Analisis Elastisitas Transmisi Harga CPO (Crude Palm Oil) Domestik Terhadap Harga TBS (Tandan Buah Segar) Sumatera Utara

(1)

ANALISIS ELASTISITAS TRANSMISI HARGA CPO (Crude Palm Oil)

DOMESTIK TERHADAP HARGA TBS (Tandan Buah Segar)

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

BINSAR TOHAP SITUMORANG 050304059

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS ELASTISITAS TRANSMISI HARGA CPO (Crude Palm Oil)

DOMESTIK TERHADAP HARGA TBS (Tandan Buah Segar)

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

BINSAR TOHAP SITUMORANG 050304059

Diajukan Kepada Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Skripsi : Analisis Elastisitas Transmisi Harga CPO (Crude Palm Oil) Domestik terhadap Harga TBS (Tandan Buah Segar) Sumatera Utara

Nama : Binsar Tohap Situmorang

Nim : 050304059

Departemen : Agribisnis Program Studi : Agribisnis

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi NIP. 1963 0928 1998 031001

Anggota

Ir. Diana Chalil, MSi, Ph.D NIP. 1967 0303 1998 022001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis

Ir. Salmiah, MP NIP. 1957 0217 1986 032001


(4)

RINGKASAN

Binsar Tohap Situmorang (050304059), dengan judul skripsi ”ELASTISITAS TRANSMISI HARGA CPO (Crude Palm Oil) DOMESTIK TERHADAP HARGA TBS (Tandan Buah Segar) SUMATERA UTARA”, di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibawah bimbingan bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, Msi sebagai ketua komisi pembimbing dab ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D sebagai anggota komisi pembimbing.

Ketika harga CPO Domestik mengalami pelonjakkan, petani hampir tidak menikmati keuntungan dari melonjaknya harga CPO tersebut tetapi ketika harga CPO Domestik turun, petani langsung terkena imbas kerugiannya. Kebun-kebun sawit yang dikelola oleh rakyat hanya mampu untuk menjual sawit dalam bentuk TBS saja, yang harganya lebih sering dikendalikan oleh pihak pedagang, karena tidak ada peraturan mengenai harga pembelian minimum (harga dasar) untuk TBS sawit. Dengan demikian transmisi harga CPO Domestik dengan harga TBS tidak berjalan dengan baik. Agar diperoleh gambaran yang lebih jelas, penulis mencoba melakukan penelitian untuk melihat perbandingan perubahan harga CPO Domestik terhadap Harga TBS Sumatera Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu pada daerah yang memiliki luas terbanyak di Sumatera Utara. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode Accedental yaitu pengambilan sample tidak ditetapkan terlebih dahulu, dimana penulis langsung mengumpulkan data dari sampel yang merupakan petani kelapa sawit yang mempuyai lahan dengan tanaman yang telah menghasilkan. Metode analisis data yang digunakan adalah rumus elastisitas transmisi harga dan dengan pendekatan ekonometrika regresi linier sederhana dengan menggunakan program SPSS 16, dengan variabel yang mempengaruhi adalah harga CPO Domestik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai elastisitas transmisi harga CPO Domestik terhadap harga TBS petani di Sumatera Utara lebih besar dari satu (Et > 1), dapat diartikan bahwa setiap perubahan harga CPO Domestik sebesar 1% akan mengakibatkan perubahan harga TBS petani di Sumatera Utara besar dari 1%. berarti bersifat inelastis atau dengan kata lain perubahan harga CPO domestik terhadap harga TBS petani di Sumatera Utara tidak ditransmisi dengan sempurna

Kata Kunci: Elastisitas Transmisi Harga, CPO Domestik, TBS Sumatera Utara, Sempurna, Tidak Sempurna


(5)

RIWAYAT HIDUP

BINSAR TOHAP SITUMORANG, lahir di Balikpapan pada tanggal 24 Oktober

1986 anak pertama dari empat bersaudara dari Ayahanda B. Situmorang dan Ibunda R. Br. Lumbanbatu.

Tahun 2004 lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 12 Medan, dan pada tahun 2005 melalui jalur Reguler, diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Departemen Agribisnis, Medan.

Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan, antara lain organisasi Ikatan Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP), Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) FP-USU.

Tahun 2009 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Bangun, Kecamatan Paebuluan, Kabupaten Dairi, dan pada tahun yang sama penulis melaksanakan penelitian skripsi di Labuhan Batu dan Serdang Bedagai.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah “ELASTISITAS TRANSMISI HARGA CPO (Crude Palm Oil) DOMESTIK TERHADAP HARGA TBS (Tandan Buah Segar) SUMATERA UTARA”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

• Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, MSi selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

• Ibu Ir. Diana Chalil, MSi, PhD selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini. • Ibu Ir. Salmiah, MP selaku Ketua Departemen SEP, FP-USU dan Ibu Dr. Salmiah, MS

selaku Sekretaris Departemen SEP, FP-USU yang telah memberikan kemudahan dalam hal perkuliahan dan administrasi kegiatan organisasi saya di kampus.

• Seluruh Dosen Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama ini.

• Seluruh pegawai di Fakultas Pertanian khususnya pegawai Departemen Agribisnis

Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepadai ayahanda B. Situmorang atas kesabarannya dalam mendidk penulis dan ibunda R. br Lumbanbatu atas motivasi, kasih sayang, dan dukungan baik secara materi maupun do’a yang diberikan kepada penulis selama menjalani kuliah, tak lupa kepada abangda Jhonson Limbong dan para adinda penulis, Rismawati Aprita Situmorang, SS, Erlince Situmorang, dan Benny Situmorang yang menjadi inspirasi saya selama ini dan atas semangat yang telah diberikan.


(7)

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman penulis di Departemen Agribisnis angkatan 2005. Dan juga penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat Roma Parulian Nababan, SP, Surya, Dedi, Johanes, Helova, PRIUK37, serta adinda Putri Sirait yang telah membantu penulis dalam membuat skripsi ini.

Dan secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Tetty Uli Oktaviana br.Situmeang, STP yang telah memberikan keceriaan, motivasi, dan inspirasi kepada penulis dalam membuat skripsi ini.

Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2011


(8)

DAFTAR ISI

Hal

RINGKASAN ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2.Identifikasi Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Kegunaan Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka ... 5

2.1.1. Penetapan Harga ... 5

2.1.2. Penelitian Terdahulu ... 6

2.2. Landasan Teori... 7

2.2.1. Supply Chain ... 7

2.2.2. Rantai Pemasaran ... 7

2.2.3. Integrasi Pasar ... 8

2.2.4. Low Of One Price ... 9

2.2.5. Elastisitas Transmisi Harga... 9

2.3. Kerangka Pemikiran... 11

2.4. Hipotesis ... 13

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 14

3.2. Metode Penentuan Sampel.... ... ... 14

3.3. Metode Pengumpulan Data... ... 15

3.3.1. Data Primer ... 15

3.3.2. Data Sekunder ... 15

3.4. Metode Penelitian ... 16

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional ... 20

3.5.1. Defenisi Operasional ... 20


(9)

BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 21

4.1. Kabupaten Labuhan Batu ... 21

4.2. Kabupaten Serdang Bedagai ... 22

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan harga CPO Internasional, harga CPO Domestik, harga TBS Sumatera Utara, dan tingkat pertumbuhan harga rill ... 25

5.1.1. Perkembangan harga CPO di pasar Internasional ... 25

5.1.2. Perkembangan harga CPO Domestik... 28

5.1.3. Perkembangan harga TBS Sumatera Utara... 31

5.1.4. Tingkat Pertumbuhan harga rill ... 35

5.2. Hubungan korelasi antara harga CPO Internasional, harga CPO Domestik, dan harga TBS Sumatera Utara ... 39

5.3. Elastisitas transmisi harga CPO Domestik terhadap harga TBS petani Sumatera Utara ... 44

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 50

6.2. Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Wilayah dan Luas Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara ... 14

2. Luas Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhan Batu ... 21

3. Produksi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhan Batu ... 22

4. Luas Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Serdang Bedagai ... 23

5. Produksi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Serdang Bedagai ... 23

6. Tingkat Pertumbuhan Harga Rill ... 36

7. Hubungan Korelasi antara Harga CPO Internasional, Harga CPO Domestik, dan harga TBS Sumatera Utara ... 39

8. Fungsi regresi linier sederhana Harga CPO Domestik terhadap Harga TBS Sumatera Utara ... 45

9. Elastisitas Transmisi Harga CPO Domestik terhadap Harga TBS Sumatera Utara 46 10. Elastisitas Transmisi Harga CPO Domestik terhadap Harga TBS petani Sumatera Utara ... 48


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Skema kerangka Pemikiran... 12

2. Grafik Perkembangan Harga Nominal CPO Internasional ... 25

3. Grafik Perkembangan Harga Rill CPO Internasional ... 27

4. Grafik Perkembangan Harga Nominal CPO Domestik ... 28

5. Grafik Perkembangan Harga Rill CPO Domestik ... 30

6. Grafik Perbandingan Harga Nominal dan Rill CPO Domestik ... 31

7. Grafik Perkembangan Harga Nominal TBS Sumatera Utara ... 32

8. Grafik Perkembangan Harga Rill TBS Sumatera Utara ... 33


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Index Harga Konsumen Indonesia ... 54

2. Kurs Transaksi Bank Indonesia ... 55

3. Perkembangan Harga Nominal TBS Sumatera Utara ... 56

4. Perkembangan Harga Nominal CPO Domestik ... 57

5. Perkembangan Harga Nominal CPO Internasional ... 58

6. Harga Rill TBS Sumatera Utara ... 59

7. Harga Rill CPO Domestik ... 62

8. Harga Rill CPO Internasioanl ... 65

9. Tingkat Pertumbuhan Harga CPO Internasional ... 68

10. Tingkat Pertumbuhan Harga CPO Domestik ... 71

11. Tingkat Pertumbuhan Harga TBS Sumatera Utara ... 74

12. Hasil Korelasi Harga antara Harga CPO Internasional, CPO Domestik terhadap TBS Sumatera Utara ... 77

13. Perhitungan Korelasi Harga TBS Sumatera Utara terhadap harga CPO Domestik ... 78

14. Perhitungan Korelasi Harga TBS Sumatera Utara terhadap harga CPO Internasional .. 82

15. Perhitungan Korelasi Harga CPO Domestik terhadap CPO Internasional ... 86

16. Hasil Regresi Linier Sederhana Elastisitas Transmisi Harga CPO Domestik terhadap Harga TBS Sumatera Utara ... 90

17. Perhitungan Regresi Linier Sederhana... 93

18. Perhitungan Elastisitas Transmisi Harga 14. 18a. Kabupaten Labuhan Batu ... 98


(13)

19. Pembentukan Harga TBS di Tingkat Petani

14. 19a. Kabupaten Labuhan Batu ... 99 14. 19b. Kabupaten Serdang Bedagai ... 100


(14)

RINGKASAN

Binsar Tohap Situmorang (050304059), dengan judul skripsi ”ELASTISITAS TRANSMISI HARGA CPO (Crude Palm Oil) DOMESTIK TERHADAP HARGA TBS (Tandan Buah Segar) SUMATERA UTARA”, di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibawah bimbingan bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, Msi sebagai ketua komisi pembimbing dab ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D sebagai anggota komisi pembimbing.

