Penentuan Karakteristik Termofisik Bawang Merah (Allium cepa var.ascalonicum)

PENENTUAN KARAKTERISTIK TERMOFISIK
BAWANG MERAH (Allium cepa var.ascalonicum)

ARFANDIWANGSA

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Karakteristik
Termofisik Bawang Merah (Allium cepa var.ascalonicum) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Arfandiwangsa
NIM. F14080020

ABSTRAK
ARFANDIWANGSA. Penentuan Karakteristik Termofisik Bawang Merah
(Allium cepa var.ascalonicum). Dibimbing oleh DYAH WULANDANI
Informasi tentang karakteristik termofisik bawang merah perlu diketahui untuk
mengoptimalkan pasca panen bawang merah baik perlakuan pendinginan maupun
pemanasan, serta untuk mengoptimalkan penggunaan energi selama pasca panen.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan karakteristik termofisik dari bawang
merah (daun dan umbi) yang terdiri atas kadar air, nilai difusivitas panas,
konduktivitas panas, massa jenis, dan panas jenis serta mendapatkan model
persamaan matematis hubungan kadar air terhadap nilai termofisik bawang merah.
Pengeringan daun dan umbi bawang merah selama 6 hari menghasilkan nilai
panas jenis, konduktivitas panas dan massa jenis yang berbanding lurus dengan
perubahan kadar air dalam bahan terutama pada pengeringan daun bawang merah.
Difusivitas panas bawang merah ditentukan menggunakan metode numerik dari

data suhu pendinginan umbi bawang merah yang menghasilkan data difusivitas
1.433 x 10-8 m2/s dengan ketepatan rata-rata sebesar 93.37 %.
Kata kunci: termofisik, bawang merah, kadar air, daun, umbi

ABSTRACT
ARFANDIWANGSA. The Determination of Thermo-Physical Properties of Red
Onion (Allium cepa var.ascalonicum). Supervised by DYAH WULANDANI
Information about thermo-physical properties of red onion are needed to know to
optimize post-harvest treatment of onions both cooling and drying, as well as to
optimize the use of energy during the post-harvest process. The study was to
determine the thermo-physical properties of red onion (leaves and tubers) which
consist of water content, thermal diffusivity, thermal conductivity, density, and
specific heat as well as to obtain a mathematical equation model of the water
content towards the thermo-physical properties of red onion. Drying leaves and
onion tubers for 6 days obtained in specific heat values, thermal conductivity and
density which were proportional to the decrease in the material water content,
especially on the dehydration process of red onion leaves. Red onion thermal
diffusivity was determined using a numerical method of cooling temperature data
of onion tubers which produce data thermal diffusivity 1.433 x 10-8 m2/s with a
mean accuracy average of 93.37%.

Keywords: thermo-physical, red onion, water content, leaves, tuber

PENENTUAN KARAKTERISTIK TERMOFISIK
BAWANG MERAH (Allium cepa var.ascalonicum)

ARFANDIWANGSA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Penentuan Karakteristik Termofisik Bawang Merah
(Allium cepa var.ascalonicum)

Nama
: Arfandiwangsa
NIM
: F14080020

Disetujui oleh:

Dr.Ir.Dyah Wulandani, M.Si
Pembimbing

Diketahui oleh:

Dr.Ir.Desrial, M.Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subha ahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 sampai
Desember 2013 ini ialah sifat termofisik bahan pertanian, dengan judul Penentuan
Karakteristik Termofisik Bawang Merah (Allium cepa var.ascalonicum).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Dyah Wulandani selaku
pembimbing, Bapak Dr Ir Desrial, serta Bapak Dr Ir Edy Hartulistiyoso yang telah
banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada penyandang dana hibah penelitian (hibah penelitian dasar untuk bagian
melalui dana BOPTN tahun 2013) yang telah membantu dalam hal pendanaan
selama kegiatan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan
terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Suharto dari laboratorium Teknik
Energi Terbarukan IPB dan teman-teman Magenta 45 (Mahasiswa Teknik Mesin
dan Biosistem IPB angkatan 45) yang telah membantu selama pengumpulan data.
Selain itu, tidak lupa penulis sampaikan ungkapan terima kasih kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Arfandiwangsa


v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

DAFTAR SIMBOL

viii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

METODE


3

Waktu dan Tempat Penelitian

3

Alat dan Bahan

3

Prosedur Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Kadar Air Daun dan Umbi Bawang Merah


12

Konduktivitas Panas Daun dan Umbi Bawang Merah

14

Massa Jenis Daun dan Umbi Bawang Merah

16

Panas Jenis Daun dan Umbi Bawang Merah

17

Difusivitas Panas Daun dan Umbi Bawang Merah

20

SIMPULAN DAN SARAN


23

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

26

vi

DAFTAR TABEL
1 Persyaratan umum umbi bawang merah
2 Persyaratan khusus umbi bawang merah
3 Perkembangan kadar air daun dan umbi bawang merah selama
pengeringan
4 Perubahan konduktivitas panas daun dan umbi bawang merah terhadap
kadar air

5 Perubahan massa jenis daun dan umbi bawang terhadap kadar air
6 Perubahan panas jenis daun dan umbi bawang merah terhadap kadar air
7 Data fisik dan perlakuan pendinginan umbi bawang merah
8 Data perkembangan distribusi suhu pendinginan dalam umbi bawang
(percobaan 1)
9 Difusivitas panas umbi bawang merah (percobaan 1)
10 Suhu ukur (U), suhu hitung (H) dan ketepatan (K) pendugaan suhu
umbi bawang merah (percobaan 1)
11 Nilai difusivitas panas dan ketepatan rata-rata pada umbi bawang merah

2
2
12
14
16
18
20
21
22
22
23

DAFTAR GAMBAR
1 Perbandingan kedalaman titik pengukuran (atas) dan penampang
melintang lokasi titik pengukuran pada umbi bawang (bawah)
2 Skema tahapan perlakuan pendinginan untuk mendapatkan nilai
difusivitas panas umbi bawang merah
3 Pengeringan bawang merah metode penjemuran
4 Skema perlakuan pendinginan dan pengeringan untuk penentuan nilai
termofisik bawang merah
5 Hubungan antara waktu (m) dan jarak radial (n) dalam penyelesaian
persamaan numerik
6 Perbandingan kadar air umbi dan daun bawang merah selama
pengeringan
7 Hubungan antara kadar air dan konduktivitas panas daun bawang merah
8 Hubungan antara kadar air dan konduktivitas panas umbi bawang
merah
9 Hubungan antara kadar air dan massa jenis daun bawang merah
10 Hubungan antara kadar air dan massa jenis umbi bawang merah
11 Hubungan antara kadar air dan panas jenis daun bawang merah
12 Hubungan antara kadar air dan panas jenis umbi bawang merah
13 Grafik penurunan suhu umbi bawang merah (percobaan 1)

