Teori Konstitusi dan Kekuasaan Politik

17 - Anggota dewan perwakilan rakyat dan formulasi kepentingan umum. - Politik elit politik , pimpinan dan koordinasi. - Politik stabilisasi dan perubahan. Kita simpulkan semua aspek uraian mengenai lembaga politik negara dapat kita jadikan sebagai variabel penelitian atau studi kasus dalam studi ilmu politik ataupun dalam spesialisasi masing-masing.

1.2 Teori Konstitusi dan Kekuasaan Politik

Menurut pendapat K.C. Wheare, dalam bukunya :” Modern Constitution,” mengatakan bahwa sekurang- kurangnya terkandung dua pengertian dari setiap konstitusi, yaitu melukiskan secara keseluruhan sistem pemerintahan negara, dan merupakan kumpulan peraturan hukum yang menetapkan dan mengatur kekuasaan pemerintah. Sedangkan menurut Huzar and Stevenson, dalam bukunya : “Political Science” mengatakan juga bahwa konstitusi suatu negara adalah kumpulan hukum, yang : 1. Melokasi kekuasaan pemerintah. 2. Menetapkan bagaimana hukum dipakai. 3. Kekuasaan-kekuasaan mana yang dipakai oleh pemerintah atas rakyat. Barangkali lebih tepat jika dikatakan bahwa untuk mengetahui bagaimana sistem politik suatu negara, maka langkah pertama ialah mempelajari konstitusi negara tersebut, karena dari suatu konstitusi akan : 1. Memolakan organisai negara secara umum. 2. Memolakan struktur kekuasaan dalam negara. 3. Mengatur dan membatsai luasnya kekuasaan. 4. Menunjukkan cara bagaimana keputusan politik diambil. 5. Cara bagaimana mengambil keputusan dipilih dan bertanggung jawab. 6. Menciptakan dan mengarahkan kekuasaan. 18 7. Menetapkan tanggung jawab pemerintah dan rakyat. Menurut betuknya, konstitusi dapat dalam bentuk legal dan legal + non legal. Yang disebut non legal mi salnya kebiasaan ketatanegaraan, “convention”. Convention ini sangat besar pengaruhnya terhadap tindakan pemerintahan, karena itu kita perlu mengetahui convention- convention apa yang terdapat pada suatu negara. Inggris misalnya terdapat legal rules dan non-legal. Wheare selanjutnya mengatakan bahwa konstitusi adalah superior dari undang-undang biasa, karena rakyat negara bersangkutan menginginkan langkah-langkah tertib dan nyaman-aman bahkan lebih-lebih setelah mengalami krisis hebat ataupun perang, dan dilain pihak berkeinginan untuk menyatakan sistem pemerintahan yang dianutnya. Konstitusi adalah sebagai alat untuk mengontrol tindakan kekuasaan pemerintah, supaya pemerintah menjalankan pemerintahan menurut hukum, sebab jika tidak maka akan timbul anarki dan ketidak pastian hukum di masyarakat. Konstitusi merupakan sumber kekuasaan negara dan kekuatan untuk menjalankan kekuasaan negara, konstitusi merupakan dan meletakan suatu kerangka sehingga proses politik dapat bekerja. Prinsip proses politik : 1. Adanya partisipasi rakyat. 2. Adanya pengakuan terhadap hak-hak individu. Menurut pendapat Macridis, bagi negara-negara demokrasi modern, konstitusinya perlu memuat pertanggungjawaban pemerintah dan yang diperintah, pembatasan-pembatasan kekuasaan, terdapatnya hak-hak individu. Karena itu Macridis sendiri mengetengahkan suatu tulisan yang disusun oleh Carl. J. Frederich dengan judul : “the political theory of the new democractic constitutions”. Dalam tulisan ini Frederich menguraikan apa yang 19 disebutnya d engan “negative revolutions”, ciri-ciri demokrasi Amerika dan negara-negara kontinen Eropa dilihat dari sudut konstitusi itu sebagai hasil dari keadaan sosial dan kekuatan-kekuatan politik dalam masyarakat itu, misalnya dengan menampilkan karya Charles A B eard berjudul , “ An Economic Interpretation of the Constitution of the United States”. Dengan karya ini Beard hendak mewujudkan bahwa pengaruh golongan kepentingan ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap penyusunan dan penetapan konstitusi Amerika itu. Konstitusi negara Perancis, konstitusi republik kelima, atau disebut juga “the Gaulle Constitution”, adalah salah satu konstitusi