5
Oleh  karena  itu,  dalam  penelitian  ini  diharapkan  kita  dapat  mengetahui jenis  pola  hubungan  interpersonal  yang  seperti  apa  sehingga  menimbulkan
sebuah  konflik  yang  terjadi  pada  paguyuban  Kakang  Mbakyu  Kota  Malang ini.  Peneliti  menjadi  tertarik  untuk  dapat  meneliti  fenomena  konflik  yang
sering  terjadi  dalam  organisasi  ini.  Selain  itu,  peneliti  juga  dapat  menarik kesimpulan,  bahwa  dimana  ada  beberapa  pihak  yang  lebih  sering  menjadi
pencipta  konflik.  Sehingga  peneliti  tertarik  untuk  dapat  meneliti  fenomena tersebut,  disamping  itu  hasil  dari  pembuatan  penelitian  ini  dapat  menjadi
rekomendasi  tentang  sistem  penilaian  atau  penyeleksian  pemilihan  Kakang Mbakyu  kota  Malang  selanjutnya  serta  untuk  evaluasi  kinerja  tahun
kepungurusan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Dari  latar  belakang  diatas,  maka  rumusan  masalahnya  yang  diajukan adalah : Bagaimanakah pola hubungan interpersonal dapat membentuk suatu
konflik di dalam  sebuah  Paguyuban  Kakang  Mbakyu  Kota  Malang angkatan 2009 dalam kasus penyelesaian tanggung jawab pembagian tugas kepanitiaan
pemilihan Kakang Mbakyu 2010?
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan  rumusan  masalah  yang  peneliti  angkat,  maka  tujuan penelitian  ini  adalah:  Untuk  mengetahui  pola  hubungan  interpersonal  dalam
membentuk  sebuah  konflik  di  Paguyuban  Kakang  Mbakyu  Kota  Malang angkatan  2009  dalam  kasus  penyelesaian  tanggung  jawab  pembagian  tugas
kepanitiaan pemilihan Kakang Mbakyu 2010 .
6
D. Manfaat Penelitian
D.1. Manfaat Akademis
Penelitian  ini  diharapkan  dapat  memberikan  motivasi  maupun pengetahuan bagi para pembaca untuk  lebih memperhatikan  konflik  yang ada
di  sekitar  kita.  Selain  itu,  peneliti  berharap  hasil  dari  penelitian  ini  dapat menjadi  pegangan  bagi  para  peneliti  lain  yang  akan  melakukan  penelitian
yang sama di kemudian hari. Dan yang terakhir, hasil dari penelitian ini dapat menambah  referensi  bagi  mahasiswa  ilmu  komunikasi  Universitas
Muhammadiyah Malang.
D.2. Manfaat Praktis
Dengan  adanya  penelitian  ini,  maka  kita  dapat  memahami  bagaimana konsep untuk memanajemen  konflik  yang ada di paguyuban kakang mbakyu.
Selain  itu  penelitian  ini  juga  berguna  khusus  untuk  Paguyuban  Kakang Mbakyu  Kota  Malang  itu  sendiri  supaya  lebih  maju  ke  depannya  dan
mengevaluasi  kinerja  tahun  kepengurusan  2009.  Dengan  memahami  pola hubungan  ini,  maka  hasil  penelitian  ini  dapat  menjadi  sebuah  pertimbangan
untuk  sistem  penilaian  yang  dilakukan  oleh  dewan  juri  dalam  memilih  para duta  wisata.  Karena  hasil  dari  penelitian  ini  akan  memaparkan  beberapa
anggota yang memiliki intensitas lebih banyak dalam menimbulkan konflik.
7
E. Tinjauan Pustaka
E.1. Hubungan Interpersonal E.1.1. Pengertian Hubungan Interpersonal
Komunikasi  interpersonal  adalah  penyampaian  pesan  oleh  satu orang, dan pnerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang,
dengan  menjelaskan  pengetahuan  tentang  masing-masing  dari  kita.
3
Effendy  1992  menyatakan  bahwa  komunikasi  interpersonal  dianggap paling  efektif  dalam  hal  upaya  mengubah  sikap,  pendapat  atau  perilaku
seseorang, karena sifatnya dialogis, berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga,
pada  saat  komunikasi  dilancarkan.
4
Ketika  kita  telah  terjalin  sebuah komunikasi interpersonal atau komunikasi antar personal, maka akan dapat
terbentuk sebuah hubungan. Sehingga hubungan seperti ini disebut sebagai hubungan interpersonal.
Hubungan  telah  menjadi  sebuah  subjek  penting  yang  terkait dengan  komunikasi  interpersonal  sejak  tahun  1960-an.  Hubungan
interpersonal merupakan suatu interaksi timbal balik  yang kita terima dari orang lain dan  kedua pihak saling melakukannya secara bersama-sama.
5
Hubungan interpersonal dapat juga diketahui atau dianalisa dengan beberapa  cara.  Coleman  dan  Hammen  1974:  224-231  menyebutkan
empat  buah  model.  Yang  pertama  model  pertukaran  sosial  social
3
Joseph A. Devit o, Komunikasi Ant ar M anusia Professional Books, Jakart a 1997 Hal 231
4
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi PT Remaja Rosdakarya, Bandung 1992 Hal 8
5
St ephen W. Lit t lejohn, Theories of Human Comm unicat ion
Salemba Humanika, Jakarta 2009
Hal 283-284
8
exchange  model;  kedua  model  peranan  role  model;  ketiga  model permainan  the  “games  people  play”  model;  dan  yang  terakhir  model
interaksional interactional model.
6
a.  Model Pertukaran Sosial Model  ini  memandang  hubungan  interpersonal  sebagai  suatu
transaksi  dagang.  Asumsi  dasar  yang  mendasari  seluruh  analisis  ini adalah  bahwa  setiap  individu  secara  sukarela  memasuki  dan  tinggal
dalam  hubungan  social  hanya  selama  hubungan  tersebut  cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Ganjaran, biaya, laba
dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini.
Ganjaran  adalah setiap akibat  yang dinilai positif yang diperoleh seseorang  dari  suatu  hubungan.  Biaya  adalah  akibat  yang  dinilai
negatif  di  dalam  suatu  hubungan.  Laba  adalah  ganjaran  dikurangi biaya.  Dan  yang  terakhir  adalah  tingkat  perbandingan  merupakan
ukuran  baku  standar  yang  dipakai  sebagai  kriteria  dalam  menilai hubungan individu pada waktu sekarang.
b.  Model Peranan Model  peranan  diibaratkan  sebagai  panggung  sandiwara.  Di  sini
setiap orang harus memainkan peranannya sesuai dengan naskah  yang telah  dibuat  oleh  masyarakat.  Hubungan  interpersonal  berkembang
baik  bila  setiap  individu  bertindak  sesuai  dengan  ekspektasi  peranan
6
Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Komunikasi PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2000 Hal 120
9
dan  tuntutan  peranan,  memiliki  keterampilan  peranan,  dan  terhindari dari konflik peranan dan kerancuan peranan.
Ekspektasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan hal yang berkaitan  dengan  posisi  tertentu  dalam  kelompok.  Tuntutan  peranan
adalah  desakan  sosial  yang  memaksa  individu  untuk  memenuhi peranan  yang  telah  dibebankan  kepadanya.  Keterampilan  peranan
adalah  kemampuan  memainkan  peranan  tertentu,  kadang  juga  disebut kompetensi  sosial.  Dan  konflik  peranan  terjadi  bila  individu  tidak
sanggup mempertemukan berbagai tuntutan peranan yang kontradiktif. c.  Model Permainan
Dalam  model  ini,  orang-orang  berhubungan  dalam  bermacam- macam  permainan.  Mendasari  permainan  ini  adalah  tiga  bagian
kepribadian manusia, orang tua; orang dewasa; dan anak. Orang tua adalah aspek kepribadian  yang merupakan asumsi dan
perilaku  yang  kita  terima  dari  orang  tua  kita  atau  orang  yang  kita anggap  orang  tua  kita.  orang  dewasa  adalah  bagian  kepribadian  yang
mengolah informasi secara rasional, sesuai dengan situasi dan biasanya berkenaan  dengan  masalah-masalah  penting  yang  memerlukan
pengambilan  keputusan  secara  sadar.  Anak  adalah  unsur  kepribadian yang  diambil  dari  perasaan  dan  pengalaman  kanak-kanak  dan
mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan.
10
d.  Model Interaksional Model  ini  memandang  hubungan  interpersonal  sebagai  suatu
sistem.  Setiap  sistem  memiliki  sifat-sifat  structural,  integrative  dan medan.
Hubungan  interpersonal  dapat  dipandang  sebagai  sistem  dengan sifat-sifatnya.  Untuk  menganalisanya  kita  harus  melihat  pada
karakteristik  individu-individu  yang  terlibat,  sifat-sifat  kelompok  dan sifat-sifat  sama,  metode  komunikasi,  ekspektasi  dan  pelaksanaan
peranan,  serta  permainan  yang  dilakukan.  Dengan  singkat,  model  ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.
7
E.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Interpersonal
Setiap  hubungan  atau  interaksi  pasti  banyak  dipengaruhi  oleh faktor-faktor,  baik  faktor  internal  amupun  eksternal.  Akan  tetapi  faktor
terpenting  disini  adalah  suatu  konsep  diri  yang  membentuk  sebuah persepsi.  Konsep  diri  dipengaruhi  pula  oleh  faktor-faktor  yang  dapat
membentuk  cerminan  diri  kita.  Harry  Stack  Sullivan  1953  menjelaskan “bahwa  jika  kita  diterima  orang  lain,  dihormati  dan  disenangi  karena
keadaan  diri  kita,  kita  akan  cenderung  bersikap  menghormati  dan menerima  diri  kita.  Sebaliknya,  bila  orang  lain  selalu  meremehkan  kita,
menyalahkan  kita  dan  menolak  kita,  kita  akan  cenderung  tidak  akan menyukai diri kita.”
8
7
Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Komunikasi PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2000 Hal 121-124
8
Ibid. Hal 101
11
Konsep  diri  merupakan  faktor  yang  paling  penting  dalam hubungan interpersonal. Karena setiap orang melakukan sesuatu pasti atas
dasar  konsep  dirinya  dan  kemauan  yang  kuat  dari  dalam  dirinya.  Setiap orang memiliki kualitas konsep diri yang berbeda, akan tetapi hal tersebut
dibagi menjadi dua skala besar untuk membedakannya, positif dan negatif. Menurut  William  D.  Brooks  dan  Philip  Emmert  ada  empat  tanda
orang  yang memiliki  konsep diri  negatif. Pertama ia peka terhadap kritik; yang  kedua  adalah  sangat  responsif  terhadap  pujian;  ketiga,  orang  yang
konsep  dirinya  negatif  merasa  cenderung  tidak  disenangi  oleh  orang  lain atau  merasa  tidak  diperhatikan;  dan  yang  terakhir  bersikap  pesimis
terhadap suatu kompetisi, orang seperti ini sudah kalah sebelum berperang. Sebaliknya,  orang  yang  memiliki  konsep  diri  positif  ditandai
dengan lima hal yaitu: 1.  Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah
2.  Ia merasa setara dengan orang lain 3.  Ia menerima pujian tanpa rasa malu
4.  Ia  menyadari  bahwa  setiap  orang  mempunyai  berbagai  perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat
5.  Ia  mampu  memperbaiki  dirinyakarena  ia  sanggup  mengungkapkan aspek-aspek  kepribadian  yang  tidak  disenanginya  dan  berusaha
mengubahnya.
9
9
Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Komunikasi PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2000 Hal 105
12
Akan  tetapi  tidak  akan  pernah  ada  manusia  yang  selalu berkonsep diri positif atau negatif. Setiap orang pasti akan merasakan dimana dirinya
memiliki  konsep  diri  negatif  ataupun  sebaliknya.  Namun,  untuk memperoleh  efektifitas  komunikasi  interpersonal  yang  baik,  maka
dibutuhkan konsep diri yang positif sebanyak-banyaknya.
