Kontaminasi Timbal pada Empat Tipe Penggunaan Lahan Pertanian di Kawasan Urban-Industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
SELEKSI GALUR MURNI LANRAS KACANG BOGOR
(Vigna subterranea L.) ASAL SUKABUMI
NAILAN NABILA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Seleksi Galur Murni
Lanras Kacang Bogor (Vigna subterranea L.) Asal Sukabumi adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Nailan Nabila
NIM A24100066
ABSTRAK
NAILAN NABILA. Seleksi Galur Murni Lanras Kacang Bogor (Vigna
subterranea L.) Asal Sukabumi. Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU
ENDRO KUSUMO dan HENI PURNAMAWATI.
Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaan karakter agronomi
beberapa galur hasil seleksi galur murni dari lanras kacang bogor asal Sukabumi
yang memiliki produktivitas tinggi. Percobaan ini dilaksanakan di kebun
percobaan (KP) Cikarawang dan KP Leuwikopo Institut Pertanian Bogor pada
Desember 2013 hingga Mei 2014. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan kelompok lengkap teracak dengan 95 galur dan 1 kontrol yang diulang
3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi tanaman, jumlah daun, lebar
kanopi, dan bobot brangkasan basah galur-galur berbeda nyata dengan kontrol.
Tinggi tanaman memiliki heritabilitas sedang. Semua karakter yang diamati
memiliki korelasi positif dengan karakter jumlah polong total kecuali hari
berbunga. Seleksi berdasarkan karakter jumlah daun dengan intensitas 10%
menghasilkan 10 galur terpilih; yaitu A132.8, A181.6, A45.4, A47.5, A65.10,
A86.6, A88.11, R19.7, R38.5, dan R66.2. Seleksi galur berdasarkan karakter
jumlah daun mengakibatkan peningkatan nilai kemajuan seleksi pada semua
karakter. Nilai tengah karakter populasi terseleksi lebih tinggi dari pada populasi
awal, kecuali pada karakter hari berbunga.
Kata kunci: heritabilitas, kacang bogor, kemajuan seleksi, seleksi
ABSTRACT
NAILAN NABILA. Pure Line Selection of Bambara Groundnut (Vigna
subterranea L.) Originated From Sukabumi. Supervised by YUDIWANTI
WAHYU ENDRO KUSUMO and HENI PURNAMAWATI
The objective of this experiment was to evaluate the performance of
agronomic characters in bambara groundnut lines derived from pure line selection
of Sukabumi landrace which has high productivity. This experiment conducted in
Cikarawang experimental field and Leuwikopo experimental field Institut
Pertanian Bogor from December 2013 until May 2014. The experiment was
arranged in randomize complete block design using 95 lines and 1 control with 3
replications. Result of this experiment showed that wet strover weight, plant
height, number of leaves, and canopy width of the lines were significantly
different from control. Plant height has moderate heritability. All characters have
positive correlation to total number of pods except day’s flowering. Selection
based on number of leaves with the intensity of selection 10% produced 10
selected lines, they are A132.8, A181.6, A45.4, A47.5, A65.10, A86.6, A88.11,
R19.7, R38.5, and R66.2. Selection based on number of leaves increased selection
response value in all characters. The mean value of selected population is higher
than initial population except in day’s flowering.
Keywords : bambara groundnut, heritability, selection, selection response
SELEKSI GALUR MURNI LANRAS KACANG BOGOR
(Vigna subterranea L.) ASAL SUKABUMI
NAILAN NABILA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, pemelihara alam semesta
atas limpahan rahmat, dan hidayahnya penulis telah menyelesaikan skripsi dengan
judul Seleksi Galur Murni Lanras Kacang Bogor (Vigna subterranea L.) Asal
Sukabumi. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan di Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Keberhasilan penyusunan skripsi tidak terlepas dari dukungan dan dorongan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada: Ibu Yudiwanti Wahyu dan ibu Heni Purnamawati sebagai dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan pengetahuan dan informasi
mengenai penelitian ini, Bapak suwarto sebagai dosen penguji yang telah
memberikan masukan dan saran terhadap penulisan karya ilmiah ini, Ibu Nurul
Khumaida sebagai dosen pembimbing akademik, kepada kedua orang tua penulis
dan rekan-rekan di Departemen Agronomi dan Hortikultura angkatan 47 atas doa,
motivasi dan masukan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Crop For Future Research Center (CFFRC) yang telah
membiayai penelitian ini. Semoga Allah membalas kebaikan dan keiklasan semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari, penulisan skripsi ini masih memiliki kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan
bermanfaat untuk penulisan karya ilmiah ini.
Bogor, Juli 2014
Nailan Nabila
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Hipotesis Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
METODE PENELITIAN
3
Tempat dan Waktu Penelitian
3
Bahan dan Alat Penelitian
4
Perancangan percobaan
4
Prosedur Percobaan
4
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Kondisi Umum Percobaan
7
Keragaan Karakter Kuantitatif Galur-galur Kacang Bogor
10
Korelasi Antar Karakter Galur-galur Kacang Bogor
17
Seleksi Galur-galur Kacang Bogor
20
SIMPULAN DAN SARAN
22
Simpulan
22
Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL
1 Sidik ragam dan harapan kuadrat tengah percobaan
2 Data cuaca di lahan percobaan
3 Keragaan dan sidik ragam karakter kuantitatif galur-galur kacang bogor
4 Galur-galur dengan nilai karakter lebih tinggi dibandingkan kontrol
5 Pendugaan komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter
agronomi kacang bogor
6 Korelasi antar karakter agronomi pada tanaman kacang bogor
7 Diferensial seleksi dan kemajuan seleksi galur-galur kacang bogor
berdasarkan karakter jumlah daun
6
8
11
12
13
19
20
DAFTAR GAMBAR
1 Pertanaman kacang bogor pada 100 HST, benih kacang bogor yang
terserang cendawan, dan kacang bogor pada 14 HST
2 Hama kacang bogor selama percobaan
3 Penyakit kacang bogor selama percobaan
8
9
10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Galur-galur kacang bogor yang digunakan pada penelitian
2 Hasil analisis kimia tanah
3 Pengukuran karakter galur-galur kacang bogor
26
27
28
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kacang-kacangan berperan dalam keberhasilan diversifikasi
pangan di Indonesia. Salah satu jenis kacang-kacangan adalah kacang bogor
(Vigna subterranea L.). Kacang bogor merupakan tanaman dari famili
Leguminosa yang setiap polongnya hanya memiliki satu biji dengan kandungan
protein yang tinggi dan kandungan lemak yang rendah. Pada 100 g kacang bogor
terkandung energi 370 kkal, 16 g protein, 6 g lemak, 10 g air, 65 g karbohidrat,
85 g kalsium, 264 mg fosfor, 4.2 mg besi, dan 10 gram air (Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan 2000).
Berdasarkan data kandungan gizinya, kacang bogor merupakan tanaman
yang potensial untuk dikembangkan. Kacang bogor mampu tumbuh dan
berkembang pada lingkungan yang kering dengan kandungan hara yang rendah
(Berchie et al. 2011), sehingga tanaman kacang bogor potensial untuk
dikembangkan sebagai salah satu tanaman pangan yang mendukung program
diversifikasi pangan di Indonesia.
Menurut Madamba (1995) dalam Makanda et al. (2009) nilai produktivitas
kacang bogor yang ditanam di lahan marginal adalah 0.3 ton ha-1 dan pada
lingkungan yang sesuai produktivitas mencapai 4.2 ton ha-1. Menurut Redjeki
(2007), pada kondisi sub optimal dapat dihasilkan 0.77 ton biji kering ha-1,
sedangkan pada kondisi lingkungan optimal dapat dihasilkan 4 ton biji kering ha-1.
Salah satu cara dalam perbaikan kualitas dan kuantitas kacang bogor adalah
melalui pemuliaan tanaman untuk mendapatkan varietas kacang bogor berdaya
hasil tinggi. Perbaikan melalui pemuliaan tanaman dimulai dengan eksplorasi
kultivar kacang bogor lokal dan melakukan evaluasi terhadap potensi hasil dan
karakter agronomi yang mendukung hasil panen. Rangkaian penelitian kacang
bogor untuk memperoleh galur yang memiliki produktivitas tinggi ini telah
dimulai sejak tahun 2010 dengan menguji dua lanras kacang bogor pada dua
lingkungan yang berbeda. Pada tahun berikutnya telah dilakukan pembentukan
populasi dasar kacang bogor dan dilakukan seleksi galur murni pada populasi
lanras kacang bogor asal Sukabumi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi keragaan karakter agronomi beberapa
galur hasil seleksi galur murni dari lanras kacang bogor asal Sukabumi yang
memiliki produktivitas tinggi.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat minimal satu
galur lanras kacang bogor yang memiliki produktivitas tinggi.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi dan Syarat Tumbuh Kacang Bogor
Kacang bogor (Vigna subterranea L.) merupakan tanaman sejenis kacang
tanah yang buahnya berbentuk bulat bundar dan pertama kali ditemukan di Afrika.
Di Indonesia, kacang bogor mampu beradaptasi dan berproduksi dengan baik
pertama kali di Bogor sehingga masyarakat mengenalnya dengan istilah kacang
bogor (Rukmana dan Oesman 2000).
Dalam ilmu botani, kacang bogor tergolong dalam famili kacang-kacangan
berbunga kupu-kupu (Papilionaceae). Secara morfologi, tanaman kacang bogor
terdiri atas akar, batang, daun, dan buah (Rukmana dan Oesman 2000). Sistem
perakaran kacang bogor adalah perakaran serabut. Akar kacang bogor memiliki
nodul yang berfungsi untuk memfiksasi nitrogen (Departement of Agriculture,
Forestry, and Fisheries 2011). Nodul atau bintil pada kacang bogor dibentuk
sebagai hasil dari simbiosis antara akar dengan Rhizobium. Rhizobium mampu
mengubah nitrogen bebas dari udara menjadi amoniak sehingga mampu
menyediakan nitrogen bagi tanaman (Rukmana dan Oesman 2000).
Keragaan kacang bogor di atas permukaan tanah tampak merumpun dengan
batang yang pendek tetapi memiliki jumlah cabang yang banyak. Setiap tangkai
daun, terdapat tiga helai daun berbentuk lanset berwarna hijau muda hingga hijau
tua (Rukmana dan Oesman 2000). Daun kacang bogor tergolong tipe daun trifoliet
(Departement of Agriculture, Forestry, and Fisheries 2011).
Pembungaan pada kacang bogor muncul ketika tanaman berumur
30–35 hari setelah tanaman berkecambah (Departement of Agriculture, Forestry,
and Fisheries 2011). Bunga kacang bogor tumbuh pada ketiak daun dan berwarna
kuning. Tangkai bunga akan tumbuh memanjang kearah bawah setelah terjadi
pembungaan dan pembuahan. Tangkai bunga yang masuk ke dalam tanah akan
membentuk buah. Buah kacang bogor tergolong dalam tipe buah polong. Saat
masih muda, kulit polong berwarna putih susu dan ketika sudah tua kulit polong
akan berwarna putih kecoklatan. Setiap polong umumnya hanya berisi satu biji.
Biji kacang bogor berbentuk bulat dan berkeping dua (Rukmana dan Oesman
2000).
Tanaman kacang bogor memerlukan waktu sekitar 3–6 bulan untuk bisa
dipanen polongnya. Kondisi ini bergantung pada cuaca dan teknik budi daya yang
digunakan (Departement of Agriculture, Forestry, and Fisheries 2011). Tanaman
ini mampu tumbuh pada daerah kering beriklim panas dengan kandungan hara
yang rendah. Budi daya kacang bogor dapat dilakukan di daerah tropis sampai
pada ketinggian 1 600 m di atas permukaan laut. Tanaman kacang bogor dapat
berproduksi optimum ketika ditanam pada curah hujan 900–1 200 mm tahun-1
pada suhu harian rata-rata 20–28 °C (PROHATI 2010). Menurut Departement of
Agriculture, Forestry, and Fisheries (2011) dan Redjeki (2003), tanaman kacang
bogor tumbuh subur pada tanah bertekstur lempung berpasir dengan pH 5–6.5.
Pada pH tersebut ginofor mampu menembus tanah.
Onuh dan Christo (2011) melaporkan bahwa tanaman kacang bogor dapat
tumbuh di daerah kering, namun untuk memperoleh produksi polong yang tinggi
tanaman memerlukan air yang cukup pada fase pengisian polong. Redjeki (2007),
pada saat post flowering, kekurangan air pada kacang bogor akan mengakibatkan
3
penurunan pertumbuhan dan penurunan jumlah polong per tanaman tetapi tidak
mengalami penurunan pada bobot biji. Menurut Departement of Agriculture,
Forestry, and Fisheries (2011), kacang bogor membutuhkan curah hujan yang
cukup mulai dari fase perkecambahan sampai pembungaan.
Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri
Tanaman kacang bogor merupakan tanaman menyerbuk sendiri (Rukmana
dan Oesman 2000). Bentuk populasi tanaman menyerbuk sendiri adalah homogen
homozigot untuk galur murni dan heterogen homozigot untuk lanras atau varietas
multilini. Kedua populasi ini dalam keadaan homozigot (Syukur et al. 2012).
Seleksi tanaman dilakukan untuk memilih individu tanaman yang memiliki
sifat unggul pada populasi keturunan yang akan digunakan untuk generasi
berikutnya (Allard 1960). Seleksi galur murni merupakan seleksi tanaman tunggal
dari populasi heterogen homozigot. Seleksi ini berdasarkan teori bahwa
keragaman dalam suatu populasi heterogen disebabkan oleh keragaman genetik
dan lingkungan, sedangkan keragaman dalam galur murni disebabkan oleh
keragaman lingkungan (Syukur et al. 2012).
Proporsi dari variabilitas total yang disebabkan oleh faktor genetik atau
perbandingan ragam genetik terhadap ragam total dinyatakan dalam nilai
heritabilitas. Kemajuan genetik dapat dimaksimalkan dengan menentukan kriteria
seleksi yang akan memberikan kemajuan seleksi terbaik (Allard 1960).
