SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CITRA HUSA

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN DERMATITIS ATOPIK

Dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Integumen

OLEH

NAMA : ASTIN A. SEU (01.12.00728) SHINTA M. TARI (01.12.00755)

KELAS : C

SEMESTER : V

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

CITRA HUSADA MANDIRI KUPANG


(2)

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1.1 PENGERTIAN

Dermatitis atopik adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan limfosit T dan sel Mast. Histamin dari sel Mast menyebabkan rasa gatal dan eritema, (Corwin, 2009).

Dermatitis atopik adalah suatu dermatitis yang bersifat kronik residif yang dapat terjadi pada bayi, anak dan dewasa dengan riwayat atopi pada penderita atau keluarga (Dharmadji, 2006).

Dermatitis atopik adalah penyakit kulit kronis dan residitif yang sering disertai oleh kelainan atopik lain, seperti rhinitis alergika dan asma, manifestasi klinis dermatitis atopik bervariasi menurut usia (Bieber, 2008).

1.2 EPIDEMIOLOGI

Dermatitis atopik (DA) merupakan masalah kesehatan masyarakat utama diseluruh dunia dengan prevalensi pada anak-anak 10-20 %, dan prevalensi pada orang dewasa 1-3 %. Dermatitis atopik lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan ratio kira-kira 1,5:1. Dermatitis atopik sering dimulai pada awal masa pertumbuhan. 45 % kasus DA pada anak pertama kali muncul dalam usia 6 bulam pertama, 60% muncul pada usia 1 tahun pertama dan 85% kasus muncul pertama kali sebelum anak berusia 5 tahun.

Menurut International Study of Asthma and Allergies in Children, prevalensi penderita DA pada anak bervariasi diberbagai negara. Prevalensi dermatitis atopik pada anak di Iran dan China kurang lebih sebanyak 2%, di Australia, England dan Scandinavia sebesar 20%. Prevalensi yang tinggi juga didapatkan dinegara Amerika Serikat yaitu sebasar 17,2%. Data mengenai


(3)

penderita dermatitis atopik pada anak di Indonesia belumdiketahui secara pasti. Berdasarkan data di unit rawat jalan penyakit kulit anak RSU Dr. Soetomo didapatkan jumlah pasien dermatitis atopik mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah pasien DA baru yang berkunjung pada tahun 2006 sebanyak 116 pasien (8,14%) dan pada tahun 2007 sebanyak 148 pasien (11,05%) sedangkan tahun 2008 sebanyak 230 (17,65%).

1.3 ETIOLOGI a. Faktor Endogen

1) Sawar Kulit

Penderita DA pada umumnyamemiliki kulit yang relatif kering baik didaerah lesi maupun nonlesi, dengan mekanisme yang kompleks danterkait erat dengan kerusakan sawar kulit. Disebabkan karena hilangnya ceramide yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat air di ruang ekstra seluler stratum korneun. Kelainan fungsi sawar kulit mengakibatkan peningkatan transepidermal water lost (TEWL), kulit akan makin kering dan merupakan port d’entry untuk terjadinya penetrasi alergen, iritasi, bakteri dan virus.

2) Genetik

Pendapat tentang faktor genetik diperkuat dengan bukti, yaitu terdapat DA dalam keluarga. Jumlah penderita dikeluarga meningkat 50% apabila salah satu orang tuanya DA, 75% bila kedua orang tuanya menderita DA.

3) Hipersensitivitas

Berbagai hasilpenelitian terdahulu membuktikan adanya peningkatan kadar IgE dalam serum dan IgE dipermukaan sel Langerhans epidermis. Pasien DA bereaksi positif terhadap berbagai alergen, misalnya terhadap alergen makanan 40-96% DA bereaksi positif (pada food challenge test).

4) Faktor Psikis

Didapatkan antara 22-80% penderita DA menyatakan lesi DA bertambah buruk akibat stres emosi.


(4)

b. Faktor Eksogen 1) Iritan

Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan, antara lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagi obat gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari dan pakaian wol (Boediardja, 2006).

