Yogyakarta Chihou No Gaiyou

(1)

YOGYAKARTA CHIHOU NO GAIYOU

KERTAS KARYA Dikerjakan

O L E H

NOVA VANNESIA BR KARO SEKALI NIM 062203033

Pembimbing Pembaca

Drs.Zulnaidi,SS., M.Hum Rani Arfianty,SS

NIP.1967 0807 200401 1001 NIP.19761110 200501 2002

Kertas karya ini diajukan kepada panitia ujian pendidikan Non-Gelar Fakultas Sastra USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA

BIDANG STUDI BAHASA JEPANG MEDAN


(2)

YOGYAKARTA CHIHOU NO GAIYOU

KERTAS KARYA Dikerjakan

O L E H

NOVA VANNESIA BR KARO SEKALI NIM 062203033

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA

BIDANG STUDI BAHASA JEPANG MEDAN


(3)

Disetujui Oleh

:

Program Diploma Bahasa Jepang Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Studi D3 Bahasa Jepang

Ketua,

Adriana Hasibuan S.S, M,Hum NIP. 19620727 198703 2 005


(4)

PENGESAHAAN

Diterima Oleh :

Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, untuk Melengkapi salah satu syarat Ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang

Pada : Tanggal : Hari :

Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 19650909 199403 1 004 Prof. Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D.

Panitia :

No Nama Tanda Tangan

1. Adriana Hasibuan S.S, M.Hum ( ) 2. Drs.Julnaidi,M.Hum ( ) 3. Adriana Hasibuan S.S,M.Hum ( )


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan YME karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini, sebagai syarat untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Kertas Karya ini berjudul “UPACARA LABUHAN YOGYAKARTA”.

Penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam kertas karya ini masih jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun penulisan. Demi kesempurnaan, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kearah perbaikan.

Dalam kertas karya ini penulils telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof.Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum selaku Ketua Jurusan Program Studi Bahasa Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Zulnaidi S.S M .Hum, selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas telah meluangkan waktu untuk untuk memberikan bimbingan dan juga arahan kepada penulis, sampai kertas karya ini dapat diselesaikan.

4. Bapak Drs. Rani SS selaku dosen pembaca.

5. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang ,MS,.Ph.D selaku dosen wali.

6. Seluruh Staf pengajar pada Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.


(6)

7. Bapak aminulah Sihombing, yang selama ini bersedia membantu penulis dalam masa kuliah dan bersedia mendengar keluh kesah penulis dan memberikan motivasi kepada penulis. Thank’s ya sensei ku yang baek.

8. Teristimewa kepada keluarga besar penulis, Ayahanda Pengadilen Karo Sekali dan Ibunda Renda br Ginting. Anak ku yang paling mama sayangi Lukas Patulus Sihombing, Kepada Kakak ku Maria Eva Nora, Iin Okri Sari, Betty Theresia, Seprina, Juga kepada adik tercinta Deni adinata. Terima kasih atas semua dukungannya dan doa yang telah dipanjatkan , sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.

9. Tidak lupa penulis juga ingin mengungkapkan banyak rasa terima kasih buat teman- teman terkasih buat Herman Simanjuntak, Jukli J Simatupang, Indra Nainggolan, Togi P R Sinaga, Juandi Sianipar, Oki B Sinuraya, Dian sari, Evalina Br Tarigan, Tiranika Bangun yang selalu mensuport penulis selama ini dalam membantu penyelesaian tugas akhir, two tumbs four you sizta. Thanks for every thing. Love You Guy’s

Akhir kata penulis memohon maaf kepada para pembaca atas segala kesalahan ataupun kekurangan dalam pengerjaan kertas karya ini, karena kesempurnaan hanyalah milik Tuhan.

