Perlindungan Hukum Bagi Nasabah dan Inve

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DAN INVESTOR DALAM PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Kesarjanaan Dalam ilmu Hukum

Oleh:

NUR INDAH KURNIAWATI NIM: 125010101111009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG 2016

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Skripsi : Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Dan Investor

dalam Pe mbiayaan Sekunder Perumahan.

Identitas Penulis :

a. Nama :

Nur Indah Kurniawati

b. NIM : 125010101111009 Konsentrasi

: Hukum Ekonomi & Bisnis Jangka waktu penelitian

: 6 bulan

Disetujui pada tanggal: Pembimbing Utama

Pembimbing Pendamping

Siti Hamidah, SH. M.M M. Zairul Alam, SH. MH. NIP. 19660622 199992 2 001

NIP. 19740909 200601 1 002

Mengetahui, Ketua Bagian Hukum Perdata

Dr. Budi Santoso, SH. LLM. NIP. 19720622 200501 1 002

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR

HALAMAN PENGESAHAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DAN INVESTOR DALAM PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN

Oleh: NUR INDAH KURNIAWATI 125010101111009

Skripsi ini telah disahkan oleh Majelis Penguji pada tanggal:

Ketua Majelis Penguji Sekretaris Majelis Penguji

Siti Hamidah, SH. M.M M. Zairul Alam, SH. MH.

NIP. 19660622 199992 2 001 NIP. 19740909 200601 1 002

Anggota Anggota

Dr. Reka Dewatara, SH. MH. Yeni Eta Widiyanti, SH. MH. NIP. 19830502 200812 1 003

NIP. 19790603 200812 2 002

Anggota Ketua Bagian Hukum Perdata

Sentot P. Sigito, SH. MH. Dr. Budi Santoso, SH. LLM. NIP. 19600423 198601 1 002

NIP. 19720622 200501 1 002

Mengetahui

Dekan Fakultas Hukum

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan berkah dan rahmat-Nya. Sebagaimana karunia yang tidak ada henti- hentinya untuk diberikan kepada umatnya di dunia. Karunia berupa kesehatan adalah yang paling utama, karena tak kuasa sebagai makhluk yang lemah untuk membayangkan bahwasanya hidup tanpa karunia kesehatan maka tak akan mampu ku bertahan dan berjuang dan menghadapi segala tanggungjawab serta menyelesaikannya dengan baik. Tuhan selalu memberikan kesempatan yang baik bagi umatnya yang benar-benar ingin berusaha. Dan tak lupa juga penulis sampaikan banyak terimakasih kepada beberapa pihak yang banyak memberikan dukungan serta berperan penting dalam pengerjaan skripsi ini hingga akhirnya selesai.

1. Dr. Rachmad Syafa’at, SH. M.Si. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya beserta jajarannya yang telah memberikan perlindungan akademik, izin beserta penetapan SK sehingga penulis dapat melakukan bimbingan dan pengerjaan skripsi sebagai tugas akhir dengan baik.

2. Ibu Siti Hamidah, SH. M.M. Dan Pak Zairul Alam, SH. MH selaku dosen pembimbing. Yang telah banyak memberikan watu untuk membimbing dengan sabar serta meluangkan banyak ide dan gagasannya sehingga skripsi sebagai tugas akhir penulis ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.

3. Kedua Orang Tua, Bapak Slamet Nanang Kromodiwiryo dan Ibu Siti Chanifah. beserta keluarga di rumah, kakakku NurIndah Yusnita, Arif Bahtiar, Farit Zulmi, dan Soffiah Nur Astuti yang tak henti- hentinya memberikan semangat serta duk ungan baik moral maupun materiil yang memiliki andil begitu besar serta selalu memberikan motivasi yang sangat luar biasa kepada penulis untuk tidak pernah menyerah dalam berjuang.

4. Kolega dan teman-teman yang banyak memberikan saran, dukungan serta masukan yang amat sangat berarti bagi penulis dalam

pengerjaan skripsi sebagai tugas akhir ini sehingga kita semua dapat bersama-sama menyandang gelas Sarja Hukum di belakang nama kita kemudian. Usman Syahirul Azmani, Ovi Budi Widanto, Arlita Shinta Larasati, Tiffani Apreisila, Dewi Riyanti, Guspita Daniar, Momo, Fanny Landry, Terry, Merry, Monic dan teman-teman grup skripsi yang senantiasa saling memberi semangat, harapan dan menghibur dikala lesu semangat. Dan segenap keluarga besar Business Law Comunity yang luarbiasa keren, Cak Man, Rully dan jajara n rekan- rekan semua yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu. Kalian semua luarbiasa.

5. Notaris Pak Ali Jakfar, SH. Mkn. Dan Pak R. Robby Pramadi, SE. SH. M.Kn yang mempermudah untuk membantu mencari bahan

hukum sekunder karena penelitian ini butuh contoh perjanjian KPR.

6. Juga tidak lupa-keluarga di rumah Malang, terus menjadi keluarga yang senantiasa menampung dikala sedih, pertepuk tangan dikala 6. Juga tidak lupa-keluarga di rumah Malang, terus menjadi keluarga yang senantiasa menampung dikala sedih, pertepuk tangan dikala

Demikian sedikit pengantar yang dapat penulis sampaikan sebagai pengantar dan pembuka bagi pembaca yang budiman untuk pemahaman terhadap isi skripsi ini. Penulis berharap, nantinya pembaca dapat memberikan kritik maupun saran serta dapat berdiskusi leb ih lanjut dengan penulis tentang isi dari penelitian ini. Karena kita semua yakin, ilmu pengetahuan itu akan terus bergulir dengan penuh semangat seiring karena terus ada pemikiran untuk maju. Sekian terimakasih.

Malang, 26 Februari 2016 Penulis

Nur Indah Kurniawati

DAFTAR TABEL

No. Tabel

Judul Tabel

Halaman

Tingkat Suku Bunga KPR Menurut Peraturan Menteri Tabel 1.