2) Alergen

Penderita DA mudah mengalami terutama terhadap beberapa alergen,anatra lain:

1. Alergen hirup, yaitu debu rumah.

2. Alergen makanan, khususnya pada bayi dan anak usis kurang dari 1 tahun (mungkin karna usus yang belum bekerja sempurna). 3. Infeksi: infeksi Staphylococcus aureus ditemukan pada > 90% lesi

DA. 3) Lingkungan

Faktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada kekambuhan DA, misalnya asap rokok, polusi udara (nitrogen dioksida, sulfur dioksida), suhu yang panas, kelembaban dan keringat yang banyak akan memicu rasa gatal dan kekambuhan DA.

1.4 PATOFISIOLOGI PATHWAY DAN RESPON MASALAH KEPERAWATAN

a. Abnormalitas klinis

Alergi pernapasan umumnya berhubungan dengan DA pada usia dewasa (70% pasien). Alergen yang paling sering ditemukan antara lain debu, serbuk sari, bulu binatang, dan jamur. Alergi makanan cenderung terjadi pada bayi dan anak-anak penderita DA, sejak usia 2 tahun kemudian diikuti dengan alergi inhalasi. (Helen, 2008). Susu sapi, telur, kacang dan kedelai adalah penyebab yang paling sering ditemukan. (Sampson, 2004; Han, 2004) Agen mikroba terutama Staphylococcus aureus berkoloni pada 90% lesi kulit DA. Karbohidrat protein dan glikolipid dari mikroba – mikroba tersebut dapat berfungsi sebagai


(5)

antigen asing yang terdapat dalam molekul MHC klas I dan klas II dan eksotoksinnya juga dapat berfungsi sebagai superantigen, semuanya dapat memperparah dermatitis. (Kang K, 2003; Laonita, 2000)

b. Disfungsi sawar kulit

Pada penderita DA terjadi defek permeabilitas sawar kulit dan terjadi peningkatan trans-epidermal water loss sebesar 2-5 kali. Adanya defek tersebut mengakibatkan kulit lebih rentan terhadap bahan iritan, karena penetrasi antigen atau hapten akan lebih mudah. Pajanan ulang dengan antigen akan menyebabkan toleransi dan hipersensitivitas sehingga terjadi peningkatan reaksi inflamasi. Selanjutnya terjadi peningkatan proses abnormalitas imunologik yang akan memacu penurunan fungsi sawar kulit. Proses tersebut merupakan suatu lingkaran tanpa putus dan merupakan bagian yang penting pada patogenesis DA. Perubahan kandungan lipid di stratum korneum merupakan penyebab perubahan sawar kulit. Stratum korneum menyusun sawar utama untuk difusi melewati kulit. Substansi itu terdiri dari korneosit dan lipid, terutama ceramid, sterol dan asam lemak bebas. Ceramid berperan menahan air dan fungsi sawar stratum korneum. Kadar ceramid pada penderita DA rendah dan hal tersebut menyebabkan gangguan sawar kulit. (Lawrence, 2003; Abramorvits, 2005; Wuthrich et al., 2007).

c. Imunopatologi

Ketidaknormalan imunologik termasuk disregulasi sel T, peningkatan kadar IgE, dan penurunan jumlah IFN-g memegang peranan yang penting dalam patofisiologi dari DA. (Blauvelt,2003) Sel Langerhans (SL) epidermis dan sel dendritik dermis sebagai sel penyaji antigen (antigen presenting cell, APC) pada DA dapat mengaktifkan sel T alergen spesifik melalui antibodi IgE alergen spesifik yang terikat pada reseptor FcIgE. (Wollenberg and Bieber, 2000) Aktivasi sel T yang berlebihan pada lesi kulit merupakan ciri khas dari DA. Sel T pada dermatitis atopik akut akan mengeluarkan sitokin Th2 yang akan menginduksi respon lokal IgE untuk menarik sel-sel inflamasi (limfosit dan eosinofil) sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan dan


(6)

pengeluaran dari molekul adhesi. (Helen, 2008) Dermatitis atopik kronik, juga terjadi peningkatan pengeluaran dari sitokin Th1 seperti IFN-g dan IL-12 yang akan memicu terjadinya infiltrasi dari limfosit dan makrofag. (Leung and Soter, 2001; Friedmann, Ardern-Jones & Holden, 2010).