E.1.3.  Hambatan Hubungan Interpersonal
Dalam  suatu  hubungan  pasti  ada  suatu  hambatan  atau  sering disebut  noise.  Hambatan  ini  merupakan  suatu  halangan  yang  membuat
proses  komunikasi  tidak  efektif.  Dalam  berkomunikasi  sudah  tentu setiap orang  mendambakan  kelancaran  dan  penyampaian  pesan  tepat  pada
sasaran.  Akan  tetapi  dengan  adanya  hambatan  yang  dipengaruhi  oleh beberapa  hal  ini  dapat  menjadi  proses  komunikasi  kurang  tertuju  dengan
baik. Untuk  itu sebelum kita melakukan proses komunikasi ada baiknya
mengetahui  hal-hal  apa  saja  yang  menghambat  proses  komunikasi tersebut.  Herbert  J.  Chruden  dan  Arthur  W.  Sherman
10
menerangkan  ada beberapa hal  yang perlu diketahui tentang rintangan dalam berkomunikasi,
yaitu:
1. Perbedaan Antara Individu-individu
1.1. Perbedaan dalam Persepsi Suatu  akibat  daripada  pengalaman-pengalaman  sebelumnya
adalah  bahwa  setiap  pegawai  membawa  caranya  sendiri  dalam
10
M oekijat , Teori Komunikasi
M andar M aju, Bandung 1993 Hal 183-191
13
pekerjaannya  untuk  melihat  sesuatu,  atau  dengan  kata  lain  suatu kerangka  acuan  pribadi.  Kerangka  acuan  ini  menentukan  cara  ia
menafsirkan apapun yang dilihatnya atau didengarkannya. 1.1.1.  Perbedaan dalam Usia
Usia  menentukan  prioritas  dalam  segi  kesehatan  indera.  Ketika seseorang  berusia  diatas  30  tahun,  maka  kelemahannya  adalah  dalam
segi  pendengaran  atau  penglihatan.  Sehingga  para  komunikator  harus mempunyai  cara  yang  tepat  dalam  penyampaian  pesan  tersebut.
Sebaliknya, apabila komunikan usianya lebih rendah dari komunikator, maka  kita  tidak  harus  memandang  mereka  berbeda  dari  segi  biologis
saja.  Akan  tetapi  pencernaan  pesan  yang  mereka  tangkap  jauh  lebih cepat.  Sehingga  perlu  adanya  kebijaksanaan  khusus  dalam
mengendalikan komunikasi. 1.1.2.  Perbedaan dalam Keadaan Emosi
Cara  seorang  individu  menafsirkan  suatu  situasi  sebagian  besar dipengaruhi  oleh  kondisi  seseorang  saat  itu.  Motivasi  dan  emosi
pengirim dan penerima merupakan subjek bagi pengaruh timbale balik secara  terus  menerus.  Suatu  cara  untuk  meningkatkan  komunikasi
adalah  dengan  mengurangi  perilaku  yang  bersifat  membela  diri  yang terjadi apabila seorang individu terancam.
1.2. Perbedaan dalam Kemampuan Mendengarkan Kita  dapat  belajar  lebih  banyak  tentang  bagaimana  dunia
mengharapkan orang-orang lain atau keadaan motivasi dan emosi apakah
14
yang mereka
mungkin mengalaminya
dengan mendengarkan.
Seharusnya  kita  lebih  banyak  mendengarkan  orang  lain  tanpa memberikan evaluasi atau disebut pendengaran nonevaluatif. Dengan hal
ini  membantu  meningkatkan  pengertian  dengan  mendorong  orang  lain tidak  hanya  untuk  mendengarkan  secara  lebih  baik,  tetapi  juga  untuk
memberikan informasi yang lebih banyak. Apabila orang lain mengalami keterbuakaan  dan  kebebasan  dari  suatu  lingkungan  yang  tidak
mengancam,  maka  orang  tersebut  juga  mempunyai  persepsi  yang  jelas tentang apa yang sedang ia katakan.
1.3. Perbedaan dalam Penafsiran Semantik Kata-kata,  seperti  halnya  gerak  isyarat,  dapat ditafsirkan  dengan
berbagai  cara  dan  dengan  demikian  mengakibatkan  suatu  rintangan terhadap  komunikasi.  Oleh  karena  itu,  tidak  perlu  menggunakan  kata-
kata  yang  bermakna  ganda,  sehingga  membuat  orang  lain  menafsirkan yang  berbeda.  Komunikasi  yang  efektif  dapat  diperoleh  ketika  kita
menggunakan bahasa-bahasa yang tepat. 1.4. Perbedaan dalam Status
Kedudukan individu
dalam sebuah
lingkungan akan
mempengaruhi pola komunikasi. Dalam status sosial atau status jabatan, akan berdampak  besar di suatu proses komunikasi. Misalkan saja dalam
hubungan manajer dengan bawahan.
15
1.4.1.  Pencairan Informasi Dalam  komunikasi  ke  bawah  tiap  usaha  harus  dilakukan  oleh
pejabat  pimpinan  dan  pegawai-pegawai  manajerial  untuk  mengurangi terjadinya  jumlah  pencairan  informasi  yang  tidak  perlu,  agar  orang-
orang bawahan dapat mempunyai informasi yang sebanyak-banyaknya untuk  dapat  mempunyai  informasi  yang  sebanyak-banyaknya  untuk
dapat melaksanakan pekerjaan secara baik dan bersemangat. 1.4.2.  Penyaringan Informasi
Sebaliknya,  apabila  berkomunikasi  dengan  orang-orang  atasan, orang-orang bawahan kemungkinan besar hanya memberikan sebagian
informasi  dan  sering  mewarnai  kejadian-kejadian  sedemikian  rupa untk menyembunyikan kesalahan-kesalahan, kegagalan-kegagalan, dan
jenis  berita  yang  orang  atasan  merasa  kurang  senang.  Manipulasi fakta-fakta dengan sadar untuk mewarnai kejadian-kejadian ini disebut
penyaringan.
2. Rintangan yang Ditimbulkan oleh Suasana Psikologis
Suatu  organisasi  juga  mempunyai  karakteristik  yang  berbeda  satu sama  lainnya.  Suasana  pekerjaan  individu-individu  mempengaruhi  baik
sikap  dan  perilaku  mereka  maupun  keefektifan  komunikasi  dalam organisasi.
2.1.  Kepribadian Manajer Anggota-anggota manajemen puncak dan menengah dapat sangat
mempengaruhi  komunikasi.  Penglihatan  mereka  terhadap  peranan
16
mereka  sendiri  dan  sikap  serta  kepekaan  mereka  terhadap  orang-orang bawahan  merupakan  faktor-faktor  yang  penting  dalam  kemampuan
mereka sendiri untuk berkomunikasi. 2.2. Pengaruh Kelompok Khusus Terhadap Suasana
Dalam suatu organisasi mungkin terdapat suatu kelompok khusus yang  terdiri  dari  individu-individu  dari  berbagai  macam  profesi  dengan
nilai  yang  berbeda.  Nilai  yang  berbeda  inilah  yang  mengakibatkan rintang terhadap komunikasi yang sering sulit mengatasinya.