5
6
7
8
10
13
15
15
16
17
19
19
20

vii

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Bahan dan peralatan penelitian
Kadar air daun bawang merah
Kadar air umbi bawang merah
Konduktivitas panas daun dan umbi bawang merah
Perbandingan nilai konduktivitas panas bawang merah hasil
pengukuran thermal conductivity meter dan Persamaan Sweat
Hasil pengukuran bulk density daun bawang merah
Hasil pengukuran bulk density umbi bawang merah
Data perkembangan suhu air dingin dan air panas (heat capacity)
Grafik perkembangan suhu air (heat capacity)
Perhitungan heat capacity kalorimeter
Data perkembangan suhu air hasil pengukuran panas jenis daun bawang
merah (hari ke-0)
Grafik perkembangan suhu air hasil pengukuran panas jenis daun
bawang merah (hari ke-0)
Perhitungan panas jenis daun bawang merah (hari ke-0)
Data perkembangan suhu air hasil pengukuran panas jenis umbi bawang
merah (hari ke-0)
Grafik perkembangan suhu air hasil pengukuran panas jenis umbi
bawang merah (hari ke-0)
Perhitungan panas jenis umbi bawang merah (hari ke-0)
Perubahan panas jenis daun dan umbi bawang merah terhadap waktu
pengeringan
Data perkembangan distribusi suhu dalam umbi bawang merah
Data suhu ukur (U), suhu hitung (H) dan Ketepatan (K) pendugaan
umbi bawang merah
Difusivitas umbi bawang merah

27
28
29
30
30
31
32
33
33
34
35
35
36
37
37
38
39
40
41
42

viii

DAFTAR SIMBOL

C1
Cp
Cs
dt
Δr
ΔT
Δt
Hc
k
Mbb
Mbk
M0
M1
r
Ta
Te
To
Tx
Ti
Tf
Tr
V
Ws
W1
Wc
W2
W1
x
∑T
α
ρ

= Panas jenis air, kJ/kgoC
= Panas jenis, kJ/kgoC
= Panas jenis sampel, kJ/kgoC
= Rentang waktu pengukuran, menit (tabel 8)
= Kenaikan pengukuran jarak, meter
= Kenaikan pengukuran suhu, oC
= Kenaikan pengukuran waktu, detik
= Kapasitas panas calorimeter
= Konduktivitas panas, W/moC
= Kadar air basis basah, %bb
= Kadar air basis kering, %bk
= Massa awal bahan, gram
= Massa akhir bahan, gram
= Jarak pengukuran, m
= Suhu awal sampel, oC
= Suhu kesetimbangan, oC
= Suhu awal air, oC
= Suhu akhir pada periode kesetimbangan, oC
= Suhu rata – rata pada periode awal, oC
= Suhu rata – rata pada periode akhir, oC
= Faktor koreksi
= Volume wadah, m3
= Berat sampel, kg
= Berat air yang ditambahkan, kg
= Massa kalorimeter, kg
= Massa produk penuh dan wadah, kg (pers. 12)
= Massa wadah, kg (pers. 12)
= Jumlah interval waktu
= Jumlah suhu pada beberapa interval periode kesetimbangan, oC
= Difusivitas panas, m2/s
= Bulk density, kg/m3

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produk pertanian merupakan produk yang mudah rusak sehingga diperlukan
kegiatan penanganan pascapanen yang lebih baik untuk memperpanjang umur
simpan. Menurut Rizvi (2005), perlakuan pendinginan adalah salah satu cara
untuk memperpanjang umur simpan serta mempertahankan kualitas produk
dengan syarat suhu, waku dan parameter pendinginan lainnya sesuai dengan
karakteristik produk yang didinginkan. Demikian juga dengan perlakuan panas
baik melalui pemanasan atau pengeringan produk untuk menurunkan kadar air
produk dengan tujuan menekan pertumbuhan mikroorganisme yang mampu
merusak kualitas produk selama penyimpanan.
Karakteristik termofisik (thermo-physical properties) merupakan
karakteristik produk pertanian yang perlu diketahui dalam merancang peralatan
atau proses suatu sistem pendinginan maupun pemanasan yang baik dan tepat
pada setiap produk pertanian. Hal ini berkaitan dengan proses pindah panas yang
terdapat pada perlakuan pendinginan dan pemanasan produk. Sifat panas akan
menentukan karakteristik perubahan suhu produk sehingga dapat ditentukan pula
tingkat kebutuhan energi dan waktu perlakuan secara tepat, sehingga kerusakan
produk pertanian pada saat penanganan pascapanen dapat dihindarkan. Selain itu,
waktu proses ini juga dapat menjadi acuan dalam upaya penghematan energi pada
proses pasca panen produk pertanian. Data - data karakteristik panas bahan berupa
difusivitas panas, panas jenis, massa jenis, konduktivitas panas, dan kadar air
merupakan data yang dibutuhkan sebagai parameter penting dalam merancangan
sebuah sistem pendinginan maupun pengeringan bahan pertanian.
Bawang merah (Allium cepa var.ascalonicum) merupakan salah satu produk
pertanian yang berguna sebagai bahan obat-obatan dan bahan penyedap rasa.
Bawang merah, seperti bawang putih termasuk kelompok Alliaceae dan berasal
dari Asia Tengah. Bawang merah di budidayakan oleh para petani di daerah
Brebes, Jawa Tengah. Pada tahun 2004, konsumsi bawang merah penduduk
Indonesia mencapai 725.00 ton, dan terus meningkat sekitar 5% setiap tahunnya
sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan berkembangnya industri
makanan (Kementan 2006). Namun peningkatan konsumsi bawang merah ini
tidak setara dengan peningkatan produksi bawang merah yang dihasilkan oleh
petani. Penanganan teknologi pascapanen bawang merah oleh petani masih
dilaksanakan secara tradisional sehingga kehilangan hasil cukup tinggi.
Penanganan pasca panen tersebut menghasilkan mutu dan kuantitas yang rendah
dibandingkan dengan bawang merah impor.
Pada umumnya mutu bawang merah ditentukan oleh penampakan fisik umbi
atas dasar kesukaan konsumen. Akan tetapi pada penanganan pasca panen yang
kurang baik dapat menyebabkan kerusakan fisik mekanik pada umbi sehingga
menimbulkan sumber kerusakan berikutnya, seperti pelunakan umbi, busuk umbi
dan busuk leher daun umbi. Kerusakan fisik umbi dapat dicegah melalui
penanganan yang baik pada proses panen maupun pasca panen. Penanganan yang
baik diharapkan menghasilkan mutu umbi yang memadai dan sesuai dengan
standarisasi nasional (SNI 3159: 2013) seperti berikut. Pada Standarisasi mutu

2
tersebut, umbi bawang merah dibagi menjadi tiga kelas yaitu kelas super, kelas
mutu 1 dan kelas mutu 2. Pembagian kelas mutu umbi tersebut didasarkan pada
kesesuaian umbi bawang merah terhadap dua persyaratan mutu yaitu persyaratan
umum dan persyaratan khusus seperti yang diuraikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Tabel 1 Persyaratan umum umbi bawang meraha
Persyaratan
umbi sehat dan utuh
penampilan segar
padat (firm)
layak konsumsi
bersih, bebas dari kotoran
bebas dari hama dan penyakit
bebas dari kerusakan akibat perubahan suhu yang ekstrim
bebas dari kerusakan karena kelembaban yang berlebihan
bebas dari bau asing
bentuk, warna dan rasa sesuai karakteristik varietasnya
memenuhi ketentuan devitalisasib
umbi dipanen setelah memenuhi kriteria panen sesuai
karakteristik varietas dan lokasi tanam
diameter minimum umbi sebesar 1.5 cm

a

Persyaratan umum berlaku untuk semua kelas mutu bawang merah; bKetentuan panjang
tangkai umbi minimum 2 cm dari leher umbi dan umbi bebas dari tunas dan akar.