Sel T menunjukkan peran sentral dalam proses terjadinya DA. Sel T mempunyai subpopulasi yang berperan dalam terjadinya DA, yaitu Th1 dan Th2. Perkembangan sel T menjadi sel Th2 dipacu oleh IL-10 dan Prostaglandin (PG)E. Sel Th2 mengeluarkan IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10 dan IL-13. Interleukin 4, IL-5 dan IL-13 menyebabkan peningkatan level IgE dan eosinofil serta menginduksi molekul adesi yang terlibat pada migrasi sel inflamasi ke lesi kulit. Sel Th1 menginduksi produksi IL-1, IFN-g, dan TNF, mengaktivasi makrofag dan memperantarai reaksi hipersensivitas tipe lambat. IFN-g akan menghambat proliferasi sel Th2, ekspresi IL-4 pada sel T, dan produksi IgE. (Friedmann, Ardern-Jones & Holden, 2010).

Infiltrat seluler yang terbanyak pada lesi DA akut, adalah sel T CD4+ yang mengeluarkan sel T memori dan homing reseptor cutaneous lymphocyte-associated antigen (CLA). Sel T ini akan menyebabkan peningkatan IL-4, IL-5 dan IL-13, dimana IL-4 dan IL-13 berperan penting dalam menginduksi molekul adhesi yang akan menarik sel-sel inflamasi kedalam kulit. (Boguniewicz and Leung, 2000).

d. Imunoregulasi cell mediated

Sel-sel langerhans (SL) monosit/magrofag, limfosit, eosinofil, sel mast/basofil dan keratinosit adalah tipe-tipe sel utama yang berperan aktif dalam imunoregulasi DA. Sel langerhans adalah sel dendritik penghasil antigen (APC) yang terdapat dalam dermis. Pada kulit normal, terjadi kompartementalisasi fenotip SL. SL epidermal adalah CD1a, CD1b+ dan CD36-. Namun dalam kulit lesi DA SL dermal dan epidermal mengeluarkan CD1a dan b serta CD38, CD32 dan FcεR1 dalam jumlah besar. SL tersebut disebut sebagai sel-sel epidermal dendritik inflamasi. Fcε R1 adalah reseptor IgE berafinitas tinggi yang ekspresi rata-ratanya meningkat pada SL penderita DA. Pengaruh fungsional kelainan fenotip


(7)

ini belum dipahami dengan jelas, namun SL diduga berhubungan dengan peningkatan aktivitas produksi antigen terhadap sel T autoreaktif (Kang K, 2003).

Kelainan Imunologi yang utama pada DA berupa pembentukan IgE yang berlebihan, sehingga memudahkan terjadinya hipersensitivitas tipe I dan gangguan regulasi sitokin. Terdapat 2 fase partisipasi IgE dalam menimbulkan suatu respon inflamasi pada DA yaitu : (Spergel and Schneider, 1999; Arshad, 2002; Beltrani and Boguneiwicz, 2004).

a. Early phase reaction (EPR), terjadi 15-60 menit setelah penderita berhubungan dengan antigen, dimana antigen ini akan terikat IgE yang terdapat pada permukaan sel mast dan akan menyebabkan pelepasan beberapa mediator kimia antara lain histamin yang berakibat rasa gatal dan kemerahan kulit.

b. Late phase reaction (LPR), terjadi 3-4 jam setelah EPR, dimana terjadi ekspresi adhesi molekul pada dinding pembuluh darah yang diikuti tertariknya eosinofil, limfosit, monosit pada area radang, mekanismenya terjadi karena peningkatan aktifitas Th2 untuk memproduksi IL-3 ,IL-4, IL-5, IL-13, GM-CSF yang menyebabkan eosinofil, merangsang sel limfosit B membentuk IgE dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan sel mast, tetapi tidak terjadi peningkatan Th1.

