Perhitungan Panjang Antrian Akibat Hambatan Samping Dengan Metode Gelombang Kejut (Studi Kasus : Ruas Jalan A.H Nasution)

(1)

PERHITUNGAN PANJANG ANTRIAN

AKIBAT HAMBATAN SAMPING DENGAN

METODE GELOMBANG KEJUT

(Studi Kasus : Ruas Jalan A.H Nasution)

Disusun Oleh :

ALI HUSIN

06 0404 102

Disetujui oleh : Pembimbing

Medis Sejahtera Surbakti, ST, MT NIP. 19710914 200012 1 001

SUB JURUSAN TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Abstrak

“Perhitungan Panjang Antrian

Akibat Hambatan Samping Dengan Metode Gelombang Kejut (Studi Kasus : Ruas Jalan A.H Nasution)”

Oleh: ALI HUSIN ( 06 0404 102)

Pertumbuhan lalu lintas di masa yang akan datang tentu akan memerlukan perencanaan dan pengendalian arus lalu lintas pada jaringan jalan sehingga diharapkan mampu melayani arus lalu lintas yang lewat. Salah satu kendala lalu lintas yang terdapat pada ruas jalan adalah penyempitan jalan (bottleneck) yang diakibatkan oleh hambatan samping. Penyempitan jalan adalah suatu bagian jalan dengan kondisi kapasitas lalu lintas sesudahnya lebih kecil dari bagian masuk (sebelumnya). Penyempitan ruas jalan akan menimbulkan hambatan dalam lalulintas, yaitu terjadinya penurunan kecepatan dan timbulnya antrian kenderaan. Akan tetapi pengaruh penyempitan jalan tidak berarti sama sekali apabila arus lalu-lintas (demand) lebih kecil dari pada daya tampung atau kapasitas jalan (supply) pada daerah penyempitan sehingga arus lalu lintas dapat terlewatkan dengan mudah tanpa ada hambatan.

Di dalam menentukan hubungan karakteristik lalu lintas pada penyempitan jalan digunakan tiga metode pendekatan yaitu linier Greenshield, logaritmik Greenberg, eksponensial Underwood. Pada kondisi arus lalu lintas dengan kecepatan yang bervariasi, ketiga model tersebut menghasilkan nilai yang cukup baik, akan tetapi pada pengujian statistik terlihat bahwa model Greenshield memenuhi kriteria yang lebih baik diantara kedua model lainnya.

Dari hasil perhitungan dengan metode Greenshield diperoleh arus lalu lintas maksimum (qc), kecepatan arus bebas (Uf) kerapatan maksimum (kj) nilai gelombang kejut (ω) serta panjang antrian (L) dari masing-masing arah dan periode waktu, yaitu (a) untuk arah ke Persimpangan Jalan Sisingamangaraja pada kondisi ruas jalan menyempit Periode I (08.00 - 08.05) : qA = 3185,600 smp/jam, qB = 3148,785 smp/jam, kA = 189,346 smp/km, kB = 245,186. Uf = 16,824 km/jam, ωAB = -0,659 km/jam, N = -88,019 smp, L = -0,359 km. Periode II (13.25 - 13.30) : qA = 1106,400 smp/jam, qB = 1162,147 smp/jam, kA = 96,105 smp/km, kB = 77,947 smp/km, Uf = 11,512 km/jam. ωAB = -3,070 km/jam, N = -350,808 smp, L = -4,501 km.Periode III (17.15 - 17.20) : qA = 2546,800 smp/jam, qB = 2534,664 smp/jam, kA = 168,630 smp/km, kB = 232,958 smp/km, Uf = 15,103 km/jam.

ωAB = -0,189 km/jam, N = -19,678 smp, L= -0,084 km. (b) untuk arah ke Persimpangan Jalan Sisingamangaraja pada kondisi ruas jalan normal Periode I qc = 3078,922 smp/jam, kj = 215,755 smp/km dan Uf = 16,915 km/jam, Periode II qc = 1208,63 smp/jam, kj = 85,0716 smp/km dan Uf = 16.589 km/jam, Periode III qc = 2592,90 smp/jam, kj = 447,738 smp/km dan U = 15,3558 km/jam.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya hingga selesainya Tugas Akhir ini dengan judul Perhitungan Panjang Antrian Akibat Hambatan Samping Dengan Metode Gelombang Kejut .

Tugas Akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam Ujian Sarjana Teknik Sipil Bidang Studi Transportasi pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini yang masih banyak kekurangan. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman. Dengan tangan terbuka dan hati yang tulus menerima saran dan kritik bapak dan ibu dosen serta rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Penulis juga menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini saya menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan tidak terhingga kepada kedua orang tua yang selalu yang telah memberikan segalanya hingga dapat menyelesaikan perkuliahan ini.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Prof. DR. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak IR., Sahrizal M.Sc., selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Bapak Medis Surbakti ST, MT selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada hentinya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. 5. Kedua ora g tua tersaya g ya g tak per ah lelah berdo’a, e berika segala ya g

terbaik dan kasih sayang yang tak berkesudahan, serta seluruh saudara-saudara saya semuanya.

6. Rekan – rekan mahasiswa stambuk 2006 terutama Royhan, Sawal siregar, Fadli Munawar, M.Sai, dan saudara di laboratorium Beton USU

7. Adek - adek, terutama Alpian Sir, Hady Anwar, Henrika Sahbana, Winda Wahyuni, Adearianto, Ibarahim, Rahmad Parlindungan Lubis, atas bantuannya dalam survei perlintasannya maupun dalam penyelesaian tugas akhir ini.

8. Dan kepada rekan – rekan mahasiswa Teknik Sipil USU stambuk 2006, 2007, 2008, 2009, dan 2010 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu penulis menyusun tugas akhir ini.

Medan, Mei 2012

ALI HUSIN 06 0404 102


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR ISTILAH ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum ... 1

I.2 Latar belakang ... 3

I.3 Tujuan Penelitian ... 5

I.4 Lokasi Studi ... 6

I.5 Pembatasan Masalah ... 7

I.6 Metodologi Penelitian ... 8


(6)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Karakteristik Arus Lalu Lintas ... 11

II.1.1Volume ... 12

II.1.2 Kecepatan ... 13

II.1.3 Kerapatan ... 14

II.2 Metode Survei Lalu Lintas ... 14

II.2.1 Metode Survei Jumlah Kendaraan ... 15

II.2.2 Metode Survei Waktu Tempuh Kendaraan ... 16

II.3 Gelombang Kejut (shock wave) ... 18

II.3.1 Gelombang Kejut akibat hambatan samping ... 18

II.3.2 Klasifikasi Gelombang Kejut ... 19

II.3.3 Nilai Gelombang Kejut ... 22

II.4 Hambatan Samping (side friction) ... 25

II.5 Penyempitan Dalam Sistem Transportasi ... 27

II.5.1 Hubungan antara Volume, Kecepatan, Dan kerapatan ... 30


(7)

II.5.4 Hubungan antara Volume Dan kerapatan ... 34

II.6 Pemodelan Hubungan antara Volume, Kecepatan, Dan Kerapatan ... 37

II.6.1 Model Linear Menurut Greenshields ... 37

II.6.2 Model Linear Menurut Grenbeerg ... 39

II.6.3 Model Linear Menurut Underwood ... 41

II.7 Pengujian Statistik ... 42

II.7.1 Analisis Regresi Linear ... 42

II.7.2 Analisa Korelasi ... 43

II.7.3 Pengujian Signifikasi ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Pengumpulan Data ... 46

III.1.1 Pemilihan Lokasi ... 46

III.1.2 Pilot Survei ... 46

III.2 Perancangan Survei Lalu Lintas ... 47

III.2.1 Waktu Survei ... 47


(8)

III.2.3 Surveyor Dan Perlengkapan ... 48

III.3 Metode Pengabilan Data ... 48

III.3.1 Pengambilan Data Volume Lalu Lintas... 49

III.3.2 Pengambilan Data Waktu Tempuh Kenderaan ... 49

III.4 Metodologi Analisa Data ... 50

III.4.1 Perhitungan Besar Volume kendaraan ... 50

III.4.2 Perhitungan Kecepatan dan Rata-rata Ruang ... 50

III.4.3 Perhitungan Kerapatan Lalu Lintas ... 51

III.4.4 Perhitungan Model Hubungan Volume–Kecepatan-Kerapatan ... 51

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA IV.1 Data Lapangan Hasil Survei ... 53

IV.1.1 Data Lapangan Jumlah Kenderaan ... 53

IV.1.2 Data Pengamatan Waktu Tempuh ... 54

IV.2 Perhitungan Volume, Kecepatan Rata-rata Ruang Dan Kerapatan Lalu lintas ... 54


(9)

IV.2.2 Perhitungan Kecepatan Rata-rata Ruang Kenderaan ... 56

IV.2.3 Perhitungan Kerapatan Lalu Lintas ... 57

IV.3 Hubungan Antara Volume, Kecepatan Dan Kerapatan ... 69

IV.3.1 Persamaan Regresi Linear ... 69

IV.3.2 Nilai Arus Maksimum (qMaks) ... 61

IV.3.3 Pengujian Statistik ... 63

IV.3.4 Perhitungan Bobot Hambatan Samping ... 93

IV.3.5 Nilai Gelombang Kejut ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan ... 107

V.2 Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... ….


(10)

DAFTAR ISTILAH

Bottleneck : Penyempitan jalan yakni suatu bagian jalan dengan

kondisi kapasitas lalu lintas sesudahnya lebih kecil

dari bagian masuk.

Speed : Kecepatan

Rate Flow : Tingkat arus

Density : Kepadatan

Spacing : Jarak antara dua kenderaan yang berurutan di dalam suatu aliran lalu lintas yang diukur dari bemper depan satu

kenderaan ke bemper depan kenderaan yang di

belakangnya

Headway : Waktu antara dua kenderaan yang berurutan ketika melalui sebuah titik pada suatu jalan

Demand : Kapasitas jalan (daya tampung) yang tersedia Light Vehicle : Kendaraan ringan

Heavy Vehicle : Kendaraan berat

Traffic Counting : Alat penghitung lalu lintas Spot speed : Kecepatan seketika/sesaat


(11)

Journey speed : Kecepatan rata-rata kenderaan yang dihitung dari dari jarak tempuh dibagi dengan waktu tempuh


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel

Halaman

2.1 Jenis aktivitas samping jalan ... 25 2.2 Kelas hambatan samping ... 26 2.3 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Hambatan Samping dan

lebar

bahu (FCcf) pada jalan perkotaan dengan Kerb... 26 4.1 Hasil perhitungan volume, kecepatan dan kerapatan Jl. A.H NST arah ke

persimpangan menuju jalan sm.raja periode I (07.00 - 09.00 wib) Kondisi Jalan Normal...65 4.2 Hasil perhitungan volume, kecepatan dan kerapatanJl. A.H NST arah ke

persimpangan menuju jalan sm.rajaPeriode II (12.00 – 14.00 wib) Kondisi

Jalan... 66 4.3 Hasil perhitungan volume, kecepatan dan kerapatanJl. A.H NST arah ke

persimpangan menuju jalan sm.rajaPeriode II (16.00 – 18.00 wib) Kondisi Jalan. ...67 4.4 Hasil perhitungan volume, kecepatan dan kerapatan Jl. A.H NST arah

kepersimpangan menuju jalan sm.rajaPeriode I (07.00 - 09.00 wib) Pada


(13)

