PENDAHULUAN Gambaran Stres Di Bidang Akademik Pada Pelajar Sindrom Hurried Child Di Sekolah Chandra Kusuma

1

BAB I PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia saat ini sangat membutuhkan sumber daya manusia yang siap pakai dan sesuai dengan dunia kerja yang ada. Tantangan global dalam persaingan antarbangsa yang semakin nyata serta agenda pembangunan menuntut sumber daya manusia yang memiliki kualitas tinggi unggul yang tidak hanya mampu bersaing dalam lingkungan nasional melainkan juga dalam dunia internasional. Oleh karena itu, peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan perlu mendapat perhatian yang besar. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menjadikan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan sebagai prioritas Achmady dalam Gusniarti, 2002. Pengamat pendidikan Prof Dr Mochtar Buchori dalam seminar pendidikan internasional dengan tajuk ”Mempersiapkan Pendidikan Berkualitas Internasional untuk Menghadapi Tantangan Global” Kompas, Oktober 2006 mengatakan bahwa generasi muda Indonesia sejak usia dini harus mendapatkan pendidikan yang dapat menghadapi tantangan globalisasi dan dapat menyelesaikan persoalan- persoalan bangsa. Diperlukan semangat internasionalisme yang bertolak dari semangat cinta bangsa dan tanah air. Kompetensi yang dibutuhkan adalah memahami dinamika sosial, politik, dan ekonomi dunia. Kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan bangsa lain yang punya posisi dominan Universitas Sumatera Utara 2 dalam konstelasi dunia, dan kemampuan melakukan negosiasi dalam forum internasional, serta kemampuan melaksanakan teamwork dalam konteks nasional. Berdasarkan pengamatan peneliti, saat ini untuk memenuhi tuntutan era globalisasi dan kemajuan yang pesat, berbagai macam model pendidikan ditawarkan untuk memuaskan kebutuhan masyarakat. Banyak sekolah di Indonesia yang mengadopsi kurikulum negara-negara maju. Dengan embel-embel sekolah internasional atau sekolah nasional plus, mereka menjanjikan pendidikan yang lebih maju dibanding sekolah-sekolah umum lainnya. Guru-guru asing pun didatangkan. Bahasa pengantar yang dipakai juga bahasa internasional. Saat ini, selain istilah sekolah negeri dan sekolah swasta, dunia pendidikan juga sudah mempopulerkan istilah sekolah international, sekolah nasional plus, sekolah standar nasional, dan sekolah standar internasional. Masing-masing punya ciri tersendiri. Konsep-konsep yang ditawarkan itu sangat menarik minat masyarakat karena pendidikan sudah merupakan salah satu kebutuhan pokok setiap individu saat ini untuk dapat bertahan hidup dalam persaingan yang semakin global. Salah satu sekolah yang memiliki visi memberikan kualitas pendidikan yang bertaraf internasional kepada masyarakat adalah sekolah Chandra Kusuma. Sekolah Chandra Kusuma terletak di Sumatera Utara, daerah Deli Serdang. Berdiri pada tahun 1998 dengan nama Sekolah Cemara Asri yang kemudian tahun 2003, oleh Yayasan Pendidikan Cemara Asri dilakukan pergantian nama menjadi Sekolah Chandra Kusuma. Pada dasarnya, sekolah ini menggunakan kurikulum Pemerintah Indonesia dan diperkaya dengan beberapa materi tambahan yang diadpsi dari materi luar negri, seperti Singapura, Malaysia, Inggris, dsb. Universitas Sumatera Utara 3 Dibandingkan dengan sekolah nasional lainnya, sekolah Chandra Kusuma memiliki beberapa nilai lebih, antara lain 1 perbandingan jumlah pengajar dan siswa yang efektif, 2 menggunakan kombinasi bahasa Indonesia dan Inggris dalam proses pendidikan dengan beberapa tenaga pengajar dari luar negeri yang fasih berbahasa Inggris, 3 kombinasi metode pengajaran secara teori dan praktek, misalnya program ekstrakurikuler yang bervariasi sesuai dengan minat dan bakat anak, school camp, field trip, presentasi, proyek kelompok dsb yang bertujuan menyeimbangkan antara IQ, EI dan SI anak didik serta 4 design materi dan waktu belajar yang dibuat sedemikian sehingga anak akan belajar secara efisien di sekolah