Garukan dapat menyebabkan rangsangan pada keratinosit untuk mensekresi sitokin yang menyebabkan migrasi Th 2 ke kulit (Spergel and Schneider, 1999).

1.5 KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi sekunder oleh virus dan bakteri, septikemi, diare dan pneumonia. Gangguan metabolik mengakibatkan suatu resiko hipotermia, dekompensasi kordis, kegagalan sirkulasi perifer dan trombophlebitis. Bila pengobatan kurang baik, akan terjadi degenerasi visceral yang menyebabkan kematian.


(8)

1.6 GEJALA KLINIK 1. Pruritus

2. Ruam pada bayi 3. Eritema

4. Kulit merah, bersisik, tebal dan kasar 5. Krusta/eksim

6. Nyeri

7. Hiperpigmentasi

Temuan kulit bergantung pada stadiumpenyakit:

1) Akut: erosi dengan eksudat serosa atau ruam papular yang sangat gatal dan vesikel pada dasar eritematosa.

2) Subakut: lesi ditandai dengan skala atau plakat diatas kulit eritematosa. 3) Kronis: lesi dikenali oleh kehadiran likenifikasi dan perubahan pigmen

dengan ekskoriasi papula dan nodul. Lesi sekunder mungkin terinfeksi akibat garukan. Lesi yang terinfeksi hadir dengan krusta berwarna kuning atau impetigo atau sekeliling karakteristik eritema selulitis.

Dermatitis atopik dapathadir dalam manifestasi lain seperti:

1) Iktiosis vulgaris, yang muncul pada telapak tangan dan telapak hiperlinear, terutama pada kaki bagian bawah;

2) Keratosis pilaris, papula folikuler tanpa gejala terangsang permukaan ekstensor dari pantat lengan atas dan paha anterior;

3) Xerosis atau kulit kering, yang mengarah pada kecenderungan untuk retak dan fissuring dan terjadi peningkatan kerentanan terhadapiritasi dan infeksi;

4) Keratoconus (kornea berbentuk kerucut), pada kasus berat, yang memerlukan transplantasi kornea selanjutnya;

5) Temuan periokular, yang meliputi hiperpigmentasi periorbital, lipatan infraorbital yang menonjol, katarak subkapsuler anterior, sementara katarak posterior biasanya merupakan efek samping dari kortikosteroid oral atau steroid topikal digunakan dalam daerah periorbital.

Karakteristik terkait lainnya termasuk eritem wajah, pucatperioral, dan pitriasis alba.


(9)

1.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1) Darah perifer: ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar IgE

2) Dermatografisme putih: penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respons, yakni berturut-turut akan terlihat garis merah ditempat penggoresan selama 15 detik, warna merah diskitarnya selama bebrapa detik,dan edema timbul sesudah beberapa menit. Pada pasien atopik, garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi kepucatan selama 2 detik sampai 5 menit dan edema tidak timbul.

3) Percobaan asetilkolin: suntikan secara intrakutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan hiperemia pada orang normal. Pada orang dengan DA akan timbul vasokonstriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam. 4) Percobaan histamin: jika histamin disuntikan pada lesi, eritema akan

berkurang dibandingkan orang lain sebagai kontrol. Kalau obat tersebut disuntikan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit normal. 5) Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,

albumin, globulin

6) Urin : pemerikasaan histopatologi

1.8 PENATALAKSANAAN a. Non-Farmakologi

1) Hindari iritan atau allergen

2) Hindari garukan atau trauma lain pada kulit 3) Kompres dingin untuk menghindari peradangan 4) Hindari vaksinasi cacar