Menurut Actaria (2012), peubah jumlah polong bernas, bobot kering polong
total, bobot kering bernas, dan bobot basah polong pada populasi jumlah polong
sedikit memiliki potensi untuk diperbaiki dan merupakan pilihan yang lebih baik
untuk diseleksi jika dilihat dari kisaran, nilai tengah, heritabilitas serta keragaman
yang lebih tinggi. Perbaikan produksi polong kering dan basah dapat dilakukan
dengan seleksi tidak langsung berdasarkan peubah diameter kanopi. Juwita
(2012), populasi dasar kacang bogor asal Sukabumi memiliki produksi tinggi serta
memiliki potensi untuk dikembangkan berdasarkan peubah bobot polong basah,
jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas.
Seleksi keragaan fenotipe terbaik yaitu diameter kanopi, diharapkan akan
diperoleh tanaman dengan potensi produksi tinggi.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di KP Cikarawang Kampus IPB Dramaga yang
mempunyai ketinggian ±207 m di atas permukaan air laut pada bulan Desember
2013 hingga April 2014. Pengamatan pasca panen dilakukan di KP Leuwikopo
IPB pada bulan April hingga Mei 2014.
4
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan pada percobaan ini adalah 95 galur kacang
bogor yang dikembangkan dari lanras asal Sukabumi dan satu kontrol yang terdiri
dari gabungan 6 galur kacang bogor yang tidak terseleksi pada musim tanam
sebelumnya. Bahan lain yang digunakan adalah pupuk kandang kambing, pupuk
NPK (15-15-15), insektisida berbahan aktif karbofuran, deltrametrin 25 g L-1, dan
fungisida berbahan aktif mankozeb 80%. Peralatan yang digunakan adalah alatalat budi daya, alat tulis, jaring dan timbangan analitik.
Perancangan Percobaan
Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan kelompok lengkap
teracak (RKLT). Setiap galur ditanam dalam satu baris dan diulang sebanyak 3
kali. Satu satuan percobaan berupa satu baris tunggal yang terdiri dari 10 tanaman.
Sebanyak 5 tanaman dipilih secara acak sebagai tanaman contoh setiap satuan
percobaan.
Model rancangan kelompok lengkap teracak adalah sebagai berikut:
Yij = µ + αi +βj + γij
Keterangan:
Yij
: pengamatan pada galur ke i dan ulangan ke j
µ
: nilai tengah umum
αi
: pengaruh galur ke i
βj
: pengaruh ulangan ke j
γij
: pengaruh galat percobaan galur ke i dan ulangan ke j.
Terhadap data yang diperoleh dilakukan uji F. Karakter yang berbeda nyata diuji
lanjut dengan menggunakan uji t-Dunnet pada taraf 1% dan 5%.
Prosedur Percobaan
Percobaan dimulai dengan kegiatan pengolahan lahan dan pembuatan petak
percobaan. Pengolahan lahan dilakukan untuk mempersiapkan tanah sehingga siap
untuk dilakukan penanaman. Tanah diolah dengan menggunakan traktor.
Pengolahan lahan dilakukan 2 minggu sebelum penanaman. Lahan dibuat petakan
dengan ukuran 6 m × 58 m. Di antara petak satu dengan petak lain dipisahkan
dengan saluran air dengan lebar sekitar 30 cm.
Benih setiap galur ditanam dalam satu baris yang berisi 10 tanaman dengan
jarak tanam 60 cm × 60 cm. Jarak tanam yang digunakan lebih lebar dibandingkan
jarak tanam yang dilakukan oleh petani pada budidaya kacang bogor. Tujuannya
adalah mengurangi persaingan input produksi antar tanaman sehingga
menghasilkan tanaman dengan produktivitas optimal. Pada saat penanaman juga
dilakukan pemupukan dan pemberian insektisida berbahan aktif karbofuran
sebesar 2 kg ha-1. Penyulaman dilakukan ketika tanaman berumur 14 HST.
Pemupukan kacang bogor dilakukan dengan membuat lubang ukuran
15×15×15 cm. Dalam lubang pupuk diletakkan pupuk kandang kambing dan
pupuk NPK (15-15-15). Dosis pupuk kandang kambing yang diaplikasikan
sebesar 2 ton ha-1 dan NPK sebesar 200 kg ha-1.
5
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan terdiri dari pembumbunan,
pengendalian gulma, dan pengendalian hama penyakit. Pembumbunan bertujuan
untuk mempertahankan hasil panen polong tetap tinggi. Polong kacang bogor
yang tidak tertutup tanah akan tetap berwarna hijau dan hama tikus menyukai
polong kacang bogor yang masih hijau (Redjeki 2003). Pembumbunan dilakukan
bersamaan dengan kegiatan pengendalian gulma. Pengendalian gulma dilakukan
secara manual pada saat tanaman berumur 14 HST, 42 HST, dan 86 HST.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan 2 kali selama percobaan yaitu saat
tanaman berumur 44 HST dan 88 HST. Pengendalian hama dan penyakit
dilakukan secara manual dan kimia. Pengendalian secara kimia dengan
menggunakan insektisida berbahan aktif deltrametrin 25 g L-1 dan fungisida
berbahan aktif mankozeb 80%.
Panen dilakukan secara serentak dengan mencabut semua bagian tanaman
saat tanaman berumur 110 HST. Tanaman yang telah dipanen, polong dipisahkan
dari brangkasan kemudian dimasukan dalam jaring. Satu jaring berisi polong dari
satu tanaman. Polong dijemur di bawah sinar matahari selama 13 hari.
Pengamatan dilakukan pada 5 tanaman contoh tiap satuan percobaan kecuali
peubah daya tumbuh dan hari berbunga yang diamati pada seluruh tanaman tiap
galur. Peubah yang diamati dalam percobaan ini yaitu;
1.
Daya tumbuh, dihitung pada saat tanaman berumur 14 HST dengan cara
mempersentasekan jumlah benih yang tumbuh terhadap jumlah benih yang
ditanam.
2.
Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah hingga titik pangkal daun
terpanjang dan dilakukan saat 101 HST.
3.
Jumlah daun, dilakukan dengan cara menghitung daun trifoliat yang tumbuh
dari semua cabang tanaman saat tanaman berumur 101 HST.
4.
Lebar kanopi, dilakukan dengan cara mengukur lebar melintang dan
membujur kemudian nilainya dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan saat
tanaman berumur 101 HST.
5.
Jumlah cabang, dilakukan dengan menghitung percabangan yang ada pada
tanaman saat tanaman telah dipanen.
6.
Hari berbunga, dihitung dari waktu penanaman hingga 50% populasi dari
tanaman satu galur keluar bunga.
7.
Jumlah polong total, dilakukan dengan cara menghitung jumlah polong
tanaman yang dihasilkan saat polong tanaman sudah dikeringkan.
8.
Jumlah polong bernas, penghitungan jumlah polong dilakukan ketika polong
sudah dikeringkan. Polong dikategorikan polong bernas jika kulit polong
tidak berkerut.
9.
Jumlah polong cipo, penghitungan jumlah polong dilakukan ketika polong
sudah dikeringkan. Polong dikategorikan polong cipo jika kulit polong
berkerut.
10. Bobot polong total, polong ditimbang saat polong kacang bogor sudah
selesai dikeringkan.
11. Bobot brangkasan basah, dilakukan dengan menimbang brangkasan tanaman
yang sudah dipisahkan polongnya saat tanaman sudah dipanen.
6
Analisis Data
Sebaran Data
Dari data yang telah diperoleh untuk masing-masing karakter yang diamati,
ditentukan nilai kisaran data dan nilai tengah dari populasi galur-galur yang diuji
dan kontrol. Perhitungan kisaran dan nilai tengah dilakukan dengan menggunakan
software microsoft excel.
Komponen Ragam, Koefisien Keragaman Genetik, dan Heritabilitas dalam
Arti Luas
Komponen ragam terdiri dari ragam genotipe (σ²g), ragam fenotipe (σ²p),
dan ragam lingkungan (σ²e). Pendugaan komponen ragam dilakukan berdasarkan
nilai kuadrat tengahnya.
Tabel 1 Sidik ragam dan harapan kuadrat tengah percobaan
Sumber keragaman
Derajat bebas
Kuadrat tengah
Ulangan
(r-1)
Galur
(g-1)
M2
Galat
(r-1)(g-1)
M1
Nilai harapan
σ² + rσ²g
σ²
Berdasarkan kuadrat tengah dan nilai harapan pada Tabel 1 dapat diduga
nilai komponen ragam sebagai berikut (Syukur et al. 2012);
σ²e = M1
M 2 M1
σ 2g
r
σ²p = σ²g + σ²e
Keterangan :
r
: banyaknya ulangan pada percobaan
g
: banyaknya galur yang digunakan pada percobaan
σ²e
: nilai ragam lingkungan
σ²g
: nilai ragam genotipe
σ²p
: nilai ragam fenotipe
Koefisien keragaman genetik menggambarkan tinggi rendahnya keragaman
genetik suatu karakter.
KKG =
σ²g
100%
x
Keterangan :
KKG : Koefisien keragaman genetik
x
: nilai tengah populasi.
Kriteria nilai KKG yaitu rendah 0–10%, sedang 10–20%, dan tinggi >20%
(Knight 1979).
Heritabilitas merupakan proporsi variabilitas total yang disebabkan oleh
faktor genetik atau perbandingan ragam genetik terhadap ragam fenotip (Falconer
1980). Heritabilitas dapat dirumuskan secara kuantitatif sebagai berikut (Allard
1960);
7
h
2
bs
σ2g
2
σ g σ 2e
Keterangan :
h2bs
: heritabilitas arti luas
σ²g
: nilai ragam genetik
σ²e
: nilai ragam lingkungan.
Korelasi Antar Karakter
Korelasi antar karakter menggambarkan hubungan dan tingkat keeratan satu
karakter dengan karakter lainnya. Nilai korelasi berada pada selang -1 sampai 1.
Jika nilai korelasi mendekati -1 atau 1 maka kedua karakter tersebut memiliki
hubungan keeratan negatif maupun positif yang sangat kuat. Nilai korelasi positif
dan negatif dikelompokkan dalam 3 taraf, yaitu sangat nyata (P < 0.01), nyata
(0.01 ≤ P < 0.05), dan tidak nyata (P ≥ 0.05) (Gomez dan Gomez 1995).
Koefisien korelasi dihitung dengan rumus (Walpole 1992);
r( x , y )
n
n n
n x i y i x i y i
i 1
i 1 i 1
2
2
n 2 n
n 2 n
n
x
x
n
y
y
i
i i
i
i 1
i 1 i 1
i 1
Keterangan:
n : banyaknya data
x i : nilai tengah peubah 1
y i : nilai tengah peubah 2
Kemajuan Seleksi dan Diferensial Seleksi
Kemajuan seleksi ( G) adalah besarnya kemajuan hasil yang akan diperoleh
pada suatu populasi. Nilai kemajuan genetik dapat diduga dengan menggunakan
rumus (Syukur et al. 2012);
G = i × h2 bs × σp
Keterangan:
G
: nilai kemajuan genetik
i
: intensitas seleksi
2
h bs
: nilai heritabilitas arti luas
σp
: simpangan baku fenotipe.
Penentuan diferensial seleksi dilakukan dengan menghitung selisih antara
nilai tengah populasi awal dengan nilai tengah populasi terseleksi (Falconer
1980).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Percobaan
Cuaca selama percobaan dilaksanakan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan kacang bogor. Kondisi tanaman kacang bogor saat 100 HST
8
terlihat pada Gambar 1a. Berdasarkan data cuaca dari BMKG Dramaga (2014),
rata-rata curah hujan selama penelitian adalah 448.4 mm bulan-1, rata-rata suhu
udara sebesar 25.38 oC, rata-rata kelembapan udara 87.2%. Menurut Rukmana
dan Oesman (2000), curah hujan merupakan faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan hasil tanaman kacang bogor. Curah hujan rata-rata optimum
untuk kacang bogor adalah 291.67 mm bulan-1 pada suhu 19–27 °C, dan
kelembapan 50–80%. Curah hujan yang melebihi batas optimum mengakibatkan
tanaman menjadi rentan terhadap serangan hama dan penyakit.
Tabel 2 Data cuaca di lahan percobaan
Bulan
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Suhu (oC)
25.5
24.6
25.0
25.6
26.2
Kelembapan udara (%)
86
89
89
87
85
Curah hujan (mm bulan-1)
411
702
337
281
511
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Dramaga (2014)
Hasil analisis tanah menggambarkan bahwa tanah di lahan percobaan
bertekstur lempung berliat dengan pH sangat masam (pH=4.4). Kandungan
karbon dan nitrogen dalam tanah tergolong rendah dengan nilai C/N sebesar 10.
Kandungan fosfor sebesar 37.7 ppm dan kalium sebesar 123 ppm termasuk dalam
kelompok sangat tinggi (Lampiran 2). Pengamatan secara umum di lapangan
menunjukkan jumlah bintil akar yang sangat sedikit. Tanaman kedelai pada pH
rendah akarnya tidak dapat berkembang dan bintil akar tidak terbentuk dengan
baik, sehingga serapan hara dan penambatan nitrogen tidak optimal (Harsono et
al. 2011).
Ketersediaan hara di dalam tanah diduga juga dipengaruhi oleh pH tanah.
pH tanah menunjukkan mudah tidaknya unsur-unsur hara yang bisa diserap
tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah
sekitar netral,karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam
air. Tanah yang terlalu rendah memiliki kandungan sulfat tinggi yang juga
merupakan racun bagi tanaman (Hardjowigeno 2010)
(a)
(b)
(c)
Gambar 1 (a) pertanaman kacang bogor pada 100 HST, (b) kacang bogor pada 14
HST, (c) benih kacang bogor yang terserang cendawan
9
Benih kacang bogor mulai tumbuh saat 14 hari setelah tanam (HST). Hamid
(2009), Actaria (2012), dan Hanum (2014) menginformasikan benih kacang bogor
mulai tumbuh lebih dari 14 hari setelah tanam (HST). Rata-rata daya tumbuh
galur sebesar 31.39%. Benih yang tidak tumbuh kemungkinan disebabkan oleh
kondisi curah hujan tinggi sehingga sesuai untuk pertumbuhan cendawan. Benih
kacang bogor yang berkecambah pada 14 HST terlihat pada Gambar 1b,
sedangkan benih kacang bogor yang terserang cendawan terlihat pada Gambar 1c.