dan dapat memiliki waktu luang di luar sekolah untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dari sumber-sumber lainnya handbook Chandra Kusuma. Hal yang sama juga ditegaskan oleh Ibu Malahayaty Holland, Kepala Yayasan Sekolah Chandra Kusuma dalam komunikasi personal, 13 November 2006, bahwa program belajar anak dari tingkat SD 3 sampai SMA 3 dirancang memiliki jam belajar dari pagi pukul 7.30 sampai sore pukul 16.15 untuk mengoptimalkan proses belajar anak, baik dari segi kemampuan akademis atau kemampuan praktis lainnya. Selain itu, jumlah anak dalam satu kelas juga dibatasi maksimal hanya 24 orang dengan satu staf pengajar, supaya guru memiliki kesempatan untuk lebih memperhatikan perkembangan masing-masing anak. Oleh karena itu, anak-anak sebenarnya tidak lagi disarankan untuk mendapat les tambahan lainnya di luar sekolah, apalagi jika tambahan les itu berlebihan dan justru membuat anak menjadi lelah. Namun ada saja orang tua yang tetap Universitas Sumatera Utara 4 memberikan banyak tambahan les kepada anak mereka dengan berbagai alasan, misalnya takut anaknya ketinggalan, supaya anak menggunakan waktu di rumah untuk belajar lagi, supaya anak lebih mengerti materi yang diajarkan di sekolah, dll. Anak-anak sepulang dari sekolah, masih harus mengikuti beberapa les, misalnya matematika, sains, musik, lukis, Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin dsb. Bukan hanya pada week-day Senin sampai Jumat, tapi juga pada week-end Sabtu – Minggu, anak harus mengikuti serangkaian les. Week-end yang tadinya dimaksudkan supaya anak-anak bisa melepaskan kepenatan setelah lima hari belajar penuh, dari pagi sampai sore, akhirnya dipakai orang tua untuk memaksimalkan potensi anak-anak mereka, lagi dan lagi. Lebih lanjut, Ibu Arti, mantan asisten BP sekolah Chandra Kusuma dalam komunikasi personal, 27 November 2006 juga mengemukakan bahwa tidak semua anak bisa bertahan dalam kondisi dengan jadwal padat tersebut. Bagi beberapa anak, jadwal yang padat justru menimbulkan ketegangan stres, dan akhirnya muncullah efek yang tidak baik. Anak-anak itu merasa kejenuhan yang tinggi, sehingga proses belajar mereka di kelas menjadi tidak optimal. Prestasi yang tadinya baik, justru menurun karena jenuh. Selain itu, anak-anak cenderung menjadi melawan guru di kelas mereka, atau berteriak-teriak di sekolah di akhir jam pelajaran selesai. Fenomena tersebut merupakan salah satu “penyakit” yang dalam dua dekade terakhir ini menjelma menjadi semacam epidemi di masyarakat, yaitu yang disebut oleh Elkind sebagai sindrom hurried child Amstrong, dalam Abdullah, 2004. Hurried child Elkind, 2001 merupakan suatu kondisi dimana Universitas Sumatera Utara 5 orang tua terlalu menjadwalkan overscheduled kehidupan anaknya, mendorong keras mereka untuk mencapai kesuksesan dan mengharapkan mereka berprilaku sebagai orang dewasa dalam bentuk mini. Tuntutan tanggung jawab dan tekanan yang dihadapi anak tidak sesuai dengan usia dan kemampuan mereka. Kehidupan mereka terlalu terjadwal dan orang tua mereka menaruh harapan yang tidak realistis unrealistic demand untuk selalu menampilkan yang terbaik, baik di bidang akademik, hubungan sosial, atau kegiatan lainnya. Konsep mengenai kompetensi anak semakin disorot seiring pertumbuhan peradaban manusia. Anak diharapkan sudah harus menguasai berbagai kemampuan dan memikul tanggung jawab tertentu di setiap tingkatan usia. Bukan saja anak harus belajar dengan cepat, tapi mereka juga harus memulai proses belajar di usia sedini mungkin. Pandangan ini mengakibatkan banyak anak yang mengalami proses hurrying. Elkind 2001 mengatakan bahwa orang tua berperan dalam membuat seorang anak menjadi hurried child. Ada suatu kecenderungan bagi orang tua untuk melibatkan anak mereka ke dalam serangkaian kegiatan padat untuk melatih kemampuan anak sejak usia dini. Orang tua zaman sekarang menjadi lebih cemas jika anak-anak mereka akan ketinggalan dibandingkan anak-anak lain