Pengaruh Return On Asset, Return On Equity, Dan Price Earning Ratio Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia
PENGARUH RETURN ON ASSET, RETURN ON EQUITY, DAN
PRICE EARNING RATIO TERHADAP HARGA SAHAM
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
DI BURSA EFEK INDONESIA
TESIS
Oleh
MASKARNI LUMBAN GAOL
087017062/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
S
E K O L A H
P A
S C
A S A R JA NA
(2)
PENGARUH RETURN ON ASSET, RETURN ON EQUITY, DAN
PRICE EARNING RATIO TERHADAP HARGA SAHAM
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
DI BURSA EFEK INDONESIA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MASKARNI LUMBAN GAOL
087017062/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2010
(3)
Judul Tesis : PENGARUH RETURN ON ASSET, RETURN ON EQUITY, DAN PRICE EARNING RATIO TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
Nama Mahasiswa : Maskarni Lumban Gaol
Nomor Pokok : 087017062
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr.Syafruddin Ginting Sugihen,SE,Ak,MAFIS,CPA) (Drs.Zainul Bahri Torong,M.Si,Ak) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis,SE,Ak,MAFIS, MBA) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B., M.Sc)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal : 3 September 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, SE, Ak, MAFIS, CPA Anggota : 1. Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, SE,Ak, MAFIS, MBA 3. Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak
(5)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :
”
PENGARUH RETURN ON ASSET, RETURN ON EQUITY, DAN PRICEEARNING RATIO TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA
EFEK INDONESIA
”
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.
Medan, 3 September 2010
MASKARNI LUMBAN GAOL 087017062/Akt
(6)
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti secara empiris pengaruh rasio keuangan di perusahaan manufaktur yang diwakili oleh ROA, ROE, dan PER terhadap harga saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006 sampai tahun 2009 sebanyak 181
perusahaan. Pengambilan sampel didasarkan pada metode purposive sampling.
Jumlah sampel yang terpilih sebanyak 117 perusahaan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil dokumentasi laporan keuangan dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan mendownload situs resmi Bursa Efek Indonesia di menggunakan uji statistic regresi linier berganda dengan alat SPSS.
Hasil pengujian ini membuktikan bahwa variable ROA, ROE, dan PER secara simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur, dan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Kata kunci : Return On Asset, Return On Equity, Price Earning Ratio dan Harga
(7)
ABSTRACT
The aim of this research is to find out the empirical evidence concerning the influence of financial ratio in the manufacturing company which represented by ROA, ROE, and PER in term of stock price manufacturing company in Indonesian Stock Exchange.
The population of this research is all of the manufacturing companies which are registered in Indonesian Stock Exchange in the year 2006 until the year 2009 amount 181 companies. Sample obtained by using purposive sampling. The sample size is 117 companies. Data collecting done by taking the documentation financial statement from Indonesian Capital Market Directory (ICMD) and download Indonesian Stock Exchange web page in Data processing by using Multiple Regression Analysis with SPSS.
This research result prove that variable ROA, ROE and PER simultaneously influence on to stock price manufacturing company significantly, and partially variable ROA, ROE and PER influence on stock price manufacturing company in Indonesian Stock Exchange significantly.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Jesus Kristus atas segala berkat dan kasihNya yang mengalir sepanjang hidup, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Return On Asset, Return On
Equity, dan Price Earning Ratio Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia”, untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara .
Peneliti menyadari bahwa dalam penyelesaian tesis ini peneliti banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan sepenuh hati peneliti mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, SE, Ak, MAFIS, MBA selaku Ketua Program
Studi Akuntansi Sekolah Pasacasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, SE, Ak, MAFIS, CPA selaku Ketua
Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan.
5. Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak selaku dosen pembimbing yang
telah begitu banyak mengarahkan dan membimbing peneliti dalam penyusunan tesis ini.
6. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak selaku dosen pembanding yang telah
memberikan saran dan masukan kepada peneliti demi kesempurnaan tesis ini.
7. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak selaku dosen pembanding yang telah
(9)
8. Seluruh staff pengajar pada Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
9. Yang terhormat ayahanda (B.M.Lumban Gaol (alm.)) dan ibunda (T.Br.Purba)
yang telah membesarkan dan membimbing serta selalu berdoa untuk keberhasilan peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan perkuliahan.
10. Yang terhormat bapak mertua (St.O.B.Marpaung(alm.)) dan ibu mertua
(T.Br.Huta Gaol) yang telah, memberi bimbingan serta selalu berdoa untuk keberhasilan peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan perkuliahan.
11. Abang dan adik-adikku serta para keponakan yang selalu menjadi penyemangat
bagi peneliti.
12. Istriku tercinta (R.Marpaung,B.Sc) dan anak-anakku tersayang (Marisi Yohana,
Indra Junjungan, Ester Lestari Katrina, Angelia Rahmita, Winny Handayani) yang menjadi inspirator dan motivator bagi peneliti, dan berkorban serta selalu berdoa untuk keberhasilan peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan perkuliahan.
13. Pengurus Yayasan Pendidikan Budi Utomo Abdi Nusa Medan Dr.Muh.Yunus
Amin (Ketua Dewan Pembina), Mustika Akbar, S.Sos, MAP (Ketua Yayasan).
14. Rekan-rekan sekerja di Yayasan Pendidikan Budi Utomo Abdi Nusa Medan,
yang selalu memberi support untuk keberhasilan peneliti.
15. Rekan-rekan sekerja di LP3I-Gajah Mada Medan, yang selalu memberi support
untuk keberhasilan peneliti.
16. Teman – teman mahasiswa, khususnya yang seangkatan, kebersamaan dalam
suka dan duka dalam menempuh perkuliahan akan jadi kenangan yang tak terlupakan.
17. Teman – teman dan sahabat – sahabat peneliti yang selalu jadi motivator.
18. Pihak – pihak lain yang telah membantu dan tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.
Semoga Tuhan memberkati dan KasihNya selalu menyertai semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril, sprituil maupun pengetahuan kepada
(10)
peneliti pada saat kuliah dan pada saat penyusunan tesis ini. Peneliti menyadari keterbatasan yang dimiliki menjadikan tesis ini masih kurang sempurna, karena itu masih diperlukan masukan-masukan dan saran-saran dari pembaca. Akhirnya peneliti berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, 3 September 2010 Peneliti
(11)
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : MASKARNI LUMBAN GAOL
2. Tempat/Tanggal lahir : Aeknauli, 28 Pebruari 1962
3. Pekerjaan : Staff pengajar di SMA Budi Utomo Medan
Staff pengajar di LP3I Gajah Mada Medan
4. Agama : Kristen Protestan
5. Alamat : Jl.Garuda I No.361 P.Mandala Medan
6. Pendidikan :
a. SDN Negeri 4 Dolok Sanggul : Dolok Sanggul, lulus tahun 1974 b. SMEP Sro Bersubsidi Matiti : Matiti-Dolok Sanggul, lulus tahun 1979 c. SMEA Negeri Dolok Sanggul : Dolok Sanggul, lulus tahun 1982 d. S 1 Univ.Darma Agung Medan : Medan, lulus tahun 1989
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
1.5 Originalitas Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Landasan teori ... 11
2.1.1 Pengertian dan Karakteristik Pasar Modal ... 11
2.1.2 Modal dan Struktur Modal Perusahaan ... 16
2.1.3 Teori Struktur Modal ... 17
2.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal ... 21
2.1.5 Teori-Teori Dividen ... 31
2.1.6 Harga Saham (Stock Price) ... 36
2.1.7 Hubungan antara ROA, ROE dan PER Terhadap Harga Saham ... 38
(13)
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 44
3.1 Kerangka Konsep ... 44
3.2 Hipotesis Penelitian ... 47
BAB IV METODE PENELITIAN ... 48
4.1 Jenis Penelitian ... 48
4.2 Lokasi Penelitian ... 48
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 49
4.4 Metode Pengumpulan Data ... 50
4.5 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 51
4.6 Model Analisis Data ... 53
4.7 Teknik Analisis Data ... 54
4.7.1 Pengujian Asumsi Klasik ... 55
4.7.1.1 Uji normalitas data ... 55
4.7.1.2 Uji multikolinieritas ... 56
4.7.1.3 Uji autokorelasi ... 57
4.7.1.4 Uji heteroskedastisitas ... 57
4.7.2 Pengujian Hipotesis ... 58
4.7.2.1 Uji statistik F ... 58
4.7.2.2 Uji statistik t ... 59
4.7.2.3 Koefisien determinasi (R2) ... 60
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
5.1 Hasil Penelitian ... 61
5.1.1 Statistik Deskriptif ... 61
5.1.2 Pengujian Asumsi Klasik ... 63
5.1.2.1 Uji normalitas ... 63
5.1.2.2 Uji autokorelasi ... 69
5.1.2.3 Uji heterokedastisitas ... 70
5.1.2.4 Uji multikolinieritas ... 71
(14)
5.1.3.1 Persamaan regresi ... 72
5.1.3.2 Pengujian hipotesis ... 74
5.1.3.3 Uji statistik F ... 74
5.1.3.4 Uji statistik t ... 75
5.1.3.5 Koefisien determinasi (R2) ... 76
5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 76
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 81
6.1 Kesimpulan ... 81
6.2 Keterbatasan ... 82
6.3 Saran ... 82
(15)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Tinjauan penelitian terdahulu ... 43
4.1 Populasi dan Sampel Penelitian ….. ... 49
4.2 Definisi operasioal variabel ... 53
5.1 Descriptive Statistik ... 62
5.2 Uji Kolmogorov-Smirnov sebelum memenuhi asumsi klasik ... 65
5.3 Uji Kolmogorov-Smirnov setelah memenuhi asumsi klasik ... 66
5.4 Uji autokorelasi ... 69
5.5 Uji multikolinieritas ... 71
5.6 Analisa regresi ... 72
5.7 Uji statistik F ... 74
5.8 Uji statistik t ... 75
(16)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
3.1 Kerangka Konseptual ... 44
5.1 Grafik Histogram Sebelum Memenuhi Asumsi Klasik ... 64
5.2 P-P Plot Sebelum Memenuhi Asumsi Klasik ... 64
5.3 Grafik Histogram Setelah Memenuhi Asumsi Klasik ... 67
5.4 Normal P-P Plot Setelah Memenuhi Asumsi Klasik ... 68
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Sampel perusahaan manufaktur Go-Public ... 87
2 Data Return On Asset ... 92
3 Data Return On Equity ... 95
4 Data Price Earning Ratio ... 98
5 Data Harga Saham ... 101
6 Hasil pengolahan data SPSS sebelum memenuhi asumsi klasik ... 104
7 Hasil pengolahan data SPSS setelah memenuhi asumsi klasik ... 106
(18)
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti secara empiris pengaruh rasio keuangan di perusahaan manufaktur yang diwakili oleh ROA, ROE, dan PER terhadap harga saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2006 sampai tahun 2009 sebanyak 181
perusahaan. Pengambilan sampel didasarkan pada metode purposive sampling.