negara-negara Eropa yang sering dibahas oleh ahli-ahli Ilmu Politik. Menurut Macridis, antara lain mengatakan : “the constitution of the Fiveth Republic maintains, the irresponsibility of the president but the same time give him personal powers that he can exercise solely at his direction. It gives him also the power to make decisions concerning all matters related to the community and allows for a virtual veto power over a large, even if ill- defined area of policy making”. D.W. Brogan mengatakan dalam bukunya , “Political Pattern in the Today’s World”, bahwa Jendral De Gaulle memberikan konstitusi baru kepada rakyat Perancis, tetapi yang sebenarnya bukan dia yang menyusunnya melainkan ahli-ahli ilmu politik, hukum, dan administrasi. Tetapi bagaimanakah masa depan negeri Perancis setelah melewati ataupun masih sedang dalam problemnya itu. Brogan mengatakan sebagai berikut : “ The evolution to the new system may be peaceful; it may be the result of violence or the threat of violence. For it a sad truth that country which was the exemplar in continental Europa of the principles of “liberty, equality, and fraternity” has less and less impressed its neighbours with the political institutions in which France has attempted to embody these principles. The solution of the problem of giving France a governement of law and not men, one the is both free and competent, has 20 not yet been found. For all its merits, the govermental system of President de Gaulle is felt to be a temporary halt in a movement forward. Where that forward move will take the French no one knows”. Sebagai kesimpulan pembicaraan mengenai hubungan konstitusi dan kekuasaan politik, kita hendak berkata seperti Hermann Heller bahwa : 1. Kekuasaan negara selalu berdasarkan hukum, dan 2. Setelah kekuasaan didudukan diatas hukum, dalam praktek hukum menjadi alat dari kekuasaan. Encyclopadia of Social Science, vol.11 p.233 ,. political power 1.3 Teori Pembagian dan Perimbangan Kekuasaan Politik Adalah suatu abstraksi kalau dikatakan bahwa kekuasaan dibagi. Para ahli ilmu politik sependapat dalam hal ini, kekuasaan itu dapat dibagi, tetapi dalam hal cara membagi kekuasaan itu tidak terdapat kesepakatan. Badan- badan pemerintahan seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif dilihat sebagai badan yang berfungsi untuk mengambil keputusan politik. Pembagian kekuasaan yang demikian itu sering disebut pembagian tradisional, tetapi bagaimanakah perimbangan fungsi tersebut didalam sejarah perkembangan demokrasi khususnya, dalam arti bahwa mungkin terjadi pada suatu waktu kekuasaan salah satu badan pemerintahan itu mempunyai kecenderungan untuk mempunyai kekuasaan yang lebih besar lagi. Sejarah parlementarisme sudah menunjukkan hal itu. Di negeri barat pada abad ke-19 terdapat sistem politik dimana dikenal supermasinya badan legislatif. Boleh dikatakan hampir sebagian besar kekuasaan diletakan pada badan ini, sedangkan eksekutif sekedar melaksanakan 21 kemauan pembuat undang-undang, sedang badan pengadilan sekedar menafsirkan undang-undang dalam kasus-kasus tertentu saja. Bahkan anggota-anggota kabinet ditunjuk dan dikontrol olehnya. Di Inggris terkenal suatu ironi yang mengatakan bahwa parlemen dapat berbuat segala sesuatu, kecuali membuat laki-laki menjadi wanita. Tetapi kadang-kadang dilain pihak ada kecenderungan bahwa sistem eksekutif mempunyai kecenderungan untuk semakin bertambah berkuasa. Terdapat sistem yang lain lagi, yaitu misalnya dalam sistem negara federal. Dalam sistem ini badan yudikatif adalah sebagai badan yang independen, mempunyai hak- hak yang luas untuk menafsirkan konstitusi, pengaruhnya sangat besar dalam dan dengan perinsip “rule of law”. Keadaan yang demikian itu sangat membatasi ruang kekuasaan eksekutif dan legislatif. Tetapi sebagai konsekwensi dari pada besarnya kekuasaan parlemen tersebut telah memberi refleksi terhadap sistem