Tabel 2 Persyaratan khusus umbi bawang merah
Kelas mutu
Persyaratan
Kelas super
Bebas dari kerusakan
Kelas 1
Kerusakan 10 % dari jumlah
Kelas 2
Kerusakan 15 % dari jumlah
Data-data sifat termofisik bawang merah jenis varietas Bima belum pernah
dilakukan, oleh karena itu penentuan sifat termofisik pada daun dan umbi bawang
merah perlu dilakukan. Penentuan karakteristik termal bawang merah ini terdiri
atas pengukuran konduktivitas panas (k), massa jenis dan panas jenis (Cp) dari
daun dan umbi bawang merah dengan memberikan perlakuan pengeringan.
Sedangkan karakteristik difusivitas panas bawang merah hanya diukur pada umbi
bawang merah dengan perlakuan pendinginan. Perlakuan difusivitas ini
didasarkan pada pengamatan pasca panen yang dilakukan oleh petani bawang
dimana hanya bagian umbi bawang yang diberi pelakuan pendinginan sebagai
perlakuan pasca panen setelah proses pengeringan.
Perumusan Masalah
Karakteristik termofisik produk pertanian perlu diketahui dalam merancang
peralatan atau proses suatu sistem penanganan pasca panen produk pertanian. Hal
ini didasarkan bahwa belum terdapatnya data tentang karakteristik termofisik
bawang merah, terutama untuk bawang merah varietas Bima. Karakteristik ini
berkaitan dengan sifat pindah panas bahan yang dapat menentukan penggunaan

3
energi yang didasarkan pada perlakuan suhu bahan dan waktu proses pada saat
penanganan pascapanen produk pertanian. Karakteristik produk pertanian yang
diteliti meliputi parameter kadar air, panas jenis (Cp), konduktivitas panas (k),
massa jenis dan difusivitas panas umbi dan daun bawang merah.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik termofisik dari
daun dan umbi bawang merah (Allium cepa var.ascalonicum) melalui pengukuran
kadar air, nilai difusivitas panas (α), konduktivitas panas (k), massa jenis (ρ) dan
panas jenis (Cp) bahan. Selain itu, penelitian ini bertujuan mendapatkan model
persamaan matematis hubungan dan pengaruh kadar air terhadap nilai termofisik
(konduktivitas panas, massa jenis dan panas jenis) pada pengeringan daun dan
umbi bawang merah.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah membuat acuan dalam merancang sistem
atau alat pascapanen bawang merah berupa informasi kondisi optimum bahan
pada saat penanganan pasca panen yang sesuai dengan standar mutu
dipersyaratkan.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober – Desember 2013 bertempat di
Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah bawang merah varietas Bima dari bagian
umbi dan daun bawang. Bahan yang digunakan tergolong bawang merah segar.
Peralatan yang digunakan selama penelitian terbagi atas dua yaitu peralatan utama
dan pendukung. Peralatan utama yaitu oven pengering tipe SS-204DD, lemari
pendingin Ebara OSK, termokopel tipe CC, hybrid recorder Yokogawa model
30813, cawan petri, kalorimeter, thermal conductivity meter merek Kemtherm
QTM-D3, dan timbangan digital DJ series. Sedangkan peralatan pendukung yaitu
talenan, pisau, ember, termos es, kalkulator dan alat tulis.
Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian terdiri atas kegiatan persiapan bahan, perlakuan
pendinginan dan pengeringan bahan, dan analisis data.

4

Persiapan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bawang merah segar dan
masih memiliki struktur lengkap, yakni terdiri atas umbi dan daun. Pada kegiatan
persiapan bahan, bahan dibagi atas dua perlakuan yaitu bahan untuk perlakuan
pendinginan dan bahan untuk perlakuan pengeringan. Bahan untuk perlakuan
pendinginan terdiri atas umbi bawang merah segar yang siap disimpan didalam
lemari pendingin, sementara bahan untuk perlakuan pengeringan terdiri atas 4 ikat
yang berbobot 7 kg bawang merah proporsional (memiliki umbi dan daun) yang
siap dimasukkan kedalam oven pengering.
Perlakuan Pendinginan dan Pengeringan Bahan
Penentuan Difusivitas Panas dengan Perlakuan Pendinginan
Perlakuan pendinginan pada bawang merah dilakukan untuk menentukan
difusivitas panas dari umbi bawang merah dan difokuskan pada sifat pindah panas
yang terserap dalam umbi selama pendinginan. Hal ini berdasarkan Setiawan
(1980) menyatakan bahwa difusivitas panas digunakan untuk menentukan laju
penurunan suhu selama proses pendinginan. Oleh karena itu, banyak penelitian
sebelumnya yang menggunakan perlakuan pendinginan dalam menentukan nilai
difusivitas suatu bahan, contohnya penentuan difusivitas panas semangka oleh
Harsitokrumi (1987) dan pepaya oleh Syarif (2001).
Pada penelitian ini, difusivitas panas bawang merah ditentukan dengan
metode numerik. Difusivitas panas dengan metode numerik ditentukan dengan
analisis numerik dari data suhu pendinginan umbi bawang.
Metode numerik dimulai dengan mempersiapkan umbi contoh yang telah
disortasi dan berjumlah 6 buah. Umbi contoh diperoleh dari 1 ikat umbi yang
sudah diukur kadar airnya terlebih dahulu dan masih dalam kondisi segar.
Kemudian dilakukan sortasi umbi untuk mendapatkan umbi yang tidak memiliki
kerusakan fisik dan berbentuk menyerupai bola. Setiap umbi contoh kemudian
ditimbang massanya dengan menggunakan timbangan digital. Kemudian setiap
umbi diberi 5 buah termokopel yang dihubungkan dengan hybrid recorder.
Termokopel tersebut kemudian ditanam kedalam umbi dengan kedalaman yang
berbeda – beda dengan tujuan sebagai titik – titik pengukuran suhu selama proses
pendinginan umbi. Adapun skema penempatan 5 buah termokopel didalam umbi
bawang merah dapat dilihat pada Gambar 1.

5

Keterangan kedalaman titik pengukuran:
a = titik 0 cm dari pusat umbi
b = titik 0.4 cm dari pusat umbi
c = titik 0.9 cm dari pusat umbi
d = titik 1.3 cm dari pusat umbi
e = titik 1.7 cm dari pusat umbi

Gambar 1 Perbandingan kedalaman titik pengukuran (atas) dan penampang
melintang lokasi titik pengukuran pada umbi bawang (bawah)
Pendinginan umbi berlangsung selama 60 menit dalam lemari pendingin
bersuhu 5 oC. Pencatatan data suhu pendinginan umbi yang muncul di layar
hybrid recorder dilakukan setiap 5 menit sekali. Data suhu pendinginan pada
setiap titik pengukuran kemudian di analisis menggunakan analisis numerik.
Analisis numerik biasa digunakan untuk menentukan konduksi panas yang terjadi
pada benda yang bentuknya tidak teratur atau kondisi batasnya berubah menurut
waktu (Holman 1984).
Nilai difusivitas yang digunakan adalah 3 nilai difusivitas panas umbi yang
memenuhi syarat dari 6 nilai difusivitas panas umbi berdasarkan 6 buah umbi
yang diukur. Adapun skema tahapan perlakuan pendinginan untuk mendapatkan
nilai difusivitas dengan metode numerik dapat dilihat pada Gambar 2.