Jumlah sampel yang terpilih sebanyak 117 perusahaan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil dokumentasi laporan keuangan dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan mendownload situs resmi Bursa Efek Indonesia di menggunakan uji statistic regresi linier berganda dengan alat SPSS.
Hasil pengujian ini membuktikan bahwa variable ROA, ROE, dan PER secara simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur, dan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Kata kunci : Return On Asset, Return On Equity, Price Earning Ratio dan Harga
(19)
ABSTRACT
The aim of this research is to find out the empirical evidence concerning the influence of financial ratio in the manufacturing company which represented by ROA, ROE, and PER in term of stock price manufacturing company in Indonesian Stock Exchange.
The population of this research is all of the manufacturing companies which are registered in Indonesian Stock Exchange in the year 2006 until the year 2009 amount 181 companies. Sample obtained by using purposive sampling. The sample size is 117 companies. Data collecting done by taking the documentation financial statement from Indonesian Capital Market Directory (ICMD) and download Indonesian Stock Exchange web page in Data processing by using Multiple Regression Analysis with SPSS.
This research result prove that variable ROA, ROE and PER simultaneously influence on to stock price manufacturing company significantly, and partially variable ROA, ROE and PER influence on stock price manufacturing company in Indonesian Stock Exchange significantly.
(20)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasar modal memiliki peran penting dalam kegiatan ekonomi terutama di negara-negara yang menganut sistem ekonomi pasar. Pasar modal telah menjadi salah satu sumber kemajuan ekonomi, sebab pasar modal dapat menjadi sumber dana alternatif bagi perusahaan (Lubis, 2006). Dari sudut pandang ekonomi, pasar modal berfungsi sebagai salah satu sistem mobilitas dana jangka panjang yang efisien bagi pemerintah. Melalui pasar modal pemerintah dapat mengalokasikan dana masyarakat ke sektor-sektor investasi yang produktif. Dari sudut pandang keuangan, pasar modal berfungsi sebagai salah satu media yang efisien untuk mengalokasikan dana dari
pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana atau pihak investor dan pihak yang
membutuhkan dana yang disebut pihak perusahaan.
Perkembangan pasar modal dibanyak negara termasuk Indonesia berhubungan erat dengan peranan penting pasar modal dalam perekonomian suatu negara, hal ini dikarenakan pasar modal menjalankan fungsi ekonomi sekaligus fungsi keuangan
(Husnan, 2002). Dengan adanya pasar modal, para investor dapat melakukan
investasi pada banyak pilihan investasi, sesuai dengan kemampuan menganalisa dan
keberanian mengambil risiko di mana para investor akan selalu memaksimalkan
return yang dikombinasikan dengan resiko tertentu dalam setiap keputusan investasinya.
(21)
Keputusan investasi pada dasarnya menyangkut masalah pengelolaan dana
pada suatu periode tertentu, di mana para investor mempunyai harapan untuk
memperoleh pendapatan atau keuntungan dari dana yang diinvestasikan selama periode waktu tertentu. Sebelum mengambil keputusan investasi baru, para investor perlu mengadakan analisa yang cermat. Di dalam mengambil keputusan investasi, para investor mengharapkan hasil yang maksimal dengan risiko tertentu atau hasil tertentu dengan risiko yang minimal terhadap investasi yang dilakukan. Keuntungan investasi sangat tergantung banyak hal, tapi hal yang utama adalah tergantung pada kemampuan atau strategi penanam modal atau investor dalam membaca keadaan dan situasi pasar yang tidak menentu. Bila harga saham naik maka keuntungan yang dimiliki investor akan meningkat.
Kenaikan harga saham dan permintaan yang tinggi merupakan daya tarik tersendiri bagi perusahaan untuk menerbitkan saham. Penanam modal yang membeli saham berarti mereka membeli prospek suatu perusahaan. Bagi pihak yang kekurangan dana maka pasar modal dapat dijadikan sebagai alternatif dalam penyediaan dana. Alternatif pendanaan perusahaan dari Bursa Efek Indonesia dapat memberikan keuntungan kepada manajemen perusahaan manufaktur dengan memilih jenis saham yang dapat memberikan keuntungan (return) yang lebih tinggi apabila mempunyai dana cadangan (Farid dan Sudomo Siswanto, 1998). Bertambahnya
jumlah perusahaan manufaktur yang go public akan dapat menguatkan atau
melemahkan harga saham. Variabel penyebab naik turunnya harga saham di Bursa Efek Indonesia selalu mengikuti perkembangan kehendak pasar (Jumingan, 2005).
(22)
Para investor dan calon investor menghendaki naik turunnya harga saham yang dapat
memberikan keuntungan (return). Indikator yang sering diperhatikan untuk
mengetahui apakah perusahaan mampu memberikan return terhadap investasi sesuai
dengan tingkat yang disyaratkan investor adalah dari pertumbuhan profitabilitas perusahaan (Farid dan Sudomo Siswanto, 1998).
Informasi keuangan yang dibutuhkan investor adalah informasi laporan
keuangan atau laporan keuangan tahunan (Niswonger et.al, 2002). Paling sedikit satu
kali dalam setahun perusahaan yang go public berkewajiban menerbitkan laporan
keuangan tahunan kepada para investor yang ada di bursa. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007).
Bagi investor, laporan keuangan tahunan merupakan sumber berbagai macam
informasi khususnya neraca dan laporan laba rugi perusahaan. Oleh karena itu, publikasi laporan keuangan perusahaan (emiten) merupakan saat-saat yang ditunggu oleh para investor di pasar modal, karena dari publikasi laporan keuangan itu para investor dapat mengetahui perkembangan emiten, yang akan digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk membeli atau menjual saham-saham yang dimiliki.
Permasalahan yang timbul adalah bagaimana informasi perusahaan yang go public
tersebut mempengaruhi harga saham dipasar modal dan variabel apa saja yang menjadikan indikator, sehingga perusahaan dapat mengendalikan peningkatkan nilai
(23)
perusahaan melalui peningkatan nilai saham yang diperdagangkan di pasar modal dapat dicapai.
Dalam melakukan investasi, investor akan memperkirakan berapa tingkat
penghasilan yang diharapkan (expected return) atas investasinya untuk suatu periode tertentu di masa yang akan datang. Namun setelah periode investasi, belum tentu tingkat penghasilan yang terealisasi (realized return) adalah sama dengan tingkat penghasilan yang diharapkan, tingkat penghasilan yang diharapkan, tingkat penghasilan yang direalisasikan dapat lebih tinggi atau lebih rendah. Ketidakpastian (uncertainty) akan tingkat penghasilan merupakan inti dari investasi yaitu bahwa investor selalu harus mempertimbangkan unsur ketidakpastian yang merupakan investasi (Farid dan Sudomo Siswanto, 1998). Keputusan investasi bagi para investor mengandung risiko dan ketidakpastian. Pengetahuan tentang risiko merupakan suatu hal yang penting untuk dimiliki oleh setiap investor maupun calon investor. Seorang investor yang rasional, sebelum mengambil keputusan investasi harus mempertimbangkan dua hal, yaitu pendapatan yang diharapkan (expected return) dan risiko (risk) yang tergantung pada jenis investasinya. Investasi pada saham dinilai mempunyai tingkat risiko yang lebih besar dibandingkan dengan alternatif investasi yang lain seperti obligasi, deposito, dan tabungan. Hal ini disebabkan karena pendapatan yang diharapkan dari investasi pada saham bersifat tidak pasti, di mana
pendapatan saham terdiri dari dividen (dividend) dan laba yang berasal dari
peningkatan harga sekuritas (capital gain). Kesanggupan suatu perusahaan untuk
(24)
sedangkan capital gain ditentukan oleh fluktuasi harga saham. Risiko investasi saham
tercermin pada variabilitas pendapatan (return) saham, baik pendapatan saham
individual maupun pendapatan saham secara keseluruhan (return market) di pasar
modal (Chaerul, 1999).