Hama yang ditemukan selama percobaan dilakukan antara lain belalang
(Valanga nigricornis) yang memakan daun sehingga daun berlubang selama fase
vegetatif tanaman berlangsung (Gambar 2a). Hama kutu daun (Aphis sp.)
menyerang pada bagian daun dan tangkai daun yang masih muda dengan
menghisap daun sehingga terbentuk kerutan pada daun (Gambar 2b). Kutu daun
hidup secara berkoloni sehingga serangannya cukup membahayakan bagi
tanaman. Hama ulat daun (Doleschalia biseltata) menyerang pertanaman kacang
bogor dengan gejala lubang pada daun hasil gigitan dari ulat daun (Gambar 2c).
Pengendalian hama belalang dan kutu daun dilakukan secara kimia dengan
menggunakan insektisida berbahan aktif deltametrin 25 g L-1. Hama lain yang
ditemui adalah uret yang memakan akar dan polong sehingga tanaman menjadi
layu dan mati (Gambar 2d).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2 Hama kacang bogor selama percobaan: (a) belalang (Valanga
nigricornis); (b) kutu daun (Aphis sp.); (c) ulat daun (Doleschalia
biseltata); (d) uret
Penyakit busuk pangkal batang menyerang tanaman saat berumur 49 HST.
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Sclerotium sp. dengan gejala munculnya
hifa cendawan berwarna putih pada tangkai daun (Gambar 3a). Pada kondisi
serangan yang parah daun akan layu dan mudah dicabut. Pengendalian terhadap
penyakit ini dengan mencabut tanaman kemudian dijauhkan dari lahan beserta
tanah yang ada di sekitar tanaman yang terserang. Penyakit layu bakteri
menyerang tanaman pada saat tanaman berumur 70 HST dengan gejala tanaman
layu secara tiba-tiba sehingga daun kering tetapi tangkai daunnya masih berwarna
hijau (Gambar 3b). Penyakit karat yang disebabkan oleh Pucinia arachidis
menyerang tanaman dengan gejala terdapat bintik berwarna cokelat pada
10
permukaan bawah daun yang sudah tua (Gambar 3c). Penyakit lain yang
menyerang adalah penyakit kerdil yang disebabkan oleh virus (Gambar 3d).
Serangan penyakit pada petak penelitian yang terkena naungan lebih tinggi
dibandingkan pada petakan yang tidak ternaungi. Hal ini disebabkan kondisi
lingkungan di bawah naungan lebih lembab sehingga sesuai untuk pertumbuhan
sumber penyakit.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Penyakit kacang bogor selama percobaan: (a) penyakit busuk pangkal
batang; (b) penyakit layu bakteri; (c) penyakit karat; (d) penyakit
kerdil
Gulma yang tumbuh pada pertanaman kacang bogor antara lain Mimosa
pudica, Cleome rutidosperma, Axonopus compressus, Ageratum houstonianum,
dan Phylanthus niruri. Pertautan akar gulma dengan polong tanaman akan
menyebabkan polong lepas dari cabangnya, sehingga dilakukan pengendalian
gulma secara manual saat tanaman berumur 14 HST, 42 HST, dan 86 HST.
Pengendalian gulma pada fase pertumbuhan cepat dan awal fase pembungaan
akan mempengaruhi laju pertumbuhan kacang tanah. Pengendalian secara manual
menghasilkan jumlah polong kacang tanah yang lebih tinggi dibandingkan sistem
pengendalian lainnya (Hardiman et al. 2014).
Pemanenan kacang bogor dilakukan saat tanaman berumur 110 HST. Pada
percobaan ini pemanenan dilakukan lebih awal dibandingkan waktu panen
seharusnya karena tanaman sudah mulai mengering. Jika tanaman tidak segera
dipanen diduga akan menurunkan produktivitas. Menurut Husnayati (2011),
kacang bogor yang akan digunakan sebagai benih dipanen pada 122 HST–125
HST mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode 4 bulan.
Menurut Hamid (2009), tanaman kacang bogor yang telah memasuki fase
generatif pada umur 42 HST maka 75% populasi telah berbunga pada saat 56
HST. Biji yang akan dimanfaatkan menjadi benih dipanen saat 122 HST.
11
Keragaan Karakter Kuantitatif Galur-galur Kacang Bogor
Karakter kuantitatif yang diamati terdiri dari karakter vegetatif dan karakter
generatif. Karakter vegetatif meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi,
jumlah cabang, dan bobot brangkasan basah. Karakter generatif meliputi hari
berbunga, bobot polong total, jumlah polong total, jumlah polong bernas, dan
jumlah polong cipo.
Tabel 3 Keragaan dan sidik ragam karakter kuantitatif galur-galur kacang bogor
Peubah
Tinggi tanaman
(cm)
Jumlah daun (helai)
Lebar kanopi (cm)
Jumlah cabang
(cabang)
Hari berbunga
(HST)
Jumlah polong total
(polong)
Jumlah polong
bernas (g)
Jumlah polong cipo
(polong)
Bobot polong
kering (g)
Bobot berangkasan
basah (g)
Kisaran
Nilai tengah
Galur Kontrol
Fhitung
KK (%)
Galur
Kontrol
14.3-18.7
17.0-17.9
16.5
17.5
2.03**
7.78
18.6-62.4
26.0-42.3
20.0-68.2
27.9-46.1
40.5
34.2
47.6
37.0
1.71**
1.40*
30.55
15.78
3.2-5.3
3.6-6.0
4.25
4.8
1.17tn
17.74
63.0-74.3
63.0-77.0
68.7
70.0
1.12tn
6.83
3.5-14.7
7.8-11.0
9.1
9.4
1.27tn
38.79
3.7-13.8
6.4-9.4
8.8
7.9
1.28tn
39.71
0.1-3.3
1.4-3.8
1.7
2.6
1.25tn
35.71#
2.8-12.9
3.9-7.3
7.9
5.6
1.03tn
22.66#
12.8-47.5
21.8-48.0
30.2
34.9
1.48*
39.04
HST: hari setelah tanam; tn:tidak berbeda nyata; *: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata
pada taraf 1%; KK: Koefisienan keragaman; #: transformasi y
Gomez dan Gomez (1995) menyatakan bahwa nilai koefisien keragaman
(KK) menunjukkan tingkat ketepatan perlakuan dalam suatu percobaan dan
menunjukkan pengaruh lingkungan dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan
dalam percobaan. Nilai KK dari karakter yang diamati berkisar 6.83–39.71%.
Karakter hari berbunga memiliki nilai KK terendah (6.83%) dan karakter jumlah
polong bernas memiliki nilai KK tertinggi (39.71%) (Tabel 3). Koefisien
keragaman pada karakter yang diamati bernilai semakin besar merupakan indikasi
sebaran data galur yang semakin lebar.
Berdasarkan Tabel 3, galur-galur kacang bogor yang diuji memiliki kisaran
tinggi tanaman 14.3–18.7 cm, jumlah daun 18.6–62.4 daun, lebar kanopi
26.0–42.3 cm, jumlah cabang 3.2–5.3 cabang, hari berbunga 63–74.3 HST,
jumlah polong total 3.5–14.7 polong, jumlah polong bernas 3.7–13.8 polong,
jumlah polong cipo 0.1–3.3 polong, bobot polong kering 2.8–12.9 g, dan bobot
brangkasan basah 12.8–47.5 g. Nilai kisaran galur menunjukkan bahwa terdapat
beberapa galur yang memiliki nilai tengah lebih tinggi dibandingkan kontrol pada
karakter tinggi tanaman 17.5 cm, jumlah daun 47.6 helai, lebar kanopi 37 cm,
jumlah cabang 4.8 cabang, jumlah polong total 9.4 polong, jumlah polong bernas
12
7.9 polong, dan jumlah polong cipo 2.6 polong, bobot polong kering 5.6 g, dan
bobot brangkasan basah 34.9 g. Pada karakter hari berbunga terdapat galur yang
memiliki nilai tengah lebih rendah dibandingkan kontrol 70 HST.
Karakter-karakter vegetatif menunjukkan hasil uji F berbeda nyata, kecuali
karakter jumlah cabang. Karakter tinggi tanaman dan jumlah daun berbeda nyata
pada taraf 1%, sedangkan bobot brangkasan basah dan lebar kanopi berbeda nyata
pada taraf 5% (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa pada galur kacang bogor
yang diuji memiliki nilai tengah yang berbeda antar galur pada masing-masing
karakter yang diamati.
Tabel 4 Galur-galur dengan nilai karakter lebih tinggi dibandingkan kontrol
Karakter
Tinggi
Jumlah
Lebar
Bobot
tanaman
daun
kanopi
brangkasan
(cm)
(daun)
(cm)
basah (g)
Banyaknya 26 Galur
16 Galur
16 Galur
10 Galur
genotipe
Genotipe
R19.7
A48.5 R19.7
A181.6
R2.10
A88.11 A72.11 A181.6
A88.11
R19.7
R38.5
A66.4 A88.11
R19.7
A181.6
A65.10 A100.5 A86.6
A47.7
A163.5
A31.4
R57.4 A46.5
A65.10
A86.6
A120.9 A93.2 A65.10
R16.5
A45.4
A124.10 A163.2 R66.2
R146.5
A120.9
A62.7
A44.5 A132.8
A124.10
A72.11
A86.6
A171.2 A45.4
A171.2
A48.5
A181.6 A45.2 A27.10
A45.4
A44.5
A27.10 A73.5 R38.5
A86.6
R10.10 A103.5 R16.5
A163.5
A142.3a R16.5 A124.10
R10.10
A126.10
A48.5
A13.11
A132.8
A1.7
R9.11
Terdapat 26 galur memiliki tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan
kontrol. Pada karakter jumlah daun terdapat 16 galur memiliki jumlah daun lebih
banyak dibandingkan kontrol. Pada karakter lebar kanopi terdapat 16 galur
memiliki nilai lebar kanopi yang lebih besar dibandingkan kontrol. Pada karakter
bobot brangkasan basah terdapat 10 galur memiliki nilai karakter lebih tinggi
dibandingkan kontrol. Galur-galur yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan
kontrol terlihat pada Tabel 4. Galur A86.6 dan R19.7 memiliki nilai tinggi
tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, dan bobot brangkasan basah yang lebih baik
dibandingkan kontrol.
Komponen ragam terdiri dari ragam fenotipe, ragam genotipe, dan ragam
lingkungan. Berdasarkan Tabel 5, keseluruhan karakter yang diamati memiliki
nilai ragam genetik lebih rendah dibandingkan ragam lingkungan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa karakter yang diamati lebih dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dibandingkan faktor genetik. Menurut Martono (2009), semakin tinggi
13
keragaman genetik maka semakin tinggi peluang untuk mendapatkan sumber gen
bagi karakter yang akan diperbaiki.
Dalam perakitan varietas unggul, keragaman genetik memiliki peranan yang
penting. Karakter yang memiliki nilai KKG rendah berarti keragaman genetiknya
sempit sebaliknya jika nilai KKG tinggi berarti keragaman genetiknya luas.
Karakter yang memiliki nilai KKG tinggi memiliki peluang dilakukan seleksi
berdasarkan karakter tersebut (Aminasih 2009). Berdasarkan Tabel 5, karakter
yang memiliki nilai KKG sedang adalah karakter jumlah daun, jumlah polong
total, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong kering, dan bobot
brangkasan basah. Karakter yang memiliki KKG rendah adalah karakter tinggi
tanaman, lebar kanopi, jumlah cabang, dan hari berbunga.
Tabel 5 Pendugaan komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter agronomi
kacang bogor
Peubah
Tinggi tanaman
Jumlah daun
Lebar kanopi
Jumlah cabang
Hari berbunga
Jumlah polong total
Jumlah polong bernas
Jumlah polong cipo
Bobot polong kering
Bobot brangkasan basah
σ²g
0.58
31.57
3.57
0.03
0.90
1.24
1.10
0.05
0.73
19.76
σ²e
1.70
133.55
26.92
0.57
21.85
13.62
11.67
0.96
37.59
124.52
σ²p
2.28
165.12
30.49
0.60
22.75
14.86
12.77
1.01
38.32
144.28
KKG
0.05
0.15
0.06
0.04
0.01
0.12
0.12
0.17
0.13
0.16
h2bs
25.50
19.12
11.72
5.52
3.96
8.32
8.64
5.26
1.90
13.70
σ2g: ragam genotipe; σ2e: ragam lingkungan; σ2p: ragam fenotipe; h2bs: heritabilitas arti luas
(%); KKG: Koefisien keragaman genetik
Nilai heritabilitas dikategorikan dalam 3 kelompok, yaitu rendah, sedang,
dan tinggi. Heritabilitas rendah jika nilainya kurang dari 20%, sedang jika nilai
heritabilitas 20-50%, dan tinggi jika nilai heritabilitas lebih dari 50% (Syukur
2012). Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa karakter yang memiliki
heritabilitas sedang adalah karakter tinggi tanaman. Karakter jumlah daun, lebar
kanopi, jumlah cabang, hari berbunga, jumlah polong total, jumlah polong bernas,
jumlah polong cipo, bobot polong kering, dan bobot brangkasan basah memiliki
heritabilitas rendah.
Nilai heritabilitas menunjukkan seberapa besar faktor genetik diwariskan ke
keturunannya. Menurut Poehlman (1979), nilai heritabilitas menunjukkan
seberapa besar suatu karakter dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan.
Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan faktor genetik lebih berperan dalam
mengendalikan suatu sifat dibandingkan faktor lingkungan. Martono (2009),
penampilan keragaan fenotipe tanaman pada nilai heritabilitas tinggi ditentukan
oleh faktor genetik, sehingga seleksi pada populasi efisien dan efektif karena
memberikan tingkat kemajuan genetik yang besar.
14
Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman pada galur kacang bogor yang diuji berkisar 14.3–18.7 cm
dengan nilai tengah galur sebesar 16.5 cm dan nilai KK sebesar 7.78% (Tabel 3).
