditetapkan Batas Maksimum Residu (BMR)

pestisida pada hasilpertanianataudisebutBMR(http://zaifbio.wordpress.com/2010/05/31/pestisida

/).

Standar Codex tentang residu pestisida mengatakan bahwa Batas Maksimum Residu Pestisida (BMR) adalah konsentrasi maksimum residu pestisida (dalam mg/kg). Dalam penetapan BMR harus didukung dengan data


(26)

yang berdasarkan penelitiandapat dipertanggungjawabkan dan mengutamakan

keamanan dan kesehatan pada manusia(http://zaifbio.wordpress.com/2010/05/31/pestisida/).

2.2. Glifosat

Nama IUPAC : N-(phosphonomethyl)glycine

Nama Umum : Glifosat

Rumus Molekul : C3H8NO5P

Massa Relatif : 169.01

Struktural formula :

Glifosat atau N-(phosphonomethyl)glycinemerupakan bahan aktif. Herbisida berspektrum luas (dapat mematikan sebagian besar tipe tanaman) yang dapat mengendalikangulma semusim atau tahunan di daerah tropis pada waku pasca-tumbuh. Glifosat sangat potensial digunakan untuk pengendalian tanaman pengganggu atau digunakan sewaktu pengolahan lahan (Eddowes, 1976).

Glifosat merupakan senyawa kristal padat yang berbau dengan titik leburnya 185oC dan terurai pada suhu 187oC yang menghasilkan gas beracun seperti nitrogen oksida dan fosfor oksida. Larutan glifosat sangat korosif terhadap besi. Glifosat murni larut dengan sempurna dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik (WHO, 2004).


(27)

2.2.1. Cara Kerja Glifosat

Cara kerja glifosat adalah dengan menghambat enzim 5-enolpiruvil-shikimat-3-fosfat sintase (EPSPS) yang berperan dalam pembentukan asam amino aromatik, seperti triptofan, tirosin dan fenilalanin. Tumbuhan akan mati jika kekurangan asam amino yang penting untuk melakukan berbagai proses hidupnya(http://zaifbio.wordpress.com/2010/05/31/pestisida/).

Glifosat dapat masuk ke dalam tumbuhan karena penyerapan yang dilakukan tanaman dankemudian diangkut ke pembuluh xylem. Glifosat ini dapat meyebabkan gangguan kesehatan seperti iritasi mata, penglihatan menjadi kabur, kulit terbakar atau gatal, mual, sakit tenggorokan, asma, kesulitan bernafas, sakit kepala, mimisan dan pusing (http://zaifbio.wordpress.com/2010/05/31/pestisida/).

2.2.2. Analisis Residu Glifosat dengan Kromatografi

Secara umum, analisa glifosat yang paling sering digunakan adalah HPLC, karena termasuk mudah namun kurang bagus mengingat bahawa glifosat termasuk kepada senyawa mikro. Jadi alat yang harus digunakan harus sensitif agar bisa mendeteksi kadar glifosat walau dalam kadar sekecil apapun.

Analisis glifosat dapat dilakukan dengan menggunakan HPLC dengan fase geraknya buffer fosfat dan pH-nya diatur 2,0. Dalam analisanya, standar glifosat dilarutkan dalam buffer fosfat kemudian dibuat dalam variasi konsentrasi tertentu untuk dapat dibuat sebagai standar dalam pengukuran kadar glifosat dalam sampel (Siahaan, 1999).

2.2.3. Derivatisasi Pada Glifosat

Glifosat adalah jenis herbisida yang larut dalam air yang terdiri dari fosporik dan grup asam amino dalam molekulnya. Sebuah multimetode dilakukan untuk dapat mendeterminasi glifosat. Pencampuran dengan trifluoroacetat


(28)

anhidrat (TFAA) dan trifluoro ethanol (TFE) membantu glifosat dalam reaksi derivatisasi menjadi senyawa yang lebih volatil dalam analisa GC dengan detektor tangkap elektron (Stalikas, 2000).

Dalam studi terakhir ini, reaksi derivatisasi sangat berguna dalam analisis glifosat dan metabolitnya Amino Methyl Phosponic Acid (AMPA). Kombinasi dari fluorinasi anhidrat lainnya dengan alkohol dapat diupayakan untuk fluoroasetilasi dan fluoroesterifikasi dari amino, hidroksi, dan karbosilik untuk analisis glifosat dan AMPA (Stalikas, 2000).

2.3. Kromatografi Gas

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat.Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks,baik komponen organikmaupun komponen anorganik(Rohman, 2007).

Gas Chromatography (GC) merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. GC merupakan teknik instrumental yang saat ini merupakan alat utama yang digunakan oleh laboratorium unuk melakukan analisis. GC dapat diotomatisasi untuk analisis sampel-sampel padat, cair dan gas. Sampel padat dapat diekstraksi atau dilarutkan dalam suatu pelarut sehingga dapat diinjeksikan ke dalam sistem GC demikian juga sampel gas dapat langsung diambil dengan penyuntik yang ketat terhadap gas (Rohman, 2007).


(29)

2.3.1. Prinsip Dasar Kromatografi Gas

Dasar pemisahan secara kromatografi gas ialah penyebaran sampel diantara dua fase, yaitu fase diam yang permukaannya luas dan fase lain berupa gas yang melewati fase diam. Kromatografi gas ialah suatu cara untuk memisahkan senyawa atsiri dengan mengalirkan arus gas melalui fase diam berupa zat padat (kromatografi gas padat). Jika fase diam berupa zat cair, cara tadi disebut kromatografi gas cair. Fase cair diselaputkan berupa lapisan tipis pada zat padat yang lembam dan pemisahan didasarkan pada partisi sampel yang masuk dan keluar dari lapisan zat cair ini (Bonelli, 1988).

Dalam kromatografi gas, fase gerak berupa gas lembam seperti helium, nitrogen, argon, atau bahkan hidrogen yang digerakkan dengan tekanan melalui pipa yang berisi fase diam. Untuk pemisahan secara kromatografi, fase diam cair berada sebagai lapisan tipis yang diserap atau diikat secara kimia oleh penyangga padat yang dikemas di dalam pipa logam, kaca, atau plastik yang berdiameter kecil (2-8 mm) dan panjangnya sedang (1-10 m). Ini disebut kolom kemas. Dalam sistem lain disebut kolom kapiler atau pipa terbuka fase diam berupa film tipis (0,1-2 µ m) yang melekat pada dinding dalam pipa logam kapiler atau pipa kaca kapiler berdiameter sangat kecil (0,2-1 mm) dan sangat panjang (10-100 m) (Gritter, 1991).

Alat GLC atau GC terdiri atas 7 bagian, yaitu: 1. Silinder tempat gas pembawa/pengangkut

2. Pengatur aliran dan pengatur tekanan 3. Tempat injeksi sampel

4. Kolom 5. Oven kolom 6. Detektor 7. Rekorder


(30)

Gambar 1. Diagram Blok Kromatografi Gas

Bagian-bagian dari kromatografi gas : 1. Gas pengangkut/pemasok gas

Gas-gas yang sering dipakai adalah : helium, argon, nitrogen, karbon dioksida dan hidrogen. Gas helium dan argon sangat baik, tidak mudah terbakar, tetapi sangat mahal. H2 mudah terbakar, sehingga harus berhati-hati

dalam pemakaiannya. Kadang-kadang digunakan juga CO2(Madbardo, 2010).

