Suku Bunga KPR Sejahtera Syariah Susun

Tabel 5 Suku Bunga KPR Sejahtera Syariah Susun

Pasal

Besar KPR

Suku Bunga

Sifat Bunga

Pasal 16 ayat (1)

Paling tinggi

Rp. 90.000.000,-

huruf e angka 2

Pasal 16 ayat (1)

Paling tinggi

Rp. 100.000.000,-

Bunga per Pasal 16 ayat (1)

huruf e angka 3

Paling tinggi

tahun, bersifat

Rp. 110.000.000,-

tetap (fixed rate Pasal 16 ayat (1)

huruf e angka 4

Paling tinggi

mortgage)

Rp. 120.000.000,-

penghitungan Pasal 16 ayat (1)

huruf e angka 5

Paling tinggi

anuitas.

Rp. 130.000.000,-

huruf e angka 6

Pasal 16 ayat (1)

Paling tinggi

Rp. 130.000.000,-

huruf e angka 7

Sumber: bahan hukum primer, diolah, 2015 Apabila ditinjau dari segi kewenangan untuk menentukan rate atau tingkat suku bunga kredit, hal tersebut memanglah kewenangan dari Bank Indonesia sebagai bank sentral yang mengendalikan stabilitas ekonomi secara makro. Namun dalam hal secara khusus mengena i Kredit Pemilikan Rumah, Bank Indonesia memberikan kewenangan untuk menentukan skim kredit dan juga suku bunga kepada Kementerian Perumahan Rakyat. Hal ini dapat dilihat dari adanya

31/13/UK tanggal 9 September 1998 perihal Kredit Pemilikan Rumah Sederhana dan Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana yang kemudian diubah dengan Surat Edaran BI Nomor 9/18/Bkr tanggal 29 Agustus 2007. Dalam surat edaran tersebut Bank Indonesia meneran gkan bahwa “Perubahan suku bunga sebagaimana diatur pada Pasal 9 ayat (5) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/93/KEP/DUR tanggal 9 September 1998 mengacu Kepada Peraturan

Menteri Negara Perumahan Rakyat”. 67 Dengan telah adanya pengaturan tingkat suku bunga untuk penyaluran

KPR ini, maka pihak bank telah memiliki patokan dan juga acuan untuk menentukan tingkat suku bunga yang ditetapkan agar tidak melampaui ketentuan. Meskipun untuk pengenaan dan penentuan bunganya kembali lagi diberikan kebebasan bagi perbankan untuk menentukannya sendiri. Pada dasarnya setiap bank dalam memberikan kebijakan itu haruslah disesuaikan terlebih dahulu dengan kesepahaman nasabahnya. Dengan adanya penentuan tingkat suku bunga masing- masing jenis Kredit Pemilikan Rumah berdasarkan Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 27 Tahun 2012 itu sudah sangat jelas memberikan batasan kepada perbankan untuk tidak menetapkan bunga yang terlampau tinggi dari batasan yang telah ditetapkan sebagaimana yang telah disajikan sebelumnya dalam Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5 di atas bahwa bank harus menerapkan tingkat suku bunga tetap (fixed rate) dan menerapkan penghitungan bunga anuitas (annuity) terhadap kredit pemilikan rumah. Dengan demikian, nasabah akan memperoleh perlindungan secara preventif dari adanya kenaikan

67 Lihat Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 19/ 18/ Bkr tanggal 29 Agustus 2007 perihal 67 Lihat Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 19/ 18/ Bkr tanggal 29 Agustus 2007 perihal

