P (  1 , n )  P (  1 , n )  = kemungkinan mendapatkan spin up di tetangga jika di tengah

d. P (  1 , n )  P (  1 , n )  = kemungkinan mendapatkan spin up di tetangga jika di tengah

n  0  

berada pada keadaan spin apa saja

Karena titik kisi yang berada di tengah dapat dipilih titik kisi mana saja maka haruslah

Kebolehjadian menemukan spin up di tengah sama dengan kemungkinan menemukan spin up di tetangga,

Atau

n  0 n   0  

e  ze     nP ( 1 , n ) nP ( 1 , n )

(8.41) Dapat ditunjukkan bahwa

e  ze  z    P (  1 , n )  P (  1 , n )

  z  e  ze   e

e  ze     e  ze  e    e    ze  e 

e  ze   z e  ze  e   e    ze  e 

     e    ze  e   ze

z  e         e 

 e   ze 

(8.44) Dapat ditunjukkan pula bahwa

z  1 (8.45) Dengan

2 ( x 1   ze )( 1  z ) (8.47)

Beberapa solusi

Z=1 adalah solusi persamaan (6.41), sebab

Jika disubstitusi z  1 / z maka

2  1  ze    Atau

Hasil di atas menyimpulkan bahwa jika z adalah solusi maka 1/z juga merupakan solusi.

ze 2      1

 z 2 

  e  pada z = 1 adalah

Kemiringan kurva

Jika m < 1 maka solusi hanya z = 1. Jika m > 1 maka solusi adalah z o dan 1/z o . Nilai m = 1 adalah keadaan kritis. Kita definisikan temperature kritis yaitu temperature ketika m = 1, yang memenuhi

(   1 )( e  1 )  ( 1  e ) (8.49)

Solusi dari persamaan (6.49) adalah

2  kT c 

ln   /(   1 )  (8.50)

Tampak dari persamaan (8.50) bahwa suhu kritis dangat bergantung pada kekuatan interaksi antar spin bertetangga dan jumlah tetangga yang dimiliki setiap spin. Makin kuat interaksi dan makin banyak tetangga terdekat maka makin besar suhu kritis. Ini dapat dipahami dengan mudah bahwa makin kuat interaksi dan makin banyak tertangga terdekat maka arah spin akan makin sulit diacak oleh energi termal. Perlu suhu yang lebih tinggi untuk mengacak arah spin (mengubah dari kondidi magnetik menjadi non magnetik)

Sekarang kita bahas kasus yang sangat khusus yaitu model Ising satu dimensi di mana titik-titik kisi disusun dalam jarak yang sama sepanjang garis. Model ini menjadi menarik karena memiliki solusi analitik yang cukup mudah dicari.

Kita misalkan jumlah titik kisi adalah N dan keadaan tiap titik kisi dinyatakan dengan variable s 1 , s 2 , …, s N . Tiap keadaan memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu –1 dan +1. Unutk lebih mudah, kita gunakan syarat batas periodik, yaitu

s k  s N  k (8.51)

Jika dikenakan medan magnetik B maka energi kisi adalah

E  s i   s k s k 1  B s k    

Pada penulisan bentuk energi di atas kita telah mengangap bahwa interaksi antar titik kisi hanya terjadi antara tetangga terdekat saja, yaitu hanya dengan satu titik kisi di sebelah kiri dan satu titik kisi di sebelah kanan. Dengan penggunaan syarat batas periodik maka kita memiliki hubungan

s k  s k  1  (8.52)

s k  s k  1  (8.53)

sehingga kita dapat menulis

E  s i    s s  k k  1  1 B   s k  s k  1  (8.54)

Fungsi partisi assembli adalah

... exp   E  s i  

... exp 

  s k s k  1  ( 1 / 2 )  B  s k  s k

Kita akan menggunakan dua cara untuk mencari fungsi partisi pada persamaan (8.55). Cara pertama telah dilakukan oleh Ising tahun 1925 (E. Ising, Z. Phys. 31, 253 (1925)) dan cara kedua dipaparkan oleh Tejero (C.F. Tejero, Am. J. Phys. 56, 169 (1988)).