2. Pengatur aliran dan pengatur tekanan

Ini disebut pengatur atau pengurang Drager. Drager bekerja baik pada 2,5 atm, dan mengalirkan massa aliran dengan tetap. Tekanan lebih pada tempat masuk dari kolom diperlukan untuk mengalirkan sampel masuk ke dalam kolom. Ini disebabkan, kenyataan lubang akhir dari kolom biasanya mempunyai tekanan atmosfir biasa.Kecepatan gas akan mempengaruhi effisiensi kolom (Madbardo, 2010).

3. Tempat injeksisampel

Tempat injeksi dari alat GLC selalu dipanaskan. Dalam kebanyakan alat, suhu dari tempat injeksi dapat diatur. Aturan pertama untuk pengaturan suhu ini adalah suhu tempat injeksi sekitar 50°C lebih tinggi dari titik didih campuran dari sampel yang mempunyai titik didih yang paling tinggi. Bila


(31)

kita tidak mengetahui titik didih komponen dari sampel maka kita harus mencoba-coba. Sebagai tindak lanjut suhu dari tempat injeksi dinaikkan. Jika puncak-puncak yang diperoleh lebih baik, ini berarti bahwa suhu percobaan pertama terlalu rendah. Namun demikian suhu tempat injeksi tidak boleh terlalu tinggi, sebab kemungkinan akan terjadi perubahan karena panas atau penguraian dari senyawa yang akan dianalisis. Biasanya jumlah sampel yang diinjeksikan pada waktu kita mengadakan analisa 0,5-50 ml gas dan 0,2-20 ml untuk cairan(Madbardo, 2010).

4. Kolom

Ada 2 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemasdan kolom kapiler. Kolom kemas terdiri atas fase cair yang tersebar pada permukaan penyangga yang lembam (inert) yang terdapat dalam tabung yang relatif besar (diameter dalam 1-3 mm). Kolom kapiler jauh lebih kecil (diameter dalam 0,10-0,53 mm) dan dinding kapiler bertindak sebagai penyangga lembam untuk fase diam cair. Fase diam ini dilapiskan pada dinding kolom atau bahkan dapat bercampur dengan sedikit penyangga lembam yang sangat halus untuk memperbesar luas permukaan efektif. Tabung terbuat dari Silika (SiO3) dengan kemurnian yang sangat tinggi. Panjang kolom 5-60 m dengan

tebal lapisan film 0,05-1 mikron (Rohman, 2007).

Gambar2. Jenis Kolom Kromatografi Gas

5. Oven kolom

15


(32)

cairan fase diam bisa teruapkan, juga sedikit sampel akan larut pada suhu tinggi dan bisa mengalir terlalu cepat dalam kolom sehingga menjadi terpisah (Madbardo, 2010).

6. Detektor

Detektor berfungsi sebagai pendeteksi komponen-komponen yang telah dipisahkan dari kolom secara terus-menerus, cepat, akurat, dan dapat digunakan pada suhu yang lebih tinggi. Detektor harus dapat dipercaya dan mudah digunakan. Fungsi umumnya mengubah sifat-sifat molekul dari senyawa organik menjadi arus listrik kemudian arus listrik tersebut diteruskan ke rekorder untuk menghasilkan kromatogram(Madbardo, 2010).

Detektor yang digunakan pada analisa residu glifosat adalah electron capture detector (ECD). ECD merupakan modifikasi dari Flame Ionisation Detector (FID) yaitu pada bagian tabung ionisasi. Dasar dari ECD ialah terjadinya absorbsi e- oleh senyawa yang mempunyai afinitas terhadap e-bebas (senyawa-senyawa elektronegatif). Dalam detektor gas terionisasi oleh partikel yang dihasilkan dari 3H atau 63Ni. Detektor ini mengukur kehilangan sinyal ketika analit terelusi dari kolom kromatografi. Detektor ini peka terhadap senyawa halogen, karbonil terkoyugasi, nitril, nitro, dan organo logam, namun tidak peka terhadap hidrokarbon, keton, dan alkohol (Madbardo, 2010).

7. Rekorder

Rekorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang diperkuat melalui elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Dari kromatogram yang diperoleh dapat dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dengan cara membandingkan waktu retensi sampel dengan standar. Analisis kuantitatif dengan menghitung luas area maupun tinggi dari kromatogram.

Sinyal analitik yang dihasilkan detektor dikuatkan oleh


(33)

rekorder adalah sebuah kromatogram berbentuk puncak-puncak dengan pola

yang sesuaidengankondisi sampel dan jenis detektor yang

digunakan.Rekorder biasanya dihubungkan dengansebuah elektrometer yang dihubungkan dengan sirkuit pengintregrasi yang bekerja dengan menghitung jumlah muatan atau jumlah energi listrik yang dihasilkan oleh detektor. Elektrometer akan melengkapi puncak-puncakkromatogram dengan data luas puncak atau tinggi puncak lengkap dengan biasnya (Madbardo, 2010).

Sistem data merupakan pengembangan lebih lanjut dari rekorder dan elektrometer dengan melanjutkan sinyal dari rekorder dan elektrometer ke sebuah unit pengolah pusat (CPU, Central Processing Unit) (Madbardo, 2010).

2.3.2.Derivatisasi pada Kromatografi Gas

Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis menggunkan kromatografi gas. Alasan dilakukannya derivatisasi :

• Senyawa - senyawa tersebut tidak memungkinkan dilakukan analisis dengan KG terkait dengan volatilitas dan stabilitasnya

• Untuk meningkatkan batas deteksi dan bentuk kromatogram (beberapa senyawa tidak menghasilkan bentuk kromatogram yang bagus atau sampel yang dituju tidak terdeteksi, karenanya diperlukan derivatisasi sebelum dilakukan analisis dengan KG)

• Meningkatkan volatilitas senyawa yang tidak mudah menguap

• Meningkatkan deteksi

• Meningkatkan stabilitas (beberapa senyawa volatil mengalami

dekomposisi parsial karena panas sehingga diperlukan derivatisasi untuk meningkatkan stabilitasnya)

• Meningkatkan batas deteksi pada penggunaan detektor tangkap elektron 17


(34)

Ada beberapa cara derivatisasi yang dilakukan pada kromatografi gas, serta gugus-gugus fungsional yang bereaksi seperti asilasi, alkilasi, siliasi, esterifikasi, kondensasi dan siklisasi ( Rohman, 2007).

2.3.3 Asilasi

Jika sampel yang diuji mengandung fenol, alkohol, atau amin primer atau sekunder maka sering digunakan derivatisasi dengan asilasi yang merupakan reaksi yang paling umum. Derivatisasi dengan cara ini dilakukan dengan menggunakan asam asetat anhidrat dan katalis sebelum penyuntikan di dalam kolom.

Asilasi pada umumnya memberi bentuk kromatogram yang baik. Trifluoro asetat (TFA), Pentafluoropropianat (PFP), atau heptafluorobutirat (HFB) digunakan untuk meningkatkan sensitifitas analisis. Asilasi dilakukan dengan menggunakan perfluoroanhidrida yang murni atau dalam pelarut, misalkan dalam asetonitril atau etil asetat. Penambahan amin tersier seperti trimetil amin atau trietil amin akan meningkatkan reaktifitasnya dan berfungsi sebagai penerima asam (Rohman, 2007).

2.4. Pengembangan Metode Analisis

Pengembangan metode analisis biasanya didasarkan pada literatur yang sudah ada menggunakan instrumen yang sama atau hampir sama. Saat ini jarang kita temui pengembangan suatu metode yang tidak menggunakan pendekatan dengan menghubungkan atau membandingkan metode yang eksis(Rohman, 2007).