GOD BLESS YOU ALL

Medan, Juni 2009 Penulis

NOVA VANNESIA BR KARO NIM. 062203033


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………...i

DAFTAR ISI………...iii

BAB I PENDAHULUAN………...………...1

1.1 Alasan Pemilihan Judul………..1

1.2 Batasan Masalah……….…....2

1.3 Tujuan Penulisan……….…...2

1.4 Metode Penelitian……….…..2

BAB II GAMBARAN UMUM ……….3

2.1 Lokasi………...………..3

2.2 Penduduk……….………...3

2.3 Agama……….…...4

2.4 Mata Pencaharian………...……....…4

BAB III UPACARA LABUHAN DI YOGYAKARTA………...5

3.1 Tahap Persiapan……….………...…….…...5

3.2 Tahap Pelaksanaan………..……….……..7

3.3 Tahap Akhir Upacara………...12

BAB IV PENUTUP………...14

4.1 Kesimpulan………...14

4.2 Saran………...14


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Alasan Pemilihan Judul

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, di dalamnya memiliki keragaman budaya yang mencerminkan kekayaan bangsa yang luar biasa. Salah satu unsur kebudayaan yang masih hidup dan dihayati oleh masyarakat disetiap suku-suku bangsa adalah kepercayaan masyarakat. Salah satunya kepercayaan yaitu upacara ritual di kraton Yogyakarta, di dalam upacara ritual itu ada menyelenggarakan upacara labuhan yang diselenggarakan serangkaian dengan upacara selamatan Sugengan Tingalan Dalem, yaitu upacara selamatan untuk memperingati hari penobatan sultan sebagai raja di kraton Yogyakarta. Upacara labuhan dilaksanakan oleh kraton Yogyakarta sejak berdirinya kraton kesultanan Yogyakarta, upacara labuhan di kraton Yogyakarta dilaksanakan setiap tahun, yaitu satu hari setelah peringatan ‘Jumeneng Dalem’ (penobatan Raja yang berkuasa), yang disebut tingalan dalem.

Dengan keterangan di atas maka penulis memilih judul upacara labuhan. Penulis memilih judul ini tujuan nya adalah untuk memperkenalkan lebih jauh tentang upacara labuhan di Yogyakarta, agar masyarakat dapat memahami tahap-tahap yang dilakukan dalam melaksanakan upacara tersebut. Juga memahami tujuan dilaksanakannya upacara labuhan di Yogyakarta. Agar masyarakat lebih mengenal tentang budaya-budaya yang ada di Negara kita Indonesia.


(9)

1.2Batasan Masalah

Dalam penulisan kertas karya ini, penulis hanya membahas salah satu upacara di Yogyakarta, yaitu tentang upacara labuhan yang diadakan di beberapa tempat di Yogyakarta. Serta mengupas dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan tahap akhir upacara. Dan menjelaskan masing-masing tahap tersebut.

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan pada upacara labuhan Yogyakarta adalah:

1. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai upacara labuhan serta perlengkapannya yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan.

2. Agar masyarakat mengetahui bahwa upacara labuhan merupakan salah satu Upacara ritual yang diakui dan didukung keberadaannya.

1.4Metode Penulisan

Dalam Penulisan Kertas Karya ini, penulis menggunakan metode studi pusataka, yaitu metode pengumpulan data, situs internet, yang berkaitan dengan permasalahan yang akan penulis bahas dalam kertas karya ini. Data-data tersebut kemudian dirangkum menjadi kertas karya.


(10)

BAB II

GAMBARAN UMUM

2.1 Lokasi

Secara morfologis kata ”kraton” terbentuk dari kata ratu dengan mendapat awalan ka dan akhiran an, (ke-ratu-an)yang kemudian luluh menjadi Kraton yang berarti tempat tinggal raja.

Di Yogyakarta ada dua buah tempat tinggal raja yang disebut dengan Kraton Kesultanan dan Pura Pakualam.Secara administratif, Kraton Yogyakarta termasuk wilayah kelurahan Suryaputran, Kecamatan Kraton, Kotamadya Yogyakarta, Propinsi daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah Kecamatan Kraton dikelilingi tembok yang di sebut benteng, yang ada di hulu dipergunakan sebagai benteng pertahanan bagi Kraton Yogyakarta. Oleh karena itu wilayah Kecamatan Kraton sering disebut dengan istilah jero benteng, maksudnya daerah yang terletak di dalam benteng kraton.

2.2 Penduduk

Jumlah penduduk pada Kecamatan Kraton sebanyak 19.741 jiwa/km2 (Tahun 1984). Di wilayah Kraton dan sekitarnya tidak terdapat keturunan warga Negara asing seperti warga keturunan Cina. Hal ini disebabkan karena adanya larangan orang yang bukan penduduk asli (pribumi) untuk menetap di sana.