Untuk memudahkan penyelesaian persamaan di atas kita definisikan matrik 2  2,  yang memiliki elemen sebagai berikut

ss ' ( 1 / 2 ) B ( s s ' s )  s '  e      (8.56)

dengan s dan s ’ memiliki nilai –1 atau +1.Dengan definisi tersebut maka

     B 1   1  e (8.57)

     B 1   1  e (8.58)

  1   1  e (8.59)

 1   1  e  (8.60) Dengan demikian

Akhirnya kita dapat menulis fungsi partisi sebagai

... exp    s 1 s 2  ( 1 / 2 )  B  s 1  s 2   

 exp    s 2 s 3  ( 1 / 2 )  B  s 2  s 3    exp    s 3 s 4  ( 1 / 2 )  B  s 3  s 4  

...  exp    s N s N  1  ( 1 / 2 )  B  s N  s N  1  

... s 1  s 2 s 2  s 3 ... s N  s N  1  s 1  s 2  s N

... s 1  s 2 s 2  s 3 ... s N  s 1  (8.62) s 1  s 2  s N

Mengingat

s k s k  1  (8.63)

maka

 N Tr  (8.64)

Trace sebuah matriks tidak berubah jika jika dilakukan transformasi orthogonal pada matriks tersebut. Untuk menentukan N Tr  dengan mudah kita terlebih dahulu melakukan

transformasi orthogonal pada N  sehingga menjadi diagonal. Transformasi yang dilakukan adalah

  A  (8.65)

A N  A   A  A  A  A  ... A  A  A  

A  A adalah energi eigen dari  , atau

A   A   (8.66)

dengan  dan   adalah energi-energi eigen dari   . Dengan demikian kita akan mendapatkan

A  A   (8.67)

Jadi persoalan kita tinggal mencari energi eigen dari  . Untuk maksud ini, mari kita tulis

b d 

Nilai eigen dari  ditentukan dengan memechakan persamaan berikut ini

   y   y  atau

b d     y 

Persaman (6.69) memiliki solusi jika determian matrix 2 x 2 nol, atau

( 2 a   )( d   )  b  0

atau

2  2  ( a  d )   ( ad  b )  0 (8.70)

Dengan membandingkan persamaan (6.61) dan (6.68) kita dapatkan hubungan

 cosh  B

 ad ( b e    e     B )

 2   e 

 2 2  e  e     2 sinh 2 

Dengan demikian, persamaan (6.70) menjadi

2     ( 2 e cosh  B )   2 sinh 2   0 (8.71)

Solusi untuk  adalah

2 e  

cosh 2  B  4 e cosh  B  8 sinh 2 

e 2   2 2 cosh  B  2 e   cosh  B 2 e    sinh 2 

2  2   cosh

e  

B  cosh  B  2 e sinh 2  (8.72)

Dengan demikian

  e cosh B   cosh   B  2 e sinh 2   (8.73)

  e cosh  B  cosh  B  2 e  sinh 2   (8.74) 

Tampak dari persamaan (6.73) bahwa      . Karena

 A  A   Tr

Tr N   Tr

sehingga

Mengingat      maka untuk N   akan terpenuhi   /    0 . Dengan demikian

1 ln Z  ln   (8.77) N

1 Hubungan antara fungsi partisi dengan energi bebas Helmholtz adalah F  ln Z . 

Energi helmholtz per spin adalah

F  ln Z  ln   N

2   2 ln e  cosh 

B  cosh  B  2 e sinh 2 

ln cosh B cosh B 2 e          sinh 2 

Magnetisasi per spin adalah

cosh  B  cosh  B  2 e   sinh 2 

Untuk kasus khusus di mana B = 0 maka 1

M ( 0 , T )  0 (8.80) N

Jadi, pada suhu berapa pun magnetisasi selalu nol. Ini berarti tidak ada magnetisasi spontan pada model Ising satu dimensi. Atau, dalam model ising satu dimensi tidak muncul fenomena feromagnetik.