Ketika harga CPO Domestik mengalami pelonjakkan, petani hampir tidak menikmati keuntungan dari melonjaknya harga CPO tersebut tetapi ketika harga CPO Domestik turun, petani langsung terkena imbas kerugiannya. Kebun-kebun sawit yang dikelola oleh rakyat hanya mampu untuk menjual sawit dalam bentuk TBS saja, yang harganya lebih sering dikendalikan oleh pihak pedagang, karena tidak ada peraturan mengenai harga pembelian minimum (harga dasar) untuk TBS sawit. Dengan demikian transmisi harga CPO Domestik dengan harga TBS tidak berjalan dengan baik. Agar diperoleh gambaran yang lebih jelas, penulis mencoba melakukan penelitian untuk melihat perbandingan perubahan harga CPO Domestik terhadap Harga TBS Sumatera Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive yaitu pada daerah yang memiliki luas terbanyak di Sumatera Utara. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode Accedental yaitu pengambilan sample tidak ditetapkan terlebih dahulu, dimana penulis langsung mengumpulkan data dari sampel yang merupakan petani kelapa sawit yang mempuyai lahan dengan tanaman yang telah menghasilkan. Metode analisis data yang digunakan adalah rumus elastisitas transmisi harga dan dengan pendekatan ekonometrika regresi linier sederhana dengan menggunakan program SPSS 16, dengan variabel yang mempengaruhi adalah harga CPO Domestik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai elastisitas transmisi harga CPO Domestik terhadap harga TBS petani di Sumatera Utara lebih besar dari satu (Et > 1), dapat diartikan bahwa setiap perubahan harga CPO Domestik sebesar 1% akan mengakibatkan perubahan harga TBS petani di Sumatera Utara besar dari 1%. berarti bersifat inelastis atau dengan kata lain perubahan harga CPO domestik terhadap harga TBS petani di Sumatera Utara tidak ditransmisi dengan sempurna

Kata Kunci: Elastisitas Transmisi Harga, CPO Domestik, TBS Sumatera Utara, Sempurna, Tidak Sempurna


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengembangan perkebunan kelapa sawit rakyat di Indonesia secara fisik terkesan menunjukkan adanya kemajuan yang menggembirakan. Luas areal, produksi, dan ekspor meningkat secara konsisten dari tahun ke tahun. Namun dibalik kisah sukses tersebut terdapat permasalahan yang cukup mendasar, yaitu tingkat harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang masih belum memuaskan petani. Permasalahan ini tentunya bermuara pada rendahnya pendapatan yang diterima petani (Drajat, 2004).

Menurut Ketua Tim Pelaksana rapat penetapan harga, Ir. Feri Hc, Msi., yang juga Kasubdin Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Dinas Perkebunan Provinsi Riau dalam pidatonya mengatakan, bahwa kenaikan harga TBS diduga dipengaruhi oleh kenaikan harga CPO di pasar dunia. Dan sebaliknya penurunan harga TBS juga dipengaruhi penurunan harga CPO di pasar dunia (Anonymous, 20081)

Seperti yang terjadi di tahun 2007, dimana ekspor yang menjadi andalan Indonesia adalah produk minyak sawit. karena harga minyak sawit terus meningkat sejak mengalami titik terendah pada tahun 2001 pada kisaran harga US$200 per ton. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan harga yang tajam dari tingkat US$400 per ton menjadi US$900 per ton di akhir tahun 2007. Peningkatan harga CPO ini juga mendongkrak TBS. Hal ini membuat petani kelapa sawit memeperoleh manfaat dari penjualan buah sawit dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sawit (Arianto,2008).

Tetapi disaat harga sawit dipasaran internasional melambung tinggi, petani tidak mendapatkan peningkatan keuntungan yang sebanding. Sebagai contoh, pada bulan Juni 2008 lalu, ketika harga CPO mencapai US$1100/ton, harga TBS menurut para petani sawit di


(16)

Sumatera Utara hanya berkisar Rp900 hingga Rp1.190 per kilogram. Sebaliknya, ketika harga CPO merosot tajam, petani langsung terkena imbas kerugian yang cukup besar. Tidak berselang lama setelah terjadi peningkatan harga CPO, kini harga CPO anjlok menjadi 498 US$/ton dan petani hanya mendapatkan harga TBS sekitar Rp150 - Rp250/Kg (Anonymous, 20082)

Di sisi lain struktur pasar internasional komoditi ini merupakan pasar yang bersaing, dimana jumlah pembeli dan penjual di pasar tersebut banyak. Dengan struktur bersaing ini, indonesia sebagai negara penerima harga. Sebaliknya, struktur pasar domestik cenderung bersifat Monopolistik, dimana satu pembeli berhadapan dengan penjual yang relatif banyak. Satu pengekspor menghadapi beberapa pedagang, satu pedagang menghadapi beberapa pedagang kecil. Satu pedagang kecil menghadapi beberapa petani. Pembeli berperan sebagai penentu harga dan penjual sebagai penerima harga (Ambar dkk, 2007).

Hal Ini juga menunjukkan indikasi adanya pengaruh yang tidak proporsional antara harga CPO Domestik terhadap perubahan harga TBS yang diterima oleh petani. ketika harga CPO Domestik mengalami pelonjakkan, petani hampir tidak menikmati keuntungan dari melonjaknya harga CPO tersebut tetapi ketika harga CPO Domestik turun, petani langsung terkena imbas kerugiannya. Kebun-kebun sawit yang dikelola oleh rakyat hanya mampu untuk menjual sawit dalam bentuk TBS saja, yang harganya lebih sering dikendalikan oleh pihak pedagang, karena tidak ada peraturan mengenai harga pembelian minimum (harga dasar) untuk TBS sawit (Anonymous, 20083).

Dengan demikian transmisi harga CPO Domestik dengan harga TBS diduga tidak berjalan dengan baik. Agar diperoleh gambaran yang lebih jelas, penulis mencoba melihat perbandingan perubahan harga CPO Domestik terhadap Harga TBS Sumatera Utara.


(17)

1.2. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas, terdapat beberapa masalah yang perlu diteliti, antara lain sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan harga CPO di pasar Internasional, harga CPO di pasar Domestik, harga TBS di Sumatera Utara?

2. Bagaimana korelasi antara harga CPO Internasional dengan CPO Domestik, harga CPO Internasional dengan harga TBS Sumatera Utara, dan harga CPO Domestik dengan harga TBS Sumatera Utara?

3. Bagaimana Elastisitas Transmisi Harga CPO Domestik terhadap harga TBS di tingkat petani?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan, adalah :

1. Untuk mengidentifikasi perkembangan harga CPO di pasar Internasional, harga CPO di pasar Domestik, harga TBS di Sumatera Utara

2. Untuk mengidentifikasi korelasi antara harga CPO Internasional dengan CPO Domestik, harga CPO Internasional dengan harga TBS Sumatera Utara, dan harga CPO Domestik dengan harga TBS Sumatera Utara

3. Untuk mengidentifikasi Elastisitas Transmisi Harga CPO terhadap harga TBS di tingkat petani

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai gambaran dan bahan informasi bagi pengusaha kelapa sawit dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya


(18)

2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah dan lembaga lainnya dalam

mengambil keputusan yang berhubungan dengan perkembangan harga kelapa sawit

3. Sebagai bahan referensi dan studi untuk pengembangan ilmu bagi pihak-pihak yang


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Penetapan Harga

Pada dasarnya, ada 2 kekuatan besar yang berpengaruh pada pembentukan harga komoditas kelapa sawit, yaitu kekuatan pasar (marketing forces) dan pengendalian oleh pemerintah/kebijakan pemerintah.

1. Kekuatan Pasar

Melalui kekuatan pasar, harga di sepanjang rantai supply berpengaruh karena permintaan di industri hulu merupakan turunan permintaan dari permintaan di industri hilir. Harga produk di industri hulu dipengaruhi oleh harga produk di industri hilir atau dengan kata lain harga TBS dipengaruhi oleh harga CPO (Chalil dan Zen, 2009).

2. Kebijkan Pemerintah

Untuk menghindari pengaruh negatif perubahan dunia, pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan harga TBS yang diharapkan dapat melindungi petani. Kebijakan pemerintah dalam menentukan harga TBS akan mempengaruhi kemampuan petani kelapa sawit untuk berproduksi.Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 627/Kpts.II/1998, dan Peraturan Menteri Pertanian No. 395//Kpts/OT.140/11/2005. Rumus Harga pembelian TBS ditetapkan sebagai berikut:

HTBS = K (HCPO x RCPO + HIS xRIS)

dimana:

HTBS : Harga TBS acuan yang diterima oleh Petani di tingkat pabrik, dinyatakan dalam Rp/kg


(20)

K : Indeks proporsi yang menunjukkan bagian yang diterima oleh petani, dinyatakan dalam persentase dan ditetapkan setiap bulan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I berdasarkan Tim Penetapan Harga Pembelian TBS

HCPO : Harga rata-rata minyak sawit (CPO) tertimbang realisasi penjualan ekspor (FOB) dan

lokal masing-masing perusahaan pada bulan sebelumnya, dinyatakan dalam Rp/Kg dan ditetapkan setiap bulan

RCPO : Rendemen minyak sawit, dinyatakan dalam persentase dan ditetapkan sebagai Lampiran SK Menbutbun

HIS : Harga rata-rata tertimbang minyak inti sawit realisasi penjualan ekspor (FOB) dan lokal masing-masing perusahaan pada bulan sebelumnya, dinyatakan dalam Rp/Kg dan ditetapkan setiap bulan

RIS : Rendemen minyak inti sawit, dinyatakan dalam persentase dan ditetapkan sebagai Lampiran SK Menbutbun (Anonymous, 2007).

Harga TBS dipengaruhi oleh harga rata-rata tertimbang dari harga CPO Internasional dan harga CPO Domestik, serta faktor lain yang terjadi dilapangan. Mutu dan rendemennya ditentukan oleh jenis bibit, umur tanaman dan mutu panen (Bangun, 1989). Baik melalui kekuatan pasar dan kebijakan pemerintah, harga TBS di pengaruhi oleh harga CPO.

2.1.2. Penelitian Terdahulu

Arifandi (2008), menunjukkan bahwa ketika harga CPO Internasional naik sebesar 1 %, maka harga CPO Domestik naik sebesar 0,983 %, sedangkan harga minyak goreng Domestik naik sebesar 1,016 %. Jaldi (2007), menunjukkan bahwa (1) perubahan harga sebesar 1% di tingkat pemasar akan mengakibatkan perubahan harga sebesar -0,34% di tingkat produsen pada kegiatan pemasaran CPO ekspor PTPN IV. Hal ini disebabkan, karena adanya peningkatan input, seperti harga bahan baku (TBS), harga solar dan upah tenaga kerja dalam pembuatan CPO dan lemahnya posisi tawar PTPN IV, serta hal-hal yang bersifat


(21)

politis, yaitu hubungan diplomatik indonesia dengan negara pengimpor CPO. (2) perubahan harga sebesar 1% di tingkat pemasar akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 0,59% di tingkat produsen pada kegiatan pemasaran CPO Domestik PTPN IV. Hal ini disebabkan, karena adanya kenaikkan input, seperti bahan baku (TBS), harga solar pabrik dan upah tenaga kerja dalam pembuatan CPO dan lemahnya posisi tawar PTPN IV.

