Perjanjian Sebagai Dasar Pendirian Perseroan Terbatas (PT)
1.2 Perjanjian Sebagai Dasar Pendirian Perseroan Terbatas (PT)
Dikatakan bahwa dalam penjelasan Pasal 7 ayat (1), dasar pembuatan Perseroan Terbatas (PT) adalah perjanjian, sehingga hal tersebut harus memperhatikan ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian. Ketentuan yang kemudian harus dipenuhi adalah syarat sahnya sebuah perjanjian dari sisi subjeknya maupun objeknya. Di dalam Pasal 1320 BW berbunyi :
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Untuk poin nomor satu dan dua merupakan syarat subjektif yang dimana pihak-pihak yang akan membuat sebuah perjanjian harus adanya kata sepakat (tidak adanya cacat kehendak) seperti yang dijelaskan di dalan asas konsensualisme serta Untuk poin nomor satu dan dua merupakan syarat subjektif yang dimana pihak-pihak yang akan membuat sebuah perjanjian harus adanya kata sepakat (tidak adanya cacat kehendak) seperti yang dijelaskan di dalan asas konsensualisme serta
Ketentuan diatas merupakan pengaturan untuk melihat apakah subjek hukum (manusia) sudah dikatakan cakap hukum. Dengan ketentuan tersebut menjadikan bahwa seseorang dapat mengikatkan dirinya dengan orang lain. Kemudian ketentuan mengenai pendirian yang minimal dilakukan oleh dua orang dengan tanpa menjelaskan siapa saja orang tersebut menjadikan terpenuhinya sebuah asas dalam membuat perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak. Dapat dilakukannya perjanjian dengan siapa saja dalam mendirikan Perseroan Terbatas (PT) menjadikan bahwa tidak ada larangan siapapun untuk menjadi para pihaknya, hanya saja para pihak tersebut harus memenuhi kecakapan hukum agar unsur subjek dan objek dalam perjanjian terpenuhi. Ketentuan di dalam Pasal tersebut bila dilihat memang menjurus kepada asas ini dikarenakan tidak mengatur secara khusus terhadap ketentuan mendirikan Perseroan Terbatas (PT). Dengan berpijak terhadap aturan tersebut maka, tesis yang diangkat penulis mengenai problematika pendirian Perseroan Terbatas (PT) oleh suami isteri merupakan hal yang sah secara hukum. Namun perlu diperhatikan bahwa ketentuan mengenai syarat dua orang dalam mendirikan Perseroan Terbatas (PT) tersebut juga akan berkaitan dengan permodalan yang akan disetorkan. Ketentuan dua orang memang tidak dikhususkan siapa yang boleh dan siapa yang tidak boleh. Namun harus dilihat bahwa mengapa Pasal 7 ayat (1) mengharuskan minimal oleh dua orang adalah dimana nantinya modal yang disetorkan juga berupa dua modal sehingga tiap-tiap modal mewakili para pemegang saham, bila penyetoran yang dilakukan hanya satu modal, maka Ketentuan diatas merupakan pengaturan untuk melihat apakah subjek hukum (manusia) sudah dikatakan cakap hukum. Dengan ketentuan tersebut menjadikan bahwa seseorang dapat mengikatkan dirinya dengan orang lain. Kemudian ketentuan mengenai pendirian yang minimal dilakukan oleh dua orang dengan tanpa menjelaskan siapa saja orang tersebut menjadikan terpenuhinya sebuah asas dalam membuat perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak. Dapat dilakukannya perjanjian dengan siapa saja dalam mendirikan Perseroan Terbatas (PT) menjadikan bahwa tidak ada larangan siapapun untuk menjadi para pihaknya, hanya saja para pihak tersebut harus memenuhi kecakapan hukum agar unsur subjek dan objek dalam perjanjian terpenuhi. Ketentuan di dalam Pasal tersebut bila dilihat memang menjurus kepada asas ini dikarenakan tidak mengatur secara khusus terhadap ketentuan mendirikan