Pra-Rancangan Pabrik Pembuatan Sorbitol dari Sirup Glukosa dengan Proses Hidrogenasi Katalitik direncanakan 50 ton/hari dengan 330 hari kerja/tahun

(1)

PRA RANCANGAN PABRIK

PEMBUATAN SORBITOL DARI SIRUP GLUKOSA DENGAN

PROSES HIDROGENASI KATALITIK DENGAN KAPASITAS

50 TON/HARI

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Teknik Kimia

Oleh :

060425001

SADAT GUMBARA LUBIS

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

PRAKATA


(2)

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul Pra-Rancangan Pabrik Pembuatan Sorbitol dari Sirup Glukosa dengan Proses Hidrogenasi Katalitik direncanakan 50 ton/hari dengan 330 hari kerja/tahun..Tugas Akhir ini dikerjakan sebagai syarat untuk kelulusan dalam sidang sarjana.

Selama mengerjakan Tugas akhir ini penulis begitu banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir.Renita Manurung, MT sebagai Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan arahan, masukan dan ide-ide selama menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Farida Hanum, ST, MT sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan selama menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Ibu Ir. Renita Manurung, MT sebagai Ketua Departemen Teknik Kimia FT USU.

4. Bapak Dr. Ir. Irvan, MSi sebagai Koordinator Tugas Akhir Departemen

Teknik Kimia FT USU.

5. Seluruh Dosen Pengajar Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menjalani studi.

6. Para pegawai administrasi Departemen Teknik Kimia yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama mengenyam pendidikan di Deparetemen Teknik Kimia.

7. Dan yang paling istimewa Orang tua penulis yang tidak pernah lupa

memberikan motivasi, semangat dan perhatian kepada penulis.

8. Teman seperjuangan Ihsan Rizki Munawir sebagai partner penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

9. Teman-teman stambuk 07, Arief, Hotma, Hertina, Sondang, Alamsyah dan Kadirun yang telah banyak memberikan Support.Yudha yang telah banyak


(3)

memberikan masukan dan bantuan dan membantu menghilangkan kejenuhan selama penyusunan TA ini, terima kasih atas diskusinya.

10.Teman-teman stambuk 08, Fandi, Hendra yang telah banyak memberikan

semangat, Idris yang telah banyak memberikan bantuan selama penulisan TA ini. Penulis banyak mengucapkan terima kasih.

11.Seluruh Pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya yang juga turut memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan pada penulisan berikutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2010 Penulis,

Sadat Gumbara Lubis 060425001


(4)

INTISARI

Sorbitol diperoleh melalui reaksi fasa gas antara Sirup Glukosa dan Hidrogen dengan bantuan suatu katalis Nickel di dalam reaktor Fixed bed pada temperatur dan tekanan tinggi.

1. Pabrik pembuatan Sorbitol ini direncanakan berproduksi dengan 50 ton/hari dengan 330 hari kerja/tahun dalam satu tahun. Lokasi pabrik direncanakan di daerah labuhan, provinsi Sumatera Utara dengan luas areal 8990 m2

Hasil analisa ekonomi pabrik pembuatan Sorbitol ini adalah sebagai berikut:

. Tenaga kerja yang dibutuhkan 114 orang dengan bentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT) yang dipimpin oleh seorang Direktur dengan struktur organisasi sistem garis dan staf.

 Modal Investasi : Rp 273.258.868.036,-

 Biaya Produksi : Rp 146.133.724.022,-

 Hasil Penjualan : Rp 229.091.358.038,-

 Laba Bersih : Rp 57.797.429.092,-

Profit Margin : 36,030 %

Break Event Point : 49,96 %  Return of Investment : 21,15 %  Return on Network : 35,25198 %

Pay Out Time : 4,72787 tahun

 Internal Rate of Return : 35,54725 %

Dari hasil analisa aspek ekonomi dapat disimpulkan bahwa Pembuatan Pabrik Sorbitol dari Sirup Glukosa dengan Proses Hidrogenasi Katalitik ini layak untuk didirikan.


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

INTISARI ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... v BAB I PENDAHULUAN ... I-1

1.1 Latar Belakang ... I-1 1.2 Rumusan Permasalahan ... I-3 1.3 Tujuan Pra Rancangan Pabrik ... I-3 1.4 Manfaat Pra Rancangan Pabrik ... I-3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... II-1

2.1 Sorbitol ... II-1 2.2 Sirup Glukosa ... II-3 2.3 Sifat-sifat Bahan Baku dan Produk ... II-3 2.3.1 Sorbitol ... II-3 2.3.2 Maltosa ... II-4 2.3.3 Dextrin ... II-4 2.3.4 Glukosa ... II-5 2.3.5 Katalis Raney Nickel ... II-5 2.3.6 Hidrogen ... II-6 2.4 Pemilihan Proses ... II-6 2.4.1 Proses Reduksi Katalitik ... II-7 2.4.2 Proses Hidrogenasi Katalitik ... II-7 2.5 Deskripsi Proses ... II-8 BAB III NERACA MASSA... III-1

3.1 Evaporator (V-501) ... III-1 3.2 Separator (D-302) ... III-2 3.3 Adsorber (D-401) ... III-2 BAB IV NERACA PANAS ... IV1


(6)

4.2 Heater 2 (E-102) ... IV-2 4.3 Reaktor (R-201) ... IV-2 4.4 Cooler (E-301) ... IV-2 4.5 Evaporator (V-501) ... IV-3 BAB V SPESIFIKASI PERALATAN ... V-1 5.1 Tangki Penampung Sirup Glukosa (F-104) ... V-1 5.2 Tangki Penampung Gas Hidrogen (F-101) ... V-1 5.3 Heater 1 (E-102) ... V-2 5.4 Kompressor (C-103) ... V-2 5.5 Heater 2 (E-106) ... V-3 5.6 Reaktor (R-201) ... V-3 5.7 Reducer (X-202) ... V-4 5.8 Cooler (E-301) ... V-4 5.9 Separator (D-302) ... V-4 5.10 Reducer (X-303) ... V-5 5.11 Adsorber (D-402) ... V-5 5.12 Blower (G-403) ... V-6 5.13 Evaporator (V-501) ... V-6 5.14 Tangki Penampung Sorbitol (F-503) ... V-6 5.15 Pompa Sirup Glukosa 1 (L-105) ... V-7 5.16 Pompa Sirup Glukosa 2 (L-107) ... V-7 5.17 Pompa Sorbitol 1 (L-304) ... V-8 5.18 Pompa Sorbitol 2 (L-102) ... V10 5.36 Pompa Recycle ... V16 BAB VI INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA ... VI1

6.1 Instrumentasi ... VI-1 6.2 Keselamatan Kerja ... VI-8 BAB VII UTILITAS ... VII-1

7.1 Kebutuhan Uap (Steam) ... VII-1 7.2 Kebutuhan Air ... VII-2 7.2.1 Screening ... VII-5 7.2.2 Sedimentasi ... VII-5


(7)

7.2.3 Koagulasi Flokulasi ... VII-6 7.2.4 Demineralisasi ... VII-8 7.2.5 Deaerator ... VII-11 7.3 Kebutuhan Listrik ... VII-12 7.4 Kebutuhan Bahan Bakar ... VII-12 7.5 Unit Pengolahan Limbah ... VII-14 7.5.1 Bak Penampungan (BP) ... VII-16 7.5.2 Bak Ekualisasi (BE) ... VII-16 7.5.3 Bak Pengendapan ... VII-17 7.5.4 Bak Netralisasi ... VII-17 7.5.5 Pengolahan limbah dengan sistem Activated Sludge .... VII-18 7.5.6 Tangki Sedimentasi ... VII-21 7.6 Spesifikasi Peralatan Utilitas ... VII-22 BAB VIII LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK... VIII-1 8.1 Lokasi Pabrik ...VIII-1 8.2 Tata Letak Pabrik ...VIII-3 8.3 Perincian Luas Tanah ...VIII-5 BAB IX ORGANISASI DAN MANAJEMEN PERUSAHAAN ... IX-1 9.1 Organisasi Perusahaan ... IX-1 9.2 Manajemen Perusahaan ... IX-3 9.3 Bentuk Hukum dan Badan Usaha ... IX-4 9.4 Uraian Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab ... IX-6 9.5 Sistem Kerja ... IX-8 9.6 Jumlah Karyawan dan tingkat Pendidikan ... IX-9 9.7 Sistem Penggajian ... IX-11 9.8 Fasilitas Tenaga Kerja ... IX-12 BAB X ANALISA EKONOMI ... X-1 10.1 Modal Investasi ... X-1 10.2 Biaya Produksi Total (BPT)/ Total Cost (TC) ... X-4 10.3 Total Penjualan (Total Sales) ... X-5 10.4 Bonus Perusahaan ... X-5 10.5 Perkiraan Rugi/Laba Usaha ... X-5


(8)

10.6 Analisa Aspek Ekonomi ... X-5 BAB XI KESIMPULAN ... XI-1 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN A ... LA-1 LAMPIRAN B ... LB-1 LAMPIRAN C ... LC-1 LAMPIRAN D ... LD-1 LAMPIRAN E ... LE-1


(9)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1.1 Perkembangan Import Sorbitol Indonesi Tahun 2006-2009 ... I-2 Tabel 1.2 Perkembangan Eksport Sorbitol Indonesia Tahun 2006-2009 ... I-2 Tabel 2.1 Komposisi Sirup Glukosa ... II-3 Tabel 2.2 Perbandingan Antara Reduksi Katalitik dan Hidrogenasi ... II-8 Tabel 3.1 Neraca Massa pada Evaporator (V-501) ...III-1 Tabel 3.2 Neraca Massa pada Separator (D-302) ...III-2 Tabel 3.3 Neraca Massa pada Adsorber (D-402) ...III-2 Tabel 4.1 Neraca Panas pada Heater 1 (E-106) ... IV-1 Tabel 4.2 Neraca Panas pada Heater 2 (E-102) ... IV-2 Tabel 4.3 Neraca Panas pada Reaktor (R-201) ... IV-2 Tabel 4.4 Neraca Panas pada Cooler (E-301) ... IV-2 Tabel 4.5 Neraca Panas pada Evaporator (V-501) ... IV-3 Tabel 6.1 Daftar Instrumentasi pada Pra Rancangan Pabrik Sorbitol dari

Sirup Glukosa Dengan Proses Hidrogenasi Katalitik ... VI-5 Tabel 7.1 Kebutuhan Uap pada 162 o

Tabel 7.2 Kebutuhan Air Pendingin pada Alat ... VII-2 C, 6,5 bar ... VII-1

Tabel 7.3 Pemakaian Air Untuk Berbagai Kebutuhan ... VII-4 Tabel 7.4 Kualitas Air Sungai Deli ... VII-4 Tabel 7.5 Perincian Kebutuhan Listrik ... VII-12 Tabel 8.1 Perincian Luas Tanah ... VIII-8 Tabel 9.1 Jadwal Kerja Karyawan Shift ... IX-9 Tabel 9.2 Jumlah Karyawan dan Kualifikasinya... IX-9 Tabel 9.3 Perincian Gaji Karyawan ... IX-11 Tabel LA.1 Neraca Massa Evaporator (V-501) ... LA-2 Tabel LA.2 Neraca Massa Separator (D-302) ... LA-3 Tabel LA.3 Neraca Massa Adsorber (D-401) ... LA-4 Tabel LB.1 Perhitungan Panas Masuk Pada Heater 1 (E-106) ... LB-3 Tabel LB.2 Perhitungan Panas Keluar Pada Heater 1 (E-106) ... LB-4


(10)

