Penentuan dan Penjadwalan Pekerja Full-time dan Pekerja Part-time dengan Kendala Libur Hari Kerja dan Libur Akhir Pekan

(1)

HARI KERJA DAN LIBUR AKHIR PEKAN

Oleh:

YUDI ARISANDI

G54102045

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

PENENTUAN DAN PENJADWALAN PEKERJA

FULL-TIME

DAN PEKERJA

PART-TIME

DENGAN KENDALA LIBUR

HARI KERJA DAN LIBUR AKHIR PEKAN

YUDI ARISANDI

G54102045

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(3)

Off-weekend Constraints. Supervised by FARIDA HANUM and DONNY CITRA LESMANA.

A company operates seven days a week that consist of five weekdays and two days in weekend. The number of workers that needed in weekdays is assumed to be constant every day. This assumption also holds for the number of workers in weekend. However they can differ each other. Full-time workers get priority to fulfill the need of workers. Assuming that every full-time worker gets two days off per week (some of them are weekend off), the lack of workers needed are fulfilled by hiring part-time workers. In this paper, we study the number of full-time and part-time workers needed by the company for the whole period as well as their work schedules.


(4)

ABSTRAK

YUDI ARISANDI. Penentuan dan Penjadwalan Pekerja Full-time dan Pekerja Part-time dengan

Kendala Libur Hari Kerja dan Libur Akhir Pekan. Dibimbing oleh FARIDA HANUM dan

DONNY CITRA LESMANA.

Suatu perusahaan beroperasi tujuh hari dalam seminggu, yaitu lima hari kerja dan dua hari akhir pekan. Banyaknya pekerja yang dibutuhkan pada setiap hari kerja diasumsikan sama setiap harinya. Demikian juga, banyaknya pekerja yang dibutuhkan pada hari akhir pekan, adalah sama setiap harinya, tetapi boleh berbeda dengan banyaknya pekerja yang dibutuhkan di hari kerja. Pada

awalnya, pekerja yang dibutuhkan perusahaan hanyalah pekerja full-time. Setiap pekerja full-time

diberikan dua hari libur setiap pekannya yang di antaranya adalah sejumlah libur akhir pekan. Akibatnya terkadang perusahaan membutuhkan pekerja tambahan untuk memenuhi kebutuhan pekerja pada hari-hari yang kekurangan pekerja. Untuk itu perusahaan juga mempekerjakan

pekerja part-time. Dalam tulisan ini dibahas tentang formula dalam menentukan banyaknya


(5)

HARI KERJA DAN LIBUR AKHIR PEKAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

YUDI ARISANDI

G54102045

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(6)

Judul : Penentuan dan Penjadwalan Pekerja

Full-time

dan Pekerja

Part-time

dengan Kendala Libur Hari Kerja dan Libur Akhir Pekan

Nama : Yudi Arisandi

NRP : G54102045

Menyetujui:

Mengetahui:

Tanggal Lulus :

Pembimbing I,

Dra. Farida Hanum, M.Si.

NIP 131 956 709

Pembimbing II,

Donny Citra Lesmana, M.Fin.Math

NIP 132 311 927

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. H asim , DEA

NIP 131 578 806


(7)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Tak lupa shalawat serta salam tercurah selalu kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul Penentuan dan Penjadwalan Pekerja Full-time dan Part-time dengan

Kendala Libur Hari Kerja dan Libur Akhir Pekan ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT, atas segala rahmat dan izin-Nya

2. Nabi Muhammad SAW

3. Ibu Dra. Farida Hanum, M.Si. selaku dosen pembimbing I, Bapak Donny Citra Lesmana,

M.Fin.Math selaku pembimbing II, dan Bapak Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. selaku dosen penguji. Terima kasih atas ilmu, bimbingan, saran, motivasi, dan masukannya.

4. Kedua orang tua, papa, mama. Kakak adik tersayang, Ses, Didit dan Putri. Terima kasih

atas doa dan dukungannya.

5. Semua saudara sekeluarga besar dan teman-teman di Lampung.

6. Teman-teman seperjuangan di Matematika 39, Rizal, Yana, Ungkap, Agus, Rian, Andri,

Aden, Riswan, Ikhe, Wenny, Dina, Ade, Elis, Desi, Rani, Nita, Lia, Tami, Ari, Arif, Kabul, Febi, Fitrah, Amin, Lutfi, Mere, Mega, Erit, Irwan, Indra, Nur, Tieka, Avi, Rodih. Terima Kasih untuk semua kerjasama, keceriaan dan kisah-kisah yang telah ada.

7. Sahabat-sahabat penulis. Ikhe dan Ambar (semua akan kembali seperti yang dulu. Tetapi

tidak dengan persahabatan). Terima kasih untuk semua kebaikan, kebersamaan, bantuan, keceriaan dan motivasinya.

8. Ochi, Dwinita, Vey dan Fifit, terima kasih atas semua kisahnya.

9. Matematika 40, 41 dan 42 yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.

10. Anak Kc-Math, Andri, Yana, Riswan, Agus, Aden, dan Ungkap. Terima kasih atas

keceriaan yang singkat namun membekas di hati. Anak-anak Kos Gizi Abadi, Asep, Prima, Imam, Didin, Isal, Anton, Randy, Mas Fajar, Mas Risang, Dodo, Rian, Esa, dll.

11. Rina, terima kasih atas keceriaan dan bantuannya selama ini.

12. Diah, Aji dan Mahnur, atas kesediannya menjadi pembahas di seminar penulis.

13. Prima, atas kebersamaan, segala bantuannya selama ini dan pinjaman komputernya.

14. Semua yang sudah memberi warna, cahaya, tawa dan air mata.

Semua yang telah menggoreskan hitam dan putih.

Semua yang telah menaburkan duri, menancapkan luka dan memberi api.

15. Semua pihak yang sudah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Bogor, Januari 2008


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandar Lampung, Lampung pada tanggal 15 Januari 1984 sebagai anak kedua dari empat bersaudara, anak dari pasangan Junaidi Alwi dan Juhaini yang beralamat di Jalan Perintis Raya, Sukarame, Bandar Lampung.

Tahun 2002, penulis lulus dari SMUN 9 Bandar Lampung dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur SPMB. Penulis memilih Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis pernah aktif menjadi anggota himpunan profesi mahasiswa matematika yang dikenal dengan nama GUMATIKA dalam Departemen Kaderisasi pada masa kepengurusan 2003/2004. Selain itu penulis juga pernah aktif sebagai anggota kepanitiaan di beberapa kegiatan kemahasiswaan di lingkar kampus.


(9)

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 1

II LANDASAN TEORI ... 1

III PEMBAHASAN 3.1 Masalah Penentuan Pekerja Full-time... 3

3.2 Masalah Penentuan Pekerja Full-time dan Dua Jenis Pekerja Part-time... 4

3.3 Contoh Permasalahan ... 14

3.4 Algoritme Pembangkit Jadwal ... 17

3.5 Algoritme Modifikasi untuk Penjadwalan Libur Hari Kerja... 18

3.6 Algoritme untuk Perusahaan yang Memulai Usaha pada Hari Minggu... 23

IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan ... 30

4.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 30

LAMPIRAN ... 31


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1

Nilai P (ue ud )

+ +

= + untuk beberapa kasus nilai F jika be<bd... 8

2

Nilai P (ue ud ) + + = + untuk beberapa kasus nilai F jika be=bd... 8

3

Nilai P (ue ud ) + + = + untuk beberapa kasus nilai F jika be>bd... 11

4 Penjadwalan pekerja untuk Contoh 4 dengan hari Senin sebagai awal usaha ... 19

5 Penjadwalan pekerja untuk Contoh 5 dengan hari Senin sebagai awal usaha ... 20

6 Penjadwalan pekerja yang telah dimodifikasi untuk Contoh 4 dengan hari Senin sebagai awal usaha ... 21

7 Penjadwalan pekerja yang telah dimodifikasi untuk Contoh 5 dengan hari Senin sebagai awal usaha ... 22

8 Penjadwalan pekerja untuk Contoh 4 dengan hari Minggu sebagai awal usaha... 24

9 Penjadwalan pekerja untuk Contoh 5 dengan hari Minggu sebagai awal usaha... 25

10 Penjadwalan pekerja yang telah dimodifikasi untuk Contoh 4 dengan hari Minggu sebagai awal usaha ... 28

11 Penjadwalan pekerja yang telah dimodifikasi untuk Contoh 5 dengan hari Minggu sebagai awal usaha ... 29

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Grafik ud dan ue dengan D=8, 12, E= dan 0, 4θ = ... 6

2 Grafik ud dan ue seperti Gambar 1 ... 6

3 Grafik C(F) jika P seperti pada Gambar 2 dengan G=7 ... 6

4 Grafik C(F) jika g≥2E+5D ... 7

5 Grafik C(F) jika be<bd ... 8

6 Grafik C(F) jika be=bd ... 9

7 Grafik C(F) jika bebd ... 9

8 Grafik C(F) jika be>bd ... 11

9 Grafik C(F) jika g≥2(1−θ)(bebd)... 11

10 Grafik C(F) jika g<2(1−θ)(bebd)... 12


(11)