Kita tulis ulang fungsi partisi sebagai berikut

 bs k  Ks k s k  1   (8.81) s 1  s 2  s N  k

Korelasi antara spin tetangga terdekat adalah nilai rata-rata perkalian dua spin tetangga terdekat, yaitu

...  s j s j  1 exp  bs k  Ks k s k  1  (8.82)

 k

Karena sifat simetri maka s 1 s 2  s 2 s 3  s 3 s 4  ...  s N  1 s N  s N s 1 . Oleh karena itu kita dapat menulis

 bs k  Ks k s k  1 

 k

...  s 1 s 2  s 2 s 3 ...  s N s 

 exp  bs k  Ks k s k  1 

 bs k  Ks k s 1   k 

ZN s 1  s 2  s N  K   k

 bs k  Ks  s   k k  1  

ln Z  (8.83) K N

Karena pada kimit N  kita memiliki persamaan aproksimasi (8.77) maka kita dapatkan

(8.84) lim N    K

ln

Persamaan (8.73) dapat ditulis ulang dalam bentuk

  e cosh  B  cosh  B  2 e sinh(  2 K )  (8.73) 

Dengan menggunakan persamaan (8.73) dapat kita tulis

 cosh

2 e sinh( 2 K )  cosh( 2 K )

 e cosh  B  cosh  B  2 e sinh(  2 K ) 

 B  2 e sinh(  2 K )

2 e sinh( 2 K

 cosh( 2 K )

e cosh B cosh B 2 e sinh( 2 K

2 2 s K j s j  1 cosh  B  2 e sinh(  2 K ) 

lim N  

e cosh  B  cosh  B  2 e sinh(  2 K )

 sinh( 2 K )  cosh( 2 K  ) 1  

(8.74) cosh  B  cosh  B  2 e sinh( 2 K ) cosh  B  2 e sinh( 2 K )

Kita tulis ulang fungsi partisi sebagai berikut

... exp   s k s k  1   B s k 

 bs k  Ks k s k  1   (8.75) s 1  s 2  s N  k

dengan b = - B dan K = -. Kita asumsikan bahwa jumlah partikel (N) adalah genap. Persamaan (8.55) kita uraikan sebagai berikut.

bs 2  K ( s 1 s 2  s 2 s 3 Z )  ... e e  s 1  s  s

b ( s 1  s 3  s 5  ...  s N  1 )

... bs e N  K ( s N  1 s N  s N s 1  )

bs 4  K ( s 3 s 4  s 4 e s 5 )

Dengan memperhatikan persamaan (8.76) tampak jelas bahwa s 2 hanya muncul pada kurung kurawal pertama. Dengan demikian penjumlahan pada s 2 dapat dilakukan langsung pada bagian kurung tersebut. Begitu pula s 4 ,s 6 ,s 8 , dan seterusnya hanya muncul pada kurung kurawal. Oleh karena itu kita dapat menulis ulang persamaan (8.76) men jadi

b ( s 1  s 3  s 5  ...  s N  1 )

bs N  K ( s N  1 s N  s N s 1  )  s 

e   ...   e  (8.77)

bs 4  K ( s 3 s 4  s 4 s 5 )

Mengingat variabel spin hanya memiliki nilai -1 atau +1 maka

bs 2  K ( s 1 s 2  s 2 s 3 )

bs 4  K ( s 3 s 4  s 4 s 5 )

bs N  K ( s e N  1 s N  s N s 1 ) e  b  K ( s N  1  s 1 ) b K ( s N 1 s 1 e )     s N 

Dengan demikian persamaan (8.76) menjadi

b  K ( s 1  s 3 Z )  ... e 

b ( s 1  s 3  s 5  ...  s N  1 )

e b e ... e   K ( s N  1  s 1 )

b  K ( e s N  1  s 1  )     (8.77)

Lebih lanjut kita lakukan transformasi berikut ini

e  e  f 1 e (8.78) Selanjutnya kita perlu mencari parameter f 1 ,b 1 , dan K 1 . Kita lakukan sebagai berikut.