(11)

2.3 Agama

Dalam Masyarakat tradisional terdapat pola berfikir bahwa segala sesuatu selalu dikaitkan dengan kekuatan gaib yang dianggap ada di alam semesta dan di sekitar tempat tinngal manusia. Pola berfikir demikian ini selalu mengaitkan peristiwa-peristiwa hidup tertentu dengan kejadian-kejadian kodrati yang terdapat di alam semesta. Terhadap alam semesta ini manusia bersikap lemah dan tak kuasa berbuat sesuatu. Begitu pula halnya dengan masyarakat Jawa, khususnya di Kraton Yogyakarta.

Sebagaimana halnya masyarakat Jawa pada umumnya, di Kraton Yogyakarta juga tampak adanya sistem kepercayaan terhadap benda-benda tertentu yang dianggap mengandung kekuatan gaib dan kepercayaan terhadap roh atau arwah orang yang sudah meninggal di anggap masih berada disekitar dan mempengaruhi hidup manusia, yang dalam ilmu antropologi disebut kepercayaan animisme. Oleh karena itulah sampai saat ini di Kraton Yogyakarta masih selalu diselenggarakan berbagai macam upacara ritual.

2.4 Mata Pencaharian

Pada umumnya mata pencaharian penduduk terdiri atas: industri kerajinan, petani, peternak, pedagang, pegawai negeri dan ABRI. Yang bekerja sebagai pedagang menjual berbagai barang seperti: kain batik, souvenir dan lain-lain. Di bidang industri meliputi karajinan emas, perak, alat dapur. Yang bekerja sebagai pengrajin meliputi: kerajinan anyaman meubel dan lain-lain.


(12)

BAB III

UPACARA LABUHAN DI YOGYAKARTA

3.1Tahap Persiapan 1. Persiapan

Upacara labuhan adalah merupakan kegiatan rutin yang setiap tahun selalu diselanggarakan oleh Keraton Yogyakarta. Upacara tersebut melibatkan banyak pihak. Dalam persiapan Non fisik Orang-orang yang terlibat dalam upacara tersebut harus mensucikan diri dengan puasa dan siraman jamas. Sedangkan dalam persiapan fisik, baik pihak kraton Yogyakarta, maupun pihak lain yang terlibat, mempersiapkan sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam penyelenggaraan upacara labuhan tersebut.

Persiapan yang dilakukan oleh pihak luar kraton seperti Pemerintahan daerah yaitu lokasi labuhan, yaitu untuk labuhan alit, di kabupaten bantul Propinsi DIY Kabupaten Bantul membawahi lokasi labuhan untuk parang kusuma. Kabupaten Sleman membawahi lokasi labuhan untuk Gunung Merapi. Kabupaten Karanganyar membawahi lokasi labuhan untuk Gunung Lawu, dan Kabupaten Wonogiri membawahi lokasi labuhan untuk Dlepih Kahayangan.

Selain sarana dan prasarana yang di persiapkan Pemerintah daerah, juru kunci tempat penyelenggaraan tempat upacara labuhan juga menyediakan sarana dan prasarana tertentu, Seperti persiapan upacara labuhan di parang kusuma, di gunung merapi, gunung lawu, persiapan oleh juru kunci parang kusuma.


(13)

2. Penyiapan Benda – Benda Labuhan

Penyiapan benda-benda labuhan sudah dilakukan sejak dua hari sebelum pemberangkatan, yaitu bersamaan dengan hari penggorengan apem yang dipergunakan untuk selamatan Sugengan Tinggalan Dalem Jumenengan maupun untuk perlengkapan benda labuhan. Penyiapan benda-benda labuhan dilakukan di Bangsal manis dengan di pimpin oleh Pengegen II (ketua II) Widyabudaya.

Pada hari itu, sekitar pukul 10.00 WIB ketua II KHP Widyabudaya menerima penyerahan benda-benda labuhan yang berasal dari KHP Widyabudaya, Keputaren Dan Bangsal Pengapit. Barang-barang yang berasal dari KHP Widyabudaya adalah panjenengan dalem yang telah dibungkus kain putih dan dipayungi dan sejumlah kain batik yang berwujud kain lebar maupun semekan. Barang-barang yang berasal dari Bangsal Pengapit berupa dua karung layon sekar dan sebuah petadhahan yang berisi layon sekar khusus dari pusaka Kanjeng Kyai Ageng Pleret. Adapun barang-barang yang berasal dari keputaren berupa sebuah karung berisi pakaian bekas milik Sri Sultan yang dikumpulkan selama satu tahun.