1 Penurunan Persamaan (3.2.11) ... 32

2 Fungsi C(F) pada Persamaan (3.2.11) minimum pada F=bg ... 32

3 Bukti pertaksamaan C1

( ) ( )

⎣ ⎦⎢ ⎥bg <C2 ⎡ ⎤⎢ ⎥bg pada Persamaan (3.2.12) ekuivalen dengan

(

bg−⎢ ⎥⎣ ⎦bg

) (

cp+ ⎢ ⎥⎡ ⎤bgbg

)

cp<cf ... 33

4 Fungsi C(F) pada Persamaan (3.2.13) minimum pada F=bt... 33

5 Bukti pertaksamaan C4

( )

⎣ ⎦⎢ ⎥bt <C3

( )

⎡ ⎤⎢ ⎥bt pada Persamaan (3.2.14) ekuivalen dengan

(

)

f t t p c b b c −⎢ ⎥⎣ ⎦ < ... 34

6 Penurunan Persamaan (3.2.15) ... 34

7 Fungsi C(F) pada Persamaan (3.2.15) minimum pada F=bg ... 35

8 Penurunan Persamaan (3.2.17) ... 36

9 Fungsi C(F) pada Persamaan (3.2.17) minimum pada F=bg atau F=bh ... 37

10 Bukti pertaksamaan C1

( )

⎣ ⎦⎢ ⎥bd <C6

( )

⎡ ⎤⎢ ⎥bd pada Persamaan (3.2.18) ekuivalen dengan

(

bd −⎢ ⎥⎣ ⎦bd

)

cp<⎡5cf −2(1−θ)cp/(3 2 )+ θ ... 38

11 Bukti pertaksamaan C6

( )

⎣ ⎦⎢ ⎥bh <C5

( )

⎡ ⎤⎢ ⎥bh pada Persamaan (3.2.19) ekuivalen dengan

(

bh⎣ ⎦⎢ ⎥bh

)

cp+

(

⎡ ⎤⎢ ⎥bhbh

)

cp<5cf / 2(1−θ)... 39

12 Fungsi C(F) pada Persamaan (3.2.20) minimum pada F=bd atau F=be... 40

13 Bukti pertaksamaan C4

( )

⎣ ⎦⎢ ⎥be <C7

( )

⎡ ⎤⎢ ⎥be pada Persamaan (3.2.21) ekuivalen dengan (5D−5⎣ ⎦ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎡ ⎤bdbd )cp<5cf / 2(1−θ) ... 41

14 Bukti pertaksamaan C7

( )

⎣ ⎦⎢ ⎥be <C3

( )

⎡ ⎤⎢ ⎥be pada Persamaan (3.2.22) ekuivalen dengan 5 / 2(1 ) e e f p b −⎢ ⎥⎣ ⎦b < c −θ c ... 41

15 Workstretch yang dihasilkan dari algoritme pembangkit jadwal dan modifikasinya untuk Contoh 4 ... 42


(12)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah penjadwalan pekerja merupakan salah satu masalah yang sudah sepantasnya selalu menjadi perhatian oleh sebuah perusahaan, apalagi masalah tersebut sangat berkaitan dengan efisiensi kinerja dan sumber daya pekerja yang digunakan oleh perusahaan.

Secara garis besar, masalah penjadwalan pekerja dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu days-off, shift, dan

tour scheduling problems. Days-off scheduling problem ialah masalah menentukan hari kerja dan waktu istirahat pekerja dalam suatu interval waktu tertentu.

Shift scheduling problem terjadi bila dalam

days-off scheduling problem harus

ditentukan waktu awal kerja, lamanya shift,

interval dan waktu awal istirahat pekerja.

Bila days-off schedule dan shift schedule

harus ditentukan dalam suatu pola, maka masalahnya menjadi masalah menentukan

rute penjadwalan atau tour scheduling

problems.

Dalam karya ilmiah ini, pekerja dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pekerja

full-time dan pekerja part-time. Karena masalah seperti pada karya ilmiah ini terjadi pada perusahaan yang beroperasi setiap hari,

maka setiap pekerja full-time akan diberikan

sejumlah hari libur, yaitu libur hari kerja dan libur akhir pekan.

Dalam karya ilmiah ini akan dipelajari cara menentukan banyaknya pekerja, baik pekerja

full-time maupun pekerja part-time, yang dibutuhkan suatu perusahaan dalam jangka waktu tertentu dengan memenuhi kendala kebutuhan pekerja setiap harinya dan kendala hari libur. Juga akan dipelajari cara menjadwalkerjakan para pekerja tersebut.

Karya ilmiah ini merupakan rekonstruksi jurnal yang berjudul Sizing and sheduling a full-time and part-full-time workforce with off-day and off-weekend constraints, yang ditulis oleh Hamilton Emmons dan Du-Shean Fuh pada

Annals of Operation Research, vol. 70 halaman 473-492 tahun 1998.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah

menentukan kombinasi pemakaian pekerja

full-time dan part-time yang akan dipekerjakan oleh

suatu perusahaan, beserta penjadwalan hari kerja masing-masing pekerja, dengan memenuhi kendala libur hari kerja dan libur hari akhir pekan, sehingga biaya yang dikeluarkan dapat ditekan seminimal mungkin.

II LANDASAN TEORI

Definisi 1. Fungsi Sesepenggal

Fungsi sesepenggal (piecewise function)

adalah fungsi yang terdefinisi oleh rumus yang berlainan sesuai dengan daerah asalnya.

(Stewart, 2001)

Contoh1.

Contoh-contoh piecewise function:

1. ( ) 1, 1,

2 1.

x x f x

x x

− ≤

= ⎨ + >

2. ( ) 1, 0 < z 1,

2, 1 < z 2.

f z = ⎨⎧ ≤

≤ ⎩

3. Fungsi nilai mutlak

, 0,

( )

, 0.

x x f z x

x x

≥ ⎧ = = ⎨

− < ⎩

4. Fungsi bilangan bulat terbesar

ƒ

⎢ ⎥

⎣ ⎦

x

=

Bilangan bulat terbesar yang lebih kecil atau sama dengan x. Misalkan 1≤ <x 4, maka

1, 1 2,

( ) 2, 2 3,

3, 3 4.

x

f x x x

x

⎧ ≤ < ⎪⎪

⎪⎪ ⎢ ⎥

=⎣ ⎦ ⎪⎪=⎨ ≤ < ⎪ ≤ < ⎪⎩

ƒ

⎡ ⎤

⎢ ⎥

x

=

Bilangan bulat terkecil yang

lebih besar atau sama dengan x.

Misalkan 1< ≤x 4, maka

2, 1 2,

( ) 3, 2 3,

4, 3 4.

x

f x x x

x

⎧ < ≤ ⎪⎪

⎪⎪ ⎡ ⎤

=⎢ ⎥ ⎪⎪=⎨ < ≤ ⎪ < ≤ ⎪⎩


(13)

Definisi 2. Fungsi Naik dan Fungsi Turun Misalkan f(x)=y,

• Fungsi f disebut fungsi naik pada

selang I, jika f(x1) < f(x2), bilamana x1

< x2 di I.

• Fungsi f disebut fungsi turun pada

selang I, jika f(x1) > f(x2), bilamana x1

< x2 di I.

(Stewart, 2001)

Definisi 3. Modulo

Jika sebuah bilangan bulat a yang taknol

membagi selisih bilangan bulat b dan c, maka b

dikatakan kongruen ke c modulo a, dinotasikan

(mod )

bc a , atau dapat ditulis dengan

mod

b=c a. Jika b c− tidak habis dibagi a,

maka a tidak kongruen ke c mod a, yang ditulis (mod )

bc a , atau dapat ditulis dengan

mod

b=c a.

(Niven et al., 1991)

III PEMBAHASAN

Suatu perusahaan beroperasi setiap hari, lima hari kerja yaitu hari Senin sampai dengan hari Jum’at, dan dua hari akhir pekan, hari Sabtu dan hari Minggu. Dalam

membangun usahanya selama B pekan,

perusahaan mempekerjakan F pekerja

full-time. Akan tetapi terkadang perusahaan juga

mempekerjakan pekerja part-time sebagai

tambahan pekerja full-time. Penambahan

pekerja part-time ini dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan pekerja pada waktu tertentu, sehingga ketidakefektifan pekerja dapat dihindari dan pemakaian biaya dapat ditekan sekecil mungkin.

Pada setiap hari kerja, diputuskan

bahwa perusahaan membutuhkan D pekerja

full-time dari F pekerja full-time, yang

bekerja dan E pekerja full-time dari F

pekerja full-time, yang bekerja pada hari

akhir pekan. Selama B pekan pengoperasian,

setiap pekerja full-time memiliki dua hari

libur tiap pekannya dan libur A akhir pekan

dari B akhir pekan seluruhnya. Dengan

kendala hari libur tersebut, maka akan

ditentukan banyaknya pekerja full-time dan

pekerja part-time yang dibutuhkan

perusahaan selama B pekan pengoperasian,

dengan biaya yang minimum, beserta penjadwalan kerjanya.

Dalam karya ilmiah ini, dipergunakan

aturan shift tunggal (single shift) dari

sejumlah pekerja.