6
Mulai

Sortasi

Timbang

Pasang
termokopel

Pendinginan

Baca data suhu

Analisis numerik

Nilai difusivitas
panas

Stop

Gambar 2 Skema tahapan perlakuan pendinginan untuk mendapatkan nilai
difusivitas panas umbi bawang merah
Penentuan Panas Jenis, Massa Jenis dan Konduktivitas Panas dengan
Perlakuan Pengeringan
Pengeringan merupakan perlakuan pemanasan pada bawang merah dengan
tujuan untuk mendapatkan bawang dengan kadar air tertentu serta untuk
mendapatkan nilai-nilai sifat termofisik pada setiap kadar air tertentu. Nilai
termofisik tersebut antara lain nilai konduktivitas panas, panas jenis dan massa
jenis. Perlakuan pengeringan bawang merah dilakukan dengan mengeringkan
bawang merah dalam struktur lengkap, yaitu memiliki daun dan umbi. Hal ini
berdasarkan kegiatan pengeringan bawang merah konvensional yang dilakukan
oleh petani bawang, dimana perlakuan pengeringan ini bertujuan untuk
melindungi umbi bawang dari udara panas pengeringan sehingga mampu
mempertahankan zat volatile umbi bawang dan mempertahankan mutu bawang
merah pada saat penyimpanan. Zat volatil merupakan senyawa sulfida yang
terdapat dalam umbi dan mampu memberikan aroma khas pada umbi bawang
merah.

7
Pada penelitian ini, pengeringan menggunakan oven pengering. Pengeringan
dengan menggunakan oven pengering memiliki kisaran suhu antara 25 oC sampai
32 oC. Kisaran suhu ini disesuaikan dengan suhu yang terdapat di lapangan pada
saat petani melakukan pengeringan bawang merah dengan bantuan sinar matahari
(Gambar 3).

Gambar 3 Pengeringan bawang merah metode penjemuran
Pengeringan bawang merah dilakukan dengan menempatkan 4 ikat bawang
merah yang berbobot 7 kg kedalam oven selama 6 hari dengan lama pengeringan
hariannya 8 jam per hari. Pengukuran termofisik ini dilakukan setelah proses
pengeringan selama 8 jam dengan mengambil daun dan umbi bawang sebagai
bahan pengukuran, sehingga terdapat 12 data perulangan pengukuran termofisik
yang terdiri atas 6 data termofisik daun dan 6 data termofisik umbi. Namun
sebelum proses pengeringan (hari ke-1 pengeringan), dilakukan pengukuran
termofisik daun dan umbi bawang merah yang masih segar sebagai data awal
termofisik bahan. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki 7 data pengukuran
termofisik umbi dan daun bawang merah.
Pengukuran termofisik dengan perlakuan pengeringan ini terdiri atas
pengukuran massa jenis, panas jenis, dan konduktivitas panas. Pengukuran massa
jenis daun dan umbi bawang merah dilakukan melalui pengukuran bulk density,
yaitu perbandingan massa tumpukan bahan terhadap volume wadah yang telah
diketahui massa wadahnya. Pengukuran bulk density daun bawang menggunakan
wadah silinder sedangkan umbi menggunakan wadah persegi panjang.
Pengukuran panas jenis daun dan umbi bawang merah dilakukan
menggunakan metode pencampuran dalam kalorimeter yang dihubungkan dengan
hybrid recorder. Pengukuran konduktivitas panas daun dan umbi bawang merah
ditentukan menggunakan alat thermal conductivity meter. Prinsip pengukuran
dengan alat ini adalah membaca nilai konduktivitas panas dari bahan yang
disimpan dalam sebuah wadah melalui sebuah probe. Namun pada penelitian ini,
daun dan umbi bawang merah dicacah terlebih dahulu sebelum dimasukkan
kedalam wadah untuk memudahkan pembacaan nilai konduktivitas oleh probe.

8
Adapun skema penentuan karakteristik termofisik bawang merah dengan
perlakuan pendinginan dan pengeringan dapat diuraikan pada Gambar 4.
Umbi + Daun

Bawang merah segar
Umbi

Pengukuran:
Difusivitas panas (α)

Analisis data
Perlakuan: Pendinginan

Pengukuran:
 Panas jenis (Cp)

assa jenis (ρ)
 Konduktivitas
panas (k)

Analisis data
Perlakuan: Pengeringan

Gambar 4 Skema perlakuan pendinginan dan pengeringan untuk penentuan nilai
termofisik bawang merah
Analisis Data
a. Perhitungan Kadar Air
Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot
bahan. Pada penelitian ini, pengukuran kadar air menggunakan metode oven
dimana pengurangan berat suatu bahan yang dipanaskan pada kisaran suhu 100 oC
sampai 105 oC yang menyebabkan hilangnya air dan zat-zat menguap lainnya
sehingga kekurangan berat tersebut dianggap sebagai berat air (SNI 01-28991992). Perhitungan kadar air dengan metode oven menggunakan persamaan
berikut ini.
-

k

-

(1)
(2)

b.

Pengukuran Konduktivitas Panas (k)
Konduktivitas panas adalah sifat termal suatu benda untuk merambatkan
panas dalam suatu unit waktu melalui luas penampang tertentu yang diakibatkan
oleh adanya perbedaan suhu. Untuk bahan pertanian, besarnya nilai konduktivitas
panas (k) dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti struktur sel / fisik, komponen
kimia bahan dan kandungan air (Jangam dan Mujumdar 2010). Dalam penelitian
ini, konduktivitas panas bahan (k) diukur langsung dengan menggunakan alat
thermal conductivity meter, sedangkan secara tidak langsung dihitung dengan
persamaan Sweat (Phomkong et al. 2006).
(3)

9

c.

Penentuan Difusivitas Panas (α)
Menurut Cengel (2003), difusivitas panas adalah sifat bahan pertanian yang
digunakan dalam analisis konduksi panas sementara yang dapat menggambarkan
laju difusi panas yang melalui bahan pertanian. Nilai difusivitas panas suatu bahan
perlu ditentukan karena digunakan untuk memperkirakan waktu yang diperlukan
untuk mencapai suhu pendinginan yang diinginkan oleh suatu bahan pertanian.
Penentuan difusivitas panas umbi bawang merah dilakukan menggunakan
metode numerik. Penentuan difusivitas panas dengan metode numerik
menggunakan data distribusi perubahan suhu produk selama pendinginan. Data
perubahan suhu bahan diambil dari lima titik pengukuran. Secara matematik,
proses pengukuran ini telah dirumuskan oleh persamaan Fourier sebagai berikut.
(4)
dimana
T adalah pengaruh suhu terhadap bentuk geometri dari bahan. Umbi
bawang merah diasumsikan berbentuk bulat sehingga persamaannya menjadi:
t

α

-

(

)

(5)

Menurut Carslaw dan Jaeger (1959), secara numerik nilai α dapat dihitung dengan
memecahkan persamaan satu dimensi yang terdapat pada persamaan (5) menjadi
persamaan berikut ini.
m
n

m
n



t

(

m
n-

-

m
n

m
n-

)

(6)

dimana t merupakan beda waktu selama pengukuran dan
adalah eda ja ak
pada titik-titik pengukuran dalam bahan, Sedangkan nilai H dapat diperoleh pada
persamaan berikut.
(7)
dimana T adalah suhu dan r adalah jarak antara titik - titik pengukuran yang
terdapat dalam bahan. Untuk mempe oleh nilai α yang sta il, maka penentuan
nilai t dan dilakukan e dasa kan pe samaan (8).
α

(8)

Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan pada persamaan (6), dilakukan
pemecahan data secara numerik yang diuraikan pada Gambar 5. Pemecahan data
tersebut diuraikan dalam bentuk bidang persegi panjang dengan sisinya adalah
waktu (m) dan jarak radial (n).