4.1.2. Perlindungan Hukum Nasabah KPR Secara Preventif Terhadap Kenaikan Tingkat Suku Bunga yang Tidak Terduga Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Nasabah debitur Kredit Pemilikan Rumah meskipun keberadaannya adalah merupakan nasabah peminjam dana, namun setiap hak-haknya haruslah diberikan juga. Mengingat nasabah peminjam dana ini keberadaannya juga sangat berarti bagi bank untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai lembaga intermediary. Sehingga haruslah disamakan bentuk perlindungan hukumnya baik antara nasabah penyimpan dana dan juga nasabah peminjam dana.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai salah satu lembaga yang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, memiliki beberapa tugas yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang untuk memberikan perlindungan Konsumen dan masyarakat utamanya dalam sektor keuangan. OJK memiliki wewenang untuk melakukan kegiatan pencegahan terhadap kerugian konsumen dan masyarakat. Dimana tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh OJK tersebut dimuat dalam Pasal 29 UU OJK yaitu:

a) Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya;

b) Meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan

c) Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; 68

Beberapa wewenang OJK di atas dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk perlindungan hukum preventif karena sifatnya adalah mencegah. Dengan Beberapa wewenang OJK di atas dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk perlindungan hukum preventif karena sifatnya adalah mencegah. Dengan

resmi yang dikelola oleh Otoritas Jasa Keuangan. 69 Selain itu upaya yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan adalah dengan melakukan pengawasan

terhadap lembaga keuangan sebagai upaya pencegahan apabila terjadi kemungkinan-kemungkinan adanya penyelewengan atau moral hazard. Untuk lebih memberikan landasan hukum yang kuat terhadap adanya perlindungan hukum terhadap konsumen jasa keuangan pada sektor jasa keuangan OJK mengeluarkan Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Perlindungan Konsumen di sektor jasa keuangan ini memiliki tujuan untuk mewujudkan sistem perlindungan Konsumen yang andal, meningkatkan pemberdayaan Konsumen, serta menumbuhkan kesadaran kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan tentang pentingnya perlindungan Konsumen sehingga dapat memberikan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa

keuangan. 70 Dengan adanya peraturan yang mengatur tentang perlindungan

69 Untuk mengetahui mengenai info rmasi kredit dan juga Suku Bunga Dasar Kredit, masyarakat dapat mengaksesnya melalu i situs http://www.o jk.go.id/sukubunga-dasar-kred it yang

dike lola oleh OJK. Se la in itu, dala m hala man webnya OJK juga mencantumkan call center atau kontak informasi yang dapat me mberikan layanan kepada masyarakat mengenai hal-hal dala m sektor jasa keuangan. Contohnya dalam leta k hala man bawah web OJK a kan mene mukan Pertanyaan Lebih Lanjut tentang publikasi SBDK ini dapat menghubungi nomor te lepon. 2310108,

e xt. 4798, 4443, dan 6787.

konsumen sektor jasa keuangan ini diharapkan mampu mewujudkan suatu hasil yang nyata antara para Pelaku Usaha Keuangan untuk tetap memperhatikan aspek kewajaran dalam menetapkan biaya atau harga produk dan/atau layanan, fee- based pricing minimum yang tidak merugikan konsumen, serta kesesuaian antara produk dan/atau layanan yang ditawarkan dengan memperhatikan segi kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki oleh Konsumen. Jadi, apabila ditafsirkan tentang tujuan dibentuknya Peraturan OJK ini juga membidik adanya kesesuaian dan juga perlindungan terhadap konsumen sektor jasa keuangan dalam hal ini juga termasuk Debitur KPR agar mendapatkan tingkat suku bunga yang wajar dan juga penawaran produk pembiayaan yang wajar dengan memperhatikan segi kemampuan calon debitur terlebih dahulu.

Dalam kajian mengenai perlindungan hukum, terdapat konsep perlindungan hukum yang sifatnya preventif yaitu upaya pencegahan dan juga perlindungan hukum yang sifatnya represif yaitu upaya pemulihan ketika suatu pelanggaran hak telah terjadi. Jika dikaji tiap pasal, dalam Peraturan OJK ini akan ditemukan bentuk konsep yuridis tentang bentuk perlindungan hukumnya. Berikut akan diklasifikasikan bentuk perlindungan hukum bagi konsumen (nasabah) yang sifatnya preventif menurut Peraturan OJK No.1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.