4.5 Hasil perhitungan volume, kecepatan dan kerapatan Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju jalan sm.rajaPeriode II (12.00 – 14.00 wib) Pada

Penyempitan Jalan ... 69 4.6 Hasil perhitungan volume, kecepatan dan kerapatanJl. A.H NST arah ke

persimpangan menuju jalan sm.raja Periode II (16.00 – 18.00 wib) Pada

Penyempitan Jalan ... 70 4.7 Hasil Perhitungan Regresi Linier Jl. A.H NST arah ke persimpangan

menuju jalan sm.rajaPeriode I (07.00 - 09.00 wib) Kondisi Jalan... 71 4.8 Hasil Perhitungan Regresi Linier Jl. A.H NST arah ke persimpangan

menuju jalan sm.raja Periode II (12.00 – 14.00 wib) Kondisi

Jalan... 72

4.9 Hasil Perhitungan Regresi Linier Jl. A.H NST arah ke persimpangan

menuju jalan sm.raja Periode II (16.00 – 18.00 wib) Kondisi Jalan... 73 4.10 Hasil Perhitungan Regresi Linier Jl. A.H NST arah ke persimpangan

menuju jalan sm.raja Periode I (07.00 - 09.00 wib) Pada Penyempitan Ruas

Jalan... .74 4.11 Hasil Perhitungan Regresi Linier Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju

jalan sm.raja Periode II (12.00 – 14.00 wib) Pada Penyempitan

Jalan... 75 4.12 Hasil Perhitungan Regresi Linier Jl. A.H NST arah ke persimpangan

menuju jalan sm.raja Periode II (16.00 – 18.00 wib) Pada Penyempitan


(14)

4.13 Hasil Perhitungan Regresi Linier dan q maksimum masing-masing model

Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju jalan sm.raja Kondisi Jalan Normal 77

4.14 Persamaan hubungan antara volume, kecepatan dan kerapatan masing – masing model

Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju jalan sm.raja Kondisi Jalan

Normal 78

4.15 Hasil Perhitungan Regresi Linier Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju jalan sm.raja Kondisi

Jalan... 79 4.16 Hasil perhitungan regresi linier dan q maksimum masing-masing model

Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju jalan sm.rajaPada Penyempitan Ruas

Jalan... 80 4.17 Persamaan hubungan antara volume, kecepatan dan kerapatan masing -

masing model Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju jalan sm.raja

Pada Penyempitan Ruas Jalan... 81 4.18 Hasil Perhitungan Regresi Linier Jl. A.H NST arah ke persimpangan

menuju jalan sm.raja Pada Penyempitan Ruas Jalan... 82 4.19 Nilai kapasitas maksimum masing-masing metode Jl. A.H NST arah ke


(15)

4.21 Hambatan samping di jalan a.h nst menuju jalan sm. raja

Periode I (07.00 - 09.00 wib) ... 93 4.22 Hambatan samping di jalan a.h nst menuju jalan sm. raja

Periode II (12.00 – 14.00 wib) ... 93 4.23 Hambatan samping di jalan a.h nst menuju jalan sm. raja

Periode II (16.00 – 18.00 wib) ... 93 4.24 Perhitungan bobot hambatan samping

Periode I (07.00 - 09.00 wib) ... 94 4.25 Perhitungan bobot hambatan samping

Periode II (12.00 – 14.00 wib) ... 94 4.26 Perhitungan bobot hambatan samping

Periode II (16.00 – 18.00 wib) ... 94 4.27 Hasil perhitungan nilai gelombang kejut, banyak kenderaan dan panjang

antrian Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju jalan sm.raja Periode I (07.00 - 09.00 WIB)

Dengan metode

Greenshield... 98 4.28 Hasil perhitungan nilai gelombang kejut, banyak kenderaan dan panjang

antrian Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju jalan sm.rajaPeriode II (12.00 - 14.00 WIB)


(16)

4.29 Hasil perhitungan nilai gelombang kejut, banyak kenderaan dan panjang antrian Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju jalan sm.rajaPeriode

III (16.00 - 18.00 WIB) Dengan metode Greenshield... 100 4.30 Hasil perhitungan nilai gelombang kejut, banyak kenderaan dan panjang

antrian Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju jalan sm.rajaPeriode

I (07.00 - 09.00 WIB) Dengan metode Greenberg... 101 4.31 Hasil perhitungan nilai gelombang kejut, banyak kenderaan dan panjang

antrian Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju jalan sm.rajaPeriode

II (12.00 - 14.00 WIB) Dengan metode Greenberg... 102

4.32 Hasil perhitungan nilai gelombang kejut, banyak kenderaan dan panjang antrian Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju jalan sm.rajaPeriode III (16.00 - 18.00 WIB)

Dengan metode Greenberg... 103 4.33 Hasil perhitungan nilai gelombang kejut, banyak kenderaan dan panjang

antrian Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju jalan sm.rajaPeriode I (07.00 - 09.00 WIB) Dengan metode Underwood...104 4.34 Hasil perhitungan nilai gelombang kejut, banyak kenderaan dan panjang

antrian Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju jalan sm.rajaPeriode II (12.00 - 14.00 WIB) Dengan metode Underwood...105

4.35 Hasil perhitungan nilai gelombang kejut, banyak kenderaan dan panjang antrian Jl. A.H NST arah ke persimpangan menuju jalan sm.rajaPeriode III (16.00 - 18.00 WIB) Dengan metode Underwood...106


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Gambar

Halaman

1.1 Bagan Alir Penelitian ... 10 3.1 Peta Lokasi Daerah Pengamatan ... 52 3.2 Sketsa Lokasi survey


(18)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Judul Grafik

Halaman

4.1 Hubungan antara Volume dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield (Jalan A.H NST Arah ke Persimpangan Jalan Sisingamangaraja

Periode I) 83

4.2 Hubungan antara Volume dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield (Jalan A.H NST Arah ke Persimpangan Jalan Sisingamangaraja

Periode II) 84

4.3 Hubungan antara Volume dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield (Jalan A.H NST Arah ke Persimpangan Jalan Sisingamangaraja

Periode III) ... 85 4.4 Hubungan antara Volume dan Kecepatan Menurut Metode

Greenshield

(Jalan A.H NST Arah ke Persimpangan Jalan Sisingamangaraja Periode I) 86


(19)

(Jalan A.H NST Arah ke Persimpangan Jalan Sisingamangaraja Periode II) 87

4.6 Hubungan antara Volume dan Kecepatan Menurut Metode Greenshield

(Jalan A.H NST Arah ke Persimpangan Jalan Sisingamangaraja

Periode III) ... 88 4.7 Hubungan antara Kecepatan dan Kerapatan Menurut Metode

Greenshield

(Jalan A.H NST Arah ke Persimpangan Jalan Sisingamangaraja Periode I) 89

4.8 Hubungan antara Kecepatan dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield

(Jalan A.H NST Arah ke Persimpangan Jalan Sisingamangaraja Periode II) 90

4.9 Hubungan antara Kecepatan dan Kerapatan Menurut Metode Greenshield

(Jalan A.H NST Arah ke Persimpangan Jalan Sisingamangaraja


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Peta kota Medan

LAMPIRAN B Hasil Survei volume Lalu Lintas

LAMPIRAN C Hasil Survei Waktu Tempuh


(21)

Abstrak

“Perhitungan Panjang Antrian

Akibat Hambatan Samping Dengan Metode Gelombang Kejut (Studi Kasus : Ruas Jalan A.H Nasution)”

Oleh: ALI HUSIN ( 06 0404 102)

Pertumbuhan lalu lintas di masa yang akan datang tentu akan memerlukan perencanaan dan pengendalian arus lalu lintas pada jaringan jalan sehingga diharapkan mampu melayani arus lalu lintas yang lewat. Salah satu kendala lalu lintas yang terdapat pada ruas jalan adalah penyempitan jalan (bottleneck) yang diakibatkan oleh hambatan samping. Penyempitan jalan adalah suatu bagian jalan dengan kondisi kapasitas lalu lintas sesudahnya lebih kecil dari bagian masuk (sebelumnya). Penyempitan ruas jalan akan menimbulkan hambatan dalam lalulintas, yaitu terjadinya penurunan kecepatan dan timbulnya antrian kenderaan. Akan tetapi pengaruh penyempitan jalan tidak berarti sama sekali apabila arus lalu-lintas (demand) lebih kecil dari pada daya tampung atau kapasitas jalan (supply) pada daerah penyempitan sehingga arus lalu lintas dapat terlewatkan dengan mudah tanpa ada hambatan.

Di dalam menentukan hubungan karakteristik lalu lintas pada penyempitan jalan digunakan tiga metode pendekatan yaitu linier Greenshield, logaritmik Greenberg, eksponensial Underwood. Pada kondisi arus lalu lintas dengan kecepatan yang bervariasi, ketiga model tersebut menghasilkan nilai yang cukup baik, akan tetapi pada pengujian statistik terlihat bahwa model Greenshield memenuhi kriteria yang lebih baik diantara kedua model lainnya.

Dari hasil perhitungan dengan metode Greenshield diperoleh arus lalu lintas maksimum (qc), kecepatan arus bebas (Uf) kerapatan maksimum (kj) nilai gelombang kejut (ω) serta panjang antrian (L) dari masing-masing arah dan periode waktu, yaitu (a) untuk arah ke Persimpangan Jalan Sisingamangaraja pada kondisi ruas jalan menyempit Periode I (08.00 - 08.05) : qA = 3185,600 smp/jam, qB = 3148,785 smp/jam, kA = 189,346 smp/km, kB = 245,186. Uf = 16,824 km/jam, ωAB = -0,659 km/jam, N = -88,019 smp, L = -0,359 km. Periode II (13.25 - 13.30) : qA = 1106,400 smp/jam, qB = 1162,147 smp/jam, kA = 96,105 smp/km, kB = 77,947 smp/km, Uf = 11,512 km/jam. ωAB = -3,070 km/jam, N = -350,808 smp, L = -4,501 km.Periode III (17.15 - 17.20) : qA = 2546,800 smp/jam, qB = 2534,664 smp/jam, kA = 168,630 smp/km, kB = 232,958 smp/km, Uf = 15,103 km/jam.

ωAB = -0,189 km/jam, N = -19,678 smp, L= -0,084 km. (b) untuk arah ke Persimpangan Jalan Sisingamangaraja pada kondisi ruas jalan normal Periode I qc = 3078,922 smp/jam, kj = 215,755 smp/km dan Uf = 16,915 km/jam, Periode II qc = 1208,63 smp/jam, kj = 85,0716 smp/km dan Uf = 16.589 km/jam, Periode III qc = 2592,90 smp/jam, kj = 447,738 smp/km dan Uf = 15,3558 km/jam.


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Jalan raya yang merupakan prasarana darat yang memegang peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa, baik dari daerah maupun kedaerah yang lainnya. Maka syarat yang penting untuk perkembangan dan kesejahteraan masyarakat ialah adanya suatu sistem transportasi yang baik dan bermanfaat.

