Fungsi Grand Partisi

3.2 Fungsi Grand Partisi

Dalam ensembel grand kanonik, keadaan suatu assembli ke-i merupakan fungsi dari energi E i dan jumlah sistem N i dari assembli tersebut. Oleh karena itu kebolehjadian menemukan assembli ke-i dapat ditulis dalam bentuk umum sebagai

p i  e (3.14) dengan , , dan  merupakan parameter yang nanti akan ditentukan. (Catatan: untuk ensemble kanonik di mana energi assembli bisa berbeda-beda maka kebolehjadian

 E / untuk menemukan assembli dengan energi E kT

 e ). Untuk menentukan parameter-parameter , , dan , mari kita bandingkan probabilitas pada persamaan (3.14) dengan ungkapan probabilitas dalam assembli kanonik, yaitu

i adalah p

( F  E ) / p kT  e (2.23)

Dengan membandingkan persaman (3.14) dan (2.23) sangat logis apabila kita menyamakan parameter berikut ini

  kT (3.15)

F     N (3.16)

Tetapi, dari persaman (3.7) kita sudah mendapatkan bentuk energi bebas Helmholtz ensembel grand kanonik, yaitu F   pV   N . Dengan demikian kita bisa simpulkan

lagi bahwa

   pV (3.17)    (3.18)

Akhirnya kebolehjadian menemukan assembli dengan energi E i dan jumlah sistem N i adalah

(  pV   N i  E i ) / kT

p i  e (3.19)

p i  1  maka

Dengan menggunakan hubungan normalisasi

(  pV e   N i  E i ) / kT  1 

i  pV / kT

(  N i  E i ) / e kT e  1  (3.20)

Kita mendefinisikan fungsi grand partisi sebagai berikut

(  N i  E i ) / Z kT

G  e  (3.21)

Dengan mensubstitusi persamaan (3.21) ke dalam persamaan (3.20) kita dapatkan

 pV / e kT Z

G  e (3.22) atau

pV / Z kT

PV  kT ln Z G (3.23)

Persamaan (3.23) adalah persamaan keadaan untuk assembli grand kanonik. Kita masih ingat persamaan gas ideal PV = NkT. Kalau kita bandingkan dengan persaaman (3.23)

maka dapat kita simpulkan bahwa untuk gas ideal, ln Z G = N atau Z G = exp(N). Berdasarkan definisi fungsi grand partisi (3.22) maka probabilitas p i pada persamaan (3.19) dapat ditulis sebagai

(3.24) Z G

Karena jumlah sistem dalam assembli grand kanonik bisa berubah-ubah maka cara lain mendefinisikan fungsi grand partisi adalah dengan memperhitungkan berbagai kemungkinan jumlah sistem pada masing-masing assembli. Dengan pendekatan ini maka fungsi partisi grand kanonik bisa didefinsikan sebagai

 N i

(  N  E i , N ) / kT

e (3.25)

Persamaan (3.25) sebenarnya setara dengan persamaan (3.21). Pada persamaan (3.21) penjumlahan dilakukan pada berbagai kemungkinan energi dan pada energi yang

berbeda bisa saja memiliki N yang sama. Bisa saja terjadi E 2 E 99 , tetapi N 2 = N 99 . Alternatif lain adalah kita kumpulkan assemli yang memiliki jumlah sistem yang sama. Tentu energi tiap assembli tersebut berbeda. Penjumlahan pada energi yang berbeda berbeda bisa saja memiliki N yang sama. Bisa saja terjadi E 2 E 99 , tetapi N 2 = N 99 . Alternatif lain adalah kita kumpulkan assemli yang memiliki jumlah sistem yang sama. Tentu energi tiap assembli tersebut berbeda. Penjumlahan pada energi yang berbeda

(  N  E i , N ) / kT

e . Setelah itu kita jumlahkan untuk berbagai nilai N sehingga diperoleh

persamaan (3.25). Selanjutnya kita akan mencari ungkapan untuk entropi dikaitkan dengan kebolehjadian munculnya masing-masing assembli. Pertama mari kita lihat bentuk

eksplisit dari  k p i ln p i . Dengan menggunakan p i pada persamaan (3.19) maka 

di mana N adalah jumlah rata-rara sistem dalam satu assembli dan E adalah energi rata-rata satu assembli. Nilai-nilai tersebut diperoleh setelah merata-ratakan pada semua asssembli dalam ensembel grand kanonik.

Kita mengingat salah satu persaman termodinamika E  TS  pV   N yang dapat ditulis dalam bentuk

pV   N  E S 

(3.27) T

Jika kita bandingkan persamaan (3.26) dan (3.27) kita simpulkan bahwa ungkapan lain untuk entropi adalah

S   k p i ln p i (3.27)

Untuk proses yang berlangsung secara reversible, kita memiliki persamaan pV  TS   N  E . Kita diferensiasi dua ruas persamaan ini dan diperoleh

d ( pV )  TdS  SdT   d N  N d   d E (3.28)

Tetapi dari hukum I termodinamika untuk proses reversible kita memiliki hubungan

d E  TdS  pdV   d N sehingga persamaan (3.28) dapat diubah menjadi

d ( pV )  pdV  SdT  N d  (3.29)

Dengan menyatakan (pV) sebagai fungsi dari V, T, dan  dan melakukan diferensial terhadap tiga variable tersebut maka kita dapat menulis

Kalau kita bandingkan persamaan (3.29) dan (3.30) kita identifikasi hubungan-hubungan berikut ini

 ( pV ) p 

  ( pV S )   

  ( pV )  N 

Dari persamaan (3.22) kita dapat menulis pV  kT ln Z G sehingga persamaan (3.33) dapat ditulis menjadi