60 Perumahan Rakyat

Tabel 2. Suku Bunga Untuk KPR Sejahtera Tapak

61 Tabel 3. Marjin Untuk KPR Syariah Tapak

61 Tabel 4. Suku Bunga KPR Sejahtera Susun

62 Tabel 5. Suku Bunga KPR Sejahtera Syariah Susun

62 Bentuk Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

Tabel 6.

66 Secara Preventif

Tabel 7. Tabel Angsuran Debitur – Flat Rate

76 Tabel 8. Tabel Angsuran Debitur – Sliding Rate

77 Tabel 9. Tabel Angsuran Debitur – Anuitas

77 Bentuk Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

Tabel 10.

98 Secara Represif

DAFTAR DIAGRAM

No. Diagram

Nama Bagan

Halaman

Mekanisme Transaksi Efek Beragun Aset (EBA) di

Diagram 1.

38 Indonesia).

Prosedur Penagihan Sanksi Administratif Berupa

Diagram 2. 160 Denda.

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran

Judul Lampiran

Surat Penetapan Pembimbing Skripsi dan Surat Keterangan Lampiran 1. Bebas Plagiasi

Lampiran 2. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (data sekunder) Lampiran 3.

Perjanjian Baku Bagi Investor (data sekunder)

Lampiran 4. Jurnal

RINGKASAN

Nur Indah Kurniawati, Hukum Perdata Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Maret 2016, PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DAN INVESTOR DALAM PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMAHAN, Siti Hamidah, SH. MM. dan M. Zairul Alam SH. MH.

Pembiayaan Sekunder Perumahan merupakan suatu alternatif pembiayaan yang dibentuk oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan. Pembiayaan Sekunder Perumahan ini memiliki tujuan untuk memberikan pembiayaan perumahan bagi masyarakat yang rata-rata memiliki penghasilan menengah ke bawah untuk mampu memiliki rumah sendiri. Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) . Kemudian dilakukan penafsiran atau interpretasi terhadap beberapa sumber hukum yang ada, maka ditemukanlah bentuk perlindungan hukum bagi Nasabah dan Investor dalam Pembiayaan Sekunder Perumahan baik yang sifatnya Preventif maupun Represif yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan serta bentuk perlindungan dalam peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pembiayaan sekunder perumahan.

Terdapat beberapa pihak yang berperan dalam Pembiayaan Sekunder Perumahan ini, selain Bank sebagai penyalur kredit (Originator),dan Lembaga Pembiayaan Sekunder Perumahan juga terdapat Nasabah atau Debitur KPR, serta pihak Investor yang menyediakan sumber dana dari Efek Beragun Aset - Surat Partisipasi yang dibeli melalui bursa. Pihak Nasabah dan Investor merupakan pihak-pihak yang lemah dan sangat perlu untuk mendapatkan perlindungan dalam kasusnya masing- masing. Sehingga dengan adanya perlindungan hukum yang pasti dan cukup melindungi kepentingan baik bagi Nasabah maupun Investor dari hal- hal tersebut di atas maka akan terdapat kepastian upaya- upaya perlindungan hukum yang dapat ditempuh secara preventif maupun represif. Mengingat keberadaan sistem keuangan melalui Pembiayaan Sekunder Perumahan sangat riskan dan apabila terjadi kegagalan maka akan menimbulkan dampak yang sistemik seperti halnya krisis keuangan yang terjadi karena fenomena Subprime Mortgage pada tahun 2008 di Amerika Serikat.

Bentuk perlindungan hukum ini menjadi sangat penting mengingat di dalamnya terdapat upaya terhadap hak-hak yang harus dilindungi dan juga terdapat kewajiban yang pula harus dilaksanakan untuk kemudian di bentuk di dalam norma atau hukum itu sendiri agar dapat berjalan secara efektif, adil, dan bermanfaat.

SUMMARY

Nur Indah Kurniawati, Economic And Business Law, Law Faculty, Universitas Brawijaya, LEGAL PROTECTION FOR DEBTORS AND INVESTORS IN THE SECONDARY MORTGAGE FACILITY, Siti Hamidah, SH. MM. dan M. Zairul Alam SH. MH.

Secondary Mortgage Facility is an alternative financing that is formed by the government through Peraturan Presiden No. 19 in 2005 as amended by Peraturan Presiden No. 1 in 2008 about Secondary Mortgage Facility. The purpose of Secondary Mortgage Facility is to provide housing finance facility for people who have an income under the average to get their own houses. This research use a normative juridical method with the statute approach. Then do the interpretation of existing law to some sources, then it was found a legal protection form for the Debtor and Investors in the Secondary Housing Finance, both preventive and repressive that were contained in the Regulation of the Financial Services Authority No. 1 / POJK.07 / 2013 about the Consumer Protection in Financial Services Sector as well as in the other protection that has a relation with the implementation of the secondary mortgage.

There are several parties that was involved in Secondary Mortgage Facility, besides the Bank for loan disbursement (Originator), and the Institute of Secondary Mortgage Facility also there was Customer or Debtor mortgages, as well as the investors who provide financial resources of the Asset Backed Securities - Participation Letters purchased via the stock exchange. Debtor and Investor parties are the weak parties and desperately need to get protection in each case. So with the proper legal protection and adequately protect the interests of both the Debtor and Investor of the things that have been mentioned above, then there is a certainty of legal safeguards both preventive and repressive. Given the existence of the financial system through Secondary Housing Finance is very risk and in case of failure it will cause a systemic effect like the financial crisis that occurred because of the phenomenon of Subprime Mortgage in 2008 in the United States.

This kind of legal protection becomes very important because there is an attempt of the rights that must be protected and also there is a duty that must be applied in form of norms or the law itself so it can run effectively, fairly, and helpfully.

