5
Oleh karena itu, dalam penelitian ini diharapkan kita dapat mengetahui jenis pola hubungan interpersonal yang seperti apa sehingga menimbulkan
sebuah konflik yang terjadi pada paguyuban Kakang Mbakyu Kota Malang ini. Peneliti menjadi tertarik untuk dapat meneliti fenomena konflik yang
sering terjadi dalam organisasi ini. Selain itu, peneliti juga dapat menarik kesimpulan, bahwa dimana ada beberapa pihak yang lebih sering menjadi
pencipta konflik. Sehingga peneliti tertarik untuk dapat meneliti fenomena tersebut, disamping itu hasil dari pembuatan penelitian ini dapat menjadi
rekomendasi tentang sistem penilaian atau penyeleksian pemilihan Kakang Mbakyu kota Malang selanjutnya serta untuk evaluasi kinerja tahun
kepungurusan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya yang diajukan adalah : Bagaimanakah pola hubungan interpersonal dapat membentuk suatu
konflik di dalam sebuah Paguyuban Kakang Mbakyu Kota Malang angkatan 2009 dalam kasus penyelesaian tanggung jawab pembagian tugas kepanitiaan
pemilihan Kakang Mbakyu 2010?
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti angkat, maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui pola hubungan interpersonal dalam
membentuk sebuah konflik di Paguyuban Kakang Mbakyu Kota Malang angkatan 2009 dalam kasus penyelesaian tanggung jawab pembagian tugas
kepanitiaan pemilihan Kakang Mbakyu 2010 .
6
D. Manfaat Penelitian
D.1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi maupun pengetahuan bagi para pembaca untuk lebih memperhatikan konflik yang ada
di sekitar kita. Selain itu, peneliti berharap hasil dari penelitian ini dapat menjadi pegangan bagi para peneliti lain yang akan melakukan penelitian
yang sama di kemudian hari. Dan yang terakhir, hasil dari penelitian ini dapat menambah referensi bagi mahasiswa ilmu komunikasi Universitas
Muhammadiyah Malang.
D.2. Manfaat Praktis
Dengan adanya penelitian ini, maka kita dapat memahami bagaimana konsep untuk memanajemen konflik yang ada di paguyuban kakang mbakyu.
Selain itu penelitian ini juga berguna khusus untuk Paguyuban Kakang Mbakyu Kota Malang itu sendiri supaya lebih maju ke depannya dan
mengevaluasi kinerja tahun kepengurusan 2009. Dengan memahami pola hubungan ini, maka hasil penelitian ini dapat menjadi sebuah pertimbangan
untuk sistem penilaian yang dilakukan oleh dewan juri dalam memilih para duta wisata. Karena hasil dari penelitian ini akan memaparkan beberapa
anggota yang memiliki intensitas lebih banyak dalam menimbulkan konflik.
7
E. Tinjauan Pustaka
E.1. Hubungan Interpersonal E.1.1. Pengertian Hubungan Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang, dan pnerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang,
dengan menjelaskan pengetahuan tentang masing-masing dari kita.
3
Effendy 1992 menyatakan bahwa komunikasi interpersonal dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku
seseorang, karena sifatnya dialogis, berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga,
pada saat komunikasi dilancarkan.
4
Ketika kita telah terjalin sebuah komunikasi interpersonal atau komunikasi antar personal, maka akan dapat
terbentuk sebuah hubungan. Sehingga hubungan seperti ini disebut sebagai hubungan interpersonal.
Hubungan telah menjadi sebuah subjek penting yang terkait dengan komunikasi interpersonal sejak tahun 1960-an. Hubungan
interpersonal merupakan suatu interaksi timbal balik yang kita terima dari orang lain dan kedua pihak saling melakukannya secara bersama-sama.
5
Hubungan interpersonal dapat juga diketahui atau dianalisa dengan beberapa cara. Coleman dan Hammen 1974: 224-231 menyebutkan
empat buah model. Yang pertama model pertukaran sosial social
3
Joseph A. Devit o, Komunikasi Ant ar M anusia Professional Books, Jakart a 1997 Hal 231
4
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi PT Remaja Rosdakarya, Bandung 1992 Hal 8
5
St ephen W. Lit t lejohn, Theories of Human Comm unicat ion
Salemba Humanika, Jakarta 2009
Hal 283-284
8
exchange model; kedua model peranan role model; ketiga model permainan the “games people play” model; dan yang terakhir model
interaksional interactional model.
6
a. Model Pertukaran Sosial Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu
transaksi dagang. Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis ini adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal
dalam hubungan social hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Ganjaran, biaya, laba
dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini.
Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Biaya adalah akibat yang dinilai
negatif di dalam suatu hubungan. Laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Dan yang terakhir adalah tingkat perbandingan merupakan
ukuran baku standar yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang.
b. Model Peranan Model peranan diibaratkan sebagai panggung sandiwara. Di sini
setiap orang harus memainkan peranannya sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang
baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan ekspektasi peranan
6
Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Komunikasi PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2000 Hal 120
9
dan tuntutan peranan, memiliki keterampilan peranan, dan terhindari dari konflik peranan dan kerancuan peranan.
Ekspektasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan hal yang berkaitan dengan posisi tertentu dalam kelompok. Tuntutan peranan
adalah desakan sosial yang memaksa individu untuk memenuhi peranan yang telah dibebankan kepadanya. Keterampilan peranan
adalah kemampuan memainkan peranan tertentu, kadang juga disebut kompetensi sosial. Dan konflik peranan terjadi bila individu tidak
sanggup mempertemukan berbagai tuntutan peranan yang kontradiktif. c. Model Permainan
Dalam model ini, orang-orang berhubungan dalam bermacam- macam permainan. Mendasari permainan ini adalah tiga bagian
kepribadian manusia, orang tua; orang dewasa; dan anak. Orang tua adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan
perilaku yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita anggap orang tua kita. orang dewasa adalah bagian kepribadian yang
mengolah informasi secara rasional, sesuai dengan situasi dan biasanya berkenaan dengan masalah-masalah penting yang memerlukan
pengambilan keputusan secara sadar. Anak adalah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak dan
mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan.
10
d. Model Interaksional Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu
sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat structural, integrative dan medan.
Hubungan interpersonal dapat dipandang sebagai sistem dengan sifat-sifatnya. Untuk menganalisanya kita harus melihat pada
karakteristik individu-individu yang terlibat, sifat-sifat kelompok dan sifat-sifat sama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan
peranan, serta permainan yang dilakukan. Dengan singkat, model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.
7
E.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Interpersonal
Setiap hubungan atau interaksi pasti banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor, baik faktor internal amupun eksternal. Akan tetapi faktor
terpenting disini adalah suatu konsep diri yang membentuk sebuah persepsi. Konsep diri dipengaruhi pula oleh faktor-faktor yang dapat
membentuk cerminan diri kita. Harry Stack Sullivan 1953 menjelaskan “bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena
keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita,
menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyukai diri kita.”
8
7
Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Komunikasi PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2000 Hal 121-124
8
Ibid. Hal 101
11
Konsep diri merupakan faktor yang paling penting dalam hubungan interpersonal. Karena setiap orang melakukan sesuatu pasti atas
dasar konsep dirinya dan kemauan yang kuat dari dalam dirinya. Setiap orang memiliki kualitas konsep diri yang berbeda, akan tetapi hal tersebut
dibagi menjadi dua skala besar untuk membedakannya, positif dan negatif. Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert ada empat tanda
orang yang memiliki konsep diri negatif. Pertama ia peka terhadap kritik; yang kedua adalah sangat responsif terhadap pujian; ketiga, orang yang
konsep dirinya negatif merasa cenderung tidak disenangi oleh orang lain atau merasa tidak diperhatikan; dan yang terakhir bersikap pesimis
terhadap suatu kompetisi, orang seperti ini sudah kalah sebelum berperang. Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri positif ditandai
dengan lima hal yaitu: 1. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah
2. Ia merasa setara dengan orang lain 3. Ia menerima pujian tanpa rasa malu
4. Ia menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat
5. Ia mampu memperbaiki dirinyakarena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha
mengubahnya.
9
9
Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Komunikasi PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2000 Hal 105
12
Akan tetapi tidak akan pernah ada manusia yang selalu berkonsep diri positif atau negatif. Setiap orang pasti akan merasakan dimana dirinya
memiliki konsep diri negatif ataupun sebaliknya. Namun, untuk memperoleh efektifitas komunikasi interpersonal yang baik, maka
dibutuhkan konsep diri yang positif sebanyak-banyaknya.
E.1.3. Hambatan Hubungan Interpersonal
Dalam suatu hubungan pasti ada suatu hambatan atau sering disebut noise. Hambatan ini merupakan suatu halangan yang membuat
proses komunikasi tidak efektif. Dalam berkomunikasi sudah tentu setiap orang mendambakan kelancaran dan penyampaian pesan tepat pada
sasaran. Akan tetapi dengan adanya hambatan yang dipengaruhi oleh beberapa hal ini dapat menjadi proses komunikasi kurang tertuju dengan
baik. Untuk itu sebelum kita melakukan proses komunikasi ada baiknya
mengetahui hal-hal apa saja yang menghambat proses komunikasi tersebut. Herbert J. Chruden dan Arthur W. Sherman
10
menerangkan ada beberapa hal yang perlu diketahui tentang rintangan dalam berkomunikasi,
yaitu:
1. Perbedaan Antara Individu-individu
1.1. Perbedaan dalam Persepsi Suatu akibat daripada pengalaman-pengalaman sebelumnya
adalah bahwa setiap pegawai membawa caranya sendiri dalam
10
M oekijat , Teori Komunikasi
M andar M aju, Bandung 1993 Hal 183-191
13
pekerjaannya untuk melihat sesuatu, atau dengan kata lain suatu kerangka acuan pribadi. Kerangka acuan ini menentukan cara ia
menafsirkan apapun yang dilihatnya atau didengarkannya. 1.1.1. Perbedaan dalam Usia
Usia menentukan prioritas dalam segi kesehatan indera. Ketika seseorang berusia diatas 30 tahun, maka kelemahannya adalah dalam
segi pendengaran atau penglihatan. Sehingga para komunikator harus mempunyai cara yang tepat dalam penyampaian pesan tersebut.
Sebaliknya, apabila komunikan usianya lebih rendah dari komunikator, maka kita tidak harus memandang mereka berbeda dari segi biologis
saja. Akan tetapi pencernaan pesan yang mereka tangkap jauh lebih cepat. Sehingga perlu adanya kebijaksanaan khusus dalam
mengendalikan komunikasi. 1.1.2. Perbedaan dalam Keadaan Emosi
Cara seorang individu menafsirkan suatu situasi sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi seseorang saat itu. Motivasi dan emosi
pengirim dan penerima merupakan subjek bagi pengaruh timbale balik secara terus menerus. Suatu cara untuk meningkatkan komunikasi
adalah dengan mengurangi perilaku yang bersifat membela diri yang terjadi apabila seorang individu terancam.