Penataan sistem transportasi yang terpadu baik di wilayah perkotaan, pedesaan maupun antar kota dan kota, kota dan desa, serta desa dengan desa yang selaras dengan pendekatan wilayah tersebut sangat menentukan sekali bagi tercapainya pembangunan nasional. Medan salah satu kota besar di Indonesia yang melakukan pembangunan di segala bidang untuk menuju sebuah kota metropolitan. Segala kegiatan pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan dan sebagainya yang berkembang sedemikian besarnya menuntut ketersediannya sarana dan prasarana transportasi yang dapat menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi dan daerah dengan menata sistem transportasi pada sebuah kota metropolitan. Dengan semakin bertambah besarnya segala kegiatan tersebut maka akan semakin bertambah pula intensitas pergerakan arus melakukan perjalanan yang yang ada.


(23)

Melihat kondisi di atas dan memperhatikan tingkat perkembangan kota serta pertumbuhan lalu lintas dimasa mendatang maka akan diperlukan perencanaan dan pengendalian arus lalu lintas pada jaringan jalan sehingga diharapkan mampu melayani arus lalu lintas yang lewat. Salah satu kendala yang terdapat pada ruas jalan adalah penyempitan jalan (Bottleneck) serta banyaknya hambatan hambatan samping yang terjadi pada ruas jalan. Penyempitan ini akan mengakibatkan kendaraan yang memasuki daerah penyempitan harus mengurangi kecepatannya dan kerapatan akan semakin meningkat atau bahkan terjadi antrian kendaraan. Dari keadan ini ada suatu perilaku lalu lintas yang kita lihat, bahwa kendaraan tersebut akan mengalami suatu gelombang aliran yang disebut gelombang kejut (shock wave).

Selain itu perkembangan kota tidak lepas dari beberapa aspek lain, seperti banyaknya penduduk yang setiap hari semakin bertambah. Untuk itu semua perlu penunjangan penunjangan untuk memenuhi kebutuhannya. Perlunya sarana kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Sarana sarana ini juga sangat berpengaruh terhadap arus lalu lintas apalagi sarana tersebut tidak dilengkapi dengan sarana lain. Biasanya sarana tersebut berada di pinggir jalan raya atau dekat dengan jalan raya. Semuanya itu perlu adanya tempat parkir yang memadai supaya tidak mengganggu pengguna jalan, Akibatnya jalan raya tersebut dipakai satu jalur untuk tempat parkir, yang dua lajur menjadi satu lajur. Sehingga menimbulkan kemacetan di sekitar jalan tersebut. Karena kapasitas yang biasanya cukup menjadi tidak cukup lagi. Dari penomena ini dapat kita lihat akibat kemacetan yang terjadi dan akan menimbulkan perilaku kendaraan yang seolah olah mengalami gelombang kejut.


(24)

I.2 Latar Belakang

Permasalahan transportasi merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh negara-negara yang telah maju dan juga negara yang berkembang Seperti Indonesia. Baik dibidang transportasi perkotaan (Urban transportation) maupun transportasi antar kota (Rural transportation). Menurut yupiter indra jaya, 2003.

Salah satu permasalahan yang turut memperburuk kondisi lalu lintas, yang akan dijadikan bahan penelitian disini adalah masalah penyempitan jalan pada ruas jalan yang padat arus lalu lintasnya. Penyempitan adalah suatu bagian jalan dengan kondisi kapasitas lalu lintas sesudahnya (down stream) lebih kecil dari bagian masuk (up stream). Kondisi jalan seperti ini biasanya terjadi pada saat memasuki jembatan atau saat terjadi perbaikan jalan atau kondisi lainnya. Yang menyebabkan terjadinya perubahan perjalanan sehingga terjadi penurunan kecepatan dan bertambahnya kerapatan kenderaan. Dari kejadian tersebut perilaku kenderaan seolah-olah terjadinya suatu gelombang yang disebut gelombang kejut . Gelombang kejut dapat digambarkan sebagai gerakan pada arus lalu lintas akibat adanya perubahan nilai kepadatan arus lalu lintas apabila arus dan kepadatan relatif tinggi. Titik pada saat kenderaan harus mengurangi kecepatannya ditandai dengan adanya nyala lampu rem, dan titik tersebut akan bergerak ke arah datangnya lalu lintas. Gerakan lampu rem tersebut menyala relatif terhadap jalan, sebenarnya merupakan gerakan gelombang kejut. Sebagai contoh adalah perilaku lalu lintas pada suatu jalur lalu lintas yang menyempit misalnya perilaku lala lintas sepanjang jalan pada saat jam sibuk dimana kapasitas


(25)

sehingga terjadi antrian, antrian ini akan berangsur angsur normal kembali setelah jam sibuk.

gelombang kejut tersebut dapat ditinjau dari berbagai kondisi di lapangan diantaranya:

1. Gelombang kejut diam depan (frontal stationary) 2. Gelombang kejut bentukanmundur (backward forming)

3. Gelombang kejut pemulihanmaju (forward recovery)

4. Gelombang kejut diambelakang (rear stationary)

5. Gelombang kejut pemulihanmundur (backward recovery)

6. Gelombang kejut bentukanmaju (forward forming)

Dalam kajian ini yang dilakukan studi penelitiannya hanya gelombang kejut yang terjadi pada penyempitan ruas jalan yang di akibatkan oleh hambatan samping yang relatif besar.

Pengaruh penyempitan jalan ini tidak berarti sama sekali apabila arus lalu lintas (demand) lebih kecil dari pada daya tampung atau kapasitas jalan (supply) pada daerah penyempitan sehingga arus lalu lintas dapat terlewatkan dengan mudah tanpa ada hambatan.

Banyak aktivitas samping jalan di perkotaan sering menimbulkan konflik dimana kadang-kadang besar pengaruhnya terhadap arus lalu lintas. Pengaruh konflik ini (hambatan samping) yang terutama berpengaruh pada kapasitas jalan perkotaan adalah: pejalan kaki, angkutan umum dan kenderaan lain berhenti,


(26)

kenderaan bermotor, parkir sembarangan, serta kenderaan masuk dan keluar dari lahan disamping jalan.

Pada umumnya jalan perkotaan, khususnya pada jalan Tritura atau Jalan A.H Nasution Medan harus melayani arus lalu lintas yang cukup besar. Oleh karena itu ruas jalan harus mampu beroperasi secara maksimal. Jalan tritura ini merupakan jalan akses menuju terminal amplas. Sedangkan jalan ini merupakan daerah pertokoan dan lebarnya relatif sempit, hal ini mengakibatkan meningkatnya konflik yang timbul sehingga menyebabkan menurunnya kecepatan arus lalu lintas dan menurunnya kapasitas arus lalu lintas yang dilewatkan oleh jalan tersebut.

I.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hubungan arus (flow), kecepatan (speed), dan kerapatan

(density) lalu lintas akibat terjadinya penyempitan jalan pada lokasi studi.

Dengan menggunakan pendekatan: a. Model linear Greenshilds

b. Model Logaritmik Greenberg

c. Model Eksponenesial Underwood

2. Mengetahui nilai arus maksimum pada ruas jalan normal dan ruas jalan yang mengalami hambatan samping dan penyempitan di daerah studi penelitian.


(27)

3. Untuk mengetahui nilai gelombang kejut akibat terjadinya penyempitan ruas jalan pada lokasi studi.

4. menghitung panjang antrian akibat hambatan samping pada lokasi studi.

1.4 Lokasi studi

Lokasi studi penelitian saya ini terletak pada jalan topografi datar dan pengaruh gangguan samping relatif besar. Serta kondisi perkerasan relatif baik, sehingga pengaruh lalu lintas yang terjadi karena penyempitan jalan yang di akibatkan oleh gangguan atau hambatan samping. Hambatan samping ini berupa kenderaan yang memakai jalan raya untuk tempat parkir. Sehingga dapat menimbulkan gangguan pada pengguna jalan, berupa kemacetan karena jalan tidak sanggup lagi menerima kapasitas arus yang datang dimana arusnya lebih besar dari pada yang keluar dari zona tersebut. Sehingga dari hal ini terjadi suatu antrian atau dikenal istilah Disiplin antrian. Yang dimaksud dengan disiplin antrian adalah aturan pelayanan yang mengacu kepada pemberian pelayanan.

Panjangnya antrian kenderaan juga bisa terjadi akibat berhentinya angkutan umum dan ini juga merupakan salah satu bentuk hambatan samping. Analisa untuk panjang antrian ini bisa menggunakan metode pendekatan dengan cara regresi linear.

Pada ruas Jalan Tritura atau Jalan A.H Nasution menuju ke arah jalan Sisingamangaraja secara visual tampak adanya penyempitan jalan yang diakibatkan oleh hambatan samping tepatnya di depan sekolah Prime One School


(28)

yang mengakibatkan kemampuan jalan menampung volume lalu lintas berkurang. Hambatan samping adalah interaksi antara arus lalu lintas dengan kegiatan disamping jalan raya yang mengakibatkanpengurahan terhadap arus jenuh di dalam pendekatan (MKJI1997).

I.5 Pembatasan Masalah

1. Penelitian ini akan dibatasi pada lokasi studi yakni pada ruas jalan tritura dipilih 200 meter.

2. Analisa dilakukan terhadap aspek supply dan demand pada lokasi tersebut.

3. Penelitian ini tidak membahas sikap dan prilaku pengemudi kenderaan.

4. Perhitungan volume lalu lintas dengan cara manual. Dengan cara melakukan survei kendaraan berupa survei lalu lintas dan waktu tempuh dengan bantuan formulir isian.

5. Perhitungan waktu tempuh kendaraan dilakukan dengan metode kecepatan setempat dengan mengukur waktu kecepatan bergerak. 6. Survei hanya dilakukan pada jam sewaktu pulang sekolah dan pada

jam sibuk yang terjadi kemacetan pada lokasi studi.

 Pagi hari pukul 07.00-09.00 WIB

 Siang hari pukul 12.00-14.00 WIB


(29)

7. Penulis melakukan survei hanya tiga hari saja, dimana hari-hari tersebut mewakili hari-hari lainnya.

I.6 Metodologi penelitian

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah Studi kasus, dengan mendapatkan data-data dari lapangan dan mengumpulkan keterangan dari buku-buku atau jurnal serta masukan dari dosen pembimbing.

Adapun teknik pembahasan yang dilakukan adalah:

1. Studi literatur yaitu mengumpulkan kajian literatur yang berhubungan dengan tugas akhir ini yang bersumber dari buku-buku serta referensi jurnal sebagai pendekatan teori maupun sebagai perbandingan untuk mengkaji penelitian ini.

2. Melakukan survei pendahuluan untuk mengidentifikasi permasalahan di lapangan.

3. Dalam penelitian ini digunanakan dua data sumber yaitu: a. Data primer seperti:

Volume lalu lintas yaitu melakukan survei di lapangan untuk memperoleh data volume lalu lintas di lokasi studi, metode pengumpulan data dilakukan secara manual.

b. Data sekunder berupa literatur yang relevan, peta jaringan jalan kota medan dan data-data instansi terkait.

4. Melakukan analisa dan pengolahan data. 5. Kesimpulan dan saran.


(30)

I.7 sistematika penulisan

BAB. I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB. II Tinjauan pustaka

Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian dan digunakan dalam penyelesaian masalah.

BAB. III Metodologi penelitian

Bab ini membahas tentang diagram alir dan prosedur-prosedur dalam penyelesaian masalah.

BAB. IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini menbahas tentang hasil pembahasan dan menganalisis data yang diperoleh dari pembahasahan.

BAB. V Kesimpulan dan saran

Menyimpulkan hasil-hasil yang didapat dari pengolahan data dan memberikan saran untuk hasil tersebut.