Penghindaran faktor alergen pada bayi berumur kurang dari l tahun akan mengurangi beratnya gejala. DA. Maka dianjurkan agar bayi dengan riwayat keluarga alergi memperoleh hanya ASI sediIkitnya 3 bulan, bila mungkin 6 bulan pertama dan ibu yang menyusui dianjurkan untuk tidak makan telur, kacang tanah, terigu, dan susu sapi. Susu sapi diduga merupakan alergen kuat pada bayi dan anak, maka bagi mereka yang jelas alergi terhadap susu dapat dipergunakanbangkan untuk menggantinya dengan susu kedelai,


(10)

walaupun kemungkinan alergi terhadap susu kedelai masih ada. \60% penderita DA di bawah usia 2 tahun memberikan reaksi positif pada uji kulit terhadap telur, susu, ayam, dan gandum. Reaksi positif ini akan menghilang dengan bertambahnya usia. Walaupun pada uji kulit positif terhadap antigen makanan tersebut di atas, belum tentu mencerminkan gejala klinisnya. Demikian pula hasil uji provokasi, sehingga membatasi makanan anak tidak selalu berhasil untuk mengatasi penyakitnya. Pengobatan bayi dan anak dengan dermatitis atopik harus secara individual dan didasarkan pada keparahan penyakit. Sebaiknya strategi terapeutik dibagi menjadi strategi yang ditujukan untuk pengobatan ruam dan strategi untuk pencegahan penyakit yang akan datang. Orangtua cenderung lebih berfokus pada identifikasi penyebab. Namun, mengetahui salah satu atau beberapa faktor lingkungan yang bila dihilangkan akan memberikan harapan penyembuhan jarang terjadi. Sebaliknya, sebaiknya pikirkan keadaan tersebut sebagai salah satu sensivitas kulit yang diwariskan. Pada sensitivitas tersebut, berbagai faktor yang mempercepat, seperti kulit kering (xerosis), panas, infeksi, alergen spesifik, iritan lokal atau keadaan psikkologis, dapat menyebabkan berbagai tingkat kekambuhan penyakit. (Abraham M. Rudolph, dkk, 2006)

b. Farmakologi

1) Pemberian antihistamin untuk mengontrol rasa gatal

2) Steroid topikal dosis rendah untuk mengurangi peradangan dan memungkinkan penyembuhan

3) Krim emollient


(11)

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

a. Identitas: dapat terjadi pada semua usia. Wanita lebih tinggi dibandingkan pria.

b. Keluhan utama: pruritus, eritema, nyeri, susah tidur

c. Riwayat penyakit sekarang: pada usia 2 bulan- 2 tahun terdapat eritema berbatas tegas, disertai papul-papul dan vesikel-vesikel miliar, bersifat erosif, eksudatif, dan berkrusta. Usia 3-10 tahun lesi tidak eksudatif lagi, sering disertai hiperkeratosis, hiperpigmentasi, dan hipopigmentasi. Sedangkan pada usia > 13 tahun, lesi selalu kering dan dapat diserta likenifikasi dan hiperpigmentasi. Selain itu, pruritus hebat menyebabkan penggarukan terus-menerus mengakibatkan eksematosa.

d. Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan adanya riwayat dengan asma, hayfever, dan rhinitis kronik terutama anak-anak. Adanya alergi terhadap berbagai alergen, misalnya iritasi kulit oleh wol, air, sabun yang keras. e. Riwayat penyakit keluarga: adanya penyakit atopik pada keluarga

f. Pengkajian psikologi: keadaan stres dapat memicu keparahan dermatitis atopik. Anak-anak sering mengalami ketidaknyamanan sehingga rewel. g. Pengkajian lingkungan : adanya perubahan cuaca, kelembaban yang

cukup. Lingkungan yang berdebu dapat sebagai alergen.

 ADL :

 Nutrisi : kaji diet yang berhubungan dengan eksaserbasi penyakit. Biasanya anak-anak mengalami gangguan tumbuh kembang akibat dari pemasukan nutrisi yang tidak adekuat. Ketidaknyamanan dari adanya lesi membuat anak rewel sehingga menyebabkan gangguan pemasukan nutrisi (makanan maupun minuman).