Para calon investor sebelum mengambil keputusan untuk berinvestasi selalu melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham. Untuk
mengukur nilai saham dapat dilakukan dengan analisis fundamental dan analisis
teknikal (Farid dan Siswanto 1998). Tujuan analisis fundamental adalah menentukan apakah nilai saham berada pada posisi undervalue atau overvalue. Saham dikatakan undervalue bilamana harga saham di pasar saham lebih kecil dari harga wajar atau
nilai yang seharusnya, demikian juga sebaliknya. Dalam analisa fundamental
memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham dimasa yang akan datang dan menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham, model ini acapkali disebut sebagai share price forecasting dan sering
digunakan dalam berbagai pelatihan analisis sekuritas. Analisis fundamental
berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan, tentang efektifitas dan efisiensi perusahaan mencapai sasarannya. Umumnya faktor-faktor fundamental yang diteliti adalah nilai intrinsik, nilai pasar, return on total assets (ROA), Return On Equity (ROE), price to book value (PBV), debt equity ratio (DER), dividend earning, Price Earning Ratio (PER), dividend payout ratio (DPR), dividend yield, dan likuiditas saham (Brigham dan Houston, 2006).
(25)
Analisis teknikal menggunakan data pasar yang dipublikasikan yaitu harga saham dengan mengamati perubahan harganya di waktu yang lalu. Analis teknikal menyatakan bahwa harga saham mencerminkan informasi yang relevan, dan informasi tersebut ditunjukkan oleh perubahan harga di waktu yang lalu, karenanya perubahan harga saham akan mempunyai pola tertentu dan pola tersebut akan berulang (Tandelin dan Eduardus, 2001). Analisi teknikal memperhatikan volume perdagangan, indeks harga saham individual maupun gabungan untuk berusaha mengakses permintaan dan penawaran saham tertentu maupun pasar secara keseluruhan. Pendekatan ini pada intinya membuat serta menginterprestasikan grafik saham ditinjau dari pergerakan harga saham dan volume transaksinya untuk mendapatkan petunjuk tentang arah perubahan di masa yang akan datang (Husnan dan Pudjiastuti, 2002). Fakta bahwa análisis teknikal digunakan untuk pergerakan jangka pendek mencari keuntungan yang cepat, bukan keuntungan jangka panjang (Tom Taulli, 2009).
Dari sudut pandang calon investor, untuk menilai prospek perusahaan di masa datang adalah dari pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Indikator yang paling
banyak dipakai adalah Return On Equity (ROE) yang menggambarkan kemampuan
perusahaan menghasilkan laba yang bisa diperoleh pemegang saham. Indikator yang dipakai menilai efektivitas dan efesiensi perusahaan dalam menggunakan assets untuk
memperoleh laba banyak dipakai adalah Return On Assets (ROA). Menurut
(Natarsyah, 2000) faktor fundamental seperti Return On Equity berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Semakin tinggi nilai ROE menunjukkan semakin tinggi laba
(26)
bersih dari perusahaan yang bersangkutan (Ang, 1997). Ada hubungan yang positif antara ROE dengan harga saham perusahaan yang dapat meningkatkan nilai buku
saham perusahaan (Higgins, 1998). Faktor fundamental lainnya yang turut
mempengaruhi harga saham adalah dividen, bahwa variabilitas harga saham tergantung pada earning dan dividen suatu perusahaan (Fuller et.al, 1987). Teori the bird- in- the hand menyatakan bahwa terdapat hubungan antara nilai perusahaan dan
pembayaran dividen, bahwa pembayaran dividen menunjukkan hal yang pasti
berkaitan dengan apresiasi harga saham. Karena dividen diduga risikonya lebih kecil
dibandingkan dengan capital gains maka perusahaan seharusnya menetapkan
dividend payout ratio yang tinggi dan menawarkan dividend yield yang tinggi untuk memaksimumkan harga saham.
Penelitian tentang pengaruh beberapa faktor fundamental terhadap perubahan harga saham perusahaan di BEI menggunakan variabel penelitian seperti : EPS (Earning Per Share), ROI (Return on Investment) atau ROA (Return on Asset) , DER (Debt to Equity Ratio) dan PBV (Price Book Value), ROE (Return On Equity), NPM (Net Profit Margin), CAR (Capital Adequacy Ratio), NIM (Net Interest Margin), LDR (Laverage Debt Ratio), dan DPR (Dividend Per Share). Penelitian mengenai pengaruh faktor fundamental kuantitatif terhadap harga saham perusahaan industri diantaranya dilakukan Hadi (2004) menyatakan bahwa ROE, ROA, NIM, DER, dan PER secara simultan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perusahaan industri. Sedangkan penelitian Sianipar (2005) menghasilkan kesimpulan
(27)
bahwa CAR, PER, ROA, ROE, NIM, LDR secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap harga saham perusahaan industri.
Terdapat inkonsistensi hasil penelitian terdahulu dan fenomena naik turunnya harga saham perusahaan memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur, yang mempunyai spesifikasi khusus terhadap struktur asset,
dengan rasio terbesar pada asset tetap (Fixed Assets). Pemilihan perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI sebagai objek pada penelitian ini, karena jenis
perusahaan manufaktur tergolong sektor pemimpin (leading sector) bagi sektor
lainnya dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi (Ginting Sugihen, 2003). Perusahaan manufaktur dapat mempengaruhi keadaan pasar modal dari permintaan dan penawaran modal. Sewaktu perseroan tumbuh, keperluan mereka akan modal luar biasa meningkat dramatis maka pasar saham adalah pasar keuangan yang penting (Brealey et.al, 2007). Menjadi permasalahan, apakah tingkat ROA, ROE dan PER pada perusahaan manufakur berpengaruh tehadap harga saham di Bursa Efek Indonesia. Berangkat dari permasalahan tersebut peneliti ingin meneliti kembali pengaruh beberapa faktor fundamental terhadap harga saham perusahaan manufaktur, dengan meneliti faktor profitabilitas yang berkaitan dengan investasi terutama ditunjukkan oleh analisis rasio ROA, ROE dan PER maka penelitian ini diberi judul : “Pengaruh Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan Price Earning Ratio (PER) terhadap Harga saham pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
(28)
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka
masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah, apakah Return On Asset
(ROA), Return On Equity (ROE), dan Price Earning Ratio (PER)berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap harga saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI) ?
1.3. Tujuan Penelitian
Didasarkan kepada rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), dan Price Earning Ratio (PER) terhadap harga saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI) secara simultan dan parsial.
1.4. Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti dapat meningkatkan kompetensi keilmuan dan menambah
wawasan di bidang Bursa Efek.
2. Bagi manajemen perusahaan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan
untuk pengambilan keputusan keuangan bidang pendanaan.
3. Bagi investor dapat menjadi bahan masukan atau informasi dalam
pengambilan keputusan keuangan.
4. Bagi peneliti berikutnya dapat menjadi bahan masukan dalam penelitian
(29)
1.5. Originalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Hadi (2004) tesis Pascasarjana Universitas Indonesia. Menurut Hadi (2004) ROE, ROA, NIM, DER, dan PER secara simultan dan parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perusahaan perbankan. Pada penelitian ini peneliti menggunakan variabel ROE, ROA dan PER dengan alasan ketiga variabel tersebut adalah indikator yang banyak dipakai untuk mengukur tingkat efesiensi dan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang bisa diperoleh pemegang saham serta masih terdapatnya inkonsistensi hasil penelitian terdahulu mengenai pengaruhnya terhadap harga saham, oleh sebab itu peneliti akan menguji kembali pengaruh ROA, ROE dan PER terhadap harga saham. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah :
1. Data sekunder yang digunakan peneliti sebelumnya menggunakan data tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 sedangkan penelitian ini menggunakan data tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.
2. Objek penelitian yang digunakan peneliti sebelumnya perusahaan perbankan sedangkan penelitian ini memilih objek penelitian perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
(30)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Pasar Modal
Pasar modal pada hakikatnya adalah jaringan tatanan yang memungkinkan pertukaran klaim jangka panjang, penambahan financial assets (dana hutang) pada
saat yang sama, memungkinkan investor untuk mengubah dan menyesuaikan
Portofolio investasi (melalui pasar sekunder). Proses pembentukan modal jelas memegang peran penting dalam perkembangan suatu ekonomi. Tidak semua kegiatan ekonomi mampu memenuhi kebutuhan investasinya dari tabungan sendiri. Dalam realita, ada unit-unit kegiatan ekonomi yang surplus yaitu tabungan > investasi dan ada unit ekonomi defisit yaitu tabungan < investasi (Brealy et.al, 2007). Untuk itu dibutuhkan perantara yang bisa menyalurkan kelebihan dana dari unit yang surplus ke unit yang defisit dan itulah peranan dari pasar uang dan pasar modal. Dalam unit ekonomi yang surplus dan yang defisit bisa dipertemukan baik secara langsung (misalnya menawarkan saham penuh dan obligasi pemerintah kepada masyarakat luas) atau tidak langsung melalui lembaga perantara keuangan (misalnya bank komersial). Pasar modal adalah pelengkap di sektor keuangan terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga pembiayaan (Lubis, 2006). Pasar modal memberikan jasanya yaitu menjembatani hubungan antara pemilik modal dalam hal ini disebut sebagai investor dengan peminjam dana dalam hal ini disebut dengan nama emiten
(31)
(perusahaan yang go public). Para investor meminta instrumen pasar modal untuk keperluan investasi portofolio sehingga pada akhirnya dapat memaksimumkan penghasilan.