3. Rintangan dalam Mekanika Komunikasi
3.1. Tidak Mempunyai Rencana Tertentu Meskipun  dalam  sebuah  organisasi  telah  terstruktur dengan  baik
tentang  jabatannya  masing-masing,  akan  tetapi  ketika  dalam  sebuah organisasi  tersebut  tidak  adanya  perencanaan  yang  baik  tentang
penyaluran informasi, ini merupakan suatu rintangan dalam komunikasi. 3.2. Kurangnya atau Tidak Adanya Kejelasan
Tanpa  memandang  tingkat  pendidikan  atau  intelektual  orang- orang  dengan  siapa  seseorang  akan  berkomunikasi,  pengertian  agaknya
menjadi berkurang apabila bahan-bahan yang disajikan tidak jelas. 3.3. Kurangnya Kecakapan Membaca
Mereka  yang  karena  sesuatu  alasan  tidak  mempunyai  tingkat kecakapan  membaca  yang  diperlukan  untuk  menangani  bermacam-
macam jenis komunikasi sering merugikan.
17
3.4. Rintangan-rintangan Lain Penilaian
media sering
merupakan rintangan
terhadap komunikasi.  Apabila  orang-orang  yang  memerlukan  informasi  tidak
mudah  dihubungi  dengan  satu  jenis  media,  maka  komunikasi  dapat menjadi kurang lancar.
E.1.4. Pola Hubungan Interpersonal
Hubungan  telah  menjadi  suatu  hal  yang  sangat  penting  dalam penelitian  komunikasi  interpersonal.  Karena  dalam  suatu  hubungan  ini
akan  membentuk  sistem  komunikasi  yang  efektif  atau  tidak.  Ketika  pada prosesnya terjadi  komunikasi secara efektif, maka hubungan  yang terjalin
antar  pribadi  ini  akan  semakin  baik.  Sebaliknya  jika  terjadi  suatu problematika  yang  mempengaruhi  hal  tersebut,  maka  akan  terjadi  suatu
konflik dan hubungan menjadi sangat renggang hingga putus. Palo  Alto  Group  mengatakan  bahwa  ketika  dua  orang  saling
berkomunikasi  selain  apapun  yang  mereka  lakukan,  mereka  mengartikan hubungannya  dengan  mereka  berinteraksi.  Ketika  berbicara dengan  orang
lain,  kita  selalu  membuat dugaan  untuk  perilaku  kita  sendiri  dan  perilaku orang  lain.  Terkadang,  kita  memperkuat  dugaan  lama  dan  pada  waktu
yang  lainnya,  kita  terlibat  dalam  pola-pola  interaksi  baru  yang  dapat membentuk  dugaan  baru  untuk  interaksi  di  waktu  yang  akan  datang.  Hal
ini juga dijelaskan dalam suatu bagan teori pola hubungan.
11
11
St ephen W. Lit t lejohn, Theories of Human Comm unicat ion
Salemba Humanika, Jakarta 2009
Hal 284-287
18
Pola  hubungan  interpersonal  ini  merupakan  tradisi  sibernetika. Tradisi  ini  memiliki  pengaruh  yang  sangat  penting  dalam  cara  berpikir
para akademisi komunikasi tentang hubungan. Hubungan bukanlah entitas statis  yang  tidak  pernah  berubah.  Namun,  hubungan  terdiri atas  pola-pola
sibernetika  interaksi  kata-katadan  tindakan  seseorang  member  pengaruh pada bagaimana orang lain merespon.
12
Tabel 1.1 Pola Hubungan Interpersonal
Arah Kendali Pesan Pembicara B Arah Kendali Pesan
Pembicara A One Up
One Down One Across
One Up
1. Simetri  yang
kompetitif 4.
Kelengkapan 7.
Transisi
One Down
2. Kelengkapan
5. Simetri  yang
patuh 8.
Transisi
One Across
3. Transisi
6. Transisi
9. Simetri netral
Sumber: Stephen W. Littlejohn 2009 Theories of Human Communication
12
St ephen W. Lit t lejohn, Theories of Human Comm unicat ion
Salemba Humanika, Jakarta 2009
Hal 284
19
Contoh-contoh Pola Kendali
1.  Simetris Kompetitif A: Kamu tahu kalau saya ingin rumah ini selalu bersih
B: Mungkin kamu dapat membantu saya 2.  Kelengkapan
A: Tolong bantu saya. Saya membutuhkan kamu B: Baiklah, saya tahu caranya
3.  Transisi A: Mari kita berkompromi
B: Tidak, caraku adalah yang terbaik 4.  Kelengkapan
A: Mari kita pergi ke luar kota akhir pekan ini B: Baiklah
5.  Simetri Kepatuhan A: Aku merasa sangat lelah. Apa yang harus kita lakukan?
B: Aku tidak tahu, kamu saja yang memutuskan 6.  Transisi
A: Ayahku cerewet sekali malam ini. B: ya, kau benar; dia memang cerewet
7.  Transisi A: Menurutku kita harus punya anak lagi
B: Banyak orang yang ingin punya anak sekarang ini 8.  Transisi
A: Tolong bantu saya. Apa yang harus saya lakukan? B: Saya tidak tahu
20 9.  Simetri Netral
A: Rumah tetangga sepertinya harus dicat B: Jendelanya juga kotor
Ada  dua  tipe  pola  yang  penting  bagi  Palo  Alto  Group  untuk menggambarkan  gagasan  ini.  Jika  dua  orang  saling  merespon  denga  cara
yang  sama,  disebut  Simetris.  Pada  simetris  pertentangan  sangat  dapat mungkin  sekali  terjadi  konflik  yang  besar.  Karena  dalam  pola  hubungan
seperti  ini  pihak  satu  dengan  pihak  kedua  saling  mengutarakan pendapatnya dengan cara  yang sama untuk memperoleh  kekuasaan. Akan
tetapi  simetris  tidak  hanya  pertentangan  kekuasaan,  bisa  juga  memberi tanggapan pasif, tanggapan balasan atau saling menjaga.
Tipe  kedua  adalah  pelengkapan,  dalam  hubungan  ini  pelaku komunikasi  merespon  dengan  cara  yang  berlawanan.  Ketika  seseorang
bersikap  mendominasi  yang  lainnya  mematuhi;  ketika  seseorang  bersifat argumentasi  yang  lainnya  diam;  ketika  seseorang  menjaga  yang  lain
menerimanya. Ketika  seseorang  membuat  sebuah  pernyataan  yang  tegas,  orang
lain dapat merespon dengan salah satu dari tiga cara berikut. One-down, ia menerima  pernyataannya.  One-up,  ia  dapat  membuat  pernyataan  balasan
atau menolak gerakan dari orang pertama. One-across, gerakan menerima atau  menolak  kendali  dari  orang  pertama  dengan  tidak  terlalu  mengakui
gerakan  kendali  orang  lain,  misal  memperluas  topik,  bertanya,  mengganti atau  menundanya.  Gerakan  one-up  adalah  tindakan  yang  mendominasi.