10

w
a
k
t
u
(m)

jarak radial pengukuran (n)

Gambar 5 Hubungan antara waktu (m) dan jarak radial pengukuran (n) dalam
penyelesaian persamaan numerik.
Nilai difusivitas panas (α) yang telah diketahui kemudian diuji ketepatannya
dengan cara membandingkan suhu ukur dengan suhu hitungnya. Suhu hitung
dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut ini.
m
n

m
n

(

m
n

-(

m
n

m
n-

(9)

dimana nilai α yang digunakan adalah nilai α hasil pe hitungan nume ik
Ketepatan nilai α ditentukan dengan melihat perbandingan antara suhu ukur dan
suhu hitung dengan menggunakan rumus berikut ini.
kt

- |

d.

hitung - uku
hitung

|

(10)

Penentuan Massa Jenis (ρ)
Massa jenis merupakan perbandingan massa terhadap volumenya. Menurut
Rao et al. (2005) terdapat tiga macam massa jenis yaitu bulk density, apparent
density dan true density (solid density). Pada penelitian ini, massa jenis (ρ) yang
ditentukan merupakan bulk density dari bahan yaitu perbandingan massa
tumpukan terhadap volume totalnya dimana volume produk didasarkan pada
volume bahan beserta rongga udara yang terdapat dalam tumpukan. bulk density
dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

ρ
e.

(

-

)

(12)

Penentuan Panas Jenis (Cp)
Panas jenis suatu bahan didefinisikan sebagai jumlah energi yang
dibutuhkan oleh satu satuan berat (m) bahan untuk menaikkan suhunya sebesar
satu derajat (Cengel dan Boles 2002). Penentuan panas jenis bahan penelitian ini
menggunakan metode pencampuran (Method of Mixture). Prinsip dari metode ini
adalah prinsip keseimbangan panas antara bahan dan sistem kalorimeter, dimana

11
panas yang diberikan oleh bahan sama dengan panas yang diterima oleh sistem
kalorimeter. Metode ini dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut
(Mohsenin 1980):
s( a

s

e)

-

(

e-

o)

(

e

-

o)

(13)

atau
( e - o)
( e - o)
s( a - e)

s

(14)

dimana harga CcWc dianggap konstan dan dinyatakan sebagai heat capacity dari
kalorimeter (Hc), sehingga persamaan (14) menjadi:
( e - o)
( e - o)
(
)
s a
e

s

(15)

Heat capacity kalorimeter dapat diuji dengan menggunakan bahan yang
telah diketahui panas jenisnya, dalam penelitian ini menggunakan air murni yang
mempunyai panas jenis sebesar 4.177 kJ/kg oC pada suhu sekitar 28 oC. Nilai heat
capacity (Hc) dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut (Mohsenin
1980):
h

h( a -

e

)-

( e- o

( e- o-

)

(16)

)

Penambahan panas dapat terjadi di dalam kalorimeter yang disebabkan
adanya pengadukan selama percobaan dan pengaruh udara lingkungan yang
mempunyai suhu lebih tinggi akibat pemasukan bahan. Kesalahan yang terjadi
dapat diperkecil dengan menggunakan faktor koreksi pindah panas dalam
kalorimeter (Tr). Menurut Mohsenin (1980), faktor koreksi terhadap pindah panas
(Tr) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
-

o

-

i

f

-

f

- i

i

|∑

o

-

i|

(17)

Persamaan (17) dapat ditentukan dari grafik kenaikan suhu air dalam
kalorimeter terhadap waktu setelah dilakukan pencampuran dengan memasukkan
nilai Tr kedalam persamaan (15), maka diperoleh persamaan panas jenis bahan
(Cs) sebagai berikut:
s

( e- o- )
s( a - e

( e- o)

)

(18)

Selain menggunakan metode pencampuran, penentuan panas jenis juga
ditentukan menggunakan persamaan Siebel (1892) dalam Mohsenin (1980).
Persamaan Siebel digunakan untuk menentukan panas jenis bahan yang memiliki
kadar air lebih dari 50 persen.
K (

)

(19)

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air Daun dan Umbi Bawang Merah
Hasil pengukuran nilai kadar air umbi dan daun bawang merah selama 6
hari pengeringan dapat dilihat pada Tabel 3. Data pengukuran ini merupakan data
kadar air rata–rata dari pengukuran kadar air daun bawang merah pada Lampiran
2 dan data kadar air umbi bawang merah pada Lampiran 3.
Tabel 3 Perkembangan kadar air daun dan umbi bawang merah selama
pengeringan
Kadar air bahan (%bb)
Waktu
(hari ke-)
Umbi
Daun
0
83.33
77.94
1
81.74
58.33
2
80.33
43.44
3
79.65
29.58
4
78.63
18.50
5
78.17
18.75
6
76.14
17.08
Pengukuran kadar air bawang merah dengan menggunakan metode oven
menghasilkan nilai kadar air rata-rata bawang merah untuk daun bawang sebesar
77.94 % pada kondisi segar (hari ke-0) dan 17.08 % pada kondisi kering (hari ke6). Sedangkan nilai rata-rata kadar air umbi bawang merah dalam kondisi segar
sebesar 83.33 % (hari ke-0) dan kadar air sebesar 76.14 % dalam kondisi kering
(hari ke-6). Nilai rata-rata kadar air tersebut diperoleh dari data pengukuran kadar
air masing-masing sampel dengan 3 kali pengukuran, seperti yang diuraikan pada
Lampiran 2 dan Lampiran 3. Kadar air merupakan salah parameter penting dalam
suatu produk pertanian pada saat proses pengeringan maupun pendinginan. Kadar
air bawang merah merupakan kandungan air yang tersimpan baik didalam umbi
maupun daun bawang merah. Menurut Syarief dan Halid (1992), pengeringan
bawang merah dilakukan untuk mendapatkan kadar air umbi 80-85 % sebelum
dilakukan proses penyimpanan. Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat
kesesuaian data kadar air umbi bawang merah dalam kondisi kering (Tabel 3)
dimana kadar air umbi bawang merah mendekati kisaran kadar air 80-85 %.
Selain itu, pada proses pengeringan selama 6 hari diketahui adanya penurunan
kadar air pada daun bawang merah sangat besar dibandingkan dengan umbi
bawang merah seperti yang diuraikan pada Gambar 6.

13

90,00

Kadar air (%bb)

80,00
70,00
60,00
50,00
40,00

Daun

30,00

Umbi

20,00
10,00
0,00
0

1

2

3

4

5

6

Hari keGambar 6 Perbandingan kadar air umbi dan daun bawang merah selama
pengeringan
Penurunan kadar air daun bawang merah yang lebih besar dibandingkan
umbi bawang merah disebabkan oleh posisi bawang merah pada saat dikeringkan
didalam oven. Posisi pengeringan bawang merah dengan menempatkan daun
bawang merah diatas umbi dengan tujuan menutupi umbi bawang merah dari suhu
lingkungan yang tinggi dapat dilihat pada Gambar 3 dan menjadi acuan dalam
melakukan perlakuan pengeringan penelitian ini. Perlakuan pengeringan seperti
Gambar 3 ini merupakan perlakuan pengeringan yang biasanya dilakukan oleh
petani bawang merah. Hal ini dilakukan untuk mencegah penurunan kadar air
umbi bawang merah sehingga mampu menjaga kualitas umbi bawang merah
selama penyimpanan maupun pengiriman hingga ke konsumen.
.