2.2. Landasan Teori

2.2.1 Supply Chain

Konsep supply chain (rantai penawaran) merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama melihat logistik sebagai persoalan intern masing-masing perusahaan dan pemecahannya dititik beratkan pada pemecahan secara intern di perusahaan masing-masing. Dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas dan terbentang sangat panjang mulai dari bahan baku sampai produk jadi yang digunakan oleh konsumen akhir

Konsep rantai penawaran yang relatif baru sebetulnya tidak sepenuhnya baru karena konsep tersebut merupakan perpanjangan dari konsep logistik. Hanya manajemen logistik lebih terfokus pada pengaturan aliran di dalam suatu perusahaan, sedangkan manajemen rantai penawaran menganggap bahwa integrasi dalam suatu perusahaan tidaklah cukup. Integrasi harus dicapai untuk seluruh mata rantai pengadaan barang, mulai dari yang paling hulu sampai dengan yang paling hilir. Oleh karena itu, rantai penawaran terfokus pada pengaturan aliran barang antar perusahaan yang terkait, dari hulu sampai hilir bahkan sampai pada konsumen terakhir (Isnanto, 2009).

2.2.2. Rantai Pemasaran

Kohl dan Uhl (1980) mendefinisikan pemasaran sebagai tampilan aktivitas bisnis yang terlibat dalam arus barang dan jasa dari pintu gerbang usahatani sampai ke tangan


(22)

konsumen. Menurut Saefuddin (1982) bahwa pemasaran merupakan aktivitas yang berkaitan dengan bergeraknya barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Berd as arkan definisi tersebut, maka tujuan dari pada pemasaran adalah agar barang dan atau jasa yang dihasilkan oleh petani maupun perusahaan sebagai produsen sampai ke konsumen. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan agar barang dan jasa dapat berpindah dari sektor produksi ke sektor konsumsi disebut sebagai fungsi pemasaran.

Rantai pemasaran yang semakin panjang yang memungkinkan terjadinya akumulasi bias transmisi harga yang semakin besar. Rantai pemasaran yang semakin panjang antara lain dapat disebabkan oleh jarak pemasaran yang semakin jauh antara daerah produsen dan daerah konsumen. Jarak pemasaran yang lebih jauh dapat terjadi karena produksi komoditas terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu sedangkan daerah konsumennya relatif tersebar dalam lingkup wilayah yang lebih luas (Nasruddin, 2002).

2.2.3. Integrasi Pasar

Integrasi pasar merupakan suatu indikator dari efisiensi pemasaran, khususnya efisiensi harga yaitu suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh perubahan harga yang terjadi pada pasar acuan (pasar di tingkat pedagang pengecer, Pr) akan menyebabkan terjadi perubahan pada pasar pengikutnya (pasar di tingkat petani, Pf) (Nasruddin, 2002).

Integrasi pasar tergolong menjadi 2, yaitu yang meliputi integrasi vertikal dan integrasi horizontal. Integrasi vertikal merupakan penggabungan proses dan fungsi dua atau lebih lembaga pemasaran pada tahap distribusi ke dalam satu sistem manajemen. Sedangkan integrasi horizontal adalah penggabungan dua atau lebih lembaga pemasaran yang melakukan fungsi yang sama pada tahap distribusi yang sama pula ke dalam satu sistem manajemen.

Dua pasar dikatakan terintegrasi secara vertikal apabila perubahan harga dari salah satu pasar disalurkan atau di transmisikan ke pasar lain. Hal tersebut sesuai dengan struktur


(23)

pasar persaingan sempurna, dimana perubahan harga acuan diteruskan secara sempurna ke pasar pengikut (tingkat petani). Dengan demikian, integrasi vertikal dapat digunakan sebagai indikator. Sedangkan integrasi pasar secara horizontal digunakan untuk melihat apakah mekanisme harga berjalan secara serentak atau tidak (Kusnadi dkk, 2009).

2.2.4. Law Of One Price

Law of one price mengungkapkan bahwa pada pasar persaingan yang bebas biaya

transportasi dan hambatan perdagangan resmi (seperti tarif), komoditi yang identik yang dijual di negara yang berbeda harus dijual dengan harga yang sama jika harga barang tersebut dikonversikan ke dalam mata uang yang sama (Kougmen dan Obstfeld, 2000).

Contoh : Harga sepotong roti di amerika adalah US$1 apabila nilai tukar Rp terhadap US$ yang berlaku saat ini adalah Rp 8000/US$, menurut asumsi the asumsi The Law of One Price, harga sepotong roti di Indinesia harus Rp 8000/US$. Jadi,dimana pun kita membeli

roti, apakah itu di Amerika atau di Indonesia, harganya adalah sama, sesuai dengan perbandingan tingkat nilai tukar yang berlaku antar kedua negara tersebut (Frensidy, 2008).

2.2.5. Elastisitas Transmisi Harga

Elastisitas transmisi harga merupakan perbandingan perubahan persentase dari harga di tingkat pengecer/ pemasar/konsumen (Y) dengan perubahan harga di tingkat petani/produsen (X), yang bertujuan untuk mengetahui melihat berapa besar perubahan harga di pasar pengecer/ pemasar/konsumen (Y) akibat terjadinya perubahan harga sebesar satu satuan unit di pasar petani/produsen (X). Dari perubahan/hubungan tersebut secara tidak langsung dapat diperkirakan tingkat keefektifan suatu informasi pasar, bentuk pasar dan efektifan sistem pemasaran.

Apabila elastisitas transmisi harga lebih kecil dari satu (Et < 1) dapat diartikan bahwa perubahan harga sebesar 1% di tingkat pengecer akan mengakibatkan


(24)

perubahan harga kurang dari 1% di tingkat petani dan bentuk pasar mengarah ke Monopsoni. Apabila elastisitas transmisi harga sama dengan satu (Et = 1), maka perubahan harga sebesar 1% di tingkat pengecer akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 1% di tingkat petani dan merupakan pasar persaingan sempurna. Apabila elastisitas transmisi harga lebih besar dari satu (Et > 1), maka perubahan harga sebesar 1% di tingkat pengecer akan mengakibatkan perubahan harga lebih besar dari 1% di tingkat petani dan bentuk pasarnya mengarah ke Monopoli.

Rumus elastisitas transmisi harga sebagai berikut :

∆Y X Et = x ∆X Y Dimana :

Et = Elastisitas Transmisi Harga

∆Y = Perubahan Harga di tingkat pengecer (∆Rp/∆Kg)

∆X = Perubahan Harga di tingkat petani (∆Rp/∆Kg) X = Harga di tingkat petani (Rp/Kg)

Y = Harga di tingkat pengecer (Rp/Kg) (Sudiyono, 2004)

Elastisitas transmisi harga umumnya bernilai lebih kecil satu. Apabila nilai Et suatu pasar lebih tinggi dari pasar yang lain, berarti pasar tersebut lebih efisiensi karena perubahan harga (fluktuasi) di tingkat produsen ditransmisikan dengan lebih sempurna ke konsumen (Silitonga, 1999).


(25)

2.3. Kerangka Pemikiran

Kelapa sawit adalah penghasil minyak nabati kelapa sawit yang disebut dengan CPO (Crude Palm Oil). CPO merupakan hasil olahan dari TBS (Tandan Buah Segar), yang dimana CPO dan TBS mempunyai nilai yang disebut dengan harga. Dalam kaitannya dengan pemasaran, harga ini di indikasikan mengalami perubahan harga.

Suatu pasar dapat dikatakan sempurna dilihat dari integrasi pasar dan elastisitas transmisi harga yang terjadi. Dimana integrasi harga dikatakan sempurna, jika pembentukan harga ditingkat petani dengan ditingkat PKS bernilai sama dengan satu. Sama halnya dengan elastisitas transmisi harga CPO Domestik terhadap TBS di tingkat petani yang mengacu pada harga CPO Internasional bernilai sama dengan satu. Ini di karenakan harga CPO Domestik di pengaruhi oleh harga internasional, dimana ketika harga CPO Internasional mengalami peningkatan harga jual, maka harga CPO Domestik akan mengalami peningkatan harga jual pula sesuai dengan harga dalam satu mata uang (kurs).

Jika ini berjalan dengan baik, maka akan terbentuk keadaan harga yang seimbang, sehingga elastisitas transmisi harga CPO Domestik terhadap harga TBS ditransmisikan dengan sempurna. Apabila hukum ini tidak berjalan baik, maka elastisitas transmisi harga yang terjadi tidak ditransmisikan dengan sempurna dan akan mengakibat dampak pada harga TBS yang diterima oleh petani kelapa sawit.


(26)

Harga TBS Petani Kelapa Sawit

Keterangan :

: Dampak : Transmisi

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Harga

CPO Internasional

Harga CPO Domestik

Harga TBS Sumatera Utara

Harga CPO Internasional


(27)

2.4. Hipotesis

Sesuai dengan landasan teori yang telah dijelaskan, maka penulis menganggap hipotesis penelitian yang akan diteliti adalah

1. Adanya hubungan yang erat antara harga CPO Internasional dengan CPO Domestik, harga CPO Internasional dengan harga TBS Sumatera Utara, dan harga CPO Domestik dengan harga TBS Sumatera Utara pada periode yang sama

2. Harga CPO Domestik ditransmisikan dengan sempurna terhadap harga TBS di tingkat petani


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditetapkan secara purposive, yaitu penentuan lokasi sampel dilakukan secara sengaja, yaitu di Kabupaten Labuhan Batu (kabupaten dengan luas lahan terbesar) dan Kabupaten Serdang Bedagai (salah satu kabupaten hasil pemekaran yang mempunyai prospek pengembangan kelapa sawit) sebagai sentra perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara (Tabel 1).

Tabel 1. Wilayah Potensi Pengembangan Komoditi Kelapa Sawit

Kabupaten Luas Lahan (ha)

1. Asahan 38,746

2. Deli Serdang 9,629

3. Labuhan Batu 85,527

4. Langkat 24,438

5. Mandailing Natal 10,400

6. Pakpak Barat 1,260

7. Serdang Bedagai 50,057

8. Simalungun 24,902

9. Tapanuli Selatan 57,744

10. Toba Samosir 1,279

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal 2007

3.2. Metode Penentuan Sampel

Sampel diambil dengan metode penelusuran (Accedental), yaitu metode yang pengambilan sampelnya tidak ditetapkan terlebih dahulu, dimana peneliti langsung mengumpulkan data dari unit sampling yang merupakan petani kelapa sawit yang


(29)

mempunyai lahan dengan tanaman yang telah menghasilkan. Berdasarkan teori penarikan sampel, sampel petani yang diambil dalam penelitian ini adalah 60 sampel petani kelapa sawit (30 sampel petani x 2 Pemkab), karena bagaimanapun bentuk populasinya teori penarikan sampel menjamin akan diperolehnya hasil yang memuaskan. Untuk penelitian yang menggunakan analisis statistik, ukuran sampel paling minimum 30. Selain itu, metode ini digunakan karena keterbatasan waktu dan biaya dalam penelitian (Walpole, 1992).