Galur yang memiliki tinggi tanaman tertinggi adalah galur R19.7, sedangkan galur
dengan tinggi tanaman terendah adalah galur R54.8. Tinggi tanaman merupakan
indikator pertumbuhan dan sebagai paramater yang digunakan untuk mengukur
pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan (Sitompul dan Guritno
1995). Keragaan tinggi tanaman juga diamati untuk melihat hubungannya dengan
karakter generatif seperti jumlah polong dan bobot polong untuk penyeleksian di
lapangan (Actaria 2012)
Hasil dari analisis ragam yang menunjukkan adanya pengaruh yang sangat
nyata pada peubah tinggi tanaman. Hasil uji lanjut t-Dunnet menunjukkan bahwa
terdapat galur yang memiliki tinggi tanaman sama atau lebih besar dari kontrol.
Galur-galur tersebut adalah R19.7, A88.11, R38.5, A65.10, A31.4, A120.9,
A124.10, A62.7, A86.6, A181.6, A27.10, R10.10, A142.3a, A48.5, A72.11,
A66.4, A100.5, R57.4, A93.2, A163.2, A44.5, A171.2, A45.2, A73.5, A103.5,
dan R16.5 (Tabel 4). Berdasarkan analisis ragam, keragaan ini lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang terlihat dari nilai ragam lingkungan lebih
besar dibandingkan ragam genetik dengan nilai KKG sebesar 0.05 dan nilai
heritabilitas sebesar 25.50% yang termasuk kategori sedang (Tabel 5 ).
Jumlah Daun, Lebar Kanopi, dan Jumlah Cabang
Pengamatan jumlah daun dilakukan untuk menduga jumlah polong yang
terbentuk. Peningkatan jumlah daun akan meningkatkan kapasitas fotosintesis
yang selanjutnya akan diikuti dengan peningkatan hasil. Menurut Gardner et al.
(2008), tanaman yang memiliki jumlah daun lebih banyak memiliki peluang untuk
menangkap dan memanfaatkan energi matahari yang lebih banyak dalam proses
fotosintesis.
Jumlah daun pada galur kacang bogor yang diuji berada pada kisaran
18.6–62.4 daun per tanaman dengan nilai tengah 40.5 daun per tanaman dan nilai
KK sebesar 30.55%. Galur yang memiliki jumlah daun terbanyak adalah R19.7,
sedangkan galur dengan jumlah daun paling sedikit adalah galur R52.8. Hasil uji
F (Tabel 3) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan diantara galur-galur kacang
bogor yang diuji. Uji lanjut t-Dunnet menunjukkan bahwa galur-galur dengan
jumlah daun lebih banyak dibandingkan kontrol adalah R19.7, A181.6, A88.11,
A86.6, A46.5, A65.10, R66.2, A132.8, A45.4, A27.10, R38.5, R16.5, A124.10,
A126.10, A13.11, dan A1.7. Berdasarkan analisis komponen ragam (Tabel 5),
keragaan jumlah daun lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang
terlihat dari nilai ragam lingkungan yang lebih tinggi dibandingkan ragam genetik
dengan nilai KKG sebesar 0.15 dan nilai heritabilitasnya termasuk dalam kategori
rendah.
Lebar kanopi diamati juga untuk menduga potensi hasil dari kacang bogor.
Semakin lebar kanopi tanaman diduga akan memiliki jumlah polong yang banyak.
Lebar kanopi memiliki korelasi positif pada populasi kacang bogor berpolong
sedikit dan polong banyak (Actaria 2012). Polong kacang bogor berasal dari hasil
fertilisasi bunga yang ada pada ketiak daun dalam buku pada percabangan kacang
bogor. Semakin banyak jumlah cabang, buku, dan daun kacang bogor diduga
memiliki kanopi yang lebar. Lebar kanopi pada galur kacang bogor yang diuji
memiliki nilai kisaran 26.0–42.3 cm dengan nilai tengah 34.2 cm dan KK sebesar
15
15.78% (Tabel 3). Galur A181.6 memiliki lebar kanopi yang paling besar,
sedangkan galur R54.8 memiliki lebar kanopi yang paling sempit pada galur-galur
yang diuji. Penelitian sebelumnya memiliki rata-rata lebar kanopi yang lebih
tinggi yaitu 58.76 cm untuk populasi polong banyak dan 56.19 cm untuk populasi
polong sedikit (Actaria 2012) dan pada penelitian Hanum (2014) lebar kanopi
mencapai 45.28 cm.
Hasil analisis ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa lebar kanopi antar galur
tanaman berbeda nyata. Uji lanjut t-Dunnet menunjukkan bahwa galur A181.6,
A88.11, R19.7, A47.7, A65.10, R16.5, R146.5, A124.10, A171.2, A45.4, A86.6,
A163.5, R10.10, A48.5, A132.8, dan R9.11 memiliki lebar kanopi yang lebih
besar dibandingkan kontrol (Tabel 4). Karakter lebar kanopi lebih dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan nilai KKG sebesar
0.06 dan nilai heritabilitas sebesar 11.72% yang tergolong dalam kelompok
heritabilitas rendah (Tabel 5).
Jumlah cabang pada kacang bogor digunakan untuk menduga jumlah polong
yang terbentuk. Cabang pada kacang bogor sangat penting peranannya karena
bunga kacang bogor tumbuh pada buku-buku yang ada pada cabang (Austi et al.
2014). Jumlah cabang pada galur-galur kacang bogor yang diuji pada percobaan
ini antara 3.2–5.3 cabang dengan rata-rata 4.3 cabang per tanaman dan nilai KK
sebesar 17.74%. Galur yang memiliki jumlah cabang terbanyak adalah galur
R74.5 dan galur yang memiliki jumlah cabang paling sedikit adalah galur A171.2.
Hasil uji F (Tabel 3) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan diantara galurgalur kacang bogor yang diuji. Karakter jumlah cabang pada galur yang diuji lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan
nilai heritabilitas 5.52% dan nilai KKG sebesar 0.04 (Tabel 5).
Hari Berbunga
Peubah hari berbunga digunakan untuk menduga waktu pengisian polong
dan memperkirakan waktu panen (Hanum 2014). Hari berbunga juga dapat diduga
untuk mencari galur tanaman yang memiliki umur genjah. Menurut Departement
of Agricultural, Forestry, and Fisheries Republic of South Africa (2011), waktu
berbunga pada kacang bogor dimulai ketika tanaman berumur 30–35 HST dan
akan berakhir sampai tanaman dipanen. Doku dan Karikari (1971),
menginformasikan bahwa tanaman kacang bogor yang memasuki umur berbunga
pada 44–60 HST, 50% populasi telah berbunga pada saat 80 HST.
Kisaran hari berbunga pada galur kacang bogor yang diuji antara
63–74.3 HST dengan nilai tengah 68.7 HST dan KK sebesar 6.83%. Hasil analisis
ragam (Tabel 3), menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan waktu hari berbunga
pada galur kacang bogor yang diuji. Hari berbunga lebih dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan nilai heritabilitas sebesar 3.98%
yang termasuk dalam kategori rendah dan nilai KKG sebesar 0.01 (Tabel 5).
Tanaman kacang bogor merupakan tanaman hari pendek (Swanevelder
1998). Kondisi antara hari pendek dan malam yang panjang pada siklus 24 jam
memicu pembungaan pada banyak spesies. Panjang hari yang lebih dari optimum
menyebabkan tertundanya pembungaan pada tanaman hari pendek sampai
tercapai panjang kritis tertentu (Gardner et al. 2008).
16
Jumlah Polong Total, Jumlah Polong Bernas, dan Jumlah Polong Cipo
Daya hasil termasuk sifat kuantitatif yang diatur oleh gen minor. Gen-gen
ini bersifat poligen, yaitu gen-gen yang secara kumulatif mempunyai peran pada
keragaan fenotipe tetapi juga sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan
(Crowder 1997). Komponen hasil panen dipengaruhi oleh genotipe dan
lingkungan yang dapat menjelaskan sebab terjadinya pengurangan hasil panen.
Tanaman hanya dapat menghasilkan biji dan memasakkan bijinya yang dibatasi
oleh banyaknya pasokan hasil asimilasinya. Tekanan lingkungan akan mengurangi
pasokan hasil asimilasi dan jumlah biji (Gardner 2008).
Karakter jumlah polong total pada percobaan ini memiliki rataan sebesar
9.4 polong per tanaman dengan kisaran 3.5–14.7 polong per tanaman dan nilai KK
sebesar 38.79% (Tabel 3). Galur yang memiliki jumlah polong tertinggi adalah
R19.7, sedangkan galur dengan jumlah polong terendah adalah R74.5. Hasil
analisis ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa karakter jumlah polong total tidak
berbeda nyata pada galur kacang bogor yang diuji. Berdasarkan analisis
komponen ragam (Tabel 5) karakter jumlah polong total lebih banyak dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan nilai KKG sebesar
0.12 dan nilai heritabilitas rendah.
Pada musim hujan, pengaruh penghambatan radiasi yang tinggi akan
mengurangi proses fotosintesis dan berakibat pada hasil biji yang rendah. Curah
hujan yang tinggi akan mengurangi intensitas matahari sehingga menyebabkan
pertumbuhan vegetatif lebih dominan dan polong yang terbentuk semakin sedikit
(Pratiwi dan Rahmianna 2011)
Karakter jumlah polong bernas pada percobaan ini memiliki rataan sebesar
8.8 polong per tanaman dengan kisaran 3.7–13.8 polong per tanaman dan nilai KK
sebesar 39.71% (Tabel 3). Galur yang memiliki jumlah polong bernas tertinggi
adalah A93.2, sedangkan galur dengan jumlah polong terndah adalah R19.8. Ratarata polong bernas pada percobaan ini lebih rendah dibandingkan penelitian
sebelumnya yaitu pada penelitian Hanum (2014) rata-rata polong bernas sebesar
25 polong per tanaman. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa karakter jumlah
polong bernas tidak berbeda nyata pada galur kacang bogor yang diuji. Karakter
jumlah polong bernas lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan
dibandingkan faktor genetik dengan nilai KKG sebesar 0.12 dan heritabilitas
sebesar 8.64% (Tabel 5).
Kacang bogor memiliki banyak kemiripan dengan kacang tanah. Pada
tanaman kacang tanah, Sufianto (2011) menyatakan bahwa pembentukan polong
bernas diawali dengan kemunculan bunga kemudian berkembang membentuk
ginofor, polong cipo kemudian menjadi polong bernas. Perkembangan bunga
menjadi polong bernas pada bunga yang muncul hingga 30 hari berbunga
dipengaruhi oleh posisi bunga yang muncul, jumlah bunga yang muncul, jumlah
bunga yang dibuahi, umur panen, jumlah polong bernas per tanaman, dan hasil
polong bernas per petak. Pada kacang tanah, jumlah bunga yang muncul pada satu
siklus mencapai 392–518 bunga dan hanya 6.6–10% berhasil menjadi polong
bernas. Gardner (2008), menginformasikan polong tanaman memungkinkan gugur
pada saat usia muda, terutama pada tanaman yang berpenyakit pada tajuk yang
rapat dan tinggi. Peristiwa keguguran ini karena defisiensi nutrien organik yang
diakibatkan oleh persaingan dalam tanaman antara bunga dengan buah.
Rataan jumlah polong cipo pada penelitian ini sebesar 1.7 polong per
tanaman dengan kisaran 0.1–3.3 polong per tanaman. Galur yang memiliki jumlah
17
polong cipo paling banyak adalah galur A47.7 dan jumlah polong cipo paling
sedikit adalah galur R52.8. Jumlah polong cipo lebih dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan nilai KKG sebesar 0.17 dan nilai
heritabilitas dalam kategori rendah (Tabel 5).
Jumlah polong bernas dan polong cipo yang dihasilkan banyak
dipengaruhi oleh faktor cuaca. Curah hujan pada saat tanaman mulai memasuki
fase generatif 281–511 mm bulan-1 sehingga serangan penyakit meningkat.
Peningkatan serangan penyakit diduga mengakibatkan jumlah polong total yang
dihasilkan menjadi lebih sedikit. Peningkatan penyakit menyebabkan tanaman
kacang bogor dipanen sebelum masa panen. Pemanenan kacang bogor yang lebih
cepat dibandingkan umur panen seharusnya diduga menyebabkan jumlah polong
cipo tinggi.
Bobot Polong Kering dan Bobot Brangkasan Basah
Hasil panen berupa biji dipengaruhi oleh teknologi budi daya, genotipe dan
lingkungan. Lingkungan mempengaruhi tanaman untuk mengekspresikan
potensial genetiknya. Air, nutrien, suhu, cahaya, dan faktor lingkungan lainnya
ketika berada pada kondisi yang kurang optimum dapat mempengaruhi salah satu
atau lebih komponen hasil panen (Gardner et al. 2008). Nilai heritabilitas karakter
bobot polong kering sebesar 1.90% dan termasuk dalam kategori rendah (Tabel
5). Hasil pendugaan komponen ragam menunjukkan bahwa peubah bobot kering
polong lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor
genetik dengan nilai KKG sebesar 0.13.
Karakter bobot polong kering memiliki rataan sebesar 7.9 g per tanaman
dengan kisaran 2.8–12.9 g per tanaman dan nilai KK sebesar 22.66% (Tabel 3).
Hasil analisis ragam menunjukkan galur-galur kacang bogor yang diuji memiliki
bobot polong kering yang tidak berbeda nyata. Nilai bobot polong kering pada
percobaan ini lebih rendah dibandingkan penelitian sebelumnya yang bisa
mencapai 28.83 g per tanaman (Hanum 2014), 15.28 g per tanaman (Juwita 2012),
dan 30.29 g per tanaman (Actaria 2012). Rendahnya bobot kering polong diduga
karena pengaruh curah hujan yang tinggi selama fase generatif tanaman. Gardner
et al. (2008), produktivitas biji yang rendah dapat disebabkan oleh proses
fotosintesis yang terhambat karena intensitas cahaya matahari yang rendah.
Pertumbuhan tanaman ditunjukkan oleh bertambahnya ukuran brangkasan
tanaman. Jumlah dan ukuran tajuk akan mempengaruhi berat brangkasan.