Pengembangan metode biasanya membutuhkan pemilihan syarat-syarat metode tertentu dan memutuskan jenis alat apa yang akan digunakan dan kenapa. Pada tahap pengembangan, keputusan yang terkait dengan pemilihan kolom, fase gerak, detektor, dan metode kuantifikasi harus diperhatikan(Rohman, 2007).


(35)

Ada beberapa alasan valid untuk mengembangkan suatu metode analisis baru, yaitu:

• Tidak ada metode yang sesuai untuk analit tertentu dalam matriks tertentu

• Metode yang ada terlalu banyak menimbulkan kesalahan atau metode yang sudah ada tidak ada reliable

• Metode yang ada terlalu mahal, membutuhkan waktu yang banyak, membutuhkan banyak energi, atau tidak dapat diotomatisasikan

• Metode yang telah ada tidak memberikan sensitivitas dan spesifitas yang mencukupi pada sampel yang dituju

• Instrumentasi danteknik yang baru memberikan kesempatan untuk meningkatkan kinerja metode tersebut

• Ada suatu kebutuhan untk mengembangkan metode alternatif, baik untuk alasan legal atau saintifik(Rohman, 2007).

2.4.1.Validasi Metode Analisis

Sebelum diadakan validasi metode maka perlu dilakukan pendekatan validasi metode. Salah satu diantaranya adalah metode spiking yakni metode spiking buta nol (zero blind spiking method). Pendekatan metode ini melibatkan analisis tunggal menggunakan suatu metode yang akan divalidasi untuk melakukan analisis suatu sampel yang megandung level analit tertentu yang sudah diketahui (Rohman, 2007).

Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis(Rohman, 2007).


(36)

2.4.2. Ketepatan(Akurasi)

Akurasi merupakan ketelitian metode analisis satu kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel(Rohman, 2007).

Persen perolehan kembali digunakan untuk menyatakan kecermatan. Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni pembanding kimia ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa (placebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan.Metode adisi dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu padasampel yang diperiksa lalu dianalisis lagi dengan metode tersebut (WHO, 1992).

% Perolehan kembali = A F C C

x 100%

Keterangan : CF =konsentrasi analit yang diperoleh setelah penambahan

larutan baku

CA=konsentrasi larutan baku yang ditambahkan (Harmita, 2004).

2.4.3. Presisi

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Sesuai dengan International Conference on Harmonization (ICH), presisi harus dilakukan pada tiga tingkatan yang berbeda yaitu : keterulangan (repeatbility), presisi antara (intermediate precision), dan ketertiruan (reproducibility) (Rohman, 2007).


(37)

2.4.4. Batas Deteksi (Limitof detection,LOD)

Batas deteksi didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu(Rohman, 2007).

Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku (SB) respon blanko (Harmita, 2004).

Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Batas Deteksi =

Slope SB 3

(WHO, 1992).

2.4.5. Batas Kuantifikasi (limit of quantification,LOQ)

Batas kuantifikasi didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan(Rohman, 2007).

Simpangan baku (SB) respon dapat ditentukan berdasarkan simpangan baku blanko, simpangan baku residual dari garis regresi atau simpangan baku intersep y pada garis regresi (Rohman, 2007).

Batas Kuantitasi =

Slope SB 10

(WHO, 1992)


(38)

METODE PENELITIAN

3.1. Bahan

− CPO dari beberapa perkebunan yang menggunakan herbisida glifosat

− Glifosat p.a (E.Merck)

− Trifluoroacetic acid anhydrat (TFA) p.a (E,Merck)

− Trifluoroethanol (TFE) p.a (E.Merck)

− Aqubidestilat

− Etil asetat p.a (E.Merck)

− Minyak kelapa sawit bebas cemaran residu glifosat

− Silika Gel 60 (0,063 – 0,300 mm) E.Merck

− Metanol p.a. (E.Merck)

− Natrium Sulfat E.Merck

3.2. Alat-alat

− Neraca analitik Sartorius BL 210S

− Seperangkat alat GC Shimadzu GC 2010

• Detector penangkap elektron63Ni

• KolomRtx-1®, ketebalan film 0,25 µ m, 15 m x 0,25 mm

• Gas pembawa N2 − Bola karet

− Ultra sonik vibrator Branson 1510

Pipet tetes

− Peralatan gelas Pyrex

− Mikro pipet Pyrex

Hot Plate


(39)

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Penyiapan Bahan

3.3.1.1.Pembuatan Aktifasi Penyerap Silika

Diambil 500 g silika, lalu dimasukkan ke dalam gelas beaker 500 ml. Kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Diaktivasi pada suhu 1500C selama 4 jam, lalu ditutup dengan aluminium foil dan dimasukkan ke dalam desikator.

3.3.1.2. Pembuatan Larutan Glifosat 100µg/mL

Sebanyak 0,0025 gram standar glifosat dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian diderivatisasi dengan penambahan 200µL TFA dan 100µL TFE, kemudian disonikasi selama ± 5 menit dan dipanaskan (95oC) selama 30 menit. Didinginkan, kemudian diuapkan dengan gas N2 hingga kering, kemudian dibilas

dengan etil asetat dan dimasukkan kedalam labu takar 25mL. Diencerkan dengan etil asetat sampai garis tanda. Dihomogenkan.

3.3.1.3. Pembuatan Larutan Standar Glifosat 10µg/mL

Sebanyak 1mL larutan standar glifosat 100µg/L dimasukkan dalam labu takar 10mL lalu diencerkan dengan etil asetat sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.4. Pembuatan Larutan Standar Glifosat 5µg/mL

Sebanyak 5mL larutan standar glifosat 10µg/L dimasukkan dalam labu takar 10mL lalu diencerkan dengan etil asetat sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.5. Pembuatan Larutan Seri Standar Glifosat 1; 0,75; 0,5; 0,25; 0,1; 0,075; 0,05; 0,025; 0,01; 0,005 µg/mL

Sebanyak 1mL; 750µL; 500µL; 250µL; 100µL; 75µL; 50µL; 25µL; 10µL; 5µL dimasukkan dalam labu takar 10mL, kemudian diencerkan dengan etil asetat sampai garis tanda. Dihomogenkan.


(40)

3.3.2. Analisa Kuantitatif

3.3.2.1. Penentuan Kondisi Optimum Kromatografi Gas

Kromatografi Gas: Shimadzu model GC 2010, dilengkapi dengan detektor penagkap elektron 63 Ni

Kolom: Rtx-1®, ketebalan film 0,25 µ m, 15 m x 0,25 mm Gas Pembawa : Gas Nitrogen

Laju Alir Gas Pembawa : 1,0 mL/menit

3.3.2.2.Penentuan Batas Deteksi Minimum (BDM)

Dibuat standar glifosat dari 0,0005µg/mL; 0,01µg/mL; 0,025µg/mL; 0,05µg/mL; 0,75µg/mL; 0,1µg/mL; 0,25 µg/mL; 0,5 µg/mL; 0,75µg/mL; 1µg/mL. Kemudian masing-masing konsentrasi diinjeksikan ke dalam sistem GC. Diamati konsentrasi terkecil yang mampu dideteksi oleh alat kromatografi gas dengan memunculkan area kromatogram pada waktu retensi tertentu.

3.3.2.3. Penentuan Kurva Kalibrasi

Jika batas deteksi minimum 0,025µg/ml, dibuat standar glifosat dari 0,025µg/ml; 0,05µg/ml; 0,075µg/ml;0,1µg/ml; 0,25µg/ml; 0,5µg/ml; 0,75µg/ml; 1µg/ml dengan melarutkannya ke dalam etil aetat dalam labu takar 10mL. Kemudian masing-masing konsentrasi diinjeksikan ke dalam sistem GC.

