36 Kondisi ini tidak sepenuhnya benar, sebagai permukiman yang di
dominasi arsitektur tradisional Jawa,
Indisch
dan Islam dengan
public space
yang terbatas, Laweyan tumbuh sebagai kawasan yang ”ramah” bagi komunitasnya.
Kondisi ini terwujud diantaranya karena adanya pemanfaatan sebagian ruang privat penghuninya sebagai ruang semi publik dan pemanfaatan masjid-masjid
serta ruang terbuka lainnya sebagai pusat kegiatan sosial budaya. Dalam perkembangannya sebagai suatu kawasan
heritage
, keberadaan ruang publik tersebut sangat berpengaruh terhadap terwujudnya kenyamanan dan
keselarasan lingkungannya. Ruang publik di Laweyan berupa ruang terbuka, sebagian jalan gang, sebagian ruangruang privat rumah tinggal, langgar dan
masjid. Sebagai permukiman tradisional, ruang –ruang tersebut terletak diantara
massa bangunan yang tersusun secara padat dan berhimpitan dengan space yang relatif sempit.
Ruang-ruang umum milik masyarakat difungsikan sebagai suatu area untuk kegiatan bersama dengan komunitas yang lebih luas masyarakat umum.
Masjid dan langgar di samping sebagai tempat ibadah juga berfungsi sebagai tempat kegiatan sosial budaya kemasyarakatan. Karena keterbatasan ruang,
disamping masjid ,langgar dan tanah terbuka milik negara, interaksi sosial juga dilakukan di tempat-tempat umum lainnya antara lain makam, ruang disisi jalan
serta ruang terbuka lainnya yang memungkinkan untuk interaksi sosial.
2.3.3 RTNH Untuk Semua Etnis Studi kasus Ruang Publik di London
Inggris.
Jurnal tentang ruang publik di London, Inggris mengenai usaha membangun sinergi keberagaman multi kulturalitas dalam pemanfaatan satu ruang
publik sebagai ruang komunikasi publik. Dimana studi kasusnya mengambil
setting
di ruang publik sebagai kebun bersama di London, Inggris. Lingkungan binaan seperti ketersediaan ruang terbuka publik sebagai
sarana dalam perwujudan bentuk sosial kemasyarakatan di perkotaan, selalu tertinggal jauh dari standar dan norma-norma acuan perancangan yang ada.
Dengan kata lain bahwa masalah pemanfaatan akan keberadaan ruang terbuka publik selalu di sepelekan dan dikesampingkan.
37 Sebagai arsitek perencanaan kota, perlu mempertimbangkan kembali dan
berpikir keras di dalam suatu perencanaan tata ruang kota yang terdapat adanya ruang-ruang terbuka publik oleh keberadaannya sangat tergantung oleh kebijakan
demi kebijakan pemerintah kota
top down
yang bergulir saat itu. Pemanfaatan ruang terbuka publik ini harapkan mampu memunculkan
kembali jati diri budaya yang tercermin lewat ruang terbuka tersebut, dimana melalui tahapan demi tahapan terhadap unsur sosial dan kebudayaan maupun
keagamaan yang beragam bersatu di tempat tersebut. Sehingga akan terjadi komunikasi antar pengguna ruang terbuka publik tersebut tanpa saling
mengganggu zonasi wilayah pembagian ruang terbuka publik mereka masing- masing. Artinya, dengan adanya keberadaan ruang terbuka publik ini telah
merupakan hak dari warga penghuni kota yang telah ditentukan lewat pembagian kelompok-kelompok baik itu dilihat dari segi antar kesukuan, keagamaan dan lain
sebagainya, dapat dilihat pada Gambar 2.11.
TAMAN VERSI AFRIKA TAMAN VERSI ISLAMI
Sumber : Journal Of Urban Desaign. Ethno Cultural Representation in the Urban Landscape, 2007
GAMBAR 2.11 RUANG TERBUKA MULTI ETNIS
2.3.4. RTNH Hasil
Peremajaan Permukiman
Kumuh CODI-UN
HABITAT studi kasus Baan Mangkong, Thailand.
Salah satu inisiatif skala kota yang sukses adalah program Baan Mankong. Program perbaikan permukiman kumuh dan ilegal skala nasional yang
diluncurkan tahun 2003, yang tidak hanya dilakukan di kota besar namun juga di pusat kota kecil di Thailand.
38 Baan Mankong
community
ini, sepenuhnya mau mendukung pemerintah untuk bekerja sama dengan organisasi kaum miskin kota dalam inisiatif perbaikan
perumahan dan permukiman yang layak dengan permasalahan yang berbeda-beda. Di beberapa kota, pemerintah menyediakan lahan untuk memindahkan rumah
tangga yang tinggal tersebar di “permukiman ilegal kecil” di seluruh kota, dan menyewakan lahan ini kepada masyarakat baru untuk 30 tahun. Solusi-solusi
macam ini hanya dapat di bangun bila ada proses skala kota besar yang mana masyarakat miskin kota adalah pemeran utamanya. Sasarannya adalah perbaikan
perumahan, infrastruktur, lingkungan hidup dan jaminan kepemilikan lahan bagi 300.000 rumah tangga miskin, 2.000 kaum miskin di 200 kota di Thailand.
Sumber : UN-HABITAT, 2007
GAMBAR 2.12 PERMUKIMAN KUMUH
BEFORE
PERMUKIMAN KUMUH
AFTER
USAHA PENGADAAN RTNH
AFTER
Sumber : UN-HABITAT, 2007
GAMBAR 2.13 USAHA MASYARAKAT TERHADAP PENGADAAN
DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA
39 Dalam program skala nasional ini, masyarakat dapat bernegosiasi untuk
mendapatkan jaminan kepemilikan lahan. Mereka dapat menegosiasikan untuk membeli lahan pribadi yang mereka tempati dengan pinjaman lunak dari CODI,
menyewa lahan umum tersebut untuk beberapa waktu, direlokasikan ke lahan lain yang disediakan oleh badan memiliki lahan yang mereka tempati saat ini, atau
membangun kembali perumahan mereka dengan sebagian dari lahan yang mereka tempati saat ini dan mengembalikan sisanya kepada pemiliknya.
Sejak Desember 2006, proyek perbaikan 773 masyarakat telah diselesaikan atau dalam proses di 158 kota di Thailand, memberi dampak pada
45.504 rumah tangga. Sumber:
www.codi.or.th
2.4 Hasil Pembelajaran