Semakin
(Vigna subterranea L.) ASAL SUKABUMI
NAILAN NABILA
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Seleksi Galur Murni
Lanras Kacang Bogor (Vigna subterranea L.) Asal Sukabumi adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Nailan Nabila
NIM A24100066
ABSTRAK
NAILAN NABILA. Seleksi Galur Murni Lanras Kacang Bogor (Vigna
subterranea L.) Asal Sukabumi. Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU
ENDRO KUSUMO dan HENI PURNAMAWATI.
Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaan karakter agronomi
beberapa galur hasil seleksi galur murni dari lanras kacang bogor asal Sukabumi
yang memiliki produktivitas tinggi. Percobaan ini dilaksanakan di kebun
percobaan (KP) Cikarawang dan KP Leuwikopo Institut Pertanian Bogor pada
Desember 2013 hingga Mei 2014. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan kelompok lengkap teracak dengan 95 galur dan 1 kontrol yang diulang
3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi tanaman, jumlah daun, lebar
kanopi, dan bobot brangkasan basah galur-galur berbeda nyata dengan kontrol.
Tinggi tanaman memiliki heritabilitas sedang. Semua karakter yang diamati
memiliki korelasi positif dengan karakter jumlah polong total kecuali hari
berbunga. Seleksi berdasarkan karakter jumlah daun dengan intensitas 10%
menghasilkan 10 galur terpilih; yaitu A132.8, A181.6, A45.4, A47.5, A65.10,
A86.6, A88.11, R19.7, R38.5, dan R66.2. Seleksi galur berdasarkan karakter
jumlah daun mengakibatkan peningkatan nilai kemajuan seleksi pada semua
karakter. Nilai tengah karakter populasi terseleksi lebih tinggi dari pada populasi
awal, kecuali pada karakter hari berbunga.
Kata kunci: heritabilitas, kacang bogor, kemajuan seleksi, seleksi
ABSTRACT
NAILAN NABILA. Pure Line Selection of Bambara Groundnut (Vigna
subterranea L.) Originated From Sukabumi. Supervised by YUDIWANTI
WAHYU ENDRO KUSUMO and HENI PURNAMAWATI
The objective of this experiment was to evaluate the performance of
agronomic characters in bambara groundnut lines derived from pure line selection
of Sukabumi landrace which has high productivity. This experiment conducted in
Cikarawang experimental field and Leuwikopo experimental field Institut
Pertanian Bogor from December 2013 until May 2014. The experiment was
arranged in randomize complete block design using 95 lines and 1 control with 3
replications. Result of this experiment showed that wet strover weight, plant
height, number of leaves, and canopy width of the lines were significantly
different from control. Plant height has moderate heritability. All characters have
positive correlation to total number of pods except day’s flowering. Selection
based on number of leaves with the intensity of selection 10% produced 10
selected lines, they are A132.8, A181.6, A45.4, A47.5, A65.10, A86.6, A88.11,
R19.7, R38.5, and R66.2. Selection based on number of leaves increased selection
response value in all characters. The mean value of selected population is higher
than initial population except in day’s flowering.
Keywords : bambara groundnut, heritability, selection, selection response
SELEKSI GALUR MURNI LANRAS KACANG BOGOR
(Vigna subterranea L.) ASAL SUKABUMI
NAILAN NABILA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, pemelihara alam semesta
atas limpahan rahmat, dan hidayahnya penulis telah menyelesaikan skripsi dengan
judul Seleksi Galur Murni Lanras Kacang Bogor (Vigna subterranea L.) Asal
Sukabumi. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan di Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Keberhasilan penyusunan skripsi tidak terlepas dari dukungan dan dorongan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada: Ibu Yudiwanti Wahyu dan ibu Heni Purnamawati sebagai dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan pengetahuan dan informasi
mengenai penelitian ini, Bapak suwarto sebagai dosen penguji yang telah
memberikan masukan dan saran terhadap penulisan karya ilmiah ini, Ibu Nurul
Khumaida sebagai dosen pembimbing akademik, kepada kedua orang tua penulis
dan rekan-rekan di Departemen Agronomi dan Hortikultura angkatan 47 atas doa,
motivasi dan masukan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Crop For Future Research Center (CFFRC) yang telah
membiayai penelitian ini. Semoga Allah membalas kebaikan dan keiklasan semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari, penulisan skripsi ini masih memiliki kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan
bermanfaat untuk penulisan karya ilmiah ini.
Bogor, Juli 2014
Nailan Nabila
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Hipotesis Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
METODE PENELITIAN
3
Tempat dan Waktu Penelitian
3
Bahan dan Alat Penelitian
4
Perancangan percobaan
4
Prosedur Percobaan
4
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Kondisi Umum Percobaan
7
Keragaan Karakter Kuantitatif Galur-galur Kacang Bogor
10
Korelasi Antar Karakter Galur-galur Kacang Bogor
17
Seleksi Galur-galur Kacang Bogor
20
SIMPULAN DAN SARAN
22
Simpulan
22
Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL
1 Sidik ragam dan harapan kuadrat tengah percobaan
2 Data cuaca di lahan percobaan
3 Keragaan dan sidik ragam karakter kuantitatif galur-galur kacang bogor
4 Galur-galur dengan nilai karakter lebih tinggi dibandingkan kontrol
5 Pendugaan komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter
agronomi kacang bogor
6 Korelasi antar karakter agronomi pada tanaman kacang bogor
7 Diferensial seleksi dan kemajuan seleksi galur-galur kacang bogor
berdasarkan karakter jumlah daun
6
8
11
12
13
19
20
DAFTAR GAMBAR
1 Pertanaman kacang bogor pada 100 HST, benih kacang bogor yang
terserang cendawan, dan kacang bogor pada 14 HST
2 Hama kacang bogor selama percobaan
3 Penyakit kacang bogor selama percobaan
8
9
10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Galur-galur kacang bogor yang digunakan pada penelitian
2 Hasil analisis kimia tanah
3 Pengukuran karakter galur-galur kacang bogor
26
27
28
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kacang-kacangan berperan dalam keberhasilan diversifikasi
pangan di Indonesia. Salah satu jenis kacang-kacangan adalah kacang bogor
(Vigna subterranea L.). Kacang bogor merupakan tanaman dari famili
Leguminosa yang setiap polongnya hanya memiliki satu biji dengan kandungan
protein yang tinggi dan kandungan lemak yang rendah. Pada 100 g kacang bogor
terkandung energi 370 kkal, 16 g protein, 6 g lemak, 10 g air, 65 g karbohidrat,
85 g kalsium, 264 mg fosfor, 4.2 mg besi, dan 10 gram air (Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan 2000).
Berdasarkan data kandungan gizinya, kacang bogor merupakan tanaman
yang potensial untuk dikembangkan. Kacang bogor mampu tumbuh dan
berkembang pada lingkungan yang kering dengan kandungan hara yang rendah
(Berchie et al. 2011), sehingga tanaman kacang bogor potensial untuk
dikembangkan sebagai salah satu tanaman pangan yang mendukung program
diversifikasi pangan di Indonesia.
Menurut Madamba (1995) dalam Makanda et al. (2009) nilai produktivitas
kacang bogor yang ditanam di lahan marginal adalah 0.3 ton ha-1 dan pada
lingkungan yang sesuai produktivitas mencapai 4.2 ton ha-1. Menurut Redjeki
(2007), pada kondisi sub optimal dapat dihasilkan 0.77 ton biji kering ha-1,
sedangkan pada kondisi lingkungan optimal dapat dihasilkan 4 ton biji kering ha-1.
Salah satu cara dalam perbaikan kualitas dan kuantitas kacang bogor adalah
melalui pemuliaan tanaman untuk mendapatkan varietas kacang bogor berdaya
hasil tinggi. Perbaikan melalui pemuliaan tanaman dimulai dengan eksplorasi
kultivar kacang bogor lokal dan melakukan evaluasi terhadap potensi hasil dan
karakter agronomi yang mendukung hasil panen. Rangkaian penelitian kacang
bogor untuk memperoleh galur yang memiliki produktivitas tinggi ini telah
dimulai sejak tahun 2010 dengan menguji dua lanras kacang bogor pada dua
lingkungan yang berbeda. Pada tahun berikutnya telah dilakukan pembentukan
populasi dasar kacang bogor dan dilakukan seleksi galur murni pada populasi
lanras kacang bogor asal Sukabumi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi keragaan karakter agronomi beberapa
galur hasil seleksi galur murni dari lanras kacang bogor asal Sukabumi yang
memiliki produktivitas tinggi.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat minimal satu
galur lanras kacang bogor yang memiliki produktivitas tinggi.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi dan Syarat Tumbuh Kacang Bogor
Kacang bogor (Vigna subterranea L.) merupakan tanaman sejenis kacang
tanah yang buahnya berbentuk bulat bundar dan pertama kali ditemukan di Afrika.
Di Indonesia, kacang bogor mampu beradaptasi dan berproduksi dengan baik
pertama kali di Bogor sehingga masyarakat mengenalnya dengan istilah kacang
bogor (Rukmana dan Oesman 2000).
Dalam ilmu botani, kacang bogor tergolong dalam famili kacang-kacangan
berbunga kupu-kupu (Papilionaceae). Secara morfologi, tanaman kacang bogor
terdiri atas akar, batang, daun, dan buah (Rukmana dan Oesman 2000). Sistem
perakaran kacang bogor adalah perakaran serabut. Akar kacang bogor memiliki
nodul yang berfungsi untuk memfiksasi nitrogen (Departement of Agriculture,
Forestry, and Fisheries 2011). Nodul atau bintil pada kacang bogor dibentuk
sebagai hasil dari simbiosis antara akar dengan Rhizobium. Rhizobium mampu
mengubah nitrogen bebas dari udara menjadi amoniak sehingga mampu
menyediakan nitrogen bagi tanaman (Rukmana dan Oesman 2000).
Keragaan kacang bogor di atas permukaan tanah tampak merumpun dengan
batang yang pendek tetapi memiliki jumlah cabang yang banyak. Setiap tangkai
daun, terdapat tiga helai daun berbentuk lanset berwarna hijau muda hingga hijau
tua (Rukmana dan Oesman 2000). Daun kacang bogor tergolong tipe daun trifoliet
(Departement of Agriculture, Forestry, and Fisheries 2011).
Pembungaan pada kacang bogor muncul ketika tanaman berumur
30–35 hari setelah tanaman berkecambah (Departement of Agriculture, Forestry,
and Fisheries 2011). Bunga kacang bogor tumbuh pada ketiak daun dan berwarna
kuning. Tangkai bunga akan tumbuh memanjang kearah bawah setelah terjadi
pembungaan dan pembuahan. Tangkai bunga yang masuk ke dalam tanah akan
membentuk buah. Buah kacang bogor tergolong dalam tipe buah polong. Saat
masih muda, kulit polong berwarna putih susu dan ketika sudah tua kulit polong
akan berwarna putih kecoklatan. Setiap polong umumnya hanya berisi satu biji.
Biji kacang bogor berbentuk bulat dan berkeping dua (Rukmana dan Oesman
2000).
Tanaman kacang bogor memerlukan waktu sekitar 3–6 bulan untuk bisa
dipanen polongnya. Kondisi ini bergantung pada cuaca dan teknik budi daya yang
digunakan (Departement of Agriculture, Forestry, and Fisheries 2011). Tanaman
ini mampu tumbuh pada daerah kering beriklim panas dengan kandungan hara
yang rendah. Budi daya kacang bogor dapat dilakukan di daerah tropis sampai
pada ketinggian 1 600 m di atas permukaan laut. Tanaman kacang bogor dapat
berproduksi optimum ketika ditanam pada curah hujan 900–1 200 mm tahun-1
pada suhu harian rata-rata 20–28 °C (PROHATI 2010). Menurut Departement of
Agriculture, Forestry, and Fisheries (2011) dan Redjeki (2003), tanaman kacang
bogor tumbuh subur pada tanah bertekstur lempung berpasir dengan pH 5–6.5.
Pada pH tersebut ginofor mampu menembus tanah.
Onuh dan Christo (2011) melaporkan bahwa tanaman kacang bogor dapat
tumbuh di daerah kering, namun untuk memperoleh produksi polong yang tinggi
tanaman memerlukan air yang cukup pada fase pengisian polong. Redjeki (2007),
pada saat post flowering, kekurangan air pada kacang bogor akan mengakibatkan
3
penurunan pertumbuhan dan penurunan jumlah polong per tanaman tetapi tidak
mengalami penurunan pada bobot biji. Menurut Departement of Agriculture,
Forestry, and Fisheries (2011), kacang bogor membutuhkan curah hujan yang
cukup mulai dari fase perkecambahan sampai pembungaan.
Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri
Tanaman kacang bogor merupakan tanaman menyerbuk sendiri (Rukmana
dan Oesman 2000). Bentuk populasi tanaman menyerbuk sendiri adalah homogen
homozigot untuk galur murni dan heterogen homozigot untuk lanras atau varietas
multilini. Kedua populasi ini dalam keadaan homozigot (Syukur et al. 2012).
Seleksi tanaman dilakukan untuk memilih individu tanaman yang memiliki
sifat unggul pada populasi keturunan yang akan digunakan untuk generasi
berikutnya (Allard 1960). Seleksi galur murni merupakan seleksi tanaman tunggal
dari populasi heterogen homozigot. Seleksi ini berdasarkan teori bahwa
keragaman dalam suatu populasi heterogen disebabkan oleh keragaman genetik
dan lingkungan, sedangkan keragaman dalam galur murni disebabkan oleh
keragaman lingkungan (Syukur et al. 2012).
Proporsi dari variabilitas total yang disebabkan oleh faktor genetik atau
perbandingan ragam genetik terhadap ragam total dinyatakan dalam nilai
heritabilitas. Kemajuan genetik dapat dimaksimalkan dengan menentukan kriteria
seleksi yang akan memberikan kemajuan seleksi terbaik (Allard 1960).
