2. Undang - Undang Nomor 37 tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4443;
3. Putusan Nomor : Putusan Nomor 158 KPdt.Sus-Pailit2014.
1.4.3.2 Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum sekunder adalah bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer yang diperoleh dari studi kepustakaan yang ada
hubungannya dengan kedudukan penjamin terhadap debitur dalam kepailitan. Bahan hukum sekunder diperoleh dari buku teks, jurnal - jurnal asing, pendapat
para sarjana, kasus - kasus hukum yang bertujuan untuk mempelajari isi dari pokok permasalahan yang dibahas.
14
1.4.3.3 Bahan Non Hukum
Bahan non hukum yaitu sumber hukum sebagai penunjang dari bahan hukum primer dan sekunder, bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yaitu bahan yang diambil dari internet, kamus, serta wawancara.
15
1.4.4 Analisis Bahan Hukum
Analisa bahan hukum ini digunakan untuk menemukan dan menentukan jawaban atas suatu permasalahan hukum yang diangkat dalam skripsi ini,
sehingga bisa didapatkan suatu tujuan yang diharapkan dalam penulisan skripsi itu. Berikut adalah langkah - langkah dalam penelitian hukum ini yang dapat
dilakukan, terdiri dari: a. mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal - hal yang
tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan;
b. Pengumpulan bahan - bahan hukum dan sekiranya dipandang mempunyai relevan juga bahan - bahan non hukum;
c. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan - bahan yang telah dikumpulkan;
14
Ibid, hlm. 392
15
Soerjono Soekanato, 2006, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat, Jakarta, PT. Grafinda Persada, hlm. 165.
d. Menarik kesimpulan dalam argumentasi yang menjawab isu hukum;
e. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan.
16
Berdasarkan analisa dari bahan - bahan hukum sesuai dengan tahapan - tahapan tersebut, sehingga mendapat hasil analisa yang memberikan pemahaman atas isu
hukum yang dibahas sebagai permasalahan dalam skripsi ini. Dari analisa tentang apa yang seharusnya diterapkan berkaitan dengan permasalahan ini.
16
Peter Mahmud Marzuki, Op Cit, hlm. 171.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perjanjian Kredit
2.1.1 Syarat Sahnya Perjanjian
Perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata tetapi termasuk perjanjian bernama di luar KUHPerdata. Dalam Pasal 1 angka 3
Rancangan Undang-Undang tentang Perkreditan Perbankan, telah ditentukan pengertian Perjanjian Kredit yaitu Persetujuan danatau kesepakatan yang dibuat
bersama antara kreditur dan debitur atas sejumlah kredit dengan kondisi yang telah diperjanjikan, hal mana pihak debitur wajib untuk mengembalikan kredit
yang telah diterima dalam jangka waktu tertentu disertai bunga dan biaya-biaya yang disepakati.
17
Membuat suatu perjanjian tentunya terdapat syarat-syarat agar perjanjian tersebut dapat mengikat dan berlaku pada semua pihak. Dalam perjanjian apapun
memiliki beberapa syarat sah yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu : 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2.
Cakap untuk membuat suatu Perjanjian; 3.
Mengenai hal atau obyek tertentu; 4.
Suatu sebab Causal yang halal. Syarat pertama dan kedua disebut syarat subyektif karena menyangkut
orang atau pihak yang membuat perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat Obyektif karena menyangkut Obyek yang diperjanjikan oleh pihak
yang membuat perjanjian.
18
2.1.2 Unsur- Unsur Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok tentunya memiliki Unsur –
Unsur didalamnya, unsur tersebut dapat dijabarkan dari pengertian perjanjian kredit sebelumnya yaitu :
1. Adanya persetujuan danatau kesepakatan;
2. Dibuat bersama antara kreditur dan debitur;
17
H.salim HS,2006, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUH Perdata,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm.78.
18
Sutarno,2009, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Bandung: Alfabeta, hlm 78.
10