Tabel LB.3 Neraca Panas Pada Heater 1 (E-106) ... LB-4 Tabel LB.4 Perhitungan Panas Masuk Pada Heater 2 (E-102) ... LB-5 Tabel LB.5 Perhitungan Panas Keluar Pada Heater 2 (E-102) ... LB-6 Tabel LB.6 Neraca Panas Heater 2 (E-102) ... LB-7 Tabel LB.7 Perhitungan Panas Masuk Pada Reaktor (R-201) ... LB-8 Tabel LB.8 Perhitungan Panas Keluar Reaktor (R-201) ...LB-10 Tabel LB.9 Neraca Panas padan Reaktor (R-201) ...LB-10 Tabel LB.10 Perhitungan Panas Masuk Cooler (E-301) ...LB-12 Tabel LB.11 Perhitungan Panas Keluar Cooler (E-301) ...LB-13 Tabel LB.12 Neraca Panas Pada Cooler (E-301) ...LB-13 Tabel LB.13 Perhitungan Panas Masuk Evaporator (V-501) ...LB-15 Tabel LB.14 Perhitungan Panas Keluar Evaporator (V-501) ...LB-16 Tabel LB.15 Neraca Panas pada Evaporator (V-501) ...LB-16 Tabel LC.1 Komposisi (F-101) ... LC-1 Tabel LC.2 Komposisi (R-201) ...LC-18 Tabel LC.3 Komposisi (F-503) ...LC-41 Tabel LD.1 Perhitungan Entalpi dalam Penentuan Tinggi Menara Pendingin LD-48 Tabel LE.1 Perincian Harga Bangunan, dan Sarana Lainnya ... LE-1 Tabel LE.2 Harga Indeks Marshall dan Swift ... LE-3 Tabel LE.3 Estimasi Harga Peralatan Proses ... LE-7 Tabel LE.4 Estimasi Harga Peralatan Utilitas dan Pengolahan Limbah ... LE-8 Tabel LE.5 Biaya Sarana Transportasi ... LE-10 Tabel LE.6 Perincian Gaji Pegawai ... LE-14 Tabel LE.7 Perincian Biaya Kas ... LE-16 Tabel LE.8 Perincian Modal Kerja... LE-17 Tabel LE.9 Aturan Depresiasi Sesuai UU Republik Indonesia

No.17 Tahun 2000 ... LE-18 Tabel LE.10 Perhitungan Biaya Depresiasi Sesuai UU RI

No. 17 Tahun 2000 ... LE-19 Tabel LE.11 Data Perhitungan BEP ... LE-26 Tabel LE.12 Data Perhitungan Internal Rate of Return (IRR) ... LE-28


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Rumus Struktur Sorbitol ... I-1 Gambar 6.1 Instrumentasi pada Pompa ... VI-6 Gambar 6.2 Instrumentasi Pada Tangki Cairan ... VI-6 Gambar 6.3 Instrumentasi Pada Tangki Gas Hidrogen ... VI-7 Gambar 6.4 Instrumentasi pada Separator ... VI-7 Gambar 6.5 Instrumentasi Pada Heat Exchanger ... VI-8 Gambar 6.7 Instrumentasi Pada Reaktor ... VI-8 Gambar 6.8 Instrumentasi Pada Blower ... VI-8 Gambar 6.9 Instrumentasi Pada Kompressor ... VI-10 Gambar 6.10 Instrumentasi Pada Adsorber... VI-10 Gambar 8.1 Tata letak Pra-rancangan Pabrik Sorbitol...VIII-6 Gambar LD.1 Sketsa sebagian bar screen ... LD-1 Gambar LD.2 Grafik Entalpi dan temperatur cairan dalam Cooling Tower . LD-29 Gambar LD.3 Kurva Hy terhadap 1/(Hy*-Hy) ... LD-30


(12)

INTISARI

Sorbitol diperoleh melalui reaksi fasa gas antara Sirup Glukosa dan Hidrogen dengan bantuan suatu katalis Nickel di dalam reaktor Fixed bed pada temperatur dan tekanan tinggi.

1. Pabrik pembuatan Sorbitol ini direncanakan berproduksi dengan 50 ton/hari dengan 330 hari kerja/tahun dalam satu tahun. Lokasi pabrik direncanakan di daerah labuhan, provinsi Sumatera Utara dengan luas areal 8990 m2

Hasil analisa ekonomi pabrik pembuatan Sorbitol ini adalah sebagai berikut:

. Tenaga kerja yang dibutuhkan 114 orang dengan bentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT) yang dipimpin oleh seorang Direktur dengan struktur organisasi sistem garis dan staf.

 Modal Investasi : Rp 273.258.868.036,-

 Biaya Produksi : Rp 146.133.724.022,-

 Hasil Penjualan : Rp 229.091.358.038,-

 Laba Bersih : Rp 57.797.429.092,-

Profit Margin : 36,030 %

Break Event Point : 49,96 %  Return of Investment : 21,15 %  Return on Network : 35,25198 %

Pay Out Time : 4,72787 tahun

 Internal Rate of Return : 35,54725 %

Dari hasil analisa aspek ekonomi dapat disimpulkan bahwa Pembuatan Pabrik Sorbitol dari Sirup Glukosa dengan Proses Hidrogenasi Katalitik ini layak untuk didirikan.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara berkembang, Indonesia melaksanakan pembangunan dan pengembangan diberbagai sektor, salah satunya adalah sektor industri. Dengan kemajuan dalam sektor industri diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam pembangunannya, sektor industri ini dikembangkan dalam beberapa tahap dan secara terpadu melalui peningkatan hubungan antara sektor industri dengan sektor lainnya.

Industri Kimia salah satu contoh sektor industri yang sedang dikembangkan di Indonesia, dan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan negara. Dalam mengembangkan dan meningkatkan industri ini diperlukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu Indonesia harus mampu memanfaatkan potensi yang ada, karena industri kimia membutuhkan sumber daya alam seefisien mungkin. Disamping itu perlu juga penguasaan teknologi, baik yang sederhana maupun yang canggih, sehingga bangsa Indonesia dapat meningkatkan eksistensinya dan kredibilitasnya sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju.

Dengan kebutuhan industri-industri kimia saat ini, maka kebutuhan akan bahan baku kimia industri tersebut semakin meningkat. Bahan baku industri ada yang berasal dari dalam negeri dan juga ada yang masih import. Salah satu bahan kimia yang masih diimport adalah sorbitol.

Sorbitol atau dikenal juga hexitol dengan rumus kimia C6H14O6.


(14)

Sorbitol umumnya dibuat dari glukosa dengan proses hidrogenasi katalitik bertekanan tinggi. Sorbitol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri barang konsumsi dan makanan seperti pasta gigi, permen, kosmetik farmasi, vitamin C, dan termasuk industri textil dan kulit.

Berdasarkan data impor statistik di Indonesia 2000-2004, kebutuhan sorbitol di Indonesia adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1 Perkembangan Impor Sorbitol Indonesia tahun 2006-2009

Tahun Ton

2006 3858,38

2007 5472,13

2008 9938,44

2009 17.661,288

(sumber : Biro Pusat Statistik)

Pasar ekspor sebenarnya akan menjadi prioritas utama bagi produsen sorbitol di Indonesia, karena selain importer luar negeri selalu membayar tunai, mereka juga cenderung melakukan kontrak penjualan jangka panjang. Oleh sebab itu, kompetisi di pasar internasional dapat mendorong produsen sorbitol Indonesia selalu mengikuti perkembangan produk dan teknologi di luar negeri. Walaupun ekspor terus ditingkatkan, namun hingga sekarang Indonesia masih terus melakukan impor. Impor sorbitol itu masih terus berjalan dikarenakan beberapa hal, yaitu terjadinya peningkatan konsumsi dalam negeri akibat perkembangan industri pemakai dan masih dibutuhkannya sorbitol dengan spesifikasi tertentu yang belum diprodukasi di Indonesia(CIC-Indochemical Edisi 288).

Tabel 1.2 Perkembangan Ekspor Sorbitol Indonesia tahun 2006-2009

Tahun Ton

2006 77466,41

2007 99449,982

2008 101.639,092

2009 118.078,677


(15)

1.2 Rumusan Masalah

Kebutuhan Sorbitol di Indonesia sangatlah besar dan pemenuhan terhadap kebutuhannya tersebut dilakukan dengan cara mengimpor. Untuk memenuhi kebutuhan Sorbitol dalam negeri dilakukan para rancangan pabrik kimia Sorbitol dengan menggunakan proses hidrogenasi katalitik.

1.3. Tujuan Pra Rancangan Pabrik

Pra rancangan pabrik pembuatan Sorbitol ini bertujuan untuk menerapkan disiplin ilmu Teknik Kimia, khususnya pada mata kuliah Perancangan Pabrik Kimia,Neraca massa, Neraca Energi, Operasi Teknik Kimia dan disiplin ilmu lainnya sehingga akan memberikan gambaran kelayakan pra rancangan pabrik pembuatan Sorbitol.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sorbitol

Sorbitol pertama kali ditemukan oleh ahli kimia dari Perancis yaitu Joseph

Boosingault pada tahun 1872 dari biji tanaman bunga ros. Proses hidrogenasi gula menjadi sorbitol mulai berkembang pada tahun 1930. Pada tahun 1975 produsen utama sorbitol adalah Roguette Freres dari Perancis. Secara alami sorbitol juga dapat dihasilkan dari berbagai jenis buah. Di Indonesia, pertama kali sorbitol didirikan pada tahun 1983 yaitu PT. Sorini yang berlokasi di desa Ngerong, Gempol Pandaan (Pasundan) Jawa Timur. Sekarang ini sorbitol secara komersial diproduksi dari hidrogenasi glukosa dan tersedia dalam bentuk kristal maupun cairan.

Sorbitol dinyatakan GRAS (Generally Recognized As Safe) atau secara

umum dikenal sebagai produk yang aman oleh U.S. Food and Drug Administration dan disetujui penggunaannya oleh Uni Eropa serta banyak negara di seluruh dunia. Mencakup Australia, Austria, Kanada dan Jepang (Suara

merdeka, 2008).

Produksi sorbitol lokal selain untuk pemasaran dalam negeri juga sebagian besar untuk diekspor. Ekspor sorbitol sejak tahun 1989 hingga tahun 1992 cenderung mengalami penurunan, hal ini diakibatkan semakin meningkatnya permintaan dalam negeri. Namun secara perlahan ekspor sorbitol mengalami kenaikan tiap tahun.

Pasar ekspor sebenarnya menjadi prioritas utama bagi produsen sorbitol Indonesia, karena selain importer luar negeri selalu membayar tunai, mereka juga cenderung melakukan kontrak penjualan jangka panjang. Oleh sebab itu kompetisi di pasar Internasional dapat mendorong produsen sorbitol Indonesia dan selalu megikuti perkembangan produk dan teknologi di luar negeri. Walaupun ekspor terus ditingkatkan namun hingga saat ini Indonesia masih terus melakukan impor.

Sorbitol adalah senyawa monosakarida polyhidric alkohol. Nama kimia

lain dari sorbitol adalah hexitol atau glusitol dengan rumus kimia C6H14O6. Struktur molekulnya mirip dengan struktur molekul glukosa hanya yang berbeda


(17)

gugus aldehid pada glukosa diganti menjadi gugus alkohol. Sorbitol pertama kali ditemukan dari juice Ash berry

(Sorbus auncuparia L) di tahun 1872. Setelah itu, sorbitol banyak ditemukan pada buah-buahan seperti apel, plums, pears, cherris, kurma, peaches, dan apricots.

Zat ini berupa bubuk kristal berwarna putih yang higroskopis, tidak berbau dan berasa manis, sorbitol larut dalam air, gliserol, propylene glycol, serta sedikit larut dalam metanol, etanol, asam asetat, phenol dan acetamida. Namun tidak larut hampir dalam semua pelarut organik.

Sorbitol dapat dibuat dari glukosa dengan proses hidrogenasi katalitik

bertekanan tinggi. Sorbitol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri barang konsumsi dan makanan seperti pasta gigi, permen, kosmetik, farmasi, vitamin C, dan termasuk industri textil dan kulit (Othmer vol 1, 1960).

Berikut ini beberapa kegunaan Sorbitol untuk industri : - Bidang makanan

Ditambahkan pada makanan sebagai pemanis dan untuk memberikan ketahanan mutu dasar yang dimiliki makanan tersebut selama dalam proses penyimpanan. Bagi penderita diabetes, sorbitol dapat dipakai sebagai bahan pemanis pengganti glukosa, fruktosa, maltosa, dan sucrosa. Untuk produk makanan dan minuman diet, sorbitol memberikan rasa manis yang sejuk di mulut. - Bidang Farmasi

Sorbitol merupakan bahan baku vitamin C dimana dibuat dengan proses

fermentasi dengan bakteri Bacillus suboxidant. Dalam hal lain, sorbitol dapat digunakan sebagai pengabsorpsi beberapa mineral seperti Cs, Sr, F dan vitamin B12. Pada konsentrasi tinggi sorbitol dapat sebagai stabilisator dari vitamin dan antibiotik.