Definisi 4. Shift

Shift adalah pola kerja harian yang terdiri atas sejumlah waktu kerja yang beruntun dari seorang pekerja.

(Brusco & Jacobs, 1995)

Dalam permasalahan ini akan digunakan beberapa asumsi, yaitu:

1. Perusahaan beroperasi 8 jam setiap hari,

lima hari kerja dan dua hari akhir pekan.

2. Banyaknya pekerja pada hari kerja boleh

lebih besar, sama dengan, atau lebih kecil daripada banyaknya pekerja pada hari akhir pekan.

3. Perusahaan hanya mempunyai satu shift

setiap harinya, yang lamanya adalah 8 jam.

4. Karena kendala hari libur yang menyatakan

setiap pekerja full-time libur 2 hari setiap

pekannya, maka setiap pekerja full-time

bekerja 5 hari setiap pekannya selama B

pekan.

5. Setiap pekerja, baik pekerja full-time

maupun pekerja part-time dapat

ditempatkan pada hari mana saja sesuai kebutuhan, dan

6. Faktor-faktor tak terduga yang dapat

menghambat jalannya pekerjaan seperti sakit, libur nasional, dan sebab lainnya diabaikan.

Pada awalnya, diketahui bahwa setiap pekerja memiliki satu shift setiap harinya. Akan tetapi karena adanya penentuan dua hari libur setiap pekannya untuk setiap pekerja, maka untuk mempermudah pembahasan, selanjutnya

shift yang dimiliki setiap pekerja tersebut

dibedakan menjadi dua, yaitu shift yang dipakai

pekerja untuk bekerja disebut shift kerja dan

shift yang dipakai pekerja untuk libur disebut

shift libur. Dengan demikian pemakaian “shift” dapat digantikan dengan “hari”.


(14)

Untuk lebih memahami penggunaan istilah shift, diberikan ilustrasi di bawah ini:

Ilustrasi 1

Pekerja Sn Sl Rb Km Jm Sb Mg

a o o

b o o

Tabel di atas menggambarkan jadwal

kerja Pekerja a dan Pekerja b selama satu

pekan. Shift kerja digambarkan dengan

kotak kosong. Sedangkan kotak yang berisi

“o” adalah shift libur pekerja yang

bersangkutan. Jadi dari tabel di atas, Pekerja

a memiliki shift libur pada akhir pekan atau

dapat juga diartikan Pekerja a mempunyai

hari libur akhir pekan pada pekan tersebut.

Sedangkan Pekerja b mempunyai hari libur

pada hari Senin dan Kamis.

Dalam pembahasan ini, akan dibahas cara menentukan rumusan dalam

menentukan banyaknya pekerja full-time

yang diperlukan perusahaan selama B pekan

dan banyaknya pekerja part-time jika

dibutuhkan, dengan biaya yang minimum. Juga akan dibahas cara menjadwalkerjakan pekerja-pekerja tersebut. Untuk mempermudah pemahaman, diberikan contoh-contoh kasus yang bersesuaian.

Permasalahan seperti ini juga sering dihadapi oleh perusahaan yang bekerja tanpa henti, 24 jam setiap hari. Perusahaan tersebut tentunya memiliki lebih dari satu

shift setiap harinya yang tidak saling

berpotongan (overlap). Dengan demikian,

penjadwalan pekerja seperti pada karya

ilmiah ini dapat dilakukan pada setiap shift

secara terpisah.

Untuk selanjutnya pembahasan masalah

penentuan dan penjadwalan pekerja full-time

dan pekerja part-time akan dibagi menjadi

dua, yaitu pembahasan masalah penentuan pekerja full-time tanpa pekerja part-time dan

pembahasan masalah penentuan pekerja

full-time dan pekerja part-time, beserta

penjadwalan kerjanya.

3.1 Masalah Penentuan Pekerja Full-time

Dalam subbab ini dimisalkan perusahaan memutuskan untuk tidak

menggunakan pekerja part-time dan

banyaknya pekerja full-time yang diperlukan

perusahaan selama B pekan adalah sebanyak

W pekerja.

Selanjutnya diketahui bahwa terdapat

2( - )B A hari akhir pekan yang dipakai bekerja

oleh setiap pekerja. Karena setiap pekerja

mempunyai 1 shift setiap harinya, maka

terdapat 2 (W BA) shift kerja di akhir pekan.

Juga diketahui bahwa terdapat 2B hari akhir

pekan seluruhnya. Karena disyaratkan terdapat

E pekerja yang bekerja di setiap hari akhir

pekan dan setiap pekerja mempunyai 1 shift

setiap harinya, maka terdapat 2BE shift kerja

yang disyaratkan di akhir pekan.

2 (W BA) shift kerja di akhir pekan tersebut harus meng-cover 2BE shift kerja yang disyaratkan di akhir pekan. Karena dalam

subbab ini hanya menggunakan pekerja

full-time tanpa menggunakan pekerja part-time,

maka diasumsikan 2 (W BA)≥2BE. Jadi

BE W

B A

≥ − .

Misalkan

,

e

BE b

B A

= −

maka

Wbe. (3.1.1) Di pihak lain, karena setiap pekerja bekerja 5 hari setiap pekan, dan 1 hari kerja pekerja adalah 1 shift maka total banyaknya shift kerja

dari W pekerja selama B pekan adalah 5WB.

5WB shift kerja tersebut harus meng-cover B(2E+5D) shift kerja yang disyaratkan seluruhnya. Karena dalam subbab ini hanya

menggunakan pekerja full-time tanpa

menggunakan pekerja part-time, maka

diasumsikan 5WBB(2E+5 ) D . Jadi

2 5

5

E D W≥ + . Misalkan

2 5

5 t

E D b = + , maka

Wbt. (3.1.2)

Karena dari Persamaan (3.1.1), Wbe

dan dari Persamaan (3.1.2), Wbt, maka

banyaknya pekerja full-time yang dibutuhkan

perusahaan adalah

W=max

{

⎡ ⎤ ⎡ ⎤⎢ ⎥ ⎢ ⎥be , bt

}

. (3.1.3)


(15)

Misalkan cf adalah biaya pekerja

full-time per orang per hari. Karena setiap

pekerja bekerja 5 hari setiap pekan, maka banyaknya biaya yang dikeluarkan

perusahaan untuk mempekerjakan W pekerja

full-time selama B pekan adalah

( ) 5 f.

C W = BWc

Contoh 2.

Untuk menjalankan usahanya selama 5

pekan (B=5), sebuah perusahaan

mempekerjakan pekerja full-time tanpa

pekerja part-time. Setiap pekerja

mempunyai 2 hari libur tiap pekannya, termasuk di dalamnya libur 2 akhir pekan

(A=2) dari 5 akhir pekan yang tersedia.

Perusahaan memutuskan bahwa dari seluruh pekerja yang dimiliki, harus terdapat 8 pekerja yang bekerja pada setiap hari kerja (D=8), dan 10 pekerja pada setiap hari akhir

pekan (E=10). Diputuskan juga bahwa biaya

pekerja per orang per hari sebesar 7 satuan (cf=7).

Dengan menggunakan Persamaan (3.1.1), ditentukan

(5)(10) 50

16, 67

( ) (5 2) 3

e BE b B A = = = = − −

dan dengan menggunakan Persamaan (3.1.2), ditentukan

(2 5 ) (2)(10) (5)(8)

12.

5 5

t

E D

b = + = + =

Jadi dari Persamaan (3.1.3), dapat

ditentukan banyaknya pekerja full-time yang

harus dipekerjakan perusahaan selama 5 pekan, yaitu:

{

}

{

}

{

}

max ,

max 16, 67 , 12 max 17,12 17.

e t

W = ⎡ ⎤ ⎡ ⎤⎢ ⎥ ⎢ ⎥b b

= ⎡ ⎤ ⎡ ⎤⎥ ⎢ ⎥ =

=

Biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar seluruh pekerja adalah

( ) 5

(17) (5)(5)(17)(7)

2975 satuan.

f

C W BWc C

= = =

Jadi selama 5 pekan beroperasi, perusahaan harus mempekerjakan sebanyak

17 pekerja full-time, dengan biaya pekerja

seluruhnya sebesar 2975 satuan.

3.2 Masalah Penentuan Pekerja Full-time

dan Dua Jenis Pekerja Part-time

Selain menggunakan pekerja full-time,

terkadang perusahaan juga memerlukan pekerja

part-time. Pekerja part-time terdiri atas dua

jenis, yaitu limited part-time dengan jumlah

yang terbatas tetapi biaya lebih kecil daripada

biaya pekerja full-time, dan pekerja unlimited

part-time, dengan jumlah yang tidak dibatasi tetapi biaya yang lebih besar daripada biaya pekerja full-time. Jika dimisalkan

biaya pekerja - per orang per hari,

biaya pekerja - per orang

per hari, dan

biaya pekerja - per

orang per hari,

f p

p

c full time c limited part time

c unlimited part time

= =

=

maka diketahui bahwa cp <cf <cp.