 Eliminasi : biasanya tidak ditemukan masalah

 Hygiene : kebersihan diri pada awalnya harus dikaji, karena kebersihan diri yang kurang juga sebagai salah satu predisposisi untuk dermatitis atopik.


(12)

h. Pemeriksaan fisik

- Pemeriksaan persistem

1) B1 (Breathing): pneumonia.

2) B2 (Blood): septikemi, hipotermia, dekompensasi kordis, trombophlebitis.

3) B3 (Brain): nyeri (pruritus). 4) B4 (Bladder)

5) B5 (Bowel): diare.

6) B6 (Bone): pruritus, kulit kering, pitriasis, ruam, eritema, eksim/krusta, hiperpigmentasi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Kerusakan integritas kulit b.d terpapar alergen

2) Gangguan rasa nyaman: nyeri (gatal) b.d agen injuri atau alergen 3) Hipertermi b.d agen injuri atau alergen

4) Gangguan pola tidur b.d stimulasi yang berlebih (gatal-gatal) 5) Kurang pengetahuan b.d kurang informasi

6) Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx I: Kerusakan integritas kulit b.d terpapar alergen Goal: klien tidak akan mengalami kerusakan integritas kulit Objective: klien tidak terpapar alergen

Outcomes: setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien:

1) Tidak mengalami kulit luka, gatal, warna kulit hitam abu2, kering bersisik;

2) Turgor kulit baik. Intervensi dan Rasional

a. Mandi 2 kali sehari selama 15-20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.


(13)

R/: dengan mandi, air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2-4 menit setalah mandi mencegah penguapan air dari kulit.

b. Gunakan air hangat, bukan panan.

R/: air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus. c. Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit

sensitif. Hindari mandi busa.

R/: sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak meyebabkan kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.

d. Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau 3 kali sehari.

R/: salep atau krim melembabkan kulit.

Dx II: Gangguan rasa nyaman: nyeri (gatal) b.d agen injuri atau alergen Goal: klien tidak akan mengalami nyeri (gatal).

Objective: klien tidak akan terpapar agen injuri atau alergen Outcomes: setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien:

1) Tidak mengalami gatal-gatal, perubahan pola tidur; 2) Klien melaporkan nyeri berkurang dengan skala 2-3; 3) Ekspresi wajah tenang.

Intervensi dan Rasional

a. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebanya (misal: keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal: hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.

R/: Dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif

b. Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilang-kan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari mengguna-kan pelembut pakaian buatan pabrik.

R/: pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau alergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian.


(14)

c. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal.

R/: bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebab-kan iritasi.

Dx III: Gangguan pola tidur b.d stimulasi yang berlebihan (gatal-gatal) Goal: klien tidak akan mengalami gangguan pola tidur

Objective: klien tidak akan mengalami stimulasi berlebihan (gatal-gatal) Outcomes: setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien:

1) Tidak mengalami gangguan pola tidur (pola tidur baik); 2) Jam tidur tercukupi;

3) Kualitas tidur baik; 4) TTV dalam batas normal. Intervensi dan Rasional:

a. Bantu pasien melakukan gerak badan secara teratur

R/: Gerak badan memberikan efek yang menguntungkan untuk tidur jika dilaksanakan pada sore hari.

b. jaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik. R/: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal. Lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.

c. Cegah dan obati kulit yang kering

R/: Pruritus noeturnal mengganggu tidur yang normal. d. Anjurkan kepada klien menjaga kulit selalu lembab

R/: Tindakan ini mencegah kehilangan air. Kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.

e. Anjurkan klien Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur di malam hari.

R/: Kafein memiliki efek puncak 2 – 4 jam sesudah dikonsumsi

f. Anjurkan klien Mengerjakan hal – hal yang ritual dan rutin menjelang tidur.

R/: Tindakan ini memudahkan peralihan dari keadaan terjaga menjadi keadaan tertidur.


(15)

Dx IV: Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan

Goal: klien tidak akan mengalami infeksi.

Objective: klien tidak mengalami kerusakan jaringan dan menurunkan paparan dengan lingkungan.