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini, jumlah masyarakat Indonesia yang menggunakan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) lumayan besar. Data menunjukkan bahwa terdapat 43,2% mengambil KPR Residential / rumah; sebesar 34,9% adalah Ruko / rukan; dan sejumlah 21,9% merupakan apartemen. Nilai KPR yang paling banyak diminati oleh nasabah kurang dari Rp 250 juta, mencapai total 49,8%. Sedangkan yang harganya di atas Rp 250 juta – Rp 500 juta sebesar 26% dan yang di atas Rp 500 juta sekitar 24,2%. Penelitian ini dilakukan di 5 kota besar seperti Jakarta – Surabaya - Bandung – Semarang – Medan , dengan total sampel 1.715 dan MOE 2,4%. 1

Dilihat dari segi kebutuhannya, rumah adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat sebagai tempat tinggal. Tidak semua masyarakat Indonesia sampai saat ini memiliki rumah sendiri. Selain itu, masalah pemukiman seringkali menjadi masalah sosial yang tidak pernah menemukan ujungnya. Dengan semakin banyak lonjakan pertumbuhan masyarakat Indonesia serta kebutuhan perekonomian yang semakin mencekik, tidak seband ing dengan kemampuan daya beli masyarakat untuk mampu membeli rumah yang layak secara tunai. Sehingga di kota-kota besar banyak bermunculan lingkungan kumuh (slum area). Pemerintah telah berusaha untuk menemukan suatu solusi nyata untuk menyelesaikan masalah tentang perumahan ini sehingga nantinya masyarakat

1 MARS Research Specialist, Studi Kredit Kepemilikan Rumah di Indonesia 2014”,

Indonesia dapat memiliki rumah yang layak. Selain itu sebagai upaya mempercepat dan melakukan pembangunan di bidang perumahan untuk penyediaan perumahan yang layak dan terjangkau oleh masyarakat utamanya masyarakat yang berpenghasilan rendah / ekonomi lemah. Untuk itu perlu diupayakan tersedianya dana yang memadai melalui pembiayaan sekunder perumahan. Pada tahun 2005 akhirnya pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor

19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan yang kemudian diubah dengan diterbitkannya Perpres Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder

Perumahan. 2 Upaya untuk menanggulangi permasalahan pembiayaan pendanaan

perumahan sejak lama sudah dikenal dan sudah berjalan lama yaitu melalui Kredit pemilikan rumah (KPR). Sebagaimana bunyi Pasal 2 Perpres Nomor 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan yang memiliki tujuan untuk memberikan fasilitas pembiayaan perumahan dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat secara berkesinambungan dan terus menerus. Namun sumber dana program kredit Pemilikan Rumah (KPR) ini membutuhkan dana jangka panjang untuk dapat dijangkau oleh semua golongan terutama masyarakat menengah ke bawah atau ekonomi lemah dengan penghasilan per bulan di bawah 3 Juta Rupiah. Karena banyak bank yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pendanaan Kredit Pemilikan rumah (KPR) dengan hanya menggunakan sumber dana jangka pendek seperti tabungan giro, deposito, dan lain sebagainya. Mengingat waktu KPR

2 Lihat konsideran Peraturan Presiden Republik Indonesia No mor 19 Tahun 2005 tentang Pe mbiayaan Sekunder Peru mahan. Ke mudian peraturan ini dirubah dengan Peraturan Presiden 2 Lihat konsideran Peraturan Presiden Republik Indonesia No mor 19 Tahun 2005 tentang Pe mbiayaan Sekunder Peru mahan. Ke mudian peraturan ini dirubah dengan Peraturan Presiden

Pemilikan Rumah maka banyak bank yang mengalami liquidasi. 3 Salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan perumahan bagi

masyarakat dengan jangka panjang adalah dengan menggunakan sistem pembiayaan perumahan seperti yang dilakukan di Amerika Serikat yang dikena l dengan housing finance system, berupa Secondary Mortgage Facility (SMF) dan Secondary Mortgage Market (SMM). Dalam Secondary Mortgage Facility (SMF) pemerintah juga ikut berperan sedangkan dalam Secondary Mortgage Market (SMM) pemerintah tidak ikut berperan karena dikelola murni oleh swasta, lembaga Secondary Mortgage Facility (SMF) ini juga dikenal antara lain di

Malaysia. 4 Sebagai upaya untuk menangani permasalahan mismatch funding dalam

lembaga perbankan untuk pembiayaan KPR, akhirnya pemerintah melakukan upaya dengan mendirikan suatu lembaga khusus untuk melakukan penyaluran dana pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang yaitu dengan Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan (PPSP) dengan nama PT. Sarana Multigriya

Finansial (PT. SMF). 5 Didirikannya badan tersebut untuk menunjang perekonomian nasional yang sedang mengalami kemunduran yang menyebabkan

pengerahan dan pengelolaan sumber pembiayaan pembangunan melalui

3 Djuhaendah Hasan, Aspek hukum Secondary Morgage Facility (S MF) Sebagai Sarana Pembi ayaan Per umahan, disa mpaikan pada acara seminar tentang Secodary Mortgage Facility

(SMF), Jakarta tangal 10 Me i 2005. 4 Ibid.

5 Hutari Hayuning, Pelaksanaan Secondar y Mortgage Facility (S MF) Se bag ai

Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan sangat penting artinya bagi tersedianya pembiayaan pemilikan perumahan secara lebih efektif dan efisien. 6

Terdapat dua cara yang digunakan dalam pemberian Pembiayaan Sekunder Perumahan ini, yaitu dengan melakukan sekuritisasi aset KPR dalam bentuk Efek Beragun Aset (EBA) dan dengan Pemberian Fasilitas Pinjaman. Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan sumber dana jangka panjang untuk memberikan bantuan keuangan pemberian kredit pemilikan rumah ini harusnya tidak boleh lepas dari tujuan utamanya yaitu untuk mewujudkan pencapaian bahwa masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah bisa memiliki rumah sendiri yang layak dengan menggunakan fasilitas KPR ini.