Masukkan s 1 = -1 dan s 2 = -1 ke dalam persamaan (8.78) maka

atau  b  2 K cosh( b  2 K )  f

1 e 1 1 (8.79)

Masukkan s 1 = +1 dan s 2 = +1 ke dalam persamaan (8.78) maka

b 2 K cosh( b  2 K ) f e 1   1

1 (8.80) Masukkan s 1 = +1 dan s 2 = -1 atau s 1 = -1 dan s 2 = +1 ke dalam persamaan (8.78) maka

atau  b  b e  e 

2  atau

1 e 1 

1 (8.81) Bagi persamaan (8.80) dengan persamaan (8.79) sehingga diperoleh cosh( b  2 K )

 2 K cosh b  f e 1

cosh( b  2 K ) Sehingga diperoleh

1  cosh( b  2 K ) 

b 1  ln (8.82)

2  cosh( b  2 K ) 

Dari persamaan (8.81) kita peroleh

1  2 e 1 cosh b (8.83) Kalikan persamaan (8.79) dan persamaan (8.80) sehingga diperoleh

2 2 4 K cosh( b  2 K ) cosh( b  2 K )  f

1 e 1 (8.84)

Substituti f 1 dari persamaan (8.83) ke dalam persamaan (8.84) maka diperoleh

4 4 K cosh( b 2 K ) cosh( b 2 K ) 4 e 1  2   cosh b

atau

4 K 1 4 cosh( b  2 K ) cosh( b  2 K )

cosh b

atau

1  4 cosh( b  2 K ) cosh( b  2 K )

1  ln

cosh b 

Dari persamaan (8.85) atau persamaan sebelumnya kita dapat menulis

K 1  4 cosh( b  2 K ) cosh( b  2 K )

cosh b 

Sunstitusi ke dalam persamaan (8.83) diperoleh

f 2 1   2 cosh b (8.86) 

1 /  4 4 cosh( b  2 K ) cosh( b  2 K )

cosh b 

Persamaan (8.87) dapat ditulis menjadi

b 1 ( s 1  s 3 ) / 2  K 1 s 1 s Z 3  ... e f e  s 1 

b ( s 1  s 3  s 5  ...  s N  1 )

1 e     f 

1 Z N / 2 ( b  b 1 , K 1 ) (8.87)

di mana Z N/2 (b+b 1 ,K 1 ) adalah fungsi partisi N/2 buah partikel dengan medan luar menjadi b+b 1

dan energi interaksi antar spin menjadi K 1 .

(Belum Selesai)

Pada bagian ini kita membahas tumbukan antar molekul gas klasik hingga diperoleh persamaan Boltzmann. Dai persamaan ini lahir fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann serta lahir beberapa persamaan untuk gas seperti persaman kontinuitas, navier stokes, dan lain-lain.

Sebelumnya kita membatasi kasus khusus untuk gas klasik. Citi dari gas klasik adalah jarak rata-rata antar molekul jauh lebih besar dari panjang gelombang de Broglie termal. Panjang gelombang ini dihitung dari momentum rata-rata partikel akibat pengaruh termal. Kita dapat menghitungs sebagai berikut.

Energi kinetic partikel

Berdasarkan prinsip ekipartisi energi, energy kinetic rata-rata partikel yang bergerak bebas 3

dalam ruang tiga dimensi (karena memiliki tiga derajat kebebasan) adalah kT 2

Dengan demikin, momentum rata-rata partikel mememnuhi  kT atau p  3 mkT

Panjang gelombang de Broglie termal adalah   

3 mkT

Jila terdapat N molekul dalam ruang V maka volume rata-rata rung tang ditempati satu partikel adalah V/ N