3.3.2.4.Penetapan Kadar glifosat dalam Sampel

1. Silikagel yang telah diaktifasi dibuburkan dengan metanol, diaduk sampai silikatidak mengandung gelembung udara

2. Dimasukkan kapas ke dasar kolom, kemudian dimasukkanmetanol secara kontinu sampai kapas terbebas dari gelembung udara

3. Dimasukkan silika gel yang telah dibuburkan dengan sempurna kedalam kolom kemudian diturunkan pelarut metanol untuk memadatkan adsorben 4. Dimasukkan natrium sulfat anhidrat ke dalam kolom, diratakan

permukaannya


(41)

X(µg/ml)xVolume larutan sampel(ml) Berat penimbangan sampel(g) 5. Dimasukkan 1 gramsampel CPO 6. Dielusi dengan pelarut metanol.

7. Dikumpulkan eluatnya dalam erlenmeyer 8. Dipekatkan hingga 1 ml

9. Direaksikan dengan penambahan 200µL TFA dan 100µL TFE 10.Disonikasi ±5 menit

11.Dipanaskan selama 30 menit (95oC)

12.Diuapkan dengan gas N2 hingga hampir kering

13.Dibilas dengan etil asetat

14.Disuntikkan ke dalam sistem alat kromatografi gas

Kadar glifosat yang terdapat dalam larutan sampel (X) dihitung dengan mensubstitusikan luas puncak ke dalam persamaan regresi yang diperoleh dari kurva kalibrasi pada bagian 3.3.2.3 sebagai Y. Hasilnya lalu dikali volume larutan sampel (1mL), kemudian dibagi dengan berat penimbangan sampel sehingga diperoleh kadar glifosat dengan satuan µg/g sampel. Rumus perhitungan kadar glifosat dalam sampel dituliskan sebagai berikut :

Kadar glifosat dalam sampel (µg/g sampel)

3.3.3. Validasi Metode 3.3.3.1. Akurasi/Kecermatan

Akurasi ditentukan dengan menggunakan metode simulasi (spiked-placebo recovery). Hasil dinyatakan dalam persen perolehan kembali.

Persen perolehan kembali dari analit dapat dihitung menurut persamaan berikut :

=


(42)

KV = SB X

x 100%

Keterangan : CF = konsentrasi analit yang diperoleh setelah penambahan

larutan baku

CA = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan

(Harmita, 2004)

3.3.3.2. Presisi

Presisi metode penelitian dinyatakan oleh simpangan baku relatif (Relative Standard Deviation (RSD) atau disebut juga koefisien variasi (KV) dari serangkaian data. KV dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan:

SB = simpangan baku

X = kadar rerata glifosat (WHO, 1992)

3.3.3.3. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi (Limit Of Detection/LOD) dan batas kuantitasi (Limit Of Quantitation/LOQ) dihitung dari persamaan regresi kurva kalibrasi baku pembanding.

Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(43)

Sy/x =

2 Yi)

-(Y 2

n Batas Deteksi =

Slope xSy/x 3

Batas Kuantitasi =

Slope xSy/x 10

Keterangan: Sy/x = residual standard deviation/simpangan baku residual (WHO, 1992)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1.Penetuan batas deteksi minimum (BDM)


(44)

Dimasukkan masing-masing konsentrasi ke dalam botol vial Diinjeksikan ke dalam GC dengan kondisi :

- temperatur detektor : 325oC - suhu injektor : 325oC

- temperatur oven :300oC (dengan kenaikan 20oC/menit) - gas pembawa : Nitrogen (1,0 mL/menit)

Dibaca area (luas puncak) dari spektrum GC dari standar glifosat pada masing-masing konsentrasi

Hasil

3.4.2. Penentuan Kurva Kalibrasi

larutan standar glifosat dengan konsentrasi 1µg/ml; 0,75µg/ml; 0,5µg/ml; 0,25µg/ml; 0,1µg/ml; 0,075µg/ml; 0,05µg/ml; 0,025µg/ml

Dimasukkan masing-masing konsentrasi ke dalam botol vial Diinjeksikan ke dalam GC dengan kondisi :

- temperatur detektor : 325oC - suhu injektor : 325oC

- temperatur oven :300oC (dengan kenaikan 20oC/menit) - gas pembawa : Nitrogen (1,0 mL/menit)

Dibaca area (luas puncak) dari spektrum GC dari glifosat pada masing-masing konsentrasi

Hasil

Dibuat kurva kalibrasi dari konsentrasi glifosat vs area (luas pucak)

3.4.3. Penetapan Kadar Glifosat Dalam Sampel CPO


(45)

Dielusi secara kromatografi kolom dengan pelarut metanol Dipekatkan hingga 1mL

Ditambahkan 200µL TFA dan 100µL TFE Disonikasi selama ± 5menit

Dipanaskan (95oC) selama 30 menit

Didinginkan

Diuapkan dengan gas N2 hingga kering Dibilas dengan etil asetat

Diinjeksikan ke dalam GC dengan kondisi : - temperatur detektor : 3250C

- suhu injektor : 3250C

- temperatur oven : 300oC ( dengan kenaikan 20oC/menit) - gas pembawa : Nitrogen (1,0 mL/menit)

Dibaca area (luas puncak) dari spektrum GC dari standar glifosat dalam minyak kelapa sawit pada masing-masing konsentrasi

Hasil

Ditimbang sebanyak 1gram sampel CPO

BAB 4


(46)

4.1. Penentuan Kondisi Alat Kromatogafi Gas yang Optimum

Kadar residu glifosat dalam CPO ditentukan dengan kromatografi gas menggunakan detektor penangkap elektron. Untuk mendapatkan hasil yang baik, terlebih dahulu dicari kondisi optimum dari sistem kromatografi.

Pada analisis residu glifosat dengan metode kromatografi gas pada CPO, langkah pertamayang dilakukan adalah dengan mencari kondisi optimum dan kesesuaian sistem kromatografi gas yang akan digunakan agar sistem dapat memisahkan residu glifosat dalam analit dengan baik. Sistem kromatografi gas diatur sedemikian rupa sehingga didapat teknik analisis yang optimum dimana gas pembawa yang digunakan adalah gas Nitrogen dengan detektor penangkap elektron sehingga akan terjadi penangkapan elektron oleh senyawa yang mempunyai kemampuan untuk menagkap elektron bebas tersebut. Dalam detektor, gas akan terionisasi oleh partikel yang dihasilkan dari Ni63. Jenis detektor ini peka terhadap senyawa halogen, karbonil terkonjugasi, nitril, nitro, dan organo logam.

Temperatur kolom mulai 70OC kemudian ditahan selama 2 menit sampai dengan 300OC yang ditahan selama 2 menit. Suhu kolom diatur terprogram dimana tiap permenitnya suhu di kolom akan mengalami kenaikan 20oC. Temperatur injeksi 325OC dan temperatur detektor 325oC. Suhu detektor lebih tinggi dibandingkan dengan suhu kolom sehingga komponen yang dianalisis dapat terdorong keluar dari kolom menuju detektor. Sebelum detektor dinyalakan laju aliran gas pembawa Nitrogen diukur dengan flow meter dengan mengatur knob colomn head pressure karena laju aliran gas pembawa Nitrogen sangat berpengaruh terhadap waktu retensi. Laju aliran gas pembawa Nitrogen dalam sistem kromatografi gas yang digunakan yaitu 1mL/menit.


