Analisis Pengaruh Smart Antenna Pada Perluasan Daerah Jangkauan Dan Penambahan Kapasitas Sistem Komunikasi Code Division Multiple Access (CDMA) Dengan Menggunakan Teknik Space Division Multiple Access (SDMA)

(1)

ANALISIS PENGARUH SMART ANTENNA PADA PERLUASAN DAERAH DAN PENAMBAHAN KAPASITAS SISTEM KOMUNIKASI CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) DENGAN MENGGUNAKAN

TEKNIK SPACE DIVISION MULTIPLE ACCESS (SDMA)

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana ( S-1 ) pada Departemen Teknik Elektro

Oleh:

040402078 Josua Simanjuntak

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS PENGARUH SMART ANTENNA PADA PERLUASAN

DAERAH DAN PENAMBAHAN KAPASITAS SISTEM

KOMUNIKASI CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA)

DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SPACE DIVISION

MULTIPLE ACCESS (SDMA)

Oleh : 04 0402 078

JOSUA SIMANJUNTAK

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Disetujui oleh : Pembimbing,

196311281991031003 Ir. Arman Sani, MT

Diketahui oleh : Pelaksana Harian

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,

19461022 197302 1 001 Prof. Dr. Ir. Usman S. Baafai

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

Sistem komunikasi merupakan sebuah sistem teknologi yang berkembang dengan sangat cepat seiring dengan semakin pesatnya pertambahan jumlah pengguna yang membutuhkan konektivitas yang tidak terbatas pada tempat. CDMA (Code

Division Multiple Access) merupakan salah satu teknologi telekomunikasi yang

memberikan layanan jasa ini.

Salah satu tuntutan pada kemajuan teknologi telekomunikasi, khususnya sistem komunikasi CDMA, adalah kemampuan dalam mencakup para pengguna dengan maksimal dan memiliki area cakupan komunikasi yang luas. Kenyataanya, tuntutan ini dibatasi oleh beberapa kelemahan dari sistem CDMA itu sendiri, misalnya users interferences, cell breathing, dan masalah near-far. Kelemahan-kelemahan ini menyebabkan sistem CDMA tidak dapat bekerja secara optimal. Salah satu metode untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengimplementasikan teknik Space Division Multiple Access (SDMA).

Teknik SDMA bekerja dengan menggunakan ruang yang renggang antara pengguna yang berbeda. SDMA menggunakan smart antenna sebagai komponen utamanya. Antena ini terdiri dari beberapa elemen dimana masing-masing elemen dapat bertindak sebagai pembuat sektor dan membuat pola radiasinya sendiri. Hasilnya adalah kapasitas pengguna dapat ditingkatkan melalui ketersediaan dari pola radiasi yang banyak. Susunan-susunan elemen juga menyebabkan gain yang lebih besar, sehingga area cakupan komunikasi dapat diperlebar jika dibandingkan dengan teknik CDMA konvensional.

Dengan mengimplementasikan teknik SDMA kedalam sistem komunikasi CDMA, kapasitas pengguna sebanyak 46 pengguna dengan sistem konvensional ditingkatkan menjadi 184 atau bahkan sampai 736 pengguna, dan area cakupan komunikasi seluas 988,65 km2 pada sistem konvensional ditingkatkan menjadi 1235,81 atau bahkan sampai 1463,20 km2, tergantung pada banyaknya elemen susunan antena yang digunakan. Sehingga sistem komunikasi CDMA dapat melayani pengguna yang banyak dengan optimal.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, sehingga penulis diberikan kemampuan untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Tugas Akhir ini berjudul: “ANALISIS PENGARUH SMART ANTENNA

PADA PERLUASAN DAERAH JANGKAUAN DAN PENAMBAHAN KAPASITAS SISTEM KOMUNIKASI CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SPACE DIVISION MULTIPLE ACCESS (SDMA)”. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan rasa hormat, bangga, dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya, Ayahanda Drs. Maningar Simanjuntak dan Ibunda Rimbana Tampubolon, yang telah membesarkan, mendidik, membina, dan selalu mendoakan saya, serta rasa sayang saya kepada saudara-saudara saya Ronald Simanjuntak, SP, Suryani Simanjuntak, S.Pd, dan Sarina Simanjuntak, SP.

Dalam kesempatan ini juga, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesarnya-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Arman Sani,MT, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir, yang dengan ikhlas dan sabar memberikan masukan, dukungan, bimbingan, dan motivasi dalam penulisan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Syarifuddin Siregar, selaku Dosen Wali selama saya mengikuti perkuliahan.


(5)

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman S. Baafai, selaku Pelaksana Harian Ketua Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro,

Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bekal ilmu kepada saya selama mengikuti perkuliahan.

6. Seluruh karyawan di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

7. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2004, Michael Jackson, Hana, Roy, Dedi, Marojahan, Sutrisno, Batara, Juan Rio, Juan Khan, Agus, Alex CS, Wiclif, David, Nuelta, Alex Judas, Franklyn, Bangun, Dodi B, Nurul, dan seluruh teman-teman yang belum disebutkan.

8. Teman-teman saya di KPA Mikhael, Bang Irwan dan Sondang, dan adik-adik saya di KPA Inicio, Agustina, Mardewina, dan Tumbur, yang senantiasa berdoa dan memberikan motivasi dan semangat untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

9. Teman-teman sepelayanan saya baik teman-teman NHKBP Sintanauli, KMKS, Tim Pelayanan Chapel, dan PS Cantate, yang senantiasa berdoa dan memberikan motivasi dan semangat untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. 10.Teman-teman mahasiswa dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan


(6)

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih sangat jauh dari sempurna, baik dari segi materi maupun cara penyajiannya. Oleh karena itu, penulis siap menerima saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Akir kata, penulis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Medan, Juni 2010 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………i

KATA PENGANTAR………ii

DAFTAR ISI………v

DAFTAR GAMBAR………...viii

DAFTAR TABEL...x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Rumusan Masalah...2

1.3 Tujuan Penulisan...3

1.4 Batasan Masalah...3

1.5 Metode Penulisan...3

1.6 Sistematika Penulisan...4

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) 2.1 Pengenalan CDMA……….5

2.2 Spektrum Frekuensi Radio untuk Komunikasi Seluler...6

2.3 Metode Akses Jamak...7

2.3.1 Akses Jamak Pembagian Frekuensi………...10

2.3.2 Akses Jamak Pembagian Waktu………11

2.3.3 Akses Jamak Pembagian Sandi………..13


(8)

2.5 Sistem Komunikasi Spread Spectrum pada CDMA...16

2.6 Kapasitas Sistem CDMA………..20

2.7 Luas Jangkauan CDMA...23

BAB III SPACE DIVISION MULTIPLE ACCESS (SDMA) 3.1 Pendahuluan………..26

3.2 Perkembangan dari Omnidirectional Menuju Smart Antenna...27

3.2.1 Antena Omnidirectional...28

3.2.2 Antena Directional dan Sistem Tersektor………..29

3.2.3 Sistem Diversitas...30

3.3 Smart Antenna………...36

3.4 Cara Kerja Smart Antena...37

3.5 Klasifikasi dari Smart Antenna...39

3.5.1 Switched Beam System………...40

3.5.2 Adaptive Array System………..41

3.6 Space Division Multiple Access………42

3.7 Antenna Array………...46

3.7.1 Array Factor………..46

3.7.2 Direktivitas Susunan...51

3.7.3 Gain Susunan...51

3.8 Luas Daerah Jangkauan dan Kapasitas dengan Teknik SDMA...52

3.8.1 Luas Daerah Jangkauan...55


(9)

BAB IV ANALISIS KAPASITAS DAN LUAS DAERAH JANGKAUAN SISTEM KOMUNIKASI CDMA MENGGUNAKAN TEKNIK SDMA

4.1 Pendahuluan...58

4.2 Luas Jangkauan CDMA...58

4.3 Kapasitas Sistem CDMA...63

4.4 Pola Pancaran dari Susunan Antena...65

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan...76

5.2 Saran...77

DAFTAR PUSTAKA...78


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Spektrum Komunikasi Seluler...7

Gambar 2.2 Berbagai Teknik Akses Jamak………..8

Gambar 2.3 Sistem Akses FDMA…....………..10

Gambar 2.4 Cara Kerja Sistem FDMA...11

Gambar 2.5 Cara Kerja Sistem TDMA...12

Gambar 2.6 Sistem Akses TDMA...13

Gambar 2.7 Sistem Akses CDMA...14

Gambar 2.8 Ilustrasi Sistem CDMA: (a) Analogi...14

(b) Cara Kerja...15

Gambar 2.9 Sistem Komunikasi Tradisional...15

Gambar 2.10 Sistem Direct Sequence Spread Spectrum………..19

Gambar 2.11 Sistem Penyebaran Pseudo Noise pada Pengirim………...19

Gambar 2.12 Sistem Penyebaran Pseudo Noise pada Penerima………..20

Gambar 3.1 Konsep SDMA...27

Gambar 3.2 Antena Omnidirectional dan Bentuk Cakupan...28

Gambar 3.3 Sistem Antena Tersektor dan Bentuk Cakupan...30

Gambar 3.4 Kelemahan-kelemahan Sistem Wireless...31

Gambar 3.5 Pilihan diversitas antena dengan empat elemen…...34

Gambar 3.6 Metode Perbaikan Diversitas...35

Gambar 3.7 Diagram Blok dari sebuah Sistem Smart Antenna...37


(11)

Gambar 3.9 Pola Pancaran...42

Gambar 3.10 Sistem SDMA: (a) Diagram Blok Fugsional Adaptive Array System……….43

(b) Diagram Blok Sistem SDMA dengan Adaptive Array System …44 Gambar 3.11 Channel Reuse via Angular Seperation...45

Gambar 3.12 Kriteria Sudut pada SDMA...45

Gambar 3.13 Geometri dari Susunan Dua Elemen...47

Gambar 3.14 Geometri Medan Jauh dan Diagram Phasor dari N Elemen Susunan Isotropis...49

Gambar 3.15 Susunan Antena Linear dengan Jarak yang Sama...54

Gambar 4.1 Pola Pancaran untuk 4 Elemen Array: (a) Δα1 = 200, d1= 0,25λ...66

(b) Δα2 = 900, d2= 0,5λ...67

Gambar 4.2 Pola Pancaran untuk 8 Elemen Array: (a) Δα1 = 200, d1= 0,25λ...68

(b) Δα2 = 900, d2= 0,5λ...69

Gambar 4.3 Pola Pancaran untuk 12 Elemen Array: (a) Δα1 = 200, d1= 0,25λ...70

(b) Δα2 = 900, d2= 0,5λ...71

Gambar 4.4 Pola Pancaran untuk 16 Elemen Array: (a) Δα1 = 200, d1= 0,25λ...72


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Operasi Teknik Akses Jamak………8 Tabel 4.1 Perbandingan CDMA Konvensional dengan CDMA Teknik SDMA...65


(13)

ABSTRAK

Sistem komunikasi merupakan sebuah sistem teknologi yang berkembang dengan sangat cepat seiring dengan semakin pesatnya pertambahan jumlah pengguna yang membutuhkan konektivitas yang tidak terbatas pada tempat. CDMA (Code

Division Multiple Access) merupakan salah satu teknologi telekomunikasi yang

memberikan layanan jasa ini.