Menurut Actaria (2012), peubah jumlah polong bernas, bobot kering polong
total, bobot kering bernas, dan bobot basah polong pada populasi jumlah polong
sedikit memiliki potensi untuk diperbaiki dan merupakan pilihan yang lebih baik
untuk diseleksi jika dilihat dari kisaran, nilai tengah, heritabilitas serta keragaman
yang lebih tinggi. Perbaikan produksi polong kering dan basah dapat dilakukan
dengan seleksi tidak langsung berdasarkan peubah diameter kanopi. Juwita
(2012), populasi dasar kacang bogor asal Sukabumi memiliki produksi tinggi serta
memiliki potensi untuk dikembangkan berdasarkan peubah bobot polong basah,
jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas.
Seleksi keragaan fenotipe terbaik yaitu diameter kanopi, diharapkan akan
diperoleh tanaman dengan potensi produksi tinggi.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di KP Cikarawang Kampus IPB Dramaga yang
mempunyai ketinggian ±207 m di atas permukaan air laut pada bulan Desember
2013 hingga April 2014. Pengamatan pasca panen dilakukan di KP Leuwikopo
IPB pada bulan April hingga Mei 2014.
4
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan pada percobaan ini adalah 95 galur kacang
bogor yang dikembangkan dari lanras asal Sukabumi dan satu kontrol yang terdiri
dari gabungan 6 galur kacang bogor yang tidak terseleksi pada musim tanam
sebelumnya. Bahan lain yang digunakan adalah pupuk kandang kambing, pupuk
NPK (15-15-15), insektisida berbahan aktif karbofuran, deltrametrin 25 g L-1, dan
fungisida berbahan aktif mankozeb 80%. Peralatan yang digunakan adalah alatalat budi daya, alat tulis, jaring dan timbangan analitik.
Perancangan Percobaan
Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan kelompok lengkap
teracak (RKLT). Setiap galur ditanam dalam satu baris dan diulang sebanyak 3
kali. Satu satuan percobaan berupa satu baris tunggal yang terdiri dari 10 tanaman.
Sebanyak 5 tanaman dipilih secara acak sebagai tanaman contoh setiap satuan
percobaan.
Model rancangan kelompok lengkap teracak adalah sebagai berikut:
Yij = µ + αi +βj + γij
Keterangan:
Yij
: pengamatan pada galur ke i dan ulangan ke j
µ
: nilai tengah umum
αi
: pengaruh galur ke i
βj
: pengaruh ulangan ke j
γij
: pengaruh galat percobaan galur ke i dan ulangan ke j.
Terhadap data yang diperoleh dilakukan uji F. Karakter yang berbeda nyata diuji
lanjut dengan menggunakan uji t-Dunnet pada taraf 1% dan 5%.
Prosedur Percobaan
Percobaan dimulai dengan kegiatan pengolahan lahan dan pembuatan petak
percobaan. Pengolahan lahan dilakukan untuk mempersiapkan tanah sehingga siap
untuk dilakukan penanaman. Tanah diolah dengan menggunakan traktor.
Pengolahan lahan dilakukan 2 minggu sebelum penanaman. Lahan dibuat petakan
dengan ukuran 6 m × 58 m. Di antara petak satu dengan petak lain dipisahkan
dengan saluran air dengan lebar sekitar 30 cm.
Benih setiap galur ditanam dalam satu baris yang berisi 10 tanaman dengan
jarak tanam 60 cm × 60 cm. Jarak tanam yang digunakan lebih lebar dibandingkan
jarak tanam yang dilakukan oleh petani pada budidaya kacang bogor. Tujuannya
adalah mengurangi persaingan input produksi antar tanaman sehingga
menghasilkan tanaman dengan produktivitas optimal. Pada saat penanaman juga
dilakukan pemupukan dan pemberian insektisida berbahan aktif karbofuran
sebesar 2 kg ha-1. Penyulaman dilakukan ketika tanaman berumur 14 HST.
Pemupukan kacang bogor dilakukan dengan membuat lubang ukuran
15×15×15 cm. Dalam lubang pupuk diletakkan pupuk kandang kambing dan
pupuk NPK (15-15-15). Dosis pupuk kandang kambing yang diaplikasikan
sebesar 2 ton ha-1 dan NPK sebesar 200 kg ha-1.
5
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan terdiri dari pembumbunan,
pengendalian gulma, dan pengendalian hama penyakit. Pembumbunan bertujuan
untuk mempertahankan hasil panen polong tetap tinggi. Polong kacang bogor
yang tidak tertutup tanah akan tetap berwarna hijau dan hama tikus menyukai
polong kacang bogor yang masih hijau (Redjeki 2003). Pembumbunan dilakukan
bersamaan dengan kegiatan pengendalian gulma. Pengendalian gulma dilakukan
secara manual pada saat tanaman berumur 14 HST, 42 HST, dan 86 HST.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan 2 kali selama percobaan yaitu saat
tanaman berumur 44 HST dan 88 HST. Pengendalian hama dan penyakit
dilakukan secara manual dan kimia. Pengendalian secara kimia dengan
menggunakan insektisida berbahan aktif deltrametrin 25 g L-1 dan fungisida
berbahan aktif mankozeb 80%.
Panen dilakukan secara serentak dengan mencabut semua bagian tanaman
saat tanaman berumur 110 HST. Tanaman yang telah dipanen, polong dipisahkan
dari brangkasan kemudian dimasukan dalam jaring. Satu jaring berisi polong dari
satu tanaman. Polong dijemur di bawah sinar matahari selama 13 hari.
Pengamatan dilakukan pada 5 tanaman contoh tiap satuan percobaan kecuali
peubah daya tumbuh dan hari berbunga yang diamati pada seluruh tanaman tiap
galur. Peubah yang diamati dalam percobaan ini yaitu;
1.
Daya tumbuh, dihitung pada saat tanaman berumur 14 HST dengan cara
mempersentasekan jumlah benih yang tumbuh terhadap jumlah benih yang
ditanam.
2.
Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah hingga titik pangkal daun
terpanjang dan dilakukan saat 101 HST.
3.
Jumlah daun, dilakukan dengan cara menghitung daun trifoliat yang tumbuh
dari semua cabang tanaman saat tanaman berumur 101 HST.
4.
Lebar kanopi, dilakukan dengan cara mengukur lebar melintang dan
membujur kemudian nilainya dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan saat
tanaman berumur 101 HST.
5.
Jumlah cabang, dilakukan dengan menghitung percabangan yang ada pada
tanaman saat tanaman telah dipanen.
6.
Hari berbunga, dihitung dari waktu penanaman hingga 50% populasi dari
tanaman satu galur keluar bunga.
7.
Jumlah polong total, dilakukan dengan cara menghitung jumlah polong
tanaman yang dihasilkan saat polong tanaman sudah dikeringkan.
8.
Jumlah polong bernas, penghitungan jumlah polong dilakukan ketika polong
sudah dikeringkan. Polong dikategorikan polong bernas jika kulit polong
tidak berkerut.
9.
Jumlah polong cipo, penghitungan jumlah polong dilakukan ketika polong
sudah dikeringkan. Polong dikategorikan polong cipo jika kulit polong
berkerut.
10. Bobot polong total, polong ditimbang saat polong kacang bogor sudah
selesai dikeringkan.
11. Bobot brangkasan basah, dilakukan dengan menimbang brangkasan tanaman
yang sudah dipisahkan polongnya saat tanaman sudah dipanen.
6
Analisis Data
Sebaran Data
Dari data yang telah diperoleh untuk masing-masing karakter yang diamati,
ditentukan nilai kisaran data dan nilai tengah dari populasi galur-galur yang diuji
dan kontrol. Perhitungan kisaran dan nilai tengah dilakukan dengan menggunakan
software microsoft excel.
Komponen Ragam, Koefisien Keragaman Genetik, dan Heritabilitas dalam
Arti Luas
Komponen ragam terdiri dari ragam genotipe (σ²g), ragam fenotipe (σ²p),
dan ragam lingkungan (σ²e). Pendugaan komponen ragam dilakukan berdasarkan
nilai kuadrat tengahnya.
Tabel 1 Sidik ragam dan harapan kuadrat tengah percobaan
Sumber keragaman
Derajat bebas
Kuadrat tengah
Ulangan
(r-1)
Galur
(g-1)
M2
Galat
(r-1)(g-1)
M1
Nilai harapan
σ² + rσ²g
σ²
Berdasarkan kuadrat tengah dan nilai harapan pada Tabel 1 dapat diduga
nilai komponen ragam sebagai berikut (Syukur et al. 2012);
σ²e = M1
M 2 M1
σ 2g
r
σ²p = σ²g + σ²e
Keterangan :
r
: banyaknya ulangan pada percobaan
g
: banyaknya galur yang digunakan pada percobaan
σ²e
: nilai ragam lingkungan
σ²g
: nilai ragam genotipe
σ²p
: nilai ragam fenotipe
Koefisien keragaman genetik menggambarkan tinggi rendahnya keragaman
genetik suatu karakter.
KKG =
σ²g
100%
x
Keterangan :
KKG : Koefisien keragaman genetik
x
: nilai tengah populasi.
Kriteria nilai KKG yaitu rendah 0–10%, sedang 10–20%, dan tinggi >20%
(Knight 1979).
Heritabilitas merupakan proporsi variabilitas total yang disebabkan oleh
faktor genetik atau perbandingan ragam genetik terhadap ragam fenotip (Falconer
1980). Heritabilitas dapat dirumuskan secara kuantitatif sebagai berikut (Allard
1960);
7
h
2
bs
σ2g
2
σ g σ 2e
Keterangan :
h2bs
: heritabilitas arti luas
σ²g
: nilai ragam genetik
σ²e
: nilai ragam lingkungan.
Korelasi Antar Karakter
Korelasi antar karakter menggambarkan hubungan dan tingkat keeratan satu
karakter dengan karakter lainnya. Nilai korelasi berada pada selang -1 sampai 1.
Jika nilai korelasi mendekati -1 atau 1 maka kedua karakter tersebut memiliki
hubungan keeratan negatif maupun positif yang sangat kuat. Nilai korelasi positif
dan negatif dikelompokkan dalam 3 taraf, yaitu sangat nyata (P < 0.01), nyata
(0.01 ≤ P < 0.05), dan tidak nyata (P ≥ 0.05) (Gomez dan Gomez 1995).
Koefisien korelasi dihitung dengan rumus (Walpole 1992);
r( x , y )
n
n n
n x i y i x i y i
i 1
i 1 i 1
2
2
n 2 n
n 2 n
n
x
x
n
y
y
i
i i
i
i 1
i 1 i 1
i 1
Keterangan:
n : banyaknya data
x i : nilai tengah peubah 1
y i : nilai tengah peubah 2
Kemajuan Seleksi dan Diferensial Seleksi
Kemajuan seleksi ( G) adalah besarnya kemajuan hasil yang akan diperoleh
pada suatu populasi. Nilai kemajuan genetik dapat diduga dengan menggunakan
rumus (Syukur et al. 2012);
G = i × h2 bs × σp
Keterangan:
G
: nilai kemajuan genetik
i
: intensitas seleksi
2
h bs
: nilai heritabilitas arti luas
σp
: simpangan baku fenotipe.
Penentuan diferensial seleksi dilakukan dengan menghitung selisih antara
nilai tengah populasi awal dengan nilai tengah populasi terseleksi (Falconer
1980).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Percobaan
Cuaca selama percobaan dilaksanakan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan kacang bogor. Kondisi tanaman kacang bogor saat 100 HST
8
terlihat pada Gambar 1a. Berdasarkan data cuaca dari BMKG Dramaga (2014),
rata-rata curah hujan selama penelitian adalah 448.4 mm bulan-1, rata-rata suhu
udara sebesar 25.38 oC, rata-rata kelembapan udara 87.2%. Menurut Rukmana
dan Oesman (2000), curah hujan merupakan faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan hasil tanaman kacang bogor. Curah hujan rata-rata optimum
untuk kacang bogor adalah 291.67 mm bulan-1 pada suhu 19–27 °C, dan
kelembapan 50–80%. Curah hujan yang melebihi batas optimum mengakibatkan
tanaman menjadi rentan terhadap serangan hama dan penyakit.
Tabel 2 Data cuaca di lahan percobaan
Bulan
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Suhu (oC)
25.5
24.6
25.0
25.6
26.2
Kelembapan udara (%)
86
89
89
87
85
Curah hujan (mm bulan-1)
411
702
337
281
511
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Dramaga (2014)
Hasil analisis tanah menggambarkan bahwa tanah di lahan percobaan
bertekstur lempung berliat dengan pH sangat masam (pH=4.4). Kandungan
karbon dan nitrogen dalam tanah tergolong rendah dengan nilai C/N sebesar 10.
Kandungan fosfor sebesar 37.7 ppm dan kalium sebesar 123 ppm termasuk dalam
kelompok sangat tinggi (Lampiran 2). Pengamatan secara umum di lapangan
menunjukkan jumlah bintil akar yang sangat sedikit. Tanaman kedelai pada pH
rendah akarnya tidak dapat berkembang dan bintil akar tidak terbentuk dengan
baik, sehingga serapan hara dan penambatan nitrogen tidak optimal (Harsono et
al. 2011).
Ketersediaan hara di dalam tanah diduga juga dipengaruhi oleh pH tanah.
pH tanah menunjukkan mudah tidaknya unsur-unsur hara yang bisa diserap
tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah
sekitar netral,karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam
air. Tanah yang terlalu rendah memiliki kandungan sulfat tinggi yang juga
merupakan racun bagi tanaman (Hardjowigeno 2010)
(a)
(b)
(c)
Gambar 1 (a) pertanaman kacang bogor pada 100 HST, (b) kacang bogor pada 14
HST, (c) benih kacang bogor yang terserang cendawan
9
Benih kacang bogor mulai tumbuh saat 14 hari setelah tanam (HST). Hamid
(2009), Actaria (2012), dan Hanum (2014) menginformasikan benih kacang bogor
mulai tumbuh lebih dari 14 hari setelah tanam (HST). Rata-rata daya tumbuh
galur sebesar 31.39%. Benih yang tidak tumbuh kemungkinan disebabkan oleh
kondisi curah hujan tinggi sehingga sesuai untuk pertumbuhan cendawan. Benih
kacang bogor yang berkecambah pada 14 HST terlihat pada Gambar 1b,
sedangkan benih kacang bogor yang terserang cendawan terlihat pada Gambar 1c.