Kemudian didefinisikan

banyaknya pekerja - yang

tersedia selama pekan,

= perbandingan antara banyaknya akhir pekan tiap pekerja yang dapat dipakai libur,

dengan banyaknya akhir pekan seluruhnya

=

G limited part time B

A B

θ =

; karena dan 0 maka 0 1,

banyaknya pekerja - yang

dibutuhkan setiap hari kerja,

= banyaknya pekerja - yang

dibutuhkan setiap hari akhir pekan, = rata-rata banyaknya pek

A B B

D full time

E full time

g

θ < ≠ < < =

erja

tiap pekan selama pekan

= ,

limited part

time se B

G B

sehingga akan ditentukan

banyaknya pekerja - yang

dibutuhkan perusahaan selama pekan, dan

F full time

B

=

= banyaknya pekerja - yang

dibutuhkan perusahaan selama pekan.

P part time

B

Banyaknya pekerja part-time ditentukan

oleh banyaknya shift kerja pekerja full-time

yang tidak ter-cover. Jadi dalam menentukan

pekerja part-time, terlebih dahulu diasumsikan

bahwa pekerja yang bekerja pada perusahaan hanyalah pekerja full-time.

Akibat dari kendala hari libur yang telah diuraikan di atas, maka diketahui bahwa total ada sebanyak 2AFshift libur di akhir pekan. Hal

ini berarti ada 2(B-A)F shift kerja di akhir


(16)

kerja di akhir pekan seluruhnya, maka didefinisikan

[

]

2 2( )

2 (1 ) . (3.2.1)

e

u BE B A F B E θ F

= − −

= − −

Jika ue bernilai positif, maka ue disebut

weekend underage, yaitu terdapat shift kerja

pekerja full-time pada akhir pekan yang

tidak ter-cover. Namun jika ue bernilai

negatif, maka ue disebut weekend overage,

yaitu terdapat kelebihan shift kerja pekerja

full-time pada akhir pekan. Dengan mendefinisikan

max{0, },

x+ = x

didefinisikan

= banyaknya pekerja - yang

diperlukan di akhir pekan selama pekan, dan

(- ) = banyaknya kelebihan pekerja

pada akhir pekan.

e

e

u part time

B

u full time

+

+

Karena setiap pekerja mempunyai hari libur 2 hari tiap pekannya, maka terdapat 2BF shift libur pekerja selama B pekan dan

2AF di antaranya adalah hari akhir pekan.

Hal ini berarti bahwa ada 2( - ) B A F shift

libur pekerja pada hari kerja. Karena

perusahaan mensyaratkan hanya D pekerja

full-time yang bekerja pada setiap hari kerja,

maka disyaratkan terdapat 5BD shift kerja

pada hari kerja seluruhnya.

Selanjutnya dengan mendefinisikan 5BF adalah banyaknya shift pada hari kerja seluruhnya, maka didefinisikan

[

]

[

]

5 5 2( )

5 (3 2 ) . (3.2.2)

d

u BD BF B A F

B D θ F

= − − −

= − +

Jika ud bernilai positif, maka ud disebut

weekday underage, yaitu terdapat shift kerja

pekerja full-time pada hari kerja yang tidak

ter-cover. Namun jika ud bernilai negatif,

maka ud disebut weekday overage, yaitu

terdapat kelebihan shift kerja pekerja

full-time pada hari kerja. Dengan penotasian

seperti sebelumnya, didefinisikan

= banyaknya pada hari kerja

yang disusun oleh kelebihan pekerja

- pada akhir pekan, ditambah

pekerja - jika ada, dan

d

u shift

full time

part time

+

(- ) = banyaknya kelebihan pekerja

pada hari kerja.

d

u + full time

Dengan uedan ud yang telah didefinisikan

di atas, selanjutnya akan ditentukan P=P F( ),

yaitu total banyaknya pekerja part-time yang

dibutuhkan perusahaan.

• Jika ue>0 dan ud >0 maka P=ue+ud.

• Jika ue<0 dan ud>0, maka kelebihan pekerja pada akhir pekan dapat digunakan

untuk meng-cover kebutuhan pekerja pada

hari kerja. Jadi P=(ue+ud)+.

•Jika ue>0 dan ud <0, maka P=ue.

•Jika ue<0 dan ud <0, maka perusahaan

tidak memerlukan pekerja part-time. Jadi

0

P= .

Pernyataan-pernyataan di atas dapat dikombinasikan menjadi sebuah rumusan untuk

menentukan besarnya P, yaitu

( e d ) (3.2.3)

P= u +u + +

Dimisalkan C(F) adalah biaya F pekerja

full-time ditambah minimum pekerja part-time

selama B pekan. Karena biaya pekerja limited

part-time lebih kecil daripada biaya pekerja

unlimited part-time, pemakaian pekerja limited part-time lebih diprioritaskan daripada

pemakaian pekerja unlimited part-time. Selagi

masih tersedia pekerja limited part-time,

pekerja part-time yang digunakan perusahaan

sebagai tambahan pekerja full-time adalah

pekerja limited part-time. Jika masih kurang,

barulah perusahaan mempekerjakan pekerja

unlimited part-time. Jika pekerja limited

part-time tidak tersedia (G=0), maka pekerja

part-time yang digunakan perusahaan sebagai

tambahan pekerja full-time adalah pekerja

unlimited part-time. Jadi

.

, , ( ), > , ( )( ) (3.2.4)

( ) 5

= 5 p

p p p p p f f c

c P P G

c G c P G P G

c P c P G

C F BFc

BFc ⎧⎪ ⎨ ⎪⎩ + ≤ + + + + − − =

Dengan menyubstitusi Persamaan (3.2.3) ke Persamaan (3.2.4) maka didapat

. (3.2.5)

( ) 5 f p( e d ) ( p p) ( e d )

C F BFc c u u c c ⎡⎢u u G⎤⎥

+

+ + + +

= + + + − + −


(17)

e

u dan ud adalah fungsi linear dari F.

Karena kemiringan ue dan ud terhadap F

adalah negatif, maka ue dan ud adalah

fungsi turun.

Selanjutnya ditentukan:

{ : 0} /(1 ), dan (3.2.6)

{ : 0} 5 /(3 2 ). (3.2.7)

e e

d d

b F u E

b F u D

θ θ

= = = −

= = = +

Nilai be dan bd akan membagi daerah asal

F menjadi tiga, seperti yang terlihat pada

Gambar 1.

5 10 15 20 25 -100

100 200 300 400

Gambar 1 Grafik ud dan uedengan

8, 12, dan 0, 4

D= E= θ = .

Hal ini mengakibatkan P terdefinisi oleh

rumus yang berlainan sesuai dengan daerah asal F.

5 10 15 20 25 100 200 300 400 500 600 700

Gambar 2 Grafik P jika ud dan ue

seperti pada Gambar 1.

Karena C(F) dipengaruhi oleh P, maka C(F)

juga terdefinisi oleh rumus yang berlainan

sesuai dengan daerah asal F (Gambar 2).

Jadi C(F) merupakan fungsi sesepenggal

(piecewise function), seperti yang terlihat pada Gambar 3.

5 10 15 20 25 2000

4000 6000 8000 10000

Gambar 3 Grafik C(F) jika P seperti

pada Gambar 2 dan dengan G=7.

Selanjutnya akan ditentukan (0)P , yaitu P

pada saat F terkecil (F=0). (0)P adalah

banyaknya pekerja part-time yang diperlukan

perusahaan jika perusahaan tidak

mempekerjakan pekerja full-time. P(0)juga

dapat diartikan sebagai maksimum banyaknya

pekerja part-time yang mungkin diperlukan

oleh perusahaan. Dari Persamaan (3.2.1) dan Persamaan (3.2.2), pada saat F=0, ue(0)=2BE dan ud(0)=5BD. Karena B, E, D positif, maka

(0)

e

u dan ud(0) positif, sehingga dengan

menggunakan Persamaan (3.2.3), didapat

( )

( ) ( ( ) ( ) )

(0) ( (0) (0) )

(0) (0)

2 5 .

e d

e d

e d

e d

P u u P F u F u F

P u u

u u BE BD + + + + + + = + = + = + = + = +

Misalkan G adalah banyaknya pekerja

limited part-time yang tersedia selama B pekan.

Karena pemakaian pekerja limited part-time

lebih diprioritaskan, maka selanjutnya

diasumsikan G>0. Karena pemrioritasan itu

pula, maka bagian (cp cp)(P G)

+

− − pada

Persamaan (3.2.4) akan dibuat nol.

( )( ) 0

( ) 0 atau ( ) 0

karena , maka tidak mungkin ( ) 0.

Jadi ( ) 0.