21
Akan  tetapi  hal  ini  dapat  terjadi  ketika  orang  lain  menerimanya  dengan memberikan sikap one-down.
E.2. Komunikasi Interpersonal dalam Organisasi
Organisasi  dapat  diartikan  sebagai  sebuah  kelompok  individu  yang diorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Jumlah individu sangat bervariasi
dari  satu  organisasi  ke  organisasi  lainnya.  Tujuan  umum  sebuah  organisasi adalah  menghasilkan  pendapatan.  Akan  tetapi,  berbagai  tujuan  lain  yang
mendukung  harus  segera  dipenuhi  agar  mendapatkan  pendapatan  yang maksimal.  Misalnya  dengan  kinerja  yang  efektif,  maka  organisasi  harus
mempunyai orang-orang dengan motivasi yang tinggi.
13
Dalam sebuah organisasi pasti terdapat suatu komunikasi antar personal. Istilah  ini  lebih  dikenal  sebagai  pendekatan  hubungan  antar  manusia,  yang
berkembang  sebagai  reaksi  terhadap  perhatian  eksklusif  factor-faktor  phisik dalam mengukur keberhasilan organisasi. Pendekatan hubungan antar manusia
mengakui  pentingnya  kelompok  sosial,  informal  di  dalam  organisasi  dan memberikan  pertimbangan  khusus  pada  komunikasi  interpersonal  di  dalam
sub kelompok organisasi tersebut.
14
Dalam  sebuah  proses  komunikasi  yang  terjadi  ini  ada  beberapa perbedaan  karakteristik  anggota  orgnisasi.  Perbedaan  yang  dilatar  belakangi
oleh beberapa faktor ini dapat memberikan label atau identitas tentang diri kita masing-masing.  Sehingga  dalam  sebuah  interaksi  antar  manusia  di  dalam
sebuah organisasi dapat pula terbentuk sebuah interaksi melalui identitas yang
13
Joseph A. Devit o, Komunikasi Ant ar M anusia Prof essional Books, Jakart a 1997 Hal 337
14
Ibid. Hal 341
22
beragam.  Hal  inilah  yang  menggiring  manusia  untuk  melakukan  negosiasi identitas dengan manusia lainnya.
E.2.1. Teori Komunikasi tentang identitas
Komunikasi  merupakan  alat  untuk  membentuk  identitas  dan  juga mengubah  mekanisme.  Menurut  Michael  Hecht  menguraikan  identitas
melebihi  pengertian  sederhana  akan  dimensi  diri  dan  dimensi  yang digambarkan.  Tingkatan  pertama  adalah  personal  layer,  yang  terdiri  dari
rasa akan keberadaan diri kita dalam situasi sosial. Tingkatan kedua adalah enactment  layer,  atau  pengetahjuan  orang  lain  tentang  kita  berdasarkan
apa  yang  kita  kerjakan,  kita  miliki  dan  bagaimana  kita  bertindak. Tingkatan ketiga adalah relational, identitas dibentuk berdasarkan interaksi
kita  dengan  orang  lain.  Terakhir  adalah  communal,  yang  diikat  dalam kelompok budaya yang sangat besar dalam suatu wilayah tertentu.
15
E.2.2. Teori Negoisasi Identitas
Menurut  Stella  Ting-Toomey  pada  dasarnya  identitas  itu  ada  dua macam, yaitu identitas kebudayaan dan identitas etnik. Terutama negoisasi
yang  terjadi  ketika  kita  berkomunikasi  di  dalam  dan  diantara  kelompok- kelompok kebudayaan. Beberapa individu lebih efektif dalam memperoleh
keseimbangan yang nyaman. Ketika kita mampu berganti dari satu konteks budaya  ke budaya  yang  lainnya dengan sadar dan mudah, maka kita telah
mencapai  keadaan  pengubahan  kebudayaan  cultural  transformer.  Kunci
15
St ephen W. Lit t lejohn, Theories of Human Comm unicat ion
Salemba Humanika, Jakarta 2009
Hal 130-131
23
untuk  memperoleh  keadaan-keadaan  tersebut  adalah  kemampuan  lintas budaya Intercultural competence.
Kemampuan  lintas  budaya  terdiri  atas  dari  tiga  komponen- pengetahuan  knowledge,  kesadaran  mindfulness,  dan  kemampuan
skill.  Pengetahuan  adalah  pemahaman  akan  pentingnya  identitas  etnik atau  kebudayaan  dan  kemampuan  melihat  apa  yang  penting  bagi  orang
lain.  Kesadaran  berarti  secara  biasa  dan  teliti  untuk  menyadari.  Terakhir, kemampuan  mengacu  pada  kemampuan  untuk  menegosiasi  identitas
melalui  observasi  yang  diteliti,  menyimak,  empati,  kepekaan  nonverbal, kesonpanan,  penyusunan  ulang  dan  kolaborasi.  Kita  tahu  jika  kita  telah
memperoleh  negoisasi  identitas  yang  efektif  jika  kedua  pihak  merasa dipahami, dihormati dan dihargai.
16
E.3. Konflik E.3.1.  Definisi Konflik
Menurut  Winardi  1994  konflik  merupakan  oposisi  atau pertentangan  pendapat  antara  orang-orang,  kelompok-kelompok  atau
organisasi-organisasi.
17
Sehingga  dalam  sebuah  konflik  terdapat  adanya  suatu  komunikasi yang kurang efektif. Dengan demikian timbul suatu salah persepsi maupun
perbedaan  ide-ide  yang  signifikan.  Konflik  sendiri  memang  tidak  dapat dihindari  oleh  siapapun.  Dalam  kehidupan  sehari-hari  kita  selalu  di
sibukkan dengan banyak masalah yang silih berganti datang menjumpai.
16
St ephen W. Lit t lejohn, Theories of Human Comm unicat ion
Salemba Humanika, Jakarta 2009
Hal 132-134
17
Winardi, M anajemen Konflik M andar M aju, Bandung 1994 Hal 1
24
Mengingat  akan  hal  tersebut,  maka  cara  yang  terbaik  adalah dengan  melakukan  pendekatan  untuk  mencari  solusi  masalah  tersebut.
