BAB III PERJANJIAN PERKAWINAN POLIGAMI
A. Pengertian dan Dasar hukum Perjanjian Perkawinan
1. Pengertian Perjanjian.perkawinan dan dasar hukumnya
Dalam  literature  fiqh  klasik  banyak  ditemukan  bahasan  khusus  dengan  nama perjanjian  dalam  perkawinan.  Yang  ada  dalam  bahasan  sebagian  fiqh  adalah
Persyaratan dalam Perkawinan Kaitan  antara  syarat  dalam  perkawinan  dengan  perjanjian  dalam  perkawinan
adalah  perjanjian  itu  berisi  syarat-syarat  yang  harus  di  penuhi  oleh  pihak  yang melakukan  perjanjian  dalam  arti  pihak-pihak  yang  berjanji  untuk  memenuhi  syarat
yang  ditentukan.  Jadi  perjanjian  dalam  perkawinan  terpisah  dari  akad  nikah,  maka tidak  ada  kaitan  hukum  anatara  akad  nikah  yang  dilaksanakan  secara  sah  dengan
pelaksanaan  syarat-syarat  yang  ditentukan  dalam  perjanjian  itu.
55
Hal  ini  berarti bahwa  tidak  dipenuhinya  perjanjian  tidak  menyebabkan  batalnya  nikah  yang  sudah
sah,  meskipun  demikian,  pihak-pihak  yang  dirugikan  dari  tidak  memenuhi  perjanjian tertsebut berhak meminta pembatalan perkawinan.
2. Dasar hukum Perjanjian
Dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan diatur mengenai perjanjian perkawinan yaitu dalam pasal 29. yakni isinya sebagai berikut :
55
Amir Syarifuddin, Op. Cit. hal 146
a.  Pada  waktu  atau  sebelum  perkawinan  dilangsungkan,  kedua  pihak  atas persetujuan  bersama  dapat  mmengadakan  perjanjian  tertulis  yang  disahkan  oleh
pegawai  pencatat  perkawinan,  setelah  mana  isinya  berlaku  juga  terhadap  pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
b.  Perjanjian  tersebut  tidak  dapat  disahkan  bilamana  melanggar  batas-batas  hukum, agama, dan kesusilaan.
c. Perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan. d.  Selama  perkawinan  berlangsung  perjanjian  tersebut  tidak  dapat  diubah,  kecuali
bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.
56
Mengenai  penjelasan  pasal  29  tersebut  menyatakan  bahwa  perjanjian  dalam  pasal ini  tidak  termasuk  talik  talak.  Namun  dalam  Peraturan  Menteri  Agama  Nomor  3
Tahun 1975 pasal 11 menyebutkan aturan yang bertolak belakang yaitu : 1.  Calon  suami  istri  dapat  mengadakan  perjanjin  sepanjang  tidak  bertentangan
dengan hukum Islam. 2.  Perjanjian  yang  berupa  taklik  talak  dianggap  sah  kalau  perjanjian  itu  diucapkan
dan ditandatangani oleh suami setelah akad nikah dilangsungkan. 3 Sighat taklik talak ditentukan oleh menteri Agama
57
Dan  juga  dalam  kompilasi  hukum  Islam  juga  memuat  8  pasal  tentang  perjanjian perkawinan, yaitu pasal 45 sampai 52. Adapun pasal 45 menyatakan :
56
Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 29
57
Peraturan Menteri Agama Nomor 3 tahun 1975 Pasal 11
Kedua calon mempelai dapat menggandakan perjanjin perkawinan dalam bentuk : 1.
taklik talak, dan 2.
perjanjian yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.. Jadi  kesimpulannya  perjanjian  perkawinan  yang  di  jelaskan  dalam  pasal  29
Undang-undang  No.1  tahun  1974,  telah  diubah,  atau  setidaknya  diterapkan  bahwa takik talaq termasuk salah satu macam perjanjian perkawinan.
58
B. Hukum Membuat perjanjian.