Salah satu tuntutan pada kemajuan teknologi telekomunikasi, khususnya sistem komunikasi CDMA, adalah kemampuan dalam mencakup para pengguna dengan maksimal dan memiliki area cakupan komunikasi yang luas. Kenyataanya, tuntutan ini dibatasi oleh beberapa kelemahan dari sistem CDMA itu sendiri, misalnya users interferences, cell breathing, dan masalah near-far. Kelemahan-kelemahan ini menyebabkan sistem CDMA tidak dapat bekerja secara optimal. Salah satu metode untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengimplementasikan teknik Space Division Multiple Access (SDMA).

Teknik SDMA bekerja dengan menggunakan ruang yang renggang antara pengguna yang berbeda. SDMA menggunakan smart antenna sebagai komponen utamanya. Antena ini terdiri dari beberapa elemen dimana masing-masing elemen dapat bertindak sebagai pembuat sektor dan membuat pola radiasinya sendiri. Hasilnya adalah kapasitas pengguna dapat ditingkatkan melalui ketersediaan dari pola radiasi yang banyak. Susunan-susunan elemen juga menyebabkan gain yang lebih besar, sehingga area cakupan komunikasi dapat diperlebar jika dibandingkan dengan teknik CDMA konvensional.

Dengan mengimplementasikan teknik SDMA kedalam sistem komunikasi CDMA, kapasitas pengguna sebanyak 46 pengguna dengan sistem konvensional ditingkatkan menjadi 184 atau bahkan sampai 736 pengguna, dan area cakupan komunikasi seluas 988,65 km2 pada sistem konvensional ditingkatkan menjadi 1235,81 atau bahkan sampai 1463,20 km2, tergantung pada banyaknya elemen susunan antena yang digunakan. Sehingga sistem komunikasi CDMA dapat melayani pengguna yang banyak dengan optimal.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Perkembangan pesat teknologi komunikasi seluler, khususnya teknologi Code

Division Multiple Access (CDMA), serta meningkatnya permintaan penyediaan

layanan komunikasi jarak jauh menuntut tersedianya sistem komunikasi seluler yang bermutu tinggi. Pada sistem komunikasi CDMA, kinerja jaringan merupakan hal penting yang berhubungan erat dengan keandalan sistem. Disamping itu, untuk menciptakan sistem yang ekonomis dan efisien, salah satu hal yang harus ditingkatkan adalah kapasitas pengguna (user) dalam suatu sel CDMA dan luasnya daerah yang dapat dijangkau oleh satu BTS (Base Transceiver Station) CDMA.

Dalam teknologi CDMA, setiap pengguna menggunakan frekuensi carrier yang sama, tetapi dikodekan dengan kode-kode yang berbeda. Hal ini berakibat tingginya tingkat interferensi dalam satu sel apabila terjadi kepadatan kapasitas. Interferensi akan menurunkan nilai energy bit per noise (Eb/No) sampai di bawah nilai batas yang diperbolehkan sehingga dapat terjadi kegagalan panggilan. Dengan Eb/No yang kecil, BTS akan menurunkan level sinyal pilotnya sehingga terjadi penciutan sel (cell breathing). Pengguna yang berada di pinggir sel akan menerima daya pancar yang kecil sehingga sinyal pengguna tersebut akan dikirim ke sel tetangganya (handoff). Apabila sel tetangga juga mengalami penciutan akibat padatnya sistem, maka pengguna tersebut akan mengalami kegagalan panggilan atau


(15)

secara maksimal. Untuk mengatasi masalah ini dapat digunakan teknik Space

Division Multiple Access (SDMA).

SDMA merupakan teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas dan daerah jangkauan sistem komunikasi seluler CDMA. SDMA memanfaatkan pemisahan ruang (spatial separation) antara pengguna satu dengan lainnya. Sebuah sistem SDMA terdiri dari smart antenna tipe adaptive array yang berupa elemen tersusun, pengkombinasi algoritma dan perangkat pemrosesan sinyal (processor), yang diimplementasikan pada BTS. SDMA mampu mengarahkan sinyal ke pengguna yang diinginkan, sehingga interferensi antar pengguna dapat diminimalkan. Dengan minimnya interferensi yang terjadi, maka nilai Eb/No sistem dapat lebih stabil dan sel dapat menampung dan menjangkau pengguna dengan optimal.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas yaitu:

1. Bagaimana menghitung kapasitas pengguna dalam suatu sel pada sistem CDMA.

2. Bagaimana menghitung luas jangkauan suatu sel CDMA.

3. Bagaimana menghitung kapasitas pengguna dan luas jangkauan sel CDMA dengan menggunakan teknik SDMA.


(16)

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui perluasan daerah jangkauan dan penambahan kapasitas pengguna pada sistem CDMA dengan menggunakan teknik SDMA.

1.4 Batasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan menjadi terlalu luas, maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas. Permasalahan yang dibahas sebagai berikut :

1. Tidak membahas perencanaan sistem selular.

2. Tidak membahas masalah antena secara menyeluruh.

3. Hanya menghitung kapasitas dalam suatu sel sistem CDMA konvensional dan dengan menggunakan teknik SDMA.

4. Hanya menghitung forward link budget dan radius sel untuk mendapatkan luas jangkauan suatu sel sistem CDMA konvensional dan dengan menggunakan teknik SDMA.

5. Tidak membahas simulasi yang digunakan untuk menunjukkan pola pancaran dari suatu susunan antena.

6. Tidak membahas rangkaian implementasi SDMA pada sistem CDMA.

1.5 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini adalah studi literatur, yaitu studi dilakukan dengan mempelajari buku – buku teks dan jurnal-jurnal baik dalam bentuk hardcopy atau softcopy.


(17)

1.6 Sistematika Penulisan

Materi pembahasan dalam Tugas Akhir ini diurutkan dalam lima bab yang diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) Bab ini berisi teori dasar tentang CDMA.

BAB III SISTEM KOMUNIKASI CDMA DENGAN MENGGUNAKAN

TEKNIK SDMA

Bab ini berisi uraian mengenai sistem komunikasi CDMA dengan menggunakan teknik SDMA untuk mendapatkan jangkauan daerah yang lebih luas dan penambahan jumlah kapasitas pelanggan.

BAB IV ANALISA PERLUASAN DAERAH JANGKAUAN DAN

PENAMBAHAN KAPASITAS SISTEM KOMUNIKASI CDMA DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SDMA

Bab ini berisi hasil analisa dari perhitungan yang dilakukan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dan juga berisi saran-saran untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan masalah perluasan daerah jangkauan dan penambahan kapasitas sistem komunikasi CDMA dengan menggunakan teknik SDMA.


(18)

BAB II

CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA)

2.1 Pengenalan CDMA

CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik akses jamak (multiple access) yang memisahkan percakapan dalam domain kode. CDMA merupakan teknologi digital tanpa kabel yang pertama kali dibuat oleh perusahaan Amerika. Teknologi CDMA dikembangkan pertama kali oleh militer di awal tahun 1960. CDMA merupakan penggunaan dari berbagai spektrum frekuensi yang sama tanpa ada permbicaraan ganda.

Hal ini menyebabkan CDMA lebih tahan terhadap interferensi dan noise. Untuk menandai pemakai yang memakai spektrum frekuensi yang sama, CDMA menggunakan kode yang unik yaitu PRCS (Pseudo Random Code Sequence). Berbeda dengan FDMA (Frequency Division Multiple Access) dan TDMA (Time

Division Multiple Access), maka CDMA menggunakan waktu dan frekuensi yang

sama dalam akses masing-masing pemakai. Penggunaan frekuensi dan waktu yang sama menyebabkan CDMA kritis terhadap interferensi. Semakin besar interferensi yang terjadi maka kapasitas CDMA semakin kecil.

CDMA membawa manfaat yang besar dan berada di atas teknologi serupa yang lain untuk saat ini. CDMA menawarkan kapasitas jaringan yang terbesar untuk melayani lebih banyak pelanggan dengan biaya infrastruktur yang sama. CDMA menawarkan kecepatan transmisi data paling tinggi diantara yang lain. Setiap


(19)

pemakai diberi dengan bilangan biner yang dinamakan DCS (Direct Code Sequence) ketika terjadi panggilan.

DCS adalah signal yang dibangkitkan oleh linier modulation dengan

wideband PN (Pseudorandom Noise) sequence, sehingga Direct Sequence CDMA

menggunakan lebar sinyal daripada FDMA maupun TDMA. Wideband signal berfungsi untuk mengurangi interferensi. Seluruh pengguna ada bersama-sama dalam jarak spektrum frekuensi radio.

Kode-kode dibagi pada MS (Mobile Station) dan BS (Base Station) yang disebut pseudorandom code sequence (PCS). Masing-masing kode pemakai secara berlapis dan berkelanjutan ditransmisikan ke seluruh carrier. Unik dari CDMA adalah jumlah panggilan telepon yang dapat ditangkap oleh carrier tentunya terbatas dan jumlahnya tidak pasti. Kanal trafik dibuat dengan penentuan masing-masing pengguna kode dengan carrier.

2.2 Spektrum Frekuensi Radio untuk Komunikasi Seluler

Gelombang radio adalah gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh antena dan mempunyai frekuensi yang berbeda. Pada Gambar 2.1 dijelaskan spektrum frekuensi radio komunikasi seluler [1].


(20)

Gambar 2.1 Spektrum Komunikasi Seluler

Pada sistem CDMA, frekuensi radio digunakan pada saluran 450 MHz, 800 MHz, 1700 MHz, dan 1900 MHz.

2.3 Metode Akses Jamak

Teknologi wireless menggunakan frekuensi sebagai media penghubung. Keterbatasan frekuensi menyebabkan lahirnya sebuah teknologi yang memungkinkan pengguna seluler untuk berbagi frekuensi agar dapat melakukan komunikasi. Teknologi ini disebut Multiple Access System.

Sistem tersebut sangat penting, karena dapat mendukung pemakai dengan jumlah banyak dan simultan. Dengan kata lain, pemakai dengan jumlah yang besar saling berbagi ruang pada kanal radio dan sembarang pemakai dapat memperoleh akses ke sembarang kanal (tiap pemakai tidak selalu mendapat kanal yang sama). Kanal yang dimaksud adalah berupa bagian dari sumber radio yang terbatas, yang sementara dialokasikan untuk tujuan tertentu. Metode Multiple Access menjelaskan


(21)

bagaimana spektrum radio dibagi ke dalam kanal-kanal dan bagaimana kanal-kanal tersebut dialokasikan ke banyak pemakai.

Akses jamak adalah suatu cara pengaksesan beberapa sumber daya secara bersama-sama oleh lebih dari satu pemakai pada kanal radio. Digunakannya akses jamak karena banyaknya pemakai yang ingin menggunakan kanal radio melalui saluran yang terbatas dipakai bersama-sama baik dalam domain frekuensi, waktu, waktu dan frekuensi secara serempak. Tiga teknik akses jamak yang sering digunakan adalah akses jamak pembagian frekuensi (Frequency Division Multiple

Access), teknik akses jamak pembagian waktu (Time Division Multiple Access), dan

teknik akses jamak pembagian sandi (Code Division Multiple Access). Gambar 2.2 dan Tabel 2.1 menunjukkan perbandingan operasi ketiga akses jamak tersebut [2].