Barang-barang tersebut lalu dikelompokkan menurut likasi labuhan, yaitu jika labuhan alit dikelompokkan menjadi tiga lokasi, sedangkan jika labuhan ageng dikelompokkan menjadi empat lokasi. Masing-masing kelompok diletakkan pada ancak yang sudah disediakan. Sebelum diisi, ancak-ancak tersebut terlebuh dahulu dilapisi dengan kertas warna putih. Barang-barang yang berwujud kain dikelompokkan sesuai dengan ketentuan.


(14)

Jika labuhan ageng dikelompokkan menjadi 5 ancak, sedangkan jika labuhan alit dikelompokkan menjadi 4 ancak. Pembagian tersebut untuk labuhan parang kusuma 2 ancak, untuk Gunug Merapi Gunung Lawu, maupun Dlepih masing-masing 1 ancak. Pada masing-masing ancak ditambah 1buah kantong berisi kemenyan, ratus, campuran dari berbagai minyak, param, dan sebuah amplop berisi uang tindhi.

3.2 Tahap Pelaksanaan

Pada pagi harinya, yaitu tanggal 29 Rajab, bertepatan dengan hari peringatan penobatan (Tinggalan Dalem Jumenengan), benda labuhan di tambah lagi 2 ancak berisi masing-masing 5 buah apem mustoko yang di ambil dari bagian atas (Kepala dan Pundak) tatanan apem mustoko yang menggambarkan tubuh sri sultan.

Tepat pukul 10.00WIB, bertepatan dengan dilaksanakannya sugengan plataran, benda-benda labuhan di pindahkan dari Bangsal Prabayayeksa ke Bangsal Kencana. Peminmdahan Tersebut dilakukan oleh para abdi dalem keparak, yang diawali oleh abdi dalem yang membawa api pedupaan (kutung). Dibelakangnya menyusul abdi dalem yang membawa panjenengan dalem. Selanjutnya menyusul para pembawa benda-benda labuhan lainya. Selama perjalanan panjenengan dalem selalu di payungi. Dan selama di Bangsal Kencana panjenengan dalem tetap dalam posisi berdiri dipegang oleh seorang abdi dalem keparak.

Pemberangkatan benda-benda labuhan dari kraton Yogyakarta ke lokasi labuhan pada keesokan harinya,


(15)

yaitu tanggal 30 rajab (suatu hari sesudah peringatan hari penibatan) pukul 08.00WIB, benda-benda labuhan tersebut di berangkatkan dari kraton Yogyakarta menuju masing-masing lokasi labuhan. Benda-benda tersebut diangkut oleh dua buah mobil. Mobil yang satu mengangkut benda-benda labuhan untuk parangkusuma dan gunung merapi, khusus untuk lokasi parang kusuma jumlah benda labuhannya paling banyak, yaitu disamping dua ancak pakaian masih ditambah barang-barang lain. Setelah selesai dikelompok-kelompokkan benda-benda labuhan tersebut kemudian di pindahkan ke Prabayeksa, dilakukan oleh para abdi dalem keparak.

Pemindahan benda-benda labuhan dari bangsal manis ke prabayeksa ini di dahului oleh abdi dalem keprak yang membawa api pedupaan. Kemudian di belakangnya menyusul para pembawa benda-benda labuhan yang lain selama perjalanan panjenengan dalem selalu di payungi.

Pada sore harinya di Bangsal Prabayeksa diberi sesaji berupa perlengkapan menda kendhit pleret. Sesaji tersebut baru di ambil keesokan harinya, yaitu tanggal 31 Rajab pada saat menjelang pelaksanaan upacara selamatan Sugengan Plataran dalam rangka sugengan tinggalan dalem jumenengan.