3.3.Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Data Primer

Data PKS dan petani kelapa sawit akan diperoleh melalui wawancara dengan berpedoman pada kuisioner yang terstruktur, yang mana sampel memberikan jawaban berdasarkan pilihan yang tersedia dalam kuisioner. Selain itu, peneliti juga melakukan pengamatan langsung terhadap objek studi.

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari BPS, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT. Perkebunan Nusantara I – IV cabang Medan, serta instansi lain yang terkait baik pada tingkat propinsi maupun daerah penelitian, serta bahan-bahan yang telah diterbitkan berupa hasil penelitian terdahulu.

Data-data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain : • Data harga TBS Sumatera Utara

• Data harga CPO domestik • Data harga CPO internasional


(30)

3.4. Metode Analisis Data

Identifikasi Masalah 1, Untuk mengetahui perkembangan harga CPO internasional,

harga CPO domestik, harga TBS sumatera utara digunakan analisis deskriptif dengan melihat harga nominal dan harga riil bulanan yaitu dari bulan januari 2001 sampai bulan desember 2010, dan tingkat pertumbuhan masing-masing.

Hipotesis 1, untuk mengetahui hubungan yang erat pada periode yang sama

digunakan analisis korelasi model Gujarati (1999), yaitu uji yang menentukan derajat atau kekuatan hubungan antara variabel terikat (Y) dengan variabel bebas (X), yang bertujuan untuk menentukan apakah suatu hipotesa dapa diterima atau tidak. Model korelasi dapat dilihat sebagai sebagai berikut :

Y = b0 + b1X

Keterangan : b0 : Konstanta

b1 : Koefisien Regresi

r : Koefisien Korelasi

X : Harga Rill Konsumen (Rp/Kg) Y : Harga Rill Produsen (Rp/Kg) n : Jumlah Sampel

Jika b1 = 1, maka terjadi hubungan yang erat antara harga konsumen dengan harga produsen,

sehingga pasarnya merupakan pasar persaingan sempurna, terjadi integrasi harga secara sempurna dan pemasarannya efisien.


(31)

Jika b1 < 1, maka tidak terjadi hubungan yang erat antara harga konsumen dengan harga

produsen dan pasarnya mengarah ke monopsoni, tidak terjadi integrasi harga secara sempurna dan pemasarannya tidak efisien.

Jika b1 > 1, maka tidak terjadi hubungan yang erat antara harga konsumen dengan harga

produsen dan pasarnya mengarah ke monopoli, tidak terjadi integrasi harga secara sempurna dan pemasarannya tidak efisien.

Hipotesis 2, Elastisitas transmisi harga CPO Domestik terhadap h arga TBS

S u m at era Ut ara merupakan perbandingan perubahan persentase dari harga CPO Domestik (X) dengan perubahan harga TBS Sumatera Utara (Y). Untuk melihat elastisitas transmisi harga yang terjadi, dapat digunakan rumus sebagai berikut :

∆Y X Et = x ∆X Y

Parameter tersebut dapat diduga dengan menggunakan model regresi linier sederhana sebagai berikut :

Y = b0 + b1X

b1 X = b0 + Y

1

X = x (b0 + Y)

b1

1

X = x Y

b1 ∆X 1

=

∆Y b1

Sehingga :

∆Y X Et = x ∆X Y

X

Et = b1 x


(32)

Dimana :

Et = Elastisitas Transmisi Harga

∆X = Perubahan Harga Rill CPO Domestik (Rp/Kg)

∆Y = Perubahan Harga TBS Rill Sumatera Utara(Rp/Kg) Y = Harga TBS Rill Sumatera Utara(Rp/Kg)

X = Harga CPO Rill Domestik (Rp/Kg) b0 = Konstanta

b1 = Koefisien Regresi Elastisitas Transmisi Harga

Jika Et = 1, maka kepekaan perubahan harga CPO sebesar 1% di tingkat domestik akan mengakibatkan perubahan harga TBS sebesar 1% di tingkat Sumatera Utara atau elastisitas transmisi harga terjadi secara sempurna dan merupakan pasar persaingan sempurna

Jika Et > 1, maka kepekaan perubahan harga CPO sebesar 1% di tingkat domestik akan mengakibatkan perubahan harga TBS besar dari 1% di tingkat Sumatera Utara atau elastisitas transmisi harga tidak terjadi secara sempurna dan mengarah ke pasar monopoli

Jika Et < 1, maka kepekaan perubahan harga CPO sebesar 1% di tingkat domestik akan mengakibatkan perubahan harga TBS kurang dari 1% di tingkat Sumatera Utara atau elastisitas transmisi harga tidak terjadi secara sempurna dan mengarah ke pasar monopsoni

Untuk menghindari hasil regresi linear sederhana yang palsu akibat penggunaan data Time Series di dalam penelitian ini diperlukan pengubahan harga dari nilai nominal ke dalam

nilai riil. Data harga CPO Domestik dan Harga TBS Sumatera Utara merupakan data harga dalam nilai nominal. Data ini terlebih dahulu diubah ke dalam benuk nilai riil. Nilai riil


(33)

digunakan sehingga nilai yang dihitung benar-benar merupakan nilai sebenarnya pada saat berlakunya harga.

Data nominal harga CPO Internasional terlebih dahulu diubah kedalam mata uang rupiah dan diteruskan diubah kedalam data riil dengan menggunakan rumus :

* US$ x Exchange Rate *

Data nominal harga CPO Domestik diubah kedalam data riil dengan menggunakan rumus :

Data nominal harga TBS Sumatera Utara diubah kedalam data riil dengan menggunakan rumus :

Dimana :

Harga CPO Domestik : Data harga CPO Domestik dalam bentuk nominal Harga TBS Sumtera Utara : Data harga TBS Sumatera Utara dalam bentuk nominal


(34)

3.5. Definisi dan Batasan Operasional

Definisi dan batasan operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalahapahaman istilah-istilah yang terdapat dalam skripsi.

3.5.1 Definisi Operasional

Adapun defenisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Harga adalah sejumlah uang yang dibebankan pada produk atau jasa atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat yang diperoleh dari produk atau jasa tersebut 2. Harga CPO adalah harga rata-rata penjualan dari perkebunan besar negara ke pengolahan

dalam negeri atau pada penjualan dipasar internasioanal

3. Harga FOB (free on board) adalah penetapan harga yang dilakukan diatas kapal, artinya bahwa segala biaya sampai barang yang dijual berada diatas kapal merupakan tanggungan penjual termasuk keamanan selama perjalanan. Tetapi setelah barang berada diatas kapal, hak atas barang menjadi tanggung jawab si pembeli sampai di tempat tujuan 4. Elastisitas transmisi harga adalah persentase perubahan harga suatu barang dimana yang

disebabkan oleh persentase perubahan harga barang yang lain

5. Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah nomor indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga

1.5.2. Batasan Operasional

Adapun batasan operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Daerah penelitian ditetapkan secara purposive, yaitu Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Serdang Bedagai sebagai sentra perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara

2. Waktu penelitian adalah tahun 2011


(35)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di 2 kabupaten yaitu: Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Serdang Bedagai.

4.1. Kabupaten Labuhan Batu

Kabupaten Labuhan Batu yang terdiri dari 9 Kecamatan dan 98 Desa/Kelurahan Definitif dan merupakan bagian dari Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Labuhan Batu terletak antara 1°41’ - 2°44’ LU dan 99°33’ -100°22’ BT dan menempati area seluas 256.138 Ha yang adapun batas administratif Kabupaten Labuhan Batu adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Kabupaten Labuhan Batu Utara. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu Selatan dan Kabupaten

Padang Lawas Utara.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu Utara. 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Riau.

Adapun luas kebun kelapa sawit berdasarkan kepemilikan di daerah Kabupaten Labuhan Batu adalah :

Tabel 2. Luas Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhan Batu Kepemilikan

Luas (Ha)

Persentase terhadap Jumlah (%)

Perkebunan Negeri 81.842,02 23,02

Perkebunan Swasta 240.802,51 67,72

Perkebunan Rakyat 32.927 9,26

Jumlah 355.571,53 100


(36)

Berdasarkan tabel 2 di atas dapat diketahui Kabupaten Labuhan Batu memiliki luas Perkebunan Negeri, Perkebunan Swasta dan Perkebunan Rakyat yaitu sebesar 81.842,02 Ha (23,02%), 240.802,51 Ha (67,72%), 32.927 Ha (9,26%) lebih luas dibandingkan Kabupaten Serdang Bedagai. Di daerah Kabupaten Labuhan Batu Perkebunan Swasta lebih luas dibandingkan Perkebunan Negeri dan Perkebunan Rakyat.

Adapun jumlah produksi kebun kelapa sawit di daerah Kabupaten Labuhan Batu adalah :

Tabel 3. Produksi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Labuhan Batu

Kepemilikan

Produksi (Ton)

Persentase terhadap Jumlah (%)

Perkebunan Negeri 1.347.465,92 20,83

Perkebunan Swasta 4.697.467,83 72,61

Perkebunan Rakyat 424.241 6,56

Jumlah 6.469.174,75 100

Sumber : BPS,Labuhan Batu Dalam Angka 2009

Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui Kabupaten Labuhan Batu memiliki produksi TBS Perkebunan Negeri, Perkebunan Swasta dan Perkebunan Rakyat yaitu sebesar 1.347.465,92 Ton (20,83%), 4.697.467,83 Ton (72,61%), 424.241 Ton (6,56%). Di daerah Kabupaten Labuhan Batu Perkebunan Swasta memiliki jumlah produksi TBS yang lebih banyak dibandingkan Perkebunan Negeri dan Perkebunan Rakyat.

4.2. Kabupaten Serdang Bedagai

Kabupaten Serdang Bedagai adalah salah satu Kabupaten pemekaran dari induknya yaitu Kabupaten Deli Serdang yang terletak diantara 2057' - 30 16' LU dan 970 52' - 980 45' BT. Kabupaten Serdang Bedagai secara administrative terdiri dari 11 Kecamatan, 243 desa, 5 kelurahan yang memliki luas 1.900,22 Km2 yang adapun batas administratif Kabupaten Serdang Bedagai adalah sebagai berikut :


(37)

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Simalungun. 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Batubara dengan Kabupaten Simalungun Adapun luas kebun kelapa sawit berdasarkan kepemilikan di daerah Kabupaten Serdang Bedagai adalah :

Tabel 4. Luas Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Serdang Bedagai Kepemilikan

Luas (Ha)

Persentase terhadap Jumlah (%)

Perkebunan Negeri 21.937,8 40,97

Perkebunan Swasta 19.760,89 36,9

Perkebunan Rakyat 11.849,1 22,13

Jumlah 53.547.79 100

Sumber : BPS,Serdang Bedagai Dalam Angka 2009

Berdasarkan tabel 4 di atas dapat diketahui Kabupaten Serdang Bedagai memiliki luas Perkebunan Negeri, Perkebunan Swasta dan Perkebunan Rakyat yaitu sebesar 21.937,8 Ha (40,97%), 19.760,89 Ha (36,9%), 11.489,1 Ha (22,13%). Kabupaten Serdang Bedagai memiliki luas Perkebunan Negeri paling besar dibandingkan Perkebunan Swasta dan Perkebunan Rakyat.

