Berdasarkan ketiga teori di atas, maka teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori kesantunan bahasa. Adapun alasan pemilihan teori tersebut karena
teori inilah yang sampai saat ini dijadikan tolak ukur untuk menilai kesantunan suatu bahasa. Teori kesantunan berbahasa merupakan sebagian kiat berbahasa
yang mendukung keberhasilan penyampaian pesan berkomunikasi yang juga berhubungan dengan kebudayaan masyarakat penuturnya terhadap citra diri
seseorang di tengah masyarakatnya.
2.2.4 Konteks Situasi
Konteks situasi atau peristiwa tutur merupakan interaksi linguistik dalam suatu ujaran atau lebih melibatkan dua pihak, yakni penutur dan lawan tutur
dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu Chaer dan Agustina, 1995: 47. Suatu konteks harus memenuhi delapan komponen yang
diakronimkan sebagai S-P-E-A-K-I-N-G oleh Hymes dalam Chaer dan Agustina, 1995: 48. Komponen tersebut adalah :
1. S setting dan scene, setting berkenaan dengan tempat dan waktu tuturan berlangsung, scene adalah situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis
pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di lapangan sepakbola pada
waktu pertandingan sepakbola dalam situasi ramai anda bisa berbicara keras- keras, berbeda dengan pembicaraan di ruangan perpustakaan pada waktu banyak
orang membaca, anda harus berbicara seperlahan mungkin.
Universitas Sumatera Utara
2. P participants, pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dengan penerima pesan. Dua
orang yang bercakap dapat berganti peran sebagai pendengar dan pembicara, tetapi dalam khotbah di mesjid, khotib sebagai pembicaradan jemaah sebagai
pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam
atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orangtuanya atau gurunya, bila dibandingkan berbicara terhadap teman-temannya.
3. E ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruangan pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus
perkara. Namun, para partisipan dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela membuktikan
bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.
4. A act sequences, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan
hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan.
5. K keys, mengacu pada nada, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, serius, singkat, sombong, mengejek, dan
bergurau. Hal ini juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.
Universitas Sumatera Utara
6. I instrumentalies, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Bentuk ini juga mengacu pada kode
ujaran yang digunakan, seperti bahasa, ragam dialek, atau register.
7. N norm of interaction an interpretation, mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi,
bertanya, dan mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.
8. G genres, mengacu pada jenis bentuk penyampaian seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.
2.3 Tinjauan Pustaka