(31)

Secara keseluruhan kegiatan penyusunan Tugas Akhir ini dapat digambarkan dalam bagan alir yang terlihat pada gambar 1.1 di bawah ini:

Gambar 1.1 Bagan alir penelitian

Menentukan Tujuan, Judul dan Lingkup Studi

Persiapan

 Survei pendahuluan

 Indentifikasi masalah

Pengumpulan data

Data sekunder

- Literatur - Peta - hambatan

samping

Data primer

- Volume arus lalu lintas

- Kecepatan arus lalu lintas

Perhitungan data

- Volume arus lalu lintas - Kecepatan arus lalu lintas - Kerapatan arus lalu lintas - Hambatan samping

Analisis data

- Pemodelan (Linear Greenshieds, Logaritma Greenberg, dan eksponensial Underwood)

- Kapasitas supply dan demand

jalan

- Gelombang kejut


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 karakteristik Arus Lalu Lintas

Arus lalu lintas terbentuk dari pergerakan individu pengendara yang melakukan interaksi antara yang satu dengan yang lainnya pada suatu ruas jalan dan lingkungannya. Karena persepsi dan kemampuan individu pengemudi mempunyai sifat yang berbeda maka perilaku kenderaan arus lalu lintas tidak dapat diseregamkan lebih lanjut, arus lalu lintas akan mengalami perbedaan karakteristik akibat dari perilaku pengemudi yang berbeda yang dikarenakan oleh oleh karakteristik lokal dan kebiasaan pengemudi. Arus lalu lintas pada suatu ruas jalan karakteristiknya akan bervariasi baik berdasar waktunya. Oleh karena itu perilaku pengemudi akan berpengaruh terhadap perilaku arus lalu lintas.

Dalam menggambarkan arus lalu lintas secara kuantitatif dalam rangka untuk mengerti tentang keragaman karakteristiknya dan rentang kondisi perilakunya, maka perlu suatu parameter. Parameter tersebut harus dapat didefenisikan dan diukur oleh insinyur lalu lintas dalam menganalisis, mengevaluasi, dan melakukan perbaikan fasilitas lalu lintas berdasarkan parameter dan pengetahuan pelakunya.


(33)

Karakteristik utama arus lalu lintas yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik arus lalu lintas adalah sebagai berikut:

1. Volume (q) 2. Kecepatan (v) 3. Kerapatan (k)

II.1.1 Volume (q)

Volume merupakan jumlah kenderaan yang diamati melewati suatu titik tertentu dari suatu ruas jalan selama rentang waktu tertentu.

Volume lalu lintas biasanya dinyatakan dengan satuan kenderaan/jam atau kenderaan/hari. (smp/jam) atau (smp/hari).

Dalam pembahasannya volume di bagi menjadi: 1. Volume harian (daily volumes)

Volume harian ini digunakan sebagai dasar perencanaan jalan dan observasi umum tentanng trend pengukuran volume pengukuran volume harian ini dapat dibedakan:

a. Average Annual Daily Traffic (AADT), yakni volume yang diukur

selama 24 jam dalam kurun waktu 365 hari, dengan demikian total kenderaan yang di bagi 365 hari.

b. Average Daily traffic (AAD), yakni volume yang diukur selama 24

jam penuh dalam periode waktu tertentu yang dibagi dari banyaknya hari tersebut.


(34)

2. Volume jam-an (hourly volumes)

Yakni suatu pengamatan terhadap arus lalu lintas untuk untuk menentukan jam puncak selama periode pagi dan sore. Dari pengamatan tersebut dapat diketahui arus paling besar yang disebut arus pada jam puncak. Arus pada jam puncak ini dipakai sebagai dasar untuk deign jalaraya dan analisis operasi lainnya yang dipergunakan seperti untuk analisa keselamatan. peak hour factor (PHF) merupakan perbandingan volume lalu lintas per jam pad saat jam puncak dengan 4 kali rate of flow pada saat yang sama (jam puncak).

Volume per jam

PHF = ....(2.1)

4 x peak rate factor of flow

Rate of flow adalah nilai eqivalen dari volume lalu lintas per jam, dihitung dari jumlah kenderaan yang melewati suatu titik tertentu pada suatu lajur/segmen jalan selama interval waktu kurang dari satu jam.

II.1.2 kecepatan

Kecepatan didefenisikan sebagai laju dari suatu pergerkan kenderaan dihitung dalam jarak per satuan waktu. Dalam pergerakan arus lalu lintas, tiap kenderaan berjalan pada jalan yang berbeda. Dengan demikian dalam arus lalu lintas tidak dikenal karakteristik kecepatan kenderaan tunggal. Dari distribusi tersebut, jumlah rata-rata atau nilai tipikal dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik dari arus lalu lintas.


(35)

II.1.3 kerapatan

Kerapatan didefenisikan sebagai jumlah kenderaan yang menempati suatu panjang jalan atau lajur, secara umum diekspresikan dalam kenderaan per kilometer. Kerapatan sulit di ukur secara langsung di lapangan, melainkan dihitung dari nilai kecepatan dan arus sebagai hubungan:

Sehingga: q = k . s ...(2.2)

K = q . s

Keterangan : q = arus

s = space meand speed

K = kerapatan

II.2 Metode Survei Lalu Lintas

Teknik lalu lintas telah berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi, demikian pula halnya dengan pengumpulan data-data lau lintas. Data mengenai lalu lintas diperlukan untuk berbagai kebutuhan perencanaan transportasi. Untuk dapat melakukan survei secara efisien maka maksud dan tujuan survei haruslah jelas dan biasanya metode survei ditetapkan sesuai dengan tujuan, waktu, dana dan peralatan yang tersedia.

Survei lalu lintas dilakukan dengan cara menghitung jumlah lalu lintas kenderaan yang lewat di depan suatu pos survei pada ruas jalan yang ditetapkan. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara manual (mencatat dengan tangan) dan dapat juga menggunakan berbagai peralatan otomatis seperti alat penghitung lalu lintas (traffic counting), detektor, atau peralatan listrik lain yang kesemuanya memiliki kelebihan


(36)

dan kekurangan masing-masing. Objek yang disurvei dalam perhitungan lalu lintas meliputi :

a. Jumlah kenderaan yang lewat (volume) dalam satuan waktu (menit, jam, hari dan seterusnya)

b. Kecepatan kenderaan baik kecepatan sesaat (spot speed) atau kecepatan perjalanan, keepatan gerak atau kecepatan rata-rata.

c. Kepadatan arus lalu lintas (traffic density)

d. Waktu antara (headway), waktu ruang dan waktu rata-rata.

Pengambilan data lapangan dalam analisis penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan data jumlah/volume dan waktu tempuh kendaraan. Pengambilan data jumlah volume dilakukan pada jam sibuk (peak hour) pada hari-hari yang mewakili volume lalu lintas dalam seminggu. Sedangkan untuk data waktu tempuh kendaraan di lapangan dilakukan dengan metode kecepatan setempat dengan mengukur waktu perjalanan bergerak. Metode kecepatan setempat dimaksudkan untuk pengukuran karakteristik kecepatan pada lokasi tertentu pada lalu lintas. Jenis kendaraan dilakukan sebanyak mungkin sehingga dapat menggambarkan keadaan sebenarnya di lapangan.

II.2.1 Metode Survei Jumlah Kenderaan

Survei jumlah kenderaan dilakukan dengan mencatat jumlah kenderaan yang melalui suatu titik tinjau dalam interval waktu tertentu di jalan untuk masing-masing jenis kenderaan. Metode survei kenderaan dapat dilakukan dengan metode :


(37)

1. Manual count

Manual count adalah pencatatan jumlah kenderaan yang paling sederhana

dengan menggunakan tenaga manusia. Pencatatan dilakukan pada kertas formulir, tiap kali sebuah kenderaan lewat dicatat pada kertas formulir. Pencatatan juga dapat dilakukan dengan alat counter.

2. Detector

Detector adalah alat yang dapat mendeteksi adanya kenderaan yang lewat dan

memberi isyarat dalam bentuk tertentu. Detector biasanya bekerja dengan sentuhan dari gilasan roda kenderaan, induksi pada gulungan kabel yang ditanam di jalan menyebabkan pemutusan sinar dalam waktu sesaat/sebentar. Keuntungan metode ini adalah setiap kali kenderaan yang melewati alat dapat dicatat.

3. Automatic count

Automatic count adalah peralatan perhitungan secara otomatis yang dapat

dialkukan selama 12 atau 24 jam.

II.2.2 Metode Survei Waktu Tempuh Kenderaan

Dalam survei waktu tempuh kenderaan dikenal 3 (tiga) jenis kecepatan yaitu kecepatan seketika/sesaat (spot speed), kecepatan rata-rata kenderaan selama bergerak (running speed) dan kecepatan rata-rata kenderaan yang dihitung dari dari jarak tempuh dibagi dengan waktu tempuh (journey speed) jadi termasuk waktu kenderaan berhenti (misalnya berhenti pada lampu lalu lintas). Perhitungan kecepatan kenderaan dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain :


(38)

1. Manual count

Manual count merupakan pencatatan waktu tempuh kenderaan contoh yang

melewati segmen/penggal jalan pengamatan. Pencatatan waktu tempuh ini dilakukan dengan menghidupkan stopwatch saat roda depan kenderaan contoh melewati garis injak pertama, seterusnya mengikuti lajur kenderaan, dan

stopwatch dimatikan tepat pada saat roda kenderaan tersebut melewati garis injak kedua.

2. Enescope

Enescope adalah kotak cermin yang berbentuk L yang dileyakkan di pinggir

jalan untuk membelokkan garis pandangan ke arah tegak lurus jalan. Dalam pengukuran waktu tempuh digunakan stopwatch yang dimulai pada saat kenderaan melewati pengamat dan dihentikan pada saat kenderaan melewati

enescope. 3. Radar meter

Radar meter bekerja menurut prinsip efek Doppler, yang mana kecepatan pergerakan proporsional dengan perubahan frekuensi di antara dua radio transmisi target dan radio pemantul. Peralatan ini mengukur perbedaan dan mengubah pembacaan langsung menjadi mph.

4. Pemotretan

Dalam metode ini, kamera foto mengambil gambar pada interval waktu yang ditetapkan. Gambar-gambar yang diperoleh dari hasil survei diproyeksikan


(39)

II.3 Gelombang Kejut (shock wave)

Dari arti harfiahnya, kalimat tersebut terdiri dari kata shock dan wave yang artinya kejut dan gelombang. Dalam aliran lalu lintas dijalan, bila suatu arus lalu lintas bergerak teratur (secara macroscopis), tiba-tiba didepan jalannya mengalami penyempitan atau bahkan ditutup sama sekali.

Gelombang kejut terjadi sebagai akibat terjadinya perubahan kerapatan lalu lintas sebagai akibat terjadinya halangan pada arus lalu lintas bebas. Kondisi ini bisa terjadi pada arus lalu lintas bebas. Kondisi ini bisa terjadi pada ruas jalan karena suatu halangan tertentu seperti misalnya terjadi suatu kecelakaan, perbaikan badan jalan dan lainnya yang bersifat insidental ataupun sebagai akibat terjadinya penyempitan lajur jalan yang bersifat permanen.

II.3.1 Gelombang kejut akibat” hambatan samping”

Pada kondisi jalan menyempit, kenderaan dipaksa untuk mengurangi kecepatannya antar kenderaraan meningkat. Apabila titik pada saat kenderaan harus mengurangi kecepatannya ditandai dengan nyala rampu rem, relative terhadaf jalan merupakan gerakan dari gelombang kejut.


