Kegiatan Pembelajaran 4
Kegiatan Pembelajaran 4
berperilaku salah suai (maladjusment) seperti: (1) rendah diri; (2) senang mendominasi orang lain; (3) egois; suka menyendiri; (4) kurang memiliki empati; (5) kurang memperhatikan norma dalam berperilaku (Yusuf:2014:125).
a. Karakteristik Perilaku Sosial Remaja
Masa remaja kaitannya dengan pengembangan nilai-nilai yang selaras dengan nilai-nilai orang dewasa yang akan dimasukinya, yaitu tugas untuk mengembangan perilaku sosial yang bertanggung jawab. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Hal ini mendorong remaja untuk membina hubungan sosial dengan teman sebaya (Santrock, 2007:63). Sebagian besar remaja ingin diterima oleh teman-teman sebayanya, sehingga seringkali remaja berperilaku yang dinilai oleh orang dewasa tidak bertanggung jawab. Contohnya menolong teman dalam ulangan atau menyontek waktu ujian. Dalam hal ini remaja harus memilih standar nilai teman-teman sebayanya atau standar nilai orang dewasa. Masa ini ditandai oleh sikap konformitas, yaitu kecenderungan untuk meniru, mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran/hobi, atau keinginan orang lain. Konformitas dengan tekanan-tekanan teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif atau negatif (Santrock,2007:60), Remaja yang memiliki konformitas negatif berperilaku negatif diantaranya seperti, menggunakan bahasa kasar, jorok, merusak, mengolok-olok orangtua atau guru, bahkan perilaku kenakalan remaja seperti menjadi pecandu narkoba, meminum minuman keras, free sex, melakukan tindak kriminal, karena meniru atau mengikuti perilaku teman sepergaulannya. Pergaulan remaja diwujudkan dalam bentuk kelompok, baik kelompok kelompok kecil maupun besar. Dasar remaja dalam memilih kelompok adalah moral, status sosial ekonomi, kesamaan minat dan bakat, dan kemampuan. Kelompok memiliki tekanan yang besar kepada remaja (peer pressure) untuk berperilaku sesuai dengan norma kelompok. Sikap konformitas berubah seiring dengan bertambahnya usia dan berkembangnya kemampuan berpikir yang lebih matang (Yusuf, 2006:10). Orang tua dan guru serta orang dewasa lainnya seyogyanya membimbing peserta didik agar memiliki kemampuan dalam memilih teman sebaya dan melakukan konformitas yang positif
Perubahan perilaku sosial yang paling menonjol pada masa remaja adalah menyukai lawan jenis. Remaja senang mengikuti berbagai kegiatan sosial,
IPA SMP KK A
semakin banyak kesempatan untuk melakukan aktivitas sosial yang baik, maka wawasan sosialnya lebih luas, penyesuaian diri yang lebih baik, dan meningkatnya kompetensi sosial seperti kemampuan berkomunikasi.
Remaja diharapkan mampu mencapai kematangan sosial dalam arti memiliki penyesuaian sosial (social adjustment) yang tepat. Penyesuaian sosial adalah kemampuan untuk memberikan reaksi secara tepat terhadap realitas sosial, situasi, dan relasi. Remaja dituntut harus memiliki kemampuan penyesuaian sosial terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Menurut Schneiders (Yusuf, 2012:199), karakteristik penyesuaian sosial remaja di tiga lingkungan tersebut, adalah sebagai berikut:
1) Di Lingkungan Keluarga
a) Menjalin hubungan yang baik dengan para anggota keluarga, orangtua dan saudara
b) Menerima otoritas orangtua (mentaati peraturan yang ditetapkan orangtua)
c) Menerima tanggung jawab dan batasan-batasan (norma keluarga)
d) Berusaha untuk membantu anggota keluarga, sebagai individu atau kelompok dalam mencapai tujuannya.