Tabel 5. Produksi Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Serdang Bedagai Kepemilikan

Produksi (Ton)

Persentase terhadap Jumlah (%)

Perkebunan Negeri 378.827,19 44,95

Perkebunan Swasta 311.241,31 36,93

Perkebunan Rakyat 152.724,83 18,12

Jumlah 842.793,33 100


(38)

Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui Kabupaten Serdang Bedagai memiliki produksi TBS Perkebunan Negeri, Perkebunan Swasta dan Perkebunan Rakyat yaitu sebesar 378.827,19 Ton (44,95%), 311.241,31 Ton (36,93%), 152.724,83 Ton (18,12%). Kabupaten Serdang Bedagai Perkebunan Negeri memiliki jumlah produksi yang besar dibandingkan Perkebunan Swasta dan Perkebunan Rakyat.


(39)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Perkembangan harga CPO Internasional, harga CPO Domestik, harga TBS Sumatera Utara, dan tingkat pertumbuhan harga rill

5.1.1. Perkembangan harga CPO di pasar Internasional

Dalam beberapa tahun belakang ini, harga CPO Internasional mengalami lonjakan harga yang sangat pesat atau fluktuatif, dimana Fluktuasi adalah keadaan dimana pada saat tertentu harga melonjak naik, sementara pada saat yang lain harga menjadi anjlok baik harga nominal dan harga rill CPO Internasional. Perubahan tersebut dapat dilihat dari gambar berikut ini :

Gambar 2. Grafik Perkembangan Harga Nominal CPO Internasional

Pada gambar 2 dapat kita lihat bahwa perkembangan harga nominal CPO Internasional mengalami fluktuasi harga yang tidak stabil, dimana pada awal tahun 2001 harga CPO Internasional berada pada kisaran 191 US$ per Ton (CIF Rotterdam) yang terus


(40)

fluktuasi dari 185 US$ hingga 520 US$ per Ton di bulan Maret 2004, namun di awal kwartal kedua 2004 harga mengalami penurunan yang cukup signifikan. Awal tahun 2007 kenaikan harga yang cukup signifikan terus terjadi hingga menembus angka 550 US$ per ton dan puncaknya pada akhir tahun 2007 dimana harga CPO Internasional berada pada angka 883 US$ per Ton.

Di tahun 2008 bisa dikatakan tahun keemasan, tetapi juga bisa dikatakan tahun keterpurukkan. Dikatakan tahun keemasan karena harga CPO Internasional sempat mencapai angka 1.146 US$ per Ton yang dimulai dari awal tahun 2007, sehingga banyak pihak yang ikut mengembangkan bisnis ini mulai dari pengembang bisnis hulu hingga hilir. Tetapi pada bulan Agustus 2008, banyak pihak yang mengalami kerugian besar yang disebabkan harga CPO Internasional mengalami penurun harga sebesar 300 US$ yang bulan sebelumnya berada pada angka 1.026 US$ per Ton sehingga banyak pengembang bisnis hilir komoditi kelapa sawit beralih ke bisnis hilir minyak nabati yang lain. Keadaan ini berlangsung hingga akhir 2008 dan merupakan harga terendah dua tahun terakhir, yaitu 440 US$ per Ton. Tetapi tahun keemasan pun berada di tahun 2008, dimana harga CPO Internasional sempat berada pada 1.146 US$ yang merupakan harga tertinggi yang sempat berada di pasar Internasional dalam delapan tahun terakhir.

Masa pemulihan di mulai pada awal tahun 2009 dengan berada pada harga 522 US$ per Ton dan cenderung stabil di kisaran harga 500 – 700 US$ per Ton hingga akhir tahun 2009. Keadaan ini terus mengalamami peningkatan harga yang cukup signifikan hingga akhir tahun 2010, yaitu 1.171 US$ per Ton dan menjadi harga tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir.


(41)

Gambar 3. Grafik Perkembangan Harga Rill CPO Internasional

Perkembangan harga rill CPO Internasional juga cenderung sama dengan perkembangan harga nominal CPO Internasional. Ini dapat kita lihat dari gambar 2 dan 3, dimana dari tahun 2001 hingga tahun 2010 perkembangan harga rill CPO Internasional cenderung sama dengan perkembangan harga nominal CPO Internasional. Hanya saja harga tertinggi selama dalam sepuluh tahun terakhir berada pada tahun 2008 bukan di tahun 2010 yaitu Rp 9.998 per Kg, tidak seperti halnya pada gambar 2. Harga rill CPO Internasional tertinggi pada tahun 2008 berada di bulan Maret, sedangkan harga rill tahun 2010 berada pada bulan Desember sebesar Rp 8.484 per Kg. Ini dikarenakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar amerika (Lampiran 2) pada bulan Maret 2008 mengalami kenaikan, yaitu sebesar Rp 9.230 per US$, sedangkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar amerika pada bulan Desember 2010 mengalami penurunan, yaitu sebesar Rp 9.067 per US$.

Perkembangan Index Harga Konsumen (IHK) di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir dengan tahun dasar acuan 2007 (2007 = 100) (Lampiran 1) juga ikut mempengaruhi


(42)

perkembangan harga rill CPO Internasional. Dimana IHK Pada bulan Maret tahun 2008 sebesar 105 lebih rendah dari IHK pada bulan Desember tahun 2010 sebesar 125.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa perkembangan harga nominal dan harga rill CPO Internasional cenderung sama yaitu mengalami peningkatan harga yang sama secara fluktuatif.

5.1.2. Perkembangan harga CPO Domestik

Meskipun Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia tetapi perkembangan harga CPO Domestik mengacu pada perkembangan harga CPO Internasional yang ditetapkan di Rotterdam, Belanda. Ini dikarenakan Indonesia bersama Malaysia belum dapat menjadi price maker CPO Internasional. Ini dapat dilihat dari setiap pergerakan harga CPO Domestik

yang cenderung sama dengan pergerakan harga CPO Internasional (Gambar 4).

Gambar 4. Grafik Perkembangan Harga Nominal CPO Domestik

Pada gambar 4 dapat kita lihat bahwa perkembangan harga nominal CPO Domestik mengalami fluktuasi harga yang tidak stabil, dimana pada awal tahun 2001 harga CPO


(43)

Domestik berada pada kisaran Rp 1.532 per Kg yang terus fluktuasi dari Rp 2.027 per Kg hingga Rp 4.130 per Kg di bulan Mei 2004, namun di akhir kwartal kedua 2004 harga mengalami penurunan yang cukup signifikan. Awal tahun 2007 kenaikan harga yang cukup signifikan terus terjadi hingga menembus angka Rp 4.617 per Kg dan puncaknya pada akhir tahun 2007 dimana harga CPO Domestik berada pada angka Rp 7.186 per Kg.

Di tahun 2008 bisa dikatakan tahun keemasan, tetapi juga bisa dikatakan tahun keterpurukkan. Dikatakan tahun keemasan karena harga CPO Domestik sempat mencapai angka Rp 8.952 per Kg yang dimulai dari awal tahun 2007, sehingga banyak pihak yang ikut mengembangkan bisnis ini mulai dari pengembang bisnis hulu hingga hilir. Tetapipada bulan Oktober 2008, banyak pihak yang mengalami kerugian besar yang disebabkan harga CPO Domestik mengalami penurun harga sebesar Rp 1.325 yang bulan sebelumnya berada pada angka Rp 5.316 per Kg dan merupakan harga terendah dua tahun terakhir, yaitu Rp 3.990 per Kg. Ini dikarenakan pada tahun 2008, Indonesia ikut mengalami krisis global yang terjadi di Amerika Serikat sebagai negara adidaya yang berimbas pada perekonomian Indonesia dan nilai tukar mata uang Dollar Amerikat Serikat terhadap Rupiah. Tetapi tahun keemasan ini pun sempat dirasakan pengembang bisnis ini di tahun 2008, dimana harga CPO Domestik berada pada Rp 8.952 per Kg yang merupakan harga tertinggi yang sempat berada di pasar Domestik dalam sepuluh tahun terakhir.

Masa pemulihan di mulai pada awal tahun 2009 dengan berada pada harga Rp 5.222 per Kg dan cenderung stabil di kisaran harga Rp 5000 – 7000 per Kg hingga akhir tahun 2009. Keadaan ini terus mengalamami peningkatan harga yang cukup signifikan hingga akhir tahun 2010, yaitu Rp 7.624 per Kg dan menjadi harga kedua tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir. Ini dikarenakan, negara Amerika Serikat telah mengalami pemulihan ekonomi setelah negara tersebut mengalami krisis global yang berkepanjangan, sehingga berdampak pada pemulihan perekonomian Indonesia dan nilai nilai tukar mata uang Dollar Amerikat


(44)

Serikat terhadap Rupiah sebagai mata uang yang sering dipergunakan Indonesia sebagai mata uang transaksi perdagangan internasional.

Gambar 5. Grafik Perkembangan Harga Rill CPO Domestik

Perkembangan harga rill CPO dan harga nominal CPO Domestik sama-sama mengalami perkembangan yang juga cenderung dalam kurun waktu sepuluh tahun. Ini dapat kita lihat dari gambar 4 dan gambar 5, dimana dari tahun 2001 hingga tahun 2010 perkembangan harga rill CPO Domestik cenderung sama dengan perkembangan harga nominal CPO Domestik dan harga tertinggi selama dalam sepuluh tahun terakhir sama-sama berada pada bulan Mei tahun 2008. Dimana harga nominal CPO Domestik sebesar Rp 8.952 per Kg dan harga rill CPO Domestik sebesar Rp 8.329 per Kg. begitu juga di tahun 2009, harga nominal dan harga rill CPO Domestik sama-sama berada pada bulan Mei 2009 yang merupakan harga tertinggi kedua dalam sepuluh tahun terakhir. Dimana harga nominal CPO Domestik sebesar Rp 7.594 per Kg dan harga rill CPO sebesar Rp 6.663 per Kg.


(45)

Gambar 6. Grafik Perbandingan Harga Nominal dan Rill CPO Domestik

Pada gambar 6 tampak jelas bahwa grafik perkembangan harga nominal dan perkembangan harga rill CPO Domestik cenderung sama. Hanya saja pada bulan September 2007 hingga bulan Desember 2010, grafik perkembangan harga rill CPO Domestik mengalami penurunan grafik jika dibandingkan dengan grafik perkembangan harga nominal CPO Domestik yang mengalami peningkatan grafik. Dimana sebelumnya pada bulan Januari 2001 hingga bulan Agustus 2007, grafik perkembangan harga nominal CPO Domestik lebih rendah dengan grafik perkembangan harga rill CPO Domestik. Tetapi secara keseluruhan grafik perkembangan harga nominal CPO Domestik mengalami peningkatan secara signifikan dibandingkan dengan grafik perkembangan harga rill CPO Domestik.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan harga nominal dan harga rill CPO Domestik cenderung sama yaitu mengalami peningkatan harga yang sama secara fluktuatif.