( ) 0

max{0, ( )} 0

0

p p p p

p p p p

c c P G

c c P G

c c c c

P G P G P G P G + + + + − − = ⇔ − = − =

> − =

− =

⇔ − =

⇔ − =

⇔ − ≤

PG

Jadi untuk mengnolkan (cp cp)(P G)

+

− − pada

Persamaan (3.2.4), P dibuat lebih dari atau

sama dengan G (PG), sehingga dengan

e u d u e b F , d e u u F P C ( ) C F F e b d b d b


(18)

(0) (2 5 )

P=P =B E+ D dan G=gB,

didapat beberapa kasus

Kasus 1. g≥2E+5D

Akibat dari (cp cp)(P G)

+

− − pada

Persamaan (3.2.4) bernilai nol, Persamaan (3.2.4) menjadi

( ) 5

5 ( ) .

f p

f p e d

C F BFc c P

BFc c u u + +

= +

= + +

Dengan F yang cukup kecil, ue dan ud yang

didefinisikan oleh Persamaan (3.2.1) dan (3.2.2) bernilai positif, sehingga

2 2( )

( )

5 (5 2( ) )

(2 5 5 ).

e d

BE B A F u u

BD BF B A F B E D F

+ + ⎛ − − + ⎞ + = ⎜ − − − ⎝ ⎠ = + − Jadi

( ) 5 ( (2 5 5 ))

5 ( ) (2 5 ).

f p

f p p

C F BFc c B E D F B c c F Bc E D

= + + −

= − + +

Karena cf >cp, C(F) mempunyai

kemiringan yang positif, yaitu 5 (B cfcp) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Grafik C(F) jika 2gE+5D.

Jadi minimum pekerja full-time yang

diperlukan perusahaan untuk meminimumkan biaya adalah

0.

F=

Kondisi seperti ini mengindikasikan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pekerja setiap harinya, perusahaan hanya mempekerjakan pekerja limited part-time tanpa pekerja

full-time. Hal yang seperti ini bukan suatu

perencanaan yang diharapkan.

Kasus 2. g<2E+5D

Berdasarkan nilai be, bd dan ketersediaan

pekerja limited part-time, Kasus 2 akan dibagi

menjadi beberapa subkasus dan subsubkasus sebagai berikut:

a)bebd

ƒ pada saat pekerja limited part-time tersedia

(

G>0

)

.

ƒ pada saat pekerja limited part-time tidak

tersedia

(

G=0

)

. b)be>bd

i. g≥2(1−θ)(bebd)

ƒ pada saat pekerja limited part-time

tersedia

(

G>0

)

. ii. g<2(1−θ)(bebd)

ƒ pada saat pekerja limited part-time

tersedia

(

G>0

)

.

ƒ pada saat pekerja limited part-time

tidak tersedia

(

G=0

)

.

Selanjutnya akan dilakukan peninjauan kepada masing-masing subkasus sebagai berikut

a) bebd

ƒ pada saat pekerja limited part-time tersedia

(

G>0

)

.

Pada saat F<be,

[

]

1

(1 ) 0

2 (1 ) 0

0. e

E F

E F

B E F

u θ θ θ < − ⇔ − − >

⇔ − − >

⇔ >

Pada saat F=be, dari Persamaan (3.2.6)

diperoleh ue =0. Pada saat F>be,

[

]

1

(1 ) 0

2 (1 ) 0

0. e

E F

E F

B E F

u θ θ θ > − ⇔ − − <

⇔ − − <

⇔ <

Pada saat F<bd,

[

]

5

3 2

5 (3 2 ) 0

5 (3 2 ) 0

0. d

D F

D F

B D F

u θ θ θ < +

⇔ − + >

⇔ − + >

⇔ >

C C F( )

F


(19)

Pada saat F=bd, dari Persamaan (3.2.7) diperoleh ud =0.

Pada saat F>bd,

5

3 2

5 (3 2 ) 0

D F

D F

θ θ >

+

⇔ − + <

[

5 (3 2 )

]

0

0. d

B D F

u

θ

⇔ − + <

⇔ <

Selanjutnya akan diberikan tabel nilai

( e d )

P= u +u+ + untuk beberapa kasus nilai F

jika be<bd.

Tabel 1 Nilai P (ue ud )

+ +

= + untuk beberapa kasus nilai F jika be<bd

d

F<b F=bd F>bd

e

F<b ue+ud

Tidak mungkin untuk kasus be<bd

Tidak mungkin untuk kasus be<bd e

F=b ud

Tidak mungkin untuk kasus be<bd

Tidak mungkin untuk kasus be<bd e

F>b (ue ud )

+ +

+ 0 0

Pada saat F>be dan F<bd, P bernilai

nol jika ue+ud =0 atau ue+ud <0. Dari

Persamaan (3.2.1) dan Persamaan (3.2.2) diperoleh

(2 5 5 ) (3.2.8)

e d

u +u =B E+ DF

Jika didefinisikan

{

: 0

}

(2 5 ) / 5, (3.2.9)

t e d

b = F u +u = = E+ D

maka P bernilai nol pada saat F=bt atau t

F>b. Jadi grafik P untuk subkasus

e d

b <b akan tersaji seperti pada Gambar 5.

Gambar 5 Grafik P jika be<bd.

Selanjutnya akan diberikan tabel nilai

( e d )

P= u +u + + untuk beberapa kasus nilai

F jika be=bd.

Tabel 2 Nilai P (ue ud )

+ +

= + untuk beberapa kasus nilai F jika be=bd

d

F<b F=bd F>bd

e

F<b ue+ud

Tidak mungkin untuk kasus be=bd

Tidak mungkin untuk kasus be=bd e

F=b Tidak mungkin

untuk kasus be=bd

0 untuk kasus Tidak mungkin

e d

b =b

e

F>b Tidak mungkin

untuk kasus be=bd

Tidak mungkin untuk kasus be=bd

0 d

b

e

b bt

P


(20)

sehingga grafik P tersaji seperti Gambar 6.

Gambar 6 Grafik P jika be=bd.

Jadi pada subkasus bebd,

( e d ) e d.

P= u +u + +=u +u

Pemakaian pekerja limited part-time di

samping pekerja full-time terjadi jika

terdapat pekerja limited part-time (G>0) dan PG, sedangkan jika P>G, maka

perusahaan menggunakan pekerja limited

part-time dan unlimited part-time sebagai tambahan pekerja full-time.

Jika G>0, maka dengan

mendefinisikan

{

:

}

(2 5 ) / 5, (3.2.10)

g e d

b F u u G E D g

= + =

= + −

maka grafik P akan menjadi seperti pada

Gambar 7,

Gambar 7 Grafik P jika bebd.

sehingga C(F) pada Persamaan (3.2.4) akan

ditentukan oleh fungsi P=ue+ud >G,

,

e d

P=u +uG dan P=ue+ud =0.

Jika P=ue+ud >G, maka dari

Persamaan (3.2.4) dan Persamaan (3.2.8) diperoleh

(

)

( ) 5 f (2 5 5 ) p p

C F =B Fc + E+ DFg c +gc

(lihat Lampiran 1).

Jika P=ue+udG, maka dari Persamaan

(3.2.4) dan Persamaan (3.2.8) diperoleh

(

)

( ) 5 f (2 5 - 5 ) p

C F =B Fc + E+ D F c

(lihat Lampiran 1).

Jika 0,P=ue+ud = maka dari Persamaan

(3.2.4) diperoleh

( ) 5 f

C F = BFc

(lihat Lampiran 1). Jadi

5 (2 5 5 ) , 0 ,

( ) 5 (2 5 - 5 ) , , (3.2.11)

5 , .

p p g

f

g t

p f

t f

Fc E D F g c gc F b

C F B Fc E D F c b F b

Fc b F

⎧ ⎪ ⎪ ⎨ ⎪ ⎪⎩

< <

+ + − − + ≤ ≤

= + + ≤

C(F) mempunyai dua break point, yaitu

g

b dan bt.

Misalkan

(

)

1

2

3

( ) 5 (2 5 5 ) ,

( ) (5 (2 5 5 ) ),

( ) 5 ,

p

f p

f p

f

C F B Fc E D F g c gc

C F B Fc E D F c C F BFc

= + + − − +

= + + −

=

maka

1 2 3

( ), 0 ,

( ) ( ), ,

( ), .

g

g t

t

C F F b

C F C F b F b C F b F

≤ ≤ ⎧

=⎨ < ≤

<

Karena cp<cf <cp, maka C(F) akan

minimum pada F=bg (lihat Lampiran 2).

e d

b =b

t

b P

F P

t

b

g

b

G


(21)

Karena F adalah banyaknya pekerja

full-time yang dibutuhkan perusahaan, F

haruslah bilangan bulat. Jika F=bg

bukan bilangan bulat, maka F bernilai

g

b

⎢ ⎥

⎣ ⎦ atau ⎡ ⎤⎢ ⎥bg bergantung pada biaya

pekerja yang paling kecil yang dihasilkan dari keduanya.

Nilai F= ⎣ ⎦⎢ ⎥bg terdapat pada selang

0,bg ⎡ ⎤

⎣ ⎦, sehingga biaya yang dikeluarkan

perusahaan untuk mempekerjakan ⎢ ⎥⎣ ⎦bg

pekerja full-time adalah C1

( )

⎢ ⎥⎣ ⎦bg .

