6. Evaluasi Evaluation
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya: dapat membandingkan antara
anak-anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya wabah diare di suatu tempat, dapat menafsirkan
sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut.
2.2. Miopia
2.2.1. Definisi
Miopia atau rabun jauh merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan
retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai
diretina sinar-sinar ini menjadi divergen, membentuk lingkaran yang difus dengan
akibat bayangan yang kabur Curtin, 1997.
Dalam kamus kedokteran Dorland disebutkan bahwa arti dari miopia adalah kesalahan refraksi dengan berkas sinar memasuki mata yang sejajar dengan
sumbu optik dibawa ke fokus di depan retina Hartanto, 2002.
2.2.2. Etiologi
Faktor genetik dapat menurunkan sifat miopia ke keturunannya, baik secara autosomal dominan maupun autosomal resesif. Penurunan secara sex linked
sangat jarang terjadi, biasanya terjadi pada miopia yang berhubungan dengan penyakit mata lain atau penyakit sistemik. Pada ras oriental, kebanyakan miopia
Universitas Sumatera Utara
tinggi diturunkan secara autosomal resesif Sidarta, 2005. Selain faktor genetik, menurut Curtin 2002 ada 2 mekanisme dasar yang
menjadi penyebab miopia yaitu : a.
Hilangnya bentuk mata hilangnya pola mata, terjadi ketika kualitas gambar dalam retina berkurang.
b. Berkurangnya titik fokus mata maka akan terjadi ketika titik fokus cahaya
berada di depan atau di belakang retina. Miopia akan terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang pada saat
masih bayi. Dikatakan bahwa semakin dini mata seseorang terkena sinar terang secara langsung, maka semakin besar kemungkinan mengalami miopia. Ini karena
organ mata sedang berkembang dengan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan. Akibatnya, para penderita miopia umumnya merasa bayangan benda yang
dilihatnya jatuh tidak tepat pada retina matanya, melainkan didepannya Curtin, 2002.
2.2.3. Klasifikasi
Dikenal beberapa bentuk miopia terdiri dari : a.
Miopia aksial Dalam hal ini, terjadinya miopia akibat panjangnya sumbu bola mata
diameter antero-posterior, dengan kelengkungan kornea dan lensa normal Ilyas, 2009.
b. Miopia kurvatura
Dalam hal ini terjadinya miopia diakibatkan oleh perubahan dari kelengkungan kornea atau perubahan kelengkungan dari pada lensa
seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola
mata normal Ilyas, 2005.
Universitas Sumatera Utara
c. Perubahan index refraksi
Perubahan indeks refraksi atau miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada penderita diabetes
melitus sehingga pembiasan lebih kuat Ilyas, 2009.
Menurut Ilyas 2009, derajat beratnya miopia dibagi dalam : a.
Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 1-3 dioptri. b.
Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6 dioptri. c.
Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri.
Menurut Ilyas 2009, perjalanan miopia dikenal bentuk : a.
Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa. b.
Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata.
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia maligna = miopia degeneratif.
2.2.4. Patofisiologi