parlementarisme dinegeri-negeri seperti : Swedia, Belanda, Norwegia, dan Denmark yaitu bahwa dinegeri-negeri tersebut terdapat perkembangan yang pesat dan kuatnya sistem demokrasi parlementer. Di Amerika sendiri terdapat apa yang disebut “the pendulum swung” antara pemerintahan “presidential” dan ada lagi yang disebut pemerintahan “congressional”. Permulaan abad ke-20 terdapat perubahan penting dalam organisasi dan fungsi badan-badan pemerintahan negara-negara demokrasi, yaitu terdapatnya suatu shift dari kekuasaan eksekutif. Adanya trend ini sebagai refleksi dari keadaan dan struktur sosial politik masyarakat modern. Pada masyarakat yang modern ini muncul dengan ciri-cirinya : sistem pasar bebas, timbul masalah upah, masalah jam kerja, keamanan masyarakat, masalah pendidikan, pembangunan ekonomi, timbulnya negara- 22 negara superpower, perlombaan senjata nuklir, sehingga dapat kita katakan bahwa masyarakat modern itu demikian kompleksnya. Tetapi masyarakat membutuhkan pengetahuan, kalau tidak akan mengalami kekacauan. Setiap negara semakin banyak menghadapi masalah- masalah yang meminta dari padanya suatu penyelesaian, namun diminta syarat-sayarat keahlian dan kemampuan yang khusus. Keadaan dan perkembangan yang demikian pesatnya itu dilihat sebagai timbulnya suatu tugas yang tidak dapat diamanatkan kepada badan legislatif, tetapi lambat laun dilimpahkan kepada badan eksekutif untuk mengambil keputusan dan perlu dilaksanakan oleh badan-badan administrasi yang bertugas untuk melayani kepentingan masyarakat. Sejalan dengan perkembangan badan eksekutif itu muncul lagi fenomena baru yaitu berkembangnya partai- partai politik menjadi partai-partai yang kuat dan berpengaruh diseluruh negara. Hasil-hasil pemilihan kadang-kadang dilihat sebagai yang menentukan, dan dapat terjadi bahwa partai yang sedang berkuasa dengan disiplin yang kuat kadang-kadang memperlihatkan tendensi bahwa badan legislatif di bypass saja. Hasil pemilihan kadang- kadang dilihat sebagi pemilihan anggota kabinet saja. Sementara itu perkembangan politik dunia dan teknologi modern “memaksa” eksekutif supaya kekuasaannya diperbesar. Kekuasaan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara, pembangunan ekonomi, memperbesar kemakmuran rakyat dengan memerangi kemiskinan, membangun pusat-pusat kebudayaan dan rekreasi, serta lainnya hal itu adalah menjadi tanggung jawab badan eksekutif. Bahkan kekuasaan untuk menyusun peratuan-peraturan khusus diserahkan kepada badan eksekutif. Karena itu terdapat suatu teori bahwa badan legislatif cukup hanya menetapkan undang-undang yang bersifat pokoknya saja. 23 Sistem presidential maupun parlementer, persiden maupun perdana menteri diberi tanggung jawab untuk memformulasi semua tuntutan dan kepentingan masyarakat dan berkewajiban untuk mengambil keputusan politik yang selanjutnya dilaksanakan bagi kepentingan masyarakat itu. Mengenai luasnya tugas-tugas dan tanggung jawab badan eksekutif Jean Maynaud mengatakan hal-hal sebagai berikut : semua negara-negara modern menghadapi tugas- tugas yang sangat kompleks, terutama sekali dalam bidang perekonomian, baik negara yang sudah maju maupun negara yang sedang berkembang. Masing-masing negara sedang menghadapi banyak pertentangan kepentingan dalam masyarakat, misalnya pada negara-negara maju, terdapat kelompok penekan yang mempunyai pengaruh terhadap jalannya roda pemerintahan negara. Masalah-masalah kepentingan umum meminta perhatian pemerintah untuk mendapatkan pelayanan dan penyelesaian, seirama dengan perkembangan penduduk, dan sempitnya segala lapangan dan ruang gerak untuk kehidupan manusia. Mekanisme pemerintahan dengan keputusan-keputusannya merupakan barometer kehidupan masyarakat, dengan sering-sering menghadapi tidak sedikit kesulitan dan yang meminta pemecahan yang segera. Dua hal yang dominan dari problema itu ialah : pertama pengaruh dari fluktuasi ekonomi dan kedua pengaruh negara-negara superpower. Tugas-tugas yang dihadapi oleh badan eksekutif itu kadang-kadang terdapat seperti yang dikatakan oleh Maynaud : “non of which are written into the text of any constitution”. Negara-negara modern, khususnya yang dihadapi oleh badan eksekutif terdapat tiga masalah yang penting, yaitu : 24 1. Hubungan antara badan eksekutif dan kekuatan-kekuatan sosial dimasyarakat. 