Dengan sumsi bahwa ruang yang ditempati partikel berbentuk kubus dengan sisi  maka V 3

terpenuhi   N

Panjang sisi kubus yang ditempati satu partikel sama dengan jarak rata-rata antar partikel itu

1 / sendiri. Jadi, jarak rata-rata antar partikel dalah 3   ( V / N )

1 / h 3 Dengan demikian, syarat terpenuhinya kondisi klasik adalah

 V    

 N  Dalam kondisi klasik dua molekul dapat dibedakan satu dengan lainnya. Agar kondisi klasik

3 mkT

terpenuhi maka panjang gelombang de Broglie harus kecil dan jarak rata-rata antar partikel harus besar. Dari persamaan panjang gelombang di atas tampak bahwa agar panjang gelombang kecil maka suhu harus besar.

Berdasarkan persamaan teori kinetic gas, PV  NkT maka V . Jarak rata-rata antar

kT

partikel dapat ditulis   

1 / 3 1 / V 3 kT

      . Tampak di sini bahwa jarak rata-rata antar

partikel besar jika suhu tinggi dan tekanan rendah. Jadi dapat dismpulkan bahwa kondisi klasik terpenuhi jika suhu cukup tinggi dan tekanan

sangat rendah.

Berbagai percobaan untuk mengamati sifat kuantum partikel sering dilakukan pada suhu yang sangat rendah. Suhu tersebut kadang jauh di bawah suhu helium cair. Maksudnya adalah agar pada suhu yang sangat rendah tersebut, panjang gelombang de Broglie menjadi sangat besar dan jauh lebih besar daripada jarak antar molekul. Akibatnya yang terpenuhi bukan sifat klasik lagi, melainkan sifat kuantum.

Kita akan mempelajari sifat molekul-molekul gas yang berada dalam suatu container. Untuk mengilangkan pengaruh wadah terhadap mekanisme yang terjadi dalam molekul gas kita asumsikan bahwa dinding santa ideal. Dinding diangap sangat mulus di mana ukuran kemulusan lebih halus dari ukuran molekul itu sendiri. Tidak ada gaya antar atom, dinding dengan molekul-molekul gas. Krtika mengenai dinding, molekul gas dipantulkan secara elastic sempurna, sehingga tidak ada energy kinetic yang hilang selama proses tumbukan molekul gas dengan dinding.

Jumlah molekul gas dalam wadah luar biasa banyak. Sebagai contoh, dalam kondisi STP, jumlah molekul dalam satu liter gas adalah N A / 22 , 4 dengan N adalah bilangan Avogadro. A

Dengan jumlah sebanyak itu, sangat mustahil menjelaskan gerakan partikel satu per satu. Dan salah satu tujuan pengembangan mekanika statsistik adalah bagaimana menjelaskan Dengan jumlah sebanyak itu, sangat mustahil menjelaskan gerakan partikel satu per satu. Dan salah satu tujuan pengembangan mekanika statsistik adalah bagaimana menjelaskan

mendiefinisikan fungsi kerapat f ( r , v , t ) untuk menyatakan indentitas kelompok-kelompok partikel. Definisinya sebagai berikut  

Menyatakan jumlah partikel dalam elemen ruang spasial sebesar d r di sekitar koordinat 

 spasial r dan dalam elemen ruang momentum d v di sekitar koordinat momentum v pada

3  saat t. Yang dimaksud dengan d r adalah dxdydz dan yang dimaksud dengan d v adalah

dv x dv y dv z .

Jumlah total partikel dalam container adalah  

Jika sebaran partikel dalam ruang adalah homogeny (tidak bergantung pada posisi) maka  

f ( r , v , t )  f ( v , t ) . Dengan demikian, integrasi terhadap ruang dapat langsung dilakukan dan diperoleh

Kondisi ini dapat dicapat jika tidak ada interaksi antara moleul gas dengan gaya luar. Adanya gaya luar yang bekerja pada molekul dapat menyebabkan distribusi molekul tidak homogeny, tetapi bergantung pada posisi. Contohnya, distribusi partikel koloid gelas cenderung lebih banyang di sisi bawah daripada di sisi atas zat cair. Hal ini disebabkan adanya gaya gravitasi yang bekerja pada partikel koloid. Dalam bahan semikonduktor, adanya medan listrik menyebabkan distribusi muatan tidak homogen.