14

Konduktivitas Panas Daun dan Umbi Bawang Merah
Nilai konduktivitas panas daun dan umbi bawang merah dapat dilihat pada
Tabel 4. Nilai konduktivitas tersebut merupakan data rata-rata dari data
konduktivitas panas daun dan umbi bawang merah yang tertera pada Lampiran 4.
Tabel 4 Perubahan konduktivitas panas daun dan umbi bawang terhadap kadar air
Waktu
pengeringan
(hari ke- )
0
1
2
3
4
5
6

Konduktivitas panas
(W/m.K)

Kadar air
(% bb)

Daun

Umbi

Daun

Umbi

0.755
0.734
0.624
0.610
0.597
0.590
0.530

2.878
2.639
2.557
2.398
2.249
2.215
1.871

77.94
58.33
43.44
29.58
18.50
18.75
17.08

83.33
81.74
80.33
79.65
78.63
78.17
76.14

Rao et al. (2005) menyebutkan bahwa nilai konduktivitas panas buahbuahan dan sayuran adalah 0.4 ± 0.2 W/m.K. Hal ini dibuktikan oleh adanya
kedekatan nilai konduktivitas daun bawang merah dengan nilai konduktivitas
bawang putih pada penelitian Saravacos (1992), yaitu sebesar 0.575 W/m.K. Pada
pengukuran konduktivitas panas daun dan umbi bawang merah pada Tabel 4
diatas, diperoleh konduktivitas daun bawang merah berkisar antara 0.530 dan
0.755 W/m.K. Sedangkan konduktivitas panas umbi bawang merah berkisar
antara 1.871 dan 2.878 W/m.K. Nilai konduktivitas panas umbi ini tidak sesuai
dengan penelitian Saravacos (1992) dimana lebih besar dari nilai konduktivitas
bawang putih yang merupakan salah satu tanaman dalam kelompok Alliaceae.
Hal ini terjadi disebabkan oleh perbedaan suhu bahan pada saat pengukuran
konduktivitas panas bawang putih oleh Saravacos (1992) dimana bahan memiliki
suhu 8.6 oC, sedangkan bawang merah memiliki suhu 23 oC pada saat pengukuran
konduktivitas.
Menurut Duncan et al. (1996), faktor utama yang mempengaruhi
konduktivitas panas bahan pertanian yaitu kadar air, massa jenis dan suhu bahan.
Selain itu, konduktivitas panas hasil pertanian bervariasi tergantung dari struktur
fisik dan komposisi kimia. Sweat (1974) dalam Mohsenin (1980) juga
menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara konduktivitas panas dan kadar air
produk. Hal ini disebabkan karena air bersifat sebagai konduktor yang baik,
sehingga untuk produk yang sama, semakin besar kadar air maka semakin besar
juga konduktivitas panas bahannya. Berdasarkan hal tersebut, maka dibuat
perbandingan nilai konduktivitas yang berasal dari pengukuran alat thermal
conductivity meter dengan persamaan Sweat seperti yang terdapat pada Lampiran
5. Berdasarkan Lampiran 5, diketahui bahwa nilai konduktivitas panas daun
bawang memiliki kedekatan nilai dengan nilai konduktivitas berdasarkan
persamaan Sweat. Akan tetapi, hal tersebut tidak sama dengan nilai konduktivitas
panas umbi bawang dimana nilai konduktivitas yang dihasilkan melalui

15
pengukuran alat memiliki nilai konduktivitas yang lebih besar daripada nilai
konduktivitas panas dari hasil perhitungan menggunakan persamaan Sweat.
Ketidaksesuaian ini didasarkan pada pengaruh kadar air umbi bawang merah yang
banyak terbuang ketika proses pencacahan sehingga menaikkan nilai
konduktivitas panas yang terbaca oleh alat. Selain itu, proses pengeringan oven
juga berperan dalam penurunan kadar air dan kehilangan kandungan minyak
volatile umbi sebesar 98 % dimana kedua komponen ini dapat menaikkan nilai
konduktivitas panas bawang (Benhard 1868).
Adapun minyak volatile umbi bawang merah merupakan minyak nabati
yang terdiri dari sekumpulan senyawa sulfur yang bersifat aktif, seperti 3,4dimetiltiopen, metil cis-propenil disulfida, metil trans-propernil disulfida, cispropenil propil disulfida, 2-metilpropenil trisulfida dan 2-propenil propil trisulfida
(Brodnist et al. 1971).
0,900

Konduktivitas panas (W/m.K)

0,800
0,700
y = 0.513 + 0.003x
R² = 0.885

0,600
0,500
0,400
0,300
0,200
0,100
0,000
0,00

20,00

40,00
60,00
Kadar air (%bb)

80,00

100,00

Gambar 7 Hubungan antara kadar air dan konduktivitas panas daun bawang merah

Konduktivitas panas (W/m.K)

3,5
3
2,5
y = -8.533 + 0.137x
R² = 0.985

2
1,5
1
0,5
0
74

76

78
80
Kadar air (%bb)

82

84

Gambar 8 Hubungan antara kadar air dan konduktivitas panas umbi
bawang merah

16
Massa Jenis Daun dan Umbi Bawang Merah
Massa jenis bahan merupakan perbandingan massa bahan per satuan volume.
Massa jenis bahan dapat diukur menggunakan 3 metode, yakni metode apparent
density, bulk density dan campuran. Pada penelitian ini, massa jenis umbi dan
daun bawang merah diukur menggunakan metode bulk density dengan
menggunakan persamaan (12). Pengukuran massa jenis bahan dilakukan setelah
proses pengeringan. Adapun nilai rata-rata massa jenis umbi dan daun bawang
merah diuraikan pada Tabel 5. Data hasil pengukuran bulk density bawang merah
(daun dan umbi) dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7.
Tabel 5 Perubahan massa jenis daun dan umbi bawang terhadap kadar air
Kadar air
(% bb)

Massa jenis (kg/m3)

Waktu
pengeringan
(hari ke - )

Daun

Umbi

Daun

Umbi

0
1
2
3
4
5
6

27.13
17.86
10.15
7.14
6.18
5.48
3.85

817.88
794.71
774.88
770.11
748.55
734.28
730.45

77.94
58.33
43.44
29.58
18.50
18.75
17.08

83.33
81.74
80.33
79.65
78.63
78.17
76.14

Hubungan kadar air terhadap massa jenis umbi dan daun bawang merah
dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10 berikut ini.
30,00

Massa Jenis (kg/mᶟ)

25,00
20,00
y = -2.158 + 0.352x
R² = 0.957

15,00
10,00
5,00
0,00
0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

Kadar air (%bb)

Gambar 9 Hubungan kadar air dan massa jenis daun bawang merah

17

840,00

Massa Jenis (kg/mᶟ)

820,00
800,00
780,00
760,00

y = -281.14 + 13.16x
R² = 0.950

740,00
720,00
700,00
74,00

76,00

78,00
80,00
Kadar air (%bb)