(40)

II.3.2 Klasifikasi Gelombang Kejut

Gelombang kejut dapat diklasifisakan menjadi 6 kelas:

1. Gelomabang kejut diam depan (frontal stationary shock wave)

Gelombang kejut diam depan, dimana istilah depan mempunyai implikasi bahwa ini adalah bagian terdepan (pinggir kea rah hilir) dari daerah kemacetan dengan kerapatan lebih rendah ke arah hilir dan lebih tinggi ke arah hulu, sedangkan istilah diam berarti bahwa gelombang kejut tersebut diam dan tidak berubah lokasinya dengan berubahnya waktu.

2. Gelombang kejut mundur bentukan (backward forming shock wave)

Gelombang kejut mundur bentukan, akan terjadi jika pada suatu awal daerah penyempitan kapasitas jalan tidak mampu menampung arus lalu lintas misalnya arus dating sebesar 2 lajur sedang kapsitas jalan hanya 1,5 lajur, kenderaan yang datang dipaksa untuk mengurangi kecepatan dengan menginjak rem. Titik pada saat lampu rem kenderaan menyala seolah olah bergerak ke arah datangnya arus lalu lintas (arah hulu). Gerakan titik tersebut relatif terhadap jalan merupakan gelombang kejut mundur bentukan.

Istilah mundur berarti bahwa gerakan gelombang kejut tersebut kea rah belakang (hulu) yang berlawanan dengan arah datangnya kenderaan. Sedangkan istilah bentukan berarti bahwa dengan berjalannya waktu kemacetan akan semakin terbentuk ke arah hulu.


(41)

3. Gelombang kejut diam belakang (rear stationary shock wave)

Apabila arus lalu lintas berkurang hingga sama dengan kapasitas jalannya misalnya sama-sama 1,5 lajur, artinya arus yang masuk sama dengan arus yang keluar, maka akan terjadi gelombang kejut diam belakang. Istilah belakang mempunyai implikasi bahwa ini adalah bagian paling belakang atau pinggir kea rah hulu dari kemacetan. Istilah diam berarti bahwa gelombang kejut tidak berubah lokasinya dengan berubahnya waktu dan kemacetan yang terbentuk sebelumnya dipertahankan dalam kondisi statis karena arus yang bisa dilewatkan sama denganm arus yang masuk.

4. Gelombang kejut maju pemulihan (forward recovery shock wave)

Apabila lalu lintas pada kasus sebelumnya semakin berkurang hingga pada suatu saat lebih kecil dari kapasita penyempitan sebagai misal besar arus menjadi 1 lajur sedang kapasitas penyempitan sebesar 1,5 lajur, maka panjang kemacetan yang statis pada kasus sebelumnya bisa dikurangi karena arus yang datanglebih kecil dari arus yang dapat dilewatakan dan terbentuklah gelombang kejut maju pemulihan. Istilah maju berarti bahwa dengan berubahnya waktu gelombang kejut bergerak kea rah depan yakni kea rah hilir yang sama dengan arah gerakan lalu lintas. Digambarkan bahwa kemacetan berangsur-angsur berkurang dari hilir ke arh hulu. Sedang istilah pemulihan berarti bahwa dengan bertambahnya waktu terjadi pemulihan kemacetan menuju arus bebas (free flow) hingga tercapainya titik yang menandakan akhir dari periode macet.


(42)

kemudian peningkatan kapasitas jalannya sehingga kemacetan berangsur angsur dipulihkan hingga mencapai kondisi arus bebas menjauhi dari awal lokasi kemacetan tersebut. Istilah mundur dimaksudkan bahwa selama berkangsungnya waktu, gelombang kejut bergerak ke arah belakang yakni searah datangnya arus lalu lintas. Daerah kemacetan berada di sebelah kiri dari gelombang kejut dan keadaan ars bebas berada di sebelah kanannya.

6. Gelombang kejut maju bentukan (forward forming shick wave)

Gelombang kejut maju bentukan, terjadi apabila kapsitas jalan secara tiba- tiba berkurang sehingga akan terbentuk kemacetan kea rah hilir. Gelombang kejut bergerak kea rah yang sama dengan arah gerakan lalu lintas, waktu ruang di sebelah kiri mempunyai kerapatan yang lebih rendah dan kanan kerapatan lebih tinggi.

Gelombang Kejut Mundur Pemulihan

Gelombang Kejut Diam Belakang Gelombang Kejut

Diam Depan

Gelombang Kejut Maju Pemulihan Gelombang

Kejut Maju Bentukan

Gelombang Kejut Mundur

Bentukan

Kerapatan Jarak


(43)

II.3.3 Nilai Gelombang Kejut

Nilai gelombang kejut merupakan perbandingan antara perubahan arus dengan perubahan kerapatan. Pembahasan didasarkan pada hubungan arus dengan kerapatan suatu jalan bebas hambatan (uninterrupted traffic). Pada gambar memperlihatkan hubungan tersebut. Untuk beberapa saat digambarkan terdapat suatu keadaan arus bebas yang tetap, misalarus dalam keadaan A. Arus,kecepatan,dan kecepataan di keadaan A tersebut diberi notasi : qA, kA dan uA. Pada periode waktu

berikutnya misal pada keadaan B arus masuk berkurang sehingga terjadi arus bebas yang baru. Pada kondisi baru tersebut arus, kerapatan dan kecepatan pada keadaan B tersebut di beri notasi :qB, kB, dan uB. Pada keadaan B ini kecepatan kendaraan lebih

tinggi dari keadaan A pada ruang waktu dan waktu yang berbeda.

Melukiskan keadaan arus diagram waktu-jarak. Skala jarak dan waktu yang di pilih sedemikian sehingga arah grafik yang mewakili kecepatan dalam diagram jarak-waktu sejajar dengan grafik yang mewakili kecepatan pada grafik kerapatan-arus.

Teori dari analisis ini adalah bahwa pada batas gelombang kejut jumlah kenderaan yang meninggalkan arus kondisi B (NB) harus tepat sama dengan jumlah

kederaan yang memasuki kondisi A (NA), selama tidak ada kenderaan yan keluar atau

masuk jalur. Kecepatan kenderaan dalam arus kondisi B merupakan batas hulu dari gelombang kejut relative terhadap kecepatan gelombang kejut (uB – ωAB). Sedang

kecepatan kenderaan dalam arus kondisi A merupakan batas hilir dari gelombang kejut relative terhadap kecepatan gelombang kejut (uA – ωAB).

Besar NA dan NB dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini ;


(44)

NB = qA . t = (uA –ωAB)kA.t …..(2.4)

Karena : NB = NA maka :

(uB – ωAB)kB.t = (uA –ωAB)kA.t

KB.uB-kB ωAB-kA uA + kA ωAB = 0

(kA – kB) ωAB = kA uA-kB.uB ωAB = −

ωAB = − = ∆

sedangkan jumlah kendaraan dalam antrian di hitung dengan rumus: N = (qA – qB) + (ω x k1) ...(2.5)

Sementara panjang antrian dapat dihitung dengan rumus: L = �

2 ...(2.6)

Keterangan :

ω = nilai gelombang kejut (km/jam) qA = arus dari bagian upstream (smp/jam)

qB = arus maximum yang bisa terlewatkan pada penyempitan jalan

(smp/jam)


(45)

Dengan kecepatan maka gelombang kejut antara 2 keadaan adalah merupakan hasil bagi antara perubahan arus dengan perubahan kerapatan.

Jika satuan arus adalah kendaraan/jam dan satuan kerapatan adalah kendaraan/km, maka kecepatan gelombang kejut adalah km/jam.

Gelombang kejut dapat digambarkan sebagai hubungan antara arus dan kerapatan seperti pada gambar a. dengan garis hubung antara titik A dan B melukiskan hubungan arus pada kondisi A dan B.

Apabila qA > qB dan > kA > kB maka nilai gelombang kejut adalah positif.

Seperti diperlihatkan pada gambar a. kemiringan garis yang mempresentasikan gelombang kejut adalah naik ke kanan atas, yang menunjukkan kecepatan gelombang kejut positif yang bergerak searah dengan arah gerakan lalu lintas. Gerakan gelombang kejut yang mengarah sesuai gerakan lalu lintas ini disebut gelombang kejut gerak maju (forward moving shock wave).

Keadaan arus lalu lintas pada kondisi A merupakan arus lalu lintas ketika akan memasuki kondisi B yang merupakan kondisi yang sedang mengalami hambatan (hanya 1 lajur yang terhambat). Kondisi C adalah arus lalu lintas maksimum yang melalui arus tinjauan, yang diperoleh sesuai dengan kurva arus-kepadatan. Gambar 2.3b merupakan diagram jarak-waktu dimana kemiringan garis mewakili kecepatan kenderaan yang sesuai dengan Gambar 2.3a.


(46)

Gambar 2.3 Kurva Gelombang Kejut

II.4 hambatan samping (side friction)

Aktivitas hambatan samping jalan yang mempengaruhi arus lalu lintas adalah:

 Pejalan kaki


(47)

 Kenderaan lambat

Jenis aktivitas samping jalan, kelas hambtan samping dan faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2.1 jenis aktivitas samping jalan

Jenis Aktivitas samping jalan Simbol Faktor bobot

Pejalan kaki PED 0.5

Parker, kenderaan berhenti PSV 1.0

Kenderaan masuk + keluar EEV 0.7

Kenderaan lambat SMV 0.4

Sumber : MKJI 1997

Tabel 2.2 kelas hambatan samping

Frekuensi berbobot kejadian Kondisi khusus Kelas hambatan samping

<100 Pedalaman, Pertanian atau tidak berkembang, tampa kegiatan

Sangat rendah

VL 100 - 229 Pedalaman, beberapa bangunan dan

kegiatan disamping jalan

Rendah L

300 - 449 Desa, kegiatan dan angkutan local Sedang M

500 - 889 Desa, beberapa kegiatan pasar. Tinggi H

>900 Hampir perkotaan, pasar/kegiatan perdagangan.

Sangat tinggi

VH Sumber : MKJI 1997


(48)

Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Hambatan Samping dan lebar bahu (FCcf) pada jalan perkotaan dengan Kerb.

Tipe jalan Kelas hambatan

samping

(SFC)

FCsf lebar bahu efektif Ws (m)

<0.5 1.0 1.5 >2 Empat – lajur terbagi 4/2 D Sangat rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1.00 0.97 0.93 0.87 0.81 1.01 0.98 0.95 0.90 0.85 1.01 0.99 0.97 0.93 0.88 1.02 1.00 0.99 0.96 0.92 Empat – lajur terbagi 4/2 UD Sangat rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi 1.00 0.96 0.91 0.84 0.77 1.01 0.98 0.93 0.87 0.81 1.01 0.99 0.96 0.90 0.85 1.02 1.00 0.98 0.94 0.90

Sumber : MKJI 1997

II.5 Penyempitan dalam Sistem Transportasi

Transportasi di suatu wilayah mempengaruhi efisiensi ekonomi dan sosial daerah tersebut, dan hampir setiap orang menggunakan transportasi. Oleh sebab itu, sistem transportasi merupakan salah satu topik utama di dalam perkembangan wilayah. Masalah dalam pergerakan lalu lintas, khususnya pada jam jam sibuk, yang mengakibatkan pengguna transportasi mengalami keterlambatan jutaan jam akibat


(49)

negatif, baik terhadap pengemudinya sendiri maupun ditinjau dari segi ekonomi dan lingkungan. Bagi pengemudi kenderaan, kemacetan akan menimbulkan ketegangan

(stress). Selain itu juga akan menimbulkan kerugian berupa kehilangan waktu karena

waktu perjalanan yang lama serta bertambahnya biaya operasi kenderaan karena seringnya kenderaan berhenti. Selain itu timbul pula dampak negatif terhadap lingkungan berupa peningkatan polusi udara serta peningkatan gangguan suara kenderaan (kebisingan) (Munawar, 2005).

