14
BAB II LANDASAN TEORI
II. II.A.
Stres di bidang Akademik II.A.1.
Definisi Stres di bidang Akademik
Stres adalah suatu kondisi dimana transaksi antara individu dan lingkungannya mengarahkan individu mempersepsikan adanya kesenjangan
antara tuntutan fisik atau psikologi dari suatu situasi tertentu dengan sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang dimiliki individu Lazarus dkk, dalam
Sarafino, 2002. Lazarus dalam Ogden, 2000 menyatakan stres melibatkan stresor dan respon individu terhadap stresor strain.
Stres adalah respon non-spesifik dari tubuh terhadap tuntutan apapun terhadap diri individu. Setiap tuntuan tersebut dalam tubuh akan membangkitkan
respon tertentu Seyle, dalam Kalat, 2005. Teori stres yang dikemukakan Seyle mencakup seluruh kejadian yang membawa perubahan dalam hidup individu.
Seyle dalam Warga, 1983 membagi stres menjadi dua tipe area yaitu eustres dan distres. Eustres adalah pengalaman stres yang menyenangkan, yang
biasanya muncul ketika seseorang mendapatkan kesuksesan dan kemenangan. Distres adalah pengalaman stres yang menyakitkan atau tidak menyenangkan
yang sifatnya mengancam dan biasanya muncul ketika seseorang mendapatkan kesuksesan dan kemenangan.
American Accreditation HealthCare Commission 2005 mendefinisikan stres sebagai suatu respon terhadap situasi atau faktor yang menimbulkan emosi
Universitas Sumatera Utara
15 negatif atau perubahan fisik atau kombinasi dari perubahan fisik dan emosi.
Beberapa jenis stres cukup membantu karena menimbulkan motivasi bagi individu yang bersangkutan. Akan tetapi, stres yang berlebihan dapat
mengganggu kehidupan, aktivitas dan kesehatan dari individu. Lebih lanjut, dijelaskan bahwa anak belajar untuk merespon stres dari pengalaman pribadi dan
observasi terhadap lingkungan mereka. Kebanyakan stres yang dialami anak-anak dianggap tidak penting oleh orang dewasa. Tetapi karena anak-anak hanya
memiliki sedikit pengalaman untuk belajar, maka bahkan situasi yang menyebabkan perubahan kecil juga sudah menimbulkan efek terhadap perasaan
anak. Baumel 2000 menyatakan bahwa stres di bidang akademik pada anak
muncul ketika harapan untuk pencapaian prestasi akademik meningkat, baik dari orang tua, guru ataupun teman sebaya. Stres ini meningkat setiap tahunnya seiring
dengan tuntuan zaman atas anak-anak yang berbakat dan berprestasi dan tidak akan pernah berhenti.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stres di bidang akademik adalah kondisi ketegangan yang dialami siswa karena adanya
kesenjangan antara tuntutan lingkungan terhadap prestasi akademik dengan kemampuan mereka untuk mencapainya, sehingga situasi tersebut mengakibatkan
perubahan respon dalam diri siswa, baik secara fisik, ataupun psikologis.
Universitas Sumatera Utara
16
II.A.2. Sumber Stres di Bidang Akademik
Penelitian Ross dkk 1999 mengenai sumber stres yang dialami oleh siswa dengan menggunakan alat Student Stress Survey SSS mencakup empat
kategori sumber stres, yaitu : 1. Masalah interpersonal
Yaitu dari interaksi dengan orang lain, misalnya percekcokan dalam pacaran, masalah dengan orang tua.
2. Intrapersonal Yaitu disebabkan dari sumber internal, misalnya perubahan dalam pola
makan atau waktu tidur. 3. Akademik
Yaitu masalah yang muncul dari aktivitas yang berhubungan dengan sekolah, misalnya meningkatnya beban tugas yang harus dikerjakan,
pindah sekolah, ketinggalan pelajaran, perselisihan dengan guru. 4. Lingkungan
Yaitu masalah yang muncul dari lingkungan, di luar masalah akademik, misalnya mobil mogok, komputer rusak.
Gadzella dan Masten 2005 mengemukakan bahwa ada lima kategori stresor yang dialami oleh siswa yakni:
1. Frustrasi Yaitu pengalaman yang berhubungan dengan tertundanya pencapaian
tujuan, kejadian sehari-hari yang menimbulkan frustrasi, kurangnya
Universitas Sumatera Utara
17 sumber daya yang dimiliki, gagal mencapai serangkaian tujuan, secara
sosial tidak diterima dan adanya penolakan dalam kesempatan 2. Konflik
Menilai suatu pilihan diantara dua atau beberapa alternatif yang sama- sama diinginkan, dua atau lebih alternatif yang sama-sama tidak
diinginkan, dua alternatif yang diinginkan, dua alternatif yang tidak diinginkan
3. Tekanan Yaitu penilaian akan adanya persaingan, batas waktu penyelesaian
tugas deadlines, aktivitas yang berlebihan, dan hubungan interpersonal 4. Perubahan-perubahan
Meliputi adanya pengalaman yang tidak menyenangkan, sejumlah perubahan dalam satu waktu, serta gangguan dalam kehidupan, dan
gangguan dalam mencapai tujuan 5. Keinginan diri Self –imposed
Meliputi keinginan untuk bersaing, keinginan dicintai oleh banyak orang, khawatir mengenai banyak hal, penundaan akademis, solusi
masalah, dan kecemasan dalam menghadapi tes atau ujian. Penelitian yang dilakukan oleh Murphy dan Archer dalam Gupchup dkk,
2004 menunjukkan bahwa stresor akademis yang cenderung dihadapi oleh siswa antara lain: ujian, persaingan nilai, tuntutan waktu, guru, lingkungan kelas, karir,
dan masa depan. Sedangkan Frazer dan Khon dalam Ross dkk, 1999 mengemukakan stresor akademis lainnya yang potensial di kalangan siswa adalah
Universitas Sumatera Utara
18 pekerjaan rumah yang terlalu banyak, tugas yang tidak jelas, dan kelas yang tidak
nyaman.
II.A.3. Aspek-aspek dalam Stres
Stresor yang dihadapi oleh individu akan menimbulkan respon atau reaksi dari individu baik secara fisiologis, psikologis dan sosial individu Sarafino,
2002. Sarafino membagi aspek stres ke dalam dua aspek yaitu :
1. Aspek Biologis Setiap orang yang dihadapkan pada kondisi atau situasi yang mengancam
atau berbahaya, maka akan ada reaksi fisiologis dari tubuh terhadap stres yang ditimbulkan, seperti detak jantung yang meningkat.
Seyle dalam Sarafino, 2002 menyebutkan serangkaian reaksi fisiologis sebagai General Adaptation Syndrome GAS yang terdiri dari tiga level,
yaitu: a. Reaksi Kegelisahan Alarm Reaction
Merupakan tahap pertama respon tubuh fight or flight terhadap bahaya yang berfungsi memobilisasi sumber-sumber daya tubuh.
b. Tahap Pertahanan Stages of Resistence Jika stresor yang kuat terus berlanjut, tubuh akan mencoba untuk
beradaptasi dengan stresor. Keterbangkitan fisik mulai berkurang, namun masih tetap lebih tinggi dari kondisi normal
Universitas Sumatera Utara
19 c. Tahan Kelelahan Stages of Exhaustion
Ketegangan fisiologis yang dihasilkan oleh stres yang lama dan berulang menyebabkan kekebalan tubuh menurun dan berkurangnya
simpanan energi tubuh. 2. Aspek Psikososial
Stresor akan menghasilkan perubahan-perubahan psikologis dan juga sosial individu. Perubahan-perubahan tersebut antara lain:
a. Kognitif Level stres yang cukup tinggi dapat mempengaruhi ingatan dan
perhatian. Stres bisa merusak fungsi kognitif dengan mengacaukan perhatian individu. Tapi di sisi lain, stres juga dapat meningkatkan
perhatian, khususnya terhadap stressor. Hubungan stres dan kognitif isa berlangsung timbal balik. Cara berpikir seseorang juga mempengaruhi
stres yang dialaminya. b. Emosi
Emosi cenderung menyertai stres dan individu sering menggunakan kondisi emosi mereka untuk menilai kondisi stres yang dialami. Rasa takut
adalah salah satu reaksi emosi umum yang sering dialami individu, meliputi ketidaknyamanan psikologis dan keterbangkitan fisik ketika
dihadapkan pada situasi yang mengancam. Reaksi emosi lainnya adalah rasa marah yang bisa menghasilkan prilaku agresif. Stres juga dapat
mengakibatkan perasaan sedih atau depresi muncul.
Universitas Sumatera Utara
20 c. Prilaku Sosial
Stres dapat mengubah prilaku seseorang terhadap orang lain. Dalam kondisi stres, sebagian orang bisa mengalami peningkatan dalam prilaku
menolongnya. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka memiliki tujuan yang membutuhkan kerjasama satu dengan yang lain. Pada kondisi stres
yang lain, bisa menyebabkan seseorang kurang sosial, bahkan cenderung bermusuhan dengan orang lain.