Kasus Tidak Ada Tumbukan atar Partikel Sekarang kita lihat kasus yang sangat diidelakan di mana tidak ada tumbykan antar molekul

gas. Yang ada hanya tumbukan antr moleku gas dengan dinding. Dalam kondisi ini, molekul-

molekul yang berada dalam elemen ruang fase d r d v pada saat t semuanya akan berpindah

ke elemen ruang fasa d r ' d v ' pada saat t  asalkan  t  t  0 .

Misalkan molekul mendapatkan gaya luar F . Dengan adanya gaya tersebut maka selama perubahan waktu dari t hingga t  , terjadi perubahan posisi dan kecepatan partikel sebagai  t berikut

    r ' r  r  v  t 

   F v ' v  v   t m

  Fungsi kerapatan partikel pada elemen ruang fasa d r d v adalah f ( r , v , t ) dan fungsi

    kerapat partikel dalam elemen ruang fasa d r ' d v ' adalah f ( r  v  t , v  F  t / m , t   t ) .

Karena jumlah partikel dalam dua elemen tersebut sama maka    

3  3  Sekarang kita akan mengecek apakah d r d v sama dengan d r ' d v ' , atau apakah

dxdydzdv x dv y dv z  dx ' dy ' dz ' dv ' x dv ' y dv ' z . Untuk maksud ini mari kita tinaju komponen x dari ruang fasa dan amati evolusinya terhadap waktu. Pada saat t elemen ruang fasa tersebut

diilusttasikan pada gambar berikut ini

Amati empat titik yang membatasi elemen ruang fase. Elemen tersebut berada pada saat t dengan volum dxdv x . Titik A dan B bergerak dengan kecepatan v sehingga setelah x  titik t

tersebut berpindah sejauh v x  . Titik C dan D bergerak dengan kecepatan t v x   v x sehingga setelah  titik tersebut berpindah sejauh t ( v x   v x )  t  v x  t   v x  t .

Karena adanya percepatan sebesar F x / m yang bergantung pada posisi, maka percepatan titik

A dan D sama dan percepatan titik B dan C sama. Tetapi dua percepatan tersebut berbeda. Setelah  , pertambahan kecepatan titik A dan D adalah t F x ( x )  t / m dan pertambahan

kecepatan titik B dan C adalah F x ( x   x )  t / m  F x ( x )  t / m  

x      dx

dF x

 m Akhiranya, setelah berselang  posisi dan kecepatan 4 titik menjadi sebagai berikut t

Titik A: x '  x  v x  t dan v ' x  v x  F x ( x )  t / m

 v x  t dan v ' v F ( x ) t / m 

Titik B: x '  ( x   x )

dF t

 dx

Titik C: x '  ( x   x )  ( v x   v x )  t  ( x   x )  v x  t   v x  t dan

dF x

 dx

Titik D: x '  x  ( v x   v x )  t  x  v x  t   v x  t dan v ' x  ( v x   v x )  F x ( x )  t / m Lokasi elemen ruang fasa menjadi seperti gambar berikut ini. Elemen ruang fasa menjadi

jajaran genjang. Namun dengan matematika sederhana kita dpaat membuktikan bahwa luas elemen tidak berubah, sehingga dapat kita simpulkan

dxdv x  dx ' dv ' x

Dengan cara yang sama kita dapat juga menunjukkan bahwa dydv y  dy ' dv ' y dan dzdv z  dz ' dv ' z . Akhirnya kita sampai pada kesimpulan akhir bahwa