Kemacetan menjadi salah satu permasalahan yang rumit yang terjadi di jaringan lalu lintas. Secara teori, kemacetan disebabkan oleh tingkat kebutuhan perjalanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas yang tersedia. Hal lain yang juga dapat menyebabkan kemacetan adalah masalah penyempitan jalan

(Bottleneck) akibat hambatan samping. Kapasitas yang sebelumnya proporsional

dengan jaringan jalan, akibat terjadinya penyempitan jalan maka jaringan tidak dapat lagi menampung jumlah kenderaan yang ada. Akibatnya terjadi kepadatan/penumpukan kenderaan yang berujung terhadap kemacetan lalu lintas.

Bottleneck merupakan suatu kondisi dimana jalan mengalami penyempitan sehingga

kapasitas jalan menjadi lebih kecil dari bagian sebelum (upstream) dan sesudahnya

(downstream) (Budiarto, Jurnal). Kondisi jalan yang mengalami penyempitan dapat

terjadi misalnya, pada saat memasuki jembatan, terjadinya suatu kecelakaan yang menyebabkan sebagian jalan ditutup, pada saat terjadi perbaikan jalan, perubahan/peralihan struktur jalan dari dalam kota menuju luar kota dan kondisi lainnya. Kondisi tersebut akan menyebabkan perubahan perjalanan kenderaan dari arus bebas menjadi terganggu, sehingga terjadi penurunan kecepatan dan bertambahnya kerapatan antar kenderaan.


(50)

Pengaruh penyempitan jalan ini tidak berarti sama sekali apabila arus lalu lintas (demand) lebih kecil dari pada daya tampung atau kapasitas jalan (supply) pada daerah penyempitan sehingga arus lalu lintas dapat terlewatkan dengan mudah tanpa ada hambatan.

Berdasarkan teori tersebut, maka solusi yang mungkin adalah mengurangi jumlah kendaraan yang lewat, atau meningkatkan kapasitas, baik kapasitas ruas/jaringan jalan maupun kapasitas persimpangan. Permasalahannya kemudian, apabila secara teorinya begitu mudah, mengapa pelaksanaannya begitu sulit, mengapa sampai saat ini kemacetan lalu lintas tidak dapat diatasi. Persoalan-persoalan yang terkait ternyata sangat banyak, seperti disiplin lalu lintas, penegakan hukum, sosial ekonomi, tenaga kerja, dan lain sebagainya, sehingga persoalannya menjadi kompleks dan tidak ada satupun solusi tunggal yang dapat diterapkan untuk mengatasi persoalan kemacetan lalu lintas.

Contoh keterkaitan dengan aspek-aspek yang lain adalah pedagang kaki lima, keberadaan pedagang kaki lima otomatis mengurangi kebebasan samping dan bahkan kadang-kadang mengurangi lebar lajur lalu lintas, sehingga dapat mengurangi kapasitas jalan yang pada tingkat tertentu berdampak pada kemacetan lalu lintas. Namun demikian, kalau dilakukan penertiban terhadap pedagang kaki lima, yang terjadi tentu bukan persoalan lalu lintas, tetapi akan merembet ke persoalan sosial dan ekonomi. Demikian pula dengan keberadaan angkot, mikrolet dan sejenisnya.

Dari banyak teori yang ditelaah oleh penulis, ada begitu banyak solusi yang bisa ditawarkan.untuk menyelesaikan masalah kemacetan di dalam perkotaan. Secara bertahap penanganan kemacetan lalu lintas dapat dilakukan sebagai berikut:


(51)

1. Penataan struktur tata ruang untuk mengatur pola perjalanan penduduk. 2. Perbaikan manajemen lalu lintas untuk mengoptimalkan pelayanan jaringan

jalan yang ada.

3. Pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan ruang jalan dan sekaligus memperbaiki struktur jaringan jalan dan jaringan sistem transportasi. 4. Peningkatan kapasitas angkutan umum, termasuk penerapan moda

angkutan umum massal.

5. Pemanfaatan alur rute terpendek untuk mencegah adanya penumpukan kendaraan pada satu ruas jalan saja, sehingga mencegah kemacetan

(Frazilla, 2002)

II. 5.1 Hubungan antara Volume, Kecepatan dan Kerapatan

Volume, kecepatan dan kerapatan merupakan 3 (tiga) variabel/parameter utama (makroskopis) dalam aliran lalu lintas yang digunakan untuk mengetahui karakteristik arus lalu lintas.

1. Volume (flow), merupakan jumlah kenderaan yang melewati suatu titik tertentu pada suatu ruas jalan per satuan waktu tertentu yang dinyatakan dalam kenderaan/jam.

2. Kecepatan (speed), adalah tingkat gerakan di dalam suatu jarak tertentu dalam satu satuan waktu yang dinyatakan dengan kilometer/jam.

3. Kerapatan (density), merupakan jumlah kenderaan yang menempati suatu ruas/segmen jalan tertentu yang dinyatakan dalam kenderaan/kilometer.


(52)

Hubungan antara ketiga parameter di atas selanjutnya dapat dinyatakan dalam hubungan matematis sebagai berikut:

q = k .U

s …. (2.7)

dimana : q = volume (kenderaan/jam)

U

s = kecepatan (km/jam)

k = kerapatan (kenderaan/km)

Persamaan di atas hanya berlaku untuk arus lalu lintas tak terganggu, dimana setiap arus bergerak secara bebas tidak ada pengaruh dari luar. Contoh aliran ini dapat dilihat pada arus lalu lintas jalan utama dari jalan bebas hambatan.

Hubungan antara ketiga parameter tersebut menggambarkan tentang aliran lalu lintas tak terinterupsi (uninterrupted traffic stream) dimana volume merupakan hasil dari kecepatan dan kerapatan. Sementara itu hubungan tersebut untuk lalu lintas yang stabil, kombinasi variabel yang menghasilkan hubungan dua dimensi.


(53)

Keterangan : q

m = kapasitas, arus maksimum (kendaraan/jam)

u

m = kecepatan kritis, kecepatan pada saat mencapai kapasitas (km/jam)

Universitas Sumatera Utara k

m= kerapatan kritis, kerapatan pada saat mencapai kapasitas (kend/jam )

k

j = kerapatan macet, keadaan untuk semua kendaraan berhenti (kend/jam)

u

f = kecepatan teoritis untuk lalu lintas ketika kerapatannya nol (km/jam)

Perlu diketahui arus “nol” (tidak ada arus) terjadi dalam 2 (dua) kondisi. Ketika tidak

ada kenderaan di jalan raya berarti kepadatannya nol, dimana kecepatan teoritis

didasarkan pada “kecepatan arus bebas” (free flow speed) yang merupakan kecepatan

tertinggi bagi kenderaan yang sendirian. Namun demikian arus “nol” juga terjadi

ketika kepadatan begitu tinggi sehingga kenderaan yang akan bergerak harus berhenti sehingga terjadi kemacetan lalu lintas yang disebut dengan istilah traffic jam. Pada kondisi ini semua kenderaan berhenti sehingga tidak ada kenderaan yang lewat pada suatu ruas jalan tersebut.


(54)

II. 5.2 Hubungan antara Volume (q) – Kecepatan(U

s)

Gambar 2.5 Hubungan Kecepatan (Us) – Volume (q)

Dari kurva terlihat bahwa hubungan mendasar antara volume dan kecepatan adalah dengan bertambahnya volume lalu lintas maka kecepatan rata-rata ruangnya akan berkurang sampai kerapatan kriris (volume maksimum) tercapai. Setelah kerapatan kritis tercapai maka kecepatan rata-rata ruang dan volume akan berkurang. Jadi kurva ini menggambarkan dua kondisi yang berbeda dimana lengan atas untuk stabil sedangkan lengan bawah menunjukkan kondisi lalu lintas yang padat.


(55)

II. 5.3 Hubungan antara Kecepatan (U

s) – Kerapatan (k)

Gambar 2.6 Hubungan Kecepatan (s) – Kerapatan (k)

Kurva ini merupakan diagram yang menjadi dasar penggambaran performance aliran lalu lintas, sebagaimana dinyatakan dalam persamaan (2.10). dari kurva terlihat bahwa kecepatan akan menurun apabila kerapatan bertambah. Kecepatan arus bebas (U

f) akan terjadi apabila kerapatan sama dengan nol sedangkan pada saat kecepatan


(56)

II. 5.4 Hubungan antara Volume (q) – Kerapatan (k)

Gambar 2.7 Hubungan Volume (q) – Kerapatan (k)

Dari kurva akan terlihat bahwa kerapatan akan bertambah aapabila volumenya juga bertambah. Volume maksimum (q

c) terjadi pada saat kerapatan mencapai titik kc

(kapasitas

jalur jalan sudah tercapai Setelah mencapai titik ini volume akan menurun walaupun kerapatan bertambah sampai terjadi kemacetan di titik k

II.3.5 Perhitungan Volume, Kecepatan dan Kerapatan

1. Perhitungan Volume

Volume kenderaan adalah parameter yang menjelaskan keadaan arus lalu lintas di jalan. Kenderaan yang melewati suatu ruas jalan dijumlahkan dengan


(57)

diperoleh jumlah kenderaan yang lewat pada ruas jalan tersebut. Nilai tersebut kemudian dikonversikan ke dalam smp/jam untuk mendapatkan nilai volume kenderaan yang lewat setiap jamnya.

2. Perhitungan Kecepatan

Kecepatan merupakan laju pergerakan yang ditandai dengan besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kenderaan dibagi dengan waktu tempuh. Kecepatan dapat didefenisikan dengan persamaan sebagai berikut ;

U= ...(2.8) Dimana :

U = kecepatan (km/jam)

x = jarak tempuh kendaraan (km) t = waktu tempuh kendaraan (jam)

kecepatan kenderaan pada suatu bagian jalan, akan berubah-ubah menurut waktu dan besarnya lalu lintas. Ada 2 (dua) hal penting yang perlu diperhatikan dalam menilai hasil studi kecepatan yaitu :

Dalam perhitungan, kecepatan rata-rata dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Time mean speed (TMS), yang didefenisikan sebagai kecepatan rata-rata

dari seluruh kenderaan yang melewati suatu titik dari jalan selama periode waktu tertentu.

Ut =

�(

1 1+

1 2+

1


(58)

2. Space mean speed (SMS), yakni kecepatan rata-rata dari seluruh kenderaan yang menempati penggalan jalan selama periode waktu tertentu.

Keterangan :

L= panjang penggal jalan (m) N= jumlah sampel kenderaan ti= waktu tempuh kenderaan

Kedua jenis kecepatan di atas sangat berguna dalam studi mengenai hubungan antara volume, kecepatan dan kerapatan. Penggunaan rumus di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Disebabkan karena sampel data yang diambil adalah terbatas pada periode waktu tertentu pada suatu titik dan harus mengikutsertakan beberapa kenderaaan yang bejalan cepat, ), menyatakan kecepatan rata-rata kenderaan yang melewati suatu titik dalam interval waktu tertentu yang dinyatakan dalam km/jam.