Outcomes: setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien: 1) Bebas dari tanda dan gejala infeksi;

2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan dan penatalaksanaannya;

3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi; 4) Menunjukkan perilaku hidup sehat.

Intervensi dan Rasional:

a. Miliki indeksi kecurigaan yang tinggi terhadap suatu infeksi pada pasien yang system kekebalannya teganggu

R/: Setiap keadaan yang mneggangu status imun akan memperbesar resiko terjadinya infeksi kulit.

b. Berikan petunjuk yagn jelas dan rinci kepada pasien mengenai program terapi.

R/: Pendidikan pasien yang efektif bergantung pada ketrampilan – ketrampilan interpersonal professional kesehatan dan pada pemberian instruksi yang jelas yang diperkuat dengan instruksi tertulis.

c. Laksanakan pemakaian kompres basah seperti yang diprogramkan untuk mengurangi intensitas inflamasi.

R/: Kompres basah akan menghasilkan pendinginan lewat pengisatan yang menimbulkan vasokontriksi pembuluh drah kulit dan dengan demikian mengurangi eritema serta produksi serum.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat.


(16)

Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi, tidak teratasi, atau teratasi sebagaian dengan mengacu pada kriteria evaluasi.


(17)

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. 2009. Patofisiologi. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Saputra, Lyndon. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Klinik. Tangerang: Binarupa

Aksara

Brahmana, Annette Regina. 2010. Gambaran Dermatitis Atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2008. Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25618. Tanggal terbit: 06 Juni 2011.

Putri, Intan Permata. 2012. Gambaran Kelainan Kulit pada Pasien Dermatitis Atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011. Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/35350. Tanggal terbit: 15 Maret 2013.

http://scholar.google.com/schhp?hl=id https://www.google.com.sg/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&uact=8&ved=0CGEQFj AI&url=http%3A%2F%2Fa2009psikfkunand.files.wordpress.com

%2F2011%2F08%2Faskep-dermatitis.doc&ei=C0kWVKW_Dsm0uAS_0ICYCw&usg=AFQjCNHX9T66S3 gu-lJD91rT2sv913RdmQ


(1)

h. Pemeriksaan fisik

- Pemeriksaan persistem

1) B1 (Breathing): pneumonia.

2) B2 (Blood): septikemi, hipotermia, dekompensasi kordis, trombophlebitis.

3) B3 (Brain): nyeri (pruritus). 4) B4 (Bladder)

5) B5 (Bowel): diare.

6) B6 (Bone): pruritus, kulit kering, pitriasis, ruam, eritema, eksim/krusta, hiperpigmentasi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Kerusakan integritas kulit b.d terpapar alergen

2) Gangguan rasa nyaman: nyeri (gatal) b.d agen injuri atau alergen 3) Hipertermi b.d agen injuri atau alergen

4) Gangguan pola tidur b.d stimulasi yang berlebih (gatal-gatal) 5) Kurang pengetahuan b.d kurang informasi

6) Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx I: Kerusakan integritas kulit b.d terpapar alergen Goal: klien tidak akan mengalami kerusakan integritas kulit Objective: klien tidak terpapar alergen

Outcomes: setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien:

1) Tidak mengalami kulit luka, gatal, warna kulit hitam abu2, kering bersisik;

2) Turgor kulit baik. Intervensi dan Rasional

a. Mandi 2 kali sehari selama 15-20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.


(2)

R/: dengan mandi, air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2-4 menit setalah mandi mencegah penguapan air dari kulit.

b. Gunakan air hangat, bukan panan.

R/: air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus. c. Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit

sensitif. Hindari mandi busa.

R/: sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak meyebabkan kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.

d. Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau 3 kali sehari.

R/: salep atau krim melembabkan kulit.

Dx II: Gangguan rasa nyaman: nyeri (gatal) b.d agen injuri atau alergen Goal: klien tidak akan mengalami nyeri (gatal).

Objective: klien tidak akan terpapar agen injuri atau alergen Outcomes: setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien:

1) Tidak mengalami gatal-gatal, perubahan pola tidur; 2) Klien melaporkan nyeri berkurang dengan skala 2-3; 3) Ekspresi wajah tenang.