1.2. Perbedaan dalam Kemampuan Mendengarkan Kita dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana dunia
mengharapkan orang-orang lain atau keadaan motivasi dan emosi apakah
14
yang mereka
mungkin mengalaminya
dengan mendengarkan.
Seharusnya kita lebih banyak mendengarkan orang lain tanpa memberikan evaluasi atau disebut pendengaran nonevaluatif. Dengan hal
ini membantu meningkatkan pengertian dengan mendorong orang lain tidak hanya untuk mendengarkan secara lebih baik, tetapi juga untuk
memberikan informasi yang lebih banyak. Apabila orang lain mengalami keterbuakaan dan kebebasan dari suatu lingkungan yang tidak
mengancam, maka orang tersebut juga mempunyai persepsi yang jelas tentang apa yang sedang ia katakan.
1.3. Perbedaan dalam Penafsiran Semantik Kata-kata, seperti halnya gerak isyarat, dapat ditafsirkan dengan
berbagai cara dan dengan demikian mengakibatkan suatu rintangan terhadap komunikasi. Oleh karena itu, tidak perlu menggunakan kata-
kata yang bermakna ganda, sehingga membuat orang lain menafsirkan yang berbeda. Komunikasi yang efektif dapat diperoleh ketika kita
menggunakan bahasa-bahasa yang tepat. 1.4. Perbedaan dalam Status
Kedudukan individu
dalam sebuah
lingkungan akan
mempengaruhi pola komunikasi. Dalam status sosial atau status jabatan, akan berdampak besar di suatu proses komunikasi. Misalkan saja dalam
hubungan manajer dengan bawahan.
15
1.4.1. Pencairan Informasi Dalam komunikasi ke bawah tiap usaha harus dilakukan oleh
pejabat pimpinan dan pegawai-pegawai manajerial untuk mengurangi terjadinya jumlah pencairan informasi yang tidak perlu, agar orang-
orang bawahan dapat mempunyai informasi yang sebanyak-banyaknya untuk dapat mempunyai informasi yang sebanyak-banyaknya untuk
dapat melaksanakan pekerjaan secara baik dan bersemangat. 1.4.2. Penyaringan Informasi
Sebaliknya, apabila berkomunikasi dengan orang-orang atasan, orang-orang bawahan kemungkinan besar hanya memberikan sebagian
informasi dan sering mewarnai kejadian-kejadian sedemikian rupa untk menyembunyikan kesalahan-kesalahan, kegagalan-kegagalan, dan
jenis berita yang orang atasan merasa kurang senang. Manipulasi fakta-fakta dengan sadar untuk mewarnai kejadian-kejadian ini disebut
penyaringan.
2. Rintangan yang Ditimbulkan oleh Suasana Psikologis
Suatu organisasi juga mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lainnya. Suasana pekerjaan individu-individu mempengaruhi baik
sikap dan perilaku mereka maupun keefektifan komunikasi dalam organisasi.
2.1. Kepribadian Manajer Anggota-anggota manajemen puncak dan menengah dapat sangat
mempengaruhi komunikasi. Penglihatan mereka terhadap peranan
16
mereka sendiri dan sikap serta kepekaan mereka terhadap orang-orang bawahan merupakan faktor-faktor yang penting dalam kemampuan
mereka sendiri untuk berkomunikasi. 2.2. Pengaruh Kelompok Khusus Terhadap Suasana
Dalam suatu organisasi mungkin terdapat suatu kelompok khusus yang terdiri dari individu-individu dari berbagai macam profesi dengan
nilai yang berbeda. Nilai yang berbeda inilah yang mengakibatkan rintang terhadap komunikasi yang sering sulit mengatasinya.
3. Rintangan dalam Mekanika Komunikasi
3.1. Tidak Mempunyai Rencana Tertentu Meskipun dalam sebuah organisasi telah terstruktur dengan baik
tentang jabatannya masing-masing, akan tetapi ketika dalam sebuah organisasi tersebut tidak adanya perencanaan yang baik tentang
penyaluran informasi, ini merupakan suatu rintangan dalam komunikasi. 3.2. Kurangnya atau Tidak Adanya Kejelasan
Tanpa memandang tingkat pendidikan atau intelektual orang- orang dengan siapa seseorang akan berkomunikasi, pengertian agaknya
menjadi berkurang apabila bahan-bahan yang disajikan tidak jelas. 3.3. Kurangnya Kecakapan Membaca
Mereka yang karena sesuatu alasan tidak mempunyai tingkat kecakapan membaca yang diperlukan untuk menangani bermacam-
macam jenis komunikasi sering merugikan.
17
3.4. Rintangan-rintangan Lain Penilaian
media sering
merupakan rintangan
terhadap komunikasi. Apabila orang-orang yang memerlukan informasi tidak
mudah dihubungi dengan satu jenis media, maka komunikasi dapat menjadi kurang lancar.