5.1.3. Perkembangan harga TBS Sumatera Utara

Harga TBS Sumatera Utara merupakan harga acuan TBS di tingkat Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan di tingkat petani kelapa sawit di Propinsi Sumatera Utara yang ditetapkan


(46)

bersama oleh Dinas Perkebunan, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit, dan Pengusaha pengembang bisnis hulu hingga hilir komoditi kelapa sawit di Propinsi Sumatera Utara. Perkembangan harga TBS Sumatera Utara dalam sepuluh tahun terakhir mengalami fluktuasi harga yang tidak stabil. Ini dikarenakan perkembangan harga TBS di Sumatera Utara di pengaruhi oleh perkembangan harga CPO Domestik dan perkembangan harga CPO Domestik dipengaruhi oleh perkembangan harga CPO Internasional. Ini dapat dilihat dari setiap pergerakan harga TBS di Sumatera Utara cenderung sama dengan pergerakan harga CPO Domestik (Gambar 7).

Gambar 7. Grafik Perkembangan Harga Nominal TBS Sumatera Utara

Pada gambar 7 dapat kita lihat bahwa perkembangan harga nominal TBS Sumatera Utara pada awal tahun 2001 berada pada kisaran Rp 283 per Kg yang terus fluktuasi dari Rp 381 per Kg hingga Rp 842 per Kg di bulan Mei 2004, namun di akhir kwartal kedua 2004 harga mengalami penurunan yang cukup signifikan. Awal tahun 2007 kenaikan harga yang cukup signifikan terus terjadi hingga menembus angka Rp 913 per Kg dan puncaknya pada akhir tahun 2007 dimana harga TBS berada pada angka Rp 1.500 per Kg.


(47)

Di tahun 2008 banyak pihak yang ikut mengembangkan bisnis ini mulai dari pengembang bisnis hulu hingga hilir dimana merupakan tahun keemasan, tetapi juga bisa dikatakan tahun keterpurukkan. Dikatakan tahun keemasan karena harga TBS sempat mencapai angka Rp 1.896 per Kg yang dimulai dari awal tahun 2007 dan merupakan harga tertinggi di tingkat Propinsi Sumatera Utara dalam sepuluh tahun terakhir, sehingga banyak pihak mencoba membuka lahan perkebunan baru seluas-luasnya untuk menanam komoditi kelapa sawit . Tetapi pada bulan Agustus 2008, banyak pihak yang mengalami kerugian besar yang disebabkan harga TBS mengalami penurunan harga sebesar Rp 334 yang dua bulan sebelumnya berada pada angka Rp 1.136 per Kg sehingga banyak pengembang bisnis hulu membiarkan lahan mereka tidak dikelola dengan baik sehingga banyak TBS dibiarkan masak pada pohon kelapa sawit hingga mengalami pembusukan, dan merupakan harga terendah di tahun 2008, yaitu Rp 802 per Kg.

Masa pemulihan di mulai pada awal tahun 2009 dengan berada pada harga Rp 1.008 per Kg dan cenderung stabil di kisaran harga Rp 1000 – 1300 per Kg hingga akhir

tahun 2009. Keadaan ini terus mengalamami peningkatan harga yang cukup signifikan hingga akhir tahun 2010, yaitu Rp 1.624 per Kg dan menjadi harga kedua tertinggi dalam 10 tahun terakhir.


(48)

Perkembangan harga rill TBS Sumatera Utara juga cenderung sama dengan perkembangan harga nominal TBS Sumatera Utara. Ini dapat kita lihat dari gambar 7 dan gambar 8, dimana dari tahun 2001 hingga tahun 2010 perkembangan harga rill TBS Sumatera Utara cenderung sama dengan perkembangan harga nominal TBS Sumatera Utara. Hanya saja harga rill tertinggi selama dalam sepuluh tahun terakhir berada pada bulan Maret tahun 2008 bukan di bulan Mei tahun 2008 yaitu Rp 1.784 per Kg, tidak seperti halnya pada gambar 7. Ini di karenakan harga rill TBS Sumatera Utara pada bulan Maret hingga bulan Mei 2008 mengalami penurunan sebesar Rp 20, dengan Index Harga Konsumen di Indonesia (Lampiran 1) pada bulan Maret tahun 2008 sebesar 105, sedangkan IHK pada bulan Mei

tahun 2008 sebesar 107.

Gambar 9. Grafik Perbandingan Harga Nominal dan Rill TBS Sumatera Utara

Pada gambar 9 tampak jelas bahwa grafik perkembangan harga nominal dan perkembangan harga rill TBS Sumatera Utara cenderung sama. Hanya saja pada bulan September 2007 hingga bulan Desember 2010, grafik perkembangan harga rill TBS Sumatera Utara mengalami penurunan grafik jika dibandingkan dengan grafik perkembangan harga


(49)

nominal TBS Sumatera Utara yang mengalami peningkatan grafik. Dimana sebelumnya pada bulan Januari 2001 hingga bulan Agustus 2007, grafik perkembangan harga nominal TBS Sumatera Utara lebih rendah dengan grafik perkembangan harga rill TBS Sumatera Utara. Tetapi secara keseluruhan grafik perkembangan harga nominal TBS Sumatera Utara mengalami peningkatan secara signifikan dibandingkan dengan grafik perkembangan harga rill TBS Sumatera Utara. Dan ini sama seperti halnya pada gambar 6, yaitu grafik perkembangan harga nominal dan perkembangan harga rill CPO Domestik cenderung sama

Jadi, dapat disimpulkan bahwa perkembangan harga nominal dan harga rill TBS Sumatera Utara cenderung sama yaitu mengalami peningkatan harga yang sama secara fluktuatif.

5.1.4. Tingkat pertumbuhan harga

Tingkat pertumbuhan harga pada harga TBS Sumatera Utara, harga CPO Domestik dan harga CPO Internasional mengalami pergerakkan yang cenderung sama pada setiap tahunnya. Pada tahun 2001 sampai 2009 tingkat pertumbuhan harga rill masing-masing harga per tahun mengalami pergerakkan fluktuasi yang sama. Tetapi di tahun 2010 tingkat pertumbuhan harga rill TBS Sumatera Utara dan harga rill CPO Domestik mengalami penurunan, sedangkan tingkat pertumbuhan harga rill CPO Internasional mengalami peningkatan.

Pada tahun 2001, 2003 sampai 2009 tingkat pertumbuhan harga nominal masing-masing harga per tahun mengalami pergerakkan fluktuasi yang sama. Tetapi di tahun 2002 dan 2010 tingkat pertumbuhan harga nominal TBS Sumatera Utara dan harga nominal CPO Domestik mengalami penurunan, sedangkan tingkat pertumbuhan harga nominal CPO Internasional mengalami peningkatan.

Tingkat pertumbuhan masing-masing harga ini dapat kita lihat pada tabel 6 di bawah ini :


(50)

Tabel 6. Tingkat pertumbuhan harga (%)

Tahun

P TBS P CPO Domestik P CPO Internasional

Nominal (Rp/Kg) Rill (Rp/Kg) Nominal (Rp/Kg) Rill (Rp/Kg) Nominal (US$/Ton) Rill (Rp/Kg)

2001 3,642 2,753 3,731 2,840 2,749 2,630

2002 2,855 2,089 2,395 1,626 3,020 1,112

2003 0,035 -0,402 0,205 -0,231 0,614 -0,214

2004 -0,754 -1,279 -0,922 -1,449 -2,342 -4,017

2005 0,220 -1,091 0,227 -1,090 -0,083 -0,879

2006 1,641 1,120 1,977 1,457 2,841 1,665

2007 4,135 3,608 4,056 3,535 4,062 3,809

2008 -5,474 -6,391 -4,594 -5,511 -6,902 -5,914

2009 2,861 2,624 2,368 2,131 3,559 1,921

2010 1,487 0,931 1,177 0,619 3,782 2,856

Sumber : Data olahan dari lampiran 9,10 dan 11

Pada tabel 6 tampak jelas bahwa tingkat pertumbuhan harga di tahun 2010 mengalami tingkat pertumbuhan harga per tahun yang berbeda pada tingkat pertumbuhan harga TBS Sumatera Utara, harga CPO Domestik dengan harga CPO Internasional dimana tingkat pertumbuhan masing-masing sebesar 0,931%, 0,619% dan 2,856%. Ini dikarenakan pada bulan November 2010 harga CPO Internasional mengalami kenaikkan harga sebesar Rp 863,809 per Kg dengan tingkat pertumbuhan harga per bulan sebesar 11,262%, sedangkan harga TBS Sumatera Utara dan CPO Domestik masing-masing mengalami kenaikkan harga sebesar Rp 0,007 dan Rp 37,295 per Kg dengan tingkat pertumbuhan per bulan masing-masing sebesar 0,001% dan 0,619%.

Pergerakan tingkat pertumbuhan harga nominal juga cenderung sama dalam sepuluh tahun terakhir, hanya saja di tahun 2002 dan 2010 tingkat pertumbuhan harga TBS Sumatera Utara dan Harga CPO Domestik mengalami penurunan, sedangkan tingkat pertumbuhan harga CPO Internasional mengalami peningkatan. Pada tabel 6 tampak jelas bahwa tingkat


(51)

pertumbuhan harga di tahun 2002 dan 2010 mengalami tingkat pertumbuhan harga per tahun yang berbeda pada tingkat pertumbuhan harga TBS Sumatera Utara, harga CPO Domestik dengan harga CPO Internasional dimana tingkat pertumbuhan di tahun 2002 dan 2010 masing-masing sebesar 2,855%, 2,395%, 3,02%, dan 1,478%, 1,177%, 3,782% . Ini dikarenakan pada bulan Juni 2002 dan November 2010 harga CPO Internasional mengalami kenaikkan harga masing-masing sebesar 38,180 US$ per Ton dan 123,790 US$ per Ton dengan tingkat pertumbuhan harga per bulan masing-masing sebesar 10,154% dan 11,262%, sedangkan harga TBS Sumatera Utara dan CPO Domestik masing-masing mengalami kenaikkan harga sebesar Rp 44,833 dan Rp 195,503 per Kg dengan tingkat pertumbuhan masing-masing 7,288% dan 6,319% di bulan Juni 2002, serta Rp 9,210 dan Rp 90,510 per Kg dengan tingkat pertumbuhan per bulan masing-masing sebesar 0,597% dan 1,212% di bulan November 2010.