Tidak heran jika saat ini di kota-kota maupun di daerah-daerah yang memiliki ketersediaan lahan yang lumayan memadai telah banyak bermunculan perumahan-perumahan baru. Belum sampai disitu, dampak yang muncul serta buntut dari masalah awalnya menjadi semakin beragam. Banyak masyarakat debitur perumahan justru seringkali mendapatkan masalah perumahan dikarenakan sertifikat perumahan yang telah di kredit tidak kunjung keluar atau dipindah tangankan. Atau bahkan masalah terjadinya ketidak mampuan debitur untuk membayar angsuran perumahan yang diambilnya dikarenakan kenaikan tingkat suku bunga sehingga berujung proses penyitaan rumah.

Sebagai suatu negara yang mengeluarkan kebijakan Pembiayaan Sekunder Perumahan yang berkaca dari negara Amerika Serikat, seharusnya banyak belajar dari keadaan yang telah terjadi. Yaitu akibat terlalu banyaknya penawaran perumahan (housing bomb) kemudian menimbulkan bencana. Yaitu

6 Baca konsideran Peraturan Pe merintah republik Indonesia No mor 5 Tahun 2005 tentang 6 Baca konsideran Peraturan Pe merintah republik Indonesia No mor 5 Tahun 2005 tentang

membayar kredit perumahan dengan bunga yang melonjak naik. 7 Menurut Pasal 4 Perpres Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas

Perpres Nomor 19 Tahun 2005 bahwa Pembiayaan Sekunder Perumahan dapat dilakukan dengan cara pembelian kumpulan Aset Keuangan dari kreditor Asal dan

sekaligus penerbitan Efek Beragun Aset. 8 Kreditor asal dalam hal ini yang dapat memberikan KPR adalah lembaga perbankan, kemudian untuk memperoleh

sumber dana jangka panjang untuk memenuhi pembiayaan sekunder perumahan maka bank menerbitkan Efek Beragun Aset (sekuritisasi). Dimana Efek Beragun Aset Tersebut dapat berbentuk Surat Utang atau Surat Partisipasi.

Dalam Pembiayaan Sekunder Perumahan itu sendiri yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015, terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam keseluruhan proses pembiayaan hingga bentuk Kredit Pemilikan Rumah dapat disalurkan kepada masyarakat (nasabah). KPR disalurkan oleh Kreditor Asal yaitu perbankan kepada nasabah KPR, kemudian kredit yang diambil oleh nasabah tersebut menjadi piutang Bank beserta agunan yang melekat padanya untuk kemudian menjadi kumpulan aset keuangan bank. Kumpulan Aset Keuangan tersebut kemudian dibeli oleh Penerbit yang berupa perusahaan yang berkegiatan khusus di bidang Pembiayaan Sekunder Perumahan (Special Purpose Vehicle) , kemudian perusahaan Pembiayaan ini lah yang melakukan sekuritisasi

7 Johanes Ibrahim & Hassanain Haikal, Fe nome na Subprime Mor tgage dan Ke bijakan

Pembi ayaan Sekunder Perumahan di Indonesia. Wacana dan Dilema yang Patut

Diantisipasi. Jurnal Huku m Bisnis. Vol. 27. No. 3. Tahun 2008. h lm. 5 – 6.

aset dan menerbitkan Efek Beragun Aset yang kemudian dibeli oleh Pemodal (investor).

Dalam sistem Pembiayaan Sekunder Perumahan ini muncul beberapa pihak yang memiliki posisi lemah yaitu nasabah sebagai konsumen lembaga keuangan dan juga investor yang membeli Efek Beragun Aset. Nasabah dikatakan sebagai pihak yang memiliki posisi yang lemah sebab keberadaannya sebagai penggerak perekonomian yang menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan Ruma h yang harus tunduk dan mengikuti kontrak baku yang disediakan oleh bank saat melakukan perjanjian kredit, serta seringkali ditemukan bahwa pihak bank sama sekali tidak menjelaskan adanya aturan-aturan atau biaya yang mungkin dapat muncul di kemudian hari seperti halnya kenaikan tingkat suku bunga yang memberatkan nasabah dalam perjalanan pembayaran kreditnya. Dengan keadaan yang demikian di tengah prosesnya sungguh memberatkan nasabah dan memunculkan permasalahan hingga keadaan tidak sanggup membayar dan nasabah memilih meninggalkan kreditnya. Tujuan dari adanya Pembiayaan Sekunder Perumahan Akhirnya tidak dapat tercapai, dan masyarakat pun menjadi sangat dirugikan dalam hal finansial dan juga kebutuhan akan perumahan.

Selain itu bagi investor sendiri seba gai pihak yang menanamkan sejumlah modalnya sebagai sumber dana dalam Pembiayaan Sekunder Perumahan dengan mempercayakan modalnya kepada manajer investasi/ Wali Amanat untuk memilah aset keuangan yang komposisinya tidak diketahui. Serta adanya harapan mendapatkan keuntungan dengan membeli Efek Beragun Aset yang notabene aset tersebut berupa properti yang disinyalir harganya akan terus naik. Namun hal demikian itu sangat tergantung kepada prospektus dari kumpulan aset yang

melekat dalam EBA (Efek Beragun Aset). Investor harus berpasrah bahwa kepemilikannya terdapat EBA partisipasi atau surat utang tidak mengetahui efek mana yang memiliki resiko piutang rendah dan yang beresiko gagal bayar yang tinggi. Meskipun pada kenyataannya resiko dalam pasar modal memang akan selalu ada, namun investor juga memiliki hak-hak terhadap adanya keterbukaan terhadap efek yang akan ia beli, dalam hal ini nantinya akan menimbulkan kerugian finansial baik bagi nasabah maupun investor yang tidak mendapatkan hak-hak nya untuk mendapatkan prinsip transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data/informasi, serta penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa Konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau. Seperti halnya Pasal 2 POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 bahwa Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang berwenang mengawasi pelaksanaan lembaga keuangan di Indonesia memiliki peran yang sangat pent ing untuk mewujudkan keberadaan pelayanan lembaga keuangan yang baik dan sehat. Sehingga untuk mewujudkan upaya tersebut apabila belum terdapat aturan-aturan hukum yang dapat memenuhi kebutuhan hukum masyarakat, maka memang seharusnya OJK melakukan upaya- upaya yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat tentang adanya perlindungan hukum dalam sektor keuangan.

