Imunoregulasi cell mediated KONSEP DASAR PENYAKIT 1.1 PENGERTIAN

pengeluaran dari molekul adhesi. Helen, 2008 Dermatitis atopik kronik, juga terjadi peningkatan pengeluaran dari sitokin Th1 seperti IFN-g dan IL-12 yang akan memicu terjadinya infiltrasi dari limfosit dan makrofag. Leung and Soter, 2001; Friedmann, Ardern-Jones Holden, 2010. Sel T menunjukkan peran sentral dalam proses terjadinya DA. Sel T mempunyai subpopulasi yang berperan dalam terjadinya DA, yaitu Th1 dan Th2. Perkembangan sel T menjadi sel Th2 dipacu oleh IL-10 dan Prostaglandin PGE. Sel Th2 mengeluarkan IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10 dan IL-13. Interleukin 4, IL-5 dan IL-13 menyebabkan peningkatan level IgE dan eosinofil serta menginduksi molekul adesi yang terlibat pada migrasi sel inflamasi ke lesi kulit. Sel Th1 menginduksi produksi IL-1, IFN-g, dan TNF, mengaktivasi makrofag dan memperantarai reaksi hipersensivitas tipe lambat. IFN-g akan menghambat proliferasi sel Th2, ekspresi IL-4 pada sel T, dan produksi IgE. Friedmann, Ardern-Jones Holden, 2010. Infiltrat seluler yang terbanyak pada lesi DA akut, adalah sel T CD4+ yang mengeluarkan sel T memori dan homing reseptor cutaneous lymphocyte-associated antigen CLA. Sel T ini akan menyebabkan peningkatan IL-4, IL-5 dan IL-13, dimana IL-4 dan IL-13 berperan penting dalam menginduksi molekul adhesi yang akan menarik sel-sel inflamasi kedalam kulit. Boguniewicz and Leung, 2000.

d. Imunoregulasi cell mediated

Sel-sel langerhans SL monositmagrofag, limfosit, eosinofil, sel mastbasofil dan keratinosit adalah tipe-tipe sel utama yang berperan aktif dalam imunoregulasi DA. Sel langerhans adalah sel dendritik penghasil antigen APC yang terdapat dalam dermis. Pada kulit normal, terjadi kompartementalisasi fenotip SL. SL epidermal adalah CD1a, CD1b+ dan CD36-. Namun dalam kulit lesi DA SL dermal dan epidermal mengeluarkan CD1a dan b serta CD38, CD32 dan FcεR1 dalam jumlah besar. SL tersebut disebut sebagai sel-sel epidermal dendritik inflamasi. Fcε R1 adalah reseptor IgE berafinitas tinggi yang ekspresi rata-ratanya meningkat pada SL penderita DA. Pengaruh fungsional kelainan fenotip ini belum dipahami dengan jelas, namun SL diduga berhubungan dengan peningkatan aktivitas produksi antigen terhadap sel T autoreaktif Kang K, 2003. Kelainan Imunologi yang utama pada DA berupa pembentukan IgE yang berlebihan, sehingga memudahkan terjadinya hipersensitivitas tipe I dan gangguan regulasi sitokin. Terdapat 2 fase partisipasi IgE dalam menimbulkan suatu respon inflamasi pada DA yaitu : Spergel and Schneider, 1999; Arshad, 2002; Beltrani and Boguneiwicz, 2004. a. Early phase reaction EPR, terjadi 15-60 menit setelah penderita berhubungan dengan antigen, dimana antigen ini akan terikat IgE yang terdapat pada permukaan sel mast dan akan menyebabkan pelepasan beberapa mediator kimia antara lain histamin yang berakibat rasa gatal dan kemerahan kulit. b. Late phase reaction LPR, terjadi 3-4 jam setelah EPR, dimana terjadi ekspresi adhesi molekul pada dinding pembuluh darah yang diikuti tertariknya eosinofil, limfosit, monosit pada area radang, mekanismenya terjadi karena peningkatan aktifitas Th2 untuk memproduksi IL-3 ,IL-4, IL-5, IL-13, GM-CSF yang menyebabkan eosinofil, merangsang sel limfosit B membentuk IgE dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan sel mast, tetapi tidak terjadi peningkatan Th1. Garukan dapat menyebabkan rangsangan pada keratinosit untuk mensekresi sitokin yang menyebabkan migrasi Th 2 ke kulit Spergel and Schneider, 1999.

1.5 KOMPLIKASI