Tahun 2004 dan 2008 merupakan tahun dimana tingkat pertumbuhan harga nominal masing-masing harga mengalami penurunan harga jual yang sangat drastis, yaitu antara 0% – 11%. Penyebabnya adalah :

• Sejak Juli-September 2008 karena berkurangnya permintaan akibat melambatnya kinerja perekonomian global atau terjadinya krisis global

• Harga minyak mentah dunia yang melemah

• Meningkatnya produksi minyak kedelai dan bunga matahari di Amerika Latin, Amerika Serikat, dan Eropa semakin menekan harga CPO

• Meningkatnya produksi minyak sawit di negara Malaysia dan Indonesia, sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia

• Adanya isu-isu seperti produk yang tidak higienis, pengrusakan ekosistem hutan termasuk isu pemusnahan orang utan merupakan isu yang diangkat


(52)

untuk menjatuhkan harga CPO dunia oleh negara penghasil produk subtitusi minyak nabati selain CPO.

Sedangkan tahun 2006 dan 2009 merupakan tahun dimana tingkat pertumbuhan masing-masing harga mengalami peningkatan harga jual yang sangat drastis, yaitu antara 1% - 3%. Ini dikarenakan :

• Penurunan produksi sawit dan kedelai, yang merupakan bahan baku utama minyak nabati dunia

• Munculnya El Nino yang menyebabkan kekeringan panjang di Asia Tenggara. Sebaliknya, fenomena alam itu menyebabkan hujan luar biasa deras di Amerika Latin, sehingga merusak panen kedelai

• Membaiknya kembali harga minyak mentah dunia, seiring dengan mulai pulihnya perekonomian di Amerika Serikat (AS), Jepang, dan negara-negara di Eropa. Terkhususnya meredanya krisis global yang terjadi di Amerika Serikat

• Sentimen pemanfaatan CPO sebagai bahan baku biodiesel, sebagai dampak dari meningkatnya harga minyak bumi dunia (Crude Oil)

Tahun 2004 dan 2008 merupakan tahun dimana tingkat pertumbuhan harga Rill masing-masing harga mengalami penurunan harga jual yang sangat drastis, yaitu antara 6% – 9%. Ini di karenakan :

• Pada umumnya faktor yang mempengaruhi penurunan harga nominal ikut juga juga mempengaruhi penurunan harga rill

• Setiap tahun pada semester kedua, Indonesia sebagai negara produsen CPO Dunia mengalami “banjir buah”. Terkhususnya pada tahun 2008, banyak TBS yang dibiarkan busuk akibat imbas krisis global

• Terjadinya peningkatan persentase inflasi yang ditandai dengan meningkatnya persentase Index Harga Konsumen (IHK) secara fluktuatif


(53)

Sedangkan tahun 2003 dan 2009 merupakan tahun dimana tingkat pertumbuhan masing-masing harga mengalami peningkatan harga jual yang sangat drastis, yaitu antara 2% - 5%. Penyebabnya adalah :

• Pada umumnya faktor yang mempengaruhi peningkatan harga nominal ikut juga juga mempengaruhi peningkatan harga rill. Terkhususnya di tahun 2009, dimana Indonesia mengalami perbaikan ekonomi pasca krisis global terjadi

• Setiap tahun pada semester pertama, Indonesia sebagai negara produsen CPO Dunia mengalami “track buah”

• Terjadinya penurunan persentase inflasi yang ditandai dengan menurunnya persentase Index Harga Konsumen secara fluktuatif

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat pertumbuhan harga nominal dan harga rill CPO Internasional, CPO Domestik, dan TBS Sumatera Utara cenderung sama yaitu mengalami peningkatan harga yang sama secara fluktuatif.

5.2. Hubungan korelasi antara harga CPO Internasional, harga CPO Domestik, dan Harga TBS Sumatera Utara

Hasil analisis korelasi antara harga CPO Internasional, harga CPO Domestik, dan harga TBS Sumatera Utara (semua harga dalam nilai rill) dapat di lihat pada tabel 7 di bawah ini : Tabel 7. Hubungan korelasi antara harga (P) CPO Internasional, harga (P) CPO Domestik,

dan harga (P) TBS Sumatera Utara

Variabel N Signifikansi Pearson Correlation

P TBS Sumatera Utara - P CPO Domestik 120 0,000 0,992**

P TBS Sumatera Utara - P CPO Internasional 120 0,000 0,967**

PCPO Domestik - P CPO Internasional 120 0,000 0,972**

Sumber : Data olahan dari lampiran 12


(54)

Pada tabel 7 menjelaskan bahwa terdapat tiga variabel hubungan korelasi, yaitu hubungan korelasi antara harga TBS Sumatera Utara terhadap harga CPO Domestik, hubungan korelasi antara harga TBS Sumatera Utara terhadap harga CPO Internasional, dan hubungan korelasi antara harga CPO Domestik terhadap harga CPO Internasional. Dan jumah data Time Series masing-masing variabel sebanyak 120.

Dari hasil diatas tampak bahwa Koefisien korelasi antara variabel harga TBS Sumatera Utara (Y) terhadap harga CPO Domestik (X) adalah 0,992 dengan signifikansi 0,000. Koefisien korelasi 0, 992 berarti terjadi hubungan yang sangat kuat antara kedua variabel. Tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, berarti ada korelasi yang nyata antara variabel Y dengan variabel X. Koefisien bertanda positif berarti apabila variabel X naik maka variabel Y juga naik, demikian sebaliknya, dengan kata lain menyatakan adanya hubungan linier sempurna langsung. Ini berarti bahwa titik-titik yang ditentukan oleh (X,Y) seluruhnya berada pada garis regresi linier.

Secara estimasi, penjelasan diatas seharusnya menjadi kenyataan. Dimana ketika harga CPO Domestik mengalami peningkatan ataupun penurunan harga, maka harga TBS Sumatera Utara juga mengalami perubahan tersebut. Tetapi secara nyata ketika harga CPO Domestik mengalami peningkatan harga, maka harga TBS Sumatera Utara tidak mutlak mengalami peningkatan harga, sedangkan ketika harga CPO Domestik mengalami penurunan harga, maka harga TBS Sumatera Utara mutlak mengalami penurun tersebut dan bahkan lebih turun lagi. Ini dikarenakan, penerima harga TBS tersebut tidak mempunyai posisi tawar yang kuat untuk ikut serta dalam menentukan harga hasil panennya, Harga TBS yang wajar diterima telah distorsi oleh berbagai kepentingan, biaya produksi yang mahal, Tidak adanya perbedaan antar rendemen dengan umur tanaman, serta terlalu panjangnya jalur tataniaga, sehingga banyak yang menggunakan jasa pengangkutan untuk menjual hasil TBS atau menjualnya ke tengkulak.


(1)

Lanjutan Lampiran 17. Perhitungan Regresi Linier Sederhana

n Y X XY X2 Y2 x = X - X y = Y - Y X2 Y2 xy

69 798,517 4080,301 3258189,305 16648857,368 637629,197 -1358,598 -194,055 1845789,655 37657,436 263643,140 70 758,644 4117,193 3123484,076 16951281,734 575540,713 -1321,706 -233,928 1746907,076 54722,363 309184,223 71 794,242 4605,583 3657946,438 21211392,770 630820,064 -833,317 -198,330 694416,838 39334,906 165271,961 72 869,694 5015,286 4361763,049 25153090,810 756367,360 -423,614 -122,878 179448,683 15099,072 52052,940 73 940,188 5163,844 4854981,941 26665288,541 883952,544 -275,055 -52,385 75655,361 2744,147 14408,658 74 750,969 5160,421 3875313,766 26629944,073 563953,749 -278,479 -241,604 77550,349 58372,286 67281,432 75 1005,487 5321,897 5351100,576 28322592,681 1011004,808 -117,002 12,915 13689,487 166,803 -1511,110 76 1118,391 6029,966 6743857,073 36360488,623 1250797,499 591,066 125,818 349359,414 15830,288 74367,063 77 1242,941 6720,246 8352867,839 45161700,271 1544902,001 1281,346 250,369 1641847,569 62684,514 320809,004 78 1323,621 6882,291 9109542,852 47365933,483 1751971,615 1443,392 331,049 2083379,725 109593,132 477832,721 79 1257,195 7044,433 8856224,831 49624041,874 1580538,692 1605,534 264,623 2577738,923 70025,152 424860,635 80 1326,819 6893,470 9146385,848 47519934,375 1760448,014 1454,571 334,247 2115776,397 111720,820 486185,431 81 1317,352 6942,799 9146107,580 48202451,729 1735415,541 1503,899 324,780 2261712,200 105481,791 488435,720 82 1330,452 7451,389 9913718,306 55523199,969 1770103,501 2012,490 337,880 4050114,300 114163,067 679980,492 83 1430,590 8055,300 11523831,180 64887860,265 2046587,521 2616,401 438,018 6845552,008 191859,601 1146030,050 84 1463,397 8083,206 11828942,828 65338220,056 2141531,990 2644,306 470,825 6992356,856 221676,465 1245006,405 85 1569,236 8950,173 14044936,971 80105594,028 2462502,861 3511,273 576,664 12329040,163 332541,695 2024825,896 86 1779,718 9807,232 17454107,248 96181804,736 3167395,961 4368,333 787,146 19082330,704 619598,561 3438514,890 87 1784,475 9998,182 17841505,614 99963637,142 3184351,147 4559,282 791,903 20787053,626 627110,238 3610508,848 88 1640,468 9445,403 15494878,104 89215631,361 2691134,320 4006,503 647,896 16052067,130 419768,711 2595795,741 89 1764,240 9441,959 16657878,433 89150586,035 3112541,669 4003,059 771,668 16024483,362 595470,845 3089031,020 90 1664,549 9304,859 15488388,955 86580398,425 2770721,743 3865,959 671,976 14945641,376 451552,280 2597833,412 91 1467,621 8469,579 12430129,293 71733761,169 2153910,679 3030,679 475,049 9185015,313 225671,213 1439719,954 92 1128,018 6491,088 7322064,195 42134223,727 1272424,631 1052,188 135,446 1107100,578 18345,591 142514,612 93 1003,881 5529,158 5550615,404 30571586,832 1007776,650 90,258 11,309 8146,565 127,886 1020,703 94 707,689 4317,848 3055695,080 18643807,367 500824,335 -1121,052 -284,883 1256757,618 81158,140 319368,300 95 704,350 4475,436 3152274,988 20029530,777 496109,355 -963,463 -288,222 928261,288 83071,809 277691,095 96 786,432 4402,070 3461930,506 19378217,632 618476,016 -1036,830 -206,140 1075016,146 42493,556 213731,744 97 886,549 5150,417 4566099,482 26526794,826 785969,983 -288,483 -106,023 83222,208 11240,798 30585,684 98 1041,666 5530,865 5761313,608 30590467,037 1085067,922 91,965 49,094 8457,633 2410,204 4514,933 99 1118,857 5807,038 6497243,237 33721691,608 1251840,215 368,139 126,285 135525,997 15947,786 46490,210 100 1236,629 6742,398 8337846,662 45459934,352 1529251,812 1303,499 244,057 1699108,891 59563,869 318128,117 101 1347,760 7078,480 9540091,234 50104873,614 1816456,847 1639,580 355,188 2688222,771 126158,391 582358,875 102 1154,934 6210,472 7172687,339 38569966,815 1333873,164 771,573 162,362 595324,583 26361,470 125274,223