Meskipun pada kenyataannya Otoritas Jasa Keuangan telah mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, namun dalam peraturan ini masih kurang signifikan dimana bentuk perlindungan yang akan diberikan kepada nasabah dan

juga investor khususnya dalam Pembiayaan Sekunder Perumahan. Dalam pengaturan ini memang dibuat untuk dapat digunakan dalam semua sek tor jasa keuangan dan tidak hanya dalam hal pembiayaan sekunder perumahan saja, tetapi juga mencakup semuanya. Suatu kekaburan hukum ini dampaknya akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan sangat perlu untuk dikaji mengenai norma nya. Sementara apabila terjadi konflik hukum (hukum perdata) yang menyangkut kepentingan nasabah dan juga investor (salah satu konsumen sektor jasa keuangan) bentuk perlindungan hukum ketika suatu pelanggaran telah terjadi baik terhadap nasabah dan juga investor yang diatur dalam peraturan ini tidak disebutkan secara jelas dan terperinci. Seharusnya suatu perlindungan hukum harus mencakup perlindungan baik yang sifatnya mencegah dan juga mengobati.

1. 2. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini terdapat dua rumusan masalah yang akan dikaji yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi nasabah KPR dalam pembiayaan sekunder perumahan atas kenaikan tingkat suku bunga yang dilakukan secara sepihak oleh Bank?

2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi investor dalam pembiayaan sekunder perumahan terhadap resiko kredit atas kumpulan piutang portofolio Efek Beragun Aset?

1. 3. Tujuan

Adapun dari rumusan masalah yang ada, maka penulisan penelitian ini memiliki tujuan antara lain:

1. Mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum bagi nasabah KPR dalam Pembiayaan Sekunder Perumahan atas kenaikan tingkat suku bunga secara sepihak oleh Bank.

2. Mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum bagi investor dalam Pembiayaan Sekunder Perumahan terhadap resiko kredit atas kumpulan piutang portofolio Efek Beragun Aset.

1. 4. Kontribusi Penelitian

Penelitian tentang Perlindungan Hukum Bagi Nasabah dan Investor dalam Pembiayaan Sekunder Perumahan ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi banyak pihak antara lain:

1. Manfaat Teoretis dalam perkembangan ilmu hukum, karena setiap penelitian yang dilakukan berdasarkan fakta serta landasan teori yang ada sehingga memberikan sumbangsih terhadap perkembangan ilmu, khususnya ilmu hukum. Serta nantinya dapat memberikan pandangan baru terhadap keberadaan Pembiayaan Sekunder Perumahan serta dapat digunakan sebagai alternatif bagi pembuatan kebijakan baru tentang Kredit Pemilikan Rumah.

2. Manfaat Praktis bagi beberapa pihak yang melaksanakan secara langsung di lapangan yaitu:

a. Lembaga perbankan sebagai lembaga penyalur Kredit Pemilikan Rumah.

b. Lembaga Non Bank yang terlibat dalam proses sekuritisasi untuk dapat menerapkan serta mewujudkan aspek-aspek hukum dengan seharusnya.

c. Otoritas Jasa Keuangan sebagai pihak yang mengawasi pelaksanaan dan juga memberikan perlindungan bagi konsumen sektor jasa keuangan.

d. Masyarakat sebagai pelaksana kredit yang berperan langsung dalam Kredit Pemilikan Rumah.

e. Investor yang sedang dan atau akan menanamkan modalnya dengan membeli Efek Beragun Aset-Surat Partisipasi maupun Surat Utang.

f. Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai para pembuat kebijakan dan juga sebagai pengawas pelaksanaan sistem dan lembaga keuangan.

g. Perusahaan Perseroan Pembiayaan Sekunder Perumahan yang berperan penting artinya bagi tersedianya pembiayaan pemilikan rumah secara lebih efektif dan efisien.

1.5. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan laporan skripsi ini nantinya akan menggunakan sistematika penyusunan laporan sebagai berikut:

1) BAB I PENDAHULUAN Pada bagian ini dijabarkan secara jelas mengenai latarbelakang permasalahan dalam penelitian yang akan dilakukan. Dan juga isu hukum beserta dasa sein dan juga das sollen nya. Kemudian juga menyebutkan rumusan masalah yang akan diangkat berdasarkan isu hukum yang ada. Dari rumusan masalah tersebut akan ditentukan tujuan dari penelitian ini. Sehingga nantinya penelitian akan memberikan kontribusi bagi banyak pihak.

2) BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bagian ini akan dijelaskan dan juga mengkaji mengenai perlindungan hukum, kredit bank, Kredit Pemilikan Rumah, Pembiayaan Sekunder Perumahan, dan juga Efek Beragun Aset. Kajian pustaka ini merupakan materi- materi penting dan mendasar yang digunakan dalam penelitian hukum.

3) BAB III METODE PENELITIAN Dalam bagian metode penelitian ini akan dijelaskan dalam proses penelitian akan menggunakan jenis penelitian yang dipilih yaitu penelitian hukum normatif, kemudian juga menjelaskan mengenai pendekatan yang digunakan dalam penelitian, jenis bahan hukum yang digunakan, cara pengambilan bahan penelitian, dan juga teknik a nalisis bahan hukum yang digunakan.

4) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bagian ini adalah bagian yang paling penting dalam penulisan skripsi ini, karena berisi tentang jawaban atas rumusan masalah dan juga hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam pembahasan akan dijelaskan dan dideskripsikan mengenai bentuk perlindungan hukum bagi nasabah dan juga investor menurut Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013.