E.1.4. Pola Hubungan Interpersonal
Hubungan telah menjadi suatu hal yang sangat penting dalam penelitian komunikasi interpersonal. Karena dalam suatu hubungan ini
akan membentuk sistem komunikasi yang efektif atau tidak. Ketika pada prosesnya terjadi komunikasi secara efektif, maka hubungan yang terjalin
antar pribadi ini akan semakin baik. Sebaliknya jika terjadi suatu problematika yang mempengaruhi hal tersebut, maka akan terjadi suatu
konflik dan hubungan menjadi sangat renggang hingga putus. Palo Alto Group mengatakan bahwa ketika dua orang saling
berkomunikasi selain apapun yang mereka lakukan, mereka mengartikan hubungannya dengan mereka berinteraksi. Ketika berbicara dengan orang
lain, kita selalu membuat dugaan untuk perilaku kita sendiri dan perilaku orang lain. Terkadang, kita memperkuat dugaan lama dan pada waktu
yang lainnya, kita terlibat dalam pola-pola interaksi baru yang dapat membentuk dugaan baru untuk interaksi di waktu yang akan datang. Hal
ini juga dijelaskan dalam suatu bagan teori pola hubungan.
11
11
St ephen W. Lit t lejohn, Theories of Human Comm unicat ion
Salemba Humanika, Jakarta 2009
Hal 284-287
18
Pola hubungan interpersonal ini merupakan tradisi sibernetika. Tradisi ini memiliki pengaruh yang sangat penting dalam cara berpikir
para akademisi komunikasi tentang hubungan. Hubungan bukanlah entitas statis yang tidak pernah berubah. Namun, hubungan terdiri atas pola-pola
sibernetika interaksi kata-katadan tindakan seseorang member pengaruh pada bagaimana orang lain merespon.
12
Tabel 1.1 Pola Hubungan Interpersonal
Arah Kendali Pesan Pembicara B Arah Kendali Pesan
Pembicara A One Up
One Down One Across
One Up
1. Simetri yang
kompetitif 4.
Kelengkapan 7.
Transisi
One Down
2. Kelengkapan
5. Simetri yang
patuh 8.
Transisi
One Across
3. Transisi
6. Transisi
9. Simetri netral
Sumber: Stephen W. Littlejohn 2009 Theories of Human Communication
12
St ephen W. Lit t lejohn, Theories of Human Comm unicat ion
Salemba Humanika, Jakarta 2009
Hal 284
19
Contoh-contoh Pola Kendali
1. Simetris Kompetitif A: Kamu tahu kalau saya ingin rumah ini selalu bersih
B: Mungkin kamu dapat membantu saya 2. Kelengkapan
A: Tolong bantu saya. Saya membutuhkan kamu B: Baiklah, saya tahu caranya
3. Transisi A: Mari kita berkompromi
B: Tidak, caraku adalah yang terbaik 4. Kelengkapan
A: Mari kita pergi ke luar kota akhir pekan ini B: Baiklah
5. Simetri Kepatuhan A: Aku merasa sangat lelah. Apa yang harus kita lakukan?
B: Aku tidak tahu, kamu saja yang memutuskan 6. Transisi
A: Ayahku cerewet sekali malam ini. B: ya, kau benar; dia memang cerewet
7. Transisi A: Menurutku kita harus punya anak lagi
B: Banyak orang yang ingin punya anak sekarang ini 8. Transisi
A: Tolong bantu saya. Apa yang harus saya lakukan? B: Saya tidak tahu
20 9. Simetri Netral
A: Rumah tetangga sepertinya harus dicat B: Jendelanya juga kotor
Ada dua tipe pola yang penting bagi Palo Alto Group untuk menggambarkan gagasan ini. Jika dua orang saling merespon denga cara
yang sama, disebut Simetris. Pada simetris pertentangan sangat dapat mungkin sekali terjadi konflik yang besar. Karena dalam pola hubungan
seperti ini pihak satu dengan pihak kedua saling mengutarakan pendapatnya dengan cara yang sama untuk memperoleh kekuasaan. Akan
tetapi simetris tidak hanya pertentangan kekuasaan, bisa juga memberi tanggapan pasif, tanggapan balasan atau saling menjaga.
Tipe kedua adalah pelengkapan, dalam hubungan ini pelaku komunikasi merespon dengan cara yang berlawanan. Ketika seseorang
bersikap mendominasi yang lainnya mematuhi; ketika seseorang bersifat argumentasi yang lainnya diam; ketika seseorang menjaga yang lain
menerimanya. Ketika seseorang membuat sebuah pernyataan yang tegas, orang
lain dapat merespon dengan salah satu dari tiga cara berikut. One-down, ia menerima pernyataannya. One-up, ia dapat membuat pernyataan balasan
atau menolak gerakan dari orang pertama. One-across, gerakan menerima atau menolak kendali dari orang pertama dengan tidak terlalu mengakui
gerakan kendali orang lain, misal memperluas topik, bertanya, mengganti atau menundanya. Gerakan one-up adalah tindakan yang mendominasi.
21
Akan tetapi hal ini dapat terjadi ketika orang lain menerimanya dengan memberikan sikap one-down.
E.2. Komunikasi Interpersonal dalam Organisasi
Organisasi dapat diartikan sebagai sebuah kelompok individu yang diorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Jumlah individu sangat bervariasi
dari satu organisasi ke organisasi lainnya. Tujuan umum sebuah organisasi adalah menghasilkan pendapatan. Akan tetapi, berbagai tujuan lain yang
mendukung harus segera dipenuhi agar mendapatkan pendapatan yang maksimal. Misalnya dengan kinerja yang efektif, maka organisasi harus
mempunyai orang-orang dengan motivasi yang tinggi.
13
Dalam sebuah organisasi pasti terdapat suatu komunikasi antar personal. Istilah ini lebih dikenal sebagai pendekatan hubungan antar manusia, yang
berkembang sebagai reaksi terhadap perhatian eksklusif factor-faktor phisik dalam mengukur keberhasilan organisasi. Pendekatan hubungan antar manusia
mengakui pentingnya kelompok sosial, informal di dalam organisasi dan memberikan pertimbangan khusus pada komunikasi interpersonal di dalam
sub kelompok organisasi tersebut.