Setelah pembacaan doa dalam rangka Sugengan Plataran berakhir, benda-benda labuhan yang berada di Bangsal Kencana dipindahkan ke Bangsal Srimaganti. Pemindahan ini dilakukan oleh abdi dalem pamethakan reh pangulon. Iring-iring pemindahan benda-benda labuhan dari bangsal kencana ke Bangsal Srimangnti ini didahului oleh seorang abdi dalem yang membawa api pedupaan (kutug).


(16)

Kemudian dibelakangnya berjalan abdi dalem yang membawa panjenengan dalem, baru kemudian diikuti oleh para pembawa benda-benda labuhan yang lain. Selama perjalanan tersebut panjenengan dalem dalam posisi berdiri dan terus dipayungi.

Di Bangsal Srimanganti benda-benda tersebut di tata di atas meja. Setelah semua benda labuhan tiba di bangsal Srimanganti, Panjenengan dibawa masuk kembali ke kraton untuk disimpan di Widyabudaya. Dalam perjalanan masuk ini panjenengan dalem juga tetap di payungi. Panjenengan dalem ini kelak akan dipotong-potong untuk dibagi-bagikan, tetapi waktunya menunggu jika kesibukannya telah selesai.

Sesaat setelah benda-benda labuhannya tiba di Srimanganti, benda-benda itu lalu di atur oleh abdi dalem dari Widyabudaya. Disini benda-benda tersebut yang semula diletakkan di dalam ancak lalu dimasukkan kedalam peti untuk masing-masing lokasi labuhan disediakan peti khusus. Untuk labuhan di parang kusuma disediakan dua buah peti, yaitu satu peti untuk pajengan (untuk persembahan kepada Nyai Riya Kidul). Untuk Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan Delphi (jika bertepatan dengan labuhan ageng) masing-masing satu peti. Khusus untuk parang kusuma, disamping dua buah peti masih di tambah beberapa ancak dan satu buah kotak tilam, lengkap dengan petadhahan-nya.

Sebelum benda-benda tersebut dimasukkan ke dalam peti, terlebih dahulu pada dasar peti ditaburkan bunga sritaman (terdiri aneka bunga). setelah barangnya dimasukkan, pada bagian atas barang juga di taburi bunga sritaman. Masing-masing peti disamping diisi barang-barang sesuai dengan catatan masih ditambah lagi dengan kantong kecil yang berisikan kemenyan, ratus.


(17)

Campuran dari berbagai minyak, param, dan sebuah amplop berisikan uang tindih. Untuk parangkusuma : 1 peti untuk pajeng,1 peti untuk pendherek,1 kotak tilam sapetadhahanipun,1 ancak berisi sekarung pakaian bekas Sri Sultan, 2 buah ancak masing-masing berisi sekarung layon sekar. Untuk gunung merapi : 1 peti. Untuk gunung lawu : 1peti. Untuk gunung delpih : 1 peti Apem mustoko yang dibawa ke Bangsal Srimanganti disediakan untuk oleh-oleh para bupati yang membawahi wilayah lokasi labuhan, serta untuk supir dan kernet yang membawa benda labuhan. Di Bangsal Srimanganti pakaian bekas milik sri sultan yang berupa dhestar dan sehelai kain dikeluarkan dari kotak tilam, lalu di pindahkan kesebuah ancak. Dengan demikian, setelah diatur wujud barang labuhan itu adalah sebagai berikut:

Mobil yang mengangkut benda labuhan untuk Parangkusuma dan Gunung Merapi. Terlebih dahulu menyerahkan benda-benda labuhan yang untuk Parangkusuma, Untuk labuhan di Parangkusuma Penyerahan benda-benda labuhan dari Kraton Yogyakarta di lakukan di Kecamatan Pleret, di terima oleh Bupati Bantul. Selanjutnya benda-benda labuhan tersebut diserahkan kepada Juru Kunci Parangkusuma untuk dibusanami dan kemudian dilabuh di Pantai Parangkesuma. Baru kemudian menyerahkan benda labuhan yang untuk Gunung Merapi, Untuk Labuhan di Gunung Merapi penyerahan benda-benda labuhan dari Kraton Yogyakarta dilakukan di Kecamatan Depok, di terima oleh Bupati Sleman. Selanjutnya oleh Bupati Sleman benda-benda labuhan tersebut di serahkan kepada Camat Cangkringan, yang kemudian diserahkan kepada juru kunci Gunung Merapi untuk dilabuh.