Instrumen pasar modal itu terbagi atas dua kelompok besar yaitu instrumen pemilik (equity) seperti saham dan instrumen utang (obligasi atau bond) seperti obligasi perusahaan, obligasi langganan, obligasi yang dapat dikonversikan dengan menjadi saham, dan sebagainya (Munir, 1999). Patut juga diketahui, berbeda sekali antara investasi secara portofolio yang biasanya dengan memberi instrument di pasar modal dengan investasi secara langsung dan biasanya ikut langsung dalam proses pendirian perusahaan. Pada kasus pertama, para investor tidak tertarik dan tidak berkepentingan untuk menjalankan usaha dari perusahaan yang ia beli sahamnya, mereka lebih berkepentingan terhadap dividend dan capital gain dari saham yang
dibeli. Pada kasus terakhir, investor yang bersangkutan ingin menguasai dan
menjalankan langsung investasi dimaksud (Chaerul, 1999). Perkembangan terakhir
pasar modal memperlihatkan bahwa para investor itu kebanyakan terdiri dari
pengelola dana (fund manager) dari dana pensiun, kepentingan mereka ikut campur tangan di dalam kepengurusan perusahaan yang sahamnya mereka beli melalui pasar modal menjadi semakin tidak berarti. Mereka justru mau membeli saham dari perusahaan-perusahaan itu karena mereka percaya kepada pemimpin yang mengelola perusahaan sekarang ini (Dermawan, 2007).
Para emiten melihat bahwa pencarian dana melalui pasar modal merupakan pilihan pembiayaan yang lain, kemudian mereka memanfaatkan kesempatan ini
(32)
dengan mengeluarkan saham dan atau obligasi. Semakin efisien dan efektif pengelolaan pasar modal maka semakin banyak pula para calon emiten yang berdatangan ke pasar modal, berarti hal ini sekaligus pula memperbaiki posisi equity -nya dan pada akhir-nya akan memperkuat daya saing-nya di sektor industri dimana ia terlibat. Karena surat saham dan obligasi itu dijual kepada masyarakat, maka persyaratan full disclosure dan full transparancy harus pula dipenuhi oleh emiten yang bersangkutan (Munir, 1999). Pasar modal selalu mempersyaratkan agar selalu ada keterbukaan atau (full disclosure) dan hasil audit pendapat akuntan haruslah bersifat unqualified opinion yakni wajar tanpa syarat. Penjamin emisi didalam proses penentuan harga dan penawaran perdana dari instrumen pasar modal itu, juga dapat berkepentingan terhadap pendapat akuntan publik tersebut. Di sini kelihatan bahwa peranan akuntan publik selalu diperlukan mulai dari rencana emisi, proses emisi dan berikut pada proses jual beli di pasar sekunder.
Pasar modal adalah suatu bidang usaha perdagangan surat-surat berharga seperti saham, sertifikat saham, dan obligasi. Dalam pengertian klasik, seperti dapat dilihat dalam praktek-praktenya di negara–negara kapitalis, perdagangan efek sesungguhnya merupakan kegiatan perusahaan swasta. Motif utama terletak pada masalah kebutuhan modal bagi perusahaan yang ingin lebih memajukan usaha
dengan menjual sahamnya pada para pemilik uang atau investor baik golongan
maupun lembaga-lembaga usaha (Tampubolon, 2005). Pasar modal dalam arti luas adalah kebutuhan sistem keuangan yang terorganisasi termasuk bank-bank komersial dan semua perantara di bidang keuangan serta surat-surat berharga jangka panjang
(33)
dan jangka pendek, primer dan tidak langsung. Defenisi dalam arti menengah adalah semua pasar yang terorganisasi dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan warkat-warkat kredit (biasanya yang berjangka waktu lebih dari 1 tahun) termasuk saham-saham obligasi, pinjaman berjangka hipotek dan tabungan serta deposito berjangka. Sedangkan defenisi dalam arti sempit adalah pasar terorganisasi yang memperdagangkan saham-saham dan obligasi dengan memakai jasa makelar, komisioner dan underwriter. Dengan dijualnya saham di pasar modal berarti masyarakat diberi kesempatan untuk memiliki dan menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan. Dengan kata lain, pasar modal dapat membantu pemerintah meningkatkan pendapatan masyarakat. Melalui pasar modal, pemerintah ingin mengIndonesiakan kultur ekonomi modern yang sehat. Seperti dalam hal mendemokrasikan perusahaan-perusahaan PMA yang belakangan ini memiliki iklim pertumbuhan yang sehat. Dengan pemindahan modal dari pihak asing menjadi milik Indonesia melalui pemilikan saham diharapkan sebagian laba yang mengalir ke luar negeri dapat ditahan di Indonesia untuk dimiliki oleh warga negara Indonesia. Pasar modal adalah pasar tempat diterbitkan serta diperdagangkan surat-surat berharga jangka panjang, khususnya obligasi dan saham. Defenisi ini sudah menyangkut dua jenis pasar yang dikenal secara terpisah, yakni pasar perdana, dimana surat-surat berharga itu pertama sekali diterbitkan dan pasar sekunder, dimana surat-surat berharga itu diperdagangkan (Lubis, 2006).
Kemudian yang dimaksud investor adalah individu atau unit ekonomi yang
(34)
return di masa yang akan datang. Di dalam konteks perekonomian global, dimana
pasar modal dibeberapa negara sudah sedemikian berkembang, asset tersebut pada
umumnya berbentuk asset financial, walaupun masih tersedia pula pilihan-pilihan dalam bentuk riil seperti logam mulia, emas, persawahan, perkebunan, pabrik dan atau real estate.
Sedangkan yang dimaksud dengan asset financial adalah surat-surat berharga yang merupakan klaim atas hasil asset riil. Pemilikan asset financial bisa secara langsung dan tak langsung. Dikatakan tidak langsung bila asset tersebut merupakan klaim atas klaim. Pada bagian sebelumnya disinggung bahwa pasar modal adalah suatu pasar dimana dana-dana jangka panjang diperjualbelikan. Secara lebih teliti
dapat disebutkan bahwa pasar modal adalah suatu lembaga (institution) dan
mekanismenya menyediakan dana jangka menengah dan jangka panjang bagi investor
dunia usaha, pemerintah dan perorangan, dimana berbagai instrument yang ada telah siap dialihkan. Sebagaimana halnya pasar uang maka pasar modal dapat diartikan dalam ruang lingkup lokal, regional, dan nasional. Karena menyangkut dana-dana jangka panjang, maka pasar modal mengandung pengertian modal ekonomi. Dana-dana yang dihasilkan melalui penerbitan instrumen kredit oleh dunia usaha dan perorangan diinvestasikan dalam persediaan (inventories) ataupun harta tetap (fixed assets). Sedangkan hasil obligasi pemerintah dan saham-saham perusahaan digunakan untuk membelanjai berbagai pengeluaran dan harta kekayaan.
(35)
2.1.2 Modal dan Struktur Modal Perusahaan
Modal adalah hak atau bagian yang akan dimiliki oleh pemilik perusahaan yang ditunjukkan dalam pos (modal saham), surplus dan laba yang ditahan atau kelebihan aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh hutang-hutangnya (Munawir, 2002). Sumber dari modal adalah apa yang dapat dilihat berupa hutang lancar, hutang jangka panjang dan modal sendiri. Modal menggambarkan hak pemilik atas perusahaan yang timbul sebagai akibat penanaman (investasi) yang dilakukan oleh para pemilik. Struktur modal adalah bauran dari hutang, saham prefen, dan saham biasa (Brigham dan Houston, 2006). Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dengan modal sendiri (Husnan, 2003).
Struktur modal dalam perusahaan berkaitan erat dengan investasi sehingga dalam hal ini akan menyangkut sumber dana yang akan digunakan untuk membiayai proyek investasi tersebut. Sumber dana tersebut pada dasarnya terdiri dari penerbitan saham (equity financing), penerbit obligasi (debt financing) dan laba ditahan (retained earning). Penerbitan saham dan obligasi sering disebut sumber dana yang berasal dari luar perusahaan atau external financing sedang laba untuk laba ditahan sering disebut dengan retained earning atau sumber dana sebagai pembelanjaan yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri atau internal financing. Modal asing dalam hal ini diartikan sebagai hutang baik jangka panjang maupun jangka pendek. Sedang modal sendiri bisa terdiri dari laba ditahan dan bisa juga dengan penyertaan kepemilikan perusahaan. Apabila dalam suatu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dananya mengutamakan pemenuhan dengan sumber dari dalam
(36)
perusahaan akan sangat mengurangi ketergantungan pada pihak luar. Apabila kebutuhan dana sudah sedemikian meningkat karena pertumbuhan perusahaan, dan dana dari sumber intern sudah digunakan semua, maka sudah tidak ada pilihan lain selain menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan yaitu dalam bentuk hutang (Tangkilisan, 2003).
Struktur modal merupakan masalah penting dalam pengembalian keputusan mengenai pembelanjaan perusahaan. Struktur modal tersebut tercermin pada hutang jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri, dimana kedua golongan tersebut merupakan dana permanen atau jangka panjang (Brigham dan Houston, 2006). Untuk mengukur struktur modal tersebut digunakan rasio struktur modal yang disebut dengan leverage ratio. Leverage ratio adalah perbandingan yang dimaksud untuk mengukur seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Dalam perhitungan leverage ratio yang digunakan adalah long term debt to equity ratio. Long term debt to equity ratio menunjukkan persentase modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang yang dihitung dengan membandingkan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri.
2.1.3. Teori Struktur Modal
2.1.3.1. Agency theory
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan Wiliam H. Meckling dalam Horngren et.al, (2000), manajemen merupakan agen dari pemegang saham dan pemegang saham sebagai prinsipal atau pemilik perusahaan. Para pemegang saham
(37)
berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasaan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan dan pembatasaan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan pengawasaan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham (Farid dan Siswanto, 1998). Dalam teori agensi siapapun yang menimbulkan biaya pengawasaan, biaya yang timbul pasti merupakan tanggungan pemegang saham. Sebagai misal, pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasaan, membebankan bunga yang lebih tinggi. Semakin besar peluang timbulnya pengawasaan, semakin tinggi tingkat bunga, dan semakin rendah nilai perusahaan bagi pemegang saham. Biaya pengawasaan berfungsi sebagai disinsentif dalam penerbitan obligasi, terutama dalam jumlah yang besar. Jumlah pengawasaan yang diminta oleh pemegang obligasi akan meningkatkan seiring dengan meningkatnya jumlah obligasi yang beredar.