Burts et al dalam Chang dkk, 2006 membagi prilaku stres anak ke dalam dua jenis, antara lain :
1. Prilaku Stres Pasif Terdiri dari empat subkategori yaitu :
a. Fisik, misalnya prilaku menarik diri b. Wajah Facial, misalnya mengerutkan wajah
c. Prilaku negatif tidak merespon d. Menjadi penonton saja Onlooker
2. Prilaku Stres Aktif Terdiri dari enam subkategori, yaitu :
a. Automanipulation, misalnya menggaruk atau mencubit bagian tubuh sendiri
b. Gerakan berulang c. Gerakan menggoyang atau menggeliat
d. Prilaku merusak diri Self destruction e. Self with other action, misalnya memukul
Universitas Sumatera Utara
21 f. Self with object action, misalnya merusak, menghancurkan atau
bermain dengan kasar Dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek penting dari stres adalah
bagaimana reaksi individu terhadap kondisi stres yang mereka alami. Reaksi umum terhadap stres meliputi reaksi fisiologis, emosi, kognitif dan prilaku.
II.A.4. Gejala-gejala Stres
Gejala-gejala stres dibagi dalam empat kategori menurut Fremont 2004, yaitu pikiran, perasaan, prilaku dan simptom fisik.
PIKIRAN PERASAAN
PRILAKU SIMPTOM FISIK
Self criticism Kesulitan untuk
berkonsentrasi atau membuat
keputusan Sering lupa atau
disorganisasi mental
Takut gagal Pikiran yang
berulang Kecemasan
Mudah
marah Takut
Moody Pemalu
Gagap, atau kesulitan berbahasa lainnya
Menangis, bertingkah impulsif
Tawa yang gugup Menggigit teman
Menggertakkan gigi, atau
menggenggam kuku Peningkatan prilaku
merokok, penggunaan alkohol atau obat terlarang
Kecenderungan untuk lebih sering mendapatkan
kecelakaan Peningkatan atau
pengurangan nafsu makan Otot mengeras
Tangan dingin
atau berkeringat Sakit kepala,
Masalah dengan
leher atau punggung
Gangguan tidur, Gangguan
pencernaan Sering demam
atau infeksi Lelah
Nafas yang
cepat, jantung berdegup keras
Gemetaran
Universitas Sumatera Utara
22 Derek 2006 mengungkapkan bahwa reaksi stres di bidang akademik
pada anak dapat dilihat dari kesan mereka terhadap sekolah. Anak yang merasa tertekan cenderung menunjukkan reaksi penolakan ketika ditanya kondisi sekolah
mereka, atau bagaimana pendapat mereka terhadap sekolah mereka. Kalimat “saya benci sekolah” I Hate School kadang muncul pada reaksi anak yang
tertekan. Pada dasarnya, sesungguhnya bukan sekolah yang membuat anak tertekan, tetapi stres yang muncul dari tuntutan akademik yang anak peroleh dari
baik lingkungan sekolah, ataupun tempat anak-anak belajar.
II.A.5. Faktor yang mempengaruhi Stres
Atkinson 1983 mengemukakan beberapa faktor yang menentukan berat- tidaknya peristiwa yang penuh stres yang dialami seseorang, antara lain :
a. Kemampuan menerka Kemampuan menerka timbulnya kejadian stres – walaupun yang
bersangkutan tidak dapat mengontrolnya – biasanya mengurangi kerasnya stres. Penelitian menunjukkan bahwa orang lebih suka pada kejadian yang
tidak menyenangkan tapi dapat diperkirakan daripada yang tidak dapat diperkirakan.
b. Kontrol atas jangka waktu Kemampuan mengendalikan jangka waktu kejadian yang penuh stres
juga mengurangi kerasnya stres. Kepercayaan bahwa kita dapat mengendalikan jangka waktu suatu kejadian yang tidak menyenangkan
Universitas Sumatera Utara
23 tampaknya dapat mengurangi perasaan cemas, sekalipun jika kendali itu
tidak pernah dilaksanakan atau kepercayaan itu salah. c. Evaluasi kognitif
Kejadian penuh stres yang sama mungkin dihayati secara berbeda oleh dua orang, tergantung pada situasi apa yang berarti kepada seseorang atas
fakta-fakta itu. Penghayatan seseorang atas kejadian yang penuh stres juga melibatkan penilaian tingkat ancaman. Situasi yang ditanggapi sebagai
ancaman terhadap kelangsungan hidup atau terhadap harga diri seseorang menimbulkan stres yang tinggi.
d. Perasaan mampu Kepercayaan seseorang atas kemampuannya menganggulangi situasi
penuh stres merupakan faktor utama dalam menentukan kerasnya stres. Jika seseorang tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika menghadapi
situasi penuh stres, maka seseorang dapat kehilangan semangat. e. Dukungan masyarakat
Dukungan emosional dan adanya perhatian orang lain dapat membuat orang tahan menghadapi stres.
Faktor-faktor di atas, menentukan bagaimana intensitas kecemasan dan tingkat stres yang timbul dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk
berfungsi. Setiap orang mengalami stres dalam kapasitas dan cara yang berbeda.
Dalam lingkup sekolah, siswa-siswi sekolah, walaupun menghadapi situasi yang sama, tapi tidak semuanya mengalami stres akademis.
Universitas Sumatera Utara
24 Odgen 2000 mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang yang penting
untuk dipahami berkaitan dengan stres, yaitu : a.
Efikasi Diri Self Efficacy Merupakan perasaan keyakinan yang dimiliki individu bahwa merka
dapat bertindak sesuai yang diharapkan. Lazarus Folkman dalam Odgen, 2000 menyatakan bahwa self efficacy merupakan faktor yang
cukup kuat untuk menengahi respon stres. b.
Hardiness Merupakan perasaan kontrol individu terhadap kejadian, keinginan
untuk menerima tantangan dan komitmen. Faktor ini mempengaruhi penilaian individu terhadap stresor yang dihadapi.
c. Mastery
Merupakan kemampuan individu untuk mengontrol respon stres mereka.
Para peneliti dalam Elkind, 2001 mengatakan, setidaknya ada lima kualitas yang menentukan seberapa baik cara seseorang mengatasi stres yang
dialami, antara lain: 1. Kompetensi Sosial Social Competence
Anak yang kebal-stres memiliki kompetensi sosial yang baik. Mereka mudah bersahabat dengan teman sebaya ataupun orang dewasa, dan
mampu membuat orang lain merasa nyaman bersama mereka.
Universitas Sumatera Utara
25 2. Manajemen Impresi Impression Management
Anak yang kebal-stres mampu menampilkan diri mereka sebagai karakter yang menawan dan menarik. Mereka kelihatan sangat menyukai
orang dewasa, karena merasa mereka dapat belajar banyak dari orang dewasa. Hal itu mengakibatkan orang dewasa mau menerima mereka dan
menjadi mentor mereka. 3. Kepercayaan Diri Self Confident
Anak yang kebal-stres meyakini kemampuan yang mereka miliki dalam mengatasi situasi stres. Mereka melihat masalah mereka sebagai
tantangan untuk diselesaikan daripada sebagai bukti ketidakmampuan mereka.
4. Kemandirian Independence Anak yang kebal-stres adalah anak yang mandiri, dan tidak
tergoyahkan oleh bujuk rayu apapun. Mereka berpikir untuk diri mereka sendiri dan tidak bisa dihalangi oleh kekuatan atau otoritas apapun.
Mereka mampu menemukan tempat untuk mereka sendiri, dimana mereka dapat menemukan ketenangan, kerahasiaan dan kesempatan menciptakan
situasi yang mereka butuhkan. 5. Prestasi Achievement
Anak yang kebal-stres adalah anak yang produktif. Mereka mendapat nilai yang bagus, dan memiliki hobi menulis puisi, seni ukir, seni lukis,
seni pahat, dsb. Sebagian dari talenta dan kekuatan yang mereka miliki
Universitas Sumatera Utara
26 diarahkan untuk tugas yang paling penting, yakni untuk bertahan hidup
survival Dari uraian teori di atas, dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang
dapat mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat stres yang dialami beberapa individu dalam kondisi stres yang sama, antara lain faktor dari individu itu sendiri,
dan faktor dari lingkungan berupa dukungan sosial.
II.B. Hurried Child
II.B.1. Definisi Hurried Child
Psikolog anak, Elkind 2001 menyatakan bahwa hurried child merupakan sebuah istilah baru yang dipakai untuk menggambarkan suatu fenomena dimana
anak berada di bawah tekanan untuk tumbuh kembang lebih cepat daripada usianya. Hal ini ditandai dengan pemberian tanggung jawab atau beban beban
pikiran atau beban emosional yang tidak sesuai dengan usia atau kemampuan anak.
Di bidang akademik, anak-anak menjadi hurried terutama karena ditempatkan orang tua ke dalam sejumlah kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan akademik, sosial, oleh raga, seni atau psikologis anak, sementara orang tua tidak mempertimbangkan kemampuan dan kesediaan anak
untuk mengikuti kegiatan tersebut Elkind, 2001. Dengan kata lain, pada hurried child penggunaan waktu di luar jam sekolah anak cenderung untuk memenuhi
tuntutan jadwal yang telah disusun orang tua dan kesejahteraan emosional anak terganggu dengan tuntutan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
27 Kehidupan anak menjadi terlalu terjadwal dan orang tua menaruh harapan
yang terlalu tinggi kepada anak untuk selalu menampilkan yang terbaik, baik di sekolah maupun kegiatan ekstrakurikuler. Anak tidak dapat menikmati waktu
mereka karena dibebani dengan banyak kegiatan dan tuntutan untuk menjadi dewasa lebih cepat.