(18)

Sedangkan mobil yang mengangkut benda untuk labuhan Gunung Lawu, untuk labuhan Gunung Lawu penyerahan benda-benda labuhan dari Kraton Yogyakarta dilakukan di kantor Kabupaten Karanganyar, diterima oleh Bupati setempat. Kemudian dari Kantor Kabupaten Karanganyar utusan dari Kraton Yogyakarta dan utusan dari Kabupaten Karanganyar menuju ke Tawamangun, dengan terlebih dahulu singgah di Kecamatan Tawamangun dan Kelurahan Tawamangun, baru kemudian bersama Camat dan Lurah Tawamangun menuju ke rumah petugas yang akan melaksanakan upacara labuhan tersebut. dan delpih, terlebih dahulu menyerahkan benda labuhan yang untuk Gunung Lawu, Baru kemudian menyerahkan untuk delpih. Sedangkan untuk labuhan yang di Delpih penyerahan benda-benda labuhan dari Kraton Yogyakarta dilakukan di Kecamatan Tirtamaya, diterima oleh Bupati Wonogiri, dengan disaksikan Camat Tirtamaya dan stafnya. Selanjutnya benda-benda labuhan tersebut diserahkan kepada Juru Kunci Dlepih untuk di labuh.

Setelah benda-benda labuhan diserah-terimakan kepada Pemerintah Daerah yang membawahi lokasi labuhan, para utusan yang membawa benda-benda labuhan kembali ke Kraton. Adapun yang melaksanakan upacara labuhan adalah abdi dalem Juru Kunci yang bertugas di masing-masing lokai labuhan tersebut. Waktu pelaksanaan labuhan di masing-masing lokasi tidak sama.


(19)

3.3 Tahap Akhir Upacara

Tahap akhir upacara labuhan di Parangkesuma, setelah Juru Kunci selasai mengucapkan doa-doa Ancak-ancak tersebut satu persatu mulai diangkat untuk dimasukkan ke laut.

Mula-mula yang diangkat terlebih dahulu adalah ancak untuk pajengan, sesudah itu baru ancak yang lain, begitu tiba di laut, ancak tersebut langsung diperebutkan pengunjung. Sebagian Masyarakat mengganggap bahwa benda-benda labuhan mempunyai kekuatan magis, oleh karena itu mereka berusaha mendapatkanya. Dengan berakhirnya membawa ancak-ancak kelaut maka berakhir pula upacara labuhan di Parangkesuma.

Tahap akhir upacara labuhan di Gunung Merapi, pada waktu Juru Kunci mengucapkan ujub dan doa semua yang hadir mengikuti dengan hitdmad.

Sesudah itu sajian di bagika kepada hadirin, sedangkan barang-barang labuhan yang semula direntang lalu diambil dan dimasukkan peti untuk dibawa kembali kerumah juru kunci. Dalam perjalanan pulang peti yang berisi benda-benda labuhan sudah tidak dipayungi lagi. Dengan kembalinya rombongan tersebut, maka berakhirlah sudah upacara labuhan di Gunung Merapi.

Tahap akhir Upacara labuhan di gunung Lawu, sajian selamatan di Arga Dalem, setelah selesai selametan, barang-barang labuhan dimasukkan kembali kedalam peti, kemudian rombongan turun dari Gunung Lawu. Dengan demikian upacara labuhan di Gunung Lawu pun selesai.


(20)

Tahap akhir upacara di Dlepih, sesudah mengucapkan ujub, juru kunci lalu memberi bunga, dan barang labuhan diambil lagi untuk dimasukkan kedalam peti kembali. sSelanjutnya rombongan menuju kedhung Pasiraman. Disini membakar kemenyan lagi. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Sela Gilang, sampai disini juga membakar kemenyan. Dari Sela Gilang rombongan kembali ke sanggar untuk penyimpanan barang-barang labuhan tersebut. Dengan demikian, selesai pelaksanaan upacara labuhan di Dlepih.


(21)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Upacara labuhan dilaksanakan oleh kraton Yogyakarta sejak berdirinya kraton Kesultanan Yogyakarta, yaitu sejak masa pemerintahan. Sejak masa pemerintahan upacara labuhan di kraton Yogyakarta dilaksanakan setiap setahun.