jika tidak diikutkan pada kegiatan serupa. Pihak sekolah yang mengeluarkan kebijaksanaan untuk memperpanjang jam belajar juga ikut memberikan tekanan pada anak di bidang akademik. Waktu bermain anak otomatis berkurang karena mereka harus banyak belajar supaya tidak ketinggalan. Di sisi lain, media umum, seperti televisi, terkadang juga menyajikan materi yang kurang sesuai dengan usia penontonnya. Media umum membuka akses yang lebih luas kepada anak Universitas Sumatera Utara 6 mengenai berbagai hal yang sebenarnya belum pantas mereka ketahui jika dilihat dari usia atau kemampuan mereka. Tuntutan pada anak biasanya sudah dimulai pada usia early childhood. Elkind 2001 mengatakan bahwa tuntutan itu sangat bervariasi, bisa di bidang akademik, hubungan sosial atau performansi anak di kegiatan di luar sekolah. Intinya, semua tekanan yang tidak sesuai dengan usia dan kemampuan anak, merupakan tekanan yang membuat seorang anak menjadi hurried. Tuntutan di bidang akademik, biasanya muncul karena orang tua dibombardir dengan pentingnya pendidikan di usia dini. Jika orang tua tidak memulai untuk mengajari anak ketika masi kecil, orang tua diberitahukan, bahwa kesempatan emas untuk belajar akan segera hilang. Bruner dalam Elkind, 2001 turut mendukung pandangan ‘golden age’ dengan mengatakan bahwa pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif kepada anak dari tingkat usia manapun. Sehingga membuat pada akademik menjadi terlalu optimis bahwa anak dapat belajar dengan cepat dan banyak. Pandangan ini seolah mengabaikan konsep ‘readiness’ yang pernah dikemukakan Gesell dalam Elkind, 2001, bahwa ada keterbatasan biologis dalam proses belajar. Ketika anak memang sudah siap, maka proses belajar akan lebih baik. Pandangan tentang beratnya tuntutan di bidang akademik juga dikemukakan oleh Hasin Abdullah 2004, bahwa anak yang hurried adalah anak yang memikul banyak beban belajar yang dalam alegori Jules Henry - antropolog Amerika - dikatakan bahwa anak nyaris terus-menerus bekerja dalam deraan waktu, memaksa anak untuk menguasai pelajaran dalam waktu cepat, atau Universitas Sumatera Utara 7 memasuki tugas akademis lebih dini. Anak dieksploitasi melalui pemberian beban materi pelajaran yang menggunung. Situasi seperti itu membuat orangtua memasukkan anaknya pada lembaga-lembaga bimbingan belajar ataupun les-les privat dan menyebabkan waktu bermain anak-anak praktis banyak terkurangi. Sedangkan para orangtua, tampaknya justru sangat menikmati dan bangga manakala anak-anaknya berhasil seperti yang mereka kehendaki. Betapa para orang tua sangat bangga menceritakan bahwa anaknya yang berusia empat tahun sudah pandai membaca dan berhitung dan bahwa anaknya yang masih duduk di bangku SD mempunyai sedikit waktu bermain sebab ia harus ikut berbagai les. Psikolog Carr-Gregg 2006 mengatakan bahwa saat ini banyak anak yang menderita sindrom hurried child. Anak yang masih sangat muda diforsir orang tua mereka untuk mengikuti kelas ekstra. Anak-anak itu tidak bisa menikmati masa kanak-kanak mereka karena kehidupan mereka terlalu terjadwal sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk bermain. Pada dasarnya, pemberian tambahan waktu belajar dengan tujuan untuk lebih mengasah kemampuan akademik anak bukanlah hal yang buruk. Namun yang sering terjadi adalah, orang tua memiliki tuntutan terhadap anak untuk mencapai prestasi-prestasi tertentu yang kurang realistis dibandingkan dengan kemampuan atau usia anak serta mengabaikan bagaimana perasaan anak dalam menjalani serangkaian kegiatan tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat Barhyte 2005 yang menyatakan bahwa tidak diragukan jika pemberian kelas ekstra atau les privat di luar jadwal sekolah memang memiliki peranan yang cukup penting untuk perkembangan anak, dan membantu mereka untuk mengasah atau Universitas Sumatera Utara 8 menemukan potensi mereka. Akan tetapi, jadwal yang padat dengan kegiatan segudang, cepat atau lambat