Lebih jauh, Elkind 2001 juga menegaskan bahwa persepsi anak terhadap kondisi yang dialaminya juga sangat penting dalam menentukan apakah seorang
anak hurried atau tidak. Anak yang hurried biasanya akan merasakan dirinya tidak nyaman dan tertekan dengan jadwal yang padat atau prilaku orang tua yang
menempatkan diri anak seperti orang dewasa. Sementara itu, Amstrong 2004 mengatakan pada anak-anak yang hurried, sering ditemukan gejala-gelaja stres
seperti sakit perut, sakit kepada, kecemasan, depresi dsb. Berdasarkan uraian di atas, maka definisi hurried child adalah anak yang
dituntut untuk tumbuh kembang lebih cepat dengan diberikan beban dan tanggung jawab yang tidak sesuai dengan usia atau kemampuannya. Dalam penelitian ini,
peneliti akan menitikberatkan pada kondisi hurried dengan beban dan tanggung jawab di bidang akademik. Anak-anak yang hurried di bidang akademik memiliki
kegiatan termasuk di luar jam sekolah yang sangat padat, mereka dituntut untuk harus berprestasi baik dalam setiap kegiatan tersebut, sehingga kesejahteraan
emosi mereka terganggu, dan mereka jarang dapat menikmati waktu untuk diri sendiri.
Universitas Sumatera Utara
28
II.B.2. Tekanan pada Hurried Child
Elkind 2001 menyatakan bahwa setiap praktek hurried child, dengan cara apapun merupakan suatu stressor bagi anak.
Beberapa jenis tekanan yang biasanya dialami oleh hurried child: 1.
Responsibility Overload Anak diberikan tanggung jawab untuk mengerjakan sejumlah
pekerjaan. Sebenarnya bukan pekerjaan itu yang menimbulkan stres, akan tetapi tanggung jawab untuk menyiapkan pekerjaan tersebut-lah yang
membuat anak stres. Misalnya, seorang anak yang ibunya bekerja di luar rumah, setelah pulang dari sekolah, harus membersihkan kamar, mencuci
piring dan menyiapkan makan malam, serta menjaga adik di rumah. Salah satu tanggung jawab di bidang akademik, adalah bahwa anak
harus selalu menampilkan yang terbaik. Supaya anak bisa selalu menampilkan yang terbaik, maka anak harus memiliki waktu belajar lebih
panjang. Academic overload terjadi ketika jam belajar anak di atas 70 dari total waktu yang dimiliki anak Barhyte, 2005
2. Change Overload
Anak mengalami banyak perubahan dalam kehidupannya. Misalnya, anak usia empat tahun, dalam satu hari harus bertemu dengan orang tua,
pengasuh, dititipkan pada tetangga, diantarkan supir ke tempat les, bertemu dengan guru les, dan teman-teman sebaya, dst. Anak akan merasa
tertekan karena menghadapi kondisi situasi dan orang-orang berbeda yang berubah dari satu waktu ke waktu lain.
Universitas Sumatera Utara
29 3.
Emotional Overload Terjadi seiringan dengan responsibility overload dan change overload.
Rasa takut dan cemas yang dialami oleh anak ketika mengalami kedua hal di atas akan membuat anak tertekan. Walaupun kadang anak mampu
mengatasi tekanan yang muncul, tetapi selalu saja ada rasa sakit dan bingung tentang apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa terjadi.
Berdasarkan kualitas dan kuantitas tekanan yang dihadapi hurried child, maka Elkind 2001 membagi tekanan itu menjadi dua yaitu:
1. Calender Hurrying Bersifat kualitatif, dimana anak diminta untuk
Mengerti sesuatu yang di luar batas kemampuan mereka untuk mengerti Membuat keputusan di luar batas kemampuan mereka untuk mengambil
keputusan sendiri Bertindak menurut kemauannya sendiri sebelum mereka memiliki
kemauan untuk bertindak. Kesimpulannya, anak menjadi hurried karena dituntut untuk melakukan
sesuatu yang di luar batas kemampuan atau tugas perkembangan mereka. 2. Clock Hurrying
Bersifat kuantitatif, dimana anak diminta untuk mengerjakan sejumlah tuntutan tugas atau kegiatan dalam waktu yang singkat, sehingga anak merasa
overload.
Universitas Sumatera Utara
30 Tekanan yang dialami oleh anak yang hurried bisa dari tanggung jawab
yang berlebih, tuntutan harus mampu beradaptasi terhadap berbagai perubahan dalam waktu singkat, serta tekanan emosional yang mengiringi dua kondisi
sebelumnya. Tekanan itu dapat melebihi batas usia atau perkembangan anak - dari segi kualitas dan juga dapat berlebihan dari segi kuantitas.
II.B.3. Penyebab munculnya Hurried Child
Elkind 2001 mengatakan ada beberapa pihak yang menyebabkan seorang anak menjadi anak yang hurried, antara lain dari:
1. Orang tua Orang tua sebagai significant person dari anak, memiliki pengaruh
yang besar pada anak. Berikut adalah beberapa kondisi dimana orang tua berpotensi menjadikan anak menjadi hurried :
a Kondisi stress yang dialami menyebabkan orang tua lebih egois dan tidak bisa memperhatikan kebutuhan orang lain, termasuk anak. Stres
pada orang tua misalnya ketakutan akan ancaman kekerasan, kriminal dan intimidasi, kehidupan yang sendirian karena perceraian atau single
parent, rasa tidak aman karena pengangguran, inflasi, kenaikan harga barang, dsb. Stres menyebabkan seseorang menjadi lebih self-centered
dan menjadi sulit melihat orang lain dalam segala komplesitas kepribadian mereka. Orang tua yang stres akan memperlakukan anak
adalah sebagai suatu objek, bukan lagi subjek serta menjadi lebih sulit terlibat dengan masalah anak.
Universitas Sumatera Utara
31 b Anak sebagai Surrogate Self – ketika orang tua gagal di pekerjaan
mereka job dissatisfaction, maka performance anak yang menonjol di aktivitas tertentu akan dijadikan ‘pelarian’ atas kegagalannya.
Sehingga kadang, orang tua menjadi lebih peduli pada aktivitas anak daripada kehidupan pekerjaannya sendiri. Dengan cara ini orang tua
memberi beban pada anak dan merampas kesenangan anak ketika beraktivitas.
c Bragging rights - Anak dianggap sebagai pelarian atas rasa bosan dan kesepian orang tua sehingga anak cenderung didorong untuk menjadi
mini-achievers. Ketika orang tua bangga dengan prestasi anak, anak mulai dibebankan dengan pengharapan untuk masuk ke sekolah
bergengsi. Ketika mengantar jemput anak, menghadiri rapat orang tua, acara sekolah dsb, akan menimbulkan perasaan bangga pada orang tua
bahwa betapa pedulinya dia pada anaknya. Orang tua – terutama ibu – yang tidak bekerja, akan membuat anak mereka lebih banyak
berprestasi sebagai pembenaran justification atas kondisi dirinya yang tidak bekerja. Namun dengan demikian, orang tua meletakkan
beban berat pada anak. d Orang tua yang bekerja akan kekurangan waktu untuk memperhatikan
anak mereka. Orang tua – terutama ibu – yang bekerja akan lebih stres daripada yang tidak bekerja. Anak harus menyesuaikan diri dengan
jadwal orang tua dan lebih mandiri. Anak harus bangun lebih awal,
Universitas Sumatera Utara
32 berpakaian, makan dan dibawa ke pengasuh atau sekolah. Dalam
keluarga ini, anak akan menjadi hurried ketika: Harus mengalami banyak perubahan ketika menyesuaikan diri
dengan jadwal orang tua Harus memikul tanggung jawab dan harapan orang dewasa –
terlalu dini. Misalnya pada remaja yang diberi tanggung jawab untuk mengurus pekerjaan rumah karena orang tua bekerja.
Membantu orang tua bekerja merupakan kewajiban anak, akan tetapi memberikan tanggung jawab atas pekerjaan itu merupakan
suatu tekanan bagi anak. Harus melakukan pengambilan keputusan yang belum sesuai usia
dan kemampuannya. Ini terutama jika keluarga adalah single parent. Sehingga orang tua meminta anak untuk menjadi rekan
dalam mendiskusikan atau membuat keputusan tertentu untuk suatu masalah.
e Anak menjadi Terapis untuk orang tua – terutama orang tua yang single bercerai. Ketika orang tua stress, anak akan dijadikan simbol
pendengar yang baik. Anak menjadi hurried dengan membuat anak terlibat dalam hubungan interpersonal orang dewasa.
f Anak menjadi Conscience untuk orang tua. Anak di-hurried ketika orang tua melakukan kesalahan dan mengharapkan anak untuk bisa
memahami dan menerima prilaku orang tua yang sebenarnya secara moral salah dan tidak disetujui masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
33 Bagaimanapun juga, tuntutan supaya kedua orang tua bekerja diluar
rumah zaman sekarang sudah semakin tinggi. Tapi hal itu jangan menjadikan orang tua buta dengan pembentukan tanggung jawab,
pencapaian prestasi dan kesetiaan anak. Orang tua seharusnya mengatur kehidupan mereka dan kehidupan anak-anak mereka, sehingga anak tidak
sampai diberikan kebebasan yang tidap tepat, tidak sampai dituntut untuk berprestasi di luar kemampuan mereka sehingga orang tua tetap dapat
bekerja dan tidak membuat anak mereka terburu dalam perkembangannya.