Sedangkan F= ⎢ ⎥⎡ ⎤bg terdapat pada selang

(b bg, ]t , sehingga biaya yang dikeluarkan

perusahaan untuk mempekerjakan ⎡ ⎤⎢ ⎥bg

pekerja full-time adalah C2

( )

⎡ ⎤⎢ ⎥bg . Jadi

jika F=bg bukan bilangan bulat maka

( ) ( )

( ) ( )

1 2

1 2

, ,

, . (3.2.12)

{

g g g

g g g

b C b C b

b C b C b

F

⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎡ ⎤

⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎢ ⎥

⎡ ⎤ ⎢ ⎥ ⎡ ⎤

⎢ ⎥ ⎣ ⎦ ⎢ ⎥

< ≥

=

Pertaksamaan C1

( ) ( )

⎢ ⎥⎣ ⎦bg <C2 ⎡ ⎤⎢ ⎥bg pada

Persamaan (3.2.12) ekuivalen dengan

(

bg⎣ ⎦⎢ ⎥bg

) (

cp+ ⎡ ⎤⎢ ⎥bgbg

)

cp<cf (lihat Lampiran 3).

ƒ pada saat pekerja limited part-time tidak tersedia

(

G=0

)

.

Jika pekerja limited part-time tidak

tersedia (G=0), maka g=0 dan cp=0. Persamaan (3.2.10) menjadi

(2 5 ) / 5,

t

F=b = E+ D

sehingga Persamaan (3.2.11) menjadi

5 +(2 5 -5 ) , 0 , 5 , .

( )

{

f p t

f t

Fc E D F c F b

B

Fc b F

C F + ≤ ≤

<

= (3.2.13)

Misalkan

4

3

( ) (5 (2 5 5 ) ), dan

( ) 5 ,

f p

f

C F B Fc E D F c C F BFc

= + + −

=

maka

4

3

( ) 0 ,

( )

( ) .

t t

C F F b C F

C F b F

≤ ≤ ⎧

= ⎨ <

Fungsi C(F) akan minimum pada F=bt

(lihat Lampiran 4).

Jika F=bt bukan bilangan bulat, maka F

bernilai ⎢ ⎥⎣ ⎦bt atau ⎡ ⎤⎢ ⎥bt bergantung pada

biaya pekerja yang paling kecil yang dihasilkan dari keduanya.

Nilai F= ⎢ ⎥⎣ ⎦bt terdapat pada selang

[ ]

0,bt ,

sehingga biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mempekerjakan ⎢ ⎥⎣ ⎦bt pekerja full-time

adalah C4

( )

⎢ ⎥⎣ ⎦bt . F= ⎡ ⎤⎢ ⎥bt terdapat pada

selang ( , )bt ∞ , sehingga biaya yang

dikeluarkan perusahaan untuk mempekerjakan ⎡ ⎤⎢ ⎥bt pekerja full-time adalah

( )

3 t

C ⎡ ⎤⎢ ⎥b . Jadi jika F=bt bukan bilangan

bulat maka

4 3

4 3

, ( ) ( ),

(3.2.14)

, ( ) ( ).

t t t

t t t

b C b C b F

b C b C b

⎧⎢ ⎥ ⎢ ⎥ < ⎡ ⎤

⎪⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎢ ⎥

= ⎨⎡ ⎤ ⎢ ⎥ ⎡ ⎤

⎪⎢ ⎥ ⎣ ⎦ ⎢ ⎥

⎩ P

ertaksamaan C4

( )

⎣ ⎦⎢ ⎥bt <C3

( )

⎡ ⎤⎢ ⎥bt pada

Persamaan (3.2.14) ekuivalen dengan

(

)

f

t t

p

c b b

c

−⎢ ⎥⎣ ⎦ <

(lihat Lampiran 5).

b) be >bd

Dengan menggunakan ue dan ud yang

telah ditentukan pada awal kasus 2a), maka

diberikan tabel nilai P (ue ud )

+ +

= + untuk


(22)

Tabel 3 Nilai P (ue ud )

+ +

= + untuk beberapa kasus nilai F jika be>bd

d

F<b F=bd F>bd

e

F<b ue+ud ue ue

e

F=b Tidak mungkin

untuk kasus be>bd

Tidak mungkin untuk kasus be>bd

0

e

F>b Tidak mungkin

untuk kasus be>bd

Tidak mungkin untuk kasus be>bd

0

Jika digambarkan, grafik P akan tersaji

seperti pada Gambar 8.

Gambar 8 Grafik P jika be>bd.

Dari Persamaan (3.2.1), nilai P pada

saat F=bd adalah

( ) ( )

2 (1 )

2 (1 )( ).

d e d

d

e d

P b u b

B E b

B b b

θ θ =

= ⎡ − − ⎤

= − −

Dengan P b( d)=2 (1B −θ)(bebd) dan

G=gB, subkasus ini akan dibagi menjadi

2 subsubkasus, yaitu

i. g≥2(1−θ)(bebd)

ƒ pada saat pekerja limited part-time

tersedia

(

G>0

)

.

Pada subsubkasus g≥2(1−θ)(bebd),

d

F<b dan F<be, sehingga dari Tabel 3

diperoleh P=(ue+ud+ +) =ue+ud. Jika didefinisikan

{

:

}

(2 5 ) / 5,

g e d

b = F u +u =G = E+ Dg

maka grafik P pada Gambar 8 akan

menjadi seperti yang terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Grafik P untuk kasus

2(1 )( e d)

g≥ −θ bb .

Fungsi C(F) pada Persamaan (3.2.4) akan

ditentukan oleh fungsi P=ue+ud >G, ,

e d

P=u +uG P= ue <G dan P=0.

Jika P=ue+ud >G, maka dari

Persamaan (3.2.4) dan Persamaan (3.2.8) diperoleh

(

)

( ) 5 f (2 5 5 ) p p

C F =B Fc + E+ DFg c +gc

(lihat Lampiran 6).

Jika P=ue+udG, maka dari Persamaan (3.2.4) dan Persamaan (3.2.8) diperoleh

(

)

( ) 5 f (2 5 5 ) p

C F =B Fc + E+ DF c

(lihat Lampiran 6).

Jika ,P=ue<G maka dari Persamaan

(3.2.4) dan Persamaan (3.2.1) diperoleh

(

)

( ) 5 f (2 2(1 ) ) p

C F =B Fc + E− −θ F c

(lihat Lampiran 6).

Jika P=0, maka dari Persamaan (3.2.4)

diperoleh

( ) 5 f.

C F = BFc

(lihat Lampiran 6), sehingga didapat d

b be

g b

F P

G

d

b

e

b

P

F


(1)

( ) 5 ( )( )

5 ( )( )

5

5 (2 ( (1 ) ))

(5 (2( (1 ) ) )

(5 (2 2(1 ) ) ).

C F BFcf c Pp cp cp P G BFcf c up e cp cp ue G BFcf c up e c Gp c Gp

BFcf B E F cp gBcp gBcp B Fcf E F cp gcp gcp B Fcf E F g cp gcp

θ θ

θ

+

= + + − −

= + + − −

= + − +

= + − − − +

= + − − − +

= + − − − +

Jika P=ueG, maka dari Persamaan (3.2.4) dan Persamaan (3.2.1) diperoleh

( ) 5 ( )( )

5

5 (2 ( (1 ) ))

(5 (2 2(1 ) )) ). C F BFcf c Pp cp cp P G

BFcf c up e

BFcf B E F cp

B Fcf E F cp

θ θ

+

= + + − −

= +

= + − −

= + − −

Jika P=0, maka dari Persamaan (3.2.4) diperoleh

( ) 5 ( )( )

5 .

C F BFcf c Pp cp cp P G BFc f

+

= + + − −

=

Jadi akan diperoleh Persamaan (3.2.17).

Lampiran 9 Fungsi C(F) pada Persamaan (3.2.17) minimum pada F=bg atau F=bh Misalkan

(

)

(

)

(

)

1 6

5 3

( ) 5 (2 5 5 ) ,

( ) 5 (2 2(1 ) ) ,

( ) 5 (2 2(1 ) ) ,

( ) 5 ,

p

f p

p

f p

f p

f

C F B Fc E D F g c g c

C F B Fc E F g c gc

C F B Fc E F c

C F BFc

θ θ

= + + − − +

= + − − − +

= + − −

=

maka Persamaan (3.2.17) menjadi

1 6 5 3

( ), 0 ,

( ), ,

( )

( ), ,

( ), ,

d

d h

h e

e

C F F b

C F b F b

C F

C F b F b

C F b F

≤ ≤

<

= ⎨ <

<

Untuk menentukan titik minimum fungsi C(F), terlebih dahulu akan ditentukan kemiringan C(F) pada setiap selang dan nilai C(F) pada setiap ujung selang.. Dengan cp<cf <cp, maka

C1(F) mempunyai kemiringan negatif sebesar 5 (B cfcp)dengan

(

)

(

)

(

)

1( ) 5 (2 5 5 )

5 (2 5 5 )

5 (2 5 )

5 5

3 2 3 2

5 3 2

p

f p

p

f p

p

d d d

f p p p

C b B b c E D b g c gc

B c E D g c gc

B E D c

D D

D

c c c c g

θ θ

θ

= + + − − +

+ + − − +

+ + −

⎛ ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎞

=

+ +

⎝ ⎠ ⎝ ⎠

⎝ ⎠

⎛ ⎛ ⎞ ⎞

= − −

+

⎝ ⎠

⎝ ⎠


(2)

(

)

(

)

(

)

6( ) 5 (2 2(1 ) )

5 (2 2(1 ) )

5 (2 5 )

