31
pengumpulan dana. Dalam konteks ini, Laporan Keuangan Perbankan Syariah bahkan memberikan penekanan dan kekhususan dalam mengungkap sumber dan
pemanfaatan dana zakat secara tersendiri. Oleh karena itu, Laporan akuntansi bank Islam pada umumnya akan terdiri dari :
Laporan posisi keuangan neraca Laporan laba-rugi
Laporan arus kas Laporan perubahan modal
Laporan perubahan investasi tidak bebas terbatas Catatan atas laporan keuangan
Laporan sumber dan penggunaan zakat Laporan sumber dan penggunaan dana qardqardul hasan
PSAK 59 4 Dalam posisi perbankan syariah sebagai pemungut zakat ini, perbankan
syariah berada dalam posisi diuntungkan. Hal ini adalah karena perbankan syariah lebih dipercaya oleh masyarakat untuk melakukan pengelolaan dana secara
akuntabel dan auditabel. 5 Tidak adanya hambatan apapun secara yuridis, manajerial dan ekonomis yang akan menimbulkan kontradiksi dalam
pengelolaannya. 6 Setiap taklif zakat yang zahir maupun yang batin dapat terverifikasi dalam laporan keuangan tahunan yang akuntabel.
b. Sebuah Model Tehnis Dalam Manifestasi
Dari seluruh penjelasan tersebut tergambar bahwa kekuatan Perbankan Syariah dalam kombinasinya dengan zakat, adalah pada fasilitasnya yang lengkap dan
manajerialnya yang mapan. Dari sudut pandang akuntansi, manajerial yang mapan tersebut dapat dimanifestasikan kedalam sebuah sistem akuntansi yang baik.
Karena dengan sebuah sistem akuntansi yang baik, perusahaan akan berjalan di dalam sebuah frame dan sistem kerja yang jelas dan auditable. Hal ini selaras
dengan tujuan dari diadakannya sistem akuntansi itu sendiri yaitu untuk:1. Memenuhi prinsip cepat, dalam artian bahwa sistem akuntansi mampu
menyediakan data yang diperlukan tepat pada waktunya dan dapat memenuhi kebutuhan; 2 Memenuhi prinsip aman, dalam artian bahwa sistem tersebut
32
mampu membantu menjaga keamanan harta milik perusahaan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pengawasan Intern; 3 Memenuhi prinsip
murah, dalam artian bahwa sistem tersebut dapat dilakukan dengan biaya yang seminimal mungkin. Baridwan,1981. Dengan demikian , manifestasi Two Step
Intermediation. ini pada Sistem Akuntansi Perbankan Syariah diharapkan untuk tidak akan terlepas dari 3 buah asumsi dasar tujuan dari sebuah sistem
sebagaimana telah digambarkan di atas.
Namun demikian, sebelum kita mengkonstruksi sebuah sistem yang berkenaan
dengan perbankan syariah tersebut, harus lebih dahulu disadari bahwa di dalam
perbankan syariah terdapat 2 narasi besar dalam pengembangannya. Yang pertama adalah narasi yang berkaitan dengan kelayakannya bila dilihat dari sudut
pandang nilai-nilai syariah; narasi kedua adalah kemungkinan implementasinya
bila dilihat dari sudut pandang regulasi ekonomis-perbankan. Tentu saja hal ini menyebabkan Perbankan Syariah memerlukan kehati-hatian yang lebih
dibandingkan perbankan konvensional. Dari 2 buah narasi besar ini, perbankan akan memunculkan lagi 2 buah bentuk orientasi umum produk perbankan syariah
yaitu: Akad yang berorientasi keuntungan atau laba dan akad yang berorientasi sosial Tabarru. Zulkifli,2003 . Selanjutnya 2 buah bentuk orientasi akad inilah
yang akan menghasilkan 3 buah derivasi kemungkinan-kemungkinan bentuk umum produk, yang ketiga hal tersebut merupakan pilar utama dari fungsi
Intermediasi Perbankan di satu sisi dan kemampulabaan Profitabilitas perusahaan di sisi lainnya.