2. Usaha untuk mengontrol terdapat badan eksekutif. 3. Usaha untuk memperkuat kedudukan badan eksekutif. Menurut hemat kita ketiga masalah yang dikemukakan itu adalah menarik perhatian, oleh karena merupakan masalah yang selalu meminta perhatian pada setiap bentuk pemerintahan demokrasi. Hubungan badan eksekutif dan masyarakat atau disebut juga eksekutif dan masyarakat, “two way current energy.” Pemerintah pada suatu waktu didukung dan didorong, tetapi kadang-kadang juga dikritik. Salah satu usaha yang dijalankan ialah dengan memperkuat struktur badan eksekutif dengan sarat supaya lebih bersifat homogen dan berkerja dengan metode yang tepat, maksudnya ialah untuk mempertinggi efisiensi sebagai mekanisme pemerintah dan koordinasi. Juga harus diingat bahwa aktivitas badan eksekutif sangat dipengaruhi dan tergantung pula oleh badan-badan pemerintahan lainnya. Juga harus diingat bahwa faktor yang penting, terpimpin dan tersusunnya badan eksekutif merupakan faktor yang penting, terutama sekali sebagai figur kepemimpinan politik. Masalah lain mengenai usaha kontrol terhadap kekuasaan badan eksekutif adalah masalah penting juga. Maynaud tidak memberikan banyak keterangan mengenai masalah ini, selain mengemukakan suatu studi yang pernah dilakukan di Yugoslavia, ia mengatakan bahwa laporan itu mempunyai garis Marxist, dimana dikatakan bahwa kekuasaan eksekutif yang tidak terkontrol lagi, akan berakibat lahirnya suatu revolusi, yang berusaha untuk memperoleh kemenangan massa. Menurut hemat kita, yang perlu dijelaskan dulu ialah ada tidaknya aparat pengontrol terhadap kekuasaan itu. Kalaupun ada, yang masih harus dijelaskan ialah apakah alat itu mampu untuk melakukan 25 tugas tersebut. Dan hal yang penting lagi ialah bersedia atau tidaknya badan eksekutif itu dikontrol. Masalah yang ketiga ialah mengenai usaha untuk memperkuat kedudukan eksekutif. Dalam hubungan ini sering dikemukakan konsep tentang pemerintah yang kuat dan berwibawa. Bukti tentang keruntuhan badan eksekutif sudah ada contohnya. Walaupun para sarjana belum sependapat, tetapi sebagian besar sarjana dengan banyak karya-karya mereka, seperti yang dilakukan oleh Walter Lippmann, menunjukkan bahwa runtuhnya badan eksekutif dinegeri barat karena menderita kelemahan-kelemahannya dari dalam. Maynaud menguraikan dua hal yang prinsipiil yaitu memperkuat kedudukan badan eksekutif itu dapat ditempuh dengan dua jalan, yaitu 1. Melalui jalan hukum, yaitu dengan cara memberikan kewenangan-kewenangan yang lebih besar kepada badan eksekutif. 2. Melalui jalan merombak struktur politik khususnya partai- partai politik. Yang pertama disebut legal approach, sedang yang kedua disebut constructive approach. Kategori eksekutif dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu : demokratis, liberalis dan totaliter. Pada negara demokratis, eksekutif bertanggung jawab tidak saja dalam rangka undang-undang atau hukum yang berlaku tetapi juga kepada rakyat. Jangka waktu kekuasaanpun terbatas, jika akan melanjutkan kekuasaan perlu memperhatikan keinginan rakyat. Dalam negara autokratis- demokratis kepemimpinan dipegang oleh militer. Pada negara totaliter, kekuasaan eksekutif mengawasi aktivitas rakyatnya dengan disiplin yang kuat. “The executive is that branch of the government whose principal task is the carrying out of the policy of the state, the enforcing of law enacted by the legislature”. 26 BAB II ADMINISTRASI NEGARA DAN KEKUASAAN POLITIK

2.1 Teori Birokrasi dan Kekuasaan Politik