akan menyebabkan anak kelelahan dan mulai tidak menikmati kegiatan mereka dan hal ini akan menimbulkan stres. Di masyarakat akan begitu mudah ditemukan fenomena semacam itu. Para orangtua selalu beralasan takut anaknya dikatakan bodoh dan tertinggal. Menurut Elkind 2001, bagi orang tua, kecakapan yang ditunjukkan anak adalah semata- mata pengurangan rasa bersalah dan cemas orang tua terhadap diri mereka sendiri. Hal yang sama juga dikemukakan Carr-Gregg 2006, bahwa kompetisi antar para orang tua merupakan salah satu penyebab munculnya sindrom hurried child. Para orang tua merasa bahwa mereka baru akan di-label sebagai orang tua yang baik, jika anak mereka bisa mencapai prestasi-prestasi tertentu. Orangtua beranggapan supaya anak nantinya bisa survive, bisa bertahan di masa yang akan datang yang penuh tantangan, maka mereka harus dipersiapkan dengan banyak keahlian dan agar secepatnya menjadi dewasa. Namun memberikan anak jadwal yang terlalu padat tidak selamanya berakibat baik, justru suatu waktu akan menimbulkan masalah yang besar. Carr- Gregg 2006 mengatakan bahwa sekarang ini banyak anak yang mengalami depresi dan kecemasan. Elkind 2001 juga memperingatkan bahaya dari memberikan tekanan terlalu besar kepada anak-anak melalui jadwal yang terlalu padat. Tekanan itu akan menyebabkan harga diri yang rendah, kehamilan di usia dini, dan bahkan bunuh diri remaja. Selain itu, banyak anak yang mendapatkan perawatan psikologis, karena dipaksa belajar macam-macam pada saat masih kecil Universitas Sumatera Utara 9 sekali. Stres yang mereka alami sering muncul dalam bentuk gejala-gejala fisik, seperti anak umur empat tahun yang tadinya selalu sehat, kini sering sakit kepala. Anak yang diburu-buru seperti itu bukan cuma kehilangan kesejahteraan jiwanya, tetapi juga kehilangan kemampuannya untuk menangani stres. Bahkan masa liburan pun kini sering tidak bisa dimanfaatkan untuk bersenang-senang dan mengkhayal lagi oleh anak-anak. Sebaliknya, mereka disuruh les macam-macam. Mencoba memajukan kemampuan intelektual seorang anak prematur sama saja dengan mengacaukan jadwal biologis perkembangan manusia yang sudah built-in. Perkembangan kemampuan seorang anak bergantung pada perkembangan otak dan sistem sarafnya. Langkah kemajuan anak yang satu bisa berbeda sekali dari anak yang lain. Dengan memaksa anak menyamakan derapnya dengan anak yang lebih cepat melangkah, hanya akan membuat si anak bingung dan frustasi Artikel Intisari Psikologi Anak, hal 178 -179 . Efek dari pemberian jadwal terlalu padat kepada anak menyebabkan anak- anak hampir tidak memiliki waktu untuk bermain, ataupun untuk menikmati waktu mereka secara bebas. Anak-anak yang overscheduled dengan kehidupan yang di-buru hurried lifestyle kebanyakan mengalami tingkat stres yang tinggi, dan kecemasan serta lebih berpotensi untuk menjadi depresi ketika sudah memasuki perguruan tinggi Sulka, 2006. Stres pada dasarnya adalah respon dari tubuh manusia terhadap stimulus yang mengganggu kondisi homestasis - keseimbangan tubuh, dan karena respon tersebut merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan, maka individu akan berusaha untuk mempertahankan keseimbangan internal-nya Seyle, dalam Wilburn Universitas Sumatera Utara 10 Smith, 2005. Dan menurut Rice dalam Wilburn Smith, 2005, pengalaman apapun yang mempengaruhi homeostasis seseorang adalah merupakan stress. Baumel 2000, seorang psikolog pendidikan mangatakan bahwa stres yang muncul karena meningkatnya tuntutan untuk mencapai prestasi akademik tertentu disebut dengan stres di bidang akademik. Menurut Derek 2006, sekolah seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan untuk belajar hal-hal baru, menciptakan hubungan persahabatan dan menikmati usia muda. Akan tetapi, sering sekali kejadiannya adalah, dimana ada kesenangan, disitulah ada tanggung jawab dan tuntutan yang harus dipenuhi. Tugas rumah, buku, ujian, kegiatan olah raga, kegiatan ekstrakurikuler lainnya