2.1.3.2. Signaling theory
Isyarat atau teori signal adalah suatu tindakan yang diambil manajemen
perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen
(38)
dalam suatu perusahaan dengan prospek yang sangat menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modalnya. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya dengan maksud membagi kerugian dengan pemegang saham baru. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan
suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut
suram (Brealey et.al, 2007). Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru, lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham.
2.1.3.3. Asymmetric information theory
Asymmetric Information atau ketidaksamaan informasi adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek perusahaan dari pada yang dimiliki investor (Brigham dan Houston, 2006). Asimetris informasi ini terjadi karena pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak dari pada para investor (Husnan, 2003). Dengan demikian, pihak manajemen
mungkin berpikir bahwa harga saham saat ini sedang undervalue (terlalu murah).
Tetapi investor akan menafsirkan kalau perusahaan menawarkan saham baru, salah
satu kemungkinannya adalah harga saham saat ini sedang terlalu mahal (sesuai
(39)
menawarkan harga saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah. Karena itu emisi saham baru akan menurunkan harga saham (Husnan, 2003).
2.1.3.4. Pecking order theory
Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun 1961 sedangkan
penamaan pecking order theory dilakukan Myers pada tahun 1984 (Husnan, 2003).
Secara singkat teori ini menyatakan bahwa: (a) Perusahaan menyukai internal
financing (pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan), (b) Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan. Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity ratio, karena ada dua jenis modal sendiri, yaitu internal dan external. Modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan. Perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal, yakni dana yang berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi (Brealey et.al,
2007). Urutan penggunaan sumber pendanaan dengan mengacu pada pecking order
theory adalah: dana internal(internal fund), hutang (debt), dan modal sendiri (equity) (Husnan dan Pudjiastuti, 2002). Dana internal lebih disukai dari dana eksternal karena dana internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu “membuka diri lagi” dari
(40)
memperoleh “sorotan dan publisitas publik” sebagai akibat penerbitan saham baru. Dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri dikarenakan dua alasan. Pertama adalah pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya emisi saham baru (Husnan, 2003). Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Kedua, manajer khawatir kalau penerbitan saham baru ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para investor dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya informasi asimetris antara pihak manajemen dengan pihak investor.
2.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal
Salah satu tugas manajer keuangan adalah memenuhi kebutuhan dana. Didalam melakukan tugas tersebut manajer keuangan dihadapkan adanya suatu variasi dalam pembelanjaan, dalam arti kadang-kadang perusahaan lebih baik
menggunakan dana yang bersumber dari hutang (debt) kadang-kadang perusahaan
lebih baik kalau menggunakan dana yang bersumber dari modal sendiri (equity).
Oleh karena itu manajer keuangan di dalam operasinya perlu berusaha untuk memenuhi suatu sasaran tertentu mengenai perimbangan antara besarnya hutang dengan jumlah modal sendiri yang tercermin dalam struktur modal perusahaan (Brigham dan Houston, 2006), Untuk itu perlu diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan dan faktor-faktor tersebut dapat diuraikan antara lain:
(41)
2.1.4.1. Struktur aktiva
Kebanyakan perusahaan industri di mana sebagian besar dari pada modalnya
tertanam dalam aktiva tetap (Fixed assets), akan mengutamakan pemenuhan
modalnya dari modal yang permanen, yaitu modal sendiri, sedangkan hutang sifatnya sebagai pelengkap (Riyanto, 2000). Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya aturan struktur finansial konservatif horizontal yang menyatakan bahwa besarnya modal sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutupi jumlah aktiva tetap plus aktiva lain yang sifatnya permanen. Dan untuk perusahaan yang sebagaian besar dari aktivanya terdiri atas aktiva lancar akan mengutamakan kebutuhan dananya dengan hutang. Jadi dapat dikatakan bahwa struktur aktiva mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap struktur modal dalam suatu perusahaan. Pada perusahaan-perusahaan besar di negara industri menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara struktur aktiva terhadap struktur modal dalam suatu perusahaan (Horngren et.al, 2000).
2.1.4.2. Tingkat pertumbuhan aktiva
Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Floating cost pada emisi saham biasa lebih tinggi dibanding pada emisi obligasi. Dengan demikian perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi cenderung lebih banyak menggunakan hutang (obligasi)
(42)
2.1.4.3. Profitabilitas
Perusahaan dengan rate of return yang tinggi cenderung menggunakan
proporsi hutang yang relatif kecil dikarenakan dengan rate of return yang tinggi, kebutuhan dana dapat diperoleh dari laba yang ditahan. Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi cenderung akan menggunakan hutang yang relatif kecil, dengan tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara internal (Brigham dan Houston, 2006). Dari sudut pandang calon investor, indikator penting untuk menilai prospek perusahaan di masa yang akan datang adalah dari pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Indikator ini sering diperhatikan untuk
mengetahui kemampuan perusahaan memberikan return terhadap investasi yang
sesuai dengan tingkat yang disyaratkan investor.
2.1.4.3.1. Return On Asset (ROA)
Return On Assets (ROA) yang sering disebut juga sebagai return on investment (ROI) digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya dengan tanpa mengindahkan dari sumber mana modal tersebut berasal atau keseluruhan modal (Djarwanto, 2002). Rasio ini merupakan rasio yang terpenting diantara rasio
rentabilitas / profitabilitas yang lainnya. ROA atau ROI diperoleh dengan cara
membandingkan antara Net Income After Tax (NIAT) terhadap total asset. Aktiva suatu perusahaan di danai oleh pemegang saham dan kreditor, sehingga aktiva
(43)
tersebut akan menjadi modal kerja bagi perusahaan dalam melakukan usahanya. Hasil usaha perusahaan dinyatakan dalam bentuk laba bersih atau NIAT. ROA merupakan
rasio antara laba setelah pajak (NIAT) terhadap total assets. ROA mencerminkan
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih setelah pajak dari total assets yang digunakan untuk operasional perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan semakin efektif dalam memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak, yang juga dapat diartikan bahwa kinerja perusahaan semakin efektif (Tangkilisan, 2003). Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya
tarik perusahaan kepada investor. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan
perusahaan tersebut makin diminati investor, karena tingkat kembalian akan semakin besar (Ang, 1997). Hal ini juga akan berdampak bahwa harga saham dari perusahaan tersebut di pasar modal juga akan semakin meningkat, dengan kata lain ROA akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Hasil ini membuktikan bahwa dalam
membuat keputusan investasi saham, investor masih mempertimbangkan ROA.
Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut :
Net Income after Tax
Return on Assets (ROA) = --- 100% Total Assets
Keterangan :
Laba bersih setelah pajak (Net Income After Tax) adalah laba bersih setelah pajak yang dihasilkan oleh perusahaan, dimana data yang
(44)
digunakan adalah data yang tercantum didalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan.
Total Assets adalah total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dan yang tercantum di dalam laporan keuangan yang dipublikasikan.
Profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan antara keuntungan atau laba yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan dengan
kekayaan atau asset yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan perusahaan
(operatimg asset). Operating Asset adalah semua aktiva kecuali investasi jangka panjang dan aktiva-aktiva lain yang tidak digunakan dalam kegiatan atau usaha memperoleh penghasilan yang rutin atau usaha pokok perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan dengan ROA menunjukkan kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba. ROA adalah rasio keuntungan bersih setelah pajak untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari asset yang dimiliki oleh perusahaan. ROA yang negatif disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif pula atau rugi. Hal ini menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan secara keseluruhan belum mampu untuk menghasilkan laba. Keunggulan ROA diantaranya adalah sebagai berikut: 1.) merupakan pengukuran yang komprehensif dimana seluruhnya mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini. 2.) mudah dihitung, dipahami, dan sangat berarti dalam nilai absolut. 3.) merupakan denominator yang dapat diterapkan pada setiap unit organisasi yang bertanggung jawab terhadap profitabilitas dan unit usaha. Kelemahan ROA terdiri dari: 1.) membuat manajer
(45)
divisi memiliki kecenderungan untuk melewatkan project yang menurunkan divisional ROA, meskipun sebenarnya project tersebut dapat meningkatkan tingkat keuntungan perusahaan secara keseluruhan. 2.) cenderung untuk berfokus pada tujuan
jangka pendek dan bukan tujuan jangka panjang. 3.) Sebuah project dalam ROA
dapat meningkatkan tujuan jangka pendek, tetapi project tersebut mempunyai
konsekuensi negatif dalam jangka panjang, berupa pemutusan beberapa tenaga penjualan, pengurangan budget pemasaran, dan penggunaan bahan baku yang relatif murah sehingga menurunkan kualitas produk dalam jangka panjang (Wild et.al, 2004,). Semakin besar rasio ROA menunjukkan kenaikan laba bersih operasi dari perusahaan yang bersangkutan. terdapat hubungan yang positif antara ROA dengan harga saham perusahaan yang dapat meningkatkan nilai buku saham perusahaan (Higgins, 1998).
2.1.4.3.2. Return On Equity (ROE)
Rasio ini menggunakan hubungan antara keuntungan setelah pajak dengan modal sendiri yang digunakan perusahaan. Yang dianggap modal sendiri adalah saham biasa, agio saham, laba ditahan, saham preferen dan cadangan-cadangan lain.