14
Dalam sebuah proses komunikasi yang terjadi ini ada beberapa perbedaan karakteristik anggota orgnisasi. Perbedaan yang dilatar belakangi
oleh beberapa faktor ini dapat memberikan label atau identitas tentang diri kita masing-masing. Sehingga dalam sebuah interaksi antar manusia di dalam
sebuah organisasi dapat pula terbentuk sebuah interaksi melalui identitas yang
13
Joseph A. Devit o, Komunikasi Ant ar M anusia Prof essional Books, Jakart a 1997 Hal 337
14
Ibid. Hal 341
22
beragam. Hal inilah yang menggiring manusia untuk melakukan negosiasi identitas dengan manusia lainnya.
E.2.1. Teori Komunikasi tentang identitas
Komunikasi merupakan alat untuk membentuk identitas dan juga mengubah mekanisme. Menurut Michael Hecht menguraikan identitas
melebihi pengertian sederhana akan dimensi diri dan dimensi yang digambarkan. Tingkatan pertama adalah personal layer, yang terdiri dari
rasa akan keberadaan diri kita dalam situasi sosial. Tingkatan kedua adalah enactment layer, atau pengetahjuan orang lain tentang kita berdasarkan
apa yang kita kerjakan, kita miliki dan bagaimana kita bertindak. Tingkatan ketiga adalah relational, identitas dibentuk berdasarkan interaksi
kita dengan orang lain. Terakhir adalah communal, yang diikat dalam kelompok budaya yang sangat besar dalam suatu wilayah tertentu.
15
E.2.2. Teori Negoisasi Identitas
Menurut Stella Ting-Toomey pada dasarnya identitas itu ada dua macam, yaitu identitas kebudayaan dan identitas etnik. Terutama negoisasi
yang terjadi ketika kita berkomunikasi di dalam dan diantara kelompok- kelompok kebudayaan. Beberapa individu lebih efektif dalam memperoleh
keseimbangan yang nyaman. Ketika kita mampu berganti dari satu konteks budaya ke budaya yang lainnya dengan sadar dan mudah, maka kita telah
mencapai keadaan pengubahan kebudayaan cultural transformer. Kunci
15
St ephen W. Lit t lejohn, Theories of Human Comm unicat ion
Salemba Humanika, Jakarta 2009
Hal 130-131
23
untuk memperoleh keadaan-keadaan tersebut adalah kemampuan lintas budaya Intercultural competence.
Kemampuan lintas budaya terdiri atas dari tiga komponen- pengetahuan knowledge, kesadaran mindfulness, dan kemampuan
skill. Pengetahuan adalah pemahaman akan pentingnya identitas etnik atau kebudayaan dan kemampuan melihat apa yang penting bagi orang
lain. Kesadaran berarti secara biasa dan teliti untuk menyadari. Terakhir, kemampuan mengacu pada kemampuan untuk menegosiasi identitas
melalui observasi yang diteliti, menyimak, empati, kepekaan nonverbal, kesonpanan, penyusunan ulang dan kolaborasi. Kita tahu jika kita telah
memperoleh negoisasi identitas yang efektif jika kedua pihak merasa dipahami, dihormati dan dihargai.
16
E.3. Konflik E.3.1. Definisi Konflik
Menurut Winardi 1994 konflik merupakan oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi.
17
Sehingga dalam sebuah konflik terdapat adanya suatu komunikasi yang kurang efektif. Dengan demikian timbul suatu salah persepsi maupun
perbedaan ide-ide yang signifikan. Konflik sendiri memang tidak dapat dihindari oleh siapapun. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu di
sibukkan dengan banyak masalah yang silih berganti datang menjumpai.
16
St ephen W. Lit t lejohn, Theories of Human Comm unicat ion
Salemba Humanika, Jakarta 2009
Hal 132-134
17
Winardi, M anajemen Konflik M andar M aju, Bandung 1994 Hal 1
24
Mengingat akan hal tersebut, maka cara yang terbaik adalah dengan melakukan pendekatan untuk mencari solusi masalah tersebut.
Bukan berarti ketika kita dihadapkan dengan sebuah konflik, dengan mudahnya menghindar begitu saja. Padahal dibalik sebuah konflik yang
menghampiri kita ada sisi dimana dapat diambil sebuah manfaat. Dalam sebuah konflik ada beberapa unsur yang memasuki kawasan
ini. Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa konflik bisa dalam antar manusia, kelompok dengan kelompok maupun organisasi dengan
organisasi. Konflik antar pribadi merupakan konflik yang juga memasuki
daerah rawan. Karena setiap konflik bisa saja mengakibatkan pemutusan tali hubungan satu sama lain. Hubungan antar manusia merupakan
hubungan interaksi yang paling efektif. Oleh karena itu jika dalam hubungan ini telah menemukan titik konflik, maka bisa saja dalam
kelompok masyarakat atau organisasi yang mereka tempati dapat menemukan kehancuran.
Konflik dapat terjadi antara orang-orang apabila mereka memiliki sasaran-sasaran yang berbeda atau cara-cara yang berbeda untuk mencapai
sasaran. Andaikata tidak terdapat adanya kepentingan yang mengakar, maka konflik tipe demikian seringkali relatif mudah diselesaikan, terutama
apabila ia dibicarakan secara terbuka dengan itikad baik dari semua pihak yang berkepentingan.