2. Sekolah Elkind 2001 mengatakan ada beberapa hal yang dilakukan oleh pihak
pendidikan kadang membuat anak menjadi hurried. Beberapa diantaranya adalah :
a Mengabaikan adanya individual differences, dalam hal gaya belajar, kemampuan mental dan kecepatan belajar. Ketika anak dihadapkan
pada serangkaian tes yang tidak sanggup mereka kerjakan, mereka akan menyalahkan diri sendiri untuk kegagalan mereka karena semua
orang dewasa mengatakan dia harusnya bisa, tapi dia tak bisa, artinya ada sesuatu yang salah pada dirinya. Kegagalan di akademik ini akan
menyebabkan anak merasa rendah diri di depan guru, dan teman- teman. Tekanan ini merupakan hal yang berat untuk dipikul seorang
anak. Dan merupakan tekanan untuk berprestasi dini dan tumbuh kembang lebih cepat.
Universitas Sumatera Utara
34 b Memberikan kurikulum lebih cepat dari yang seharusnya. Prinsip
“mengisi botol lebih cepat faster, dan sekaligus lebih awal earlier”. Hal ini bisa dilihat dari, tindakan sekolah yang kadang memasukkan
anak ke kelas dengan usia yang lebih muda dari yang biasanya. Dan juga pemberian kurikulum yang lebih cepat. Misalnya, saat ini sistem
pendidikan Indonesia sudah memberikan pelajaran Kimia untuk anak SMP. Padahal dulunya pelajaran Kimia baru dimulai pada tingkat
SMU. c Aktivitas yang membosankan, terus menerus, tidak berarti dan
serangkaian kegiatan rutin.
3. Media Massa Media seperti televisi, memiliki program-program yang belum pantas
dilihat anak. Penerapan jam tayang dan kategori usia pada program- program yang ditayangkan televisi belum sepenuhnya bermanfaat.
Berdasarkan data statistik, Elkind 2001 mengatakan bahwa anak-anak lebih banyak menonton televisi dibandingkan dengan tingkat usia lainnya.
Semakin tinggi tingkat usia seseorang, semakin berkurang waktu untuk menonton televisi. Oleh karena itu, banyak hal-hal seperti kekerasan,
seksual, bisa saja disaksikan anak lewat televisi. Selain itu, McDonnell 2002 juga mengatakan bahwa anak sekarang
telah menjadi konsumen dalam usia yang sangat dini. Mereka menjadi
Universitas Sumatera Utara
35 lebih brand aware. Anak balita mengetahui bahwa mereka sedang
memakai Pampers atau Huggies. Jadi, faktor yang menyebabkan anak menjadi hurried, tidak hanya satu
atau dua penyebab. Akan tetapi, berbagai segi kehidupan manusia saat ini telah menciptakan suatu kondisi yang saling mempengaruhi satu sama lain, faktor
orang tua, sekolah ataupun media, untuk membuat anak tumbuh lebih cepat dari yang seharusnya.
Dalam penelitian ini, peneliti akan memfokuskan perhatian pada anak yang hurried di bidang akademik karena tuntutan orang tua. Pada sub-bab
berikutnya, peneliti akan membahas lebih detail mengenai hubungan antara orang tua dan anak.
II.B.4. Hurried Child ditinjau dari perspektif Contracting
Elkind 2001 mengatakan bahwa keluarga merupakan sekolah bagi anak untuk mempelajari hubungan antar-manusia dalam lingkungan sosial nantinya.
Elkind mengemukakan teori Contract Model yang menyatakan bahwa dalam mempelajari sosialisasi, selalu tersirat adanya harapan yang saling timbal balik
antara anak dan orang tua, baik itu tidak disadari ataupun harapan yang tidak secara verbal.
Pembelajaran anak terhadap realitas sosial selalu dimediasi oleh orang tua ataupun pengasuhnya caretakers. Mediasi maksudnya bahwa orang tua dan
caretakers bertindak untuk membantu anak dalam membentuk pengertian terhadap realitas sosial, yang sudah dimulai dari kehidupan awal anak. Walaupun
Universitas Sumatera Utara
36 konstruk tentang realitas sosial dimediasi oleh caretakers tertentu, akan tetapi ada
suatu ketetapan dalam konstruk realitas sosial dalam harapan orang tua dan anak. Dan antara satu keluarga dengan keluarga yang lain, konstruk realitas sosial itu
memiliki suatu kesamaan dan membentuk realitas kolektif collective realities. Realitas kolektif yang terbentuk antara setiap anak dan orang tua disebut Elkind
2001 sebagai kontrak orang tua – anak parent-child contract Ada tiga jenis kontrak yang terkait dengan parent-child contract, antara
lain: 1. Freedom – Responsibility Contract Kontrak Kebebasan – Tanggung
Jawab Kontrak kebebasan-tanggungjawab merupakan dasar dari semua pola
asuh orang tua. Di satu sisi, orang tua menuntut tanggung jawab anak terhadap suatu tugas tertentu, dan jika terpenuhi, orang tua akan
memberikan kebebasan untuk hal tertentu. Dalam hal ini, orang tua juga harus peka mengawasi perkembangan level kecerdasan, kemampuan sosial
dan emosional anak, supaya dapat menentukan kebebasan dan kesempatan mana yang tepat supaya anak bisa berlatih untuk menjadi bertanggung
jawab. Kekerasan terhadap kontrak contractual violation terjadi ketika
orang tua tidak memberikan kebebasan atas tanggung jawab yang sudah dipenuhi anak, atau ketika anak meminta kebebasan tanpa menunjukkan
tanggung jawabnya, sehingga kondisi ini menjadi sangat stres.
Universitas Sumatera Utara
37 Ketika anak masih bayi, orang tua tidak mengharapkan banyak
tuntutan tanggung jawab serta anak memperoleh sejumlah kebebasan. Ketika anak sudah menjadi balita early childhood, anak menjadi lebih
ingin mendapatkan kebebasan yang sebenarnya mereka belum siap mendapatkannya. Tindakan orang tua yang tidak memberikan kebebasan
setelah anak gagal memperlihatkan kemampuannya melalui trial error, dapat membantu anak untuk mengetahui keterbatasan dari kemampuan
yang mereka miliki. Dan selama anak mengerti bahwa mereka akan memiliki kesempatan lebih banyak untuk mencoba di kemudian hari, maka
mereka akan terus belajar. Pada usia later childhood, pengaturan kontrak menjadi lebih abstrak,
karena kemampuan bahasa dan reasoning power anak usia sekolah ini. Anak biasanya tidak akan menerima penilaian sepihak dari orang tua dan
akan memperdebatkan permasalahan mereka untuk mendapatkan kebebasan tertentu, misalnya tidur lebih larut, makan makanan siap saji,
dsb. Pada usia remaja adolescence, kontrak orang tua-anak mencapai
suatu tahap komplesitas. Kontrak menjadi lebih abstrak, umum dan menyatu dengan aturan moral dan etika lainnya, serta peraturan untuk
masyarakat yang lebih luas. Misalnya, untuk boleh mengemudikan mobil keluarga, hal itu ditentukan oleh pemahaman orang tua terhadap tanggung
jawab anak, dan juga usia anak, dan Kontrak ini mempersiapkan anak untuk menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab nantinya.
Universitas Sumatera Utara
38 Anak yang memasuki masa remaja tanpa kontrak kebebasan-tanggung
jawab yang serius, lebih cenderung mengambil kebebasan yang tidak aman daripada anak dengan pemahaman yang kuat bahwa setiap
kebebasan diperoleh dari prilaku yang bertanggung jawab. Kontrak kebebasan-tanggung jawab ini adalah salah satu yang sering
dilanggar ketika anak didorong untuk bertumbuh kembang lebih cepat, misalnya dengan memberikan kebebasan yang mereka belum siap
menerimanya, seperti tinggal di rumah sendirian. Apa yang terjadi selanjutnya adalah anak biasanya belajar prilaku bertanggung jawab yang
dibutuhkan untuk menyesuaikan dengan kebebasan yang mereka dapatkan yang sebenarnya mereka belum siap menerimanya. Tapi mempelajari
prilaku bertanggungjawab ini juga stresful dan mungkin dicapai dengan mengorbankan aktivitas lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan yang
utuh, misalnya waktu untuk bermain atau aktifitas fantasi.
2. Achievement – Support Contract Kontrak Prestasi – Dukungan Tipe kedua dari realitas reality yang terbentuk antara orang tua dan
anak meliputi prestasi dan dukungan. Orang tua secara umum memiliki harapan tertentu akan prestasi anak yang mereka dukung secara kognitif,
afektif dan materi. Ketika anak masih bayi infant, orang tua mengharapkan terutama
prestasi sensori motor dari anak mereka, dan dukungan dari orang tua kebanyakan adalah dukungan afektif. Ketika bayi mampu untuk
Universitas Sumatera Utara
39 mengangkat kepala mereka, atau berdiri di pangkuan ibunya, atau
mengucapkan kata-kata tertentu Papa, Mama, maka orang tua akan merespon dengan senyuman, tertawa, pelukan bahkan tangisan bahagia
tanda penerimaan terhadap prestasi yang ditunjukkan anak. Dengan cara ini, anak belajar bahwa suatu prestasi akan dihargai oleh orang tua.