Gambar 2.2 Berbagai Teknik Akses Jamak

Tabel 2.1 Perbandingan Operasi Teknik Akses Jamak

OPERASI FDMA TDMA CDMA


(22)

Tabel 2.1 Lanjutan

OPERASI FDMA TDMA CDMA

Frequency Reuse 7 7 1

BW yang

diperlukan kanal

0,03 MHz 0,03 MHz 1,25 MHz

Jumlah kanal RF 12,5/0,3 = 416 12,5/0,3 = 416 12,5/1,25 = 10

Kanal/sel 416/7 = 59 416/7 = 59 12,5/1,25 = 10

Kanal kendali/sel 2 2 2

Kanal dipakai/sel 57 57 8

Panggilan per kanal RF

1 4* 40**

Kanal suara/sel 57x1 = 57 57x4 = 228 8x40 = 320

Sektor/sel 3 3 3

Panggilan voice/sektor

57/3 = 19 228/3 = 76 320

Kapasitas disbanding FDMA

1 4 16,8

* Tergantung jumlah slot


(23)

2.3.1 Akses Jamak Pembagian Frekuensi

Akses jamak pembagian frekuensi atau yang disebut Frequency Division

Multiple Access (FDMA) adalah sistem multiple access yang menempatkan seorang

pelanggan pada sebuah kanal berbentuk pita frekuensi komunikasi. Dalam FDMA, frekuensi dibagi menjadi beberapa kanal frekuensi yang lebih sempit. Tiap pengguna akan mendapatkan kanal frekuensi yang berbeda untuk berkomunikasi secara bersamaan.

Pengalokasian frekuensi pada FDMA bersifat eksklusif karena kanal frekuensi yang telah digunakan oleh seorang pengguna tidak dapat digunakan oleh pengguna yang lain. Antar kanal dipisahkan dengan bidang frekuensi yang lebih sempit lagi untuk menghindari interferensi antar kanal yang berdekatan. Informasi bidang dasar yang dikirim ditumpangkan pada sinyal pembawa (carrier signal) agar menempati alokasi frekuensi yang diberikan. Analoginya seperti sebuah ruangan yang dibagi menjadi beberapa ruang kecil yang selanjutnya setiap ruangan tersebut hanya dapat digunakan oleh sepasang user untuk melakukan komunikasi. Gambar 2.3 merupakan gambar sistem akses dari FDMA [3]. Cara kerja FDMA diilustrasikan pada Gambar 2.4 [2].


(24)

Gambar 2.4 Cara Kerja Sistem FDMA

2.3.2 Akses Jamak Pembagian Waktu

Pada metode akses jamak pembagian waktu atau Time Division Multiple

Access (TDMA), tiap pemakai akan menggunakan seluruh spektrum frekuensi

tertentu yang disediakan dalam waktu yang singkat yang disebut slot waktu (time

slot). Tiap pengguna mendapatkan sebuah slot waktu yang berulang secara periodik

dan hanya diijinkan mengirimkan informasi pada slot waktu tersebut. Antar slot waktu diberi jeda waktu untuk menghindari interferensi antar pengguna. Jika slot waktu dalam frekuensi yang diberikan sedang digunakan semua, maka pengguna berikutnya harus diberikan slot waktu dengan frekuensi yang berbeda. Cara kerja sistem TDMA diilustrasikan pada Gambar 2.5 [2].


(25)

Gambar 2.5 Cara Kerja Sistem TDMA

Pada TDMA beberapa pemakai dapat menggunakan kanal frekuensi yang sama, tetapi setiap kanal hanya dapat digunakan untuk waktu yang sangat singkat. Setiap pemakai diberikan slot waktu dan hanya dapat mengirimkan informasi pada waktu yang telah ditentukan. Analoginya seperti sebuah ruangan yang sebelumnya telah dibagi menjadi beberapa ruang yang lebih kecil dan selanjutnya setiap ruang kecil tersebut digunkan oleh beberapa pasang pemakai untuk melakukan komunikasi . tetapi untuk menghindari interferensi, pada satu waktu hanya dua orang saja yang dapat menggunakan ruang kecil tersebut. Setiap pasang diberi slot waktu sehingga jika waktunya habis harus segera meninggalkan ruangan dan bergantian dengan pasangan yang lain. Jadi pada TDMA, beberapa pasang pemakai dapat secara bergantian menggunakan ruang yang sama. Dengan cara tersebut, TDMA mampu menampung lebih banyak orang dibandingkan FDMA. Gambar 2.6 merupakan gambar sistem akses TDMA [3].


(26)

Gambar 2.6 Sistem Akses TDMA

2.3.3 Akses Jamak Pembagian Sandi

Dalam akses jamak pembagian sandi atau Code Division Multiple Access (CDMA), setiap pemakai menggunakan frekuensi yang sama dalam waktu bersamaan tetapi menggunakan sandi unik yang saling orthogonal. Sandi-sandi ini membedakan antara pengguna satu dengan pengguna yang lain. Pada jumlah pengguna yang besar, dalam bidang frekuensi yang diberikan akan ada banyak sinyal dari pengguna sehingga interferensi akan meningkat. Kondisi ini akan menurunkan unjuk kerja sistem. Ini berarti, kapasitas dan kualitas sistem dibatasi oleh daya interferensi yang timbul pada lebar bidang frekuensi yang digunakan.

CDMA merupakan akses jamak yang menggunakan prinsip komunikasi spektrum tersebar. Sinyal dasar yang hendak dikirim disebar dengan menggunakan isyarat dengan lebar bidang yang besar yang disebut sebagai sinyal penyebar (spreading signal).

Metode ini dapat dianalogikan dengan cara berkomunikasi dalam suatu ruangan yang besar. Setiap pasangan dapat berkomunikasi secara bersama-sama tetapi dengan bahasa yang berbeda, sehingga pembicaraan pasangan satu bisa


(27)

dianggap seperti suara kipas bagi pengguna yang lain, karena tidak diketahui maknanya. Pada saat banyak yang berkomunikasi maka ruangan menjadi bising. Kondisi ini membuat ruangan menjadi tidak kondusif lagi untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, jumlah yang berkomunikasi harus dibatasi. Agar jumlah yang berkomunikasi bisa maksimal maka kuat suara tiap pembicara tidak boleh terlalu keras. Sistem akses CDMA, cara kerja dan analogi sistem ini digambarkan seperti Gambar 2.7 dan Gambar 2.8 [3] [2].

Gambar 2.7 Sistem Akses CDMA


(28)

(b)

Gambar 2.8 Ilustrasi Sistem CDMA: (a) Analogi

(b) Cara Kerja

2.4 Konsep Dasar Sistem Selular CDMA

Code Division Multiple Access (CDMA) adalah teknik akses jamak

berdasarkan teknik komunikasi spektrum tersebar, yaitu sinyal informasi disebar pada pita frekuensi yang lebih besar daripada lebar pita sinyal aslinya (informasi). Teknologi tradisional berusaha menekan sinyal agar memerlukan bandwidth yang minimum. Gambar 2.9 menggambarkan sistem komunikasi tradisional. CDMA menggunakan bandwidth yang lebih lebar tetapi menghasilkan kapasitas yang lebih besar [4].


(29)

Pada kanal frekuensi yang sama dan dalam waktu yang sama, CDMA menggunakan kode-kode relatif untuk membedakan suatu pengguna dengan pengguna yang lain. Sinyal-sinyal CDMA tersebut pada penerima dipisahkan dengan menggunakan sebuah korelator yang hanya melakukan proses penyebaran spektrum pada sinyal yang sesuai. Sinayl-sinyal lain yang kodenya tidak cocok, tidak tersebar dan sebagai hasilnya sinyal-sinyal lain itu hanya menjadi noise interference.

2.5 Sistem Komunikasi Spread Spectrum pada CDMA

Sistem transmisi spektrum tersebar adalah sebuah teknik yang mentransmisikan suatu isyarat dengan lebar bidang tertentu menjadi suatu sinyal yang memiliki lebar bidang frekuensi yang jauh lebih besar. Aliran data asli dikalikan secara biner dengan kode penyebar yang memiliki lebar bidang yang jauh lebih besar daripada sinyal asal. Bit-bit dalam kode penyebar dikenal dengan chip untuk membedakannya dengan bit-bit dalam aliran data yang dikenal dengan simbol.

Setiap pemakai memiliki kode penyebar yang berbeda dengan pemakai yang lain. Kode yang sama digunakan pada kedua sisi kanal radio, menyebarkan sinyal asal menjadi sinyal bidang lebar, dan menyebarkan kembali sinyal bidang lebar menjadi sinyal bidang sempit asal. Antara lebar bidang transmisi dengan lebar bidang sinyal asal dikenal dengan processing gain. Secara sederhana, processing

gain menunjukkan beberapa buah chip yang digunakan untuk menyebarkan sebuah

simbol data. Kode-kode penyebar bersifat unik, jika seorang pemakai telah menyebarkan sinyal bidang lebar yang diterima, sinyal yang dibawasebarkan hanyalah sinyal dari pengirim yang memiliki kode penyebar yang sama.


(30)

Sistem spektrum tersebar memiliki beberapa kelebihan dibandingkan sistem-sistem lain yang ada sebelumnya, yaitu:

1. Dapat bertahan pada lingkungan dengan pudaran lintasan yang tinggi karena sinyal CDMA bidang lebar memiliki kode penyebar dengan sifat korelasi-diri yang baik.

2. Dapat mengirimkan informasi dengan daya yang kecil sehingga memungkinkan peralatan yang kecil sekaligus juga dengan daya baterai yang lebih tahan lama.

3. Dapat mengurangi interferensi dengan baik karena pada saat terjadinya proses pengawasebaran pengganggu akan mengalami proses sebaliknya sehingga dayanya akan lebih kecil dibandingkan sinyal asli.

4. Dapat menghindari penyadapan karena menggunakan kode unik yang mirip derau dengan spektrum frekuensi yang amat lebar.

5. Dapat melakukan kemampuan panggilan terpilih (selective calling capability). 6. Dapat melakukan penjamakan pembagian kode sehingga dimungkinkan

untuk akses jamak dengan kapasitas yang lebih besar.

Ada beberapa teknik yang digunakan dalam sistem spektrum tersebar, yakni rangkaian langsung (direct sequence), lompatan frekue nsi (frequency hopping), lompatan waktu (time hopping), dan hybrid.

Sistem spektrum tersebar yang dipakai pada CDMA adalah Direct Sequence

Spread Spectrum (DSSS). Pada sistem ini, sinyal pembawa dimodulasi secara

langsung (direct) oleh data terkode. Sebagai pengkode data, dipakai deret kode (code


(31)

(pseudo random). Kode tersebut bersifat sebagai noise tetapi deterministik sehingga disebut juga noise semu (pseudo noise).