5) BAB V PENUTUP Pada bagian ini berisi kesimpulan dan juga saran dari keseluruhan isi skripsi dan juga penelitian yang telah dilakukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2. 1. Kajian Umum Tentang Perlindungan Hukum

2. 1. 1. Perlindungan Hukum

Menurut Sudikno, Hukum memiliki fungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan dari manusia tersebut dapat terlindungi, maka hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum tersebut harus berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat juga baru terjadi karena adanya suatu pelanggaran hukum. Sehingga hukum yang telah dilanggar tersebut haruslah ditegakkan. Melalui adanya penegakan hukum inilah, keberadaan hukum itu menjadi suatu kenyataan. Terdapat tiga unsur dalam penegakan hukum yaitu: kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan

(Gerechtigkeit). 9 Menurut Philipus M. Hadjon, Perlindungan hukum merupakan suatu

perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, dimana hak-hak asasi yang dimiliki oleh manusia itu diakui berdasarkan ketentuan hukum dari adanya kesewenang-wenangan atau merupakan suatu kumpulan peraturan atau kaidah yang dapat melindungi suatu hal dari hal-hal lainnya. Dimana sarana perlindungan Hukum itu terdapat dua macam yaitu sebagai berikut:

1) Sarana Perlindungan Hukum Preventif Bentuk perlindungan hukum preventif ini memberikan kesempatan kepada subjek hukum untuk mengajukan keberatannya atau pendapat- pendapatnya sebelum adanya tindakan-tindakan atau suatu keputusan dari 1) Sarana Perlindungan Hukum Preventif Bentuk perlindungan hukum preventif ini memberikan kesempatan kepada subjek hukum untuk mengajukan keberatannya atau pendapat- pendapatnya sebelum adanya tindakan-tindakan atau suatu keputusan dari

2) Sarana Perlindungan Hukum Represif Perlindungan Hukum represif memiliki tujuan untuk menyelesaikan dan menangani suatu sengketa yang telah terjadi. Penanganan sengketa dalam lembaga Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia merupakan salah satu contoh dari bentuk perlindungan hukum represif ini. Konsep perlindungan hukum dari pemerintah berprinsip pada pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia yang harus dilindungi dari adanya perbuatan dan keputusan pemerintah. Serta prinsip adanya negara hukum

yang juga harus melindungi hak- hak manusia. 10 Perlindungan hukum memiliki makna sebagai perlindungan dengan

menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang dapat diberikan oleh hukum, perlindungan tersebut ditujukan kepada kepentingan yang perlu untuk dilindungi, yaitu dengan cara menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut ke dalam suatu hak hukum. Perlindungan hukum erat kaitannya dengan peran dan fungsi hukum sebagai pengatur dan pelindung kepentingan masyarakat, Broinslaw Malinowski dalam bukunya yang berjudul Crime and Custom in Savage, mengatakan “bahwa hukum tidak hanya berperan di dalam kedaan-keadaan yang penuh kekerasan dan pertentangan, akan tetapi bahwa hukum juga berperan pada aktivitas sehari- hari”. Berkaitan dengan peran hukum sebagai alat untuk

10 Pilipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum B agi Rakyat Indonesia se buah Studi 10 Pilipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum B agi Rakyat Indonesia se buah Studi

2. 1. 2. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Penyimpan Dana

Perbankan adalah suatu lembaga yang hidup berdasarkan kepercayaan dari masyarakat, oleh karenanya untuk mendapatkan rasa kepercayaan tersebut tentunya bank juga harus memberikan apa yang seharusnya didapatkan oleh nasabahnya yaitu berkaitan dengan perlindungan. dengan adanya perlindungan hukum terhadap kepentingan masyarakat, maka bank akan mendapatkan kepercayaan. Sehingga dalam operasional bank yang sangat membutuhkan banyak nasabah untuk dapat melakukan ekspansi dan menjaring banyak nasabah, maka perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana juga harus ada untuk mengurangi tingkat kerugian.

Dalam kaitannya tentang perlindungan hukum terhadap nasabah dikemukakan oleh Marulak Pardede bahwa perlindungan hukum dalam sistem perbankan Indonesia terhadap nasabah penyimpan dana dapat dilakukan melalui

dua cara yaitu: 12

a) Perlindungan secara implisit (implisit deposit protection), merupakan suatu perlindungan yang dihasilkan dari pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan dari terjadinya kebangkrutan bank. Bentuk perlindungan ini dapat diperoleh melalui:

(1) Peraturan perundang-undangan di bidang perbankan;

11 Yan Eric k Siho mbing, Perlindungan Hukum Atas Peme nuhan Ganti rugi

Kecel akaan Kerja Terhadap Te nag a Kerj a Indonesia Dari Kabupaten Mal ang yang Menjadi Pekerja Konstruksi di Malaysia (Studi Pelaksanaan Pasal 77 -84 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Pe ne mpatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di

Luar Negeri), Skripsi, Fa kultas Huku m Un iversitas Brawijaya, 2013, h lm. 19.

(2) Perlindungan yang dihasilkan melalui pembinaan dan pengawasan yang efektif yang dilakukan o leh Bank Indonesia; (3) Upaya menjaga kelangsungan bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan dalam sistem perbankan pada umumnya;

(4) Memelihara tingkat kesehatan bank; (5) Melakukan usaha sesuai prinsip kehati-hatian; (6) Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan

kepentingan nasabah; (7) Menyediakan informasi resiko pada nasabah;

b) Perlindungan secara eksplisit (explicit deposit protection), merupakan suatu perlindungan melalui lembaga yang menjamin simpanan masyarakat sebagai antisipasi apabila bank mengalami kegagalan maka masih terdapat penjamin simpanan yang mengganti dana masyarakat. Pembentukan lembaga ini sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum. Terdapat dua bentuk perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana,

yaitu berupa perlindungan secara tidak langsung dan perlindungan secara langsung. 13

1) Perlindungan Tidak Langsung Bentuk perlindungan merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana terhadap segala resiko yang 1) Perlindungan Tidak Langsung Bentuk perlindungan merupakan bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana terhadap segala resiko yang

2) Perlindungan Langsung Bentuk perlindungan ini merupakan suatu perlindungan yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya resiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Perlindungan secara langsung ini diwujudkan dalam bentuk memberikan hak preference nasabah penyimpan dana dengan memberikan pembayaran terlebih dahulu kepada nasabah penyimpan dana pada saat bank mengalami kegagalan atau kesulitan dalam memenuhi kewajiban- kewajibannya. Serta dengan adanya lembaga Asuransi Deposito yang dapat memberikan perlindungan di kemudian hari bagi kepentingan nasabah-nasabah penyimpan dari bank-bank yang mengalami kegagalan, terutama para deposan yang dananya relatif kecil.