5 5

3 2 3 2

5 3 2

p

d f d p

p

f p

p d

f p p p

C b B b c E b g c gc

c E g c gc

B E D c

D D

B D

c c c c g

θ θ

θ θ

θ

= + − − − +

+ − − − +

+ + −

⎛ ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎞

=

+ +

⎝ ⎠ ⎝ ⎠

⎝ ⎠

⎛ ⎛ ⎞ ⎞

= − −

+

⎝ ⎠

⎝ ⎠

dan

(

)

6( ) 5 (2 2(1 ) )

5 (2 2(1 ) )

5

2 2

2(1 ) 2(1 )

2 2(1 )

p

f p

p

f p

p f

h h h

C b B b c E b g c gc

B c E g c gc

B c gc

E g E g

E g θ

θ

θ θ

θ

= + − − − +

+ − − − +

⎛ ⎛ − ⎞ ⎛ − ⎞ ⎞

= ⎜ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎟

⎝ ⎠ ⎝ ⎠

⎝ ⎠

⎛ ⎛ − ⎞ ⎞

= +

⎝ ⎠

⎝ ⎠

C5(F) mempunyai kemiringan positif sebesar 5Bcf −2(1−θ)cp dengan

(

)

5

5

( ) 5 (2 2(1 ) )

2 2

5 (2 2(1 ) )

2(1 ) 2(1 )

2

2(1 ) f p

h h f h p

f p

B c gc

C b B b c E b c

E g E g

B c E c

E g

θ

θ

θ θ

θ

= + − −

⎛ ⎛ − ⎞ ⎛ − ⎞ ⎞

= + − −

− −

⎝ ⎠ ⎝ ⎠

⎝ ⎠

⎛ ⎛ − ⎞ ⎞

= +

⎝ ⎠

⎝ ⎠

dan

(

)

5( ) 5 (2 2(1 ) )

5 (2 2(1 ) )

1 1

5 1

e e f e p

f p

f

C b B b c E b c

E E

B c E c

E

B c

θ θ

θ θ

θ

= + − −

⎛ ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎞

= + − −

− −

⎝ ⎠ ⎝ ⎠

⎝ ⎠

⎛ ⎞

=

⎝ ⎠

C3(F) mempunyai kemiringan positif sebesar 5Bcf dengan

3( ) 5

5 1

e e f

f

C b Bb c E

B c

θ =

⎛ ⎞

=

⎝ ⎠

Jika 5cf ≥2(1−θ)cp, maka C6(F) mempunyai kemiringan positif. Karena C b1( d)=C b6( d), 6( h) 5( h)

C b =C b dan C b5( )e =C b3( )e , maka C(F) minimum pada F=bd.

Jika 5cf <2(1−θ)cp, maka C6(F) mempunyai kemiringan positif. Karena C b1( d)=C b6( d), 6( h) 5( h)

C b =C b dan C b5( )e =C b3( )e , maka C(F) minimum pada F=bh.

Lampiran 10 Bukti pertaksamaan C1

( )

⎣ ⎦⎢ ⎥bd <C6

( )

⎡ ⎤⎢ ⎥bd pada Persamaan (3.2.18) ekuivalen dengan

(

bd⎣ ⎦⎢ ⎥bd

)

cp<⎡5cf −2(1−θ)cp/(3 2 )+ θ Jika C F1( )=B

(

5Fcf +(2E+5D−5Fg c) p+gcp

)

, dan

(

)

6( ) 5 f (2 2(1 ) ) p p


(3)

(

) (

)

(

) (

)

5 (2 5 5 ) 5 (2 2(1 ) )

5 (2 5 5 ) 5 (2 2(1 ) )

5 (5 5 ) 5 2(1 )

(5 5

d f d p p d f d p p

d f d p p d f d p p

d f d p d f d p

d

B b c E D b g c gc B b c E b g c gc

b c E D b g c gc b c E b g c gc

b c D b c b c b c

D b

θ θ θ

⇔ + + − − + < + − − − +

⇔ + + − − + < + − − − +

⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤

⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥

⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤

⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥

⇔ ⎢ ⎥⎣ ⎦ + − ⎢ ⎥⎣ ⎦ < ⎡ ⎤⎢ ⎥ − − ⎡ ⎤⎢ ⎥

⇔ −

(

)

) 2(1 ) 5 5

(5 5 ) 2(1 )(1 ) 5

(5 5 ) 2(1 ) 2(1 ) 5

p d p d f d f

d p d p f d d

d p p d p f

c b c b c b c

D b c b c c b b

D b c c b c c

θ θ

θ θ

+ − < −

⎢ ⎥ ⎡ ⎤ ⎡ ⎤ ⎢ ⎥

⎣ ⎦ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦

⇔ − ⎢ ⎥⎣ ⎦ + − +⎢ ⎥⎣ ⎦ < ⎡ ⎤ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎣ ⎦

⇔ − ⎢ ⎥⎣ ⎦ + − + − ⎢ ⎥⎣ ⎦ <

(5 5 ) 2(1 ) 5 2(1 )

5 (2(1 ) 5) 5 2(1 )

5 ( (3 2 )) 5 2(1 )

p

d p d p f

p d p f p

p d p f p

D b c b c c c

Dc b c c c

Dc b c c c

θ θ

θ θ

θ θ

⇔ − ⎢ ⎥⎣ ⎦ + − ⎢ ⎥⎣ ⎦ < − −

⇔ + − − ⎢ ⎥⎣ ⎦ < − −

⇔ + − + ⎢ ⎥⎣ ⎦ < − −

5 ( (3 2 )) 5 2(1 )

3 2 3 2

p d p f p

Dc θ b c c θ c

θ θ

+ − + ⎢ ⎥⎣ ⎦ − −

⇔ <

+ +

(

)

5 5 2(1 )

3 2 3 2

5 2(1 ) 3 2 5 2(1 )

. 3 2

p f p

d p

f p

d p d p

f p

d d p

Dc c c

b c

c c

b c b c

c c

b b c

θ

θ θ

θ θ

θ θ

− −

⇔ −⎢ ⎥⎣ ⎦ <

+ +

− −

⇔ −⎢ ⎥⎣ ⎦ <

+

− −

⇔ −⎢ ⎥⎣ ⎦ < +

Lampiran 11 Bukti pertaksamaan C6

( )

⎣ ⎦⎢ ⎥bh <C5

( )

⎡ ⎤⎢ ⎥bh pada Persamaan (3.2.19) ekuivalen dengan

(

bh⎣ ⎦⎢ ⎥bh

)

cp+

(

⎢ ⎥⎡ ⎤bhbh

)

cp<5cf/ 2(1−θ) Jika C F6( )=B

(

5Fcf +(2E−2(1−θ)Fg c) p+gcp

)

, dan

(

)

5( ) 5 f (2 2(1 ) ) p ,

C F =B Fc + E− −θ F c maka

( )

( )

(

)

(

)

6 h 5 h 5 / 2(1 )

C ⎢ ⎥⎣ ⎦b <C ⎢ ⎥⎡ ⎤bbh−⎢ ⎥⎣ ⎦bh cp+ ⎡ ⎤⎢ ⎥bhbh cp< cf −θ .

Bukti: C6

( )

⎢ ⎥⎣ ⎦bh <C5

( )

⎡ ⎤⎢ ⎥bh

(

5 (2 2(1 ) )

) (

5 (2 2(1 ) )

)

5 (2 2(1 ) ) 5 (2 2(1 ) )

h f h p p h f h p

h f h p p h f h p

B b c E b g c gc B b c E b c

b c E b g c gc b c E b c

θ θ

θ θ

⇔ ⎢ ⎥⎣ ⎦ + − − ⎣ ⎦⎢ ⎥− + < ⎡ ⎤⎢ ⎥ + − − ⎡ ⎤⎢ ⎥

⇔ ⎢ ⎥⎣ ⎦ + − − ⎣ ⎦⎢ ⎥− + < ⎡ ⎤⎢ ⎥ + − − ⎡ ⎤⎢ ⎥

(

)

(2 2(1 ) ) (2 2(1 ) ) 5 5

(2 2(1 ) ) (2(1 ) (2 )) 5

h p p h p h f h f

h p h p f h h

E b g c gc E b c b c b c

E g b c b E g c c b b

θ θ

θ θ

⇔ − − ⎢ ⎥⎣ ⎦− + − − − ⎢ ⎥⎡ ⎤ < ⎡ ⎤⎢ ⎥ − ⎢ ⎥⎣ ⎦ ⇔ − − − ⎢ ⎥⎣ ⎦ − − ⎡ ⎤⎢ ⎥− − < ⎡ ⎤ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎣ ⎦

(

)

(

)

(2 2(1 ) ) (2(1 ) (2 )) 5

5 / 2(1 ).

h p h p f

h h p h h p f

E g b c b E g c c

b b c b b c c

θ θ

θ

⇔ − − − ⎢ ⎥⎣ ⎦ − − ⎡ ⎤⎢ ⎥− − <


(4)

Lampiran 12 Fungsi C(F) pada Persamaan (3.2.20) minimum pada F=bd atau F=be Misalkan

4 7 3

( ) (5 +(2 5 - 5 ) ), ( )= (5 +(2 2(1 ) ) ) dan

( ) 5 ,

f p

f p

f

C F B Fc E D F c

C F B Fc E F c

C F BFc

θ

= +

− −

=

maka Persamaan (3.2.20) menjadi

4 7 3

( ), 0 ,

( ), ,

( )

( ), .

d

d e

e

C F F b

C F b F b

C F B

C F b F

≤ ≤ ⎧

< ≤

= ⎨

<

Untuk menentukan titik minimum fungsi C(F), terlebih dahulu akan ditentukan kemiringan C(F) pada setiap selang dan nilai C(F) pada setiap ujung selang.. Dengan cp<cf <cp, maka

C4(F) mempunyai kemiringan negatif sebesar 5 (B cfcp)dengan

4( ) (5 +(2 5 - 5 ) )

5 5

(5 +(2 5 - 5 ) )

3 2 3 2

5

(5 ( )+(2 5 ) )

3 2

d d f d p

f p

f p p

C b B b c E D b c

D D

B c E D c

D

B c c E D c

θ θ

θ

= +

⎛ ⎞ ⎛ ⎞

= +

+ +

⎝ ⎠ ⎝ ⎠

⎛ ⎞

= − +

+

⎝ ⎠

C7(F) mempunyai kemiringan positif atau negatif bergantung pada nilai 5cf −2(1−θ)cp.