- Bidang Kosmetik dan pasta gigi

Penggunaan sorbitol sangat luas di bidang kosmetik, diantaranya digunakan sebagai pelembab berbentuk cream untuk mencegah penguapan air dan dapat memperlicin kulit. Untuk pasta gigi, sorbitol dapat dipergunakan sebagai penyegar atau obat pencuci mulut yang dapat mencegah kerusakan gigi dan memperlambat terbentuknya karies gigi.


(18)

- Industri Kimia

Sorbitol banyak dibutuhkan sebagai bahan baku surfaktan seperti polyoxyethylene

Sorbitan fatty acid Esters dan Sorbitan fatty Acid Esters. Pada industri Polyurethane, sorbitol bersama dengan senyawa polyhidric alcohol lain seperti glycerol merupakan salah satu komposisi utama alkyl resin dan rigid polyurethane foams. Pada industri textil, kulit, semir sepatu dan kertas, sorbitol digunakan sebagai softener dan stabilisator warna. Sedangkan pada industri rokok sorbitol digunakan sebagai stabilisator kelembaban, penambah aroma dan menambah rasa sejuk.

Aplikasi lain, sorbitol digunakan sebagai bahan baku pembuatan vitamin C. Negara-negara barat mengaplikasikan sorbitol sebagai bahan baku pembuatan vitamin C.

2.2 Sirup Glukosa

Sirup glukosa adalah produk yang dibuat dengan cara hidrolisis parsial dari pati. Sirup glukosa yang mempunyai rasa manis dan tidak berwarna ini terdiri dari glukosa, dextrins, maltosa dan air. Rumus kimia dari glucosa C6H12O6

Tabel 2.1 Komposisi sirup glukosa adalah sebagai berikut:

. Bahan baku sirup glukosa sendiri diperoleh dari PT. Sorini Corporation.

Komponen Spesifikasi

Glukosa 50%

Maltosa 2%

Air 47,9%

Dextrin 0,03%

Sumber: SII 0418-81


(19)

2.3.1 Sorbitol Sifat Fisik :

- Specific gravity : 1.472 (-5o

- Rumus molekul : C

C) 6H14O

- Meelting Point : 93

6 o 97,5

C (Metasable form) o

- Titik didih : 296

C (Stable form) o

- Kelarutan dalam air : 235 gr/100 gr H

C

2

- Panas Pelarutan dalam air : 20.2 KJ/mol

O

- Panas pembakaran : -3025.5 KJ/mol

Sifat Kimia :

- Berbentuk kristal pada suhu kamar

- Berwarna putih tidak berbau dan berasa manis - Larut dalam air,glycerol dan propylene glycol

- Sedikit larut dalam metanol, etanol, asam asetat dan phenol - Tidak larut dalam sebagian besar pelarut organik

(Perry, 1950)

2.3.2 Maltosa Sifat fisik:

- Rumus molekul : C12H22O

- Densitas : 1,54 g/cm

11

- Meelting Point : 102-103

3 o

- Ttitik didih : 2173

C o

K = 899,85 o Sifat Kimia:

C

- Larut dalam air

- Tidak larut dalam eter dan alkohol

2.3.3 Dextrin Sifat fisik:


(20)

- Berat molekul : Berubah-ubah

- ph : 5-7

- Titik Cair : 178 o

Sifat Kimia

C

- Larut dalam air pada suhu 212 oC

(http://en.www.wikipedia.org/wiki/sorbitol)

2.3.4 Glukosa Sifat fisik:

- Rumus molekul : C6H12O

- Berat molekul : 180 gr/mol

6

- Densitas : 1,54 gr/cm

- Meelting point : 140-150

3 o

- Titik didih : 146

C o Sifat Kimia:

C

- Larut dalam air

- Larut dalam etanol dan metanol - Berasa manis

- Berfungsi sebagai sumber energi.

(Perry, 1997)

2.3.5 Katalis Raney Nickel Sifat Fisik :

Komposisi Kimia

Ni,wt% : 50%

Al, wt% : 50%

- Densitas pada fase solid, g cm-3

- Densitas Partikel : 3,32

: 8,1

- Porosity : 0,59

- Purc Vol,cm3g-1

- Berbentuk bubuk halus berwarna kelabu.

: 0,178

- Suhu yang umum digunakan pada 70-100o Sifat Kimia :


(21)

- Cukup resistensi terhadap dekomposisi, dapat disimpan dan digunakan kembali

dalam beberapa waktu

- Stabilitas termal (tidak terurai pada temperatur yang tinggi)

(http: //id.wikipedia.org/wiki/Nikel.Raney).

2.3.6 Hidrogen Sifat Fisika :

- Berat molekul : 2,016 gr/mol

- Densitas : 0,08987 gr/lt

- Specific gravity : 0,0695

- Titik didih (1 atm) : -252,8 o

- Titik lebur : -259,2

C o - Konduktivitas termal (25

C o

C) : 0,000444 kal/cm.det. o

- Potensial ionisasi : 13,54 volt

C

- Panas Penguapan ( -252,8 oC) : 107 kal/gr.o - Kapasitas Panas (25

C o

C) : 3,42 kal/gr.o

- Temperatur kritis : -240

C o

- Tekanan Kritis : 13 atm

C

- Densitas kritis : 0,0301 gr/cm3

Sifat Kimia

- Reaksi dengan oksigen akan menghasilkan air

- Hidrogen sangat reaktif terhadap senyawa halogen, reaksi dengan flourin membentuk senyawa HF

- Dengan nitrogen, hidrogen bereaksi mementuk amoniak

- Hidrogen bereaksi pada temperatur tertentu dengan sejumlah logam, seperti dengan lithium mementuk senyawa LiH

- Hdrogenasi asetldehid menghasilkan etil alkohol

(perry,1950)


(22)

Proses pembuatan sorbitol bisa dilakukan dengan berbagai cara dan bahan baku yang digunakan juga bermacam-macam, dengan kondisi operasi dan konversi yang berbeda. Macam-macam proses pembuatan sorbitol dari sirup glukosa:

1. Proses reduksi elektrolitik. 2. Proses hidrogenasi katalitik.

2.4.1 Proses reduksi elektrolitik

Bagian utama dari proses ini adalah ”elektrolitik cell” yang merupakan tempat terjadinya reduksi D-glukosa menjadi sorbitol. Biasanya pada bagian ini dilengkapi dengan sumber arus yang tidak berfluktuasi. Elektroda yang dipakai adalah amalgam sebagai katoda dan timbal sebagai anoda, sedangkan larutan yang dipakai NaOH dan Na2SO4. Pada prinsipnya glukosa akan direduksi dengan H2 sebagai hasil proses elektrolisis diatas. Dari proses diatas akan dihasilkan

sorbitol.(Faith,sfour edition, 1975)

2.4.2. Proses Hidrogenasi katalitik

Proses pembuatan sorbitol dengan hidrogenasi katalitik dilakukan dengan cara mereaksikan dextrosa dan gas hirogen bertekanan tinggi dengan menggunakan katalis Raney nickel dalam reaktor, sehingga kontak yang terjadi semakin baik.


(23)

Dari proses yang telah disebutkan diatas, maka dipilih proses hidrogenasi katalitik untuk pembuatan sorbitol dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: Tabel 2.2 Perandingan antara Reduksi elektronik dan Hidrogenasi Katalitik.

Parameter Proses

Reduksi Elektrolitik Hidrogenasi Katalitik 1. Segi proses

• Bahan baku

• Konversi reaksi

• Kualitas produk

2. Segi ekonomi

Glukosa Rendah Dalam proses reduksi dibutuhkan waktu yang lama untuk mencapai produk yang diinginkan.

Rendah Untuk bahan baku dari sirupglukosa produk

sorbitol yang dihasilkan

kurang begitu bagus. Harga dari electrode sangat mahal.

Glukosa Tinggi

Dalam proses hidrogenasi waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai proses yang diinginkan lebih cepat.

Tinggi

Bila dibandingkan dengan proses reduksi, produk sorbitol yang dihasilkan lebih bagus. Bahan tambahan seperti gas hydrogen dan katalis nikel mudah dijangkau dan murah serta efektif.


(24)

2.5 Deskripsi proses

Proses hidrogenasi katalitik terdiri dari beberapa tahap : 1. Tahap Pencampuran Bahan Baku

2. Tahap Hidrogenasi 3. Tahap Pemurnian

Proses reaksi dilakukan secara continiu, dengan menggunakan reaktor fixed bed dimana kondisi operasi pada reaktor adalah temperatur 145 oC dan tekanan 68 atm.

1. Tahap Pencampuran Bahan Baku

Pada tahap ini, bahan baku berupa sirup gukosa disimpan di dalam tangki penyimpanan (tangki bahan baku F-101). Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan sorbitol melalui proses hidrogenasi ini adalah sirup glukosa yang telah memenuhi standart (syarat) yaitu konsentrasi 50% dan pH 7. sirup glukosa dengan menggunakan pompa di alirkan menuju Heater (E-106) untuk dipanaskan terlebih dahulu sampai suhu 100 oC, kemudian di alirkan kembali dengan menggunakan pompa (L-107) menuju ke Reaktor (R-201. Pada saat yang sama H2 yang disimpan pada tangki penyimpanan (F-101) juga dialirkan dengan menggunakan kompressor (C-103) menuju Heater untuk dipanaskan hinga suhu 100 C, sehingga kedua reaktan tersebut bertemu pada titik pencampur pada kondisi 68 atm. Kemudian kedua reaktan tersebut mengalir secara bersamaan, menuju masuk ke dalam Reaktor.

2. Tahap Hidrogenasi

Tahap ini terjadi di dalam reaktor. Reaktor yang digunakan adalah reaktor

fixed bed (R-201) dimana kedua reaktan tersebut akan melewati partikel-partikel

katalis yang ada di dalam reaktor. Kondisi operasi yang terjadi di dalam reaktor adalah 145oC dan tekanan 68 atm untuk menghasilkan sorbitol. Reaksi ini berlangsung dengan bantuan katalis Nickel. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut :


(25)

Hasil yang diperoleh terdiri dari sorbitol, air, maltosa, dextrin dan hidrogen. Setelah reksi terjadi pendinginanpun dilakukan dengan menggunakan Cooler (E-301). Sebelum larutan campuran sorbitol didinginkan terlebih dahulu diturunkan tekanannya dengan menggunakan reducer sampai mencapai kondisi 10 atm, dimana larutan campuran sorbitol akan melewati reducer dan kemudian akan mengalir menuju cooler untuk didinginkan terlebuh dahulu sampai suhu 90 oC sebelum masuk ke Flash drump.

3. Tahap Pemurnian

Pada tahap ini akan dilakukan pemurnian H2 dan larutan campuran sorbitol. Setelah melalui cooler larutan campuran sorbitol akan menuju ke Flash drump (D-302) untuk memisahkan gas hidrogen dari campuran sorbitol. Dimana hidrogen akan menuju unit pemurnian hidrogen (Unit Pressure Swing Adsorbtion) untuk dimurnikan kembali. Setelah pemurnian dilakukan gas H2 akan melewati Blower (G-403) agarelanjutnya gas H2 tersebut akan mengalir menuju Heater dan digunakan kembali di reaktor. Sedangkan campuran sorbitol akan keluar dari bawah separator dan akan mengalir menuju reducer untuk terlebih dahulu diturunkan tekanannya sampai 1 atm kemudian dengan menggunakan pompa akan dialirkan menuju Evaporator (V-501). Proses ini bertujuan untuk memekatkan larutan campuran sorbitol (kondisi operasi di evaporator tekanan 1 atm dan suhu 110 oC), dimana pada tahap ini air yang terkandung di dalam larutan akan diuapkan sebanyak 20% dari total kandungan air pada bahan baku. Untuk selanjutnya produk berupa larutan sorbitol dialirkan menuju tangki produk.