Istilah spread spectrum digunakan karena pada sistem ini sinyal ditransmisikan memiliki bandwidth yang jauh lebih lebar dari bandwidth sinyal informasi. Proses pelebaran bandwidth sinyal informasi ini disebut dengan spreading.

Sistem direct sequence spread spectrum (DSSS) merupakan salah satu teknik spektral tersebar yang digunakan pada CDMA seperti yang terlihat pada Gambar 2.10. Perbandingan antara bandwidth transmisi dengan bandwidth informasi disebut dengan processing gain. Dimana semakin besar processing gain-nya, maka semakin tahan sistem spektral tersebar tersebut terhadap interferensi.

Pada DSSS, spreading hanya menggunakan sebuah generator noise yang periodik yang disebut dengan Pseudo Noise Generator (PNG). Suatu sistem spread

spectrum harus memenuhi kriteria sebagai berikut [5]:

1. Sinyal yang dikirimkan mempunyai bandwidth yang jauh lebih lebar dibandingkan dengan bandwidth yang dibutuhkan untuk mengirim sinyal informasi.

2. Pada pengirim tejadi proses spreading yang menyebarkan sinyal informasi dengan bantuan sinyal kode yang bersifat bebas terhadap sinyal informasi. 3. Pada penerima terjadi proses despreading yang melibatkan korelasi antara

sinyal yang diterima dengan replika sinyal kode yang dibangkitkan sendiri oleh suatu generator lokal.


(32)

Gambar 2.10 Sistem Direct Sequence Spread Spectrum

Sedangkan pada Gambar 2.11 menjelaskan sistem penyebaran pseudo noise pada pengirim, yaitu data input dari satu pelanggan dikalikan dengan salah satu dari banyak kode pseudo noise, kemudian di-spreading. Jumlah kemungkinan kode yang dihasilkan oleh generator kode pseudo noise identik dengan jumlah kanal yang disediakan. Jika generator kode pseudo noise mampu menghasilkan 100 kode, maka sebanyak itu pula kanal yang diperoleh. Oleh modulasi, hasil perkalian antara input

data dengan kode pseudo noise ditumpangkan pada sinyal frekuensi radio agar dapat

dikirim lewat udara [5].


(33)

Sedangkan pada Gambar 2.12 menjelaskan sistem penyebaran pseudo noise pada penerima, yaitu demodulator memisahkan sinyal pesan dari sinyal RF yang ditumpanginya. Sinyal pesan yang mengandung kode ini dicocokkan dengan kode

pseudo noise di penerima. Dengan adanya proses despreading, sinyal pesan akan

dipisahkan dari kode dan diteruskan jika kode PN pada sinyal masuk sama dengan kode pseudo noise pada penerima [5].

Gambar 2.12 Sistem Penyebaran Pseudo Noise pada Penerima

2.6 Kapasitas Sistem CDMA

Untuk menghitung kapasitas sistem CDMA, pertama sekali kita mempertimbangkan untuk sebuah sistem sel tunggal. Jaringan selular terdiri dari sejumlah besar pengguna mobile yang berkomunikasi dengan base station. Kapasitas sistem dapat berubah karena pengaruh aktivitas suara pada saat berkomunikasi. Sedangkan pada sistem GSM, setiap satu frekuensi pembawa dibagi dengan delapan slot waktu yang setiap slotnya dapat ditempati oleh satu kanal suara.

Kita anggap bahwa jumlah pengguna dalam suatu sel adalah N. Kemudian. Masing-masing demodulator pada sel menerima bentuk gelombang gabungan yang


(34)

terdiri dari daya sinyal yang diinginkan, S, dan (N-1) user pengganggu, yang masing-masing memiliki daya S. Maka, signal-to-noise-ratio, SNR, adalah [6]:

SNR = ) 1 ( 1 ) 1

(NS = NS

...(2.1)

Dalam sistem komunikasi, energy-to-noise ratio, Eb/N0, adalah parameter

yang sangat penting. Eb/N0 diperoleh dengan membagi perbandingan daya sinyal

dengan bit rate informasi, R, dan perbandingan daya interferensi dengan bandwidth RF, W. Eb/N0 dapat dirumuskan dengan:

1 ) 1 ( 0 − =       − = N R W W S N R S N Eb ...(2.2)

Energy-to-noise ratio, Eb/N0, juga dipengaruhi oleh thermal moise, η. Oleh

karena itu, persamaan (2.2) menjadi:

) ( ) 1 (

0 N S

R W N Eb + + − = η ...(2.3)

Dari persamaan (2.3) di atas, dapat diperoleh jumlah pengguna yang dapat mengakses sistem tersebut, yaitu:


(35)

      −             + = S N E R W N b η 0 1 ...(2.4)

dimana W/R disebut dengan processing gain.

Akan tetapi, dalam sistem komunikasi tidak selamanya dalam proses pembicaraan si pengguna terus mengeluarkan suaranya. Ada kalanya dia tidak mengeluarkan suara, maka keluaran rate dari vocoder akan diturunkan untuk mencegah daya diturunkan percuma. Oleh karena itu, persamaan (2.4) perlu dimodifikasi dengan memasukkan efek dari voice activity, α. Sehingga persamaan (2.4) menjadi:

(

)

      + − = S N R W N Eb η α 1 0 ...(2.5)

Ketika jumlah pengguna sangat besar dan sistem dibatasi oleh interferensi daripada noise, jumlah pelanggan dapat diperoleh dengan:

            + = 0 1 1 N E R W N b α ...(2.6)


(36)

2.7 Luas Jangkauan CDMA

Untuk menghitung luas jangkauan suatu sel CDMA, ada beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu:

1. Perhitungan Forward Link Budget

Perhitungan link budget arah forward adalah untuk menentukan pathloss maksimum dari pengirim (BTS) ke penerima (pengguna) menggunakan persamaan [7]:

PLmax = EIRP – Rxsensitivity – External losses + GRx + GHo………..(2.7)

PLmax = (Tx power – Cable loss + GTx) – Rx sensitivity – (Fading margin +

Penetration loss) + GRx + GH………...(2.8)

dimana:

Tx power = Pilot + Paging + Sync + Traffic………...(2.9)

Keterangan:

PLmax = Pathloss maksimum (dB)

EIRP = Effective Isotropic Radiated Power (dBm) Rx Sensitivity = Sensitivitas antena penerima (dBm)

External losses = Rugi-rugi dari luar sistem (dB)

GRx = Gain antena penerima (dB)

GHo = Gain handoff (dB)

Tx power = Daya antena pemancar (dBm)

Cable loss = Rugi-rugi pada kabel (dB)


(37)

Pilot = Daya kanal pilot (watt)

Paging = Daya kanal paging (watt)

Sync = Daya kanal sync (watt)

Traffic = Daya kanal traffic (watt)

Fading margin = Batas fading yang dapat ditoleransi (dB) Penetration loss = Rugi-rugi halangan pada lintasan (dB)

2. Perhitungan Radius Sel

Untuk menghitung radius sel digunakan perhitungan propagasi gelombang radio dengan model propagasi Okumura-Hata sebagai berikut [8]:

Lb(dB) = 69,55 + 26,16 log(f) – 13,82 log(ht) – a(hm) + (44,9 – 6,55 log (ht))

log(d)...(2.10)

dimana :

f = Frekuensi yang digunakan (MHz) ht = Tinggi antena pengirim ( m )

hm = Tinggi antena penerima ( m )

d = Jarak antara pengirim dan penerima / radius Sel (km) a(hm) = Faktor koreksi antena penerima

Untuk kota kecil dan menengah nilai a(hm) adalah:


(38)

Nilai radius sel diperoleh dengan menggunakan persamaan : ) ( log 55 , 6 9 , 44 ) ( ) ( log 82 , 13 ) ( log 16 , 26 55 , 69 log t m t b h h a h f L d − + + − − = ...(2.12)

3. Perhitungan Luas Sel (Daerah Jangkauan)

Luas daerah jangkauan suatu BTS CDMA bisa didapat dengan menggunakan persamaan [6]:

Lsel = 2,6 d2... (2.13)

dimana d adalah jarak antara pengirim dan penerima (radius sel).

Jumlah sel yang dibutuhkan untuk menjangkau seluruh area adalah

sel sel

L Daerah Luas


(39)

BAB III

SPACE DIVISION MULTIPLE ACCESS (SDMA)

3.1 Pendahuluan

Beberapa tahun terakhir ini, tantangan terbesar yang dihadapi oleh pemerintah dan penyedia layanan adalah hubungan terakhir (“last- mile” connection), yaitu saluran terakhir antara pengguna dan jaringan worldwide. Hal ini tidak dapat dipenuhi oleh koneksi dengan menggunakan kabel karena segala keterbatasan yang dimilikinya. Hal ini telah dijawab dengan penyediaan layanan komunikasi wireless.

Namun, beberapa tahun terakhir permintaan untuk penyediaan layanan melalui komunikasi wireless telah meningkat melebihi semua perkiraan, yang menyebabkan kelangkaan pada sumber komunikasi wireless itu sendiri, yaitu keterbatasan dari frekuensi radio yang dapat digunakan. Hal ini menyebabkan peningkatan harga untuk memperoleh lisensi yang tersisa dan peningkatan biaya infrastruktur yang diperlukan untuk menyediakan layanan ini.

Space (ruang) adalah batas akhir menuju sistem komunikasi wireless generasi

baru. Transmisi (pengiriman) dan penerimaan dari energi RF yang selektif secara ruang menjanjikan peningkatan yang besar dalam kapasitas, wilayah, dan kualitas sistem wireless. Penyaringan dalam daerah ruang dapat memisahkan secara spektral sinyal-sinyal yang saling menutupi (overlapping) dari unit mobile yang banyak. Jadi, dimensi ruang dapat dimanfaatkan sebagai teknik akses jamak hibrid yang melengkapi frequency division multiple access (FDMA), time division multiple


(40)

biasanya disebut dengan space division multiple access (SDMA) dan memungkinkan pengguna yang banyak dalam sel radio yang sama dimuat dalam frekuensi dan slot waktu yang sama, seperti yang digambarkan pada Gambar 3.1. Pewujudan dari teknik ini disempurnakan dengan menggunakan smart antenna [9].

Gambar 3.1 Konsep SDMA

3.2 Perkembangan dari Omnidirectional Menuju Smart Antenna

Sebuah antena dalam suatu sistem telekomunikasi adalah port (tempat) terusan dimana energi frekuensi radio (RF) dirangkai dari pengirim ke dunia luar untuk tujuan pengiriman, dan sebaliknya, ke penerima dari dunia luar untuk tujuan penerimaan. Selama ini, antena merupakan komponen sistem telekomunikasi yang paling sering diabaikan. Padahal, cara dimana energi radio frekuensi didistribusikan ke dan dikumpulkan dari ruang memiliki pengaruh yang besar terhadap pengunaan


(41)

spektrum yang efisien, biaya pendirian jaringan komunikasi personal yang baru, dan kualitas layanan yang disediakan oleh jaringan tersebut.

3.2.1 Antena Omnidirectional

Sejak permulaan komunikasi wireless, telah ada antena dipole yang sederhana, yang memancarkan dan menerima sama baiknya dalam semua arah. Untuk menemukan penggunanya, desain elemen tunggal ini memancarkan secara

omnidirectional dalam sebuah pola yang menyerupai riak pancaran yang kelihatan

dalam sebuah kolam air, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.2 [10].

