Guru  membantu  peserta  didik  untuk  mengumpulkan  informasi  sebanyak- banyaknya  dari  berbagai  sumber,  dan  ia  seharusnya  mengajukan
pertanyaan  pada  peserta  didik  untuk  berifikir  tentang  masalah  dan  ragam informasi  yang  dibutuhkan  untuk  sampai  pada  pemecahan  masalah  yang
dapat dipertahankan. Setelah  peserta  didik  mengumpulkan  cukup  data  dan  memberikan
permasalahan tentang fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka mulai  menawarkan  penjelasan  dalam  bentuk  hipotesis,  penjelesan,  dan
pemecahan.  Selama  pengajaran  pada  fase  ini,  guru  mendorong  peserta didik  untuk  menyampikan  semua  ide-idenya  dan  menerima  secara  penuh
ide  tersebut.  Guru  juga  harus  mengajukan  pertanyaan  yang  membuat peserta didik berpikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka
buat serta tentang kualitas informasi yang dikumpulkan.
Fase  4:  Mengembangkan  dan  Menyajikan  Artifak  Hasil  Karya  dan Mempamerkannya
Tahap  penyelidikan  diikuti  dengan  menciptakan  artifak  hasil  karya  dan pameran.  Artifak  lebih  dari  sekedar  laporan  tertulis,  namun  bisa  suatu
video tape menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan, model  perwujudan  secara  fisik  dari  situasi  masalah  dan  pemecahannya,
program  komputer,  dan  sajian  multimedia.  Tentunya  kecanggihan  artifak sangat  dipengaruhi  tingkat  berpikir  peserta  didik.  Langkah  selanjutnya
adalah  mempamerkan  hasil  karyanya  dan  guru  berperan  sebagai organisator  pameran.  Akan  lebih  baik  jika  dalam  pemeran  ini  melibatkan
peserta didik-peserta didik lainnya, guru-guru, orang tua, dan lainnya yang dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan balik.
Fase 5: Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah
Fase  ini  merupakan  tahap  akhir  dalam  PBL.  Fase  ini  dimaksudkan  untuk membantu  peserta  didik  menganalisis  dan  mengevaluasi  proses  mereka
sendiri  dan  keterampilan  penyelidikan  dan  intelektual  yang  mereka gunakan.  Selama  fase  ini  guru  meminta  peserta  didik  untuk
merekonstruksi  pemikiran  dan  aktivitas  yang  telah  dilakukan  selama proses kegiatan belajarnya.
c.  Discovery  Learning  Metode  Pembelajaran  Penemuan  adalah  metode  sebagai proses  pembelajaran  yang  terjadi  bila  pelajar  tidak  disajikan  dengan  pelajaran
dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Discovery Learning  mempunyai  prinsip  yang  sama  dengan  inkuiri  inquiry  dan  Problem
Solving.  Tidak  ada  perbedaan  yang  prinsipil  pada  ketiga  istilah  ini,  pada Discovery  Learning  lebih  menekankan  pada  ditemukannya  konsep  atau  prinsip
yang  sebelumnya  tidak  diketahui.  Perbedaannya  dengan  discovery  ialah  bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang
direkayasa  oleh  guru,  sedangkan  pada  inkuiri  masalahnya  bukan  hasil  rekayasa, sehingga  siswa  harus  mengerahkan  seluruh  pikiran  dan  keterampilannya  untuk
mendapatkan  temuan-temuan  di  dalam  masalah  itu  melalui  proses  penelitian. Pengaplikasian  metode  Discovery  Learning  secara  berulang-ulang  dapat
meningkatkan  kemampuan  penemuan  diri  individu  yang  bersangkutan. Penggunaan metode Discovery Learning dapat merubah kondisi belajar yang pasif
menjadi  aktif  dan  kreatif.  Mengubah  pembelajaran  dari  teacher  oriented  ke
student  oriented.  Mengubah  modus  Ekspsitori  siswa  hanya  menerima  informasi secara  keseluruhan  dari  guru  ke  modus  Discovery  siswa  menemukan  informasi
sendiri Kemendikbud, 2013:211.
Langkah-Langkah Discovery Learning
a. Menentukan tujuan pembelajaran. b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa kemampuan awal, minat, gaya
belajar, dan sebagainya. c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif dari contoh-contoh generalisasi.
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
f.  Mengatur  topik-topik  pelajaran  dari  yang  sederhana  ke  kompleks,  dari  yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
Kelebihan dan Kekurangan Dicovery Learning
1.Kelebihan Penerapan Discovery Learning
a. Membantu  siswa  untuk  memperbaiki  dan  meningkatkan  keterampilan-
keterampilan  dan  proses-proses  kognitif.  Usaha  penemuan  merupakan  kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
b. Pengetahuan  yang  diperoleh  melalui  metode  ini  sangat  pribadi  dan  ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan
berhasil. d.
Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
e. Menyebabkan  siswa  mengarahkan  kegiatan  belajarnya  sendiri  dengan
melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. f.
Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g. Berpusat  pada  siswa  dan  guru  berperan  sama-sama  aktif  mengeluarkan
gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h. Membantu siswa menghilangkan skeptisme keragu-raguan karena mengarah
pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti. i.    Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
j.   Membantu  dan  mengembangkan  ingatan  dan  transfer  kepada  situasi  proses belajar yang baru.
k.   Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. l.    Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
m.  Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik. n.   Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
o.   Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.
p.   Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
q.   Kemungkinan  siswa  belajar  dengan  memanfaatkan  berbagai  jenis  sumber belajar.
r.    Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
2. Kekurangan Penerapan Discovery Learning
a. Metode  ini  menimbulkan  asumsi  bahwa  ada  kesiapan  pikiran  untuk  belajar.
Bagi  siswa  yang  kurang  pandai,  akan  mengalami  kesulitan  abstrak  atau berpikir  atau  mengungkapkan  hubungan  antara  konsep-konsep,  yang  tertulis
atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. b.
Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan  waktu  yang  lama  untuk  membantu  mereka  menemukan  teori
atau pemecahan masalah lainnya. c.
Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
d. Pengajaran  discovery  lebih  cocok  untuk  mengembangkan  pemahaman,
sedangkan  mengembangkan  aspek  konsep,  keterampilan  dan  emosi  secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
e. Pada  beberapa  disiplin  ilmu,  misalnya  IPA  kurang  fasilitas  untuk  mengukur
gagasan yang dikemukakan oleh para siswa f.
Tidak  menyediakan  kesempatan-kesempatan  untukberpikir  yang  akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
2.1.5 Pendekatan Saintifik
Kurikulum  2013  telah  digunakan  dalam  setiap  jenjang  pendidikan.  Penerapan kurikulum  2013  ini  tidak  terlepas  dari  pendekatan  yang  diterapkan  di  dalamnya.
Adapun  pendekatan  yang  digunakan  dalam  kurikulum  2013  adalah  pendekatan saintifik.  Pembelajaran  dengan  pendekatan  saintifik  adalah  proses  pembelajaran
yang  dirancang  sedemikian  rupa  agar    peserta  didik  secara  aktif  mengonstruksi konsep,  hukum  atau  prinsip  melalui  tahapan-tahapan  mengamati  untuk
mengidentifikasi  atau  menemukan  masalah, merumuskan  masalah,  mengajukan
atau  merumuskan  hipotesis,  mengumpulkan  data  dengan  berbagai  teknik, menganalisis  data  dan  mengomunikasikan  konsep,  hukum  atau  prinsip  yang
“ditemukan”.  Pendekatan  saintifik  dimaksudkan  untuk  memberikan  pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami  berbagai materi menggunakan
pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran
yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari
tahu dari berbagai sumber  melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
Penerapan  pendekatan  saintifik  dalam  pembelajaran  melibatkan  keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan,
dan  menyimpulkan.  Dalam  melaksanakan  proses-proses  tersebut,  bantuan  guru diperlukan.  Akan  tetapi  bantuan  guru  tersebut  harus  semakin  berkurang  dengan
semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa. Adapun langkah- langkah umum pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan
saintifik  dalam pembelajaran disajikan  sebagai berikut.
a. Mengamati observasi
Metode  mengamati  mengutamakan  kebermaknaan  proses  pembelajaran meaningfull  learning.  Metode  ini  memiliki  keunggulan  tertentu,  seperti
menyajikan  media  obyek  secara  nyata,  peserta  didik  senang  dan  tertantang,  dan mudah  pelaksanaannya.  Metode  mengamati  sangat  bermanfaat  bagi  pemenuhan
rasa  ingin  tahu  peserta  didik.  Sehingga  proses  pembelajaran  memiliki kebermaknaan  yang  tinggi.  Kegiatan    mengamati  dalam  pembelajaran
sebagaimana  disampaikan  dalam  Permendikbud  Nomor    81a,  hendaklah    guru membuka  secara  luas  dan  bervariasi  kesempatan  peserta  didik  untuk  melakukan
pengamatan  melalui  kegiatan:  melihat,  menyimak,  mendengar,  dan  membaca. Guru  memfasilitasi  peserta  didik  untuk  melakukan  pengamatan,  melatih  mereka
untuk memperhatikan melihat, membaca, mendengar hal yang penting dari suatu benda  atau  objek.  Adapun  kompetensi  yang  diharapkan  adalah  melatih
kesungguhan,  ketelitian,  dan  mencari  informasi.  Sebagai  contoh  dari  kegiatan mengamati  adalah  dengan  cara  guru  memberikan  siswa  diberikan  contoh  prosa
lama  dan  posa  baru,  kemudian  siswa  diminta  untuk  mencari  karekteristik  dari masing-masing prosa.