Bukan  berarti  ketika  kita  dihadapkan  dengan  sebuah  konflik,  dengan mudahnya  menghindar  begitu  saja.  Padahal  dibalik  sebuah  konflik  yang
menghampiri kita ada sisi dimana dapat diambil sebuah manfaat. Dalam sebuah konflik ada beberapa unsur yang memasuki kawasan
ini.  Seperti  telah  dijelaskan  di  atas,  bahwa  konflik  bisa  dalam  antar manusia,  kelompok  dengan  kelompok  maupun  organisasi  dengan
organisasi. Konflik  antar  pribadi  merupakan  konflik  yang  juga  memasuki
daerah  rawan.  Karena  setiap  konflik  bisa  saja  mengakibatkan  pemutusan tali  hubungan  satu  sama  lain.  Hubungan  antar  manusia  merupakan
hubungan  interaksi  yang  paling  efektif.  Oleh  karena  itu  jika  dalam hubungan  ini  telah  menemukan  titik  konflik,  maka  bisa  saja  dalam
kelompok  masyarakat  atau  organisasi  yang  mereka  tempati  dapat menemukan kehancuran.
Konflik  dapat  terjadi  antara  orang-orang  apabila  mereka  memiliki sasaran-sasaran yang berbeda atau cara-cara yang berbeda untuk mencapai
sasaran.  Andaikata  tidak  terdapat  adanya  kepentingan  yang  mengakar, maka konflik tipe demikian seringkali relatif mudah diselesaikan, terutama
apabila ia dibicarakan secara terbuka dengan itikad baik dari semua pihak yang berkepentingan.
25
Kadang-kadang ada pula  konflik  yang muncul di  dalam diri orang tertentu, seringkali hal tersebut memasuki hubungannya dengan pihak lain,
yang  menyebabkan  timbulnya  konflik  antara  orang  itu  dengan  pihak  lain tersebut.  Konflik  internal  seringkali  merupakan  penyebab  macam-macam
problem interaksi.
18
E.3.2.  Faktor Penyebab Konflik
Konflik dapat terbentuk dari faktor-faktor yang beragam. Misalkan saja  dari  faktor  lingkungan  sekitar,  intrapersonal  maupun  faktor  lainnya.
Akan  tetapi  semua  itu  kembali  kepada  individu  masing-masing.  Dalam sebuah  diri  seseorang  terdapat  suatu  pola  piker  yang  beragam.  Dari  sini
akan terbentuk sebuah konsep diri atau persepsi. Persepsi  ini  ternyata  memiliki  peranan  yang  sangat  kuat  dalam
pembentukan  dan  pemeliharaan  posisi-posisi  konflik.  oleh  karena  itu dalam  buku  Manajemen  Konflik  karangan  Winardi
19
dijelaskan  ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan konflik.
1.  Dianutnya  nilai-nilai  baru  oleh  anggota-anggota  kelompok  tertentu atau orang dengan orang.
2.  Sebuah  kesulitan  atau  problem  baru,  dihadapi  oleh  kelompok  dimana para anggotanya mempersepsikan dengan cara berbeda-beda.
3.  Peranan  seorang  anggota  di  luar  kelompok  tersebut  bertentangan dengan peranan anggota tersebut di dalam kelompok itu.
18
Winardi, M anajemen Konflik
M andar Maju, Bandung 1994 Hal 103
19
Ibid. Hal 4
26
Akan  tetapi  itu  hanyalah  sebagian  kecil  dari  faktor-faktor  yang mempengaruhi terbentuknya sebuah  konflik. telah dijelaskan pula di atas,
bahwa sebagian besar konflik terbentuk dari sebuah pola pikir manusia itu sendiri. Hal tersebut juga telah dijelaskan dalam teori Freud. “Manusi dan
lingkungan sosialnya selalu berada dalam konflik yang tak henti-hentinya. Masyarakat  berada  di  atas  posisi  konflik  ini,  karena  individu  takut  pada
ancaman destruktif dari masyarakat.”
20
Konflik  muncul,  apabila  terdapat  adanya  ketidaksesuaian  paham pada  sebuah  situasi  sosial  tentang  pokok-pokok  pikiran  tertentu  dan
terdapat adanya antagonism-antagonisme emosional. Winardi  1994  juga  menjelaskan  ada  dua  macam  konflik  yang
disebabkan oleh sesuatu hal, yaitu:
Konflik  Substantif,
meliputi  ketidaksesuaian  paham  tentang  hal-hal seperti  tujuan-tujuan,  alokasi  sumber  daya,  distribusi  imbalan-imbalan,
kebijaksanaan, prosedur, serta penugasan kerja.
Konflik Emosional,
timbul karena
perasaan-perasaan marah,
ketidakpercayaan,  ketidaksenangan,  takut  dan  sikap  menentang  maupun bentrok-bentrokan kepribadian.
21
E.3.3.  Proses Terjadinya Konflik
Proses terjadinya suatu konflik bermula dari ketidak efektifan suatu komunikasi antara individu satu dengan individu yang lainnya.Akan tetapi
20
Sarlit o Wiraw an, Teori-t eori Psikologi Sosial PT Raja Grafindo Persada, Jakart a 1983 Hal 146
21
Winardi, M anajemen Konflik
M andar Maju, Bandung 1994 Hal 5
27
untuk lebih rinci tentang proses terjadinya suatu konflik, Winardi 1994
22
telah  menjelaskan  tahapan-tahapan  timbulnya  konflik  dari  sebuah  bagan sebagai berikut:
Bagan 1.1 Tahapan Perkembangan Suatu Konflik
Sumber: Prof. DR. Winardi, SE 1994 Manajemen Konflik Apabila  dalam  daerah  kondisi  anteseden  terdapat  semua  unsur
tersebut, maka tersedia lahan subur untuk berkembangnya konflik. adanya
22
Winardi, M anajemen Konflik
M andar Maju, Bandung 1994 Hal 15
KONDISI-KONDISI ANTESEDEN
Ambiguit as peranan
Sum ber-sum ber daya langkah
Tugas-t ugas yang int erpenden
Penghalang t erhadap komunikasi
Per bedaan individual
Konflik yang belum t erselesaikan Konflik yang
dibayangkan Konflik yang
dirasakan
Konflik yang memanif est asi diri
Pem ecahan  Penyelesaian Konflik at au Penekanan Konflik
Hasil Sesudah Konflik
28
kondisi  tersebut,  menunjukkan  situasi  dimana  terdapat  potensi  konflik tinggi.
Konflik  dibayangkan,  merupakan    suatu  persepsi  yang  mungkin dirasakan  atau  tidak  oleh  orang-orang  yang  terlibat  di  dalamnya.  Konflik
dirasakan,  maka  ia  mencapai  makna  dalam  arti  bahwa  cukup  banyak tegangan  yang  terdapat,  hingga  muncul  keinginan  untuk  mengurangi
perasaan yang kurang menyenangkan itu. Adakalanya  orang-orang  merasakan  adanya  konflik,  tetapi  mereka
tidak mengetahui dengan pasti apa sumber ataupun penyebabnya. Konflik yang  dinyatakan  secara  terbuka  disebut  konflik  yang  memanifestasi  diri.