2. Upacara labuhan merupakan kegiatan rutin yang setiap tahun selalu di selenggarakan oleh kraton Yogyakarta. Upacara tersebut melibatkan banyak pihak, kabupaten bantul membawahi lokasi untuk Parangkusuma, kabupaten Sleman membawahi lokasi labuhan untuk Gunung Merapi, kabupaten Karang Anyar membawahi lokasi labuhan untuk Gunung Lawu, dan kabupaten Wonogiri membawahi lokasi labuhan untuk Dlepih Khayangan.

4.2 Saran

1. Diharapkan kepada masyarakat, supaya dapat lebih mengembangkan upacara adat di Indonesia.

2. Untuk melestarikan budaya khususnya upacara labuhan perlu diadakan pengenalan lebih kepada msyarakat melalui buku atau media lainnya.


(22)

DAFTAR PUSTAKA

Larkin, H.j., Upacara Kraton Di Yogytakarta, 1990.

Yogyakarta : Penerbit Bahterai.

www Geogle.com Tentang Upacara Labuhan Di Yogyakarta.


(1)

Campuran dari berbagai minyak, param, dan sebuah amplop berisikan uang tindih. Untuk parangkusuma : 1 peti untuk pajeng,1 peti untuk pendherek,1 kotak tilam sapetadhahanipun,1 ancak berisi sekarung pakaian bekas Sri Sultan, 2 buah ancak masing-masing berisi sekarung layon sekar. Untuk gunung merapi : 1 peti. Untuk gunung lawu : 1peti. Untuk gunung delpih : 1 peti Apem mustoko yang dibawa ke Bangsal Srimanganti disediakan untuk oleh-oleh para bupati yang membawahi wilayah lokasi labuhan, serta untuk supir dan kernet yang membawa benda labuhan. Di Bangsal Srimanganti pakaian bekas milik sri sultan yang berupa dhestar dan sehelai kain dikeluarkan dari kotak tilam, lalu di pindahkan kesebuah ancak. Dengan demikian, setelah diatur wujud barang labuhan itu adalah sebagai berikut:

Mobil yang mengangkut benda labuhan untuk Parangkusuma dan Gunung Merapi. Terlebih dahulu menyerahkan benda-benda labuhan yang untuk Parangkusuma, Untuk labuhan di Parangkusuma Penyerahan benda-benda labuhan dari Kraton Yogyakarta di lakukan di Kecamatan Pleret, di terima oleh Bupati Bantul. Selanjutnya benda-benda labuhan tersebut diserahkan kepada Juru Kunci Parangkusuma untuk dibusanami dan kemudian dilabuh di Pantai Parangkesuma. Baru kemudian menyerahkan benda labuhan yang untuk Gunung Merapi, Untuk Labuhan di Gunung Merapi penyerahan benda-benda labuhan dari Kraton Yogyakarta dilakukan di Kecamatan Depok, di terima oleh Bupati Sleman. Selanjutnya oleh Bupati Sleman benda-benda labuhan tersebut di serahkan kepada Camat Cangkringan, yang kemudian diserahkan kepada juru kunci Gunung Merapi untuk dilabuh.

10


(2)

Sedangkan mobil yang mengangkut benda untuk labuhan Gunung Lawu, untuk labuhan Gunung Lawu penyerahan benda-benda labuhan dari Kraton Yogyakarta dilakukan di kantor Kabupaten Karanganyar, diterima oleh Bupati setempat. Kemudian dari Kantor Kabupaten Karanganyar utusan dari Kraton Yogyakarta dan utusan dari Kabupaten Karanganyar menuju ke Tawamangun, dengan terlebih dahulu singgah di Kecamatan Tawamangun dan Kelurahan Tawamangun, baru kemudian bersama Camat dan Lurah Tawamangun menuju ke rumah petugas yang akan melaksanakan upacara labuhan tersebut. dan delpih, terlebih dahulu menyerahkan benda labuhan yang untuk Gunung Lawu, Baru kemudian menyerahkan untuk delpih. Sedangkan untuk labuhan yang di Delpih penyerahan benda-benda labuhan dari Kraton Yogyakarta dilakukan di Kecamatan Tirtamaya, diterima oleh Bupati Wonogiri, dengan disaksikan Camat Tirtamaya dan stafnya. Selanjutnya benda-benda labuhan tersebut diserahkan kepada Juru Kunci Dlepih untuk di labuh.