(26)

BAB III

NERACA MASSA

Pra Rancangan Pabrik Sorbitol direncanakan beroperasi dengan kapasitas 50 ton/hari selama 330 hari/tahun. Unit peralatan/instrument yang menghasilkan adanya perubahan massa pada proses produksi minyak makan merah tersebut adalah sebagai berikut :

 Evaporator (V-501)  Separator (D-302)  Adsorber (D-401)  Reaktor (R-201)

Setelah dilakukan perhitungan berdasarkan basis 1 jam operasi pada Lampiran A, maka didapat hasil perhitungan neraca massa pada Tabel 3.1 s/d Tabel 3.3 di bawah ini :

3.1 Evaporator (V-501)

Tabel 3.1 Hasil perhitungan neraca massa pada Evaporator (V-501)

Komponen Masuk (kg/jam); F8 Keluar (kg/jam)

F9 F10

Sorbitol 1458,3333 1458,3333


(27)

Maltosa 45,8333 45,8333

Air 708,5937 141,7187 566,8749

Dextrin 0,6249 0,6249

Sub total 225,05204 141,7187 2083,3333

Total 2225,05204 2225,05204

3.2 Separator (D-302)

Tabel 3.2 Hasil perhitungan neraca massa pada Separator (D-302)

Komponen Masuk (kg/jam); F4 Keluar (kg/jam)

F5 F8

Glukosa 11,6666 11,6666

Sorbitol 1458,3333 1458,3333

Maltosa 45,8333 45,8333

Air 708,5937 708,5973

Dextrin 0,6249 0,6249

Hidrogen 3,1111 3,1111

Sub total 2228,1632 3,1111 2225,05204

Total 2228,1632 2228,1632

3.3 Adsorber (D-401)

Tabel 3.2 Hasil perhitungan neraca massa pada Adsorber (D-401)

Komponen Masuk (kg/jam); F5 Keluar (kg/jam)

F7 F6

Hidrogen 3,1111 3,07989

Pengotor 0,031111

Subtotal 3,1111 0,031111 3,07989

Total 3,1111 3,1111

3.4 Reaktor (R-201)

Tabel LA-4 Neraca Massa Pada Reaktor (R-201)

Kmponen Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)

F4

F2 F3


(28)

Sorbitol 1458,3333

Maltosa 45,8333 45,8333

Air 708,5937 708,5937

Dextrin 0,6249 0,6249

H2 (recycle) 3,07989

Make up H2 152,47561

Sub total 155,5555 2228,1632

Total 2228,1632 2228,1632

BAB IV

NERACA PANAS

Pra Rancangan Pabrik Minyak Makan Merah direncanakan beroperasi dengan kapasitas 50 ton/hari selama 350 hari/jam. Unit peralatan/instrument proses yang membutuhkan energi panas dalam menjalankan proses untuk memproduksi minyak makan merah tersebut adalah sebagai berikut :

 Heater 1 (E-106)  Heater 2 (E-102)  Reaktor (R-201)  Cooler (E-301)  Evaporator (V-501)

Setelah dilakukan perhitungan berdasarkan basis 1 jam operasi dengan atemperatur reference 250

4.1 Heater 1 (E-106)

C dengan satuan operasi kJ/jam pada Lampiran B, maka dapat dilihat hasil perhitungan neraca panas pada Tabel 4.1 s/d Tabel 4.5 di bawah ini :


(29)

4.2 Heater 2 (E-102)

Tabel 4.2 Neraca panas pada Heater 2 (E- 102)

Komponen Panas masuk

(kkal/jam)

Panas Keluar (kkal/jam

H2 1932,7771 28991,6563

Sub total 1932,7771 28991,6563

Steam 27058,8792

Total 28991,6563 28991,6563

4.3 Raktor (R-201)

Tabel 4.3 Neraca Panas pada pada Reaktor (R-201)

Komponen Panas masuk

kkal/jam)

Panas Keluar (kkal/jam)

Glukosa 27174,5843 384,9976

Sorbitol 49349,9989

Maltosa 1099,9992 1759,9987

Air 53144527,5000 85031244,0000

Dextrin 13,5916 21,7465

H2 28991,6563

Subtotal 53201807,3300 85082760,7400

Steam 31811308,7800

Total 85082760,7400 85082760,7400

4.4 Cooler (E-301)

Tabel 4.4 Neraca Panas pada pada Cooler (E-301)

Komponen Panas masuk

(kkal/jam)

Panas Keluar (kkal/jam)

Glukosa 1811,6390 27174,5843

Maltosa 73,3333 1099,9992

Air 3542968,5000 53144527,5000

Dextrin 0,9061 13,5916

Subtotal 3544854,339 53172815,67

Steam 49627961,33


(30)

Komponen Panas masuk kkal/jam)

Panas Keluar (kkal/jam)

Glukosa 384,9976 208,5405

Sorbitol 49349,9989 26731,2494

Maltosa 1759,9987 953,3326

Air 85031244,0000 46058545,0000

Dextrin 21,7465 11,7718

Subtotal 85082760,7400 46086449,8900

Pendingin 38996310,8500

Total 85082760,7400 85082760,7400

4.5 Evaporator (V-501)

Tabel 4.5 Neraca Panas pada pada Evaporator (V-501) Komponen Panas masuk

kkal/jam)

Panas Keluar (kkal/jam)

Glukosa 208,5405 272,7068

Sorbitol 26731,2494 34956,2492

Maltosa 953,3326 1246,6658

Air 46058545,0000 60230464,5000

Dextrin 11,7718 15,4038

Subtotal 46086449,8900 60266955,5300

Steam 14180505,6400

Total 60266955,5300 60266955,5300


(31)

BAB V

SPESIFIKASI PERALATAN

5.1 Tangki Penampung Sirop Glukosa (F-104)

Fungsi : Menampung glukosa

Bentuk : Silinder tegak dengan alas dan tutup ellipsoidal

Jumlah : 1 Unit

Bahan konstruksi : Carbon steel SA – 287 grade C Data:

Kondisi penampungan : Temperatur = 30o

Tekanan = 1 atm C

Volume tangki : 321,552 m

Diameter tangki, Dt : 5 m

3

Tinggi Tangki, HT

Tebal silinder, ts : ½ in : 6,4 m

5.2 Tangki Penampung Gas Hidrogen (F-101)

Fungsi : Menampung gas hidrogen sebelum dipompakan ke heater

Bentuk : Bola.

Jumlah : 3 tangki

Bahan konstruksi : Carbon steel SA – 287 grade C Data:


(32)

Kondisi penampungan : Temperatur = 30o Tekanan = 10 atm

C

Volume tangki : 49888,62 m

Diameter tangki, Dt : 54,68 m 3

Tebal silinder, ts : 1 ¾ in

5.3 Heater 1 (E-102)

Fungsi :Memanaskan Hidrogen sebelum dialirkan ke Reaktor

Jenis : Shell and tube exchanger

Digunakan : 2, unit 1-2 Shell and exchanger, 11 BWG, ¾ in tube segi tiga Pitch 15/16, ID Shell 39 in jumlah tube 1330

Jumlah : 1 Unit Spesifikasi shell :

- Diameter shell : 39 in - Buffle spacing : 7 in Spesifikasi tube :

- Diamter luar : ¾ in

- Jenis tube : 11 BWG

- Panjang tube : 10 ft

5.4 Kompressor (C-103)

Fungsi : Mengalirkan hidrogen ke Reaktor

Jenis : Reciprocating Kompressor

Jumlah : 1 Unit dengan 1 stages

Dipilih material pipa commercial steel 22 inci Sch 20 : • Diameter dalam (ID) = 21,25 in = 1,77 ft • Diameter luar (OD) = 22 in = 1,83 ft • Luas penampang (A) = 355 in2 = 2,47 ft2


(33)

Spesifikasi kompressor : • Jenis = Sentrifugal • Efisiensi = 75 %

• Daya = 145 hp

5.5 Heater 2 (E-106)

Fungsi : Tempat memanaskan sirup glukosa

Jenis : tangki, yang dilengkapi koil pemanas dan pengaduk Bentuk : Silinder tegak dengan alas dan tutup elipsoidal Bahan konstruksi : Carbon steel SA – 287 grade C

Jumlah : 1 Unit

Data:

Kondisi separasi : Temperatur = 30o Tekanan =10atm

C

Bahan coil pemanas : Copper OD ½ in

5.6 Reaktor (R-201)

Fungsi : Tempat berlangsungnya reaksi hidrogenasi antara glukosa dengan H2

untuk menghasilkan sorbitol

Jenis : Fixed Bed Reactor

Bentuk : Silinder tegak dengan alas dan tutup elipsoidal

Jumlah : 1 Unit.

Bahan konstruksi : Carbon steel SA – 287 grade C Data/kondisi operasi:


(34)

Tekanan = 68 bar Volume Reaktor : 1858,8206 m Diameter Reaktor : 13,329 m

3

Tinggi Head : 6,6645 m

Tinggi total Reaktor : 19,9935 m

5.7 Reducer (X-202)

Fungsi : Untuk menurunkan tekanan produk yang keluar dari

R-01.

Tipe : Reducer

Jumlah : 1 Unit

Bahan konstruksi : Carbon steel

Kondisi operasi : 145o

ID optimum : 3 in

C.10 bar

5.8. Cooler (E-301)

Fungsi : Tempat pendinginan produk

Jenis : tangki, yang dilengkapi koil pendingin dan pengaduk Bentuk : Silinder tegak dengan alas dan tutup elipsoidal Bahan konstruksi : Carbon steel SA – 287 grade C

Jumlah : 1 Unit Spesifikasi Tangki

• Diameter tangki; Dt = 4 m • Tinggi Tangki; HT

• Tebal silinder; ts = ¼ in = 6 m

• Daya pengaduk = 1,6 Hp


(35)

• Faktor korosi = 0,01 in/tahun

• Bahan konstruksi = Carbon steel

5.9 Separator (D-302)

Fungsi : Tempat pemisahan H2

Jenis : Separator tangki, pemisahan berdasarkan gavitasi dari produk Reaktor

Bentuk : Silinder tegak dengan alas dan tutup elipsoidal

Jumlah : 1 Unit

Bahan konstruksi : Carbon steel SA – 287 grade C

Data:

Kondisi separasi : Temperatur = 90o

Tekanan =10 atm

C

Laju alir bahan masuk ( F ) : 2228,1632 kg/jam Volume Separator : 50,250 m

Diameter Separator : 4 m 3

Tinggi head : 2 m Tinggi Separator : 6 m

5.10 Reducer (X-303)

Fungsi : Untuk menurunkan tekanan produk yang keluar dari

separator ke evaporator dari 10 atm menjadi 1 atm.