2. 2. Kajian Umum Kredit Bank

2. 2. 1. Pengertian dan Unsur-Unsur Kredit Bank dan Pembiayaan

Kata kredit berasal dari bahasa Latin creditus yang berasal dari bentuk past participle dari kata credere, lihat pula credo dan creditum, yang memiliki makna to trust atau faith. Kata trust itu sendiri berarti kepercayaan. Sehingga Kata kredit berasal dari bahasa Latin creditus yang berasal dari bentuk past participle dari kata credere, lihat pula credo dan creditum, yang memiliki makna to trust atau faith. Kata trust itu sendiri berarti kepercayaan. Sehingga

waktu dengan tidak menciderai kepercayaan yang telah diberikan oleh kreditur. 14 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kredit diartikan

pertama, sebagai pinjaman uang dengan pembayaran secara mengangsur atau mencicil sedikit demi sedikit, dan kedua pinjaman hingga dalam batas jumlah tertentu yang diperbolehkan oleh bank atau badan lain. Untuk penggunaan kata utang, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai uang yang dipinjam dari orang lain. Jadi istilah lain dari kredit adalah meminjam uang dari orang lain dan mengembalikannya secara mengangsur atau di cicil.

Istilah kredit banyak dipergunakan dalam sistem perbankan konvensional yang berbasis pasar bunga (interest based), sedangkan dalam hukum perbankan syariah lebih dikenal dengan istilah pembiayaan (financing) yang berbasis pada keuntungan riil yang dikehendaki (margin) ataupun bagi hasil (profit sharing).

Dalam Pasal 1 angka 11 UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, menyebutkan pengertian dari kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan yang....mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Dalam Pasal 1 angka 12 UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998, menyebutkan pengertian dari pembiayaan yaitu:

“Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau “Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau

Dari pengertian yuridis kredit dan pembiayaan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bahwa pemberian kred it diberikan oleh bank kepada nasabah atas dasar kepercayaan dimana nasabah berkewajiban untuk mengembalikan pinjaman atas uang bank beserta bunga yang timbul dalam jangka

waktu yang telah ditentukan. 15 Analisis kredit sangat penting keberadaannya bagi bank untuk

menentukan bahwa calon nasabah debitur tersebut layak untuk diberikan kredit atau tidak. Tujuan analisis ini adalah untuk memberikan keyakinan kepada bank terhadap nasabah. Akibatnya jika salah dalam melakukan analisis, maka kredit yang disalurkan akan sulit untuk ditagih (macet). Tetapi tidak semua kredit macet disebabkan karena kesalahan dalam proses analisis. Penyebab lainnya mungkin disebabkan oleh musibah atau sesuatu diluar dugaan seperti bencana alam yang memang tidak dapat dihindari oleh nasabah, seperti misalnya kebanjiran atau gempa bumi atau dapat pula kesalahan dalam pengelolaan. 16

Jika kredit yang disalurkan mengalami masalah kemacetan dan tidak dapat ditagih, maka bank akan melakukan upaya penyelamatan kredit tersebut dengan berbagai cara tergantung dari kondisi nasabah atau penyebab kredit tersebut macet. Apabila memang masih memiliki kemungkinan untuk dibantu, maka tindakan bank membantu nasabah dengan menambah jumlah kredit atau dengan memperpanjang jangka waktunya (restructuring dan rescheduling).

15 Djoni S. Ga za li dan Rach mad i Us man, Hukum Per bankan, Ja karta: Sinar Grafika,

Namun jika memang sudah tidak dapat diselamatkan kembali, maka tindakan terakhir bank adalah dengan melakukan penyitaan terhadap jaminan yang telah

dijaminkan oleh nasabah. 17 Apabila dicari tentang pengertian kredit secara lebih lanjut, maka dapat

ditemukan unsur-unsur dalam pengertian kredit yaitu:

1. kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari bank bahwa nasabah akan mengembalikan pinjamannya kepada bank;

2. waktu, dalam pemberian kredit adalah jangka waktu kapan kredit tersebut harus dilunasi dimana sebelumnya telah disepakati oleh para pihak;

3. prestasi dan kontra prestasi, yaitu adanya objek berupa prestasi dan kontra prestasi ketika terjadi kesepakatan pemberian kredit yang telah disebutkan dalam perjanjian kredit, baik berupa bunga maupun sejumlah uang atau tagihan tertentu;

4. resiko, untuk meminimalisir adanya kemungkinan terjadinya wanprestasi, maka diadakanlah pengikatan jaminan (agunan). 18

2. 2. 2. Prinsip-Prinsip Dalam Pe mbe rian Kre dit Bank

Sesuai dengan aturan yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, saat menyalurkan kredit, bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat dan prinsip kehati- hatian. Ketentuan dalam Pasal 8 UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 menetapkan bahwa:

(1) “Dalam memberikan kredit ... Bank Umum wajib mempunyai

keyakinan berdasarkan analisis ... kemampuan serta kesanggupan

Nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai d engan yang diperjanjikan”.

(2) “Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip syariah....”

Untuk melakukan analisis kredit, bank juga dapat menerapkan prinsip yang dikenal sebagai the five C of credit analysis a tau prinsip 5 C’s. Adapun prinsip-prinsip tersebut meliputi:

1. Penilaian watak/kepribadian (character) Untuk menilai watak, kejujuran, dan itikad baik dari nasabah debitur.

2. Penilaian kemampuan (capacity) Bank harus melakukan penelitian terhadap nasabah debitur apakah memiliki kemampuan manajerial yang baik dalam pengelolaan usahanya. Sehingga pinjaman kredit yang diberikan oleh bank dapat dikelola dengan baik dalam usahanya.

