IPA SMP KK A

IPA SMP KK A

Remaja merupakan masa yang sangat penting dalam perkembangan

kecerdasan spiritual dan penghayatan agama. Betapa pentingnya remaja

memiliki landasan hidup yang kokoh, yaitu nilai-nilai moral yang bersumber dari agama. Kualitas kesadaran beragama sangat tergantung kepada kualitas pengalaman atau pendidikan yang diterimanya sejak usia dini terutama dari lingkungan keluarga. Pendidikan keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat memegang peranan penting dalam memelihara dan mengembangkan potensi kecerdasan spiritual (SQ). Sekolah terutama guru seyogyanya menciptakan iklim pembelajaran yang religius, memberikan keteladanan, memasukan aspek kecerdasan spiritual dalam pembelajaran, memberikan pemahaman agama sesuai dengan tahap perkembangan berpikirnya, memperlakukan peserta didik dengan baik dan membimbingnya dalam mengamalkan ibadah dan berakhaq mulia, Terpelihara. kecerdasan spiritual akan mengoptimalkan IQ dan EQ, sehingga akan mencapai manusia seutuhnya.

b. Tahapan Perkembangan Penghayatan Keagamaan

Para ahli seperti Daradjat, Starbuch, dan James umumnya sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda (Makmun, 2009:107). Tahapan-tahapan itu ialah sebagai berikut, 1) masa kanak-kanak (sampai usia tujuh tahun); 2) masa anak sekolah (7-8 sampai 11-12 tahun); 3) masa remaja (12-18 tahun) dibagi ke dalam dua sub tahapan, yaitu remaja awal dan akhir.

Karakteristik penghayatan keagamaan pada masa remaja awal yang ditandai, antara lain sebagai berikut ini. (a) sikap negatif (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam

pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hypocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya;

(b) pandangan dalam hal ke-Tuhan-annya menjadi kacau karena ia banyak

membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain;

Kegiatan Pembelajaran 5

(c) penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik (diliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan penuh kepatuhan.

Karakteristik penghayatan keagamaan pada masa remaja akhir yang ditandai, antara lain sebagai berikut ini.

(a) sikap kembali, pada umumnya, ke arah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya menjelang dewasa;

(b) pandangan dalam hal ke-Tuhan-an dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya; (c) penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik (saleh) dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogianya diterima sebagai kenyataan yang hidup di dunia ini.

c. Karakteristik Perilaku Penghayatan Keagamaan dan Spiritual Peserta Didik

Menurut Makmun (2009;134), gambaran umum perilaku religius pada masa remaja awal, mulai mempertanyakan secara kritis dan skeptis mengenai keberadaan dan sifat kemurahan serta keadilan Tuhan. Penghayatan keagamaan sehari-hari dilakukan mungkin berdasarkan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya, masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidupnya. Berkenaan dengan penghayatan keagamaannya cenderung skeptis, sehingga banyak yang enggan melakukan kegiatan ibadah yang selama ini dilakukannya dengan kepatuhan. Oleh karena itu diperlukan bimbingan dan pendidikan yang efektif dari orangtua dan guru agar peserta didik memiliki kesadaran beragama yang baik, memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi, sehingga peserta didik memiliki akhlak mulia. Selain itu mampu mengatasi gejolak emosi serta berbagai permasalahan yang muncul pada masa remaja dengan baik, dan dapat mencegah peserta didik terlibat pada kenakalan remaja

IPA SMP KK A

Tanda-tanda kecerdasan spiritual (SQ) yang telah berkembang dengan baik , menurut Zohar dan Marshal (2007:14) adalah (1) bersikap flexibel (adaptif secara spontan, aktif); (2) tingkat kesadaran diri yang tinggi; (3) kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan; (4) kemampuan untuk menghadapi dan melampau rasa sakit; (5)kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan misi; (6) Keengganan untuk untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu; (7) Kecenderungan untuk melihat ketertarikan antara berbagai hal (holistik view); (8) Kecenderungan untuk bertanya untuk mencari jawaban yang mendasar;(9) menjadi apa yang disebut oleh para psikologi sebagai bidang mandiri, yaitu kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.

Berkenaan kecerdasan spiritual yang diungkapkan oleh Ginanjar berhubungan dengan agama, berkaitan dengan ibadah, keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah. Memberi makna kepada setiap perilaku dan kegiatan hanya berprinsip karena Allah. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa peserta didik yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi adalah peserta didik memiliki keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah yang tercermin dalam ketaatannya dalam beribadah dengan lkhlas dan memiliki akhlaq mulia. Sikap dan perilaku peserta didik yang cerdas secara spiritual antara lain, kesadaran dalam menjalankan ibadah, memiliki prinsip hidup sebagai pedoman dalam berperilaku (yang bersumber dari nilai-nilai agama), jujur, tanggungjawab, memiliki motivasi tinggi dalam belajar, senang belajar, disiplin, peduli dan kasih sayang terhadap orang lain, sabar dan tabah serta tawakal dalam menghadapi kesulitan, ikhlas, selalu bersyukur, pemaaf, kreatif dan berani mencoba hal-hal yang baru.

d. Identifikasi Perilaku Moral atau Kecerdasan Spiritual Peserta Didik

Guru dapat melakukan identifikasi perilaku moral atau kecerdasan spiritual peserta didik dengan cara membandingkan ciri-ciri remaja dengan perilaku moral atau kecerdasan spiritual baik dengan kondisi ril peserta didik. Ciri-ciri perilaku moral atau kecerdasan spiritual peserta didik yang ril dapat dikoleksi antara lain melalui:

a. pengamatan, guru mengamati perilaku peserta didik pada saat KBM dengan menggunakan pedoman pengamatan, dan pengamatan insidentil;

b. wawancara, angket atau inventori, dan studi dokumentasi;

Kegiatan Pembelajaran 5

c. bekerja sama dengan wali kelas dan guru BK;

d. informasi dari rekan guru dan orangtua serta teman-teman peserta didik.

e. Implementasi dalam Pembelajaran

1) Jadilah social model dengan menampilkan sikap dan perilaku yang mencerminkan kepribadian dan moral yang baik, serta cerdas secara spiritual,

2) Bersikaplah menerima semua peserta didik, terutama peserta didik dengan perilaku moral dan kecerdasan spiritual yang masih rendah serta ciptakan iklim belajar yang kondusif bagi perkembangan pribadi peserta didik agar tercapai perkembangan yang optimal.

3) Rancang pembelajaran dengan memasukan aspek moral atau karakter dan spiritual yang terintegrasi dalam pembelajaran.

4) Kembangkan perilaku moral dan spiritual melalui, pembiasaan dan disiplin yang disertai konsekuensi yang mendidik.

5) Biasakan berdoa sebelum dan sesudah belajar dan dorong peserta didik

untuk rajin beribadah serta libatkan dalam kegiatan keagamaan dan sosial.

6) Buat suatu proyek/tugas kelompok/kelas yang dapat meningkatkan sikap altruisme. (sikap membantu orang lain dengan ikhlas).

7) Bekerja sama dengan wali kelas, guru BK dan guru agama serta orangtua untuk membantu meningkatkan perilaku moral dan kecerdasan spiritual.

Gambar 5. Pembelajaran untuk Pengembangan Moral dan Spiritual