Tipe : Reducer

Jumlah : 1 Unit

Bahan konstruksi : Carbon steel Kondisi operasi : 90o

ID optimum : 0,14 in

C.10 bar

5.11 Adsorber (D-401)

Fungsi : Untuk menyerap air yang terdapat pada gas H

Jenis : Tangki Adsorpsi menggunakan adsorben

2


(36)

Jumlah : 1 Unit

Bahan konstruksi : Carbon steel SA – 287 grade C Data:

Kondisi separasi : Temperatur = 90o

Tekanan =10 atm

C

Adsorben digunakan : Alumina silikat Spesifikasi Tangki :

• Diameter tangki; Dt = 3,12 m • Tinggi Tangki; HT

• Tebal silinder; ts = ½ in = 4,68 m

5.12 Blower (G-403)

Fungsi : Memompakan hidrogen kekompressor

Jenis : blower sentrifugal

Bahan Konstruksi : Carbon steel Kondisi Operasi : 90o

Daya motor : 0,25 Hp

C dan 10 bar

5.13 Evaporator (V-501)

Fungsi : Tempat penguapan air 20%

Jenis : Evaporator tangki yang didalamnya terdapat tube Bentuk : Silinder tegak dengan alas dan tutup elipsoidal Bahan konstruksi : Carbon steel SA – 287 grade C

Jumlah : 1 Unit

Data:

Kondisi operasi : Temperatur = 110o Tekanan =1 atm

C

Spesifikasi evaporator :

• Diameter; Ds = 0,62 m

• Luas perpindahan panas = 19765,3136 ft

• Jumlah tube = 1535

2

• Tinggi shell; = 10 m


(37)

5.14 Tangki Penampung Sorbitol (F-503)

Fungsi : Menampung sorbitol sebelum dipasarkan

Bentuk : Silinder tegak dengan alas dan tutup ellipsoidal

Jumlah : 1 tangki

Bahan konstruksi : Carbon steel SA – 287 grade C Data:

Kondisi penampungan : Temperatur = 30o Tekanan = 1 atm

C

Spesifikasi Tangki :

• Diameter tangki; Dt = 7 m • Tinggi Tangki; HT

• Tebal silinder; ts = ½ in = 8,4 m

5.15 Pompa Sirup Glukosa 1 (L-105)

Fungsi : Untuk mengalirkan sirup glukosa ke Heater

Tipe : Pompa rotary

Jumlah : 1 buah

Bahan konstruksi : Carbon steel Kondisi operasi : 30o

Spsifikasi pipa :

C.1atm

- Diameter nominal : 1 ½ in - Diameter luar OD : 1,91 in - Diameter dalam ID : 1,61 in - Schedule : 40

Spesifikasi pompa : - Jenis : rotary pompa - Efisiensi : 80 % - Daya : ¼ hp


(38)

5.16 Pompa Sirup Glukosa 2 (L-107)

Fungsi : Untuk mengalirkan sirup glukosa ke Reaktor

Tipe : Pompa rotary

Jumlah : 1 buah

Bahan konstruksi : Carbon steel Kondisi operasi : 30o

Spsifikasi pipa :

C.1atm

- Diameter nominal : 1 ½ in - Diameter luar OD : 1,91 in - Diameter dalam ID : 1,61 in - Schedule : 40

Spesifikasi pompa : - Jenis : rotary pompa - Efisiensi : 80 % - Daya : ¼ hp

5.17 Pompa Sorbitol 1 (L-304)

Fungsi : Untuk mengalirkan produk dari D-302 ke V-501

Tipe : Pompa sentrifugal

Jumlah : 1 Unit

Bahan konstruksi : Carbon steel Kondisi operasi : 90 o

Spesifikasi pipa :

C.1atm

- Diameter Luar, OD = 1,91 in

- Diameter dalam, ID = 1,61 in = 0,13417 ft

- Luas penampang, A = 0,0141 ft

- Schedule : 40

2

5.18 Pompa Sorbitol 2 (L-502)

Fungsi : Untuk mengalirkan produk dari D-302 ke V-501

Tipe : Pompa sentrifugal

Jumlah : 1 Unit


(39)

Kondisi operasi : 100o Spesifikasi pipa :

C.1atm

- Diameter nominal : 1 ½ in - Diameter luar OD : 1,91 in - Diameter dalam ID : 1,61 in - Schedule : 40

Spesifikasi pompa : - Jenis : sentrifugal - Efisiensi : 80 % - Daya : 1/8 hp


(40)

INSTRUMENTASI DAN KESELAMATAN KERJA

6.1 Instrumentasi

Pengoperasian suatu pabrik kimia harus memenuhi beberapa persyaratan yang ditetapkan dalam perancangannya. Persyaratan tersebut meliputi keselamatan, spesifikasi produk, peraturan mengenai lingkungan hidup, kendala operasional, dan faktor ekonomi. Pemenuhan persyaratan tersebut berhadapan dengan keadaan lingkungan yang berubah-ubah, yang dapat mempengaruhi jalannya proses atau yang disebut disturbance (gangguan) (Stephanopoulus, 1984). Adanya gangguan tersebut menuntut penting dilakukannya pemantauan secara terus-menerus maupun pengendalian terhadap jalannya operasi suatu pabrik kimia untuk menjamin tercapainya tujuan operasional pabrik. Pengendalian atau pemantauan tersebut dilaksanakan melalui penggunaan peralatan dan

engineer (sebagai operator terhadap peralatan tersebut) sehingga kedua unsur ini

membentuk satu sistem kendali terhadap pabrik.

Instrumentasi adalah peralatan yang dipakai di dalam suatu proses kontrol untuk mengatur jalannya suatu proses agar diperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Fungsi instrumentasi adalah sebagai pengontrol, penunjuk, pencatat, dan pemberi tanda bahaya. Peralatan instrumentasi biasanya bekerja dengan tenaga mekanik atau tenaga listrik dan pengontrolannya dapat dilakukan secara manual atau otomatis. Penggunaan instrumen pada suatu peralatan proses tergantung pada pertimbangan ekonomi dan sistem peralatan itu sendiri. Pada pemakaian alat-alat instrumen juga harus ditentukan apakah alat-alat tersebut dipasang diatas papan instrumen dekat peralatan proses (kontrol manual) atau disatukan dalam suatu ruang kontrol yang dihubungkan dengan bangsal peralatan (kontrol otomatis) (Timmerhaus, 2004).

Variabel-variabel proses yang biasanya dikontrol/diukur oleh instrumen adalah:

1. Variabel utama, seperti temperatur, tekanan, laju alir, dan level cairan.

2. Variabel tambahan, seperti densitas, viskositas, panas spesifik, konduktivitas, pH, humiditas, titik embun, komposisi kimia, kandungan kelembaban, dan variabel lainnya.


(41)

Pada dasarnya sistem pengendalian terdiri dari : 1. Elemen Perasa / sensing (Primary Element)

Elemen yang merasakan (menunjukkan) adanya perubahan dari harga variabel yang diukur.

2. Elemen pengukur (measuring element)

Elemen pengukur adalah suatu elemen yang sensitif terhadap adanya perubahan temperatur, tekanan, laju aliran, maupun tinggi fluida. Perubahan ini merupakan sinyal dari proses dan disampaikan oleh elemen pengukur ke elemen pengontrol.

3. Elemen pengontrol (controlling element)

Elemen pengontrol yang menerima sinyal kemudian akan segera mengatur perubahan-perubahan proses tersebut sama dengan nilai set point (nilai yang diinginkan). Dengan demikian elemen ini dapat segera memperkecil ataupun meniadakan penyimpangan yang terjadi.

4. Elemen pengontrol akhir (final control element)

Elemen ini merupakan elemen yang akan mengubah masukan yang keluar dari elemen pengontrol ke dalam proses sehingga variabel yang diukur tetap berada dalam batas yang diinginkan dan merupakan hasil yang dikehendaki.

Pengendalian peralatan instrumentasi dapat dilakukan secara otomatis dan semi otomatis. Pengendalian secara otomatis adalah pengendalian yang dilakukan dengan mengatur instrumen pada kondisi tertentu, bila terjadi penyimpangan variabel yang dikontrol maka instrumen akan bekerja sendiri untuk mengembalikan variabel pada kondisi semula, instrumen ini bekerja sebagai

controller. Pengendalian secara semi otomatis adalah pengendalian yang mencatat

perubahan-perubahan yang terjadi pada variabel yang dikontrol. Untuk mengubah variabel-variabel ke nilai yang diinginkan dilakukan usaha secara manual, instrumen ini bekerja sebagai pencatat (recorder).


(42)

1. Range yang diperlukan untuk pengukuran

2. Level instrumentasi

3. Ketelitian yang dibutuhkan 4. Bahan konstruksinya

5. Pengaruh pemasangan instrumentasi pada kondisi proses

Alat-alat kontrol yang biasa dipakai pada peralatan proses antara lain : 1. Temperature Controller (TC)

Adalah alat/instrumen yang digunakan sebagai alat pengatur suhu atau pengukur sinyal mekanis atau listrik. Pengaturan temperatur dilakukan dengan mengatur jumlah material proses yang harus ditambahkan/dikeluarkan dari dalam suatu proses yang sedang bekerja.

Prinsip kerja:

Rate fluida masuk atau keluar alat dikontrol oleh diafragma valve. Rate fluida

ini memberikan sinyal kepada TC untuk mendeteksi dan mengukur suhu sistem pada set point.

2. Pressure Controller (PC)

Adalah alat/instrumen yang dapat digunakan sebagai alat pengatur tekanan atau pengukur tekanan atau pengubah sinyal dalam bentuk gas menjadi sinyal mekanis. Pengatur tekanan dapat dilakukan dengan mengatur jumlah uap/gas yang keluar dari suatu alat dimana tekanannya ingin dideteksi.

Prinsip kerja:

Pressure Controller (PC) akibat tekanan uap keluar akan membuka/menutup

diafragma valve. Kemudian valve memberikan sinyal kepada PC untuk mengukur dan mendeteksi tekanan pada set point.

3. Flow Controller (FC)

Adalah alat/instrumen yang bisa digunakan untuk mengatur kecepatan aliran fluida dalam pipa line atau unit proses lainnya. Pengukuran kecepatan aliran fluida dalam pipa biasanya diatur dengan mengatur output dari alat, yang mengakibatkan fluida mengalir dalam pipa line.


(43)

Kecepatan aliran diatur oleh regulating valve dengan mengubah tekanan

discharge dari pompa. Tekanan discharge pompa melakukan bukaan/tutupan

valve dan FC menerima sinyal untuk mendeteksi dan mengukur kecepatan aliran pada set point.

4. Level Controller (LC)

Adalah alat/instrumen yang dipakai untuk mengatur ketinggian (level) cairan dalam suatu alat dimana cairan tersebut bekerja. Pengukuran tinggi permukaan cairan dilakukan dengan operasi dari sebuah control valve, yaitu dengan mengatur rate cairan masuk atau keluar proses.

Prinsip kerja :

Jumlah aliran fluida diatur oleh control valve. Kemudian rate fluida melalui

valve ini akan memberikan sinyal kepada LC untuk mendeteksi tinggi

permukaan pada set point.

Hal-hal yang diharapkan dari pemakaian alat-alat instrumentasi adalah:  Kualitas produk dapat diperoleh sesuai dengan yang diinginkan  Pengoperasian sistem peralatan lebih mudah

 Sistem kerja lebih efisien

 Penyimpangan yang mungkin terjadi dapat diketahui dengan cepat

Beberapa syarat penting yang harus diperhatikan dalam perancangan pabrik antara lain :

1. Tidak boleh terjadi konflik antar unit, di mana terdapat dua pengendali pada satu aliran.

2. Penggunaan supervisory computer control untuk mengkoordinasikan tiap unit pengendali.

3. Control valve yang digunakan sebagai elemen pengendali akhir memiliki opening position 70 %.

4. Dilakukan pemasangan check valve pada pompa dengan tujuan untuk

menghindari fluida kembali ke aliran sebelumnya. Check valve yang dipasangkan pada pipa tidak boleh lebih dari satu dalam one dependent line. Pemasangan check valve diletakkan setelah pompa.

5. Seluruh pompa yang digunakan dalam proses diletakkan di permukaan tanah dengan pertimbangan syarat safety dari kebocoran.


(44)

6. Pada perpipaan yang dekat dengan alat utama dipasang flange dengan tujuan untuk mempermudah pada saat maintenance.

Tabel 6.1 Daftar Instrumentasi pada Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Magnesium Klorida dari Magnesium Hidroksida

No Nama alat Jenis

instrumen Kegunaan

1 Pompa FC Mengontrol laju alir cairan dalam pipa

2 Tangki Cairan TC Mengontrol temperatur dalam tangki cairan

LI Mengontrol tinggi cairan dalam tangki caitan

3 Tangki gas H2 PC Mengontrol tekanan dalam tangki.

4 Flash Drump

PC Mengontrol tekanan dalam Flash Drump

TI Menunjukkan tekanan dalam Flash Drump

LC Mengontrol tinggi cairan pada Flash Drump

5 Heat Exchanger

(heater & cooler)

TC Mengontrol temperatur dalam heat exchanger

PI Mencatat tekanan dalam heat exchanger

6 Reaktor

TC Mengontrol temperatur dalam reaktor

PI Menunjukkan tekanan dalam reaktor

LC Mengontrol tinggi cairan dalam reaktor

7 Evaporator TC Mengontrol temperatur dalam evaporator

PI Mencatat tekanan dalam evaporator

8 Blower FC Mengontrol laju alir cairan dalam pipa

9 Compressor FC Mengontrol laju alir fluida dalam pipa


(45)

1. Pompa

FC

Variabel yang dikontrol pada pompa adalah laju aliran (flow rate). Untuk mengetahui laju aliran pada pompa dipasang flow control (FC). Jika laju aliran pompa lebih besar dari yang diinginkan maka secara otomatis katup pengendali (control valve) akan menutup atau memperkecil pembukaan katup.