Prestasi anak ketika memasuki usia sekolah semakin dibedakan, dan semakin jelas di tiga domain utama yaitu, akademik, interpersonal dan
ekstrakurikuler. Tidak seperti masa bayi atau prasekolah, prestasi pada masa ini, memiliki dimensi sosial dan melibatkan interaksi dengan guru,
teman sebaya dan orang dewasa lainnya. Pada tahap ini, anak tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas prestasi mereka seperti pada masa
bayi dan prasekolah dulu. Dan penting agar orang tua menghargai interaksi ini dan mengetahui bahwa kesuksesan dan kegagalan pada
domain ini, tidak sepenuhnya merupakan perbuatan anak saja, tapi juga melibatkan interaksi dengan pihak lain.
Orang tua, sebaliknya juga memperluas dukungan kepada anak pada masa ini. Misalnya, meningkatkan dukungan materi untuk anak,
menyediakan pakaian dan peralatan sekolah, uang, dan peralatan untuk kegiatan ekstrakurikuler. Orang tua dari kelas ekonomi menengah
menunjukkan dukungan pada anak dengan mengantar mereka ke sekolah, rumah teman, les dsb. Orang tua juga menunjukkan dukungan dengan
hadir pada aktivitas ekstrakurikuler atau penampilan anak mereka dalam drama sekolah, menyanyi, menari, dsb. Pentingnya kehadiran orang tua
Universitas Sumatera Utara
40 sebagai bentuk dukungan terhadap prestasi anak tidak boleh dianggap
remeh. Hal itu merupakan suatu tanda yang jelas bahwa orang tua peduli dengan anak ketika orang tua meluangkan waktu untuk datang dan melihat
penampilan anak mereka. Pada masa remaja, prestasi di bidang akademik, interpersonal dan
ekstrakurikuler semakin diharapkan dan orang tua menjadi lebih mengutamakan tuntutan di domain ini. Orang tua mungkin akan
mengharapkan anak remaja berusaha dengan baik di les, atau merasa tidak senang dengan pola persahabatan tertentu misalnya anak berteman
dengan gelandangan, atau tidak menyetujui beberapa jenis ekstrakurikuler misalnya orang tua ingin anak main basket, tapi anak lebih suka main
rugby. Pada tahap ini, untuk pertama kalinya, orang tua dan anak mungkin bertentangan dalam menentukan prestasi mana yang lebih
berharga dan penting. Sebagai tambahan, khususnya dalam keluarga kelas ekonomi
menengah, anak muda sering terlibat dalam “achievement overload”. Terlalu banyak tekanan pada pencapaian prestasi, sehingga anak-anak
memadatkan jadwal mereka semaksimal mungkin overload schedule. Seorang anak mungkin mengambil les balet, piano, softball di sekolah,
menjadi sukarelawan di rumah sakit, dan masih membawa beban mata pelajaran yang banyak di sekolah. Bahkan orang tua sendiri merasa susah
untuk memberikan dukungan untuk semua aktivitas yang sangat padat ini. Achievement overload biasanya terjadi karena anak salah-baca misread,
Universitas Sumatera Utara
41 salah menafsirkan dukungan orang tua terhadap prestasi. Ketika anak
muda young children menganggap bahwa orang tua hanya peduli pada bagaimana baiknya prestasi mereka, maka kebutuhan untuk pencapaian
prestasi semakin kecanduan. Makna dukungan yang sebenarnya harus dikomunikasikan kepada
anak, bahwa prestasi yang ditunjukkan mendapat dukungan karena dukungan itu baik untuk anak-anak. Ketika anak merasa bahwa prestasi
adalah untuk orang tua, dan bukan untuk diri mereka sendiri, maka mereka bisa saja menyerah tidak lagi mau berprestasi atau malahan menjadi
achievement overload untuk memastikan dukungan orang tua tetap didapatkan. Intinya, perhatian orang tua menjadi satu-satunya alasan anak
untuk mencetak prestasi, bukannya mencetak prestasi untuk mengembangkan diri sendiri.
Remaja juga masih membutuhkan dukungan afektif, seperti pelukan, tepukan, dsb. Dukungan afektif seperti ini mengkomunikasikan bahwa
orang tua mendukung anak sebagai seseorang yang dicintai dan disayangi orang tua, bukan semata-mata atas prestasi yang sudah dicapai anak. Hal
inilah yang biasanya terabaikan untuk dilaksanakan kebanyakan orang tua yang memburu anak mereka dari sederetan tuntutan prestasi.
3. Loyality – Commitment Contract Kontrak Kesetiaan – Komitmen Tipe ketiga dari realitas reality yang terbentuk antara orang tua dan
anak melibatkan kesetiaan dan komitmen. Secara umum, orang tua
Universitas Sumatera Utara
42 mengharapkan sejumlah kesetiaan tertentu dari anak sebagai balasan atas
waktu, energi, usaha dan pengeluaran yang sudah dihabiskan orang tua untuk membesarkan anak.
Pada masa bayi infants, orang tua secara intuitif mengharapkan bayi mereka akan setia kepada orang tua seperti kelekatan pada orang tua, takut
untuk berpisah, dsb. Rasa takut berpisah fear of separation seperti yang diketahui, merupakan tanda kelekatan, dan sebenarnya juga ekspresi
kesetiaan anak kepada orang tua. Anak yang menolak berespon kepada orang asing, akan membuat orang tua mereka merasa bahagia karena
kesetiaan anak kepada mereka. Pada masa awal kanak-kanak early childhood, anak
mengkonstruksikan gagasan tentang simbol diri seperti penggunaan kata “saya”, “punya saya” dengan namanya, atau dengan nama keluarga. Pada
tahap ini, orang tua mulai mengharapkan selain anak menunjukkan kesetiaan kepada orang tua sebagai se-seorang, anak juga menunjukkan
kesetiaan kepada simbol yang mewakili orang tua, misalnya marga. Sedangkan orang tua, menunjukkan komitmen dalam hal jumlah waktu
dan perhatian dalam membesarkan anak. Ketika anak memasuki usia sekolah, kesetiaan anak sekarang diukur
dari kepatuhan mereka terhadap aturan. Ketika anak berbohong pada orang tua, orang tua akan marah, sebenarnya, karena orang tua menilai tindakan
berbohong ini merupakan prilaku tidak setia anak kepada orang tua. Orang tua mengharapkan anak mereka setia kepada aturan yang dipegang oleh
Universitas Sumatera Utara
43 orang tua, seperti ketika orang tua mengharapkan anak juga setia kepada
simbol yang mewakili orang tua. Ketika masuk ke masa remaja, anak menjadi mampu dalam berpikir
dengan level tinggi dan memiliki konsep baru tentang dunia dan diri sendiri. Anak juga membentuk suatu konsep berpikir reflektif yang dapat
berpikir tentang pikiran diri sendiri dan juga pikiran orang lain. Maka tuntutan kesetiaan yang diinginkan orang tua juga berubah. Orang tua
menginginkan anak untuk setia kepada keyakinan dan nilai-nilai yang dianut orang tua, sebagaimana kesetiaan anak kepada orang tua sebagai
manusia, kepada simbol keluarga dan aturan moral. Misalnya, orang tua akan menganggap pacaran dengan orang dari suku dan agama yang
berbeda serta ditentang keluarga, sebagai suatu ketidaksetiaan anak kepada orang tua.
Pada usia remaja ini, anak juga mengembangkan gambaran mengenai orang tua yang ideal ideal parent, yang sempurna di segala sisi.
Kemudian membandingkan dengan orang tua nyata real parent. Biasanya anak akan menemukan ada beberapa sisi dari orang tua yang
memprihatinkan, dari segi cara berpakaian, penampilan, kebiasaan, karakter, dsb. Sikap yang kritis seperti ini, dianggap orang tua sebagai
berkurangnya kesetiaan anak kepada orang tua. Anak yang ditekan untuk bertumbuh kembang lebih cepat, sering
merasa adanya komitmen yang kurang dari orang tuanya, dan biasanya bersikap lebih kritis kepada orang tuanya daripada anak yang tidak
Universitas Sumatera Utara
44 hurried. Anak hurried mungkin merasa bahwa orang tua mereka lebih
peduli pada hidup, karier dan pergaulan mereka sendiri daripada peduli pada anak mereka yang hurried. Ketika anak memasuki masa remaja,
mereka merasa tidak perlu setia kepada orang tua, baik sebagai suatu pribadi, atau kepada nilai dan keyakinan yang orang tua mereka anut.
Ketika anak merasa orang tua sudah melanggar kontrak, maka mereka merasa mereka tidak memiliki kewajiban lagi untuk memenuhi kewajiban
sebagai salah satu pihak dalam kontrak tersebut. Efek negatif dari membuat anak menjadi hurried adalah, rusaknya
kontrak kesetiaan-komitmen antara orang tua dan anak. Walaupun kerusakan kontrak itu terjadi pada masa kanak, namun konsekuensinya
biasanya lebih terlihat setelah anak memasuki masa remaja. Anak akan menjadi lebih kritis dalam menyikapi tindakan orang tuanya.
Berdasarkan pembahasan teori Contracting terhadap hurried child, maka peneliti membatasi subjek penelitian pada kategori remaja. Alasannya adalah
dengan mempertimbangkan dari segi kontrak achievement-support, bahwa pada usia remaja, tuntutan untuk prestasi akademik semakin diutamakan orang tua. Dan
dari segi kontrak loyality-commitment, bahwa pada usia remaja, anak menjadi lebih kritis dalam melihat tuntutan orang tua terhadap dirinya. Sehingga dinamika
sikap anak yang kritis lebih kelihatan pada masa remaja daripada masa kanak- kanak.