3 buah derivasi kemungkinan bentuk umum produk tersebut adalah: Aqad Tijarah Jual-beli, Aqad Syarikah kerjasamakongsi dan Aqad Hasan
Kebajikan. Dari 3 buah model umum produk ini, akan di dapat 5 buah prinsip
pengembangan produk di dalam sebuah perbankan syariah Lihat Gambar 5
yaitu: a. Prinsip Wadiah simpanan
b. Prinsip Syarikah bagi hasil c. prinsip Tijarah Jual beli Pengembalian keuntungan
33
d.Prinsip Al-Ajr Pengambilan Fee e. Prinsip Al-Qard Biaya Administrasi
Dengan 5 buah prinsip inilah produk perbankan syariah akan mengalami perkembangan. Di dalam kegiatan dan proses pengembangan produk perbankan
tersebut, akan menimbulkan pengaruh terhadap Sistem Perbankan itu sendiri secara langsung. Hal ini berbeda dengan perusahaan pada umunmnya, namun
serupa dengan perbankan lainnya. Hal tersebut, dapat terjadi karena antara Sistem Perbankan Syariah yang menghasilkan produk dan Produk Perbankan Syariah
yang dihasilkan itu sendiri memiliki hubungan yang saling berhimpit. Atau dengan kata lain, “Produk” di dalam sebuah institusi perbankan adalah sebuah
manifestasi langsung dari perkembangan “Sistemnya” itu sendiri. Gambar 7. Peta Prinsip pengembangan Produk Perbankan Syariah
Prinsip Pengembangan Produk Pada Perbankan Syariah Aqad Hasan
Aqad Syarikah Aqad Tijarah
Orientasi Laba
Prinsip Tijarah Jual beli Pengembalian keuntungan
Prinsip Al-Qard Biaya Administrasi
Prinsip Syarikah bagi hasil
Prinsip Al-Ajr Pengambilan Fee
Prinsip Wadiah simpanan
Regulasi perbankan dan regulasi syariah
Produk-Produk Perbankan Skim
34
Dalam manifestasinya pada perbankan, Two Step Intermediation tidaklah mengandalkan sebuah prinsip ataupun sebuah produk perbankan saja. Two Step
Intermediation. adalah sebuah kumpulan dari berbagai aktifitas atau produk perbankan yang dimanifestasikan dalam sebuah Skim yang padu dan
diimplementasikan pada sebuah sistem perbankan Syariah, yang mana sistem tersebut dalam bagian terbesar pelaksanaanya adalah usaha-usaha untuk
melakukan terobosan-terobosan dan modus baru dalam memobilisasi, meng- organissasi, dan memfasilitasi aktivitas filantropy dalam sebuah rerangka
akuntabilitas publik. Lebih lanjut, dalam manifestasi sistem tersebut, perbankan akan mengarahkan upaya-upayanya pada penekanan Perbankan Syariah sebagai
kekuatan Transformatif dengan jalan: Pertama percepatan pemilikan sarana
usaha alih kepemilikan dan alih kelola yang konkritnya mengubah posisi ketergantungan Mustahik kepada pengusaha pedagang besar atau pemilik modal
lain. Kedua, percepatan produktivitas yang melekat di dalamnya transformasi
daya inovatif, kreativitas, dan penambahan nilai produk Added Value
Competitivness. Ketiga, percepatan penguasaan konsep bisnis dan alih teknologi serta manajemen; dan keempat, percepatan penguasaan pasar dan jaringan.