Sebuah  konflik  manifest  dapat  diatasi,  dalam  arti  bahwa  kondisi-kondisi anteseden diperbaiki, ditekan hingga dengan demikian tidak ada perubahan
dalam kondisi anteseden dan perilaku konflik dikendalikan. Akhirnya, hasil tentang bagaimana konflik tertentu ditangani, dapat
mempengaruhi  konflik-konflik  masa  mendatang.  Konflik-konflik  yang tidak  diatasi,  akan  berkembang  intensitasnya,  dan  ia  akan  menimbulkan
konflik-konflik  masa  yang  akan  datang  sehubungan  dengan  persoalan- persoalan yang serupa.
Pemecahan  konflik  sebenarnya,  menyebabkan  timbulnya  kondisi- kondisi  yang  mengurangi  potensi  untuk  konflik-konflik  pada  masa
mendatang,  yang  serupa  sifatnya  dan  ia  juga  menyediakan  landasan  bagi konflik-konflik  lainnya  untuk  diatasi  atau  dipecahkan  dengan  cara  yang
konstruktif.
29
E.3.4.  Dampak Konflik
Setiap  kali  kita  mendengar  konflik  pasti  yang  ada  dalam  pikiran kita  adalah  dampak  yang  buruk.  Padahal  konflik  tidak  hanya  berdampak
buruk,  akan  tetapi  manajemen  konflik  yang  baik  akan  menghasilkan dampak yang baik pula.
Dalam  buku  Manajemen  Konflik  karangan  Winardi  1994,  ada dua  kemungkinan  yang  terjadi  dalam  konflik,  yaitu  dampak  negatif  atau
konflik destruktif dan dampak yang positif konflik konstruktif.
23
Konflik Destruktif
Konflik  ini  menimbulkan  kerugian  bagi  individu  atau  organisasi yang terlibat di dalamnya. Ada macam-macam kerugian yang ditimbulkan
karena konflik destruktif, misalnya beberapa diantara kerugian  yang dapat dialami orang-orang yang terlibat di dalamnya melalui hal-hal berikut:
1.  Perasaan cemas tegang stress yang tidak perlu, atau yang mencekam 2.  Komunikasi yang menyusut
3.  Persaingan yang makin hebat 4.  Perhatian yang makin menyusut terhadap tujuan bersama
5.  Menyusutnya produktifitas dan kepuasan
Konflik Konstruktif
Konflik  yang  satu  ini  menimbulkan  suatu  keuntungan  bagi  kita. adapun keuntungan yang didapatkan dari konflik ini adalah:
23
Winardi, M anajemen Konflik
M andar Maju, Bandung 1994 Hal 5-7
30
1.  Kreatifitas dan Inovasi  yang meningkat, akibat dari adanya konflik ini membuat  para  individu  untuk  melakukan  pembaharuan  dalam  sistem
kerjanya. 2.  Upaya  yang  meningkat,  dapat  diatasinya  perasaan  apatis  dan  ia  dapat
menyebabkan orang-orang yang terlibat dengan bekerja lebih keras. 3.  Ikatan  yang  makin  kuat,  konflik  yang  terjadi  dengan  pihak  luar,  akan
meningkatkan  ikatan  dalam  satu  kelompok  tersebut  untuk  mencapai tujuan bersama.
4.  Ketegangan  yang  menyusut,  konflik  dapat  membantu  menyusutkan ketegangan  pada  seseorang,  apabila  tidak  demikian  maka  akan
menimbulkan stress.
E.3.5. Manajemen Konflik
Sebuah konflik atau masalah tidak baik untuk dihindari, karena itu bukanlah  suatu  penyelesaian  sebuah  masalah.  Sebaliknya,  hal  tersebut
akan menambah jumlah masalah yang dibebani oleh kita. Akan  tetapi  tidak  banyak  orang  mengetahui  akan  manajemen
konflik yang baik dan efektif. Banyak diantara kita yang mengatasi konflik dengan  cara  yang  salah.  Devito  1997  menjelaskan  beberapa  manajemen
konflik yang produktif dan tidak produktif.
24
1. Manajemen Konflik yang Tidak Produktif
1.1. Penghindaran, Non-negosiasi dan Redefinisi
24
Joseph A. Devit o, Komunikasi Ant ar M anusia Prof essional Books, Jakart a 1997 Hal 270-275
31
Salah  satu  reaksi  terhadap  konflik  yang  paling  sering  dilakukan
adalah penghindaran. Sering ini dijumpai dalam bentuk pelarian fisik.
Reaksi  seperti  ini  dapat  pula  berbentuk  penghindaran  emosional  atau intelektual.  Disini  orang  meninggalkan  konflik  secara  psikologis
dengan tidak menanggapi argument atau masalah yang dikemukakan.
Non-negosiasi ,  bentuk  ini  dilakukan  dalam  bentuk  memaksakan
pendapatnya  sampai  pihak  lain  menyerah.  Ini  adalah  tekhnik  yang dinamakan  “Steamrolling”  buldoser.  Dan  yang  terakhir  adalah
redefinisi ,  dimana  sumber  konflik  seakan-akan  dikesampingkan  oleh
orang lain. Tidak pernah ada penyelesaian.
1.2. Pemaksaan
Bila  dihadapkan  pada  suatu  konflik,  banyak  orang  berusaha memaksakan
keputusan atau
cara berpikir
mereka dengan
menggunakan  pemaksaan  atau  kekuatan  fisik.  Pemaksaan  ini  lebih bersifat  emosional.  Tetapi,  apapun  yang  dilakukan  masalahnya  tidak
pernah tersentuh.
1.3. Minimasi
Adakalanya kita mengatasi konflik dengan menganggapnya remeh. Kita mengatakan, dan barangkali percaya, bahwa konflik, penyebabnya
dan  akibatnya  sama  sekali  tidak  penting.  Kita  menggunakan  minimasi bila kita menganggap enteng perasaan pihak lain.
32
1.4. Menyalahkan
Dalam  beberapa  kasus  sering  kali  kita  merasa  menyalahkan  diri sendiri,  akan  tetapi  seseorang  juga  lebih  banyak  menyalahkan  orang
lain.  Hal  ini  bukan  menyelesaikan  masalah,  namun  malah memperuncing masalah.