(47)

Kolom yang dipakai adalah jenis jenis Rtx-1®yang mengandung fase diam

dimethyl polysiloxane 100% pabrikan Crossbond®,, panjang kolom 15 m,

diameter dalam 0,25 mm dan ketebalan film 0,25 µ m.

Dalam proses injeksi sampel ke dalam sistem kromatografi ada dua cara yang dilakukan yaitu injeksi split dan injeksi splitless. Injeksi split merupakan teknik pemecah suntikan dimana jika ada 1µL sampel dimasukkan ke dalam ruang suntik maka akan terpecah dua dimana hanya 0,01µL yang akan masuk ke kolom dan sisanya dibuang (Rohman, 2007). Hal ini menyebabkan kesensitivitasan alat kromatografi gas dalam mendeteksi residu glifosat akan semakin kecil. Ini ditunjukkan pada penggukuran standar glifosat 5µg/mL tampak bahwa bentuk dari kromatogram yang dihasilkan kurang baik seperti pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Kromatogram standar glifosat 5µg/mL dengan metode split

Sementara itu, injeksi splitless merupakan kebalikan dari injeksi secara split dimana sampel lebih banyak masuk ke dalam kolom dibandingkan dengan yang dibuang. Ini terlihat jelas seperti tampak pada Gambar 4 di bawah ini.


(48)

Dimana kromatogram yang dihasilkan pada pengukuran konsentrasi standar glifosat 5µg/mL sangat baik dan jelas.

Gambar 4. Kromatogram standar glifosat 5µg/mL dengan metode splitless

Dilihat perbandingan metode injeksi di atas tampak bahwa metode injeksi secara splitless sangat baik untuk pengukuran konsentrasi standar glifosat selanjutnya juga dalam proses recovery senyawa glifosat dalam minyak kelapa sawit bebas cemaran residu glifosat serta analisis residu glifosat dalam CPO. Senyawa glifosat terdeteksi pada waktu retensi ±5 menit, hal ini menunjukkan secara kualitatif adanya senyawa glifosat pada analit yang diteliti pada waktu retensi tersebut.

Waktu retensi merupakan waktu sejak penyuntikan sampai maksimum puncak. Sifat ini merupakan ciri khas sampel dan fase cair pada suhu tertentu. Tiap senyawa hanya memiliki satu waktu retensi saja, dimana waktu retensi ini tidak terpengaruh oleh adanya komponen lain (Bonelli, 1988).

4.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Standar Glifosat

Analisis secara kuantitatif ditentukan dari kurva kalibrasi standar glifosat berdasarkan luas puncak. Kurva kalibrasi standar glifosat dibuat dengan


(49)

konsentrasi standar 0,025 µg/mL; 0,05 µg/mL; 0,075 µg/mL; 0,1 µg/mL; 0,25 µg/mL; 0,5 µg/mL; 0,75 µg/mL; 1 µg/mL menggunakan pelarut etil asetat. Pengukuran luas puncak tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi kromatografi dibandingkan dengan tinggi puncak. (Tabel 1 menyatakan hasil pengukuran luas puncak pada masing-masing konsentrasi standar glifosat). Dari tabel 1 dibuat kurva kalibrasi (gambar 5) yang menunjukkan suatu garis regresi dengan persamaan Y = 47530,6220X dengan nilai koefisien korelasinya adalah 0,9968.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Luas Puncak Standar Glifosat

No. Konsentrasi (µg/mL)

Luas Puncak

1

0,0 0

2

0,025 4069,2

3

0,050 5125

4

0,075 5810,8

5

0,1 9288

6

0,25 14450,2

7

0,5 24987

8

0,75 36560

9

1,0 51073,6

Analisis yang dilakukan dengan metode kromatografi gas menggunakan detektor penangkap elektron menunjukkan garis regresi yang baik dan memenuhi persyaratan validasi. Hal tersebut dapat terlihat dari hasil pengukuran kurva kalibrasi dimana didapat kurva yang linear dengan nilai yang mendekati 1. (Seperti ditunjukkan pada Gambar 5)


(50)

Gambar 5. Kurva Kalibrasi Standar Glifosat

4.2.1. Persamaan Garis Regresi dan Linearitas Kurva Kalibrasi

Dari hasil perhitungan kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis regresi

Y= 47530,6220X. Salah satu kromatogram hasil analisis standar glifosat untuk pembuatan kurva kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kromatogram kurva kalibrasi 1µg/mL

y = 50863x R² = 0,982

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

Y

Y Linear (Y)


(51)

Puncak yang diberikan oleh pelarut etil asetat yang digunakan dalam pembuatan kurva kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 7. Dalam hal ini tampak tidak adanya senyawa lain yang masuk ke alam pelarut.

Gambar 7. Kromatogram pelarut etil asetat

Dari kurva kalibrasi diperoleh suatu hubungan linear antara luas puncak dengan konsentrasi dimana koefisien korelasi yang diperoleh yaitu r = 0,9968. Koefiein korelasi ini telah memenuhi persyaratan validasi yaitu berkisar direntang -1≤ r ≥ 1. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh menunjukkan kelinearan dari respons detektor yang sangat baik.

4.2.2. Koefisien Variasi

Presisi prosedur dinyatakan dalam koefisien variasi atau disebut juga simpangan baku relatif. Koefisien variasi (KV) yang diperoleh dari hasil pengukuran kurva kalibrasi dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.


(52)

Tabel 2. Nilai Koefisien Variasi dari Hasil Pengukuran Kurva Kalibrasi

No. Konsentrasi (µg/mL)

Koefisein Variasi (%) 1

0,0 0,0000

2

0,025 3,5042

3

0,05 5,5646

4

0,075 4,6624

5

0,1 8,0855

6

0,25 3,0261

7

0,5 12,3834

8

0,75 6,3964

9

1,0 10,5070

Nilai koefisien variasi yang diperoleh yaitu berada dalam rentang

0 – 12,3834 %. Hasil ini sangat baik karena memenuhi persyaratan validasi yaitu berada dibawah 16% (Harmita, 2004).

4.2.3. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi didefenesikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Sedangkan batas kuantitasi adalah nilai konsentrasi analit terendah yang masih dapat dikuantitasi.

Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung dari persamaan regresi yang diperoleh dalam kurva kalibrasi. Batas deteksi yang diperoleh dari hasil perhitungan yaitu 0,1893µg/mL dan batas kuantitasi yang diperoleh yaitu 0,6308 µg/mL. Nilai tersebut cukup baik sehingga metode analisis dapat digunakan untuk penetapan kadar glifosat dalam sampel. Hasil ini menunjukkan analit memenuhi syarat validasi untuk deteksi diatas konsentrasi 0,1893µg/mL dan terkuantitasi di atas konsentrasi 0,6308µg/mL. Nilai batas deteksi ini hampir mendekati dengan


(53)

data BMR malaysia yaitu 0,1µg/mL. Hasil ini juga baik bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya analisis residu glifosat yang terdapat dalam air dengan menggunakan GC-ECD, batas deteksinya adalah 2,9µg/mL (Stalikas, 2000).

4.4. Analisis Kadar Glifosat dalam CPO

Senyawa glifosat yang terdapat dalam CPO dipisahkan secara kromatografi kolom dengan penyerap silika dan pelarut meranol. Metode ini juga pernah digunakan oleh Loh (2000) dalam kaedah penentuan glifosat dan AMPA dalam minyak sawit dimana lapisan miyaknya dielusi dengan pelarut metanol dengan penyerap silika. Hal ini dikarenakan karena pelarut metanol yang bersifat polar dapat menarik senyawa glifosat yang terikat dalam CPO.