Namun demikian sekalipun dana zakat yang dikelola diharapkan dapat berdaya guna sebagai perangkat produktif, perbankan juga tidak dapat mengabaikan
kelompok besar masyarakat yang tidaklah siap dengan dana produktif karena kekurangan mereka atas konsep dan ilmu, kebutuhan mereka atas dana yang
memang tidak sama dan tuntutan syariah yang memang tidak mengizinkan mereka sebagai penerima dana produktif. Hal ini karena, kelompok Mustahik itu
tidaklah seragam jenisnya. Ada 8 asnaf yang berhak untuk mendapatkan dana zakat-hal ini bukanlah berarti bahwa semuanya harus mendapatkan jumlah yang
seragam-namun demikian, setidaknya hal ini menggambarkan bahwa tidak satupun dari 8 asnaf tersebut yang boleh diperlakukan secara tidak adil. Jika
sebuah amil zakat tidak melakukan pengelolaannya secara khusus terhadap dana zakat yang konsumtif kasuistis parsial, minimal amil tersebut memiliki solusi
bila sewaktu-waktu dihadapkan pada tuntutan terhadap pengadaan dana kasuistis tersebut yang secara syar’i sudah menjadi hak penuh dari Mustahik.
Bagaimanapun, pengelolaan LAZ sebagai institusi secara profesional dan berdaya
35
saing, tidaklah berarti pengabaian hal-hal yang justru merupakan basis dasar dari pengelolaannya.
Menyikapi kondisi tersebut, untuk memanifestasikan sebuah sistem Two Step Intermediation. secara profesional, moderat serta akuntabel, di dalam manajemen
perbankan sendiri haruslah siap dengan fungsi-fungsi manajemen yang baik yaitu : perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan atau evaluasi
Mas’ud, Muhammad, 2005. Berkaitan dengan hal tersebut, Two Step
Intermediation. memiliki alur manajemen sebagai berikut Lihat Gambar 6 .
Gambar 8. Alur Asistensi dan Evaluasi Two Step Intermediation
Dalam konstruksi di atas, tergambar bahwa alur pertama dari keseluruhan sistem ini adalah penyerahan pemungutan dana zakat dari Muzakki kepada oleh
perbankan yang kemudian diberikan kepada Mustahik dengan diiringi asistensi
yang cocok berdasarkan karakteristik Mustahik. Mustahik yang mendapatkan
asistensi diharapkan mengelola uang zakat secara produktif dan akuntabel. Untuk itu, perbankan juga akan terus menerus melakukan evaluasi dan pengawasan.
PERGESERAN DARI MUSTAHIK KE PENGUSAHA KECIL MUZAKKI
MUSTAHIK
Pemetaan, Studi Kelayakan, Potensi Usaha
PERBANKAN
PENGUSAHA KECIL MUZAKKI Muzakki
Evaluasi Dan Pengawasan
Studi Kelayakan, Potensi Usaha
DANA ZAKAT DAN ASISTENSI:
DANA PERBANKAN DAN ASISTENSI:
INTERMEDIASI TAHAP II
36
Diharapkan dengan begitu, akan menghasilkan Mustahik-Mustahik yang mandiri dan pada saat selanjutnya akan dapat menjadi Muzakki.
Dari keseluruhan penjelasan di atas, sebuah kesimpulan dapat di ambil bahwa bila perbankan akan menerapkan Two Step Intermediation ini dalam sistemnya,
maka perbankan harus memperhatikan minimal 5 hal yaitu : 1 Prinsip-prinsip pengembangan produk dalam sebuah perbankan syariah. 2 Kombinasi berbagai
produk Skim yang sudah ada dalam perbankan syariah menjadi sebuah produk baru yang padu yaitu Two Step Intermediation. .Yang mana, dengan kombinasi
produk-produk tersebut, akan tercapai tujuan utama dari konstruksi Two Step
Intermediation. yaitu Transformasi alat produksi. 3 Sebuah sistem dan prosedur
yang mampu mengakomodir tujuan-tujuan internal perusahaan itu sendiri. Yaitu sebuah sistem yang tidak melenceng dari tujuan pembentukan sistem tersebut
sedari awal. 4 Pengelolaan yang tepat-jelas atas asistensi serta komposisi dana
zakat di perbankan. Yaitu, keseimbangan yang baik antara penggunaan dana yang
kasuistis dan dana yang strategis. 5 Menyentuhkan seluruh proses pelaksanaanya
dengan manajemen perbankan yang tepat. Berdasarkan 5 buah butir syarat implementasi di atas, maka penulis telah mengkonstruksi Two Step Intermediation
yang secara tehnis dapat berupa Gambar 9
37
Gambar 9. Konstruksi Tehnis Two Step Intermediation
38
Penjelasan 1:
1. Muzakki menyerahkan dana zakat ke perbankan. Pemungutan dana zakat ini akan terbagi ke dalam 2 bentuk, yaitu: dana zakat yang batin dan dana
zakat yang zahir. Dana zakat yang zahir adalah dana zakat yang tampak, terlihat dan teranalisis oleh perbankan karena dapat di verifikasi dalam
laporan keuangan. Dana zakat zahir ini, akan dipungut secara langsung oleh perbankan setelah sebelumnya Muzakki menyetujui pemungutan
langsung oleh perbankan. Dana zakat yang batin adalah dana zakat yang didapat dari pembayaran Muzakki sukarela karena sumber-sumbernya
tidak dapat diverifikasi oleh laporan keuangan bulanan atau metode analisis lain dari perbankan. Perbankan dapat mengkombinasikan Self
Assesment Sistem dan metode Pemotongan Langsung dengan pendekatan pajak.