1.5. Peredam
Peredam  ini  juga  sering  dilakukan  oleh  siapapun.  Dalam  suatu masalah  peredam  ini  bisa  dilihat  pada  saat  pertengakaran  hebat  lawan
konflik  sentak  menangis,  menjerit,  berteriak  seakan-akan  kehilangan kendali. Yang paling popular adalah sakit kepala atau sesak nafas. Yang
paling  sulit  jika  salah  satu  pihak  menggunakan  tekhnik  peredam  ini, maka  kita  tidak  pernah  tahu  apakah  hal  tersebut  benar-benar  terjadi.
Tetapi yang pasti masalah tidak akan pernah terselesaikan dengan baik.
1.6. Karung Goni
Strategi  ini  mengacu  pada  tindak-tindak  menimbun  kekecewaan dan kemudian menumpahkannya pada lawan bertengkar. Misalnya saja
ketika  kita  melakukan  kesalahan  pada orang  lain.  Para pengarung  goni pura-pura masalah telah usai, akan tetapi  hal tersebut kembali diungkit
di suatu saat nanti.
1.7. Manipulasi
Salah  satu  pihak  berusaha  mengalihkan  konflik  dengan  bersikap mempengaruhi  sebenarnya,  menghilangkan  kecurigaan.  Sasarannya
adalah  agar  pihak  lain  membentuk  kerangka  pikir  yang  reseptif  dan
33
damai  sebelum  menyatakan  ketidaksetujuan.  Situasi  konflik  dan  pihak lain dimanipulasi sedemikian hingga pihak pemanipulasi pada akhirnya
memenangi pertengkaran.
1.8. Penolakan Pribadi
Salah satu pihak menolak memberikan  cinta dan  kasih sayang dan berusaha  memenangkan  pertengkaran  dengan  membuat  pihak  lain
menyerah karena sikap ini.
2. Manajemen Konflik yang Efektif
Di  dalam  buku  Komunikasi  Antar  Manusia  karangan  DeVito, mengilhami  konsep  manajemen  konflik  yang  efektif  dari  sebuah  buku
George Bach dan Peter Wyden Intimate Enemy 1968.
2.1. Berkelahi secara Sportif
Pada  kebanyakan  hubungan  antarpribadi,  kita  tahu  dimana  garis batas  yang harus ditarik, khususnya dalam  hubungan  yang berlangsung
lama.  Jagalah  agar  kita  hanya  menyerang  daerah  yang  tidak  menyakiti pihak  lawan  dan  yang  tidak  akan  menyebabkan  semakin  parahnya
permusuhan dan kemarahan.
2.2. Bertengkar secara Aktif
Kita harus ber[eran aktif dalam konflik antar pribadi. Jangan tutup telinga dan pikiran  kita atau menghindarinya, ini semua tidak berarti.
Sebaliknya,  jika  konflik  ingin  diselesaikan,  ia  harus  dihadapi  secara aktif oleh kedua pihak.
34
2.3. Bertanggungjawas atas Pikiran dan Perasaan
Bila  kita  tidak  sependapat  dengan  mitra  kita  atau  menjumpai perilakunya  yang  tidak  benar,  bertanggungjawablah  atas  perasaan  ini.
Jangan  mengelak  tanggungjawab  tersebut.  Pertanggungjawabkanlah pikiran dan perasaan dan tegaskanlah ini secara eksplisit.
2.4. Langsung dan Spesifik
Memusatkan  pikiran  terhadap  masalah  yang  dihadapi  merupakan cara  yang  tepat  untuk  menuntaskan  suatu  masalah.  Jangan  pernah
memandang  masalah-masalah  yang  telah  lampau,  atau  membawa  latar belakang  orang  yang  sedang  berkonflik  dengan  kita. dengan  fokus  dan
langsung pada sasaran, konflik akan segera dapat diatasi.
2.5. Gunakan Humor untuk Meredakan Ketegangan
Humor seharusnya digunakan  untuk meredahkan  ketegangan  yang memuncak.  Jangan  pernah  menggunakan  humor  sebagai  strategi  untuk
memenangkan perang atau menjatuhkan pihak lain. Karena  hal tersebut akan  membuat  pihak  lain  tersudut,  dan  masalah  susah  untuk
dituntaskan.
E.4. Pola Hubungan Interpersonal dalam Konflik di Paguyuban
Pola hubungan interaksi atau lebih sering disebut hubungan antar pribadi memiliki  model  yang  bermacam-macam.  Dalam  model  yang  telah  dibahas
pada bagan 1 tentang pola hubungan interaksi telah dijelaskan model apa yang dapat menyebabkan konflik.
35
Besar  dari  konflik  tersebut  juga  dapat  diketahui  melalui  urutan  model yang digunakan. Ketika  seseorang menggunakan  model one-upone-up, maka
hubungan  antar  individu  akan  semakin  kompetitif,  karena  setiap  individu menginginkan kekuasaan  yang sama dan tidak mau kalah. Oleh karena itu hal
ini  dapat  membentuk  konflik.    Namun  konflik  juga  dapat  terbentuk  dari  pola transisi. Akan tetapi kadar konfliknya karena tidak ada penyelesaian sehingga
timbul suatu masalah baru. Dalam  sebuah  paguyuban  itu  sendiri  sering  terjadi  sebuah  konflik
internal.  Karena  perbedaan  pendapat  yang  begitu  besar,  banyak  beberapa orang  yang  ingin  mendominasi  kekuasaan  untuk  mempertahankan
pendapatnya  tersebut.  Oleh  karena  itu,  sebuah  konflik  ini  dapat  terjadi  kapan saja, dimana saja dan siapa saja.
F. Definisi Konseptual
F.1. Pola Hubungan Interpersonal
Pola  hubungan  interpersonal  adalah  suatu  jenis  atau  cara-cara  tertentu yang  bisa  terjadi  dalam  suatu  interaksi  antara  seseorang  dengan  orang  lain.
Pola ini terbentuk karena setiap pelaku bersifat komunikatif, sehingga mereka memainkan  perannya  untuk  mengutarakan  pendapat  masing-masing.  Pola
hubungan  juga  menjabarkan  apa  itu  hubungan,  bagaimana  dapat  terbentuk, dipertahankan dan bagaimana hubungan itu dapat berubah.
25
25
St ephen W. Lit t lejohn, Theories of Human Comm unicat ion
Salemba Humanika, Jakarta 2009
Hal 284
36
F.2. Konflik
Konflik  merupakan  oposisi  atau  pertentangan  pendapat  antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi.
26
Konflik ini dapat  terjadi  di  dalam  suatu  paguyuban  atau  organisasi.  Karena  setiap
individu yang hidup di suatu wadah pasti akan melakukan interaksi dengan orang lain.
G. Fokus Penelitian