2. Tangki cairan

Gambar 6.2 Instrumentasi pada Tangki Cairan

Instrumentasi pada tangki cairan mencakup level indicator (LI) yang berfungsi untuk menunjukkan tinggi cairan didalam tangki. Sedangkan pemasangan

temperature control (TC) untuk mengatur sistem pada set point.

Gambar 6.1 Instrumentasi pada Pompa

TC LI


(46)

LC

TI PC

3. Tangki Gas Hidrogen

Gambar 6.3 Instrumentasi pada Tangki Gas Hidrogen

Instrumentasi pada tangki gas hidrogen mencakup Pressure Controller (PC) yang berfungsi untuk mengontrol tekanan dalam tangki gas hidrogen.

4. Flash Drump

Gambar 6.4 Instrumentasi pada Separator gas-liquid

Instrumentasi pada Flash Drump mencakup Temperature Indicator (TI) yang berfungsi untuk menunjukkan temperatur dalam Flash Drump, Pressure

Controller (PC) yang berfungsi untuk mengontrol tekanan dalam Flash Drump,


(47)

dan Level Controller (LC) yang berfungsi untuk mengatur ketinggian cairan dalam separator gas-liquid.

5. Heat Exchanger

Gambar 6.5 Instrumentasi Heat Exchanger

Instrumentasi pada Heat Exchanger mencakup Temperature Controller (TC) yang berfungsi untuk mengatur temperatur bahan keluaran heat excahanger dengan mengatur bukaan katup steam atau air pendingin masuk. Pressure

Indicator (PI) berfungsi untuk menunjukkan tekanan atau mengamati tekanan

pada suatu alat. Flow Controller (FC) adalah instrumentasi yang digunakan untuk mengamati laju alir larutan atau cairan yang melalui suatu alat dan bila terjadi perubahan dapat melakukan pengendalian.

6. Reaktor

LC PC TC

Steam

Kondensat

Gambar 6.6 Instrumentasi pada Reaktor

PI

Heat Exchanger

Air pendingin/ steam

B

a

h

a

n

m

a

su

k

B

a

h

a

n

ke

lu

a

r

Air pendingin bekas/ Kondensat bekas

TC FC


(48)

Instrumentasi pada reaktor mencakup Temperature Controller (TC),

Pressure Indicator (PI), dan Level Controller (LC). Temperature Controller (TC)

berfungsi untuk mengontrol temperatur dalam reaktor dengan mengatur bukaan katup steam. Pressure Indicator (PI) berfungsi untuk menunjukkan tekanan dalam reaktor. Level Controller (LC) berfungsi untuk mengontrol tinggi cairan dalam reaktor dengan mengatur bukaan katup aliran produk keluar reaktor.

7. Evaporator

Steam

Kondensat Cairan Uap

Pi TC

.

Gambar 6.7 Instrumentasi pada Evaporator

Temperature Controller (TC) berfungsi untuk mengatur besarnya suhu di

dalam evaporator dengan cara mengatur banyaknya steam yang dialirkan. Jika temperatur di bawah kondisi yang diharapkan (set point), maka valve akan terbuka lebih besar dan jika temperatur di atas kondisi yang diharapkan maka valve akan terbuka lebih kecil. Instrumentasi yang lain adalah Pressure Recorder (PR) yang berfungsi untuk mencatat tekanan yang terdapat di dalam evaporator.

8. Blower

FC


(49)

PC

PC

Instrumentasi pada blower mencakup Flow Controller (FC) yang berfungsi untuk mengatur laju alir bahan dalam pipa dengan mengatur bukaan katup aliran bahan.

9. Kompressor

Gambar 6.9 Instrumentasi pada kompressor

Instrumentasi pada kompressor mencakup flow controller (FC) dan

pressure controller (PC). Flow controller (FC) berfungsi untuk mengatur laju alir

bahan dalam pipa dengan mengatur bukaan katup aliran bahan. Pressure

controller (PC) berfungsi untuk mengatur tekanan bahan dalam pipa dengan

mengatur bukaan katup aliran bahan.

10. Adsorber

Gambar 6.10 Instrumentasi pada Adsorber

Instrumentasi pada adsorber meliputi Temperatur indikator (PC) yang berfungsi untuk mengatur tekanan yang terdapat pada adsorber.


(50)

6.2 Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja merupakan bagian dari kelangsungan produksi pabrik, oleh karena itu aspek ini harus diperhatikan secara serius dan terpadu. Untuk maksud tersebut perlu diperhatikan cara pengendalian keselamatan kerja dan keamanan pabrik pada saat perancangan dan saat pabrik beroperasi.

Statistik menunjukkan bahwa angka kecelakan rata-rata dalam pabrik kimia relatif tidak begitu tinggi. Tetapi situasi beresiko memiliki bentuk khusus, misalnya reaksi kimia yang berlangsung tanpa terlihat dan hanya dapat diamati dan dikendalikan berdasarkan akibat yang akan ditimbulkannya. Kesalahan-kesalahan dalam hal ini dapat mengakibatkan kejadian yang fatal.

Sebagai pedoman pokok dalam usaha penanggulangan masalah kerja, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Keselamatan Kerja pada tanggal No 1 tanggal 12 Januari 1970. Semakin tinggi tingkat keselamatan kerja dari suatu pabrik maka makin meningkat pula aktivitas kerja para karyawan. Hal ini disebabkan oleh keselamatan kerja yang sudah terjamin dan suasana kerja yang menyenangkan.

Untuk mencapai hal tersebut adalah menjadi tanggung jawab dan kewajiban para perancang untuk merencanakannya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan pabrik untuk menjamin adanya keselamatan kerja adalah sebagai berikut:

- Penanganan dan pengangkutan bahan harus seminimal mungkin.

- Adanya penerangan yang cukup dan sistem pertukaran udara yang baik. - Jarak antar mesin dan peralatan lain cukup luas.

- Setiap ruang gerak harus aman dan tidak licin.

- Setiap mesin dan peralatan lainnya harus dilengkapi alat pencegah kebakaran. - Tanda-tanda pengaman harus dipasang pada setiap tempat yang berbahaya. - Penyediaan fasilitas pengungsian bila terjadi kebakaran.


(51)

Pada pra rancangan pabrik pembuatan Magnesium Klorida dari Magnesium Hidroksida dan Asam Klorida, usaha-usaha pencegahan terhadap bahaya-bahaya yang mungkin terjadi dilakukan dengan cara :

1. Pencegahan terhadap kebakaran

• Memasang sistem alarm pada tempat yang strategis dan penting, seperti

power station, laboratorium dan ruang proses.

Mobil pemadam kebakaran harus selalu dalam keadaan siap siaga di fire

station.

Fire hydrant ditempatkan di daerah storage, proses, dan perkantoran.

Fire extinguisher disediakan pada bangunan pabrik untuk memadamkan

api yang relatif kecil.

Gas detector dipasang pada daerah proses, storage, dan daerah perpipaan

dan dihubungkan dengan gas alarm di ruang kontrol untuk mendeteksi kebocoran gas.

Smoke detector ditempatkan pada setiap sub-stasiun listrik untuk

mendeteksi kebakaran melalui asapnya.

2. Memakai peralatan perlindungan diri

Di dalam pabrik disediakan peralatan perlindungan diri, seperti : • Pakaian kerja

Pakaian luar dibuat dari bahan-bahan seperti katun, wol, serat, sintetis, dan asbes. Pada musim panas sekalipun tidak diperkenankan bekerja dengan keadaan badan atas terbuka.

• Sepatu pengaman

Sepatu harus kuat dan harus dapat melindungi kaki dari bahan kimia dan panas. Sepatu pengaman bertutup baja dapat melindungi kaki dari bahaya terjepit. Sepatu setengah tertutup atau bot dapat dipakai tergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan.


(52)

Topi yang lembut baik dari plastik maupun dari kulit memberikan perlindungan terhadap percikan-percikan bahan kimia, terutama apabila bekerja dengan pipa-pipa yang letaknya lebih tinggi dari kepala, maupun tangki-tangki serta peralatan lain yang dapat bocor.

• Sarung tangan

Dalam menangani beberapa bahan kimia yang bersifat korosif, maka para operator diwajibkan menggunakan sarung tangan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

• Masker

Berguna untuk memberikan perlindungan terhadap debu-debu yang berbahaya ataupun uap bahan kimia agar tidak terhirup.

3. Pencegahan terhadap bahaya mekanis

• Sistem ruang gerak karyawan dibuat cukup luas dan tidak menghambat kegiatan kerja karyawan.

• Alat-alat dipasang dengan penahan yang cukup kuat

• Peralatan yang berbahaya seperti ketel uap bertekanan tinggi, reaktor bertekanan tinggi dan tangki gas bertekanan tinggi, harus diberi pagar pengaman.

4.Pencegahan terhadap bahaya listrik

• Setiap instalasi dan alat-alat listrik harus diamankan dengan pemakaian sekering atau pemutus hubungan arus listrik secara otomatis lainnya. • Sistem perkabelan listrik harus dipasang secara terpadu dengan tata letak

pabrik, sehingga jika ada perbaikan dapat dilakukan dengan mudah

• Memasang papan tanda bahaya yang jelas pada daerah sumber tegangan tinggi

• Kabel-kabel listrik yang letaknya berdekatan dengan alat-alat yang beroperasi pada suhu tinggi harus diisolasi secara khusus

• Setiap peralatan atau bangunan yang menjulang tinggi harus dilengkapi dengan penangkal petir yang dibumikan


(53)

• Setiap karyawan bertugas sesuai dengan pedoman-pedoman yang diberikan dan mematuhi setiap peraturan dan ketentuan yang diberikan. • Setiap kecelakaan kerja atau kejadian yang merugikan segera dilaporkan

ke atasan.

• Setiap karyawan harus saling mengingatkan akan perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya.

• Setiap ketentuan dan peraturan harus dipatuhi. 6. Penyediaan poliklinik di lokasi pabrik

Poliklinik disediakan untuk tempat pengobatan akibat terjadinya kecelakaan secara tiba-tiba, misalnya menghirup gas beracun, patah tulang, luka terbakar pingsan/syok dan lain sebagainya.

Apabila terjadi kecelakaan kerja, seperti terjadinya kebakaran pada pabrik, maka hal-hal yang harus dilakukan adalah :

• Mematikan seluruh kegiatan pabrik, baik mesin maupun listrik.

• Mengaktifkan alat pemadam kebakaran, dalam hal ini alat pemadam

kebakaran yang digunakan disesuaikan dengan jenis kebakaran yang terjadi, yaitu :

- Instalasi pemadam dengan air

Untuk kebakaran yang terjadi pada bahan berpijar seperti kayu, arang, kertas, dan bahan berserat. Air ini dapat disemprotkan dalam bentuk kabut. Sebagai sumber air, biasanya digunakan air tanah yang dialirkan melalui pipa-pipa yang dipasang pada instalasi-instalasi tertentu di sekitar areal pabrik. Air dipompakan dengan menggunakan pompa yang bekerja dengan instalasi listrik tersendiri, sehingga tidak terganggu apabila listrik pada pabrik dimatikan ketika kebakaran terjadi.

- Instalasi pemadam dengan CO CO

2

2 yang digunakan berbentuk cair dan mengalir dari beberapa tabung gas yang bertekanan yang disambung secara seri menuju nozel-nozel. Instalasi ini digunakan untuk kebakaran dalam ruang tertutup, seperti pada tempat tangki penyimpanan dan juga pemadam pada instalasi listrik.


(54)

Keselamatan kerja yang tinggi dapat dicapai dengan penambahan nilai-nilai disiplin bagi para karyawan, yaitu :

1. Setiap karyawan bertugas sesuai dengan pedoman-pedoman yang diberikan. 2. Setiap peraturan dan ketentuan yang ada harus dipatuhi.

3. Perlu keterampilan untuk mengatasi kecelakaan dengan menggunakan

peralatan yang ada.

4. Setiap kecelakaan atau kejadian yang merugikan harus segera dilaporkan pada atasan.

5. Setiap karyawan harus saling mengingatkan perbuatan yang dapat

menimbulkan bahaya.