Intervensi dan Rasional

a. Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebanya (misal: keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal: hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.

R/: Dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif

b. Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilang-kan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari mengguna-kan pelembut pakaian buatan pabrik.

R/: pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau alergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian.


(3)

c. Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal.

R/: bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebab-kan iritasi.

Dx III: Gangguan pola tidur b.d stimulasi yang berlebihan (gatal-gatal) Goal: klien tidak akan mengalami gangguan pola tidur

Objective: klien tidak akan mengalami stimulasi berlebihan (gatal-gatal) Outcomes: setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien:

1) Tidak mengalami gangguan pola tidur (pola tidur baik); 2) Jam tidur tercukupi;

3) Kualitas tidur baik; 4) TTV dalam batas normal. Intervensi dan Rasional:

a. Bantu pasien melakukan gerak badan secara teratur

R/: Gerak badan memberikan efek yang menguntungkan untuk tidur jika dilaksanakan pada sore hari.

b. jaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik. R/: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal. Lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.

c. Cegah dan obati kulit yang kering

R/: Pruritus noeturnal mengganggu tidur yang normal. d. Anjurkan kepada klien menjaga kulit selalu lembab

R/: Tindakan ini mencegah kehilangan air. Kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.

e. Anjurkan klien Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur di malam hari.

R/: Kafein memiliki efek puncak 2 – 4 jam sesudah dikonsumsi

f. Anjurkan klien Mengerjakan hal – hal yang ritual dan rutin menjelang tidur.

R/: Tindakan ini memudahkan peralihan dari keadaan terjaga menjadi keadaan tertidur.


(4)

Dx IV: Resiko infeksi b.d kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan

Goal: klien tidak akan mengalami infeksi.

Objective: klien tidak mengalami kerusakan jaringan dan menurunkan paparan dengan lingkungan.

Outcomes: setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien: 1) Bebas dari tanda dan gejala infeksi;

2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan dan penatalaksanaannya;

3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi; 4) Menunjukkan perilaku hidup sehat.

Intervensi dan Rasional:

a. Miliki indeksi kecurigaan yang tinggi terhadap suatu infeksi pada pasien yang system kekebalannya teganggu

R/: Setiap keadaan yang mneggangu status imun akan memperbesar resiko terjadinya infeksi kulit.

b. Berikan petunjuk yagn jelas dan rinci kepada pasien mengenai program terapi.

R/: Pendidikan pasien yang efektif bergantung pada ketrampilan – ketrampilan interpersonal professional kesehatan dan pada pemberian instruksi yang jelas yang diperkuat dengan instruksi tertulis.

c. Laksanakan pemakaian kompres basah seperti yang diprogramkan untuk mengurangi intensitas inflamasi.

R/: Kompres basah akan menghasilkan pendinginan lewat pengisatan yang menimbulkan vasokontriksi pembuluh drah kulit dan dengan demikian mengurangi eritema serta produksi serum.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat.


(5)

Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi, tidak teratasi, atau teratasi sebagaian dengan mengacu pada kriteria evaluasi.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. 2009. Patofisiologi. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Saputra, Lyndon. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Klinik. Tangerang: Binarupa

Aksara

Brahmana, Annette Regina. 2010. Gambaran Dermatitis Atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2008. Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25618. Tanggal terbit: 06 Juni 2011.

Putri, Intan Permata. 2012. Gambaran Kelainan Kulit pada Pasien Dermatitis Atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2011. Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/35350. Tanggal terbit: 15 Maret 2013.

http://scholar.google.com/schhp?hl=id https://www.google.com.sg/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&uact=8&ved=0CGEQFj AI&url=http%3A%2F%2Fa2009psikfkunand.files.wordpress.com

%2F2011%2F08%2Faskep-dermatitis.doc&ei=C0kWVKW_Dsm0uAS_0ICYCw&usg=AFQjCNHX9T66S3 gu-lJD91rT2sv913RdmQ