Gambar 3.2 Antena Omnidirectional dan Bentuk Cakupan

Untuk lingkungan RF yang sederhana dimana tidak ada pengetahuan khusus keberadaan si pengguna yang tersedia, pendekatan sinyal-sinyal tersebar yang tidak terfokus ini, mencapai pengguna-pengguna yang diinginkan dengan hanya persentasi yang kecil dari keseluruhan energi yang dikirim ke lingkungan. Dengan batasan ini, strategi omnidirectional mencoba untuk mengatasi tantangan-tantangan dari lingkungan dengan cukup menaikkan level daya dari sinyal-sinyal yang disiarkan.


(42)

Dalam sekumpulan pengguna yang banyak (dan pengganggu), hal ini memperparah situasi yang buruk dimana sinyal-sinyal tersebut yang tidak menemukan pengguna yang dimaksudkan menjadi gangguan untuk pengguna lain yang berada di sel yang sama atau berdampingan. Dalam aplikasi uplink (pengguna ke base station), antena

omnidirectional menawarkan tidak ada gain istimewa untuk sinyal-sinyal dari

pengguna-pengguna yang dilayani. Dengan kata lain, pengguna harus memancarkan energi sinyal yang mampu bersaing. Juga, pendekatan elemen tunggal ini tidak dapat menolak secara selektif sinyal-sinyal gangguan dari sinyal-sinyal pengguna yang dilayani dan tidak mempunyai peringanan multipath ruang atau kemampuan penyeimbang. Oleh karena itu, strategi omnidirectional secara langsung dan berlawanan dengan efisiensi spectral, membatasi penggunaan kembali frekuensi. Batasan-batasan dari teknologi antena penyiaran ini yang berkenaan dengan kualitas, kapasitas, dan cakupan geografis dari sistem wireless mendesak sebuah evolusi dalam desain fundamental dan peran dari antena dalam sistem wireless.

3.2.2 Antena Directional dan Sistem Tersektor

Sebuah antena dapat juga dibangun untuk memiliki arah-arah pengiriman dan penerimaan tertentu yang telah ditetapkan. Sistem antena tersektor mengambil area selular tradisional dan membaginya kedalam sektor-sektor yang dicakup dengan menggunakan antena directional yang ditinjau dari lokasi base station yang sama, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3.3. Secara operasional, masing-masing sektor diperlakukan seperti sebuah sel yang berbeda dalam suatu sistem, dimana daerah jangkauannya dapat lebih besar daripada seperti pada kasus omnidirectional, karena daya dapat difokuskan ke area yang lebih sempit. Ini biasanya ditunjukkan sebagai


(43)

gain elemen antena. Tambahan, sistem antena tersektor meningkatkan kemungkinan

penggunaan ulang dari sebuah kanal frekuensi dalam suatu sistem selular dengan mengurangi gangguan yang berpotensial melewati sel asal. Akan tetapi, karena masing-masing sektor menggunakan frekuensi yang berbeda untuk mengurangi gangguan co-channel, handoff (handover) antara sektor diperlukan. Sektor yang lebih sempit memberikan performa yang lebih baik dari sistem tersebut, namun hal ini akan menghasilkan handoff yang banyak.

Sementara sistem antena tersektor memperbanyak penggunaan dari kanal-kanal, mereka tidak mengatasi kerugian utama dari standar antena omnidirectional seperti penyaringan dari sinyal-sinyal ganggunan yang tidak diinginkan dari sel-sel berdampingan [10].

Gambar 3.3 Sistem Antena Tersektor dan Bentuk Cakupan

3.2.3 Sistem Diversitas

Sistem komunikasi wireless dibatasi dalam performa dan kapasitas oleh tiga kelemahan utama seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.4. Yang pertama adalah

multipath fading, yang disebabkan oleh lintasan yang banyak yang ditempuh oleh


(44)

ini ditambah dengan phasa yang berbeda, menghasilkan amplituda dan phasa sinyal yang diterima berubah (berbeda) dengan lokasi, arah, dan polarisasi antena juga dengan waktu (dengan pergerakan dalam lingkungan) [9].

Gambar 3.4 Kelemahan-kelemahan Sistem Wireless

Kelemahan yang kedua adalah delay spread, dimana perbedaannya adalah penundaan propagasi diantara lintasan yang banyak. Ketika lebarnya penundaan melebihi kira-kira 10 persen dari durasi simbol, gangguan intersimbol yang signifikan dapat terjadi, yang membatasi kecepatan data maksimum. Kelemahan yang ketiga adalah co-channel interference. Sistem selular membagi kanal-kanal


(45)

frekuensi yang tersedia kedalam kumpulan-kumpulan kanal, menggunakan satu kumpulan kanal tiap sel, dengan penggunaan ulang frekuensi. Inilah yang menyebabkan co-channel interference. Untuk level gangguan co-channel yang ditentukan, kapasitas dapat dinaikkan dengan menyusutkan ukuran sel, tetapi dengan penambahan base station.

Ada tiga cara untuk menyediakan gain diversitas, yaitu: (i) ruang (spatial), (ii) polarisasi, dan (iii) sudut diversitas.

(i) Untuk diversitas ruang, antena-antena dipisahkan cukup jauh untuk korelasi

fading yang rendah. Pemisahan yang diperlukan tergantung pada lebar sudutnya,

yang mana adalah sudut dimana sinyal sampai pada antena penerima. Dengan

handset, yang biasanya dikelilingi dengan objek-objek yang lain, lebar sudutnya

tipikal 3600, dan jarak pisah seperempat panjang gelombang dari antena sudah cukup. Ini juga berlaku untuk antena-antena base station dalam sistem indoor. Untuk sistem

oudoor dengan antena-antena base station yang tinggi, lebar sudutnya mungkin

hanya beberapa derajat saja (walaupun dapat jauh lebih tinggi dalam area urban), dan pemisahan horizontal sebesar 10-20 panjang gelombang diperlukan, dan hal ini yang membuat ukuran dari susunan antena menjadi sebuah persoalan.

(ii) Untuk diversitas polarisasi, dua polarisasi orthogonal digunakan (yang sering adalah ± 450). Polarisasi-polarisasi orthogonal ini memiliki korelasi yang rendah, dan antena dapat memiliki profil yang kecil. Akan tetapi, diversitas polarisasi hanya dapat menggandakan diversitas, dan untuk antena base station yang tinggi, polarisasi horizontal menjadi 6-10 dB lebih lemah daripada polarisasi vertikal, yang mengurangi gain diversitas.


(46)

(iii) Untuk diversitas sudut, beam-beam sempit yang berdekatan yang digunakan. Profil antenanya adalah kecil, dan beam-beam yang berdekatan biasanya memiliki korelasi fading yang rendah. Akan tetapi, dengan lebar sudut yang kecil, ketika sinyal yang diterima sebagian besar sampai pada satu beam, beam-beam yang berdekatan memiliki level sinyal yang diterima lebih dari 10 dB lebih lemah daripada

beam yang terkuat, menghasilkan gain diversitas yang kecil.

Gambar 3.5 menunjukkan tiga pilihan diversitas antena dengan empat elemen antena untuk sebuah sistem tersektor 1200. Gambar 3.5 (a) menunjukkan diversitas ruang dengan jarak kira-kira tujuh panjang gelombang (7λ) antara elemen-elemen (3,3 m pada 1900 MHz). Sebuah elemen antena khas memiliki gain 18 dBi dengan 650 beamwidth horizontal dan 80 beamwidth vertikal. Gambar 3.5 (b) menunjukkan dua antena polarisasi rangkap dua, dimana antena-antena tersebut dapat berjarak sempit (λ/2) untuk menyediakan kedua diversitas sudut dan polarisasi di dalam profil

yang kecil, atau berjarak lebar (7λ) untuk menyediakan kedua diversitas ruang dan

polarisasi. Elemen-elemen antena yang ditunjukkan adalah antena-antena polarisasi dengan kemiringan 450, yang juga biasa digunakan, daripada antena terpolarisasi vertikal dan horizontal. Akhirnya, Gambar 3.5 (c) menunjukkan susunan terpolarisasi

vertikal berjarak sempit (λ/2), yang menyediakan diversitas sudut dalam sebuah


(47)

Gambar 3.5 Pilihan diversitas antena dengan empat elemen: (a) diversitas ruang

(b) diversitas polarisasi dengan diversitas sudut dan ruang (c) diversitas sudut

Diversitas menawarkan perbaikan dalam kekuatan sinyal diterima yang efektif dengan menggunakan salah satu dari dua metode berikut ini [11]:

Switched diversity. Anggap bahwa paling sedikit satu antena akan berada

dalam suatu lokasi yang baik (tepat) pada suatu waktu, sistem ini secara berkesinambungan berganti diantara antena-antena (menghubungkan masing-masing kanal penerimaan ke antena pelayanan yang terbaik) sehingga selalu menggunakan elemen dengan daya sinyal yang paling tinggi.

Diversity combining. Pendekatan ini memperbaiki phasa yang salah dalam

dua sinyal multipath dan secara efektif menggabungkan daya dari kedua sinyal untuk menghasilkan gain.


(48)

(a)

(b)

Gambar 3.6 Metode Perbaikan Diversitas: (a) Switched Diversity

(b) Combined Diversity

Antena-antena diversitas bergantian beroperasi dari satu elemen yang bekerja ke elemen yang lain. Walaupun pendekatan ini mengurangi besar multipath fading, manfaatnya dari satu elemen pada satu waktu tidak menawarkan peningkatan uplink

gain lebih dari pendekatan elemen tunggal yang lain. Sistem diversitas dapat berguna


(49)

penurunan siyal. Dalam lingkungan dengan interferensi yang signifikan, bagaimanapun, strategi sederhana dari penguncian sinyal terkuat atau penyulingan daya sinyal maksimum dari antena jelas tidak tepat dan dapat menghasilkan penerimaan bersih dari sebuah pengganggu dengan mengorbankan sinyal yang diinginkan. Kebutuhan untuk memancarkan ke banyak pengguna lebih efisien tanpa penggabungan permasalahan interferensi menuntun kepada tahap selanjutnya dari evolusi sistem antena yang secara cerdas mengintegrasikan operasi bersama dari elemen-elemen antena diversitas.

3.3 Smart Antenna

Sebuah smart antenna didefenisikan sebagai susunan antena-antena dengan unit pengolahan sinyal digital yang dapat mengubah polanya secara dinamis untuk menyesuaikan dengan noise, interferensi, dan multipath. Konsep diagram blok dari sebuah sistem smart antenna ditunjukkan pada Gambar 3.7. Tiga blok utama dapat diidentifikasi sebagai: (i) susunan antena, (ii) weight kompleks, (iii) prosesor sinyal adaptif. Susunan antena terdiri dari sebuah Uniform Linear Array (ULA) atau

Uniform Circular Array (UCA) dari elemen-elemen antena. Elemen-elemen antena

secara individu diasumsikan identik, dengan pola omnidirectional dalam bidang

azimuth. Sinyal-sinyal yang diterima pada elemen-elemen antena yang berbeda

digandakan dengan weight dan kemudian dijumlahkan. Weight kompleks disesuaikan secara terus-menerus oleh prosesor sinyal adaptif yang menggunakan semua informasi yang tersedia untuk menghitung weight-nya. Konfigurasi yang demikian dapat meningkatkan kapasitas dari saluran wireless melalui sebuah kombinasi dari


(50)

mewujudkan kecepatan data yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan supaya beam utama melacak pengguna yang diinginkan dan/atau meniadakan (menolkan) arah dari pengganggu dan/atau side lobes yang mengarah ke pengguna yang lain diperkecil. Oleh karena itu, istilah smart sebenarnya mengacu pada sistem antena secara keseluruhan dan tidak hanya pada susunan antena itu saja [12].