Istilah hurried child yang dipakai Elkind dalam hal ini masih relevan pada remaja. Istilah child yang digunakan Elkind adalah mengacu kepada anak, dan
Universitas Sumatera Utara
45 ketika menyebut remaja adolescence, Elkind masih menggunakan kata anak
child sehingga makna kata anak child tidak semata-mata pada kategori usia kanak-kanak preschool, school-age saja, tapi mengacu kepada seorang anak dari
sepasang orang tua. Dalam hal ini, maka remaja juga masih dalam cakupan child yang disebut oleh Elkind 2001.
II.B.5. Persepsi Anak terhadap Kondisi Hurrying
Elkind 2001 menyatakan bahwa cara anak mempersepsikan kondisi hurried yang dialaminya tergantung pada beberapa variabel, yaitu:
1. Level perkembangan mental 2. Temperamen
3. Pengalaman masa lalu 4. Kecerdasan, dsb
Berikut akan disajikan tinjauan persepsi anak terhadap kondisi hurried dilihat dari beberapa tahap perkembangan :
1. Tahap Young Children 2 – 7 8 tahun Anak mempersepsikan hurrying sebagai suatu penolakan, bahwa orang
tua tidak mempedulikan mereka. Hurrying anak dari satu caretaker ke caretaker lainnya dalam satu hari, atau ke dalam pencapaian prestasi
akademik atau membuat keputusan yang tidak dapat mereka lakukan adalah suatu bentuk penolakan. Penolakan dilihat anak dari sisi,
kemampuan apa yang mereka miliki untuk mengatasi masalah dan melakukan sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
46 2. Tahap Operasional Konkret tahap Usia Sekolah 7 8 – 11 tahun
Anak melihat kondisi hurrying dengan cara yang lebih kompleks. Mereka masih menganggap pengalaman hurrying sebagai suatu
penolakan. Tapi mereka tidak lagi menyalahkan diri mereka sendiri ataupun orang tua, tapi menggunakan kemampuan mental mereka untuk
merasionalisasi prilaku orang tua dan menemukan alasan yang dapat diterima atas kondisi hurrying yang mereka alami.
Anak tahap usia sekolah lebih mandiri dan bergantung pada diri sendiri. Oleh karena itu, mereka kelihatan bersedia menerima kondisi
hurrying yang dibebankan pada mereka dengan maksud agar mereka dapat belajar mengambil tanggung jawab dan peran orang dewasa, terutama
anak di keluarga dengan single parent, akan mencoba untuk mengisi peran orang tua yang kosong..
3. Tahap Remaja 13 – 17 tahun Pada tahap ini, remaja mempersepsikan hurrying sebagai suatu
penolakan, tapi dengan konsep yang lebih abstrak. Pertama-tama, anak akan membentuk suatu gambaran tentang orang
tua yang ideal, yang serba tau, serba baik dan sempurna dan membandingkannya dengan orang tuanya yang nyata dan menemukan
bahwa orang tua mereka banyak kekurangan. Hal ini menyebabkan anak mengkritik orang tua mereka dari cara orang tua berpakaian, makan,
berbicara, melihat, bertindak dsb. Dan ketika anak merasa hurried oleh
Universitas Sumatera Utara
47 orang tua mereka, rasa kritis itu akan semakin hebat. Anak usia remaja
akan cenderung menyalahkan orang tua mereka. Kedua, anak juga menyalahkan orang tua bukan hanya menempatkan
anak pada kondisi hurried di usia remaja, tapi juga ketika mereka masih kanak-kanak.
II.B.6. Efek dari Hurried Child
Anak yang hurried, secara sadar maupun tidak sadar, diharapkan untuk selangkah lebih maju dibandingkan teman sebaya mereka, baik dari segi
intelektual, kemampuan sosial atau kemampuan emosional. Elkind 2001 menjelaskan beberapa efek yang ditimbulkan dari efek hurried pada anak, antara
lain: 1
Sense of Identity yang lebih dewasa daripada seharusnya. 2
Role Diffusion, sehingga berpotensi mengembangkan identitas diri yang negatif
3 Sense of Capacity yang salah, sebagai akibat dituntut sejak dini mampu
mengambil keputusan dan tanggung jawab yang belum sesuai usia. 4
Sangat sensitif dan peduli dengan penampilan atau performance 5
Cenderung lebih kompetitif dan egosentris dalam hubungan dengan teman sebaya mereka, karena mereka menerapkan pendekatan satu pihak ala orang
dewasa dalam hubungannya dengan teman sebayanya. 6
Cenderung kurang memahami hubungan timbal balik dalam suatu kontrak sehingga anak hurried cenderung bersikap kasar dan ill-mannered.
Universitas Sumatera Utara
48 7
Muncul Free Floating Anxiety chronic stres pada anak, yaitu perasaan yang tidak dapat dihubungankan pada rasa takut terhadap objek atau situasi
tertentu. Anak merasa sangat lelah, sensitif, mood tidak enak dan tidak mampu berkonsentrasi, tapi tidak tahu apa penyebab jelasnya.
8 Menurut penelitian Matthews, psikolog Universitas Pittsburgh dalam
Elkind, 2001, bahwa pola asuh orang tua yang memburu anak mereka parental hurrying dapat dihubungkan dengan tipe kepribadian A pada
anak. 9
Muncul gejala premature structuring, yang oleh Freud dalam Elkind, 2001 dikatakan bahwa jika anak harus berkembang dengan cepat, maka akibatnya
mereka tidak bisa lagi berkembang lebih jauh. Karakter mereka terbentuk terlalu dini sehingga hanya ada celah kecil untuk perkembangan lebih lanjut
dan diferensiasi kepribadian. 10 Dalam kaitan dengan kontrak orang tua – anak, hurried child akan:
Cenderung berprilaku bebas yang tidak aman misalnya mabok, balap, atau aktivitas untuk kesenangan lainnya – sebagai akibat dari kontrak
freedom-responsibility yang salah. Anak diberikan kebebasan ketika mereka belum benar-benar siap. Sehingga mereka harus
mengembangkan prilaku tanggung jawab untuk disesuaikan dengan kebebasan yang mereka peroleh. Dan hal itu merupakan suatu tekanan
untuk tumbuh kembang cepat. Pada tahap adolescene, anak tidak lagi bisa dikontrol hanya dengan kata-kata orang tua.
Universitas Sumatera Utara
49 Cenderung merasa bahwa prestasi yang mereka dapat hanya untuk orang
tua – sebagai akibat kontrak achivement-support yang salah. Anak merasa orang tua hanya peduli pada apa yang sudah mereka capai, bukan
siapa mereka sebenarnya. sehingga anak berprestasi hanya semata-mata untuk bisa mendapatkan dukungan dari orang tua, terutama dukungan
afektif. Cenderung lebih kritis dan memberontak – sebagai akibat kontrak
loyalty-commitment yang salah. Adolescence bisa mengembangkan gambaran tentang orang tua yang ideal. Kemudian karena orang tua
membuat mereka hurried, maka dianggap orang tua tidak punya komitmen, anak merasa orang tua lebih berkomitmen pada kehidupan
orang tua sendiri, karier dan relasi bisnis daripada anak. Sehingga ke- kritis-an anak ini akan menyebabkan anak tidak perlu setia pada orang
tua. 11 Anak yang hurried secara akademik akan menunjukkan gejala seperti apatis,
menarik diri, penolakan, marah, frustasi, dan harga diri rendah 12 Gejala School Burnout, terutama pada anak yang hurried karena tuntutan
prestasi akademik yang membebankan. Sering sekali, anak-anak menjadi benci untuk pergi ke sekolah, dan memilih untuk tinggal di rumah dengan
alasan sakit kapanpun mereka mau. Mereka sering terlambat dan sering pulang lebih awal sebelum jam belajar berakhir. Banyak juga yang
menyalahgunakan alkohol dan obat-obatan, ada juga yang merusak atau mengotori sekolah dengan menggambar menuliskan kata-kata kasarkotor
Universitas Sumatera Utara
50 di dinding sekolah. Pada akhirnya, mereka dikeluarkan dari sekolah secara
resmi. Beberapa di-antara mereka disebut pembolosan ‘in house’, dimana mereka hadir di sekolah, tetapi tidak memasuki kelas.
II.C. Perkembangan Anak usia 13 – 17 tahun dari berbagai perspektif
Elkind 2001 menjelaskan bahwa dengan memahami kelebihan dan keterbatasan dari setiap tahapan perkembangan, maka definisi dari hurried dan
bahayanya akan menjadi semakin jelas. Pada dasarnya, pertumbuhan terjadi dalam setiap tahap perkembangan. Setiap tahapan membawa perubahan dramatis,
dari segi kapasitas intelektual, kelekatan emosional dan hubungan sosial. Pertumbuhan dari semua kemampuan tersebut, dengan segala kompleksitas dan
keruwetannya, adalah suatu proses yang perlahan dan tidak tergesa gesa. Ketika anak dipaksa untuk tumbuh dengan cepat, beberapa pencapaian tugas
perkembangan yang penting menjadi terlewatkan dan hal ini akan menyebabkan masalah yang serius di kemudian harinya.