7( )= (5 +(2 2(1 ) ) )

5 5

= (5 +(2 2(1 ) ) )

3 2 3 2

5 5

= (5 +(2 ( (3 2 ) 5) ) )

3 2 3 2

5

(5 ( )+(2 5 ) )

3 2

d d f d p

f p

f p

f p p

C b B b c E b c

D D

B c E c

D D

B c E c

D

B c c E D c

θ θ

θ θ

θ

θ θ

θ

− −

⎛ ⎞ ⎛ ⎞

+ ⎟ ⎜ +

⎝ ⎠ ⎝ ⎠

⎛ ⎞ − − + + ⎛ ⎞

+ ⎟ ⎜ +

⎝ ⎠ ⎝ ⎠

⎛ ⎞

= − +

+

⎝ ⎠

dan

7( )= (5 +(2 2(1 ) ) )

= (5 +(2 2(1 ) ) )

1 1

=5 1

e e f e p

f p

f

C b B b c E b c

E E

B c E c

E

B c

θ θ

θ θ

θ

− −

⎛ ⎞ ⎛ ⎞

⎟ ⎜

⎝ ⎠ ⎝ ⎠

⎛ ⎞

⎝ ⎠

C3(F) mempunyai kemiringan positif sebesar 5Bcf dengan

3( ) 5

5 1

e e f

f

C b Bb c E

B c

θ =

⎛ ⎞

=

⎝ ⎠

Jika 5cf ≥2(1−θ)cp, maka C7(F) mempunyai kemiringan positif. Karena C b4( d)=C b7( d), dan 7( )e 3( )e

C b =C b , maka C(F) minimum pada F=bd.


(5)

Lampiran 13 Bukti pertaksamaan C4

( )

⎣ ⎦⎢ ⎥be <C7

( )

⎡ ⎤⎢ ⎥be pada Persamaan (3.2.21) ekuivalen dengan

(5D−5⎢ ⎥ ⎡ ⎤⎣ ⎦ ⎢ ⎥bdbd )cp<5cf/ 2(1−θ)

Jika C4( )F =B Fc(5 f+(2E+5D- 5 )F cp) dan C7( )= (5F B Fcf+(2E−2(1−θ) )F cp) maka

( )

( )

4 e 7 e (5 5 ) 5 / 2(1 )

C ⎣ ⎦⎢ ⎥b <C ⎢ ⎥⎡ ⎤bD− ⎢ ⎥ ⎡ ⎤⎣ ⎦ ⎢ ⎥bdbd cp< cf −θ . Bukti : C4

( )

⎢ ⎥⎣ ⎦be <C7

( )

⎡ ⎤⎢ ⎥be

(

)

(5 +(2 5 - 5 ) ) (5 +(2 2(1 ) ) )

5 +(5 - 5 ) 5

(5 - 5 2(1 ) ) 5 5

(5 - 5 2(1 )(1 ) 5

(5

d f d p d f d p

d f d p d f

d d p d f d f

d d p f d d

B b c E D b c B b c E b c

b c D b c b c

D b b c b c b c

D b b c c b b

D

θ

θ θ

⇔ ⎢ ⎥⎣ ⎦ + ⎢ ⎥⎣ ⎦ < ⎡ ⎤⎢ ⎥ − − ⎡ ⎤⎢ ⎥

⇔ ⎢ ⎥⎣ ⎦ ⎢ ⎥⎣ ⎦ < ⎡ ⎤⎢ ⎥

⇔ ⎢ ⎥⎣ ⎦+ − ⎡ ⎤⎢ ⎥ < ⎡ ⎤⎢ ⎥ − ⎢ ⎥⎣ ⎦ ⇔ ⎢ ⎥⎣ ⎦+ − +⎢ ⎥⎣ ⎦ < ⎡ ⎤ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎣ ⎦− ⇔

(

)

- 5 2(1 ) ) 5 2(1 )

5 (5 2(1 )) 5 2(1 )

5 (3 2 ) 5 2(1 )

5 (3 2 ) 5 2(1 )

(3 2 ) (3 2 )

5 2(1 ) (3 2 ) 5

d d p f p

p d p f p

p d p f p

p d p f p

f p

d p d p

d d p

b b c c c

Dc b c c c

Dc b c c c

Dc b c c c

c c

b c b c c

b b c

θ θ

θ θ

θ θ

θ θ

θ θ

θ θ

+ − < − −

⎢ ⎥ ⎢ ⎥

⎣ ⎦ ⎣ ⎦

⇔ − − − ⎢ ⎥⎣ ⎦ < − −

⇔ − + ⎢ ⎥⎣ ⎦ < − −

− + ⎢ ⎥⎣ ⎦ − −

⇔ <

+ +

− −

⇔ −⎢ ⎥⎣ ⎦ < +

⇔ −⎢ ⎥⎣ ⎦ < 2(1 )

(3 2 )

f θ cp

θ

− −

+

Lampiran 14 Bukti pertaksamaan C7

( )

⎣ ⎦⎢ ⎥be <C3

( )

⎡ ⎤⎢ ⎥be pada Persamaan (3.2.22) ekuivalen dengan

5 / 2(1 )

e e f p

b −⎢ ⎥⎣ ⎦b < c −θ c

Jika C7( )= (5F B Fcf+(2E−2(1−θ) )F cp)dan C F3( )=5BFcf, maka

( )

( )

7 e 3 e 5 / 2(1 )

C ⎣ ⎦⎢ ⎥b <C ⎢ ⎥⎡ ⎤bbe⎣ ⎦⎢ ⎥be < cf −θ cp. Bukti : C7

( )

⎢ ⎥⎣ ⎦be <C3

( )

⎡ ⎤⎢ ⎥be

(

)

(5 +(2 2(1 ) ) ) 5

5 +(2 2(1 ) ) 5

(2 2(1 ) ) 5 5

(2 2(1 ) ) 5

(2 2(1 ) ) 5

2(1 ) 2(1 )

1

e f e p e f

e f e p e f

e p e f e f

e p f e e

e p f

B b c E b c B b c

b c E b c b c

E b c b c b c

E b c c b b

E b c c

E

θ θ θ

θ θ

θ θ

⇔ ⎢ ⎥⎣ ⎦ − − ⎢ ⎥⎣ ⎦ < ⎡ ⎤⎢ ⎥

⇔ ⎢ ⎥⎣ ⎦ − − ⎢ ⎥⎣ ⎦ < ⎡ ⎤⎢ ⎥ ⇔ − − ⎢ ⎥⎣ ⎦ < ⎡ ⎤⎢ ⎥ − ⎢ ⎥⎣ ⎦ ⇔ − − ⎢ ⎥⎣ ⎦ < ⎡ ⎤ ⎢ ⎥⎢ ⎥ ⎣ ⎦

− − ⎢ ⎥⎣ ⎦

⇔ <

− −

(

)

5 2(1 ) 5 2(1 ) 5 / 2(1 ) .

f

e p

f

e e p

e e f p

c b c

c

b b c

b b c c

θ θ

θ θ ⎛ ⎢ ⎥<

⎣ ⎦ ⎟

⎝ ⎠

⇔ −⎢ ⎥⎣ ⎦ < − ⇔ −⎢ ⎥⎣ ⎦< −


(6)

Lampiran 15 Workstretch yang dihasilkan dari algoritme pembangkit jadwal dan modifikasinya untuk Contoh 4

Banyaknya workstretch

1 hr 2 hr 3 hr 4 hr 5 hr 6 hr 7 hr 8 hr 9 hr 10hr a. Perusahaan dengan hari

awal usaha hari Senin - Algoritme

pembangkit jadwal 8 16 20 2 13 2 10 5 5 6

- Algoritme

pembangkit jadwal yang dimodifikasi

43 31 9 6 9 1 11 10 4 -

b.Perusahaan dengan hari awal usaha hari Minggu - Algoritme

pembangkit jadwal 19 19 27 15 3 11 7 4 1 -

- Algoritme

pembangkit jadwal yang dimodifikasi