Gambar 3.7 Diagram Blok dari sebuah Sistem Smart Antenna

3.4 Cara Kerja Smart Antena

Smart antenna bekerja seperti berikut; asumsikan bahwa ada seorang

pengguna mengirimkan sebuah sinyal ke base station. Kemudian masing-masing elemen dari susunan smart antenna pada base station akan menerima sinyal tersebut tetapi pada waktu yang berbeda dikarenakan jarak antara pengguna dan masing-masing elemen dari susunan berbeda yang satu dengan yang lain. Dengan menggunakan waktu tunda ini dan jarak antara elemen-elemen antena, lokasi dari


(51)

pengguna tersebut dapat diperhitungkan. Oleh karena itu, pengirim dapat mengirim sebuah sinyal ke lokasi yang tepat dari pengguna itu. Strategi ini dapat diaplikasikan untuk sistem dengan banyak pengguna juga. Sebuah penerima smart antenna dapat menekan interferensi dengan menggunakan strategi ini. Smart antenna mampu mengolah sinyal-sinyal yang diterima oleh susunan antena atau yang dipancarkan oleh susunan antena dengan menggunakan susunan algoritma-algoritma yang sesuai untuk meningkatkan performa sistem wireless. Sebuah susunan antena terdiri dari seperangkat elemen antena terdistribusi (dipole, monopole, atau elemen-elemen antena directional) yang diatur dalam ukuran tertentu (linear, circular, atau

rectangular grid) dimana jarak antara elemen-elemen dapat berbeda-beda.

Sinyal-sinyal yang dikumpulkan oleh elemen-elemen individu digabungkan secara koheren yang meningkatkan kekuatan sinyal yang diinginkan dan mengurangi interferensi dari sinyal-sinyal yang lain. Sebab itu, sebuah smart antenna dapat dipandang sebagai kombinasi dari elemen-elemen antena ”regular atau conventional” yang sinyal-sinyal pancar atau terimanya diproses menggunakan algoritma-algoritma

smart.

Gambar 3.8 Diagram Blok dari Implementasi Smart Antenna

Gambar 3.8 menunjukkan sebuah implementasi umum dari sistem smart


(52)

input (masukan) atau output (keluaran) sebagai sinyal-sinyal RF dalam domain

analog. Sinyal-sinyal ini dilewatkan ke/dari front end analog Radio Frequency (RF) yang biasanya terdiri dari pengeras bunyi (suara) yang rendah, mixer (penggabung), dan penyaring analog. Pada mode menerima, sinyal-sinyal RF diubah ke domain digital dengan menggunakan Analog to Dogital Converters (ADCs) dan dalam mode memancarkan, sinyal-sinyal digital baseband diubah ke RF dengan menggunakan

Digital to Analog Converters (DACs). Perubahan ke bawah dari RF ke baseband

atau perubahan ke atas dari baseband ke RF dapat melibatkan penggunaan sinyal-sinyal IF. Sinyal-sinyal-sinyal baseband yang diterima dari masing-masing antena kemudian digabungkan menggunakan algoritma-algoritma smart pada bagian pengolahan digital. Karena itu, masing-masing elemen antena mempunyai sebuah rantai RF mulai dari elemen antena ke front end RF ke konversi digital untuk penerima dan sebaliknya untuk pengirim. Bagian pengolahan digital dapat diimplementasikan pada sebuah mikroprosesor atau sebuah DSP (Digital Signal

Processor) atau FPGA (Field Programmable Gate Array). Oleh karena itu,

implementasi algoritma smart biasanya adalah sebuah kode perangkat lunak (software) jika tidak diimplementasikan dalam sebuah ASIC (Application Specific

Integrated Circuit) atau FPGA.

3.5 Klasifikasi dari Smart Antenna

Dasar pemikiran di balik sebuah smart antenna bukanlah hal baru melainkan kembali ke awal tahun 60-an ketika pertama kali diusulkan untuk alat perang elektronik sebagai tindakan pencegahan (perlwanan) terhadap gangguan. Sampai baru-baru ini, permasalahan harga telah mencegah penggunaan smart antenna pada


(53)

sistem komersial. Akan tetapi, kemajuan dari Digital Signal Processors (DSPs) yang berbiaya rendah, Application Specific Integrated Circuits (ASICs), dan algoritma-algoritma pengolahan sinyal yang inovatif telah membuat sistem-sistem smart

antenna praktis untuk penggunaan komersial. Sistem-sistem smart antenna untuk base station selular dapat dibagi kedalam dua kategori utama, yaitu:

3.5.1 Switched Beam System

Sebuah sistem antena switched beam terdiri dari beberapa beam yang terarah, tertentu, dan ditetapkan terlebih dahulu yang dapat dibentuk dengan sebuah jaringan

beamforming. Sistem akan mendeteksi kekuatan sinyal dan memilih satu beam dari

beberapa beam yang memberikan daya terima maksimum (paling kuat). Sebuah antena switched beam dapat dipikirkan sebagai perluasan dari antena sektor yang biasa (konvensional) dalam hal membagi sebuah sektor kedalam beberapa

microsector. Ini merupakan teknik paling sederhana dan paling mudah untuk

menyesuaikan dengan teknologi-teknologi wireless yang ada. Akan tetapi, sistem antena switched beam efektif hanya pada lingkungan yang memiliki co-channel

interference rendah sampai sedang (menengah) dikarenakan kekurangannya akan

kemampuan untuk membedakan pengguna yang diinginkan dari pengganggu. Misalnya jika sebuah sinyal pengganggu yang kuat ada di pusat beam yang terpillih dan pengguna yang diinginkan berada jauh dari pusat beam yang diinginkan, sinyal pengganggu tersebut dapat dinaikkan jauh melebihi sinyal yang diinginkan dengan kualitas pelayanan yang rendah ke pengguna yang diinginkan.


(54)

3.5.2 Adaptive Array System

Dalam sebuah sistem adaptive array, sinyal-sinyal yang diterima oleh masing-masing antena ditahan dan digabung dengan menggunakan weight yang kompleks (magnitudo dan phasa) dengan tujuan untuk memaksimalkan standar performa tertentu, misalnya signal to interference plus noise ratio (SINR) atau signal

to noise ratio (SNR). Sistem adaptif penuh (fully adaptive) menggunakan

algoritma-algoritma pengolahan sinyal yang lebih maju untuk menemukan dan melacak sinyal yang diinginkan dan sinyal pengganggu, untuk meminimalkan interferensi dan memaksimalkan penerimaan sinyal yang diharapkan secara dinamis. Untuk sejumlah antena yang diberikan, adaptive array dapat menyediakan jangkauan (gain sinyal yang diterima) yang lebih besar atau memerlukan antena yang lebih sedikit untuk mencapai jangkauan yang diberikan.

Melalui pembentukan beam, sebuah algoritma smart antena dapat mengutamakan penerimaan dari arah yang diinginkan (arah dari sumber yang diinginkan) dibandingkan dengan beberapa arah yang tidak diinginkan (arah dari sumber ganguan). Hal ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pengolahan digital memiliki kemampuan untuk membentuk pola pancaran untuk kedua penerimaan dan pengiriman dan secara adaptif mengemudikan beam pada arah sinyal-sinyal yang diinginkan dan menolkan pada arah dari sinyal-sinyal gangguan. Ini menghasilkan interferensi co-channel yang rendah dan gain antena yang besar untuk sinyal yang diinginkan.

Gambar 3.9 menunjukkan pola cakupan yang diperoleh dengan menggunakan sistem smart antenna dengan tipe switched beam system dan adaptive array system [9].


(55)

(a)

(b)

Gambar 3.9 Pola Pancaran: (a) Switched Beam System (b) Adaptive Array System

3.6 Space Division Multiple Access

Space division multiple access adalah perkembangan terakhir dari smart antenna. Sebuah konsep yang benar-benar berbeda dari skema akses jamak yang

telah dibukakan sebelumnya. Sistem SDMA menggunakan teknik dimana sinyal dibedakan di base station sesuai dengan asalnya di dalam space (ruang). Dalam penggunaanya, SDMA biasanya digabungkan dengan teknik akses jamak yang lain.


(56)

Penyaringan di wilayah ruang dapat memisahkan secara spektral sinyal-sinyal yang saling menutupi dari beberapa unit mobile dan memampukan beberapa pengguna di dalam sel radio yang sama diakomodasi pada frekuensi dan slot waktu yang sama. Maksudnya adalah bahwa lebih dari satu pengguna dapat dialokasikan ke fisik kanal komunikasi yang sama dalam sel yang sama secara serentak, dengan hanya pemisahan dalam sudut. Ini dapat dikerjakan dengan memiliki N beamformer paralel di base station yang bekerja secara independent, dimana masing-masing

beamformer memiliki adaptive beamforming algorithm sendiri untuk mengendalikan

seperangkat weight dan direction-of-arrival (DOA) algorithm-nya sendiri untuk menentukan waktu tunda dari masing-masing sinyal pengguna, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.10, yang menunjukkan sebuah sisitem SDMA yang terdiri dari smart antenna tipe adaptive array [9].


(57)

(b)

Gambar 3.10 Sistem SDMA:

(a) Diagram Blok Fugsional Adaptive Array System (b) Diagram Blok Sistem SDMA dengan Adaptive Array System

Masing-masing beamformer memaksimumkan pengguna yang diinginkan sambil menolkan atau melemahkan pengguna yang lain. Tekhnologi ini secara dramatis meningkatkan kemampuan penekanan interferensi dan sekaligus


(58)

meningkatkan frequency reuse yang menghasilkan peningkatan kapasitas dan pengurangan biaya infrastruktur.

Dengan SDMA, beberapa mobile dapat mendiami frekuensi yang sama dalam sebuah sel. Beberapa sinyal yang sampai di base station dapat dipisahkan oleh base

station penerima selama jarak pisah sudutnya lebih besar dari beamwidth

pancar/terima, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.11. Beam yang memiliki corak yang sama menggunakan pita frekuensi yang sama. Teknik ini disebut dengan

channel reuse via angular seperation (penggunaan kembali kanal melalui pemisahan

sudut) [9].