25
Kadang-kadang ada pula konflik yang muncul di dalam diri orang tertentu, seringkali hal tersebut memasuki hubungannya dengan pihak lain,
yang menyebabkan timbulnya konflik antara orang itu dengan pihak lain tersebut. Konflik internal seringkali merupakan penyebab macam-macam
problem interaksi.
18
E.3.2. Faktor Penyebab Konflik
Konflik dapat terbentuk dari faktor-faktor yang beragam. Misalkan saja dari faktor lingkungan sekitar, intrapersonal maupun faktor lainnya.
Akan tetapi semua itu kembali kepada individu masing-masing. Dalam sebuah diri seseorang terdapat suatu pola piker yang beragam. Dari sini
akan terbentuk sebuah konsep diri atau persepsi. Persepsi ini ternyata memiliki peranan yang sangat kuat dalam
pembentukan dan pemeliharaan posisi-posisi konflik. oleh karena itu dalam buku Manajemen Konflik karangan Winardi
19
dijelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan konflik.
1. Dianutnya nilai-nilai baru oleh anggota-anggota kelompok tertentu atau orang dengan orang.
2. Sebuah kesulitan atau problem baru, dihadapi oleh kelompok dimana para anggotanya mempersepsikan dengan cara berbeda-beda.
3. Peranan seorang anggota di luar kelompok tersebut bertentangan dengan peranan anggota tersebut di dalam kelompok itu.
18
Winardi, M anajemen Konflik
M andar Maju, Bandung 1994 Hal 103
19
Ibid. Hal 4
26
Akan tetapi itu hanyalah sebagian kecil dari faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sebuah konflik. telah dijelaskan pula di atas,
bahwa sebagian besar konflik terbentuk dari sebuah pola pikir manusia itu sendiri. Hal tersebut juga telah dijelaskan dalam teori Freud. “Manusi dan
lingkungan sosialnya selalu berada dalam konflik yang tak henti-hentinya. Masyarakat berada di atas posisi konflik ini, karena individu takut pada
ancaman destruktif dari masyarakat.”
20
Konflik muncul, apabila terdapat adanya ketidaksesuaian paham pada sebuah situasi sosial tentang pokok-pokok pikiran tertentu dan
terdapat adanya antagonism-antagonisme emosional. Winardi 1994 juga menjelaskan ada dua macam konflik yang
disebabkan oleh sesuatu hal, yaitu:
Konflik Substantif,
meliputi ketidaksesuaian paham tentang hal-hal seperti tujuan-tujuan, alokasi sumber daya, distribusi imbalan-imbalan,
kebijaksanaan, prosedur, serta penugasan kerja.
Konflik Emosional,
timbul karena
perasaan-perasaan marah,
ketidakpercayaan, ketidaksenangan, takut dan sikap menentang maupun bentrok-bentrokan kepribadian.
21
E.3.3. Proses Terjadinya Konflik
Proses terjadinya suatu konflik bermula dari ketidak efektifan suatu komunikasi antara individu satu dengan individu yang lainnya.Akan tetapi
20
Sarlit o Wiraw an, Teori-t eori Psikologi Sosial PT Raja Grafindo Persada, Jakart a 1983 Hal 146
21
Winardi, M anajemen Konflik
M andar Maju, Bandung 1994 Hal 5
27
untuk lebih rinci tentang proses terjadinya suatu konflik, Winardi 1994
22
telah menjelaskan tahapan-tahapan timbulnya konflik dari sebuah bagan sebagai berikut:
Bagan 1.1 Tahapan Perkembangan Suatu Konflik
Sumber: Prof. DR. Winardi, SE 1994 Manajemen Konflik Apabila dalam daerah kondisi anteseden terdapat semua unsur
tersebut, maka tersedia lahan subur untuk berkembangnya konflik. adanya
22
Winardi, M anajemen Konflik
M andar Maju, Bandung 1994 Hal 15
KONDISI-KONDISI ANTESEDEN
Ambiguit as peranan
Sum ber-sum ber daya langkah
Tugas-t ugas yang int erpenden
Penghalang t erhadap komunikasi
Per bedaan individual
Konflik yang belum t erselesaikan Konflik yang
dibayangkan Konflik yang
dirasakan
Konflik yang memanif est asi diri
Pem ecahan Penyelesaian Konflik at au Penekanan Konflik
Hasil Sesudah Konflik
28
kondisi tersebut, menunjukkan situasi dimana terdapat potensi konflik tinggi.
Konflik dibayangkan, merupakan suatu persepsi yang mungkin dirasakan atau tidak oleh orang-orang yang terlibat di dalamnya. Konflik
dirasakan, maka ia mencapai makna dalam arti bahwa cukup banyak tegangan yang terdapat, hingga muncul keinginan untuk mengurangi
perasaan yang kurang menyenangkan itu. Adakalanya orang-orang merasakan adanya konflik, tetapi mereka
tidak mengetahui dengan pasti apa sumber ataupun penyebabnya. Konflik yang dinyatakan secara terbuka disebut konflik yang memanifestasi diri.
Sebuah konflik manifest dapat diatasi, dalam arti bahwa kondisi-kondisi anteseden diperbaiki, ditekan hingga dengan demikian tidak ada perubahan
dalam kondisi anteseden dan perilaku konflik dikendalikan. Akhirnya, hasil tentang bagaimana konflik tertentu ditangani, dapat
mempengaruhi konflik-konflik masa mendatang. Konflik-konflik yang tidak diatasi, akan berkembang intensitasnya, dan ia akan menimbulkan
konflik-konflik masa yang akan datang sehubungan dengan persoalan- persoalan yang serupa.