2) Di Lingkungan Sekolah
a) Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah
b) Berpartisipasi dalam kegiatan sekolah
c) Menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolah
d) Bersikap hormat terhadap guru, pemimpin sekolah, dan staf lainnya.
e) Membantu sekolah dalam merealisasikan tujuan-tujuannya
3) Di Lingkungan Masyarakat
a) Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain
b) Memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain
c) Bersikap simpati dan altruis terhadap kesejahteraan orang lain Bersiskap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan
masyarakat.
Kegiatan Pembelajaran 4
b. Status Sosial Teman Sebaya
Penerimaan sosial berkaitan dengan kualitas pribadi, yaitu banyaknya sifat-sifat baik, menarik dan keterampilan sosial. Berdasarkan hubungan sosial di antara peserta didik ada empat status teman sebaya menurut Rubin, Bukowski & Parker, Wentzel & Asker, Wentzel & Battle (Santrock,2010:100), yaitu:
1) Anak popular disukai oleh teman sebayanya dan seringkali dinominasikan sebagai teman yang terbaik karena memiliki keterampilan sosial yang tinggi. ramah, suka bergaul, bersahabat, sangat peka secara sosial, suka menolong, dan sangat mudah bekerjasama dengan orang lain, mandiri, cenderung riang, demikian menurut Hartuf (Santrock, 2010:100).
2) Anak yang diabaikan (neglected children) jarang dinominasikan sebagai teman terbaik, tetapi bukan karena tidak disukai oleh teman sebayanya. Ciri-ciri perilaku anak yang diabaikan adalah, cenderung menarik diri, jarang bergaul, temannya sedikit, jarang dibutuhkan oleh temannya. Jarang berinteraksi dengan teman sebayanya, tidak ada bukti yang konsisten yang muncul yang menunjukkan bahwa anak yang diabaikan menunjukkan kecemasan sosial, kecerobohan sosial yang ekstrem (extreme social wairness ), atau sangat menarik diri dalam pergaulan (Coie & Dodge, 1988
3) Anak yang ditolak (rejected chidren) jarang dinominasikan sebagai teman terbaik dan sering dibenci oleh teman sebayanya. Anak menunjukkan agresi tinggi, menarik diri, serta kemampuan sosial dan kognitif yang rendah. Anak yang ditolak, menurut Buke & Ladd (Santrock, 2010:100) mengalami masalah penyesuaian diri yang serius dibanding anak yang diabaikan.
4) Anak kontrovesial sering dinominasikan sebagai teman terbaik, tetapi sering tidak disukai. Anak kontroversial tinggi dalam penerimaan dan penolakan. Penolakan oleh teman sebaya mempengaruhi prestasi belajar, munculnya masalah emosi, dan cenderung meningkatnya risiko kenakalan remaja.
Guru seyogyanya membantu peserta didik yang ditolak dan diabaikan agar mendapat penerimaan sosial dari teman sebayanya, karena masalah penolakan sosial dari teman sebaya berpengaruh terhadap kepribadian. Menurut Duck (Santrock, 2010:102) memberikan bimbingan kepada anak yang diabaikan (neglected children), dengan cara diberi latihan untuk membantu mereka menarik perhatian teman-temannya dengan cara yang
IPA SMP KK A
positif dan mempertahankan perhatian dengan mengajukan pertanyaan, mendengarkan dengan cara yang hangat dan bersahabat, memilih topik pembicaraan yang menarik teman-teman sebaya atau yang disukai teman- temannya.
5) Murphy & Schneider (Santrock,2010:103) berpendapat bahwa membantu
peserta didik yang ditolak agar bisa menarik perhatian teman sebayanya secara positif dapat dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan, mendengar dengan penuh perhatian dan hangat, atau menceritakan hal-hal yang menarik. Anak yang ditolak perlu dibantu untuk masuk ke dalam kelompok yang lebih efektif. Mereka juga perlu dieri pengetahuan cara meningkatkan keterampilan sosial
c. Kecerdasan Emosi dan Keterampilan Sosial
Setiap anak ingin mendapatkan penerimaan sosial dari teman sebayanya, oleh karena itu diperlukan keterampilan sosial, yaitu keterampilan membina hubungan dengan orang lain (teman sebaya). Menurut Goleman (1997:59) keterampilan sosial merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antarpribadi. Orang-orang yang memiliki keterampilan yang tinggi dalam hubungan antar pribadi, akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan dengan orang lain. Jadi keterampilan sosial merupakan aspek perilaku sosial yang berkaitan dengan membina hubungan sosial dengan orang lain.