Gambar 3.11 Channel Reuse via Angular Seperation


(59)

Pada Gambar 3.12, dapat dilihat bahwa MS1 mendapat gangguan yang

disebabkan oleh MS2. Komponen multipath sinyal yang diterima dari MS2

diasumsikan dihasilkan dalam bentuk sirkular di sekitar MS2 dengan radius s = 200λ,

yang terlihat di bawah sudut α. Oleh karena itu, jarak minimal yang harus terpenuhi agar 2 pengguna atau lebih dapat dilayani oleh beam yang berbeda disebut dengan jarak angular minimum φmin [13]:

2 2 min

β α

ϕ = + ………..(3.1)

Dimana:

φmin = jarak angular minimum

α = sudut yang terbentuk dari multipath terdekat dengan pengguna 2

β = beamwidth

3.7 Antenna Array

Parameter-parameter yang dihitung berkaitan dengan antenna array (susunan antena) adalah:

3.7.1 Array Factor

Untuk dua elemen array, total medan pancaran, dengan menganggap bahwa tidak ada kopling antara elemen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.13 (a) sama dengan jumlah medan kedua elemen tersebut [14]:

Et = E1 + E2 = âθ

( ) [ ] [ ( )]       − − + − + 2 2 2 / 1 1 2 / 0 cos cos 4 2 1 θ θ π β β r e r e l

kI jkr jkr


(60)

dimana β adalah beda phasa antara elemen. Besarnya pemancar adalah identik. Dengan melakukan observasi pada medan jauh seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.13 (b).

θ θ θ1 = 2 =

      +

≈ − ≈

θ θ

cos 2

cos 2

2 1

d r r

d r r

untuk variasi phasa

r r

r1 ≈ 2 ≈ untuk variasi amplitudo

(a) (b)

Gambar 3.13 Geometri dari Susunan Dua Elemen: (a) Dua Dipole sangat kecil (infinitesimal)

(b) Observasi Medan Jauh


(61)

Et = âθ 0 cos

[

( cos )/2 ( cos )/2

]

4 β θ β θ θ

π + + − +

+ jkd kd j jkr e e r le kI

Et = âθ

(

)

          + − β θ θ

π 2 cos

1 cos 2 cos 4 0 kd r le kI jkr ...(3.3)

Terlihat jelas dari persamaan (3.3) bahwa total medan dari array sama dengan medan dari elemen tunggal yang berada di titik asal dikalikan dengan sebuah faktor yang sering disebut dengan array factor (faktor susunan). Jadi untuk dua elemen susunan dengan amplituda tetap, array factor diperoleh dari:

  

+

= ( cos )

2 1 cos

2 kd θ β

AF ...(3.4)

yang dalam bentuk ternormalisasi ditulis sebagai:

  

+

= ( cos )

2 1 cos )

(AF n kd θ β ...(3.5)

Array factor adalah fungsi dari geometri susunan dan phasa. Dengan mengubah-ubah

nilai jarak d dan/atau phasa β antara elemen-elemen, karakteristik dari array factor dan total medan susunan dapat dikendalikan.

Untuk elemen dengan jumlah N elemen, array factor-nya dapat diperoleh dari analisis lebih jauh dari array factor dua elemen. Sesuai dengan Gambar 3.14 (a), diasumsikan bahwa elemen-elemen dari susunan antena memiliki amplitudo yang identik, tetapi masing-masing elemen yang berurutan memiliki beda phasa, β, relatif terhadap elemen yang sebelumnya. Sebuah susunan dari elemen-elemen yang identik yang semuanya memiliki besar yang identik dan masing-masing memiliki phasa progresip disebut dengan uniform array (susunan seragam). Array factor dari N elemen dapat diperoleh dari:

) cos )( 1 ( ) cos ( 2 ) cos ( ...

1+ + θ+β + + θ+β + + + − θ+β

= jkd j kd j N kd

e e

e AF


(62)

= − +

= N

n

kd n j

e AF

1

) cos )( 1

( θ β

………...(3.6)

yang dapat ditulis sebagai:

=

= N

n n j

e AF

1 ) 1

( ψ

………..(3.7)

dimana ψ =kdcosθ +β

(a) Geometri (b) Diagram Phasor

Gambar 3.14 Geometri Medan Jauh dan Diagram Phasor dari N Elemen Susunan Isotropis

Karena total array factor untuk susunan uniform (seragam) adalah penjumlahan dari eksponensial, ini dapat ditunjukkan oleh jumlah vektor dari N phasor masing-masing unit besaran dan phasa ψ relatif terhadap yang sebelumnya,


(63)

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.14 (b). Terlihat jelas bahwa besar dan phasa AF dapat dikontrol dalam susunan uniform dengan memilih phasa ψ relatif di antara elemen-elemen; dalam susunan nonuniform, besar dan phasanya dapat digunakan untuk mengontrol formasi dan distribusi dari total array factor.

Array factor dapat juga dituliskan dengan cara lain, dengan mengalikan

kedua sisi dari persamaan (3.7) dengan ejψ:

ψ ψ ψ

ψ ψ

ψ j j j j N jN

j e e e e e e

AF) = + 2 + 3 +...+ ( −1) +

( ………..(3.8)

Dengan pengurangan persamaan (3.7) dari persamaan (3.8), diperoleh: )

1 ( ) 1

(ejψ ejNψ

AF − =− + ………...(3.9)

Yang dapat juga ditulis sebagai:

      − − =       −− = − − ψ ψ ψ ψ ψ ψ ψ ) 2 / 1 ( ) 2 / 1 ( ) 2 / ( ) 2 / ( ] 2 / ) 1 [( 1 1 j j N j N j N j j jN e e e e e e e AF                         = − ψ ψ ψ 2 1 sin 2 sin ] 2 / ) 1 [( N

ej N ………...(3.10)

Jika titik referensi adalah pusat fisik dari susunan, array factor dari persamaan (3.10) menjadi:                         = ψ ψ 2 1 sin 2 sin N AF ………(3.11)

Untuk nilai ψ yang kecil, persamaan di atas dapat diperkirakan menjadi:

                 = 2 2 sin ψ ψ N AF ...(3.12)


(64)

3.7.2 Direktivitas Susunan

Intensitas radiasi dari suatu susunan antena dapat ditetapkan sebagai [14]:

[ ]

2 )

( AF

U θ = ...(3.13) Susunan-susunan antena memiliki kemampuan untuk mengarahkan atau memusatkan daya pancar pada satu arah angular tertentu dalam ruang. Kemampuan ini diukur dengan apa yang disebut gain direktif, ditetapkan sebagai:

antena oleh n dipancarka yang daya Total arah dalam angle solid unit per radiated power

D(θ,ϕ)= 4π (θ,ϕ)...(3.14)

Gain direktif pada arah kepadatan radiasi maksimum disebut sebagai

direktivitas dan diperoleh dari:

rad P U D max 0 4π = ...(3.15) Untuk sebuah broadside array dan jarak elemen yang kecil (d < λ), direktivitas dapat diperoleh dengan:

      = λ d M

D0 2 ...(3.16)

Sedangkan untuk sebuah end-fire array d an jarak elemen yang k ecil (d < λ), direktivitas dapat diperoleh dengan:

      = λ d M

D0 4 ...(3.17)

3.7.3 Gain Susunan

Jika daya sebesar W masuk pada satu antena, maka besar medannya adalah [15]:

0

1 E


(65)

Jika daya sebesar W masuk pada M antena, maka besar medannya adalah:

M E

E1' = 0 ...(3.19)

dan diperoleh: M E M E M E M

Etmaks ' 0 0

1 = =

= ...(3.20) Sehingga diperoleh besar:

Penguatan Medan = M

E M E

GF = =

0 0

...(3.21)

Penguatan Daya = G= GF =M

2

)

( ...(3.22)

Dari persamaan di atas, jelas terlihat bahwa besar gain suatu susunan antena tergantung pada jumlah elemen penyusun susunan antena tersebut.

3.8 Luas Daerah Jangkauan dan Kapasitas dengan Teknik SDMA

Keuntungan yang penting dari dari SDMA adalah perluasan daerah jangkauan. Perluasan daerah jangkauan memperbolehkan mobile untuk bergerak menjauhi base station tanpa meningkatkan daya pancar mobile atau daya downlink yang diperlukan dari pemancar base station.

Pertama sekali, kita harus mempertimbangkan terlebih dahulu vektor data, yaitu [16]: ) ( ) , ( ) ( )

(t s t a n t

u = θ φ + ...(3.23) dimana:

s(t) = sinyal yang dipancarkan

) , (θ φ


(66)

n(t) = noise pada masing-masing elemen antena

Dengan menggunakan persamaan:

p R

w= −1 ...(3.24) dimana:

R = matriks korelasai dari vektor data = E[uiuiH]

P = korelasi silang antara vektor data dan sinyal yang diinginkan

= E[uidk,i]

dapat ditemukan solusi optimal untuk vektor weight untuk mengekstrak s(t):

p R

w= −1

= (E[s(t)2]a(θ,φ)aH(θ,φ)+σn2I)−1E[s(t)2]a(θ,φ)...(3.25) Dengan bebearapa pengaturan dari persamaan di atas, diperoleh:

) ) , ( 1 )( , ( ] ) ( [ 2 2 w a a t s E w H n φ θ φ θ σ − = ...(3.26) maka sa(θ,φ) , dimana konstanta perbandingan tidak penting. Untuk kesederhanaan, kita mengatur:

) , (θ φ

a

w= ...(3.27) Kemudian keluaran dari antenna combiner (penggabung antena), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.15, adalah:

) ( )

(t w u t

z = H ...(3.28) = s(t)aH(θ,φ)a(θ,φ)+aH(θ,φ)n(t)


(67)

Gambar 3.15 Susunan Antena Linear dengan Jarak yang Sama

Daya dari komponen sinyal yang diinginkan z(t) adalah: ]

) (

[ 2

2

t s E M

Pz = ...(3.29) Daya dari komponen noise dari z(t) adalah:

)] , ( ) ( ) ( ) , (

[a θ φ n t n t aθ φ E

Nz = H H ...(3.30) = aH(θ,φ)E[n(t)nH(t)]a(θ,φ)

= a (θ,φ)σn2Ia(θ,φ) H

= σn2aH(θ,φ)a(θ,φ) = Mσn2


(68)

Oleh karena itu, signal to noise ratio dari z(t) adalah: 2 2 ] ) ( [ n z t s E M SNR σ = ...(3.31) Jika, daripada menggunakan susunan dari M elemen, hanya sinyal pada elemen tunggal, u0(t), yang digunakan, kemudian:

) ( ) ( ) (

0 t s t n t

u = + ...(3.32)

Signal to noise ratio dari u0(t) adalah:

2 2 ] ) ( [ n u t s E SNR σ = ...(3.33) Dengan membandingkan persamaan (3.31) dan persamaan (3.33), kita dapat melihat bahwa susunan dengan M elemen dapat memperoleh peningkatan SNR dari:

) log(

10 M

G = dB...(3.34) dalam Additive With Gausian Noise (AWGN) dengan tanpa ganguan atau multipath. Peningkatan signal to noise ratio dengan array ini relatif terhadap signal to noise

ratio pada elemen tunggal. Dengan semakin besarnya gain, akan memungkinkan

peningkatan pada luas daerah jangkauan dan kapasitas sistem komunikasi.