6. Setiap kontrol secara priodik terhadap alat instalasi pabrik oleh petugas


(55)

BAB VII

UTILITAS

Utilitas merupakan unit penunjang utama dalam memperlancar jalannya suatu proses produksi. Dalam suatu pabrik, utilitas memegang peranan yang penting. Karena suatu proses produksi dalam suatu pabrik tidak akan berjalan dengan baik jika utilitas tidak ada. Oleh sebab itu, segala sarana dan prasarananya harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menjamin kelangsungan operasi suatu pabrik.

Berdasarkan kebutuhannya, utilitas pada pabrik pembuatan magnesium klorida dari magnesium hidroksida adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan uap (steam) 2. Kebutuhan air

3. Kebutuhan listrik 4. Kebutuhan bahan bakar 5. Unit pengolahan limbah 7.1 Kebutuhan Uap (Steam)

Uap digunakan dalam pabrik sebagai media pemanas. Kebutuhan uap yang digunakan ada satu jenis, yaitu uap pada 162oC, 6,5 bar (saturated steam). Kebutuhan uap pada 162o

Tabel 7.1 Kebutuhan Uap pada 162

C, 6,5 bar, pada pabrik pembuatan vinil asetat dapat dilihat pada Tabel 7.1 di bawah ini.

o

C, 6,5 bar Nama Alat

Jumlah Uap (kg/jam)

Heater 1 99987,8940

Heater 2 54,5168

Reaktor 64091,8080

Evaporator 28570,1620

Total 192704,3808

Uap yang digunakan adalah saturated steam pada temperatur 162 oC dan tekanan 6,5 bar. Jumlah total steam yang dibutuhkan adalah 197204,3808 kg/jam.


(56)

Tambahan untuk faktor keamanan diambil sebesar 20 % dan faktor kebocoran sebesar 10 %. (Perry, 1999) maka :

Jadi total steam yang dibutuhkan = 1,3 × 192704,3808 kg/jam = 250515,6950 kg/jam Diperkirakan 80 % kondensat dapat digunakan kembali, sehingga:

Kondensat yang digunakan kembali = 80 % x 250515,6950 = 200412,5560 kg/jam

Kebutuhan air tambahan untuk ketel = 20 % x 250515,6950 = 50103,1390 kg/jam

7.2 Kebutuhan Air

Dalam proses produksi, air memegang peranan penting, baik untuk kebutuhan proses maupun kebutuhan domestik. Adapun kebutuhan air pada pabrik pembuatan Magnesium Klorida ini adalah sebagai berikut:

• Air Pendingin :

Tabel 7.1 Kebutuhan Air Pendingin pada Alat

Nama alat

Jumlah Air Pendingin

(kg/jam)

Cooler 2599,7540

Total 2599,7540

Air pendingin bekas digunakan kembali setelah didinginkan dalam menara pendingin air. Dengan menganggap terjadi kehilangan air selama proses sirkulasi, maka air tambahan yang diperlukan adalah jumlah air yang hilang karena penguapan, drift loss, dan blowdown.

(Perry’s, 1999)

Air yang hilang karena penguapan dapat dihitung dengan persamaan:

We = 0,00085 Wc (T2 – T1

Di mana: W

) (Perry’s,

1997)

c T

= jumlah air masuk menara = 2599,7540 kg/jam 1

T

= temperatur air masuk = 25 °C = 77 °F 2 = temperatur air keluar = 40 °C = 104 °F


(57)

Maka,

We

= 59,6643 kg/jam

= 0,00085 × 2599,7540 × (104-77)

Air yang hilang karena drift loss biasanya 0,1 – 0,2 % dari air pendingin yang masuk ke menara air (Perry, 1997). Ditetapkan drift loss 0,2 %, maka:

Wd = 0,002 × 2599,7540 = 5,1995 kg/jam

Air yang hilang karena blowdown bergantung pada jumlah siklus sirkulasi air pendingin, biasanya antara 3 – 5 siklus (Perry’s, 1997). Ditetapkan 5 siklus, maka:

Wb

1 − S

We

= =

1 5

59,6643

− = 14,9160 kg/jam

Sehingga air tambahan yang diperlukan = We + Wd + Wb

= 59,6643 + 5,1995 + 14,9160

= 79,7798 kg/jam

• Air untuk berbagai kebutuhan Kebutuhan air domestik

Kebutuhan air domestik untuk tiap orang/shift adalah 40 – 100 ltr/hari (Met Calf, 1991)

Diambil 100 ltr/hari x

jam hari

24 1

= 4.16 ≈ 4 liter/jam

ρair = 1000 kg/m3

Jumlah karyawan = 114 orang = 1 kg/liter


(58)

Tabel 7.3 Pemakaian air untuk berbagai kebutuhan Kebutuhan Jumlah air (kg/jam)

Domestik dan Kantor 456

Laboratorium 100

Kantin dan tempat ibadah 150

Poliklinik 50

Total 756

Sehingga total kebutuhan air yang memerlukan pengolahan awal adalah = 50103,1390 + 756 + 79,7798 = 50938,9188 kg/jam.

Sumber air untuk pabrik pembuatan Magnesium Klorida ini berasal dari Sungai Deli, daerah Labuhan, Sumatera Utara. Debit air sungai 12 m3

Tabel 7.4 Kualitas Air Sungai Deli, Daerah Kawasan Industri Medan

/detik (Bapedal Sumut, 22 September 2009). Kualitas air Sungai Deli dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Parameter Satuan Kadar

Suhu Kekeruhan pH Ammonium Aluminum Besi terlarut Kesadahan : Kalsium Magnesium Seng Timbal Mangan Timah Sianida Bikarbonat Karbonat Klorida Nitrat Nitrit Pospat Sulfat CO2 °C bebas NTU mg/L mg/L mg/L mg/L CaCO mg/L CaCO 3 mg/L 3 mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L ± 28 146 7,7 0,34 0,4 0,79 93,5 55,8 0,1 - 0,6 0,005 0,008 370,1 - 20,5 0,11 0,03 0,4 6 32,1

(Sumber :data hasil rata-rata tahunan pemantauan kualitas air (Sumber : Bapedal Sumut, 2009)


(59)

Untuk menjamin kelangsungan penyediaan air, maka di lokasi pengambilan air dibangun fasilitas penampungan air (water intake) yang juga merupakan tempat pengolahan awal air sungai. Pengolahan ini meliputi penyaringan sampah dan kotoran yang terbawa bersama air. Selanjutnya air dipompakan ke lokasi pabrik untuk diolah dan digunakan sesuai dengan keperluannya. Pengolahan air di pabrik terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

1. Screening

2. Koagulasi 3. Filtrasi

4. Demineralisasi 5. Deaerasi

7.2.1 Screening

Tahap screening merupakan tahap awal dari pengolahan air. Adapun tujuan screening adalah (Degremont, 1991):

- Menjaga struktur alur dalam utilitas terhadap objek besar yang mungkin merusak fasilitas unit utilitas.

- Memudahkan pemisahan dan menyingkirkan partikel-partikel padat yang

besar yang terbawa dalam air sungai.

Pada tahap ini, partikel yang besar akan tersaring tanpa bantuan bahan kimia. Sedangkan partikel-partikel yang lebih kecil akan terikut bersama air menuju unit pengolahan selanjutnya.

7.2.2 Sedimentasi

Setelah air disaring pada tahap screening, di dalam air tersebut masih terdapat partikel-partikel padatan kecil yang tidak tersaring pada screening. Untuk menghilangkan padatan-padatan tersebut, maka air yang sudah disaring tadi dimasukkan ke dalam bak sedimentasi untuk mengendapkan partikel-partikel padatan yang tidak terlarut.


(60)

Koagulasi dan flokulasi merupakan proses penghilangan kekeruhan di dalam air dengan cara mencampurkannya dengan larutan Al2(SO4)3 dan Na2CO3 (soda abu). Larutan Al2(SO4)3 berfungsi sebagai koagulan utama dan larutan Na2CO3

Koagulan yang biasa dipakai adalah alum. Reaksi hidrolisis akan terjadi menurut reaksi :

sebagai bahan koagulan tambahan yaitu berfungsi sebagai bahan pambantu untuk mempercepat pengendapan dan penetralan pH. Pada bak

clarifier, akan terjadi proses koagulasi dan flokulasi. Tahap ini bertujuan

menyingkirkan Suspended Solid (SS) dan koloid (Degremont, 1991) :

M3+ + 3H2O M(OH)3 + 3 H+

Dalam hal ini, pH menjadi faktor yang penting dalam penyingkiran koloid. Kondisi pH yang optimum adalah 5,4 penting untuk terjadinya koagulasi dan terbentuknya flok-flok (flokulasi). Koagulan yang biasa dipakai adalah larutan alum Al2(SO4)3. Sedangkan pengatur pH dipakai larutan soda abu Na2CO3 yang berfungsi sebagai bahan pembantu untuk mempercepat pengendapan dan penetralan pH. Dua jenis reaksi yang akan terjadi adalah (Degremont, 1991) :

Al2(SO4)3 + 6 Na2CO3 + 6H2O 2Al(OH)3↓ + 12Na+ + 6HCO3- + 3SO4

2Al

3-

2(SO4)3 + 6 Na2CO3 + 6H2O 4Al(OH)3↓ + 12Na+ + 6CO2 + 6SO4

3-Reaksi koagulasi yang terjadi :

Al2(SO4)3 + 3H2O + 3Na2CO3 2Al(OH)3↓ + 3Na2SO4 + 3CO2

Selain penetralan pH, soda abu juga digunakan untuk menyingkirkan kesadahan permanen menurut proses soda dingin sebagai berikut (Degremont, 1991)


(61)

CaCl2 + Na2CO3 2NaCl + CaCO3

Selanjutnya flok-flok akan mengendap ke dasar clarifier karena gaya gravitasi, sedangkan air jernih akan keluar melimpah (overflow) yang selanjutnya akan masuk ke penyaring pasir (sand filter) untuk penyaringan.

Pemakaian larutan alum umumnya hingga 50 ppm terhadap jumlah air yang akan diolah, sedangkan perbandingan pemakaian alum dan abu soda = 1 : 0,54 (Crities, 2004).

Perhitungan alum dan abu soda yang diperlukan :

Total kebutuhan air = 50938,9188 kg/jam

Pemakaian larutan alum = 50 ppm

Pemakaian larutan soda abu = 0,54 × 50 = 27 ppm Larutan alum Al2(SO4)3 yang dibutuhkan = 50.10-6

Larutan abu soda Na

× 50938,9188 = 2,5469 kg/jam

2CO3 yang dibutuhkan = 27.10-6 × 50938,9188 = 1,3753 kg/jam

7.2.4 Filtrasi

Filtrasi dalam pemurnian air merupakan operasi yang sangat umum dengan tujuan menyingkirkan Suspended Solid (SS), termasuk partikulat BOD dalam air (Metcalf, 1991).

Material yang digunakan dalam medium filtrasi dapat bermacam-macam : pasir, antrasit (crushed anthracite coal), karbon aktif granular (Granular Carbon

Active atau GAC), karbon aktif serbuk (Powdered Carbon Active atau PAC) dan

batu garnet. Penggunaan yang paling umum dipakai di Afrika dan Asia adalah pasir dan gravel sebagai bahan filter utama, menimbang tipe lain cukup mahal (Kawamura, 1991).

Unit filtrasi dalam pabrik pembuatan Magnesium klorida menggunakan media filtrasi granular (Granular Medium Filtration) sebagai berikut :

1. Lapisan atas terdiri dari pasir hijau (green sand). Lapisan ini bertujuan memisahkan flok dan koagulan yang masih terikut bersama air. Lapisan yang digunakan setinggi 24 in (60,96 cm).


(62)

2. Untuk menghasilkan penyaringan yang efektif, perlu digunakan medium

berpori misalnya atrasit atau marmer. Untuk beberapa pengolahan dua

tahap atau tiga tahappada pengolahan effluent pabrik, perlu menggunakan bahan dengan luar permukaan pori yang besar dan daya adsorpsi yang lebih besar, seperti Biolite, pozzuolana ataupun Granular Active Carbon/GAC) (Degremont, 1991). Pada pabrikini, digunakan antrasit setinggi 12,5 in (31,75 cm).