2. Perbankan melakukan pengelolaan dana zakat yang di dapat dari Muzakki. Pengelolaan ini meliputi: a Pemetaan Mustahik zakat dan
karakterisasinya; b Perencanaan persentase Pool dana zakat yang Produktif dan persentase Pool dana zakat yang konsumtif atau
sertifikasi dana zakat tersebut agar dapat dicairkan sewaktu-waktu; c Perencanaan kemitraan serta; d Manajemen Resiko atas dana
3. Setelah dana zakat itu disiapkan ke dalam Pool dana tersendiri berdasarkan karakteristik dana, maka dana tersebut akan dibagikan kepada 3
karakteristik Mustahik yaitu: a Mustahik yang mendapat dana produktif ; b Mustahik yang mendapat dana konsumtif; c Mustahik
yang mendapat dana dalam bentuk sertifikat.
4. Dalam setiap langkah kegiatan di atas, diharapkan untuk selalu didampingi oleh perbankan sebagai sebuah institusi asistensi. Perbankan diharapkan
untuk melakukan asistensi dan pembinaan, pengawasan dan regulasi kebijakan. Selain itu bank juga dapat membantu membuka peluang pasar
dan pemasaran atau mungkin juga peluang distribusi produk jadi. 5. Output yang diharapkan dari seluruh kegiatan ini adalah adanya terobosan-
terobosan baru yang berkaitan dengan pertambahan produktivitas dan pertambahan jumlah tenaga kerja. Pertambahan ini, munculnya adalah dari
39
bertambahnya UKM baru, pertambahan struktur modal dari UKM yang sudah ada, transfer konsep dari pembelajaran di dalam asistensi dan
penyertaan modal serta bertambahnya tenaga kerja dalam sebuah institusi usaha.
6. Dalam seluruh kegiatan perbankan dengan dana zakat ini, diharapkan agar perbankan melakukan perhitungan dengan tepat bagian-bagian dan jumlah
modal yang harus dikembalikan dan bagian modal yang tidak perlu di kembalikan. Pengembalian atas modal ini diperbolehkan dengan
pertimbangan sebuah bentuk penanaman tanggung jawab dan mencegah penyalahgunaan dana untuk hal yang tidak produktif.
7. Dengan demikian, hasil akhir yang diharapkan dalam Two Step Intermediation ini adalah terciptanya kemandirian usaha yang mengarah
kepada pembentukan Muzakki-muzakki baru dan terciptanya kondisi yang menguntungkan UKM untuk akhirnya terverifikasi sebagai perusahaan
yang Bankable. 8. Dengan kondisi Mustahik yang telah bergeser menjadi UKM, diharapkan
agar perusahaan UKM tersebut akan mendapatkan dana lanjutan dari perbankan yang akan diambil dari dana pebankan itu sendiri sebagai
sebuah intermediasi dana kepada perusahaan.
c. Kombinasi Skim Yang Terlibat Dalam Two Step Intermediation