dxdydzdv x dv y dv z  dx ' dy ' dz ' dv ' x dv ' y dv ' z

Dengan kesamaan ini maka kita daatkan hubungan berikut ini

Jika terdapat tumbukan antar molekul, maka tumbukan tersebut menyebabkan kerapatan molekul dalam elemen ruang fasa awal bisa berbeda dengan kerapatan molekul pada elemen ruang fasa akhir. Pertambahan kerapatan tersebut adalah

  t  col

Dengan dmeikian, hubungan antar kerapatan molekul pada dua waktu tersebut menjadi    

  t  col

Mari kita uraikan ruas kiri dalam deret taylor    

Dengan demikian kita dapatkan persamaan 

 t   t  col

 Besaran    f dapat dilustrasikan sebagai berikut   t  col

Tumbukan di luar menyebabkan molekul masuk ke dalam

t

Tumbukan di dalam menyebabkan molekul terpental keluar

Maka kita dapat menulis   f 

   t  ( R  R )  t   t  col

Denga 3  3 

R  td r d v adalah jumlah tumbukan yang terjadi antara waktu t sampai t  di dalam  t

3  3  elemen ruang fasa d r d v sehingga salah satu molekul keluar dari elemen tersebut

3  3  R  td r d v adalah jumlah tumbukan yang terjadi antara waktu t sampai t  di luar  t

3  3  elemen ruang fasa d r d v sehingga salah satu molekul masuk ke dalam elemen tersebut

Tumbukan Biner Tumbukan biner adalah tumbuykan yang hanya melibatkan dua partikel. Yang dimaksud

tumbukan di sini buka berate dua partikel harus bersentuhan langsung. Bisa saja dua partikel sudah membelok ketika telah mencapai jarak taetentu. Inti dari tumbukan adalah kecepatan partikel sebelum dan sesudah peristiwa berubah. Perubahan bias terjadi hanya perubahan laju tumbukan di sini buka berate dua partikel harus bersentuhan langsung. Bisa saja dua partikel sudah membelok ketika telah mencapai jarak taetentu. Inti dari tumbukan adalah kecepatan partikel sebelum dan sesudah peristiwa berubah. Perubahan bias terjadi hanya perubahan laju

Dua molekul dating masing-masing dengan kecepatan v 1 dan v 2 . Setelah tumbukan,

kecepatan berubah menjadi v ' 1 dan v ' 2 . Kita simbolkan tumbukan ini sebagai tumbukan  

   v 1 , v 2  v ' 1 , v ' 2  . Massa molekul sama, yaitu m . Dalam proses tumbukan elastic,

momentum dan energy kinetic selalu konstan. Jadi untuk tumbnukan di atas kita peroleh hubungan

Atau    

v 1  v 2  v 'v 1  ' 2 (**) Dan

Atau  2  2  2  2

Kecepatan pusat massa partikel sebelum dan sesudah tumbukan

Berdasarkan persamaan (**) kita simpulkan  

V  V ' Jika persamaan (**) dikuadratkan maka

  2    2 v 1  v 2   v 'v 1  ' 2 

Substitusi hokum kekekalan energy kita dapatkan  

2 v 1  v 2  2 v ' 1  v ' 2 (****) Kita definisikan kecepatan relative sebagai berikut

u  v 2  v 1 dan u '  v ' 2  v ' 1

Jika diakudratkan maka

Dan

Dengan menggunakan hokum kkekalan energy dan persaman (****) kita simpulkan

2  2 u  u ' Atau

 u  u '

Jadi laju relative dua molekul sebelum dan sesudah tumbukan selalu constant. Arahnya saja yang berbeda. Kalau vector kecepatan relative digambarkan pada koordinat di mana pusat koordinat berimpit dengan pangkal vector relative maka kita dapatkan bahwa, peranan vector relative sama dengan vector jari-jari bola. Tumbukan tidak mengubah besar jari-hari tetapi hanya mengubah arah vector jari-jari. Lihat gambar berikut ini

Jelas di sini bahwa u ' dapat diperoleh dari u jika dua sudut  dan  diketahui. Pada  

akhirnya, persoalan tumbukan biner dapat dijelaskan secara lengkap oleh besaran u , V , sudut  dan sudut .