Setelah benda-benda labuhan diserah-terimakan kepada Pemerintah Daerah yang membawahi lokasi labuhan, para utusan yang membawa benda-benda labuhan kembali ke Kraton. Adapun yang melaksanakan upacara labuhan adalah abdi dalem Juru Kunci yang bertugas di masing-masing lokai labuhan tersebut. Waktu pelaksanaan labuhan di masing-masing lokasi tidak sama.


(3)

3.3 Tahap Akhir Upacara

Tahap akhir upacara labuhan di Parangkesuma, setelah Juru Kunci selasai mengucapkan doa-doa Ancak-ancak tersebut satu persatu mulai diangkat untuk dimasukkan ke laut.

Mula-mula yang diangkat terlebih dahulu adalah ancak untuk pajengan, sesudah itu baru ancak yang lain, begitu tiba di laut, ancak tersebut langsung diperebutkan pengunjung. Sebagian Masyarakat mengganggap bahwa benda-benda labuhan mempunyai kekuatan magis, oleh karena itu mereka berusaha mendapatkanya. Dengan berakhirnya membawa ancak-ancak kelaut maka berakhir pula upacara labuhan di Parangkesuma.

Tahap akhir upacara labuhan di Gunung Merapi, pada waktu Juru Kunci mengucapkan ujub dan doa semua yang hadir mengikuti dengan hitdmad.

Sesudah itu sajian di bagika kepada hadirin, sedangkan barang-barang labuhan yang semula direntang lalu diambil dan dimasukkan peti untuk dibawa kembali kerumah juru kunci. Dalam perjalanan pulang peti yang berisi benda-benda labuhan sudah tidak dipayungi lagi. Dengan kembalinya rombongan tersebut, maka berakhirlah sudah upacara labuhan di Gunung Merapi.

Tahap akhir Upacara labuhan di gunung Lawu, sajian selamatan di Arga Dalem, setelah selesai selametan, barang-barang labuhan dimasukkan kembali kedalam peti, kemudian rombongan turun dari Gunung Lawu. Dengan demikian upacara labuhan di Gunung Lawu pun selesai.

12


(4)

Tahap akhir upacara di Dlepih, sesudah mengucapkan ujub, juru kunci lalu memberi bunga, dan barang labuhan diambil lagi untuk dimasukkan kedalam peti kembali. sSelanjutnya rombongan menuju kedhung Pasiraman. Disini membakar kemenyan lagi. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Sela Gilang, sampai disini juga membakar kemenyan. Dari Sela Gilang rombongan kembali ke sanggar untuk penyimpanan barang-barang labuhan tersebut. Dengan demikian, selesai pelaksanaan upacara labuhan di Dlepih.


(5)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Upacara labuhan dilaksanakan oleh kraton Yogyakarta sejak berdirinya kraton Kesultanan Yogyakarta, yaitu sejak masa pemerintahan. Sejak masa pemerintahan upacara labuhan di kraton Yogyakarta dilaksanakan setiap setahun.

2. Upacara labuhan merupakan kegiatan rutin yang setiap tahun selalu di selenggarakan oleh kraton Yogyakarta. Upacara tersebut melibatkan banyak pihak, kabupaten bantul membawahi lokasi untuk Parangkusuma, kabupaten Sleman membawahi lokasi labuhan untuk Gunung Merapi, kabupaten Karang Anyar membawahi lokasi labuhan untuk Gunung Lawu, dan kabupaten Wonogiri membawahi lokasi labuhan untuk Dlepih Khayangan.

4.2 Saran

1. Diharapkan kepada masyarakat, supaya dapat lebih mengembangkan upacara adat di Indonesia.

2. Untuk melestarikan budaya khususnya upacara labuhan perlu diadakan pengenalan lebih kepada msyarakat melalui buku atau media lainnya.

14


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Larkin, H.j., Upacara Kraton Di Yogytakarta, 1990.

Yogyakarta : Penerbit Bahterai.

www Geogle.com Tentang Upacara Labuhan Di Yogyakarta.