3. Penilaian terhadap modal (capital) Bank harus melakukan analisis secara menyeluruh, apakah kemampuan modal calon nasabah debitur dapat dikatakan mencukupi atau tidak. Kebanyakan dalam praktik, bank hanya memberikan bantuan kredit sisa dari kekurangan modal yang dibutuhkan saja. Bank fungsinya hanya

menyediakan tambahan modal, dan biasanya lebih sedikit dari pokoknya. 19

4. Penilaian terhadap agunan (collateral) Untuk menanggung pembayaran kredit macet dikarenakan debitur wanprestasi, maka calon debitur umumnya wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya 4. Penilaian terhadap agunan (collateral) Untuk menanggung pembayaran kredit macet dikarenakan debitur wanprestasi, maka calon debitur umumnya wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya

5. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (condition of economy) Kondisi perekonomian baik dalam skala dalam negeri maupun luar negeri sangat perlu untuk diperhatikan, sekiranya proses usaha dari nasabah tidak terganggu. Karena menyangkut kemampuan nasabah nantinya untuk mampu mengembalikan kredit.

Bank dalam memberikan kredit , selain menerapkan prinsip 5’c, juga hendaknya menerapkan prinsip lainnya yang disebut dengan prinsip 5 P, yang terdiri atas:

1. Party (Para Pihak) Dimana para pihak merupakan fokus utama, harus menilai bagaimanakah karakter, kemampuan, dan sebagainya.

2. Purpose (Tujuan) Tujuan dalam pemberian kredit juga harus diperhatikan untuk mengetahui apakah nantinya dana kredit tersebut digunakan oleh debitur dengan semestinya yang positif sehingga dapat memberikan keuntungan bagi para pihak.

3. Payment (Pembayaran) Harus pula diketahui apakah sumber pendapatan dari debitur nantinya dapat mencukupi untuk pembayaran kredit.

4. Profitability(Perolehan Laba)

Kreditor harus melakukan antisipasi apakah nantinya pendapatan keuntungan debitur melebihi dan mencukupi daripada bunga pinjaman dan apakah keuntungan perusahaan dapat menutupi serta melunasi pembayaran kredit, cash flow (arus keuangan), dan sebagainya.

5. Protection (Perlindungan) Kredit memerlukan suatu perlindungan. Baik perlindungan dari kelompok perusahaan, atau dari jaminan dan holding, atau jaminan pribadi pemilik perusahaan sangat penting untuk diperhatikan. Terutama sebagai motif untuk

berjaga-jaga tau antisipasi. 20 Disamping menggunakan prinsip pemberian kredit di atas, bank dalam

memberikan kredit juga menggunakan prinsip 3 R, yaitu

1. Return (Hasil yang Diperoleh) Yaitu hasil yang diperoleh oleh debitur, dari kredit yang dipinjamnya dari bank, ia dapat menggunakan uang tersebut untuk usaha yang menghasilkan keuntungan. Sehingga ia nantinya dapat melunasi tagihan dan membayar kredit beserta bunga-bunga yang timbul.

2. Repayment (Pembayaran Kembali) Kemampuan bayar dari pihak debitur tentu saja harus diperhatikan yaitu agar debitur dapat membayar pada tepat waktu sesuai dengan jadwal.

3. Risk Bearing Ability (Kemampuan Menanggung Resiko)

Selain itu juga perlu mempertimbangkan kemungkinan resiko yang mampu ditanggung oleh kreditur sehingga kemungkinan terjadinya non performing

loan 21 nantinya dapat pula tertanggung.

2. 2. 3. Kegunaan dan Fungsi Jaminan Kredit (Bank) dalam Pemberian Kredit Bank.

Jaminan sangat penting keberadaannya untuk kredit Bank. Beberapa kegunaan dari jaminan antara lain sebagai berikut:

a. Memberikan kekuasaan kepada bank bahwa uang yang telah dipinjamkan kepada nasabah debitur dapat kembali kepada bank.

b. Menjamin agar nasabah debitur dapat meneruskan usahanya dengan baik;

c. Memberikan motivasi kepada debitur untuk memenuhi prestasinya, khususnya untuk melakukan pembayaran kembali sesuai dengan ketentuan- ketentuan yang telah disetujui agar debitur dan/atau pihak ketiga yang ikut menjamin atau sebagai borgh tidak mengalami kerugian yang telah

dijaminkan kepada bank. 22 Secara yuridis, pemberian kredit bank tanpa agunan tidaklah mungkin

terjadi. Kalaupun dalam pemberian kredit bank tanpa disertai agunan khusus, bukan berarti pemberian kredit tersebut tanpa agunan sama sekali. Apabila pemberian kredit oleh bank tanpa disertai agunan khusus, maka bila nasabah debitur wanprestasi, maka bank yang bersangkutan masih bisa berharap bahwa pelunasan hutangnya tersebut dapat diambil dari jaminan umum sebagaimana

21 Ibid, hlm. 25-27 22 Bank Indonesia, Resume J aminan Kre dit, Jaka rta: Bagian Doku mentasi dan Informasi 21 Ibid, hlm. 25-27 22 Bank Indonesia, Resume J aminan Kre dit, Jaka rta: Bagian Doku mentasi dan Informasi

Dalam ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan:

“segala kebendaan si berutang, .... menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.

Kemudian ketentuan dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan:

“kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya”....”.

Mengacu pada bunyi Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut, seluruh harta debitur otomatis menjadi jaminan utang. Harta debitur dapat meliputi kebendaan bergerak maupun kebendaan tetap, baik yang sudah ada pada saat perjanjian utang piutang diadakan maupun yang baru akan ada di kemudian hari yang akan menjadi milik debitur setelah perjanjian utang piutang diadakan. Ini berarti tanpa kecuali seluruh harta kekayaan debitur akan menjadi jaminan atau tanggungan atas pelunasan perutangannya, baik yang telah diperjanjikan maupun yang tidak diperjanjikan sebelumnya, jaminan umum ini dilahirkan karena undang-undang, sehingga tidak perlu ada perjanjian jaminan sebelumnya.