Elusi dilakukan selama 40 menit dengan mengalirkan pelarut metanol secara terus-menerus dengan tujuan agar senyawa glifosat terbawa oleh pelarut melewati penyerap yang akan menghambat pengotor dalam analit minyak kelapa sawit. Eluat yang diperoleh dipekatkan.

Eluat tersebut kemudian diderivatisasi. Derivatisasi ini dimaksudkan untuk mengubah suatu senyawa menjadi senyawa lain yang memungkinkan untuk dilakukan analisis dengan kromatografi gas terkait dengan kurangnya volatilitas dan kestabilan dari senyawa tersebut, juga untuk meningkatkan batas deteksi pada penggunaan detektor penangkap elektron (Rohman, 2007). Proses ini disebut juga dengan asilasi, karena senyawa glifosat mengandung gugus amin sehingga derivatisasinya dilakukan dengan penambahan TFA dan TFE sebelum penyuntikan ke dalam kromatgrafi gas. Setelah itu disonikasi untuk menghomogenkan campurannya dan dipanaskan selama setengah jam untuk mempercepat reaksi. Dikeringkan dengan gas N2, dibilas dengan etilasetat dan

diinjeksikan kedalam sistem kromatografi gas. Proses derivatisasi senyawa glifosat dapat dilihat pada reaksi di bawah ini.


(54)

HO C O

CH2 N H

CH2 P O

OH OH

F3C C O

OH

HO C O

CH2 N CH2 P O OH OH C CF3 O HO C O

CH2 N H

CH2 P O

OH OH C

F3C

OH O (Phosphonomethyl-amino)-acetic acid Trifluoro-acetic acid [Phosphonomethyl-(2,2,2-trifluoro-acetyl)-amino]-acetic acid

1.Tahap pertama pembentukan [Phosphonomethyl-(2,2,2-trifluoro-acetyl)-amino]-acetic acid

-H2O

O C O

CH2 N CH2 P

O OH OH C CF3 O [Phosphonomethyl-(2,2,2-trifluoro-acetyl)-amino]-acetic acid H

F3C C

H

H

OH O C O

CH2 N CH2 P

O OH OH C CF3 O H C CF3 H H HO -O C O

CH2 N CH2 P

O OH OH C CF3 O CH2 CF3 [Phosphonomethyl-(2,2,2-trifluoro-acetyl)-amino]-acetic acid 2,2,2-trifluoro-ethyl

ester

2. Tahap kedua pembentukan [Phosphonomethyl-(acetyl)-amino]-acetic acid 2,2,2-trifluoro-ethyl ester


(55)

O C O

CH2 N CH2 P

O OH OH C CF3 O CH2 CF3 [Phosphonomethyl-(2,2,2-trifluoro-acetyl)-amino]-acetic acid 2,2,2-trifluoro-ethyl

ester

F3C C

H

H

OH O C O

CH2 N CH2 P

O OH O C CF3 O CH2

CF3 C

H CF3 H H HO -O C O

CH2 N CH2 P

O OH O C CF3 O CH2

CF3 C

CF3

H H

[[Hydroxy-(2,2,2-trifluoro-ethoxy)- phosphorylmethyl]-(2,2,2-trifluoro-acetyl)-amino]-acetic acid 2,2,2-trifluoro-ethyl ester 3. Tahap ketiga pembentukan [[Hydroxy-(2,2,2-trifluoro-ethoxy)-phosphorylmethyl]-(2,2,2-trifluoro-acetyl)-amino]-acetic acid 2,2,2-trifluoro-ethyl ester

F3C C

H

H

OH O C

O

CH2 N CH2 P O O O C CF3 O CH2

CF3 C

CF3

H H

O C O

CH2 N CH2 P O OH O C CF3 O CH2

CF3 C

CF3

H H

[[Hydroxy-(2,2,2-trifluoro-ethoxy)- phosphorylmethyl]-(2,2,2-trifluoro-acetyl)-amino]-acetic acid 2,2,2-trifluoro-ethyl ester

C CF3

H H

H OH

-H2O

O C O

CH2 N CH2 P O O O C CF3 O CH2

CF3 C

CF3

H H

C CF3

H H

[[Bis-(2,2,2-trifluoro-ethoxy)- phosphorylmethyl]-(2,2,2-trifluoro-acetyl)-amino]-acetic acid 2,2,2-trifluoro-ethyl ester 4. Tahap keempat pembentukan [[Bis-(2,2,2-trifluoro-ethoxy)-phosphorylmethyl]-(2,2,2-trifluoro-acetyl)-amino]-acetic acid 2,2,2-trifluoro-ethyl ester

Gambar 8. Reaksi derivatisasi senyawa glifosat


(56)

Dibawah ini merupakan gambar kromatogram pelarut metanol yang digunakan untuk mengelusi, juga sebuah kromatogram minyak sawit yang bebas dari cemaran residu glifosat seperti yang tampak pada gambar 9.

Gambar 9. Kromatogram Pelarut Metanol

Kromatogram untuk minyak sawit yang terbebas dari cemaran glifosat yang digunakan sebagai blanko yang dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Kromatogram Blanko

Dari hasil kromatogram untuk sampel yang dianalisis tidak memunculkan kromatogram pada waktu retensi untuk glifosat, yaitu pada daerah waktu retensi sekitar 5 menit. Hal ini terjadi karena alat kromatografi gas dengan detektor penangkap elektron tidak mendeteksi adanya residu glifosat pada sampel yang diuji, sehingga dapat disimpulkan sampel yang diuji bebas dari cemaran residu glifosat. Salah satu kromatogram untuk sampel dapat dilihat pada Gambar 11.


(57)

Gambar 11. Kromatogram Sampel CPO

Dari kromatoram pada Gambar 11, tidak terlihat adanya puncak pada waktu retensi sekitar 5 menit, hanya ada terlihat satu puncak yaitu puncak pelarut. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdeteksi adanya cemaran residu glifosat pada sampel yaitu CPO. Hasil pengukuran sampel dapat dilihat dari Tabel 3 dibawah ini

Tabel 3. Hasil Pengukuran Sampel CPO

No. Sampel Kadar Glifosat

1 CPO A Tidak terdeteksi

2 CPO B Tidak terdeteksi

3 CPO C Tidak terdeteksi

4 CPO D Tidak terdeteksi

5 CPO E Tidak terdeteksi

6 CPO F Tidak terdeteksi


(58)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

1. Penetapan kadarglifosat dalam CPOtelah ditentukan dengan metode kromatografi gas menggunakan detektor penangkap elektron dengan perlakuan sampel dengan proses derivatisasi secara asilasi yaitu adanya penambahan TFAdan TFE. Validasi metode dilakukan dengan membuat kurva kalibrasi lalu menentukan batas deteksi, batas kuantitasi, presisi dan akurasi. Dari kurva kalibrasi diperoleh persamaan regresi yang diperoleh dari kurva kalibrasi yaitu Y = 47530,6220X dengan nilai koefisien korelasi r = 0,9968. Nilai koefisien variasi (KV) yang diperoleh dari kurva kalibrasi yaitu berada dalam rentang 0 – 12,3834 %. Hasil ini sangat baik karena memenuhi persyaratan validasi yaitu berada dibawah 16%. Batas deteksi minimum (limit of detection, LOD) yaitu 0,1893µg/ml dan batas kuantitasi (limit of quantitation, LOQ) yaitu 0,6308µg/ml.