Pemecahan konflik sebenarnya, menyebabkan timbulnya kondisi- kondisi yang mengurangi potensi untuk konflik-konflik pada masa
mendatang, yang serupa sifatnya dan ia juga menyediakan landasan bagi konflik-konflik lainnya untuk diatasi atau dipecahkan dengan cara yang
konstruktif.
29
E.3.4. Dampak Konflik
Setiap kali kita mendengar konflik pasti yang ada dalam pikiran kita adalah dampak yang buruk. Padahal konflik tidak hanya berdampak
buruk, akan tetapi manajemen konflik yang baik akan menghasilkan dampak yang baik pula.
Dalam buku Manajemen Konflik karangan Winardi 1994, ada dua kemungkinan yang terjadi dalam konflik, yaitu dampak negatif atau
konflik destruktif dan dampak yang positif konflik konstruktif.
23
Konflik Destruktif
Konflik ini menimbulkan kerugian bagi individu atau organisasi yang terlibat di dalamnya. Ada macam-macam kerugian yang ditimbulkan
karena konflik destruktif, misalnya beberapa diantara kerugian yang dapat dialami orang-orang yang terlibat di dalamnya melalui hal-hal berikut:
1. Perasaan cemas tegang stress yang tidak perlu, atau yang mencekam 2. Komunikasi yang menyusut
3. Persaingan yang makin hebat 4. Perhatian yang makin menyusut terhadap tujuan bersama
5. Menyusutnya produktifitas dan kepuasan
Konflik Konstruktif
Konflik yang satu ini menimbulkan suatu keuntungan bagi kita. adapun keuntungan yang didapatkan dari konflik ini adalah:
23
Winardi, M anajemen Konflik
M andar Maju, Bandung 1994 Hal 5-7
30
1. Kreatifitas dan Inovasi yang meningkat, akibat dari adanya konflik ini membuat para individu untuk melakukan pembaharuan dalam sistem
kerjanya. 2. Upaya yang meningkat, dapat diatasinya perasaan apatis dan ia dapat
menyebabkan orang-orang yang terlibat dengan bekerja lebih keras. 3. Ikatan yang makin kuat, konflik yang terjadi dengan pihak luar, akan
meningkatkan ikatan dalam satu kelompok tersebut untuk mencapai tujuan bersama.
4. Ketegangan yang menyusut, konflik dapat membantu menyusutkan ketegangan pada seseorang, apabila tidak demikian maka akan
menimbulkan stress.
E.3.5. Manajemen Konflik
Sebuah konflik atau masalah tidak baik untuk dihindari, karena itu bukanlah suatu penyelesaian sebuah masalah. Sebaliknya, hal tersebut
akan menambah jumlah masalah yang dibebani oleh kita. Akan tetapi tidak banyak orang mengetahui akan manajemen
konflik yang baik dan efektif. Banyak diantara kita yang mengatasi konflik dengan cara yang salah. Devito 1997 menjelaskan beberapa manajemen
konflik yang produktif dan tidak produktif.
24
1. Manajemen Konflik yang Tidak Produktif
1.1. Penghindaran, Non-negosiasi dan Redefinisi
24
Joseph A. Devit o, Komunikasi Ant ar M anusia Prof essional Books, Jakart a 1997 Hal 270-275
31
Salah satu reaksi terhadap konflik yang paling sering dilakukan
adalah penghindaran. Sering ini dijumpai dalam bentuk pelarian fisik.
Reaksi seperti ini dapat pula berbentuk penghindaran emosional atau intelektual. Disini orang meninggalkan konflik secara psikologis
dengan tidak menanggapi argument atau masalah yang dikemukakan.
Non-negosiasi , bentuk ini dilakukan dalam bentuk memaksakan
pendapatnya sampai pihak lain menyerah. Ini adalah tekhnik yang dinamakan “Steamrolling” buldoser. Dan yang terakhir adalah
redefinisi , dimana sumber konflik seakan-akan dikesampingkan oleh
orang lain. Tidak pernah ada penyelesaian.
1.2. Pemaksaan
Bila dihadapkan pada suatu konflik, banyak orang berusaha memaksakan
keputusan atau
cara berpikir
mereka dengan
menggunakan pemaksaan atau kekuatan fisik. Pemaksaan ini lebih bersifat emosional. Tetapi, apapun yang dilakukan masalahnya tidak
pernah tersentuh.
1.3. Minimasi
Adakalanya kita mengatasi konflik dengan menganggapnya remeh. Kita mengatakan, dan barangkali percaya, bahwa konflik, penyebabnya
dan akibatnya sama sekali tidak penting. Kita menggunakan minimasi bila kita menganggap enteng perasaan pihak lain.
32
1.4. Menyalahkan
Dalam beberapa kasus sering kali kita merasa menyalahkan diri sendiri, akan tetapi seseorang juga lebih banyak menyalahkan orang
lain. Hal ini bukan menyelesaikan masalah, namun malah memperuncing masalah.
1.5. Peredam
Peredam ini juga sering dilakukan oleh siapapun. Dalam suatu masalah peredam ini bisa dilihat pada saat pertengakaran hebat lawan
konflik sentak menangis, menjerit, berteriak seakan-akan kehilangan kendali. Yang paling popular adalah sakit kepala atau sesak nafas. Yang
paling sulit jika salah satu pihak menggunakan tekhnik peredam ini, maka kita tidak pernah tahu apakah hal tersebut benar-benar terjadi.