Hama yang ditemukan selama percobaan dilakukan antara lain belalang
(Valanga nigricornis) yang memakan daun sehingga daun berlubang selama fase
vegetatif tanaman berlangsung (Gambar 2a). Hama kutu daun (Aphis sp.)
menyerang pada bagian daun dan tangkai daun yang masih muda dengan
menghisap daun sehingga terbentuk kerutan pada daun (Gambar 2b). Kutu daun
hidup secara berkoloni sehingga serangannya cukup membahayakan bagi
tanaman. Hama ulat daun (Doleschalia biseltata) menyerang pertanaman kacang
bogor dengan gejala lubang pada daun hasil gigitan dari ulat daun (Gambar 2c).
Pengendalian hama belalang dan kutu daun dilakukan secara kimia dengan
menggunakan insektisida berbahan aktif deltametrin 25 g L-1. Hama lain yang
ditemui adalah uret yang memakan akar dan polong sehingga tanaman menjadi
layu dan mati (Gambar 2d).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 2 Hama kacang bogor selama percobaan: (a) belalang (Valanga
nigricornis); (b) kutu daun (Aphis sp.); (c) ulat daun (Doleschalia
biseltata); (d) uret
Penyakit busuk pangkal batang menyerang tanaman saat berumur 49 HST.
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Sclerotium sp. dengan gejala munculnya
hifa cendawan berwarna putih pada tangkai daun (Gambar 3a). Pada kondisi
serangan yang parah daun akan layu dan mudah dicabut. Pengendalian terhadap
penyakit ini dengan mencabut tanaman kemudian dijauhkan dari lahan beserta
tanah yang ada di sekitar tanaman yang terserang. Penyakit layu bakteri
menyerang tanaman pada saat tanaman berumur 70 HST dengan gejala tanaman
layu secara tiba-tiba sehingga daun kering tetapi tangkai daunnya masih berwarna
hijau (Gambar 3b). Penyakit karat yang disebabkan oleh Pucinia arachidis
menyerang tanaman dengan gejala terdapat bintik berwarna cokelat pada
10
permukaan bawah daun yang sudah tua (Gambar 3c). Penyakit lain yang
menyerang adalah penyakit kerdil yang disebabkan oleh virus (Gambar 3d).
Serangan penyakit pada petak penelitian yang terkena naungan lebih tinggi
dibandingkan pada petakan yang tidak ternaungi. Hal ini disebabkan kondisi
lingkungan di bawah naungan lebih lembab sehingga sesuai untuk pertumbuhan
sumber penyakit.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Penyakit kacang bogor selama percobaan: (a) penyakit busuk pangkal
batang; (b) penyakit layu bakteri; (c) penyakit karat; (d) penyakit
kerdil
Gulma yang tumbuh pada pertanaman kacang bogor antara lain Mimosa
pudica, Cleome rutidosperma, Axonopus compressus, Ageratum houstonianum,
dan Phylanthus niruri. Pertautan akar gulma dengan polong tanaman akan
menyebabkan polong lepas dari cabangnya, sehingga dilakukan pengendalian
gulma secara manual saat tanaman berumur 14 HST, 42 HST, dan 86 HST.
Pengendalian gulma pada fase pertumbuhan cepat dan awal fase pembungaan
akan mempengaruhi laju pertumbuhan kacang tanah. Pengendalian secara manual
menghasilkan jumlah polong kacang tanah yang lebih tinggi dibandingkan sistem
pengendalian lainnya (Hardiman et al. 2014).
Pemanenan kacang bogor dilakukan saat tanaman berumur 110 HST. Pada
percobaan ini pemanenan dilakukan lebih awal dibandingkan waktu panen
seharusnya karena tanaman sudah mulai mengering. Jika tanaman tidak segera
dipanen diduga akan menurunkan produktivitas. Menurut Husnayati (2011),
kacang bogor yang akan digunakan sebagai benih dipanen pada 122 HST–125
HST mampu mempertahankan viabilitas dan vigornya hingga periode 4 bulan.
Menurut Hamid (2009), tanaman kacang bogor yang telah memasuki fase
generatif pada umur 42 HST maka 75% populasi telah berbunga pada saat 56
HST. Biji yang akan dimanfaatkan menjadi benih dipanen saat 122 HST.
11
Keragaan Karakter Kuantitatif Galur-galur Kacang Bogor
Karakter kuantitatif yang diamati terdiri dari karakter vegetatif dan karakter
generatif. Karakter vegetatif meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi,
jumlah cabang, dan bobot brangkasan basah. Karakter generatif meliputi hari
berbunga, bobot polong total, jumlah polong total, jumlah polong bernas, dan
jumlah polong cipo.
Tabel 3 Keragaan dan sidik ragam karakter kuantitatif galur-galur kacang bogor
Peubah
Tinggi tanaman
(cm)
Jumlah daun (helai)
Lebar kanopi (cm)
Jumlah cabang
(cabang)
Hari berbunga
(HST)
Jumlah polong total
(polong)
Jumlah polong
bernas (g)
Jumlah polong cipo
(polong)
Bobot polong
kering (g)
Bobot berangkasan
basah (g)
Kisaran
Nilai tengah
Galur Kontrol
Fhitung
KK (%)
Galur
Kontrol
14.3-18.7
17.0-17.9
16.5
17.5
2.03**
7.78
18.6-62.4
26.0-42.3
20.0-68.2
27.9-46.1
40.5
34.2
47.6
37.0
1.71**
1.40*
30.55
15.78
3.2-5.3
3.6-6.0
4.25
4.8
1.17tn
17.74
63.0-74.3
63.0-77.0
68.7
70.0
1.12tn
6.83
3.5-14.7
7.8-11.0
9.1
9.4
1.27tn
38.79
3.7-13.8
6.4-9.4
8.8
7.9
1.28tn
39.71
0.1-3.3
1.4-3.8
1.7
2.6
1.25tn
35.71#
2.8-12.9
3.9-7.3
7.9
5.6
1.03tn
22.66#
12.8-47.5
21.8-48.0
30.2
34.9
1.48*
39.04
HST: hari setelah tanam; tn:tidak berbeda nyata; *: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata
pada taraf 1%; KK: Koefisienan keragaman; #: transformasi y
Gomez dan Gomez (1995) menyatakan bahwa nilai koefisien keragaman
(KK) menunjukkan tingkat ketepatan perlakuan dalam suatu percobaan dan
menunjukkan pengaruh lingkungan dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan
dalam percobaan. Nilai KK dari karakter yang diamati berkisar 6.83–39.71%.
Karakter hari berbunga memiliki nilai KK terendah (6.83%) dan karakter jumlah
polong bernas memiliki nilai KK tertinggi (39.71%) (Tabel 3). Koefisien
keragaman pada karakter yang diamati bernilai semakin besar merupakan indikasi
sebaran data galur yang semakin lebar.
Berdasarkan Tabel 3, galur-galur kacang bogor yang diuji memiliki kisaran
tinggi tanaman 14.3–18.7 cm, jumlah daun 18.6–62.4 daun, lebar kanopi
26.0–42.3 cm, jumlah cabang 3.2–5.3 cabang, hari berbunga 63–74.3 HST,
jumlah polong total 3.5–14.7 polong, jumlah polong bernas 3.7–13.8 polong,
jumlah polong cipo 0.1–3.3 polong, bobot polong kering 2.8–12.9 g, dan bobot
brangkasan basah 12.8–47.5 g. Nilai kisaran galur menunjukkan bahwa terdapat
beberapa galur yang memiliki nilai tengah lebih tinggi dibandingkan kontrol pada
karakter tinggi tanaman 17.5 cm, jumlah daun 47.6 helai, lebar kanopi 37 cm,
jumlah cabang 4.8 cabang, jumlah polong total 9.4 polong, jumlah polong bernas
12
7.9 polong, dan jumlah polong cipo 2.6 polong, bobot polong kering 5.6 g, dan
bobot brangkasan basah 34.9 g. Pada karakter hari berbunga terdapat galur yang
memiliki nilai tengah lebih rendah dibandingkan kontrol 70 HST.
Karakter-karakter vegetatif menunjukkan hasil uji F berbeda nyata, kecuali
karakter jumlah cabang. Karakter tinggi tanaman dan jumlah daun berbeda nyata
pada taraf 1%, sedangkan bobot brangkasan basah dan lebar kanopi berbeda nyata
pada taraf 5% (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa pada galur kacang bogor
yang diuji memiliki nilai tengah yang berbeda antar galur pada masing-masing
karakter yang diamati.
Tabel 4 Galur-galur dengan nilai karakter lebih tinggi dibandingkan kontrol
Karakter
Tinggi
Jumlah
Lebar
Bobot
tanaman
daun
kanopi
brangkasan
(cm)
(daun)
(cm)
basah (g)
Banyaknya 26 Galur
16 Galur
16 Galur
10 Galur
genotipe
Genotipe
R19.7
A48.5 R19.7
A181.6
R2.10
A88.11 A72.11 A181.6
A88.11
R19.7
R38.5
A66.4 A88.11
R19.7
A181.6
A65.10 A100.5 A86.6
A47.7
A163.5
A31.4
R57.4 A46.5
A65.10
A86.6
A120.9 A93.2 A65.10
R16.5
A45.4
A124.10 A163.2 R66.2
R146.5
A120.9
A62.7
A44.5 A132.8
A124.10
A72.11
A86.6
A171.2 A45.4
A171.2
A48.5
A181.6 A45.2 A27.10
A45.4
A44.5
A27.10 A73.5 R38.5
A86.6
R10.10 A103.5 R16.5
A163.5
A142.3a R16.5 A124.10
R10.10
A126.10
A48.5
A13.11
A132.8
A1.7
R9.11
Terdapat 26 galur memiliki tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan
kontrol. Pada karakter jumlah daun terdapat 16 galur memiliki jumlah daun lebih
banyak dibandingkan kontrol. Pada karakter lebar kanopi terdapat 16 galur
memiliki nilai lebar kanopi yang lebih besar dibandingkan kontrol. Pada karakter
bobot brangkasan basah terdapat 10 galur memiliki nilai karakter lebih tinggi
dibandingkan kontrol. Galur-galur yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan
kontrol terlihat pada Tabel 4. Galur A86.6 dan R19.7 memiliki nilai tinggi
tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, dan bobot brangkasan basah yang lebih baik
dibandingkan kontrol.
Komponen ragam terdiri dari ragam fenotipe, ragam genotipe, dan ragam
lingkungan. Berdasarkan Tabel 5, keseluruhan karakter yang diamati memiliki
nilai ragam genetik lebih rendah dibandingkan ragam lingkungan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa karakter yang diamati lebih dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dibandingkan faktor genetik. Menurut Martono (2009), semakin tinggi
13
keragaman genetik maka semakin tinggi peluang untuk mendapatkan sumber gen
bagi karakter yang akan diperbaiki.
Dalam perakitan varietas unggul, keragaman genetik memiliki peranan yang
penting. Karakter yang memiliki nilai KKG rendah berarti keragaman genetiknya
sempit sebaliknya jika nilai KKG tinggi berarti keragaman genetiknya luas.
Karakter yang memiliki nilai KKG tinggi memiliki peluang dilakukan seleksi
berdasarkan karakter tersebut (Aminasih 2009). Berdasarkan Tabel 5, karakter
yang memiliki nilai KKG sedang adalah karakter jumlah daun, jumlah polong
total, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong kering, dan bobot
brangkasan basah. Karakter yang memiliki KKG rendah adalah karakter tinggi
tanaman, lebar kanopi, jumlah cabang, dan hari berbunga.
Tabel 5 Pendugaan komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter agronomi
kacang bogor
Peubah
Tinggi tanaman
Jumlah daun
Lebar kanopi
Jumlah cabang
Hari berbunga
Jumlah polong total
Jumlah polong bernas
Jumlah polong cipo
Bobot polong kering
Bobot brangkasan basah
σ²g
0.58
31.57
3.57
0.03
0.90
1.24
1.10
0.05
0.73
19.76
σ²e
1.70
133.55
26.92
0.57
21.85
13.62
11.67
0.96
37.59
124.52
σ²p
2.28
165.12
30.49
0.60
22.75
14.86
12.77
1.01
38.32
144.28
KKG
0.05
0.15
0.06
0.04
0.01
0.12
0.12
0.17
0.13
0.16
h2bs
25.50
19.12
11.72
5.52
3.96
8.32
8.64
5.26
1.90
13.70
σ2g: ragam genotipe; σ2e: ragam lingkungan; σ2p: ragam fenotipe; h2bs: heritabilitas arti luas
(%); KKG: Koefisien keragaman genetik
Nilai heritabilitas dikategorikan dalam 3 kelompok, yaitu rendah, sedang,
dan tinggi. Heritabilitas rendah jika nilainya kurang dari 20%, sedang jika nilai
heritabilitas 20-50%, dan tinggi jika nilai heritabilitas lebih dari 50% (Syukur
2012). Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa karakter yang memiliki
heritabilitas sedang adalah karakter tinggi tanaman. Karakter jumlah daun, lebar
kanopi, jumlah cabang, hari berbunga, jumlah polong total, jumlah polong bernas,
jumlah polong cipo, bobot polong kering, dan bobot brangkasan basah memiliki
heritabilitas rendah.
Nilai heritabilitas menunjukkan seberapa besar faktor genetik diwariskan ke
keturunannya. Menurut Poehlman (1979), nilai heritabilitas menunjukkan
seberapa besar suatu karakter dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan.
Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan faktor genetik lebih berperan dalam
mengendalikan suatu sifat dibandingkan faktor lingkungan. Martono (2009),
penampilan keragaan fenotipe tanaman pada nilai heritabilitas tinggi ditentukan
oleh faktor genetik, sehingga seleksi pada populasi efisien dan efektif karena
memberikan tingkat kemajuan genetik yang besar.
14
Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman pada galur kacang bogor yang diuji berkisar 14.3–18.7 cm
dengan nilai tengah galur sebesar 16.5 cm dan nilai KK sebesar 7.78% (Tabel 3).