3.8.1 Luas Daerah Jangkauan

Dalam lingkungan propagasi yang homogen, jarak maksimum pancar-terima adalah sama pada semua arah azimuth dan daerah jangkauan diperoleh dari persamaan (2.13):

Lsel = 2,6 d2

dimana Lsel adalah wilayah cakupan dari sel dan d adalah jarak maksimum

pancar-terima. Ini adalah perkiraan kasar dari situasi dalam sebuah lingkungan nyata, dimana bentuk tanah, bangunan, pepohonan, dan lain-lain mempengaruhi propagasi.


(69)

Perkiraan hubungan antara wilayah cakupan dengan gain antena dapat diperoleh dengan menggunakan model exponential path loss yang sederhana, dimana daya pada penerima, Pr, adalah [17]:

γ −       = 0 0) ( d d d PL G G P

Pr t t r ...(3.35)

dimana:

Pt = daya pancar

Gt = gain antena pancar

Gr = gain antena terima

PL(d0) = free space path loss pada jarak d0 dari pemancar

d = jarak pancar-terima

γ = eksponen rugi-rugi lintasan, dimana bernilai antara 3 dan 4

Model di atas mengasumsikan bahwa d >> d0. Dari persamaan (3.26) kita

memperoleh: γ 1 0 0 ) (       = r r t t P d PL G G P d d ...(3.36)

dan dari persamaan (3.2), daerah jangkauan berubah-ubah sesuai dengan gain antena seperti dibawah:

γ

2

G

Lsel ∝ ...(3.37) Sehingga diperoleh luas daerah jangkauan dengan menggunakan teknik SDMA adalah: γ 2       = omni SDMA omni SDMA G G L L ...(3.38)


(70)

3.8.2 Kapasitas

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa jumlah elemen dalam suatu susnan memberi pengaruh yang signifikan terhadap gain. Pengaruh terhadap gain ini juga mempengaruhi besar kapasitas dari sistem komunikasi itu sendiri. Besar kapasitas ini dapat diperoleh dari [16]:

          = 0 ) ( N E R W G n F N b α ...(3.39)

dimana F(n) adalah faktor reuse sebagai fungsi dari eksponen rugi-rugi lintasan. Jika dibandingkan kapasitas antara sistem omnidirectional dengan sistem yang menggunakan 3 elemen susunan antena, maka diperoleh:

                    = 0 10 / 8 , 4 0 10 / 0 3 ) 10 )( ( : ) 10 )( ( : N E R W n F N E R W n F N N b b elemen omni α α                     = 0 0 ) 01 , 3 )( ( : ) 1 )( ( N E R W n F N E R W n F b b α α

= 1 : 3

Dari perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa besar kapasitas dari sistem dengan menggunakan teknik SDMA adalah:

array elemen jumlah

N


(71)

BAB IV

ANALISIS KAPASITAS DAN LUAS DAERAH JANGKAUAN SISTEM KOMUNIKASI CDMA MENGGUNAKAN TEKNIK SDMA

4.1 Pendahuluan

Sebuah sistem komunikasi yang baik adalah yang dapat menampung pengguna sebanyak mungkin dan melayani para pengguna tersebut dengan sebaik mungkin. Pada sistem komunikasi selular CDMA, para pengguna dapat menggunakan frekuensi dan waktu yang sama pula, tetapi dengan kode-kode yang berbeda.

4.2 Luas Jangkauan CDMA

Untuk menghitung luas jangkauan, terlebih dahulu dicari nilai pathloss maksimum untuk arah forward dari persamaan (2.8):

PLmax = (Tx power – Cable loss + GTx) – Rx sensitivity –

(Fading margin + Penetration loss) + GRx + GH

dimana [7]:

Cable loss = rugi-rugi pada kabel = 2 dB

GTx = gain antena pemancar = 15 dB

Rx sensitivity = sensitivitas antena penerima = -124 dBm

Fading margin = batas fading yang dapat ditoleransi = 5 dB

Penetration loss = rugi-rugi adanya halangan pada lintasan = 10 dB

GRx = gain antena penerima = 0 dB

GH = gain handoff = 4 dB


(72)

Paging = daya kanal paging = 0,52 Watt

Sync = daya kanal sync = 0,29 Watt

Traffic = daya kanal traffic = 2,19 Watt

Besarnya Tx power berdasarkan persamaan (2.9) adalah:

Tx power = Pilot + Paging + Sync + Traffic

= (2,89 + 0,52 + 0,29 + 2,19)Wwatt = 5,89 Watt

= 5890 mWatt Tx power[dBm] = 10 log 5890

= 37,7 dBm

Jadi, nilai path loss maksimum pada arah forward link adalah: PLmax = (37,7 – 2 + 15) – (-124) – (5 + 10) + 0 + 4

= 163,7 dB

Selanjutnya menghitung nilai radius sel dengan parameter-parameter sebagai berikut:

f = frekuensi yang digunakan = 800 MHz ht = tinggi antena pengirim = 60 m

hm = tinggi antena penerima = 1,5 m

a(hm) = faktor koreksi antena penerima

Dengan persamaan (2.11), diperoleh besarnya a(hm), yaitu:

a(hm) = (1,1 log (f) – 0,7) hm – (1,56 log (f) – 0,8)

= (1,1 log (800) – 0,7) (1,5) – (1,56 log (800) – 0,8) = (3,19 – 0,7) (1,5) – (4,52 – 0,8)


(73)

= 0,015

Berdasarkan persamaan (2.12), maka besarnya radius sel adalah:

) ( log 55 , 6 9 , 44 ) ( ) ( log 82 , 13 ) ( log 16 , 26 55 , 69 log t m t b h h a h f L d − + + − − = ) 60 ( log 55 , 6 9 , 44 015 , 0 ) 60 ( log 82 , 13 ) 800 ( log 16 , 26 55 , 69 7 , 163 log − + + − − = d 65 , 11 9 , 44 015 , 0 57 , 24 95 , 75 55 , 69 7 , 163 log − + + − − = d 29 , 1 25 , 33 785 , 42

logd = =

d = 101,29 km = 19,5 km

Setelah diperoleh nilai radius sel, maka luas daerah jangkauan dapat diketahui dengan menggunakan persamaan (2.13), yaitu:

Lsel = 2,6 d2

Lsel = 2,6 (19,5 km)2

= 988,65 km2

Sedangkan jumlah sel yang dibutuhkan untuk menjangkau seluruh area berdasarkan persamaan (2.14) adalah:

sel sel L Daerah Luas N = 65 , 988 78 , 180 . 3 = sel N

Nsel = 3,22 sel


(74)

Berdasarkan persamaan (3.29), maka luas daerah jangkauan CDMA dengan menggunakan teknik SDMA adalah:

γ 2       = omni SDMA omni SDMA G G L L dimana:

γ = pathloss komponen = 3

a) Dengan menggunakan 4 elemen array

3 2 15 02 , 21 65 , 988     = SDMA L

[ ]

0,67 40 , 1 65 , 988 = SDMA L

LSDMA = 1235,81 km2

Jumlah sel SDMA yang dibutuhkan adalah:

SDMA sel SDMA sel L daerah Luas N = 57 , 2 81 , 1235 78 , 180 . 3 = = SDMA sel N

Nsel SDMA = 3 sel SDMA

b) Dengan menggunakan 8 elemen array

3 2 15 03 , 24 65 , 988     = SDMA L

[ ]

0,67 60 , 1 65 , 988 = SDMA L

LSDMA = 1354,45 km2


(75)

SDMA sel SDMA sel L daerah Luas N = 35 , 2 45 , 1354 78 , 180 . 3 = = SDMA sel N

Nsel SDMA = 3 sel SDMA

c) Dengan menggunakan 12 elemen array

3 2 15 79 , 25 65 , 988     = SDMA L

[ ]

0,67 72 , 1 65 , 988 = SDMA L

LSDMA = 1423,66 km2

Jumlah sel SDMA yang dibutuhkan adalah:

SDMA sel SDMA sel L daerah Luas N = 23 , 2 1423,66 78 , 180 . 3 = = SDMA sel N

Nsel SDMA = 3 sel SDMA

d) Dengan menggunakan 16 elemen array

3 2 15 04 , 27 65 , 988     = SDMA L

[ ]

0,67 80 , 1 65 , 988 = SDMA L

LSDMA = 1463,20 km2


(1)

10. Stevanovic, Ivica, Anja Skrivervik, Juan R. M.2003. ”Smart Antenna Systems for Mobile Communications”. Ecole Polytechnique Federale De Lausanne. Swiss. halaman 4-7.

11. The International Engineering Consortium (IEC). “Smart Antenna

System”.

12. Rahman, Tharek Abd dan Razali Ngah.2008.”Smart Antenna Design”. Universitas Teknologi Malaysia. Malaysia. halaman 6-12.

13. Gerlich, N. dan Michael Tangeman.1995. “Towards a Channel Allocation Scheme for SDMA-based Mobile Communication System”. University of Wurzburg. Didownload Tanggal 14 April 2009.

14. Balanis, Constantine A.2005. “Antenna Theory: Analysis and Design”. John Wiley and Sons, Inc. New Jersey. USA. halaman 284-294, 310-317.

15. Nachwan, M. A.. “Susunan

Antena”.

16. Rappaport, Theodore S. dan Joseph C. L., Jr.1999. “Smart Antennas for Wireless Communications”. Prentice Hall, Inc. New Jersey. USA. halaman 131-133, 148.

17. Dietrich, Carl B.2000. “Adaptive Arrays and Diversity Antenna Configurations for Handheld Wireless Communication Terminals”. Blackburg. Virginia. USA. halaman 54-56.

18. Nachwan, M. A.. “Study Case: CDMA2000 1x Network

Planning”.


(2)

19. “Radiation Pattern Of Antenna

Array


(3)

LAMPIRAN A


(4)

LAMPIRAN B

Model Sistem SDMA

Gambar 1 Pengguna Tunggal

Gambar 2 Banyak Pengguna


(5)

LAMPIRAN C

Algoritma Least Mean-Square (LMS)

Algoritma LMS adalah algoritma adaptive yang paling banyak digunakan, dikarenakan kompleksitas perhitungannya yang rendah. Algoritma LMS mengubah vektor weight w sejalan dengan arah dari perkiraan gradien berdasarkan metode turunan negatif. Algoritma LMS memperbaharui vektor weight sesuai dengan:

wk + 1 = wk+ 2μxk(dk - xTkwk)

dimana: 0 < μ <

max 1 λ

Misalnya, untuk delapan elemen susunan antena isotropis dengan jarak antar elemen, d = 0,5 λ, diinginkan untuk menempatkan beam maksimum pada θ0 = 200

dan juga secara serentak menempatkan nol pada θ1 = 450. Maka, setelah 81 iterasi

diperoleh amplituda (w) dan phasa (β) seperti yang dinjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Amplituda (w) dan Phasa (β) dengan Menggunakan Algoritma LMS

Elemen LMS (i = 81)

w β (derajat)

1 1,0000 -11,62

2 0,8982 -57,05

3 1,1384 -109,98

4 1,3760 -178,77

5 1,3760 -252,21

6 1,1384 -321,01

7 0,8982 -373,94


(6)

Gambar 1 Pola Ternormalisasi Delapan Elemen Susunan Linear Antena Isotropis