  Untuk menurunkan persamaan tumbukan, mari kita membayangkan bahwa V dan u berubah

 sedikit menjadi V  d V dan u   di mana  dan  dipertahankan tetap. Perubahan ini d u

 menyebabkan perubahan pada kuantitas serupa setelah terjadi tumbukan, yaitu V ' menjadi 

V '  d V ' dan ' u menjadi u . ' d u '

    Karena kecepatan pusat massa selalu tetap maka V '  V dan V ' ' d V  V  d V . Dengan

demikian diperoleh 

Karena  dan  tetap sedangkan u   dan u ' u  d u  u '  d u ' maka kita akan dapatkan 

d u  ' d u Implikasi atas kesamaan nilai perubahan vector di atas adalah

d V d u  d V ' d u ' Atau

dV x dV x dV z du x du y du z  dV ' x dV ' x dV ' z du ' x du ' y du ' z

Karena V dan u merupakan jumlah dan selisih dari v 1 dan v 2 maka secara matematis dapat ditunjukkan

dV x dV x dV z du x du y du z  dv 1 x dv 1 y dv 1 z dv 2 x dv 2 y dv 2 z  d v 1 d v 2

Dengan argumen serupa diperoleh

dV ' x dV ' x dV ' z du ' x du ' y du ' z  d v ' 1 d v ' 2

Akhirnya kita dapatkan hubungan 3  3 

Dua cara melihat tumbukan Kita dapat melihat tumbukan melalui dua koordinat. Koordinat pertama adalah koordinat

laboratorium. Koordinat kedua adalah koordinat pusat massa. Dilihat dalam koordinat laboratorium, gerakan partikel sebagai berikut

Dilihat dari koordinat pusat massa, kecepatan partikel menjadi sebagai berikut. Kecepatan pusat massa sebelum dan sesudah tumbukan adalah

Sebelum tumbukan:   

Kecepatan molekul satu terhadap kordinat pusat massa adalah v 1  V 

Kecepatan molekul satu terhadap kordinat pusat massa adalah v 2  V 

Setelah tumbukan:    

 v ' 1 v 2 ' Kecepatan molekul satu terhadap kordinat pusat massa adalah

Kecepatan molekul satu terhadap kordinat pusat massa adalah v ' 2  V ' 

2 2 Lintasan molekul menjadi seperti berikut ini

Dengan melihat ilustrasi di atas, maka tumbukan dua partikel dapat dijelaskan hanya dengan mengkaji gerakan satu partikel saja. Satu partikel dianggap menumbuk sesuatu di pusat

 koordinat. Kecepatan awalnya adalah u / 2 dan kecepatan akhirnya adalah u ' / 2 . Kita dapat

melukiskan tumbukan biner seperti di bawah ini.

Kita definisikan besaran fluks molkeul dating, I sebagai jumlah molekul per detik dalam berkas dating yang menembus satu satuan luas penampang. Selanjuntkan, penampang lintang diferensial  (  ) kita perkenalkan menurut definisi berikut ini

I  ( d )  = jumlah molekul per detik yang dibelokkan dengan elemen sudut d .

Penampang lintang total adalah

 tot   (  ) d  

Karena  dibentuk oleh nilai  dan  sedangkan  dan  ditentukan oleh perangkat    

v 1 , v 2 , v ' 1 , v ' 2 maka kita dapat menulis     

Sifat-sifat simetri Simetri terhadap pembalikan arah gerak partikel Dua proses di bawah ini adalah identik

Dengan memperhatikan arah gerak partikel pada gambar atas dan bawah kita dapat simpulkan

Simetri terhadap rotasi dan refleksi    

Dengan tanda * diperoleh dari operasi refleksi atau rotasi atau keduanya terhadap kecepatan- kecepatan yang dimiliki partikel.

Contoh   v 1 , v 2 : v ' 1 , v ' 2     v ' 1 , v ' 2 : v 1 , v 2  dapat diilustrasikan sebagai berikut.