Berdasarkan pembahasan teori Contracting terhadap hurried child pada subbab sebelumnya, maka subjek penelitian adalah pada kategori remaja, yang
menurut Hurluck 1980 dimulai dari rentang usia 13 sampai 17 tahun. Alasannya adalah bahwa pada usia remaja, tuntutan untuk prestasi akademik semakin
diutamakan orang tua, serta pada usia remaja, anak menjadi lebih kritis dalam melihat tuntutan orang tua terhadap dirinya. Sehingga dinamika sikap anak yang
kritis lebih kelihatan pada masa remaja daripada masa kanak-kanak.
Universitas Sumatera Utara
51 Berikut akan disajikan teori tentang tahapan perkembangan ditinjau dari
perspektif kognitif, moral dan psikososial.
II.C.1. Perkembangan Kognitif
Piaget dalam Owen, 2002 mengemukakan empat tahap perkembangan kognitif, antara lain :
1. Tahap Sensorimotor 0 - 2 tahun
Semua pengetahuan diperopleh melalui sensasi dan gerakan seperti melihat, atau menyentuh. Proses berpikir sama cepatnya seperti
pertumbuhan fisik. Anak belajar mengenali objek di lingkungan dengan menyentuh, merasakan, menggenggam dan membuang objek-objek
tersebut. Kelekatan dengan figur ibu merupakan motivasi terbesar anak dalam belajar.
2. Tahap Preoperational 2 – 7 tahun
Proses berpikir terpisah dari perkembangan gerakan dan meningkat dengan pesat. Kemampuan untuk berpikir dalam simbol dan tidak logis
dimulai.. Anak mulai mengenali bahaya di sekitar mereka, belajar mengatasi orang-orang yang tidak menyenangkan dan mengekspresikan
ketakutan dan kecemasan melalui permainan simbolik misalnya berperan sebagai Superman, akan mengatasi keyakinan bahwa orang tua serba kuat
dan serba tahu. Anak mulai membentuk konsep meng-kategorisasikan atau
menghubungkan objek kejadian yang satu dengan yang lain. Berpikir
Universitas Sumatera Utara
52 egois egocentric thinking, yakni tidak melihat dunia dari cara pandang
orang lain, dan animisme animism, yakni bahwa setiap objek memiliki pikiran dan perasaan, berkembang pada tahap ini
Ketidak-bersediaan anak untuk berbagi barang yang dimilikinya pada tahap ini, bukan karena mereka egois, tetapi lebih disebabkan karena anak
merasa barang-barang tersebut merupakan bagian dari dirinya, sehingga dengan berbagi barang dengan orang lain, seperti berbagi bagian dari diri
mereka sendiri. 3. Tahap Concrete Operational
7 -11 tahun Berpikir logis mulai berkembang, termasuk bagaimana
mengklasifikasikan objek dan prinsip matematika, tapi hanya dapat diterapkan terhadap objek yang konkret. Kemampuan untuk menarik
kesimpulan atas apa yang dirasakan dan dipikirkan orang lain mulai berkembang, ditandai dengan anak sudah mencapai tahap operasional
konkret, mulai bereksplorasi tanpa menggunakan tangan tetapi menggunakan kemampuan visual.
Mereka juga mampu mempelajari aturan dan siap untuk memasuki sekolah formal. Anak mulai memiliki jarak dengan orangtua dan hubungan
dengan teman sebaya menjadi lebih penting. 4. Tahap Formal Operational
11 tahun ke atas Berpikir logis mulai berkembang ke konsep yang lebih abstrak.
Kemampuan menggunakan analogi dan metaphor berkembang. Anak
Universitas Sumatera Utara
53 mulai bereksplorasi mengenai nilai, keyakinan dan filosofi. Tapi tidak
semua orang menggunakan tahap ini untuk level yang sama. Kemampuan untuk menunjukkan arah dengan kombinasi kiri dan
kanan kiri dan kanan merupakan symbolic relations menandakan anak sudah mampu operasi formal. Selain itu, anak juga mulai berpikir tentang
‘pikiran’ thinking, dengan membicarakan tentang belief, value, kepercayaan dan motif yang mereka dan orang lain miliki.
Anak juga mampu mengkonseptualisasi masa lalu dan masa depan dengan caranya yang baru. Oleh karena itu, menurut Elkind 2001 pada
tahap ini, anak yang mengalami masa hurried pada tahapan sebelumnya mungkin akan menunjukkan kemarahan kepada orang tua. Kemarahan ini
merupakan “sleeper effect” yang terjadi karena anak mengingat pengalaman hurried pada tahap perkembangan sebelumnya, akibat motif
dan keinginan orang tua.
II.C.2. Perkembangan Moral
Piaget dalam Santrock, 2004 mengemukakan dua tahap perkembangan moral pada anak, yaitu :
1. Heteronomous Morality usia 4 – 7 tahun Pada tahap ini, keadilan dan peraturan dianggap sebagai suatu hal yang
tidak dapat dirubah. Mereka selalu menganggap bahwa jika peraturan dilanggar, hukuman akan langsung didapatkan. Mereka meyakini keadilan
yang selalu ada. Walaupun tidak ada saksi, hukuman tetap bisa berjalan.
Universitas Sumatera Utara
54 2. Autonomous Morality 10 - di atas 10 tahun
Pada tahap ini, anak lebih menyaradi bahwa aturan dan hukum adalah diciptakan oleh manusia dan oleh karena itu, untuk menilai suatu tindakan
benar-salah, peran saksi mata atas setiap tindakan yang dilakukan sangat penting.
Anak yang berada pada usia 7 – 10 tahun, berada pada masa transisi antara kedua tahapan dan menunjukkan beberapa ciri khas dari kedua tahapan moral
tersebut.
II.C.3. Perkembangan Psiko Sosial
Erikson dalam Owen, 2002 mengemukakan delapan tahap perkembangan psikososial seorang manusia mulai dari usia tahun pertama sampai
60 tahun, antara lain : 1. Trust vs Mistrust tahun pertama
Bayi belajar untuk merasa aman. Kebutuhan dasar fisik dan psikologis bayi terpenuhi dengan karakter caregiver yang responsif dan sensitif,
sehingga bayi bisa menumbuhkan rasa percaya. Kelekatan membuat anak merasakan cinta dan perhatian dari orang
tua, dan juga ketakutan akan perpisahan. Ketika anak merasa dicintai, akan tercipta suatu kepercayaan trust yang mempengaruhi masa dewasa. Dan
sebaliknya, jika anak diabaikan, muncul ketidak-percayaan mistrust yang membuat dia berpikir dunia adalah tempat yang berbahaya yang tidak ada
seorangpun dapat dipercaya.
Universitas Sumatera Utara
55 Pada tahap ini, anak bukan hanya mengembangkan konsep dasar
mengenai dunia, tapi juga masa membangun hubungan kelekatan dan orientasi sosial.
2. Autonomy vs Sham Doubt tahun kedua Balita mulai belajar mengembangkan kemandirian dan kepercayaan
diri. Ketika balita dituntut untuk mampu makan sendiri atau kemampuan toilet sendiri, dan mereka mampu, maka hal itu akan meningkatkan
autonomy mereka. Sebaliknya, jika mereka dituntut untuk makan dan ke toilet sendiri, sebelum kemampuan motorik mereka memenuhi syarat,
mereka akan mengalami kejadian yang memalukan yang akan memunculkan rasa shame-doubt mereka. Peran orang tua sangat
menentukan apakah nilai autonomy atau shamedoubt yang mendominasi pada anak.
Orang tua harus memperhatikan kesesuaian antara harapan mereka pada anak dengan kompetensi dasar yang dimiliki anak sesuai dengan
perkembangannya. 3. Initiative vs Guilt 3 – 5 tahun
Anak mulai lebih bertanggung jawab atas prilaku mereka. Anak butuh untuk berinisiatif dan mengajukan pertanyaan. Belajar untuk bertanggung
jawab tanpa terlalu merasa bersalah akan memunculkan inisiatif pada anak.
Anak membutuhkan waktu untuk bereksplorasi dan berinvestigasi dengan lingkungannya untuk mendapatkan perasaan initiative yang lebih
Universitas Sumatera Utara
56 kuat daripada guilty feeling. Ketika anak diburu dari satu pengasuh ke
pengasuh yang lain, dari satu pelajaran ke pelajaran yang lain, mereka mungkin akan kehilangan kesempatan untuk bereksplorasi di lingkungan
mereka dengan bebas. Atau ketika orang tua terlalu sibuk untuk menjawab pertanyaan anak, anak akan merasa bersalah karena sudah bertanya.
Ketika rasa bersalah muncul, maka inisiatif anak akan terhalangi untuk berkembang
4. Industry vs Inferiority 6 – 12 tahun Pada tahap ini, anak mulai merasa efektif dalam mengatur kemampuan
akademik. Tenaga dan perhatian anak diarahkan untuk mencapai pengetahuan dan prestasi di sekolah, perasaan mampu competence dan
produktif. Perasaan industry atau inferiority ditentukan oleh pengalaman anak di
rumah dan di sekolah. Jika orang tua di rumah selalu mengeluh tentang kesalahan yang dilakukan anak dan mengabaikan prestasi mereka, anak
akan mengembangkan perasaan inferiority. Tapi jika guru di sekolah mampu melihat potensi mereka, memberi anak kesempatan untuk
berprestasi, menghargai prestasi mereka, anak akan mengembangkan perasaan industry mereka lebih besar daripada inferiority dari pengalaman
yang diperoleh di rumah. Lebih lanjut, menurut Erickson, pada tahap ini, orang tua disarankan
untuk memuji anak untuk setiap hasil yang sudah mereka capai dan mendorong anak untuk terus mencoba hal-hal baru yang positif.