82,00

84,00

Gambar 10 Hubungan kadar air dan massa jenis umbi bawang merah
Massa jenis adalah massa bahan per satuan volume bahan dimana dalam
sebuah bahan terdapat kandungan air sebagai penyusun bahan tersebut, seperti
umbi bawang segar yang memiliki kandungan air sebesar 83.33 % dan daun umbi
segar sebesar 77.94 %. Kandungan air tersebut menurun akibat proses penguapan
pada saat pengeringan, sehingga berdampak pada penurunan massa jenis dalam
daun dan umbi bawang. Hal ini dapat diuraikan pada Gambar 9 dan Gambar 10
diatas, dimana terdapat hubungan linier antara peningkatan kadar air terhadap
massa jenis pada daun dan umbi bawang merah yang dilengkapi dengan model
persamaan matematis hubungan kadar air dan massa jenis pada kedua bahan, yaitu
ρ = -2.158 + 0.352 Mbb untuk daun dan ρ = -281.14 + 13.16Mbb untuk umbi.
Panas Jenis Daun dan Umbi Bawang Merah
Panas jenis bawang merah yang terdiri atas umbi dan daun ditentukan
menggunakan metode pencampuran bahan dengan air dalam kalorimeter. Data
panas jenis umbi dan daun bawang merah diuraikan pada Tabel 6. Pada tabel
tersebut diuraikan panas jenis bahan dalam dua kategori, yaitu panas jenis yang
menggunakan suhu koreksi (C1) pada persamaan (18) dan tidak menggunakan
suhu koreksi (C2) pada persamaan (15).
Suhu koreksi diperoleh dengan persamaan (17) yang disimbolkan Tr
merupakan faktor koreksi suhu dengan memperhatikan pengaruh suhu rata-rata
periode awal dan periode akhir kesetimbangan suhu setelah bahan dimasukkan
kedalam kalorimeter. Adapun contoh pengukuran dan metode perhitungan untuk
mendapatkan data panas jenis daun dan umbi bawang merah dapat dilihat pada
Lampiran 13 dan Lampiran 16. Data pengukuran tersebut diperoleh setelah
mendapatkan data perkembangan suhu campuran air dan bahan didalam
kalorimeter, seperti yang tertera pada Lampiran 11 dan Lampiran 14. Akan tetapi
sebelum menentukan suhu campuran air dan bahan, perlu diketahui terlebih
dahulu nilai panas jenis air didalam kalorimeter (heat capacity) seperti yang
tertera pada Lampiran 8 dan Lampiran 10.

18
Menurut Mohsenin (1980), faktor koreksi ditentukan untuk memperkecil
kesalahan dalam penentuan panas jenis bahan. Hal ini yang menjadi dasar pada
penelitian Putri (2008), dimana panas jenis sambiloto dikategorikan dalam dua
jenis yaitu dengan menggunakan suhu koreksi dan tidak menggunakan suhu
koreksi. Pada penelitian panas jenis sambiloto, diketahui bahwa panas jenis
dengan memperhitungkan suhu koreksi lebih kecil dibandingkan panas jenis tanpa
memperhitungkan suhu koreksi. Selain itu, penentuan panas jenis dua katergori
tersebut juga menjadi acuan untuk membandingkan nilai panas jenis yang mampu
mendekati nilai panas jenis sayuran yakni berkisar antara 3.8 sampai 3.9 kJ/kg.K
(Rao et al. 2005).
Tabel 6 Perubahan panas jenis daun dan umbi bawang merah
terhadap kadar air
Waktu
pengeringan
(hari ke - )
0
1
2
3
4
5
6

Panas jenis bawang merah
(J/g.oC)
Daun
C1 a
3.636
3.294
3.194
3.076
2.822
2.446
2.374

C2b
3.833
3.404
3.271
3.166
2.963
2.541
2.468

Umbi
C1
3.980
3.910
3.500
3.484
3.483
3.330
3.026

C2
4.268
4.208
3.790
3.786
3.756
3.617
3.252

Kadar air
(% bb)
Daun

Umbi

77.94
58.33
43.44
29.58
18.50
18.75
17.08

83.33
81.74
80.33
79.65
78.63
78.17
76.14

a

nilai panas jenis bahan yang menggunakan suhu koreksi Tr; bnilai panas jenis bahan yang tidak
menggunakan suhu koreksi Tr.

Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa panas jenis bawang merah dengan
memperhatikan suhu koreksi lebih kecil dibandingkan dengan panas jenis yang
tidak memperhatikan suhu koreksi. Selain itu berdasarkan pendekatan terhadap
penelitian Rao et al (2005) dimana panas jenis sayuran berkisar antara 3.9 sampai
3.8 kJ/kg.K dan panas jenis bahan pertanian tidak melebihi panas jenis air yaitu
sebesar 4.177 J/g.oC (Ogunlowo 1999), maka panas jenis yang menjadi acuan
dalam penelitian ini adalah panas jenis yang menggunakan suhu koreksi (C1).
Salah satu contohnya yaitu nilai panas jenis bawang merah rata - rata pada kondisi
segar (hari ke-0) yaitu sebesar 3.636 J/g.oC untuk daun dan 3.980 J/g.oC untuk
umbi.
Panas jenis memiliki hubungan dengan kadar air yang terkandung dalam
bahan. Menurut Manalu dan Kamaruddin (1998), terdapat korelasi positif antara
panas jenis dan kadar air. Hal ini terjadi karena panas jenis air lebih tinggi dari
panas jenis padatan yang mengandung air sehingga panas jenis produk semakin
tinggi bila kadar airnya semakin tinggi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
adanya pengaruh tingkat kadar air terhadap panas jenis bawang merah yang
diukur seperti diuraikan pada Gambar 11 dan Gambar 12 berikut ini.

19

4,5
y = 2.379 + 0.019x
R² = 0.849

Panas Jenis (J/g.°C)

4
3,5
3

y = 2.304 + 0.018x
R² = 0.836

2,5
2

Tanpa suhu
koreksi
ada suhu koreksi

1,5
1
0,5
0
0,00

20,00

40,00
60,00
Kadar air (%bb)

80,00

100,00

Gambar 11 Hubungan kadar air dan panas jenis daun bawang merah
5,000
4,500

y = -7.4751 + 0.142x
R² = 0.944

Panas Jenis (J/g.°C)

4,000
3,500
3,000

y = -7.140 + 0.134x
R² = 0.942

2,500
2,000
1,500
1,000

ada suhu koreksi
Tanpa suhu koreksi

0,500
0,000
75,00 76,00 77,00 78,00 79,00 80,00 81,00 82,00 83,00 84,00
Kadar air (%)

Gambar 12 Hubungan kadar air dan panas jenis umbi bawang merah
Berdasarkan grafik pada Gambar 11 dan Gambar 12 diatas, diketahui
bahwa panas daun dan umbi bawang merah bersifat linier positif seiring kenaikan
kadar air. Hal ini sesuai dengan persamaan (19), dimana Siebel (1892)
mengemukakan adanya hubungan kenaikan panas jenis bahan berdasarkan kadar
air yang terkandung dalam bahan terutama pada umbi bawang merah dimana
panas jenis rata – rata yang diperoleh lebih besar 3.026 J/g.oC (C1) dan akan terus
meningkat seiring peningkatan kadar air. Hal ini sesuai dengan persamaan Siebel
yang menetapkan panas jenis bahan yang memiliki kadar air lebih dari 50 %
sebesar 3.349 J/g.oC dan meningkat seiring peningkatan kadar air bahan.