(2)

Lanjutan Lampiran 17. Perhitungan Regresi Linier Sederhana

n Y X XY X2 Y2 x = X - X y = Y - Y X2 Y2 xy

103 1021,304 5337,169 5450870,113 28485377,743 1043060,944 -101,730 28,731 10349,014 825,496 -2922,852 104 1137,085 5975,520 6794671,687 35706838,493 1292961,385 536,620 144,512 287961,435 20883,859 77548,346 105 1023,491 5437,598 5565331,943 29567470,757 1047533,619 -1,302 30,919 1,694 955,971 -40,246 106 1015,695 5199,192 5280791,050 27031593,660 1031635,591 -239,708 23,123 57459,886 534,651 -5542,652 107 1086,468 5501,700 5977421,760 30268706,908 1180412,860 62,801 93,896 3943,942 8816,450 5896,742 108 1150,713 5909,364 6799985,053 34920584,609 1324141,541 470,465 158,141 221336,934 25008,696 74399,920 109 1153,394 5861,272 6760354,486 34354507,598 1330317,212 422,372 160,822 178398,350 25863,609 67926,616 110 1179,134 5987,594 7060172,667 35851277,292 1390355,989 548,694 186,561 301065,174 34805,180 102365,167 111 1229,744 6192,999 7615806,203 38353235,329 1512271,484 754,099 237,172 568665,820 56250,732 178851,527 112 1184,164 6120,242 7247370,507 37457360,911 1402244,525 681,342 191,592 464227,394 36707,475 130539,709 113 1198,840 6029,701 7228644,321 36357293,452 1437216,408 590,801 206,267 349046,282 42546,280 121863,124 114 1155,859 5867,331 6781804,036 34425569,181 1336008,876 428,431 163,286 183553,222 26662,445 69956,970 115 1119,349 5785,818 6476347,542 33475691,947 1252941,315 346,919 126,776 120352,530 16072,281 43981,129 116 1234,878 6357,363 7850568,892 40416068,117 1524923,992 918,464 242,306 843575,654 58712,206 222549,292 117 1239,360 6478,738 8029486,210 41974044,818 1536012,292 1039,838 246,788 1081263,796 60904,079 256619,126 118 1243,361 6806,424 8462843,223 46327405,921 1545947,026 1367,524 250,789 1870122,764 62895,157 342960,151 119 1243,369 7670,233 9536925,819 58832467,031 1545965,326 2231,333 250,796 4978846,847 62898,848 559610,340 120 1297,955 8484,602 11012630,209 71988477,301 1684686,615 3045,703 305,383 9276305,626 93258,575 930104,856 119108,653 652667,946 690629963,324 3791713004,159 126317851,353 0,000 0,000 241917603,125 8093923,659 42809961,457

rata-rata 992,572 5438,900

Catatan :

Y

= Harga Riil TBS Sumatera Utara (Rp/Kg)

X

= Harga Riil CPO Domestik (Rp/Kg)

Y

= Harga Riil Rata-rata TBS Sumatera Utara (Rp/Kg)

X

= Harga Riil Rata-rata CPO Domestik (Rp/Kg)

b

= Koefisien Regresi


(3)

Lanjutan Lampiran 17. Perhitungan Regresi Linier Sederhana

Y = - 31,541 + 0,212X

(

∑X

2

) (

∑Y)

– (

∑X) (∑XY)

b

0

=

n(

∑X

2

) – (

∑X)

2

(3078974888,192) (119.108,653) - (592.596,605) (623.058.693,837)

=

(120) (3078974888,192) - (592.596,605)

2

= -136,009

n(

∑XY)

– (

∑X) (∑Y)

b

1

=

n(

∑X

2

) – (

∑X)

2

(120) (623.058.693,837) - (592.596,605) (119.108,653)

=

(120) (1.727.763.965,547) - (408.374,018)

2


(4)

Lampiran 18a. Perhitungan Elastisitas Transmisi Harga CPO Domestik terhadap Harga TBS

Sumatera Utara

X

Et = b

1

x

Y

1

5438,900

Et = 0, 229 x

0,212

992,572

Et = 1,139

Lampiran 18b. Perhitungan Elastisitas Transmisi Harga CPO Domestik terhadap Harga TBS

Petani Sumatera Utara

Kabupaten Labuhan Batu

X

Et = b

1

x

Y

1

6361,374

Et = 0,229 x

0,212

828,922

Et = 1,757

Kabupaten Serdang Bedagai

X

Et = b

1

x

Y

1

6361,374

Et = 0, 229 x

0,212

740,998

Et = 1,966


(5)

Lampiran 19a. Pembentukan Harga TBS di Tingkat Petani (Kab. Labuhan Batu)

Sampel

Rata-rata

Jumlah

Panen

(Kg)

Rata-rata

Harga

Panen

(Rp/Kg)

Mekanisme

P max

(Rp/Kg)

Alasan Harga Tinggi

P min

(Rp/Kg)

Alasan Harga Rendah

0 = agen 1 = lainnya

1

9

920

0

1,5

Rendemen tinggi

400

Krisis global, PEMILU, dan hari-hari besar

2

4

980

0

1,5

n/a

400

Krisis global

3

100

1100

1

1,3

Rendemen tinggi, PKS membutuhkan TBS

680

Tergantung PKS masing-masing

4

300

945

1

1,1

Pemintaan dunia tinggi

300

Rendemen TBS rendah, banjir buah di KPS

5

1,5

920

0

1,5

n/a

400

n/a

6

4,5

1050

0

1,1

Rendemen tinggi, bibit marihat

410

PEMILU, buah rusak, krisis global

7

6

1100

0

1,6

Rendemen tinggi

400

Krisis global

8

500

950

1

1

Buah bagus

450

Krisis global, PEMILU, potongan pinjaman

9

1

980

0

1,11

Agen yang menetapkan

390

Krisis global, PEMILU

10

1

1000

0

1,105

Agen yang menetapkan

420

Krisis global, PEMILU

11

800

920

0

1,5

n/a

400

Krisis global

12

800

940

0

1,05

PKS membutuhkan TBS

300

Buah tidak terawat

13

8

1115

1

1,3

PKS yang menetapkan

350

Pihak PKS yang menentapkan

14

250

890

1

1,08

Bobot TBS tinggi

350

Krisis global, PEMILU, dan hari raya

15

400

940

1

1,05

Bobot dan kadar CPO tinggi

460

Banjir buah, PEMILU, Krisis global

16

1,5

920

1

1,5

n/a

400

Krisis global

17

3

920

0

1,4

n/a

400

n/a

18

500

900

0

920

n/a

400

n/a

19

1

820

0

960

Harga pasar naik, track

400

Hari-hari besar dan krisis global

20

1

840

0

960

Agen dan PKS yang menetapkan

400

Krisis global

21

5

1000

0

1,1

Agen yang menetapkan

350

PEMILU, krisis global

22

5

1150

1

1,205

TBS marihat / Tenera, track, PKS butuh

400

Jenis TBS durah, hari besar, krisis global

23

400

820

1

1,3

Track

500

Krisis global, PEMILU, banjir buah, buah rusak

24

1,5

840

0

1,1

n/a

400

Krisis global

25

2,5

1110

0

1,1

Agen yang menetapkan

450

Krisis global, banjir buah

26

35

980

1

1,6

Harga pasar dunia tinggi

500

Krisis global, hari besar

27

300

940

1

1,1

Agen yang menetapkan

400

PEMILU, banjir buah

28

1,2

1010

1

1,21

TBS marihat

800

Pasaran minyak dunia turun

29

2

840

0

1,6

Pemintaan dunia tinggi

350

Krisis global

30

425

820

1

1,05

Track, permintaan dunia naik

350

Krisis global

rata-rata

955,333


(6)

Lampiran 19b. Pembentukan Harga TBS di Tingkat Petani (Kab. Serdang Bedagai)

Sampel

Rata-rata

Jumlah

Panen

(Kg)

Rata-rata

Harga

Panen

(Rp/Kg)

Mekanisme

P max

(Rp/Kg)

Alasan Harga Tinggi

P min

(Rp/Kg)

Alasan Harga Rendah

0 = agen 1 = lainnya

1

2,000

840

0,000

1,500

Stok kosong

420

Krisis global, PEMILU, dan hari-hari besar

2

425,000

820

0,000

1,700

Trak

380

Banjir buah

3

800,000

840

0,000

1,400

Trak

300

Krisis global

4

800,000

840

0,000

1,800

Harga PKS tinggi

400

Krisis global

5

400,000

840

0,000

1,500

Harga PKS tinggi

400

Krisis global

6

1,000

840

0,000

1,700

Permintaan naik

400

Krisis global

7

500,000

840

0,000

1,850

Trak

350

Krisis global

8

500,000

840

0,000

1,700

Trak

400

Krisis global, PEMILU

9

850,000

840

0,000

1,900

Musim hujan/kemarau, hari raya

400

Krisis global, banjir buah

10

300,000

840

0,000

1,700

Harga PKS tinggi

400

Krisis global

11

650,000

820

0,000

1,700

Trak

350

Krisis global, PEMILU, dan hari-hari besar

12

1,250

820

0,000

1,850

Stok kosong

320

Krisis global, PEMILU, dan hari-hari besar

13

2,750

830

0,000

1,800

Trak

320

Krisis global, PEMILU, dan hari-hari besar

14

2,250

840

0,000

1,800

Trak

350

Krisis global, PEMILU, dan hari-hari besar

15

3,500

1.300

0,000

1,475

Trak

450

Stok di gudang PKS penuh

16

2,000

840

0,000

1,800

Trak

450

Krisis global, hari-hari besar

17

500,000

840

0,000

1,475

Trak

430

Krisis global

18

1,500

840

0,000

1,500

Trak

400

Krisis global, PEMILU

19

150,000

840

0,000

1,100

Trak

350

Krisis global, PEMILU, dan hari-hari besar

20

1,000

840

0,000

1,800

Stok kosong

400

Krisis global, PEMILU, dan hari-hari besar

21

2,000

840

0,000

1,800

Stok kosong

350

Krisis global, PEMILU, dan hari-hari besar

22

2,500

840

0,000

1,800

Stok kosong

400

Krisis global, PEMILU, dan hari-hari besar

23

1,500

840

0,000

1,800

Stok kosong

400

Krisis global, PEMILU, dan hari-hari besar

24

2,500

840

0,000

1,800

Stok kosong

400

Krisis global, PEMILU, dan hari-hari besar

25

1,500

840

0,000

1,900

Stok kosong

350

Krisis global, PEMILU, dan hari-hari besar

26

300,000

840

0,000

1,800

Stok kosong

450

Banjir buah

27

1,000

840

0,000

1,050

Stok kosong

350

Banjir buah

28

900,000

850

0,000

1,475

Stok kosong

350

Banjir buah

29

900,000

840

0,000

1,300

Stok kosong

400

Krisis global

30

800,000

850

0,000

1,300

Stok kosong

350

Banjir buah

rata-rata

854

25.610