Universitas Sumatera Utara
57 Pada tahap ini, Sullivan dalam Elkind, 2001 juga menyatakan bahwa
anak mengembangkan kemampuan chumships – persahabatan erat antara anak, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis, dimana mereka
berbagi perasaan dan pikiran secara dekat. Jika anak diburu dengan berbagai aktivitas yang harus dilakukan, maka anak akan kehilangan
kesempatan dan waktu untuk membangun chumship – yang merupakan dasar dari kemampuan seseorang untuk membangun hubungan dengan
orang lain pasangan hidup setelah dewasa. 5. Identity vs Role Confusion 13 – 19 tahun
Pada tahap ini, anak sudah memasuki masa remaja, dan mulai mencari identitas diri dengan bereksplorasi mengenai kemana mereka ingin pergi
dan siapa diri mereka. Erickson juga menyarankan orang tua untuk memberikan dukungan
kepada anak untuk menemukan tujuan hidup mereka, membangun hubungan yang hangat dengan anak, dan jangan terlalu keras kepada anak,
apalagi mencoba untuk menjadi orang tua yang sok tahu. Elkind 2001 menambahkan bahwa anak yang diburu untuk memikul
tanggung jawab tertentu dan mengambil keputusan atas masalah sendiri cenderung memiliki identitas diri yang lebih matang dari yang seharusnya
mereka miliki, mereka hanya menilai diri mereka dari prestasi yang sudah mereka capai, bukan dari segi kemampuan sosial atau intelektual menilai
kepribadian mereka.
Universitas Sumatera Utara
58 6. Intimacy vs Isolation 20 – 30 tahun
Usia dewasa awal ini mampu untuk membentuk hubungan yang dekat dan merasa mencintai atau dicintai oleh pasangan. Kebutuhan akan
keintiman kedekatan dengan pasangan meningkat. 7. Generativity vs Stagnation 40 – 50 tahun
Pada usia dewasa madya, seseorang akan mencari perasaan sukses di bidang keluarga atau pekerjaan mereka. Keinginan untuk pencapaian
sesuatu atau melakukan sesuatu yang bermanfaat meningkat. 8. Integrity vs Despair 60 tahun ke atas
Pada usia dewasa lanjut ini, seseorang akan melihat ke belakang, apa prestasi yang telah dicapainya. Ketika dia merasa bahwa dia sudah berbuat
banyak dan mencapai hasil yang memuaskan, maka perasaan utuh integrity akan meningkat. Pada usia ini, biasanya orang akan merasa
bahwa hidup itu begitu berharga. Dari uraian di atas, peneliti menentukan batasan penelitian ini hanya pada
anak berusia 13 - 17 tahun, supaya subjek yang diteliti berada pada satu kondisi yang homogen.
Berdasarkan teori psikososial, anak usia 13 -17 tahun berada pada satu tahap perkembangan dimana anak mulai membentuk identitas diri, dan hubungan
dengan orang tua sangat penting, dimana orang tua diharapkan membangun hubungan yang hangat dan saling pengertian dengan anak daripada memberikan
banyak tuntutan tekanan, supaya menghindari persepsi yang salah dari anak bahwa orang tua hanya mempedulikan prestasi mereka.
Universitas Sumatera Utara
59 Jika dilihat dari teori kognitif, maka anak usia 13 - 17 tahun sudah memiliki
kemampuan berpikir logis yang mulai berkembang ke konsep yang lebih abstrak dan mampu berpikir reflektif, yaitu berpikir tentang pikiran sendiri dan pikiran
orang lain.
II.D. Sekolah Chandra Kusuma
II.D.1. Visi dan Misi
Sekolah Chandra Kusuma yang berlokasi di kompleks Cemara Asri merupakan salah satu sekolah nasional berkompetensi internasional di wilayah
Sumatera Utara. Berdasarkan sistem pendidikan, sekolah di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu sekolah nasional dan sekolah
internasional. Sekolah nasional adalah sekolah yang mengacu dan mengikuti aturan dan sistem pendidikan nasional yang dibuat oleh pemerintah Indonesia.
Sedangkan sekolah internasional adalah sekolah yang merujuk pada sistem dari sebuah negara tertentu Dwi Sunu Pebruanto, dalam Pasti, 2004.
Visi sekolah ini adalah untuk melayani masyarakat dengan institusi pendidikan yang berstandar internasional dan memiliki perspektif global. Dan
untuk mencapai visi tersebut, sekolah Chandra Kusuma memiliki misi yaitu: Meningkatkan nilai prososial anak, seperti nilai kebaikan, tanggung jawab dan
saling tolong menolong, menghargai diri sendiri dan orang lain. Serta nilai keadilan, kejujuran, kesetiaan dan menjadi sumber inspirasi untuk lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
60 Menyediakan lingkungan belajar yang membuat anak merasa bahwa
kesuksesan bukanlah semata-mata tanpa kegagalan, sehingga anak dapat belajar dari kesalahan yang sudah diperbuat.
Menekankan pentingnya sikap dan karakter diri dalam kehidupan. Bahwa kecerdasan bukanlah semata-mata satu hal yang paling diutamakan sehingga
anak akan belajar keahlian untuk hidup, tidak sekedar belajar untuk mendapatkan sertifikat sekolah
Meningkatkan potensi staf pengajar melalui seminar atau workshop untuk meningkatkan teknik pengajaran dan kemampuan memahami kebutuhan anak.
Juga menyediakan pelatihan bahasa Inggris kepada staf pengajar dengan tenaga native speaker sehingga dapat meningkatkan kemampuan bahasa
Inggris mereka, secara verbal dan tertulis. Menyediakan sumber daya terbaik untuk memfasilitasi semua proses
pembelajaran anak.
II.D.2. Lingkungan Sekolah secara umum
Sekolah Chandra Kusuma merupakan sekolah swasta yang bersifat non- profit dan tidak menerima bantuan dana pemerintah. Bahasa pengantar yang
dipakai dalam lingkungan sekolah adalah bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hal ini terutama didasarkan pada kesadaran bahwa kesuksesan seorang pelajar
sangat ditentukan oleh kemampuan komunikasi mereka, baik secara lisan atau tulisan, dalam bahasa Inggris dan juga bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pelajar
diharuskan menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi dalam kelas-kelas
Universitas Sumatera Utara
61 tertentu dan didorong untuk berbahasa Inggris di luar kelas ataupun selama
aktivitas ekstrakurikuler. Jumlah pelajar dalam satu ruangan untuk level kelas SD 3 sampai SMA 3
tidak melebihi 24 orang untuk satu pengajar. Kondisi seperti ini akan membuat seorang guru lebih efektif dalam memperhatikan perkembangan dari setiap anak
didiknya dalam kelas. Jadwal sekolah adalah dari hari Senin sampai hari Jumat. Namun beberapa kegiatan di luar jam belajar normal, seperti studi tur, atau klub
badminton diadakan pada hari sabtu. Setiap tahun ajaran dimulai pertengahan bulan Juli dan dibagi menjadi dua semester Juli-Desember ; Januari-Juni, dan
total waktu belajar adalah lebih kurang 40 minggu per tahun. Berikut adalah tabel yang memperlihatkan jam belajar pelajar di sekolah Chandra Kusuma untuk setiap
tingkat pendidikan.
LEVEL HARI
WAKTU
PLAYGROUP PRESCHOOL 1-2 TK A, TK B
SENIN - JUMAT SESI 1: 7:30 – 11:30
SESI 2: 12:30 – 16:15 PRIMARY 1-2 SD1-2
SENIN - JUMAT 7:30 – 13:45
PERIMARY 3-6 SD3-SD6 SENIN - JUMAT
7:30 – 16:15 SECONDARY 1-6 SMP-SMA
SENIN - JUMAT 7:30 – 16:15
II.D.3. Sistem Belajar
Sekolah Chandra Kusuma menggunakan kombinasi metode pengajaran student-centered dan teacher-centered yang disesuaikan dengan materi dan
kondisi anak di kelas. Selain sistem belajar di dalam ruangan, anak juga belajar dari kegiatan-kegiatan di luar kelas seperti
Universitas Sumatera Utara
62 Ekstrakurikuler
Setiap pelajar harus memilih dua ekskul per semester dan harus dari dua kategori yang berbeda. Beberapa kategori yang ditawarkan untuk dipilih
antara lain: 1 Olahraga badminton, basket, voli, sepak bola, renang, catur, dansa ; 2 Seni seni ukir, paduan suara, music band, memasak ; 3 Bahasa
Inggris, Mandarin, Debat, Jurnalistik ; 4 Teknologi Informasi Programming, Design Grafis
School Camp Setiap tahun, pada akhir minggu pertama bulan September, murid kelas SD
akan tinggal di sekolah dari Jumat Sore sampai Minggu pagi dan merupakan keharusan, terutama bagi murid SD3 – SD6.
Field Trip atau Studi Lapangan Merupakan program sekali per semester, dimana anak diajak untuk mengamati
kenyataan di lapangan sesuai dengan topik yang dipelajari, misalnya field trip ke daerah perdesaan yang memakan waktu lima hari empat malam. Program
ini merupakan keharusan terutama bagi anak SD sampai SMA.
Universitas Sumatera Utara
63
BAB III METODOLOGI PENELITIAN