20

Difusivitas Panas Umbi Bawang Merah
Penentuan nilai difusivitas umbi bawang merah diambil dari umbi yang
didinginkan secara satuan. Data fisik dan perlakuan pendinginan umbi bawang
merah dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Data fisik dan perlakuan pendinginan umbi bawang merah
r*
(cm)
1.7
1.7
1.7

Umbi

Massa
(gr)
10.83
12.52
10.68

Suhu*
(°C)
5.0
5.0
5.0

dt*
(menit)
5
5
5

Percobaan 1
Percobaan 2
Percobaan 3
*Catatan: dt = rentang waktu pengukuran, Suhu = suhu pendinginan,

KA
(%bb)
83.33
85.25
83.58

r = jari-jari umbi dari kulit ke dasar umbi

Penentuan difusivitas panas dengan metode numerik dilakukan dengan
menentukan pola penurunan suhu pada saat pendinginan. Pola penurunan suhu
selama pendinginan tersebut kemudian dibuat dalam bentuk grafik penurunan
suhu umbi seperti yang diuraikan pada Gambar 13. Grafik penurunan suhu umbi
pada Gambar 13 merupakan contoh grafik penurunan suhu umbi pada umbi
percobaan 1 yang diperoleh dari data Tabel 8.
30,0

Suhu (ºC)

25,0
20,0

0 cm

15,0

0.4 cm

10,0

0.9 cm
1.3 cm

5,0

1.7 cm

0,0
0

10

20
30
40
Waktu (menit)

50

60

Gambar 13 Grafik penurunan suhu umbi bawang merah (percobaan 1)

21
Tabel 8 Data perkembangan distribusi suhu pendinginan dalam umbi bawang
(percobaan 1)
Waktu
(menit)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60

Pusat
26.0
20.5
16.3
13.3
11.4
9.6
8.6
7.6
7.2
6.5
6.4
5.9
5.9

Jarak dari pusat (cm)
0.4
0.9
1.3
25.5
22.1
21.5
18.2
16.9
16.3
14.2
13.5
12.8
12.4
11.6
11.2
10.2
9.8
9.4
9.5
8.8
8.5
8.4
7.9
7.6
7.3
7.1
6.7
7.1
6.9
6.6
6.4
6.3
5.7
6.2
6.0
6.0
6.0
5.9
5.2
5.9
5.5
5.7

1.7
11.6
5.8
4.4
6.4
4.3
6.2
4.5
6.2
4.8
6.1
4.8
6.2
5.0

Berdasarkan data pada Tabel 8, dapat dihitung nilai difusivitas panas (α)
umbi bawang merah dengan menggunakan persamaan (6). Hasil perhitungan
tersebut menghasilkan data difusivitas panas umbi yang disampaikan pada Tabel 9.
Menurut Massusungan (1991), metode numerik memiliki faktor kritis, yaitu pada
penentuan jarak antara dua titik pengukuran. Hal ini dibuktikan dengan hasil
pengolahan data yang menggunakan persamaan (8) dan menunjukkan adanya nilai
stabilitas yang lebih besar daripada 0.5 pada jarak antara dua titik pengukuran
yang lebih kecil daripada 1 cm, karena rata-rata besaran interval pengukuran
bawang merah dari pusat ke kulit terluar dari umbi bawang adalah 1.7 cm. Oleh
karena itu, nilai difusivitas yang diperoleh tidak dapat digunakan untuk menduga
penurunan suhu selama proses pendinginan sehungga suhu duga yang diperoleh
menggunakan nilai difusivitas ini akan tidak tepat. Selain itu suhu duga yang
diperoleh umumnya lebih besar dari suhu awal pengukuran dimana dalam
persamaan (6) disimbolkan .
Menurut Kusdiana (1991), pendugaan nilai α akan le ih aik apa ila
perhitungan metode numerik ini menggunakan data suhu dugaan dari kurva
sebagai alternatif dari data suhu hasil pengukuran persamaan (6). Data suhu dari
kurva tersebut diperoleh menggunakan data grafik suhu pengukuran yang
kemudian dibuat persamaan dari grafik tersebut. Suhu dugaan yang diperoleh dari
persamaan regresi, yaitu persamaan polynomial pangkat 3. Adapun data suhu hasil
perhitungan (H) dengan persamaan polinimial tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.

22
Tabel 9 Difusivitas umbi bawang merah (percobaan 1)
Waktu
(menit)
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
Total rata-rata

Difusivitas panas (cm²/menit)
Pusat (0.4)
Daging (0.9)
Kulit (1.3)
0.14375
0.46513
0.14026
0.06481
0.25422
0.08884
0.04431
0.13991
0.05150
0.04267
0.19297
0.10140
0.02800
0.10881
0.04759
0.03610
0.13255
0.10864
0.02560
0.11902
0.07909
0.00483
0.02536
0.08967
0.01629
0.08748
0.14174
0.00582
0.03193
0.10805
0.00502
0.02804
0.17231
0.00557
0.03995
0.09429
0.03523
0.13545
0.10195

Rata-rata
0.24972
0.13596
0.07857
0.11235
0.06146
0.09243
0.07457
0.03995
0.08184
0.04860
0.06846
0.04660
0.09088

Tabel 10 Suhu ukur (U), Suhu hitung (H), dan Ketepatan (K) pendugaan
suhu umbi bawang merah (Percobaan 1)
Waktu
(menit)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60

0
U
26.0
20.5
16.3
13.3
11.4
9.6
8.6
7.6
7.2
6.5
6.4
5.9
5.9

0.4
H
25.7
20.7
16.6
13.4
10.9
8.9
7.3
6.9
6.4
6.5
6.1
5.1
5.1

U
25.5
18.2
14.2
12.4
10.2
9.5
8.4
7.3
7.1
6.4
6.2
6.0
5.9

H
24.4
19.2
15.2
12.3
10.2
8.8
8.0
6.7
6.6
5.7
5.5
5.4
5.1

Jarak dari pusat (cm)
0.9
1.3
U
H
U
H
22.1 21.6 21.5 20.9
16.9 17.4 16.3 16.8
13.5 14.0 12.8 13.6
11.6 11.4 11.2 11.3
9.8
9.4
9.4
9.7
8.8
7.8
8.5
8.7
7.9
6.8
7.6
6.3
7.1
6.3
6.7
5.8
6.9
6.1
6.6
5.7
6.3
5.7
5.7
5.3
6.0
5.4
6.0
5.4
5.9
5.1
5.2
4.1
5.5
4.8
5.7
4.8

K (%)

1.7
U
11.6
5.8
4.4
6.4
4.3
6.2
4.5
6.2
4.8
6.1
4.8
6.2
5.0

H
10.0
7.6
6.0
5.0
4.5
5.3
4.3
5.3
4.2
5.9
4.1
5.3
4.5

Data Tabel 9 dan Tabel 10 merupakan data pengukuran untuk percobaan 1,
sedangkan untuk percobaan 2 dan percobaan 3 diuraikan pada Lampiran 19 dan
Lampiran 20.

94.82
92.96
91.56
93.16
96.39
88.09
86.72
87.70
88.10
92.66
88.61
84.97
85.67

23
Tabel 11 Nilai difusivitas panas dan ketepatan rata-rata pada umbi bawang merah
Percobaan
1
2
3
Rata - rata

Difusivitas pana