Akan tetapi pada saat pengambilan data dilaksanakan kenderaan yang berjalan lambat juga harus diikutsertakan. Oleh karena itu, pendekatan antara kecepatan setempat dan dan kecepatan rata-rata ruang digunakan persamaan berkut :

U

s = Ut –σt

2

/ U

t ...(2.10)

Dimana :

Σt = deviasi standar dari kecepatan setempat.


(59)

Nilai kerapatan dapat dihitung jika nilai volume dan kecepatan kederaan telah diperoleh sebelumnya.

II.6 Pemodelan Hubungan antara Volume, Kecepatan dan Kerapatan

Analisis unuk suatu ruas jalan didasarkan pada hubungan antara ketiga variabel parameter di atas, yaitu volume, kecepatan dan kerapatan lalu lintas dalam keadaan jalan lalu lintas yang ideal. Hubungan tersebut mengikuti defenisi dari kriteria tingkat pelayanan didasarkan pada faktor penyesuaian untuk kenderaan yang tidak sejenis. Terdapat 3 (tiga) pemodelan yang sering digunakan untuk menyatakan keterkaitan ketiga parameter tersebut yaitu model Greenshields, Greenberg dan Underwoood.

II.6.1 Model Linier Greenshields

Pemodelan ini merupakan model paling awal yang tercatat dalam usaha mengamati peilaku lalu lintas. Greenshields mengadakan studi pada jalur jalan di kota Ohio, dimana kondisi lalu lintas memenuhi syarat karena tanpa gangguan dan bergerak secara bebas (steady state condition). Greenshields mendapat hasil bahwa hubungan antara kecepatan dan kerapatan bersifat linier. Berdasarkan penelitian-penelitian selanjutnya terdapat hubungan yang erat antara model linier dengan keadaan data di lapangan. Hubungan linier antara kecepatan dan kerapatan ini menjadi hubungan yang paling populer dalam tinjauan 3.

Pada perinsipnya, pemakaian model Greenshield ini memerlukan pengetahuan tentang parameter parameter kecepatan arus bebas (Sf) dan kerapatan macet (Dj) dalm

menyelesaikan secrara numeric hubungan kecepatan dan kerapatan. Kecepatan arus bebas relative mudah diestimasi dilapangan dan umumnya bernilai antara kecepatan


(60)

batas dengan kecepatan rencana.

Perhitungan Kerapatan pergerakan lalu lintas, mengingat fungsi hubungannya adalah yang paling sederhana sehingga mudah diterapkan. Adapaun persamaan umum hubungan antara kecepatan dan kerapatan dengan cara regresi linier adalah :

Y = Ax + B ...(2.11) Dengan nilai :

A = �xy−xy

� 2( )2

...(2.12)

B = x2.y−xy

nx2−(x)2 ...(2.13) Dengan diperolehnya persamaan Y = Ax + B maka hubungan antara kecepatan dan kerapatan dapat dirumuskan. Garis hasil persamaan ini akan memotong skala kecepatan pada

f dan memotong skala kerapatan pada kj. Oleh

karena itu, persamaan garis yang didapat tersebut adalah sebagai berikut :

U

s =Uf –

.k ...(2.14)

Us= B – A.k (Hubungan antara kecepatan dan kerapatan)

Selanjutnya hubungan antara volume dengan kecepatan diperoleh dengan menggunakan persamaan dasar q = U

s. k dan selanjutnya memasukkan nilai k = q/Us

ke dalam persamaan hubungan antara kecepatan dan kerapatan, seperti di bawah ini :

U

s =Uf -

��

.

q

(

��

)

=Uf - Us

q = (U

f - Us)

(

� ��

)


(61)

q = Kj.U- ��U

2 s

q =A/B.Us – 1/A.U2s (Hubungan antara volume dan kecepatan) ...(2.15)

Dari persamaan ini dapat diketahui bahwa hubungan linier antara kecepatan dan kerapatan akhirnya menghasilkan persamaan parabola untuk hubungan antara volume dan kecepatan. Untuk mendapatkan persamaan hubungan antara volume dan kerapatan, maka nilai U

s= q/k disubstitusikan ke dalam persamaan kecepatan dan

kerapatan, sehingga menghasilkan :

=

U

f

-

��

.

k

q

=

U

f

.k

��

. 2

q

=

Bk - Ak2 (Hubungan antara volume dan kerapatan) ...(2.16)

II.6.2 Model Logaritmik Greenberg

Hubungan ini dibuat dengan mengasumsikan bahwa arus lalu lintas mempunyai kesamaan dengan arus fluida. Pada tahun 1959 Greenberg menyelidiki aliran arus lalu lintas yang dilakukan pada bagian utara terowongan Lincoln di kota New York dan menganalisa hubungan antara kecepatan dan kerapatan dengan mempergunakan asumsi kontinuitas dari persamaan gerakan benda cair .

Pada prinsipnya, pemakaian model Greenberg ini memerlukan pengetahuan tentang parameter parameter kecepatan optimum dan kerapatan macet. Kerapatan macet sangat sulit diamati di lapangan dan estimasi terhadap kecepatan optimum lebih sulit diperkirakan dari pada kecepatan arus bebas. Estimasi kasar untuk menentukan kecepatan optimum adalah kurang lebih setengah dari kecepatan rencana. Kelemahan dari model Greenberg ini adalah kecepatan arus bebas tidak


(62)

berbatas.

Greenberg merumuskan bahwa hubungan antara U

sdan k bukan merupakan

hubungan linier, melainkan fungsi Logaritmik Dasar rumusan Greenberg adalah sebagai berikut :

k =

c.e

b.us

...(2.17)

c dan b merupakan nilai konstan.

Apabila kedua ruas nilai dinyatakan dalam bentuk logaritma naturalis, maka akan diperoleh :

ln(k) = ln ( k=c.e bUs) ln(k) = ln c + b.Us

ln k - ln c = + b.Us

Us=

1

ln k - 1 ln c ...(2.18)

Fungsi tersebut di atas analog dengan fungsi linier antara Us dengan ln k,

sehingga apabila nilai y = Us dan x = ln k maka Y = Ax + B, dengan A = 1

dan B = -1 ln c, maka c = e-B/A karena itu hubungan antara Us dan k ialah :

Us =

1

ln k - 1 ln c

Us = A ln k – B (hubungan antara kecepatan dan kerapatan) ...(2.19)

Selanjutnya hubungan antara q dan Us didapat dari persamaan dasar k = c.e b.Us

dengan mensubstitusikan nilai maka diperoleh persamaan : k =

� maka diperoleh

persamaan:

=

c.e


(63)

q =

U

s

.

e

(Us-B)/A

(Hubungan antara volume dan kecepatan) ....(2.20) Persamaan selanjutnya adalah hubungan antara q dan k didapat dari persamaan dasar k = dengan substitusi , didapat k = Selanjutnya apabila kedua ruas dinyatakan dalam fungsi logaritma naturalis, maka diperoleh persamaan :

ln k = b(q/k) +ln c

.

= ln k– ln c q

=

(ln k– ln c)

q = A.k (ln k– ln e-B/A)

q = A.k. ln k – B.k (Hubungan antara volume dan kerapatan) ...(2.21)

II.6.3 Model Eksponensial Underwood

Underwood mengemukakan suatu hipotesa bahwa hubungan antara kecepatan

dan kerapatan adalah merupakan hubungan eksponensial. Dimana model ini memerlukan pengetahuan tentang kecepatan arus bebas, yang mana agak mudah diamati dan bervariasi tergantung pada lingkungan jalan. Kekurangan lain dari model ini adalah kecepatan yang tidak pernah mencapai nol dan kerapatan macet (jam density) yang tidak terbatas.

Persamaan dasar yang digunakan adalah sebagai berikut :

(Us) = Uf.e- (Hubungan antara kecepatan dan kerapatan) ....(2.22)

Apabila kedua ruas dinyatakan dalam fungsi logaritma naturalis, maka diperoleh persamaan :

ln(Us) = ln (Uf.e- )

ln(Us) =

-1


(64)

ln(Us) = A.K + B ...(2.23)

Persamaan ini analog dengan persamaan linier y = Ax + B dengan y = ln (Us) dan x =

k, maka A = -1 atau kc = - 1

dan B = ln (Uf) atau Uf = e B hubungan antara q dan k

didapat dari persamaan dasar Us = Uf..e-k/kc dengan substitusi sehingga diperoleh :

U

s = q/k sehingga diperoleh: q

k = Uf e

-k/kc

q = k.Ufe-k/kc

Selanjutnya dengan substitusi Uf = eBdan kc = −

1

diperoleh :

q = k.eB+Ak (Hubungan antara volume dan kerapatan) ...(2.24)

Hubungan antara q dan Us didapat dari persamaan dasar Us = Uf.e-k/kc dengan

substitusi k = q/.Us

Us = Uf.e-q/Uskc ...(2.25)

Apabila kedua ruas dinyatakan dalam fungsi logaritma naturalis, maka diperoleh persamaan :

ln (Us) = ln (Uf.e-q/Uskc)

ln (Us) = -

� .

+ ln

(Uf)

q = - (Us)kc.ln (Us) + Us.kc ln (Uf)

Dengan substitusi kc = - 1dan ln (U

f) = B didapat persamaan :


(65)

II.7.1 Analisis Regresi Linier

Pemodelan volume lalu lintas yang umum digunakan untuk menentukan karakteristik kecepatan dan kerapatan adalah regresi linier. Analisa ini dilakukan dengan meminimalkan total nilai perbedaan kuadratis antara observasi dan nilai perkiraan dari variabel yang tidak bebas (dependent). Bila variabel tidak bebas linier terhadap variabel bebas, maka hubungan dari kedua variabel itu dikenal dengan analisa regresi linier.

Bila variabel tidak bebas y dan variabel bebas x mempunyai hubungan linier, maka fungsi regresinya :

Y = Ax + B ....(2.27)

Besarnya konstanta A dan B dapat dicari dengan persamaan-persamaan di bawah ini :

B

=

x 2y− 

nx 2− x )2 ...(2.28)

A = n  xy−xy

nx 2− x )2

...(2.29)

Dimana :

A = konstanta regresi B = konstanta regresi x = variabel bebas y = variabel tidak bebas n = jumlah sampel


(66)

II.7.2 Analisis Korelasi

Analisis korelasi digunakan untuk menentukan kuatnya hubungan antara peubah bebas dan tidak bebas yang dinyatakan dengan nilai koefisien korelasi r. Nilai koefisien korelasi bervariasi antara -1 sampai +1 (-1< r <+1). Apabila nilai koefisien sama dengan 0 (nol), maka dikatakan tidak terdapat korelasi antara peubah bebas dan peubah tidak bebas, sedangkan apabila nilai koefisien korelasi sama dengan 1 (satu) dikatakan mempunyai hubungan yang sempurna, nilai koefisien korelasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

r = n  xy−xy

√[{nx 2− x )2{ny 2− x )2 } … …(2.30) Sebagai koefisien penentu digunakan koefisien determinasi (r2) yang dihitung dengan mengkuadratkan nilai koefisien korelasi. Koefisien korelasi r ini perlu memenuhi syarat-syarat :

a. Koefisien korelasi harus besar apabila kadar hubungan tinggi atau kuat dan harus kecil apabila kadar hubungan itu kecil atau lemah. b. Koefisien korelasi harus bebas dari satuan yang digunakan untuk

mengukur variable-variabel, baik prediktor maupun respon.