Remaja yang memiliki keterampilan sosial yang tinggi akan disenangi oleh teman-temannya dan cenderung menjadi anak yang populer. Contohnya anak yang ramah, suka bergaul, bersahabat, suka menolong, dan sangat mudah bekerjasama dengan orang lain, cenderung riang. Sedangkan yang keterampilan sosial rendah cenderung ditolak atau diabaikan. Contohnya anak yang agresif, jarang bergaul, dan menarik diri.
Penolakan oleh teman sebaya akan memberikan pengaruh terhadap masalah emosi, kepribadian peserta didik, dan prestasi belajar. Kecerdasan emosi dan keterampilan sosial akan membentuk karakter, berdasarkan beberapa hasil penelitian bahwa kecerdasan emosi dan keterampilan sosial lebih penting dari inteligensi (IQ) dalam mencapai keberhasilan hidup. Kecerdasan emosi (EQ)
Kegiatan Pembelajaran 4
membuat anak memiliki semangat yang tinggi dalam belajar atau disukai oleh teman-temannya dalam kegiatan bermain. Hal itu akan membawa keberhasilan ketika memasuki dunia kerja atau berkeluarga. Menurut Shapiro (1997:1975) bahwa kecerdasan emosi dan keterampilan sosial dapat diajarkan kepada anak sesuai dengan usia dan tahap perkembangannya. Disarikan dari penjelasan Shapiro cara mengajarkan kecerdasan emosi dan keterampilan sosial antara lain bagaimana (1) membina hubungan persahabatan; (2) tata karma; (3) bekerja dalam kelompok; (4) berbicara dan mendengarkan secara efektif; (5) mengatasi masalah dengan teman yang nakal; (6) berempati terhadap orang lain; (7) mencapai prestasi tinggi; (8) memecahkan masalah; (9) memotivasi diri bila menghadapi masa-masa yang sulit; (10) percaya diri saat menghadapi situasi yang sulit; (11) menjalin keakraban.
3. Identifikasi Kecerdasan Emosi atau Perilaku Sosial Peserta Didik
Guru dapat melakukan identifikasi kecerdasan emosi dan keterampilan sosial peserta didik dengan cara membandingkan ciri-ciri remaja dengan kecerdasan emosi baik atau ciri-ciri remaja yang berperilaku sosial baik dengan kondisi ril peserta didik. Ciri-ciri kecerdasan emosi atau keterampilan sosial peserta didik yang ril dapat dikoleksi antara lain melalui:
a. pengamatan, guru mengamati perilaku peserta didik pada saat KBM dengan menggunakan pedoman pengamatan, dan pengamatan insidentil;
b. wawancara, angket atau inventori, dan studi dokumentasi;
c. bekerja sama dengan wali kelas dan guru BK;
d. informasi dari rekan guru dan orangtua serta teman-teman peserta didik.
4. Implementasi dalam Pembelajaran
1) Prioritaskan identifikasi peserta didik yang diduga memiliki kecerdasan emosi dan perilaku sosial yang kurang memadai.
2) Pahami keragaman dalam kecerdasan emosi dan perilaku sosial peserta didik, serta bersikap bijak menghadapi mereka yang memiliki kecerdasan emosi dan perilaku sosial yang kurang memadai.
3) Sebagai model sosial tampilkan perilaku yang mencerminkan kecerdasan emosi dan perilaku sosial yang bertanggung jawab.serta ikhlas dalam mengajar.