Melihat hubungan-hubungan itu, Return On Equity tidak lain adalah rentabilitas
ekonomi. Bagi perusahaan pada umumnya masalah rentabilitas adalah lebih penting dari pada masalah laba, karena laba yang besar saja belumlah merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah bekerja dengan efisien (Riyanto, 2000). Return On Equity diperoleh dari Net Income after tax dibagi equity. Hasil pembagian ini pada umumnya
(46)
dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi rasio ini menandakan kinerja perusahaan
semakin baik atau efisien, nilai equity perusahaan akan meningkat dengan
peningkatan rasio ini. Return On Equity (ROE) yaitu rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran dividen. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
Net Income after Tax
ROE = --- X 100 % Total Equity
Keterangan :
Net Income After Tax adalah laba setelah pajak Total Equity adalah total modal sendiri
Semakin besar rasio ROE menunjukkan kenaikan laba bersih dari perusahaan yang bersangkutan. Ada hubungan yang positif antara ROE dengan harga saham perusahaan yang dapat meningkatkan nilai buku saham perusahaan (Higgins,1998).
2.1.4.3.3. Price Earning Ratio ( PER )
Price Earning Ratio (PER) adalah rasio harga saham dengan penghasilan atau price earning ratio sering digunakan untuk membandingkan peluang investasi (Husnan dan Pudjiastuti, 2002). Suatu rasio harga dan penghasilan saham dihitung
dengan membagi harga pasar per lembar saham (market price share) dengan
penghasilan per lembar saham (Earning per share). PER menunjukkan perbandingan
antara harga saham di pasar atau harga perdana yang ditawarkan dibandingkan dengan pendapatan yang diterima (Husnan dan Pudjiastuti, 2002).
(47)
Rumus menghitung PER yaitu :
Market price per share
PER = --- x 100% Earning per share
Atau :
Harga pasar per lembar saham
Rasio Harga / Laba = --- x 100% Laba per lembar saham
Adapun kegunaan rasio PER ini adalah : 1) menentukan nilai pasar saham yang diharapkan, 2) menentukan nilai pasar saham dimasa yang akan datang. Secara fundamental rasio ini diperhatikan oleh investor dalam memilih saham karena perusahaan yang mempunyai nilai PER yang tinggi menunjukkan nilai pasar yang tinggi pula atas saham tersebut, sehingga saham tersebut akan diminati oleh investor dan hal ini pada akhirnya akan berdampak pada kenaikan harga saham sebaliknya apabila perusahaan mempunyai PER yang rendah menunjukkan nilai pasar yang rendah sehingga akan berdampak terhadap penurunan harga saham (Husnan, 2003). PER merupakan bagian dari rasio pasar dimana sudut pandang rasio pasar ini lebih
banyak pada sudut pandang investor dan juga merupakan ukuran untuk menentukan
bagaimana pasar memberi nilai/harga pada suatu perusahan. Perusahaan dengan PER yang rendah mungkin dapat menurunkan minat investor terhadap harga saham, namun perlu diingat pula bahwa PER yang rendah mempunyai potensi untuk meningkat, sehingga investor tidak hanya terpaku pada PER yang tinggi saja (Dermawan, 2007).
(48)
PER yang tinggi belum tentu mencerminkan kinerja yang baik, karena PER yang tinggi bisa saja disebabkan oleh turunnya rata-rata pertumbuhan laba perusahaan.
2.1.4.4. Besaran perusahaan (ukuran perusahaan)
Ukuran perusahaan akan mempunyai pengaruh terhadap struktur modal dalam suatu perusahaan. Pada kenyataannya semakin besar suatu perusahaan maka kecenderungan penggunaan dana eksternal juga semakin besar. Hal ini disebabkan perusahaan besar memiliki kebutuhan dana yang besar dan salah satu alternatif pemenuhan dana yang tersedia adalah pendanaan eksternal. Kebijakan hutang perusahaan dipengaruhi oleh ukuran besaran perusahaan dan ada hubungan yang positif antara besaran perusahaan dan rasio hutang. Besaran perusahaan berpengaruh positif terhadap leverage perusahaan (Brealey et.al, 2007).
2.1.4.5. Tingkat pertumbuhan penjualan
Bagi perusahaan dengan tingkat pertumbuhan penjualan dan laba yang tinggi kecenderungan penggunaan hutang sebagai sumber dana eksternal yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualannya lebih rendah. Penggunaan hutang sebagai sumber dana untuk mendanai pertumbuhan penjualan bersifat jangka pendek.
Pertumbuhan penjualan perusahaan berpengaruh positif dengan leverage
maka tingkat pertumbuhan penjualan berhubungan positif dengan hutang (Farid dan Sudomo Siswanto, 1998).
(49)
2.1.4.6. Kebijakan dividen
Secara tidak langsung, kebijakan dividen akan memiliki pengaruh terhadap
tingkat penggunaan hutang suatu perusahaan. Kebijakan dividen yang stabil
menyebabkan adanya keharusan bagi perusahaan untuk menyediakan sejumlah dana
guna membayar jumlah dividen yang tetap tersebut (Husnan dan Pudjiastuti, 2002).
Apabila perusahaan menggunakan tingkat hutang yang tinggi, maka ada kemungkinan bahwa dalam jangka panjang perusahaan tidak akan mampu membayar dividen yang stabil serta memenuhi beban tetap hutang. Kebijakan dividen
mempunyai pengaruh yang negatif terhadap debt ratio (Husnan dan Pudjiastuti,
2002).
2.1.4.7. Risiko bisnis
Dalam suatu perusahaan, risiko bisnis akan meningkat jika penggunaan hutang tinggi dan hal ini juga akan meningkatkan kemungkinan kebangkrutan bagi perusahaan. Risiko bisnis ditunjukkan oleh variabilitas pendapatan yang akan diterima pada masa yang akan datang (Horngren et.al, 2000). Perusahaan dengan risiko yang tinggi seharusnya menggunakan hutang yang lebih sedikit untuk menghindari kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan (Farid dan Sudomo Siswanto, 1998).
2.1.4.8. Operating leverage
Variabel ini timbul dikarenakan perusahaan menggunakan cost operasi tetap dengan menggunakan aktiva tetap dalam operasi perusahaan. Dalam suatu
(50)
perusahaan, tingkat operating leverage pada suatu tingkat hasil akan ditunjukkan oleh perubahan dalam volume penjualan yang mengakibatkan adanya perubahan yang tidak proporsional dalam laba atau rugi operasi. Operating leverage merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi risiko bisnis (Farid dan Sudomo Siswanto, 1998).
Semakin besar Operating leverage perusahaan maka semakin besar variasi
keuntungan akibat perubahan pada volume penjualan perusahaan dan mengakibatkan semakin besar risiko bisnis perusahaan. Pada tingkat risiko yang tinggi, sebaiknya struktur modal dipertahankan atau mengurangi penggunaan hutang yang lebih besar.
Sebaliknya untuk perusahaan dengan cost tetap yang kecil dapat menggunakan
hutang yang lebih besar.
2.1.5. Teori-Teori Dividen
Perusahaan mendistribusikan pendapatannya berdasarkan pada kebijakan dividen yang telah ditetapkan. Tujuan utama manajemen yaitu meningkatkan kekayaan pemegang saham melalui kenaikan harga saham di bursa efek. Kebijakan
dividen bersangkutan dengan keputusan seberapakah pendapatan yang diperoleh
perusahaan yang akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen dan seberapakah yang ditahan (retained earning) untuk diinvestasikan kembali ke bisnis perusahaan. Untuk menghasilkan keputusan keputusan yang tepat tersebut,
manajemen memperhatikan preferensi pemegang saham terhadap dividen dan capital
gain. Teori-teori mengenai kebijakan dividen dikaitkan dengan preferensi pemegang saham yang bertitik tolak pada peningkatan nilai perusahaan, secara garis besar
(51)
adalah bahwa dividen tidak relevan dengan nilai perusahaan dan dividen relevan dengan nilai perusahaan. Teori yang menyatakan bahwa dividen relevan dengan nilai perusahaan terbagi dua yaitu perusahaan sebaiknya membagikan dividen yang tinggi untuk meningkatkan harga sahamnya dan teori yang lain berpendapat bahwa perusahaan sebaiknya membayarkan dividen yang rendah saja. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
2.1.5.1. Dividend irrelevance arguments atau teori irrelevansi dividen
Teori ini dikemukakan oleh Merton Miller dan Franco Modigliani. Teori ini juga dikenal dengan Teori "M dan M". Miller dan Modigliani berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai efek terhadap harga saham perusahaan maupun cost of capital. Nilai perusahaan ditentukan oleh kemampuan menghasilkan pendapatan dari asset perusahaan dan resiko yang berkaitan dengan asset tersebut.
Dengan kata lain nilai perusahaan ditentukan oleh asset investment policy dan
bukannya dividend policy perusahaan, sehingga M dan M menyatakan bahwa
kebijakan dividen tidak relevan. Ada beberapa asumsi yang membuktikan bahwa
pendapat mereka benar. Asumsi-asumsi tersebut yaitu: Capital investment policy
perusahaan independen dari dividend policy-nya; Tidak ada pajak baik untuk
pemegang saham maupun untuk perusahaan ; Perusahaan tidak terkena flotation cost jika menerbitkan saham baru, dan tidak ada biaya transaksi bagi pemegang saham dalam transaksi di bursa ; Investor indiferen terhadap dividen maupun capital gain ;
(52)
Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama (symmetric information} mengenai kesempatan investasi di masa yang akan datang.