dapat menimbulkan stres, bahkan pada anak yang terpintar sekalipun. Stres di bidang akademik muncul karena adanya ketegangan akibat tuntutan prestasi akademik. Berdasarkan uraian teori di atas dan fenomena yang peneliti temukan di sekolah Chandra Kusuma, bahwa ada anak yang mengalami overscheduled karena tuntutan akademik dari orang tua mereka, sehingga peneliti tertarik untuk melihat gambaran stres di bidang akademik yang dialami, terutama oleh anak yang mengalami sindrom hurried child dengan kehidupan mereka yang overscheduled. I.B. Pertanyaan Penelitian Bertitik tolak dari latar belakang penelitian, peneliti tertarik untuk meneliti stres di bidang akademik pada anak dengan sindrom hurried child di sekolah Chandra Kusuma. Penelitian ini akan dilakukan dengan mengambil responden Universitas Sumatera Utara 11 pelajar berusia 13 – 17 tahun yang duduk di bangku Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Dengan demikian pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah bagaimana gambaran stres di bidang akademik pada pelajar dengan sindrom hurried child di sekolah Chandra Kusuma. I.C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguraikan, menggambarkan atau mendeskripsikan bagaimana gambaran stres di bidang akademik pelajar dengan sindrom hurried child. I.D. Manfaat Penelitian Dari penelitian mengenai “Gambaran Stres di bidang Akademik pelajar dengan sindrom Hurried Child”, diharapkan memperoleh manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mempunya manfaat bagi pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan. Penelitian ini juga diharapkan mempunyai manfaat bagi teori perkembangan anak. Karena perkembangan anak saat ini sangat dipengaruhi perkembangan zaman yang semakin modern yang tidak selalu membawa dampak positif. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan mengenai gambaran stres akademik anak dengan sindrom Hurried Child, dimana Universitas Sumatera Utara 12 sindrom Hurried Child merupakan isu yang baru dan hangat dibicarakan yang merupakan efek dari kemajuan zaman. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan penting bagi dunia pendidikan yaitu a. Bagi orang tua Memberikan gambaran tentang bagaimana efek yang ditimbulkan dari terlalu menjadwalkan kegiatan anak dan memberikan banyak tuntutaan pada anak. Serta bagaimana menghindari terjadinya hurried child dalam kehidupan dengan tuntutan zaman yang mengharuskan anak memiliki banyak kompetensi di usia muda. b. Bagi pihak yang berkaitan dengan pendidikan Memberikan saran mengenai pentingnya memilih model pendidikan yang sesuai dengan usia dan kemampuan anak. Serta memahami tumbuh kembang anak sebagai suatu proses yang alamiah dan tidak dapat dikarbit. I.E. Sistematika Penulisan Penelitian ini mempunyai sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I adalah pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang permasalahan yang hendak dibahas, identifikasi permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Universitas Sumatera Utara 13 Bab II merupakan landasan teori yang berisikan tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Teori-teori yang dimuat adalah teori tentang stres di bidang akademik, teori tentang hurried child, teori perkembangan dari berbagai perspektif dan penjelasan singkat mengenai sekolah Chandra Kusuma. Bab III membicarakan metodologi penelitian. Bab ini menguraikan mengenai variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan teknik pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian dan metode analisis data. Bab IV merupakan analisa dan interpretasi data yang berisikan mengenai gambaran umum subjek penelitian, hasil utama penelitian dan hasil tambahan penelitian. Bab V merupakan kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan, yaitu saran untuk pengembangan penelitian, saran bagi orang tua dan saran bagi pihak yang berkaitan dengan pendidikan. Universitas Sumatera Utara 14

BAB II LANDASAN TEORI