Galur yang memiliki tinggi tanaman tertinggi adalah galur R19.7, sedangkan galur
dengan tinggi tanaman terendah adalah galur R54.8. Tinggi tanaman merupakan
indikator pertumbuhan dan sebagai paramater yang digunakan untuk mengukur
pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan (Sitompul dan Guritno
1995). Keragaan tinggi tanaman juga diamati untuk melihat hubungannya dengan
karakter generatif seperti jumlah polong dan bobot polong untuk penyeleksian di
lapangan (Actaria 2012)
Hasil dari analisis ragam yang menunjukkan adanya pengaruh yang sangat
nyata pada peubah tinggi tanaman. Hasil uji lanjut t-Dunnet menunjukkan bahwa
terdapat galur yang memiliki tinggi tanaman sama atau lebih besar dari kontrol.
Galur-galur tersebut adalah R19.7, A88.11, R38.5, A65.10, A31.4, A120.9,
A124.10, A62.7, A86.6, A181.6, A27.10, R10.10, A142.3a, A48.5, A72.11,
A66.4, A100.5, R57.4, A93.2, A163.2, A44.5, A171.2, A45.2, A73.5, A103.5,
dan R16.5 (Tabel 4). Berdasarkan analisis ragam, keragaan ini lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang terlihat dari nilai ragam lingkungan lebih
besar dibandingkan ragam genetik dengan nilai KKG sebesar 0.05 dan nilai
heritabilitas sebesar 25.50% yang termasuk kategori sedang (Tabel 5 ).
Jumlah Daun, Lebar Kanopi, dan Jumlah Cabang
Pengamatan jumlah daun dilakukan untuk menduga jumlah polong yang
terbentuk. Peningkatan jumlah daun akan meningkatkan kapasitas fotosintesis
yang selanjutnya akan diikuti dengan peningkatan hasil. Menurut Gardner et al.
(2008), tanaman yang memiliki jumlah daun lebih banyak memiliki peluang untuk
menangkap dan memanfaatkan energi matahari yang lebih banyak dalam proses
fotosintesis.
Jumlah daun pada galur kacang bogor yang diuji berada pada kisaran
18.6–62.4 daun per tanaman dengan nilai tengah 40.5 daun per tanaman dan nilai
KK sebesar 30.55%. Galur yang memiliki jumlah daun terbanyak adalah R19.7,
sedangkan galur dengan jumlah daun paling sedikit adalah galur R52.8. Hasil uji
F (Tabel 3) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan diantara galur-galur kacang
bogor yang diuji. Uji lanjut t-Dunnet menunjukkan bahwa galur-galur dengan
jumlah daun lebih banyak dibandingkan kontrol adalah R19.7, A181.6, A88.11,
A86.6, A46.5, A65.10, R66.2, A132.8, A45.4, A27.10, R38.5, R16.5, A124.10,
A126.10, A13.11, dan A1.7. Berdasarkan analisis komponen ragam (Tabel 5),
keragaan jumlah daun lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang
terlihat dari nilai ragam lingkungan yang lebih tinggi dibandingkan ragam genetik
dengan nilai KKG sebesar 0.15 dan nilai heritabilitasnya termasuk dalam kategori
rendah.
Lebar kanopi diamati juga untuk menduga potensi hasil dari kacang bogor.
Semakin lebar kanopi tanaman diduga akan memiliki jumlah polong yang banyak.
Lebar kanopi memiliki korelasi positif pada populasi kacang bogor berpolong
sedikit dan polong banyak (Actaria 2012). Polong kacang bogor berasal dari hasil
fertilisasi bunga yang ada pada ketiak daun dalam buku pada percabangan kacang
bogor. Semakin banyak jumlah cabang, buku, dan daun kacang bogor diduga
memiliki kanopi yang lebar. Lebar kanopi pada galur kacang bogor yang diuji
memiliki nilai kisaran 26.0–42.3 cm dengan nilai tengah 34.2 cm dan KK sebesar
15
15.78% (Tabel 3). Galur A181.6 memiliki lebar kanopi yang paling besar,
sedangkan galur R54.8 memiliki lebar kanopi yang paling sempit pada galur-galur
yang diuji. Penelitian sebelumnya memiliki rata-rata lebar kanopi yang lebih
tinggi yaitu 58.76 cm untuk populasi polong banyak dan 56.19 cm untuk populasi
polong sedikit (Actaria 2012) dan pada penelitian Hanum (2014) lebar kanopi
mencapai 45.28 cm.
Hasil analisis ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa lebar kanopi antar galur
tanaman berbeda nyata. Uji lanjut t-Dunnet menunjukkan bahwa galur A181.6,
A88.11, R19.7, A47.7, A65.10, R16.5, R146.5, A124.10, A171.2, A45.4, A86.6,
A163.5, R10.10, A48.5, A132.8, dan R9.11 memiliki lebar kanopi yang lebih
besar dibandingkan kontrol (Tabel 4). Karakter lebar kanopi lebih dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan nilai KKG sebesar
0.06 dan nilai heritabilitas sebesar 11.72% yang tergolong dalam kelompok
heritabilitas rendah (Tabel 5).
Jumlah cabang pada kacang bogor digunakan untuk menduga jumlah polong
yang terbentuk. Cabang pada kacang bogor sangat penting peranannya karena
bunga kacang bogor tumbuh pada buku-buku yang ada pada cabang (Austi et al.
2014). Jumlah cabang pada galur-galur kacang bogor yang diuji pada percobaan
ini antara 3.2–5.3 cabang dengan rata-rata 4.3 cabang per tanaman dan nilai KK
sebesar 17.74%. Galur yang memiliki jumlah cabang terbanyak adalah galur
R74.5 dan galur yang memiliki jumlah cabang paling sedikit adalah galur A171.2.
Hasil uji F (Tabel 3) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan diantara galurgalur kacang bogor yang diuji. Karakter jumlah cabang pada galur yang diuji lebih
banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan
nilai heritabilitas 5.52% dan nilai KKG sebesar 0.04 (Tabel 5).
Hari Berbunga
Peubah hari berbunga digunakan untuk menduga waktu pengisian polong
dan memperkirakan waktu panen (Hanum 2014). Hari berbunga juga dapat diduga
untuk mencari galur tanaman yang memiliki umur genjah. Menurut Departement
of Agricultural, Forestry, and Fisheries Republic of South Africa (2011), waktu
berbunga pada kacang bogor dimulai ketika tanaman berumur 30–35 HST dan
akan berakhir sampai tanaman dipanen. Doku dan Karikari (1971),
menginformasikan bahwa tanaman kacang bogor yang memasuki umur berbunga
pada 44–60 HST, 50% populasi telah berbunga pada saat 80 HST.
Kisaran hari berbunga pada galur kacang bogor yang diuji antara
63–74.3 HST dengan nilai tengah 68.7 HST dan KK sebesar 6.83%. Hasil analisis
ragam (Tabel 3), menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan waktu hari berbunga
pada galur kacang bogor yang diuji. Hari berbunga lebih dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan nilai heritabilitas sebesar 3.98%
yang termasuk dalam kategori rendah dan nilai KKG sebesar 0.01 (Tabel 5).
Tanaman kacang bogor merupakan tanaman hari pendek (Swanevelder
1998). Kondisi antara hari pendek dan malam yang panjang pada siklus 24 jam
memicu pembungaan pada banyak spesies. Panjang hari yang lebih dari optimum
menyebabkan tertundanya pembungaan pada tanaman hari pendek sampai
tercapai panjang kritis tertentu (Gardner et al. 2008).
16
Jumlah Polong Total, Jumlah Polong Bernas, dan Jumlah Polong Cipo
Daya hasil termasuk sifat kuantitatif yang diatur oleh gen minor. Gen-gen
ini bersifat poligen, yaitu gen-gen yang secara kumulatif mempunyai peran pada
keragaan fenotipe tetapi juga sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan
(Crowder 1997). Komponen hasil panen dipengaruhi oleh genotipe dan
lingkungan yang dapat menjelaskan sebab terjadinya pengurangan hasil panen.
Tanaman hanya dapat menghasilkan biji dan memasakkan bijinya yang dibatasi
oleh banyaknya pasokan hasil asimilasinya. Tekanan lingkungan akan mengurangi
pasokan hasil asimilasi dan jumlah biji (Gardner 2008).
Karakter jumlah polong total pada percobaan ini memiliki rataan sebesar
9.4 polong per tanaman dengan kisaran 3.5–14.7 polong per tanaman dan nilai KK
sebesar 38.79% (Tabel 3). Galur yang memiliki jumlah polong tertinggi adalah
R19.7, sedangkan galur dengan jumlah polong terendah adalah R74.5. Hasil
analisis ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa karakter jumlah polong total tidak
berbeda nyata pada galur kacang bogor yang diuji. Berdasarkan analisis
komponen ragam (Tabel 5) karakter jumlah polong total lebih banyak dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan nilai KKG sebesar
0.12 dan nilai heritabilitas rendah.
Pada musim hujan, pengaruh penghambatan radiasi yang tinggi akan
mengurangi proses fotosintesis dan berakibat pada hasil biji yang rendah. Curah
hujan yang tinggi akan mengurangi intensitas matahari sehingga menyebabkan
pertumbuhan vegetatif lebih dominan dan polong yang terbentuk semakin sedikit
(Pratiwi dan Rahmianna 2011)
Karakter jumlah polong bernas pada percobaan ini memiliki rataan sebesar
8.8 polong per tanaman dengan kisaran 3.7–13.8 polong per tanaman dan nilai KK
sebesar 39.71% (Tabel 3). Galur yang memiliki jumlah polong bernas tertinggi
adalah A93.2, sedangkan galur dengan jumlah polong terndah adalah R19.8. Ratarata polong bernas pada percobaan ini lebih rendah dibandingkan penelitian
sebelumnya yaitu pada penelitian Hanum (2014) rata-rata polong bernas sebesar
25 polong per tanaman. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa karakter jumlah
polong bernas tidak berbeda nyata pada galur kacang bogor yang diuji. Karakter
jumlah polong bernas lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan
dibandingkan faktor genetik dengan nilai KKG sebesar 0.12 dan heritabilitas
sebesar 8.64% (Tabel 5).
Kacang bogor memiliki banyak kemiripan dengan kacang tanah. Pada
tanaman kacang tanah, Sufianto (2011) menyatakan bahwa pembentukan polong
bernas diawali dengan kemunculan bunga kemudian berkembang membentuk
ginofor, polong cipo kemudian menjadi polong bernas. Perkembangan bunga
menjadi polong bernas pada bunga yang muncul hingga 30 hari berbunga
dipengaruhi oleh posisi bunga yang muncul, jumlah bunga yang muncul, jumlah
bunga yang dibuahi, umur panen, jumlah polong bernas per tanaman, dan hasil
polong bernas per petak. Pada kacang tanah, jumlah bunga yang muncul pada satu
siklus mencapai 392–518 bunga dan hanya 6.6–10% berhasil menjadi polong
bernas. Gardner (2008), menginformasikan polong tanaman memungkinkan gugur
pada saat usia muda, terutama pada tanaman yang berpenyakit pada tajuk yang
rapat dan tinggi. Peristiwa keguguran ini karena defisiensi nutrien organik yang
diakibatkan oleh persaingan dalam tanaman antara bunga dengan buah.
Rataan jumlah polong cipo pada penelitian ini sebesar 1.7 polong per
tanaman dengan kisaran 0.1–3.3 polong per tanaman. Galur yang memiliki jumlah
17
polong cipo paling banyak adalah galur A47.7 dan jumlah polong cipo paling
sedikit adalah galur R52.8. Jumlah polong cipo lebih dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan nilai KKG sebesar 0.17 dan nilai
heritabilitas dalam kategori rendah (Tabel 5).
Jumlah polong bernas dan polong cipo yang dihasilkan banyak
dipengaruhi oleh faktor cuaca. Curah hujan pada saat tanaman mulai memasuki
fase generatif 281–511 mm bulan-1 sehingga serangan penyakit meningkat.
Peningkatan serangan penyakit diduga mengakibatkan jumlah polong total yang
dihasilkan menjadi lebih sedikit. Peningkatan penyakit menyebabkan tanaman
kacang bogor dipanen sebelum masa panen. Pemanenan kacang bogor yang lebih
cepat dibandingkan umur panen seharusnya diduga menyebabkan jumlah polong
cipo tinggi.
Bobot Polong Kering dan Bobot Brangkasan Basah
Hasil panen berupa biji dipengaruhi oleh teknologi budi daya, genotipe dan
lingkungan. Lingkungan mempengaruhi tanaman untuk mengekspresikan
potensial genetiknya. Air, nutrien, suhu, cahaya, dan faktor lingkungan lainnya
ketika berada pada kondisi yang kurang optimum dapat mempengaruhi salah satu
atau lebih komponen hasil panen (Gardner et al. 2008). Nilai heritabilitas karakter
bobot polong kering sebesar 1.90% dan termasuk dalam kategori rendah (Tabel
5). Hasil pendugaan komponen ragam menunjukkan bahwa peubah bobot kering
polong lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor
genetik dengan nilai KKG sebesar 0.13.
Karakter bobot polong kering memiliki rataan sebesar 7.9 g per tanaman
dengan kisaran 2.8–12.9 g per tanaman dan nilai KK sebesar 22.66% (Tabel 3).
Hasil analisis ragam menunjukkan galur-galur kacang bogor yang diuji memiliki
bobot polong kering yang tidak berbeda nyata. Nilai bobot polong kering pada
percobaan ini lebih rendah dibandingkan penelitian sebelumnya yang bisa
mencapai 28.83 g per tanaman (Hanum 2014), 15.28 g per tanaman (Juwita 2012),
dan 30.29 g per tanaman (Actaria 2012). Rendahnya bobot kering polong diduga
karena pengaruh curah hujan yang tinggi selama fase generatif tanaman. Gardner
et al. (2008), produktivitas biji yang rendah dapat disebabkan oleh proses
fotosintesis yang terhambat karena intensitas cahaya matahari yang rendah.
Pertumbuhan tanaman ditunjukkan oleh bertambahnya ukuran brangkasan
tanaman. Jumlah dan ukuran tajuk akan mempengaruhi berat brangkasan.
Semakin