2. Dalam penentuan kadar glifosat dalam sampel CPO tidak terdeteksi adanya residu glifosat yang masuk kedalam CPO.


(59)

5.2.Saran

- Diharapkan dapat menganalisis residu pestisida golongan lain dengan metode yang sama, atau dilakukan modifikasi preparasi sampel untuk mendapatkan optimasi metode dalam penetapan kadar residu pestisida dalam minyak sawit maupun dalam tanaman holtikultura lainnya.

- Perlu dilakukan penentuan akurasi (uji perolehan kembali) dari metode ini - Kondisi alat harus stabil untuk memperoleh hasil yang baik, dalam

penelitian ini alat GC yang digunakan dikalibrasi rutin sehingga ketika dignakan kromatogram yang dihasilkan berbeda dan membuat hasil penelitian tidak konsisten.


(60)

Agustira, A., Kurniawan A., Dja’far, Siahaan, D., Buana, L., Wahyono, T. 2008. Tinjauan Ekonomi Industri Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Association of Official Analytical Chemists (AOAC) method. 2002. Determination of Glyphosate and Aminomethylphosponic Acid (AMPA) in Crops. Tanggal akses oktober 2010

Bonelli, J.E. McNair, M.H. 1988. Dasar Kromatografi Gas. Terbitan kelima. Bandung : Penerbit ITB. Hal 1.

Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Eddowes,M.1976. Crop Production in Europe. Inggris: OxfordUniversityPress.

Gritter, J. R., dkk. 1991. Pengantar Kromatografi. Terbitan Kedua. Bandung : Penerbit ITB.

Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol 1: 117-135.

2010

Ketaren, S.1986. Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Loh, S.H. 2000. Kaedah Penentuan Glifosat Dan Amino Methyl Phosponic Acid (AMPA) Dalam Minyak Sawit. Tanggal akses 20 september 2010.


(61)

Madbardo. 2010. Kromatografi Gas. Tanggal akses 25 Oktober 2010.

Mangoensukardjo,S.2003.Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Martono, E. 2009. Residu dan analisis Residu. Tanggal akses 8 Oktober 2010.

Naibaho,P.1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit.Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Naibaho, Y. 2011. Medan Bisnis. Tanggal Terbit : 14 februari 2011.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama. Yogyakarta.Pustaka Pelajar.

Sembodo, D. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Siahaan, D. 1999. High Performance Liquid Chromatography dan Aplikasinya untuk Analisa Glifosat. Medan : Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Soetrisno,1991. Kelapa Sawit, Kajian Sosial Ekonomi, Yogyakarta: aditya Media.

Stalikas, 2000. An Integrated Gas Chromatographic Method Towards the Simultaneous Determination of Phosphoric and Amino Acid Grup Containing Pesticides. Greece : University of Ioannina, Department of chemistry.

Sukman, Y. 1995. Gulma Dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.


(62)

Wardoyo, S. 2002. Distribusi Vertikal Herbisida Glifosat dan Pengaruhnya. Tanggal akses 7 Oktober 2010

Winarno, F.G. 1999. Minyak Goreng Dalam Menu Masyarakat. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Bogor : IPB.

Wong, P. W. 1979. Development of Roundup Herbicide for Imperata Cylindrica Control in Oil Palm. Kuala Lumpur : The Incoporated Society of Planters.

WHO. 1992.Validation of Analytical Procedures Used in the Examination of Pharmaceutical Materials. WHO Technical Report Series. No. 823.

WHO. 2004. WHO Specifications and Evaluations For Public Health Pesticides. Tanggal akses September 2010.


(63)

(64)

Lampiran 1.Gambar Instrument Kromatografi Gas

Seperangkat instrumen Kromatografi Gas Simadzu 2010 dan Komputer (Hewlett-Packard)


(65)

Tabung Gas NitrogenKnob Column Head pressure

Kolom Rtx-1®


(66)

Lampiran 2.Gambar Perangkat Pendukung Penelitian Lainnya

Neraca Analitis Sartorius Oven Memmert


(67)

Lampiran 3. Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Kurva Kalibrasi Standar

Glifosat

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi diturunkan dengan menggunakan meode least square sebagai berikut :

Tabel Data Pengukuran Luas Puncak dengan 5 kali ulangan No. X

(Konsentrasi) Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Ŷ

1 0,0250 4006 4220 3903 3997 4220 4069,2000

2 0,0500 4923 5580 4859 5205 5058 5125,0000

3 0,0750 5593 5700 6009 5566 6186 5810,8000

4 0,1000 8812 9430 9825 9104 9269 9288,0000

5 0,2500 14091 14403 13965 14838 14954 14450,2000

6 0,5000 23103 25551 24503 24503 27275 24987,0000

7 0,7500 34158 34199 38017 36990 39436 36560,0000

8 1,0000 50727 58561 44338 50443 51299 51073,6000

Keterangan : n = 5 kali ulangan


(68)

Tabel Data Perhitungan Garis Regresi Untuk Larutan Standar Glifosat

NO. X Y1 X1-X Y1-Y’ (X1-X)2 (Y1-Y)2 (X1-X)(Y1-Y)

1 0 0 -0,3056 -16818,2000 0,0934 282851851,2400 5138,8944

2 0,0250 4069,2000 -0,2806 -12749,0000 0,0787 162537001,0000 3576,8028 3 0,0500 5125,0000 -0,2556 -11693,2000 0,0653 136730926,2400 2988,2622 4 0,0750 5810,8000 -0,2306 -11007,4000 0,0532 121162854,7600 2537,8172 5 0,1000 9288,0000 -0,2056 -7530,2000 0,0423 56703912,0400 1547,8744 6 0,2500 14450,2000 -0,0556 -2368,0000 0,0031 5607424,0000 131,5556 7 0,5000 24987,0000 0,1944 8168,8000 0,0378 66729293,4400 1588,3778 8 0,7500 36560,0000 0,4444 19741,8000 0,1975 389738667,2400 8774,1333 9 1,0000 51073,6000 0,6944 34255,4000 0,4823 1173432429,1600 23788,4722

2,

151363,800

0 0,0000 0,0000 1,0535 2395494359,1200 50072,

2,7500 151363,8000 0,0000 0,0000 1,0535 2395494359,1200 50072,1900

Keterangan : Xi : Konsentrasi

Yi : Luas puncak (area)

Dimana X rata – rata : 0,3056

9 2,7500 = = Χ ∑ = Χ n

Harga Y rata – rata : 16818,2000

9 800 , 151363 = = Υ ∑ = n Y

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

Y = aX Dengan a = slope

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least Square sebagai berikut :

Sehingga diperoleh harga slope (a) =47530,6220

Maka persamaan garis regresi yang diperoleh adalah : Y = 47530,6220X

{

}

47530,6220 1,0535 50072,1900 ) ( ) ( ) ( 2 = = − − − =

a a X Xi Y Yi X Xi a


(69)

Untuk mencari hubungan linier antara konsentrasi (X) dengan luas area (Y) maka dihitung koefisien korelasi sebagai berikut.