Pembayaran dividen yang didahului dengan pengumuman pembayaran akan mempengaruhi harga saham di bursa, namun menurut M dan M hal tersebut tidak berkaitan dengan kebijakan dividen yang telah diputuskan perusahaan, tetapi hal tersebut terjadi karena adanya reaksi investor terhadap informasi yang ada dalam pengumuman pembayaran dividen tersebut. Informasi tersebut merupakan pencerminan dari ekspektasi manjemen terhadap pendapatan yang mampu diperoleh perusahaan dimasa yang akan datang. Informasi inilah yang akan mendorong investor untuk bereaksi sesuai dengan isi informasi tersebut, yang mengakibatkan naik-turunnya harga sahamdi bursa.
Teori Irrelevansi Dividen menurut M dan M ini juga menyatakan bahwa di pasar terdapat clientele effect, yaitu pendapat bahwa perusahaan dinilai menarik oleh pemegang saham yang dalam menentukan preferensinya berdasarkan pembayaran dan stabilitas dividen menurut pola pembayaran dan stabilitas dari perusahaan tersebut. Artinya adalah seorang pemegang saham yang menginginkan dividen yang
stabil sebagai pendapatannyaakan menginginkan pembayaran dividen yang sama tiap
periode pembayaran. Sedangkan pemegang saham yang menyukai capital gain akan
lebih menyukai perusahaan yang berkembang, dimana pendapatannya banyak diinvestasikan kembali dalam bisnis sehingga pembayaran dividennya menjadi tidak stabil. Jika pemegang saham (clientele) mendapatkan apa yang mereka inginkan, M
(53)
dan M berpendapat bahwa nilai saham dari perusahaan tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen.
Teori M dan M menunjukkan bahwa dalam dunia yang sempurna (ada kepastian, tidak ada pajak, tidak ada biaya transaksi dan tidak ada pasar lain yang sempurna) nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh distribusi dividen. Teori M dan M ini dianggap tidak valid (Brigham dan Houston, 2006) karena dalam keadaan dunia
nyata, perusahaan dan investor membayar pajak, perusahaan selalu mengeluarkan
floatation cost dalam menerbitkan saham baru dan investor terkena biaya transaksi jika mereka bertransaksi, dan manajer selalu mempunyai informasi yang lebih baik mengenai kesempatan investasi dimasa yang akan datang daripada informasi yang dimiliki investor (keadaan asymmetric information).
Teori M dan M ini konsisten dengan Teori Residu Dividen (The Residual
Theory of Dividends) yang berfokus bahwa para investor lebih senang apabila perusahaan menahan keuntungannya untuk diinvestasikan kembali daripada jika keuntungan tersebut dibayarkan berupa dividen.
2.1.5.2. The-bird-in-the-hand-theory oleh gordon-lintner
Myron J. Gordon dan John Lintner tidak sependapat dengan salah satu asumsi dari Teori M dan M yaitu investor bersikap indeferen terhadap dividen dan capital gain. Menurut pendapat Gordon dan Lintaer required rate of return investor meningkat seiring dengan menurunnya dividen yang diterima, karena investor lebih yakin dalam menerima dividen daripada mengharapkan capital gain yang dihasilkan
(54)
oleh laba yang ditahan (Brigham dan Houston, 2006). Dengan mempertimbangkan resiko, investor menilai bahwa dividend yield (D1/P0),)beresiko lebih rendah daripada g (growth) dalam total return yang diharapkan (Ks = D1/P0 + g), sehingga investor menilai dividen lebih tinggi dari pada capital gain. Dengan kata lain investor menyukai dividen, sehingga akan menaikkan harga saham perusahaan jika perusahaan membayarkan dividen yang tinggi. Menanggapi pendapat Gordon dan Lintner tersebut, M dan M berpendapat bahwa investor indeferen terhadap dividend yield dan growth, sehingga total return yang diharapkan investor (KS) tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen yang diputuskan manajemen, Menurut M dan M resiko arus kas kepada investor dalam jangka panjang ditentukan oleh resiko arus kas perusahaan dari pengoperasian assetnya dan bukan ditentukan oleh kebijakan pembayaran dividen.
Teori ini dikatakan bird-in-fhe-fund theory karena Gordon dan Lintner
percaya pembayaran dividen saat ini (a bird in the hand) akan mengurangi
ketidakpastian yang dihadapi oleh investor, yang akan berpengaruh pada peningkatan nilai Saham di bursa.
2.1.5.3. Tax differential theory
Teori ini dikemukakan oleh Litzenberg dan Ramaswamy yang menyatakan bahwa pendapatan dividen yang diterima oleh pemegang saham akan dikenakan pajak dan dibayarkan pada saat dividen diterima, sedangkan pajak atas capital gain hanya dikenakan jika asset telah terjual. Perbedaan tingkat pajak menyebabkan
(55)
adanya preferensi investor terhadap salah satu kebijakan dividen. Investor dengan pajak tinggi akan menyukai saham dengan dividen rendah, dan begitu juga sebaliknya. Teori ini dibayarkan pada pengaruh pajak atas dividen dan capital gain dalam penilaian investor terhadap return yang diharapkan. Jika pajak yang dikenakan atas capital gain lebih rendah daripada pajak atas dividen, maka investor akan lebih menyukai laba yang diperoleh perusahaan ditahan untuk investasi yang akan menghasilkan capital gain dimasa depan daripada dividen karena alasan pajak.
Berdasarkan kondisi perpajakan, pendapatan setelah pajak saham yang membayarkan dividen tinggi lebih rendah daripada saham yang menghasilkan capital
gain yang tinggi. Perbedaan tersebut akan semakin besar seiring dengan semakin
lamanya holding period, karena pajak atas capital gain tidak dibayar sampai capital gain tersebut terealisasi (Husnan dan Pudjiastuti, 2002).
2.1.6. Harga Saham (Stock Price)
Harga saham adalah harga pasar yang tercatat setiap hari pada waktu penutupan (closing price) dari suatu saham. Dalam penelitian ini, harga sahamadalah rata-rata harga saham 5 (lima) hari setelah publikasi laporan keuangan pada periode pengamatan. Rata-rata harga saham dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penjumlahan harga saham selama 5 hari berturut-turut dibagi dengan 5 hari pengamatan. Laporan keuangan dapat menyajikan informasi yang relevan dengan model keputusan yang digunakan oleh investor dalam membuat keputusan buy, hold, atau sell saham. Suatu informasi dikatakan relevan bagi investor jika informasi
(56)
tersebut mampu mempengaruhi keputusan investor untuk melakukan transaksi di pasar modal yang tercermin pada perubahan harga.
Laporan keuangan mempunyai dampak terhadap kegiatan perdagangan saham dan variabilitas tingkat keuntungan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada tanggal pengumuman laporan keuangan, kegiatan perdagangan maupun variabilitas tingkat keuntungan lebih tinggi dibandingkan dengan periode di luar tanggal pengumuman (Husnan dan Pudjiastuti, 2002).
Harga saham yang terjadi di pasar modal selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu. Fluktuasi harga dari suatu saham tersebut akan ditentukan antara kekuatan penawaran dan permintaan. Jika jumlah penawaran lebih besar dari jumlah permintaan, pada umumnya kurs harga saham akan turun. Sebaliknya jika jumlah permintaan lebih besar dari jumlah penawaran terhadap suatu efek, maka harga saham cenderung akan naik. Kekuatan pasar dapat juga dilihat dari data mengenai sisa beli dan sisa jual. Bagi investor yang memerlukan investasi jangka panjang maupun jangka pendek perlu memperhatikan likuiditas suatu saham dan posisinya di pasar, apakah diminati masyarakat atau tidak. Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga saham dapat berasal dari internal dan eksternal perusahaan. Faktor internalnya adalah kinerja perusahaan, arus kas perusahaan, dividen, laba perusahaan dan penjualan, sedangkan faktor eksternalnya adalah tingkat suku bunga, laju inflasi, kebijakan pemerintah dan kondisi perekonomian. Hal-hal penting yang merupakan faktor makro atau pasar yang dapat menyebabkan fluktuasi harga saham adalah tingkat inflasi dan suku bunga, kebijakan keuangan dan fiskal, situasi perekonomian
(57)
dan situasi bisnis internasional. Sedangkan faktor mikro perusahaan yang dapat menyebabkan fluktuasi harga saham adalah pendapatan perusahaan, dividen yang dibagikan, arus kas perusahaan, perubahan mendasar dalam industri atau perusahaan dan perubahan dalam perilaku investasi misalnya merubah investasinya dari saham menjadi obligasi.
2.1.7. Hubungan antara ROA, ROE dan PER terhadap harga saham
2.1.7.1. ROA terhadap harga saham
ROA merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan atas modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba (Tangkilisan, 2003). Dalam perhitungan ROA hanya menggunakan laba bersih setelah pajak dibagi dengan total aktiva perusahaan. Jika
dihubungkan dengan return saham maka ROA dapat digunakan untuk menentukan
ukuran kinerja perusahaan apakah perusahaan itu bagus. Dengan ROA yang semakin tinggi maka return yang dihasilkan oleh suatu perusahaan semakin tinggi sehingga harga saham perusahaan semakin tinggi, maka resiko yang ditimbulkan semakin kecil. Tingkat pengembalian yang dihasilkan suatu perusahaan yang diukur dari laba bersih setelah pajak lebih tinggi dan menaikkan tingkat pengembalian kepada pemegang saham dapat meminimalkan resiko menjadi sekecil mungkin . ROA dapat dilihat dari segi mana perusahaan mampu memperoleh penilaian yang baik dan juga penilaian yang masih kurang baik dan juga dapat diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap Harga Saham.