3. Lapisan bawah menggunakan batu kerikil/gravel setinggi 7 in (17,78 cm) (Metcalf, 1991).

Bagian bawah alat penyaring dilengkapi dengan strainer sebagai penahan. Selama pemakaian, daya saring sand filter akan menurun. Untuk itu diperlukan regenerasi secara berkala dengan cara pencucian balik (back washing). Dari sand

filter, air dipompakan ke menara air sebelum didistribusikan untuk berbagai

kebutuhan.

Untuk air domestik, laboratorium, kantin, dan tempat ibadah, serta poliklinik, dilakukan proses klorinasi, yaitu mereaksikan air dengan klor untuk membunuh kuman-kuman di dalam air. Klor yang digunakan biasanya berupa kaporit, Ca(ClO)2

Perhitungan kebutuhan kaporit, Ca(ClO) .

2

Total kebutuhan air yang memerlukan proses klorinasi = 756 kg/jam :

Kaporit yang digunakan direncanakan mengandung klorin 70 % (anonimous,2008)

Kebutuhan klorin = 2 ppm dari berat air

Total kebutuhan kaporit = (2.10-6 × 756)/0,7 = 0,0022 kg/jam

7.2.4 Demineralisasi

Air untuk umpan ketel dan proses harus murni dan bebas dari garam-garam terlarut. Untuk itu perlu dilakukan proses demineralisasi, dimana alat demineralisasi dibagi atas :

a. Penukar kation

Berfungsi untuk mengikat logam – logam alkali dan mengurangi kesadahan air yang digunakan. Proses yang terjadi adalah pertukaran antara kation Ca,


(63)

Mg, dan Mn yang larut dalam air dengan kation hidrogen dan resin. Resin yang digunakan bertipe gel dengan merek IR–22 (Lorch, 1981).

Reaksi yang terjadi :

2H+R + Ca2+ Ca2+R + 2H

2H

+ +

R + Mg2+ Mg2+R + 2H

2H

+ +

R + Mn2+ Mn2+R + 2H+

Untuk regenerasi dipakai H2SO4 dengan reaksi :

Ca2+R + H2SO4 CaSO4 + 2H+

Mg

R 2+

R + H2SO4 MgSO4 + 2H+

Mn

R 2+

R + H2SO4 MnSO4 + 2H+

Perhitungan kesadahan kation :

R

Air Sungai Cidanau mengandung kation Fe2+, NH4+, Al3+, Zn2+, Mn2+, Pb2+, Ca2+, dan Mg2+

Total kesadahan kation = (0,79 + 0,34 + 0,4 + 0,1 + 0,6 + 0+ 93,5 + 55,8) mg/L masing-masing 0,79 mg/L, 0,34 mg/L, 0,4 mg/L, 0,1 mg/L, 0,6 mg/L, 0 mg/L, 93,5 mg/L, dan 55,8 mg/L (Tabel 7.4).

= 151,438 mg/L = 0,151438 g/L Jumlah air yang diolah = 50103,1390 kg/jam

= 3

3

kg/m 996,24

kg/m 50103,1390

x 1000 L/m3

Kesadahan air = 0,151438 gr/L × 50292,2378 L/jam × 24 jam/hari × 10 = 50292,2378 L/jam

-3

= 18,2787 kg/hari kg/gr

Ukuran Cation Exchanger

Jumlah air yang diolah = 50103,1390 kg/jam = 221,4288 gal/menit Dari Tabel 12.4, The Nalco Water Handbook, 1988 diperoleh : - Diameter penukar kation = 3 ft – 6 in = 1,06681 m3


(64)

- Luas penampang penukar kation = 9,62 ft2 = 0,89375 m2- Jumlah penukar

kation = 1 unit

Volume resin yang diperlukan Total kesadahan air = 18,2787 kg/hari Dari Tabel 12.2, Nalco, 1988, diperoleh :

- Kapasitas resin = 20 kgr/ft

- Kebutuhan regenerant = 6 lb H 3 2SO4/ft3 Kebutuhan resin =

resin

kg/hari 20

kghari 18,2787

= 0,9139 ft3

Tinggi resin =

/hari

14 . 3

0,6817= 0,2171 ft

Tinggi minimum resin 30 in = 2,5 ft (Tabel 12.4, Nalco, 1988) Sehingga volume resin yang dibutuhkan = 2,5 ft × 3,14 ft2 = 7,85 ft

Waktu regenerasi =

3 kg/hari 18,2787 ft kg 20 x ft

7,85 3 3

= 8,5892 hari

Kebutuhan regenerant H2SO4 3

3

kgr/ft 20

lb/ft 6 = 18,2787 kg/hari ×

= 5,4836 lb/hari = 2,4676 kg/jam Perhitungan kesadahan anion :

Perhitungan Kesadahan Anion

Air Sungai Cidanau, mengandung Anion : nitrat, nitrit, pospat, Cl-, SO42-, CN-, CO3

2-Total kesadahan anion = (0,11 + 0,03 + 0,4 + 20,5 + 6 + 0,008 + 370,1) mg/L , masing-masing 0,11 mg/L, 0,03 mg/L, 0,4 mg/L, 20,5 mg/L, 6 mg/L, 0,008 mg/L, dan 370,1 mg/L (Tabel 7.4).

= 397,148 mg/L = 0,397148 gr/L Jumlah air yang diolah = 50103,1390 kg/jam

= 3

3

kg/m 996,24

kg/m 50103,1390

x1000 L/m3

Kesadahan air = 0,397148 gr/L × 50292,2378 L/jam × 24 jam/hari × 10 = 50292,2378 L/jam

-3 kg/gr


(1)

= Rp 2.977.195.154

2. Biaya Variabel Pemasaran dan Distribusi

Diperkirakan 1% dari biaya variabel bahan baku = 0,01 × Rp 59.543.903.076

= Rp 595.439.031

Total biaya variabel tambahan = Rp 3.572.634.185

C. Biaya Variabel Lainnya

Diperkirakan 5 % dari biaya variabel tambahan = 0,05 × Rp 3.572.634.185 = Rp 178.631.709

Total biaya variabel = Rp 63.295.168.170

Total biaya produksi = Biaya Tetap + Biaya Variabel

= Rp 82.838.555.052 + Rp 63.295.168.170 = Rp 146.133.724.022

4. Perkiraan Laba/Rugi Perusahaan

A. Laba Sebelum Pajak (Bruto)

Laba atas penjualan = total penjualan – total biaya produksi = Rp 229.091.358.038 – Rp 146.133.724.022 = Rp 82.957.634.016

B. Pajak Penghasilan

Berdasarkan UURI Nomor 17 ayat 1 Tahun 2000, Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan adalah (Rusjdi, 2004):

 Penghasilan sampai dengan Rp 50.000.000 dikenakan pajak sebesar 10 %.

 Penghasilan Rp 50.000.000 sampai denganRp 100.000.000 dikenakan pajak sebesar15 %


(2)

Maka pajak penghasilan yang harus dibayar adalah:

- 10 %× Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000 - 15 %× (Rp 100.000.000- Rp 50.000.000) = Rp 7.500.000 - 30 %× (Rp 82.542.845.846 - Rp 100.000.000) = Rp 24.732.853.754 Total PPh = Rp 24.754.353.754

C. Laba setelah pajak (netto)

Laba setelah pajak = laba sebelum pajak – PPh

= Rp 82.542.845.846 – Rp 24.754.353.754 = Rp 57.797.492.092

4 Analisa Aspek Ekonomi

A. Profit Margin (PM) PM =

penjualan total

pajak sebelum Laba

× 100 %

PM = 100%

8.038 229.091.35

.846 82.542.845

x = 36,030 %

B. Break Even Point (BEP)

BEP = Variabel Biaya Penjualan Total Tetap Biaya

− × 100 %

BEP = 100%

170 . 168 . 295 . 63 -8.038 229.091.35 .052 82.838.555 x

= 49,96 %

Kapasitas produksi pada titik BEP = 49,96 % x 500 ton/tahun = 249,82044 ton/tahun


(3)

Nilai penjualan pada titik BEP = 49,96 % x Total Penjualan = 53,059 % x Rp. 229.091.358.838 = Rp. 144.463.409.452

C. Return on Investment (ROI) ROI =

Investasi Modal

Total

pajak setelah Laba

× 100 %

ROI = 100%

8.036 273.258.86

.092 57.797.492

x = 21,15 %

D. Pay Out Time (POT)

POT =

E. Internal Rate of Return (IRR)

Untuk menentukan nilai IRR harus digambarkan jumlah pendapatan dan pengeluaran dari tahun ke tahun yang disebut “Cash Flow”. Untuk memperoleh cash flow diambil ketentuan sebagai berikut:

- Laba kotor diasumsikan mengalami kenaikan 10 % tiap tahun - Masa pembangunan disebut tahun ke nol

- Jangka waktu cash flow dipilih 10 tahun

- Perhitungan dilakukan dengan menggunakan nilai pada tahun ke – 10 - Cash flow adalah laba sesudah pajak ditambah penyusutan.

Dari Tabel LE.11, diperoleh nilai IRR = 35,54725s % = 1 x 1 tahun

21,15 % = 4,72787 tahun


(4)

Tabel LE.11 Data Perhitungan BEP

Kapasitas (%) Biaya Tetap Biaya Variabel Total Biaya Produksi Total Penjualan

0 Rp 83.295.676.983 0 Rp 83.295.676.983 0

10 Rp 83.295.676.983 Rp 6.329.516.897 Rp 83.625.193.880 Rp 22.028.015.196 20 Rp 83.295.676.983 Rp 12.659.033.794 Rp 95.954.710.777 Rp 44.056.030.392 30 Rp 83.295.676.983 Rp 18.988.550.691 Rp 102.284.227.674 Rp 66.084.045.588 40 Rp 83.295.676.983 Rp 25.318.067.588 Rp 108.613.744.571 Rp 88.112.060.784 50 Rp 83.295.676.983 Rp 31.647.584.485 Rp 114.943.261.468 Rp 110.140.075.980 60 Rp 83.295.676.983 Rp 37.977.101.382 Rp 121.272.778.365 Rp 132.168.091.176 70 Rp 83.295.676.983 Rp 44.306.618.279 Rp 127.602.295.262 Rp 154.196.106.372 80 Rp 83.295.676.983 Rp 50.636.135.176 Rp 133.931.812.159 Rp 176.224.121.568 90 Rp 83.295.676.983 Rp 56.965.652.073 Rp 140.261.329.056 Rp 198.252.136.764 100 Rp 83.295.676.983 Rp 63.295.168.970 Rp 146.590.845.953 Rp 220.280.151.960


(5)

LE-0

50

100

150

200

250

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Kapasitas Produksi (%)

H

ar

g

a (

R

p

) 10^

9

Biaya Tetap Biaya Variabel Biaya Produksi Total Penjualan


(6)

Tabel E.13 Data Internal Rate of Return (IRR)

Tahun Laba sebelum

pajak Pajak

Laba Sesudah

pajak Depresiasi Net Cash Flow

P/F pada i = 32%

PV pad 32

0 - - - - -272.656.099.752 1 -272.656.

1

73.320.859.477 21.978.757.843 51.342.101.634 28.958.999.860 80.301.101.494 0,75758 60.834

2 80.652.945.425 24.178.383.628 56.474.561.798 28.958.999.860 85.433.561.657 0,57392 49.032

3 88.718.239.968 26.597.971.990 62.120.267.977 28.958.999.860 91.079.267.837 0,43479 39.600

4 97.590.063.964 29.259.519.189 68.330.544.775 28.958.999.860 97.289.544.635 0,32939 32.045

5 107.349.070.361 32.187.221.108 75.161.849.253 28.958.999.860 104.120.849.112 0,24953 25.981

6 118.083.977.397 35.407.693.219 82.676.284.178 28.958.999.860 111.635.284.038 0,18904 21.103

7 129.892.375.137 38.950.212.541 90.942.162.596 28.958.999.860 119.901.162.455 0,14321 17.171

8 142.881.612.650 42.846.983.795 100.034.628.855 28.958.999.860 128.993.628.715 0,10849 13.995 9 157.169.773.915 47.133.432.175 110.036.341.741 28.958.999.860 138.995.341.601 0,08219 11.424 10 172.886.751.307 51.848.525.392 121.038.225.915 28.958.999.860 149.997.225.775 0,06227 9.339 7.872

IRR = 32% +

919 . 305 . 188 413 7.872.470.

413 7.872.470.

+ x (33 – 32)%