Koefisien korelasi (r) dapat ditentukan sebagai berikut

Sehingga diperoleh harga koefisien korelasi (r) : 0,9968

{

}

{

}{

}

9968 , 0 3139 , 50235 50072,1900 2523586766 50072,1900 ) 0535 , 1 1200 , 2395494359 ( 50072,1900 ) ( ) ( ) ( ) ( 2 2 = = = = − − − − =

X Y Yi X Xi Y Yi X Xi r 52


(70)

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Simpangan Baku dan Koefisien Variasi Hasil

Kurva Kalibrasi Standar Glifosat

Data simpangan baku pada konsentrasi 0,75µg/ml

No. X’ (Xi-X )2

1 0,7187 0,0026 2 0,7195 0,0025 3 0,7998 0,0009 4 0,7782 0,0001 5 0,8297 0,0037

3,8459 0,0097

X = 0,7692

SB=

1 )

( 2

− −

n X Xi

= 4 0097 , 0

= 0,0492µg/ml

KV = x100%

X SB

= 100%

0,7692 0,0492

x


(71)

Lampiran 5.Perhitungan Penetapan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

No. Xi Yi Ŷ (Xi)2 │Yi – Ŷ│ (Yi – Ŷ)2

1 0 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

2 0,0250 4069,2000 0,0006 1188,2656 2880,9344 8299783,3027

3 0,0500 5125,0000 0,0025 2376,5311 2748,4689 7554081,2896

4 0,0750 5810,8000 0,0056 3564,7967 2246,0033 5044531,0424

5 0,1000 9288,0000 0,0100 4753,0622 4534,9378 20565660,8343

6 0,2500 14450,2000 0,0625 11882,6555 2567,5445 6592284,7375

7 0,5000 24987,0000 0,2500 23765,3110 1221,6890 1492523,9918

8 0,7500 36560,0000 0,5625 35647,9665 912,0335 831805,0817

9 1,0000 51073,6000 1,0000 47530,6220 3542,9780 12552692,9870

∑ 2,7500 151363,8000 1,8938 130709,2105 20654,5895 62933363,2670

Ket : Persamaan Regresi : Y= aXY = 47430,6220X r = 0,9968 dimana a = slope

Simpangan Baku (SB) =

2 ) ( 2 − −

n yi y = 2 9 670 62933363,2 −

= 2998,4123 Batas Deteksi =

Slope SB 3 = 6220 , 47530 2998,4123 3× = 0,1893µg/mL Batas Kuantitasi =

Slope SB 10 = 6220 , 47530 2998,4123 10×

= 0,6308µg/mL


(1)

Lampiran 2.Gambar Perangkat Pendukung Penelitian Lainnya

Neraca Analitis Sartorius Oven Memmert


(2)

Lampiran 3. Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Kurva Kalibrasi Standar

Glifosat

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi diturunkan dengan menggunakan meode least square sebagai berikut :

Tabel Data Pengukuran Luas Puncak dengan 5 kali ulangan No. X

(Konsentrasi) Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Ŷ

1 0,0250 4006 4220 3903 3997 4220 4069,2000

2 0,0500 4923 5580 4859 5205 5058 5125,0000

3 0,0750 5593 5700 6009 5566 6186 5810,8000

4 0,1000 8812 9430 9825 9104 9269 9288,0000

5 0,2500 14091 14403 13965 14838 14954 14450,2000 6 0,5000 23103 25551 24503 24503 27275 24987,0000 7 0,7500 34158 34199 38017 36990 39436 36560,0000 8 1,0000 50727 58561 44338 50443 51299 51073,6000


(3)

Tabel Data Perhitungan Garis Regresi Untuk Larutan Standar Glifosat

NO. X Y1 X1-X Y1-Y’ (X1-X)2 (Y1-Y)2 (X1-X)(Y1-Y) 1 0 0 -0,3056 -16818,2000 0,0934 282851851,2400 5138,8944 2 0,0250 4069,2000 -0,2806 -12749,0000 0,0787 162537001,0000 3576,8028 3 0,0500 5125,0000 -0,2556 -11693,2000 0,0653 136730926,2400 2988,2622 4 0,0750 5810,8000 -0,2306 -11007,4000 0,0532 121162854,7600 2537,8172 5 0,1000 9288,0000 -0,2056 -7530,2000 0,0423 56703912,0400 1547,8744 6 0,2500 14450,2000 -0,0556 -2368,0000 0,0031 5607424,0000 131,5556 7 0,5000 24987,0000 0,1944 8168,8000 0,0378 66729293,4400 1588,3778 8 0,7500 36560,0000 0,4444 19741,8000 0,1975 389738667,2400 8774,1333 9 1,0000 51073,6000 0,6944 34255,4000 0,4823 1173432429,1600 23788,4722

2,

151363,800

0 0,0000 0,0000 1,0535 2395494359,1200 50072, 2,7500 151363,8000 0,0000 0,0000 1,0535 2395494359,1200 50072,1900

Keterangan : Xi : Konsentrasi

Yi : Luas puncak (area)

Dimana X rata – rata : 0,3056

9 2,7500 = = Χ ∑ = Χ n

Harga Y rata – rata : 16818,2000

9 800 , 151363 = = Υ ∑ = n Y

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

Y = aX Dengan a = slope

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least Square sebagai berikut :

Sehingga diperoleh harga slope (a) =47530,6220

Maka persamaan garis regresi yang diperoleh adalah : Y = 47530,6220X

{

}

47530,6220 1,0535 50072,1900 ) ( ) ( ) ( 2 = = − − − =

a a X Xi Y Yi X Xi a


(4)

Untuk mencari hubungan linier antara konsentrasi (X) dengan luas area (Y) maka dihitung koefisien korelasi sebagai berikut.

Koefisien korelasi (r) dapat ditentukan sebagai berikut

Sehingga diperoleh harga koefisien korelasi (r) : 0,9968

{

}

{

}{

}

9968 , 0

3139 , 50235 50072,1900

2523586766 50072,1900

) 0535 , 1 1200 , 2395494359 (

50072,1900 ) ( ) (

) ( ) (

2 2

= = = =

− −

− −

=

X Y Yi X

Xi

Y Yi X Xi r


(5)

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Simpangan Baku dan Koefisien Variasi Hasil

Kurva Kalibrasi Standar Glifosat

Data simpangan baku pada konsentrasi 0,75µg/ml

No. X’ (Xi-X )2

1 0,7187 0,0026 2 0,7195 0,0025 3 0,7998 0,0009 4 0,7782 0,0001 5 0,8297 0,0037 3,8459 0,0097

X = 0,7692

SB=

1 )

( 2

− −

n X Xi

= 4 0097 , 0

= 0,0492µg/ml

KV = x100%

X SB

= 100%

0,7692 0,0492

x


(6)

Lampiran 5.Perhitungan Penetapan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

No. Xi Yi Ŷ (Xi)2 │Yi – Ŷ│ (Yi – Ŷ)2 1 0 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 2 0,0250 4069,2000 0,0006 1188,2656 2880,9344 8299783,3027 3 0,0500 5125,0000 0,0025 2376,5311 2748,4689 7554081,2896 4 0,0750 5810,8000 0,0056 3564,7967 2246,0033 5044531,0424 5 0,1000 9288,0000 0,0100 4753,0622 4534,9378 20565660,8343 6 0,2500 14450,2000 0,0625 11882,6555 2567,5445 6592284,7375 7 0,5000 24987,0000 0,2500 23765,3110 1221,6890 1492523,9918 8 0,7500 36560,0000 0,5625 35647,9665 912,0335 831805,0817 9 1,0000 51073,6000 1,0000 47530,6220 3542,9780 12552692,9870

∑ 2,7500 151363,8000 1,8938 130709,2105 20654,5895 62933363,2670

Ket : Persamaan Regresi : Y= aXY = 47430,6220X r = 0,9968 dimana a = slope

Simpangan Baku (SB) =

2 )

( 2

− −

n yi y

=

2 9

670 62933363,2

= 2998,4123 Batas Deteksi =

Slope SB

3

=

6220 , 47530

2998,4123 3×

= 0,1893µg/mL Batas Kuantitasi =

Slope SB

10

=

6220 , 47530

2998,4123 10×