II.7.3 Pengujian Signifikasi

Pengujian ini digunakan untuk menentukan linier tidaknya hubungan antara peubah bebas dan peubah tidak bebas. Yang biasa digunakan istilah uji F (variance

ratio/the F test) dan uji t (student’s t test). Uji t digunakan untuk menentukan apakah


(67)

hasil hitungan dengan nilai t dari tabel distribusi t pada taraf signifikasi keberartian yang dipilih. Nilai t dapat dihitung dengan rumus :

T =

.

...(2.31) Dimana :

t = test t-student

b

i = koefisien regresi

r = koefisien korelasi parsial sb

i = standar deviasi koefisien regresi

n = jumlah pengamatan n-i-1 = derajat kebebasan i = jumlah variabel r2= koefisien determinasi

Pengujian nilai F adalah untuk memilih model yang paling baik diantara model yang didapat dan menentukan apakah suatu model layak digunakan, dimana varians itu sendiri merupakan kuadrat dari simpangan baku dari data-data yang ada dalam variable. Nilai F dikatakan memenuhi syarat apabila nialai dari hasil perhitungan lebih besar dari nilai F tabe untuk traf signifikasi yang dipilih.

Nilai F diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut : F =

� � −� �−�−


(68)

Dimana : F = test F

n = jumlah pengamatan i = jumlah variabel r2= koefisien determinasi

Hasil uji signifikasi selanjutnya dibandingkan dengan nilai yang terdapat di dalam tabel, yaitu dengan menetapkan taraf signifikasinya.


(69)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Pengumpulan Data III.1.1 Pemilihan Lokasi

Pemilihan lokasi yang tepat akan memberikan hasil penelitian yang baik. Untuk menentukan lokasi perlu diperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut :

1. Ruas jalan harus memiliki hambatan berupa penyempitan jalan.

2. Kondisi lapisan perkerasan (lapisan permukaan) dan keadaan geometrik jalan harus baik dengan demikian pengendara dapat menjalankan kendaraannya dengan nyaman dan kecepatan teratur.

3. Lalu lintas yang melewati ruas jalan bervariasi dalam hal kecepatan dan ukurannya.

III.1.2 Pilot Survei

Sebelum dilaksanakan pengambilan data secara lengkap, perlu dilakukan survei pendahuluan (pilot survei) sebagai bahan pertimbangan yang sifatnya penjagaan atau antisipasi untuk langkah-langkah selanjutnya.

 Menetapkan pilihan motode yang didasarkan pada kemampuan data yang hendak digunakan.

 Menaksir keadaan mutu data yang akan diambil.

 Menaksir kebutuhan akan ukuran sampel yang akan diambil.

 Menentukan pembagian periode pengamatan yang dipandang penting. Pilot survei atau survei pendahuluan dilakukan untuk menunjang pelaksanaan dalam pengumpulan data di lapangan. Survei pendahuluan yaitu


(1)

TABEL 4.34 HASIL PERHITUNGAN NILAI GELOMBANG KEJUT, BANYAK KENDERAAN DAN PANJANG ANTRIAN JL. A.H NST ARAH KE PERSIMPANGAN MENUJU JALAN SM.RAJA PERIODE II (12.45 - 13.45 WIB)

Underwood

No Interval Waktu qA (smp/jam) U₁ (km/jam) kA (smp/km) qB (smp/jam) kB (smp/km) ωAB N L 1 12.45 - 12.50 1216,000 15,635 77,775 1152,625 77,610 383,580 29896,416 385,213 2 12.50 - 12.55 1137,600 14,743 77,165 1152,625 77,610 33,725 2587,365 33,338 3 12.55 - 13.00 1082,400 15,881 68,156 1152,625 77,610 7,428 436,013 5,618 4 13.00 - 13.05 1172,800 16,221 72,302 1152,625 77,610 -3,801 -254,627 -3,281 5 13.05 - 13.10 1145,600 16,886 67,845 1152,625 77,610 0,719 41,778 0,538 6 13.10 - 13.15 1100,400 19,142 57,487 1152,625 77,610 2,595 96,968 1,249 7 13.15 - 13.20 1174,000 15,852 74,062 1152,625 77,610 -6,024 -424,802 -5,474 8 13.20 - 13.25 1136,400 12,888 88,172 1152,625 77,610 -1,536 -151,669 -1,954 9 13.25 - 13.30 1106,400 11,512 96,105 1152,625 77,610 -2,499 -286,423 -3,691 10 13.30 - 13.35 1150,400 15,022 76,581 1152,625 77,610 2,162 163,312 2,104 11 13.35 - 13.40 1162,800 16,493 70,503 1152,625 77,610 -1,432 -90,769 -1,170 12 13.40 - 13.45 1139,600 14,861 76,685 1152,625 77,610 14,084 1067,008 13,748


(2)

TABEL 4.35 HASIL PERHITUNGAN NILAI GELOMBANG KEJUT, BANYAK KENDERAAN DAN PANJANG ANTRIAN JL. A.H NST ARAH KE PERSIMPANGAN MENUJU JALAN SM.RAJA PERIODE II (16.30 - 17.30 WIB)

Underwood

No Interval Waktu qA (smp/jam) U₁ (km/jam) kA (smp/km) qB (smp/jam) kB (smp/km) ωAB N L

1 16.30 - 16.35 2010,400 15,989 125,736 2680,659 301,165 3,821 -189,864 -0,630

2 16.35 - 16.40 2132,800 11,974 178,119 2680,659 301,165 4,452 245,213 0,814

3 16.40 - 16.45 1788,400 15,471 115,597 2680,659 301,165 4,808 -336,439 -1,117

4 16.45 - 16.50 2072,000 15,783 131,278 2680,659 301,165 3,583 -138,328 -0,459

5 16.50 - 16.55 2233,600 14,521 153,822 2680,659 301,165 3,034 19,659 0,065

6 16.55 - 17.00 2309,200 12,819 180,137 2680,659 301,165 3,069 181,418 0,602

7 17.00 - 17.05 2356,000 14,757 159,651 2680,659 301,165 2,294 41,611 0,138

8 17.05 - 17.10 2450,400 15,163 161,602 2680,659 301,165 1,650 36,360 0,121

9 17.10 - 17.15 2392,400 12,404 192,874 2680,659 301,165 2,662 225,148 0,748

10 17.15 - 17.20 2546,800 15,103 168,630 2680,659 301,165 1,010 36,457 0,121

11 17.20 - 17.25 2487,200 12,867 193,295 2680,659 301,165 1,793 153,203 0,509


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Pada kondisi arus lalu lintas dengan kecepatan yang bervariasi, ketiga model (Greenshield, Greenberg dan Underwood) menghasilkan nilai yang cukup baik, dan pada pengujian statistik terlihat bahwa ketiga model (Greenshield, Greenberg dan Underwood).

Metode Greensihield :

 Periode I : r2 = 0,725, t = 5,131, F = 26,326.  Periode II : r2 = 0,802, t = 6,361, F = 40,465.  Periode III: r2 = 0,681, t = 4,616, F = 21,310.

Metode Greenberg :

 Periode I : r2 = 0,736, t = 5,283, F = 27,911.  Periode II : r2 = 0,780, t = 5,959, F = 35,508.  Periode III: r2 = 0,646, t = 4,268, F = 18,212.

Metode underwood :

 Periode I : r2 = 0,728, t = 5,179, F = 26,826  Periode II : r2 = 0,829, t = 6,966, F = 48,525.  Periode III: r2 = 0,674, t = 4,544, F = 20,651.


(4)

mendapatkan nilai r2 yang bervariasi dalam masing – masing metode. Sehingga ketiga model tersebut dapat digunakan. Tetapi pada perhitungan ini yang dipakai adalah metode Greenshield karena paling sesuai dengan keadaan di lapangan yang sebenarnya.

2. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai arus lalu lintas maksimum yang diperoleh dari metode Greenshield, yaitu :

Untuk Jalan A.H NST ke arah persimpangan Jalan Sisingamangaraja:  Periode I (08.00 - 08.05) :

qA = 3185,600 smp/jam, qB = 3148,785 smp/jam, dengan kerapatan : kA = 189,346 smp/km, kB = 245,186. kecepatan arus bebas Uf = 16,824 km/jam, nilai gelombang kejut = -0,659

km/jam, Banyak kenderaan dalam antrian = -88,019 smp dan panjang antrian = -0,359 km.

 Periode II (13.25 - 13.30) :

qA = 1106,400 smp/jam, qB = 1162,147 smp/jam, dengan kerapatan : kA = 96,105 smp/km, kB = 77,947 smp/km, kecepatan arus bebas Uf = 11,512 km/jam. nilai gelombang kejut = -3,070

km/jam, Banyak kenderaan dalam antrian = -350,808 smp dan panjang antrian = -4,501 km.

 Periode III (17.15 - 17.20) :

qA = 2546,800 smp/jam, qB = 2534,664 smp/jam, dengan kerapatan : kA = 168,630 smp/km, kB = 232,958 smp/km, kecepatan arus bebas Uf = 15,103 km/jam. nilai gelombang kejut =


(5)

-0,189 km/jam, Banyak kenderaan dalam antrian = -19,678 smp dan panjang antrian = -0,084 km.

3. Hasil panjang antrian ini pada keadaan sebenarnya di lapangan tidak kelihatan jelas, karna pada lokasi studi kasus panjang antrian ini dibatasi oleh traffic light pada persimpangan jalan STM yang begitu dekat ke lokasi studi.

4. Hasil perhitungan juga menunjukkan bahwa panjang antrian teoritis lebih besar dari pada pengamatan di lapangan. Hal ini menandakan adanya perbedaan parameter karakteristik arus lalu lintas antara kondisi lapangan dengan teoritis.

V.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian pada ruas-ruas jalan lainnya terutama ruas yang mempunyai karakteristik lalu lintas yang berbeda.

2. Perlu dilakukan studi tentang pengaruh ada atau tidaknya perilaku pengemudi dan kenderaan terhadap karakteristik lalu lintas.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Bina Marga (1997). Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI). Bina Karya . Jakarta.

Direktur Jenderal Bina Marga (1990). Panduan Survei dan Perhitungan Waktu Perjalanan

Lalu lintas, Jakarta.

Indrajaya, Y. Riyanto, B. dan Widodo, D. 2003. Pengaruh Penyempitan Jalan Terhadap

Karakteristik Lalulintas. Jurnal Universitas Diponegoro. Semarang.

Khisty, C. J dan B. Kent Lall. 2005. Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi. Cetakan III. Erlangga, Jakarta.

Tamin, O. Z. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. 2nd ed. ITB. Bandung. Wibisana, H. 2007. Efektifitas Karakteristik Arus Lalulintas di Ruas Jalan Raya Rungkut

Madya Kota Madya Surabaya (Perbandingan Model Greenshield dan Greenberg).

Jurnal Teknik Sipil. Surabaya.

Budi utomo, heru, 1997. Hubungan antara arus, kecepatan dan kerapatan lalu lintas

pada jalan tol jakarta-cikampek dengan menggunakan metode pendekatan. Tesis,

UGM, Yogyakarta.

Munawar, Ahmad. (1995) Dasar-dasar Teknik transportasi. Penerbit Beta Offset.