(58)
2.1.7.2. ROE terhadap harga saham
ROE adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih yang dikaitkan dengan ekuitas modal sendiri. Bagi perusahaan pada umumnya masalah rentabilitas adalah lebih penting daripada masalah laba, karena laba yang besar saja belumlah merupakan ukuran bahwa perusahaan itu telah bekerja dengan efisien. Semakin tinggi rasio ROE menandakan kinerja perusahaan semakin baik atau efisien, nilai equity perusahaan akan meningkat dengan peningkatan rasio ROE kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran dividen semakin meningkat dan akan terjadi kecenderungan naiknya harga saham (Riyanto, 2000).
2.1.7.3. PER terhadap harga saham
PER (Price Earning Ratio) adalah Rasio harga terhadap laba per lembar
saham, merupakan suatu rasio yang lazim dipakai untuk mengukur harga pasar (market price) setiap lembar saham biasa dengan laba per lembar saham (Dermawan,2007). Ukuran ini melibatkan suatu jumlah yang tidak secara langsung
dikendalikan oleh perusahaan. PER mencerminkan penilaian investor terhadap
pendapatan dimasa mendatang. PER menunjukkan penilaian pasar dari potensi pertumbuhan perusahaan dan prospek laba dimasa yang akan datang, rasio harga/laba yang tinggi menunjukkan bahwa pasar mengharapkan pertumbuhan dan laba yang tinggi dimasa mendatang. Demikian PER yang rendah menunjukkan ekspektasi laba
(59)
untuk memilah-milah saham mana yang nantinya dapat memberikan keuntungan yang besar dimasa yang akan datang. Perusahaan dengan PER yang rendah mungkin
dapat menurunkan minat investor terhadap harga saham, namun perlu diingat pula
bahwa PER yang rendah mempunyai potensi untuk meningkat, sehingga investor
tidak hanya terpaku pada PER yang tinggi saja. PER yang tinggi belum tentu mencerminkan kinerja yang baik, karena PER yang tinggi bisa saja disebabkan oleh turunnya rata-rata pertumbuhan laba perusahaan. PER digunakan oleh para investor untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dimasa yang akan datang. Investor dapat mempertimbangkan rasio ini untuk memilah-milah saham mana yang nantinya dapat memberikan keuntungan yang besar dimasa mendatang.
PER menunjukkan hubungan antara harga pasar saham biasa dengan earning per
share. Perusahaan dengan peluang tingkat pertumbuhan yang tinggi biasanya mempunyai PER yang tinggi, demikian pula sebaliknya perusahaan dengan pertumbuhan yang rendah memiliki PER yang kecil atau rendah. PER tidak mempunyai makna apabila perusahaan mempunyai laba yang sangat rendah (abnormal) atau bahkan negatif. Dalam keadaan ini PER perusahaan akan begitu
tinggi (abnormal) atau bahkan negatif. PER merupakan bagian dari rasio pasar
dimana sudut pandang rasio ini lebih banyak dari sudut pandang investor dan juga merupakan ukuran untuk menentukan bagaimana pasar memberi nilai atau harga pada saham suatu perusahaan. Keinginanan investor untuk melakukan analisis suatu saham melalui rasio-rasio keuangan seperti PER disebabkan adanya keinginan investor atau
(60)
diperhatikan oleh investor dalam memilih saham karena perusahaan yang mempunyai nilai PER yang tinggi menunjukkan nilai pasar yang tinggi pula atas saham tersebut sehingga saham tersebut akan diminati oleh investor dan hal ini pada akhirnya akan berdampak pada kenaikan harga saham sebaliknya apabila perusahaan mempunyai PER yang rendah menunjukkan nilai pasar yang rendah sehingga akan berdampak terhadap penurunan harga saham (Husnan, 2003).
2.2. Review Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan Return On Asset, Return On Equity, Price Earning Ratio yang dihubungkan dengan prediksi pendapatan dan harga saham telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Natarsyah (2000) dalam penelitiannya yang
berjudul “Analisis Pengaruh Beberapa Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik
Terhadap harga saham”, menyatakan bahwa semua variabel penelitian (ROA, ROE, DPR, DER, BVS dan Beta saham) berpengaruh signifikan terhadap harga saham baik secara parsial maupun simultan.
Haryanto dan Sugiharto (2003) yang meneliti pengaruh rasio profitabilitas terhadap harga saham pada perusahaan industri minuman di Bursa Efek Jakarta.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah ROA, ROE dan NPM (Net Profit
Margin) sedangkan variabel dependennya adalah harga saham. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa secara simultan ROA, ROE dan NPM berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham. Secara parsial ROE berpengaruh terhadap harga saham sedangkan ROA dan NPM tidak berpengaruh terhadap harga saham.
(61)
Sianipar (2005) yang meneliti pengaruh faktor fundamental terhadap harga saham industri perbankan di Indonesia. Variabel independen dalam penelitian ini adalah ROA, CAR, EPS, ROE dan Net Interest Margin sedangkan variabel dependennya adalah harga saham. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa secara simultan seluruh variabel independen berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Secara parsial hanya ROA yang tidak berpengaruh terhadap harga saham.
Gunawan et.al, (2003) dengan judul penelitian “Analisis Faktor Fundamental Dan Risiko Sitematik Terhadap Harga saham Properti Di BEI” dengan menggunakan
Regresi berganda dan uji Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) mengatakan
bahwa Secara empiris factor fundamental (ROA, ROE, BV, b,DER,r) dan resiko
sistematik (beta) mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham secara
bersama-sama. Dan hanya variebel book value (BV) yang mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap harga saham secara parsial.
Penelitian Hadi (2004) dengan judul penelitian “Pengaruh ROE, ROA, NIM , DER, dan PER terhadap harga saham di Bursa Efek Indonesia” menggunakan alat analisis Regresi berganda melalui Uji t dan Uji F mengatakan bahwa ROE, ROA, NIM, DER, dan PER secara simultan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perusahaan perbankan dan secara parsial ROE, ROA, NIM, DER, dan PER tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perusahaan perbankan.
Hadi merekomendasikan bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti objek yang berbeda dan periode yang berbeda. Berdasarkan rekomendasi penelitian
(1)
(2)
Lampiran 7 : Hasil analysis statistik setelah memenuhi asumsi klasik
Descriptive StatisticsN Minimum Maximum Mean Std. Deviation Skewness Kurtosis
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic
Statisti c
Std.
Error Statistic Std. Error LN_HGS
351 3.59457 11.76757 6.5297897 1.81378633 .545 .130 -.308 .260
LN_ROA
284 -6.90776 -.10093 -3.1172732 1.31685077 -.663 .145 .431 .288
LN_ROE
300 -6.07485 4.08497 -2.1122194 1.31758572 .238 .141 1.842 .281
LN_PER
294 -.28768 7.28505 2.5693218 1.09651410 .513 .142 1.127 .283
Valid N
(listwise) 265
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
LN_HGS
LN_ROA
LN_ROE
LN_PER
N
351 284 300 294
-3.1172732 -2.1122194 2.5693218 2.5693218
Normal Parameters
a1.31685077 1.31758572 1.09651410 1.09651410
.063 .078 .074 .074
.039 .078 .074 .074
Most Extreme
Differences
-.063 -.058 -.038 -.038
Kolmogorov-Smirnov Z
1.075 1.063 1.346 1.274Asymp. Sig. (2-tailed)
.198 .208 .053 .078(3)
Model Summary
bChange Statistics
Model R
R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
R Square
Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change Durbin-Watson
1 .540a .292 .284 1.44036824 .292 35.825 3 261 .000 2.073
a. Predictors: (Constant), LN_PER, LN_ROE, LN_ROA
b. Dependent Variable: LN_HGS
ANOVA
bModel
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Regression
222.975
3
74.325
35.825
.000
aResidual
541.486
261
2.075
1
Total
764.461
264
a. Predictors: (Constant), LN_PER, LN_ROE, LN_ROA
b. Dependent Variable: LN_HGS
Coefficientsa Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients 95% Confidence
Interval for B Correlations Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig.
Lower Bound
Upper Bound
Zero-order Partial Part Tolerance VIF (Consta
nt) 8.223 .272 30.256 .000 7.688 8.758
LN_RO
A .660 .079 .507 8.362 .000 .504 .815 .490 .460 .436 .739 1.353
LN_RO
E .209 .089 .151 2.348 .020 .034 .384 .278 .144 .122 .654 1.528
1
LN_PE
R .410 .096 .257 4.290 .000 .222 .598 .005 .257 .224 .754 1.325
a. Dependent Variable: LN_HGS
Residuals Statistics
a(4)
Standard Error of Predicted Value
.090 .442 .164 .066 265Adjusted Predicted Value
3.8940344 9.3125172 6.7725694 .92143470 265Residual
-3.50583363 3.56228542 .00000000 1.43216095 265Std. Residual
-2.434 2.473 .000 .994 265Stud. Residual
-2.471 2.500 .000 1.002 265Deleted Residual
-3.61354971 3.64075708 .00063374 1.45413254 265Stud. Deleted Residual
-2.496 2.525 .001 1.005 265Mahal. Distance
.025 23.906 2.989 3.604 265Cook's Distance
.000 .047 .004 .007 265Centered Leverage Value
.000 .091 .011 .014 265(5)
(6)
Lampiran 5. Jadual Penelitian
Oktober -
Desember
2009
Januari -
Februari
2010
Maret – April
2010
Mei – Juni 2010
Juli - Agustus
2010
September 2010
Minggu
ke II - X
Minggu
ke I - VIII
Minggu ke-
Minggu ke-
Minggu ke-
Minggu ke-
No
Uraian
Kegiatan
Penelitian
II X I VIII II IV VI VIII II IV VI VIII II IV VI VIII I II III IV