b. Menanya
Dalam  kegiatan  mengamati,  guru  membuka  kesempatan  secara  luas  kepada peserta  didik  untuk  bertanya  mengenai  apa  yang  sudah  dilihat,  disimak,  dibaca
atau  dilihat.  Guru  perlu  membimbing  peserta  didik  untuk  dapat  mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai
kepada  yang  abstra  berkenaan  dengan  fakta,  konsep,  prosedur,  atau  pun  hal  lain yang  lebih  abstrak.  Pertanyaan  yang  bersifat  faktual  sampai  kepada  pertanyaan
yang  bersifat  hipotetik.  Dari  situasi  di  mana  peserta  didik  dilatih  menggunakan pertanyaan  dari  guru,  masih  memerlukan  bantuan  guru  untuk  mengajukan
pertanyaan  sampai  ke  tingkat  di  mana  peserta  didik  mampu  mengajukan pertanyaan  secara  mandiri.  Dari  kegiatan  kedua  dihasilkan  sejumlah  pertanyaan.
Melalui  kegiatan  bertanya  dikembangkan  rasa  ingin  tahu  peserta  didik.  Semakin terlatih  dalam  bertanya  maka  rasa  ingin  tahu  semakin  dapat  dikembangkan.
Pertanyaan  terebut  menjadi  dasar  untuk  mencari  informasi  yang  lebih  lanjut  dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik,
dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam. Kegiatan  “menanya”  dalam  kegiatan  pembelajaran  sebagaimana  disampaikan
dalam  Permendikbud  Nomor    81a  Tahun  2013,  adalah    mengajukan  pertanyaan tentang  informasi  yang  tidak  dipahami  dari  apa  yang  diamati  atau  pertanyaan
untuk  mendapatkan  informasi  tambahan  tentang  apa  yang  diamati  dimulai  dari pertanyaan  faktual  sampai  ke  pertanyaan  yang  bersifat  hipotetik.  Adapun
kompetensi  yang  diharapkan  dalam  kegiatan  ini  adalah  mengembangkan kreativitas,  rasa  ingin  tahu,  kemampuan  merumuskan  pertanyaan  untuk
membentuk  pikiran  kritis  yang  perlu  untuk  hidup  cerdas  dan  belajar  sepanjang hayat. Contoh dari kgiatan menanya ini adalah ketika siswa diberikan kebebasan
oleh  guru  untuk  bertanya  tentang  materi  yang  dipelajari  dengan  teman  satu kelompok maupun dengan guru.
c. Mengumpulkan Informasi
Kegiatan  “mengumpulkan  informasi”    merupakan  tindak  lanjut  dari  bertanya. Kegiatan  ini  dilakukan    dengan  menggali  dan  mengumpulkan  informasi  dari
berbagai  sumber  melalui  berbagai  cara.  Untuk  itu  peserta  didik  dapat  membaca buku  yang  lebih  banyak,  memperhatikan  fenomena  atau  objek  yang  lebih  teliti,
atau  bahkan  melakukan  eksperimen.  Dari  kegiatan  tersebut  terkumpul  sejumlah informasi.  Dalam  Permendikbud  Nomor  81a  Tahun  2013,  aktivitas
mengumpulkan informasi dilakukan  melalui eksperimen,  membaca sumber lain selain  buku  teks,    mengamati  objek  atau  kejadian,  aktivitas  wawancara  dengan
nara  sumber  dan  sebagainya.  Contoh  dalam  kegiatan  ini  adalah  siswa diinstruksikan  untuk  mencari  perbedaan  puisi  lama  dan  puisi  baru,  kemudian
siswa  mencari  referensi  untuk  menemukan  perbedaanyan.  Kegiatan  mencari referensi inilah yang dimaksud dengan mengumpulkan informasi dari sumber lain.
d. Mengasosiasikan Mengolah InformasiMenalar
Kegiatan  “mengasosiasi  atau  mengolah  informasi  atau  menalar”  dalam  kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun
2013,  adalah  memproses    informasi  yang  sudah  dikumpulkan  baik  terbatas  dari hasil kegiatan mengumpulkaneksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati
dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan
informasi  yang  bersifat  mencari  solusi  dari  berbagai  sumber  yang  memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan
untuk  menemukan  keterkaitan  satu  informasi  dengan  informasi  lainya, menemukan pola dari keterkaitan  informasi tersebut.
Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis  dan  sistematis  atas  fakta-kata  empiris  yang  dapat  diobservasi  untuk