Tetapi yang pasti masalah tidak akan pernah terselesaikan dengan baik.
1.6. Karung Goni
Strategi ini mengacu pada tindak-tindak menimbun kekecewaan dan kemudian menumpahkannya pada lawan bertengkar. Misalnya saja
ketika kita melakukan kesalahan pada orang lain. Para pengarung goni pura-pura masalah telah usai, akan tetapi hal tersebut kembali diungkit
di suatu saat nanti.
1.7. Manipulasi
Salah satu pihak berusaha mengalihkan konflik dengan bersikap mempengaruhi sebenarnya, menghilangkan kecurigaan. Sasarannya
adalah agar pihak lain membentuk kerangka pikir yang reseptif dan
33
damai sebelum menyatakan ketidaksetujuan. Situasi konflik dan pihak lain dimanipulasi sedemikian hingga pihak pemanipulasi pada akhirnya
memenangi pertengkaran.
1.8. Penolakan Pribadi
Salah satu pihak menolak memberikan cinta dan kasih sayang dan berusaha memenangkan pertengkaran dengan membuat pihak lain
menyerah karena sikap ini.
2. Manajemen Konflik yang Efektif
Di dalam buku Komunikasi Antar Manusia karangan DeVito, mengilhami konsep manajemen konflik yang efektif dari sebuah buku
George Bach dan Peter Wyden Intimate Enemy 1968.
2.1. Berkelahi secara Sportif
Pada kebanyakan hubungan antarpribadi, kita tahu dimana garis batas yang harus ditarik, khususnya dalam hubungan yang berlangsung
lama. Jagalah agar kita hanya menyerang daerah yang tidak menyakiti pihak lawan dan yang tidak akan menyebabkan semakin parahnya
permusuhan dan kemarahan.
2.2. Bertengkar secara Aktif
Kita harus ber[eran aktif dalam konflik antar pribadi. Jangan tutup telinga dan pikiran kita atau menghindarinya, ini semua tidak berarti.
Sebaliknya, jika konflik ingin diselesaikan, ia harus dihadapi secara aktif oleh kedua pihak.
34
2.3. Bertanggungjawas atas Pikiran dan Perasaan
Bila kita tidak sependapat dengan mitra kita atau menjumpai perilakunya yang tidak benar, bertanggungjawablah atas perasaan ini.
Jangan mengelak tanggungjawab tersebut. Pertanggungjawabkanlah pikiran dan perasaan dan tegaskanlah ini secara eksplisit.
2.4. Langsung dan Spesifik
Memusatkan pikiran terhadap masalah yang dihadapi merupakan cara yang tepat untuk menuntaskan suatu masalah. Jangan pernah
memandang masalah-masalah yang telah lampau, atau membawa latar belakang orang yang sedang berkonflik dengan kita. dengan fokus dan
langsung pada sasaran, konflik akan segera dapat diatasi.
2.5. Gunakan Humor untuk Meredakan Ketegangan
Humor seharusnya digunakan untuk meredahkan ketegangan yang memuncak. Jangan pernah menggunakan humor sebagai strategi untuk
memenangkan perang atau menjatuhkan pihak lain. Karena hal tersebut akan membuat pihak lain tersudut, dan masalah susah untuk
dituntaskan.
E.4. Pola Hubungan Interpersonal dalam Konflik di Paguyuban
Pola hubungan interaksi atau lebih sering disebut hubungan antar pribadi memiliki model yang bermacam-macam. Dalam model yang telah dibahas
pada bagan 1 tentang pola hubungan interaksi telah dijelaskan model apa yang dapat menyebabkan konflik.
35
Besar dari konflik tersebut juga dapat diketahui melalui urutan model yang digunakan. Ketika seseorang menggunakan model one-upone-up, maka
hubungan antar individu akan semakin kompetitif, karena setiap individu menginginkan kekuasaan yang sama dan tidak mau kalah. Oleh karena itu hal
ini dapat membentuk konflik. Namun konflik juga dapat terbentuk dari pola transisi. Akan tetapi kadar konfliknya karena tidak ada penyelesaian sehingga
timbul suatu masalah baru. Dalam sebuah paguyuban itu sendiri sering terjadi sebuah konflik
internal. Karena perbedaan pendapat yang begitu besar, banyak beberapa orang yang ingin mendominasi kekuasaan untuk mempertahankan
pendapatnya tersebut. Oleh karena itu, sebuah konflik ini dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan siapa saja.
F. Definisi Konseptual
F.1. Pola Hubungan Interpersonal
Pola hubungan interpersonal adalah suatu jenis atau cara-cara tertentu yang bisa terjadi dalam suatu interaksi antara seseorang dengan orang lain.
Pola ini terbentuk karena setiap pelaku bersifat komunikatif, sehingga mereka memainkan perannya untuk mengutarakan pendapat masing-masing. Pola
hubungan juga menjabarkan apa itu hubungan, bagaimana dapat terbentuk, dipertahankan dan bagaimana hubungan itu dapat berubah.
25
25
St ephen W. Lit t lejohn, Theories of Human Comm unicat ion
Salemba Humanika, Jakarta 2009
Hal 284
36
F.2. Konflik
Konflik merupakan oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi.
26
Konflik ini dapat terjadi di dalam suatu paguyuban atau organisasi. Karena setiap
individu yang hidup di suatu wadah pasti akan melakukan interaksi dengan orang lain.
G. Fokus Penelitian