Perseroan Terbatas (PT). Dengan berpijak terhadap aturan tersebut maka, tesis yang diangkat penulis mengenai problematika pendirian Perseroan Terbatas (PT) oleh suami isteri merupakan hal yang sah secara hukum. Namun perlu diperhatikan bahwa ketentuan mengenai syarat dua orang dalam mendirikan Perseroan Terbatas (PT) tersebut juga akan berkaitan dengan permodalan yang akan disetorkan. Ketentuan dua orang memang tidak dikhususkan siapa yang boleh dan siapa yang tidak boleh. Namun harus dilihat bahwa mengapa Pasal 7 ayat (1) mengharuskan minimal oleh dua orang adalah dimana nantinya modal yang disetorkan juga berupa dua modal sehingga tiap-tiap modal mewakili para pemegang saham, bila penyetoran yang dilakukan hanya satu modal, maka
Dengan melihat terhadap syarat sahnya perjanjian, di dalam Perseroan Terbatas (PT) mengadopsi mengenai perjanjian. Dilakukannya syarat pendirian Perseroan Terbatas (PT) oleh dua orang terlihat bahwa ciri-ciri perjanjian perlu diperhatikan. Maka dari itu ketika perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus dipatuhi sebagai akibat hukum yang membuat mereka memenuhi sebuah prestasinya. Hal ini sesuai dengan asas Pacta Sun Servanda yang menjelaskan bahwa perjanjian yang dibuat oleh masing-masing pihak dan telah disetujui harus dianggap dan dipatuhi selayaknya Undang-Undang. Maksud dari perlunya dipatuhi sebagai layaknya Undang-Undang menjadikan mereka terikat terhadap klausul di dalamnya sehingga apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi tersendiri. Maka dengan terikatnya masing-masing pihak, dalam membuat sebuah perjanjian perlu juga memenuhi salah satu asas terakhir yaitu asas itikad baik, dengan adanya itikad baik maka, masing-masing pihak akan dapat diawasi apakah mereka benar-benar melaksanakan kewajibannya atau prestasinya. Pendirian Perseroan Terbatas (PT) tidak akan terbentuk apabila tidak dilakukannya sebuah perjanjian untuk membentuk sebuah Perseroan Terbatas (PT) sehingga perlu lebih dari satu orang dalam melakukannya seperti yang dijelaskan di dalam asas konsesualisme. Pendirian sebuah Perseroan Terbatas (PT) oleh suami isteri tergolong menjadi permasalahan yang timbul, dari sisi perjanjian mereka berdua tergolong dua subjek hukum yang cakap melakukan perjanjian. Ketentuan mereka sebagai subjek hukum Dengan melihat terhadap syarat sahnya perjanjian, di dalam Perseroan Terbatas (PT) mengadopsi mengenai perjanjian. Dilakukannya syarat pendirian Perseroan Terbatas (PT) oleh dua orang terlihat bahwa ciri-ciri perjanjian perlu diperhatikan. Maka dari itu ketika perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus dipatuhi sebagai akibat hukum yang membuat mereka memenuhi sebuah prestasinya. Hal ini sesuai dengan asas Pacta Sun Servanda yang menjelaskan bahwa perjanjian yang dibuat oleh masing-masing pihak dan telah disetujui harus dianggap dan dipatuhi selayaknya Undang-Undang. Maksud dari perlunya dipatuhi sebagai layaknya Undang-Undang menjadikan mereka terikat terhadap klausul di dalamnya sehingga apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi tersendiri. Maka dengan terikatnya masing-masing pihak, dalam membuat sebuah perjanjian perlu juga memenuhi salah satu asas terakhir yaitu asas itikad baik, dengan adanya itikad baik maka, masing-masing pihak akan dapat diawasi apakah mereka benar-benar melaksanakan kewajibannya atau prestasinya. Pendirian Perseroan Terbatas (PT) tidak akan terbentuk apabila tidak dilakukannya sebuah perjanjian untuk membentuk sebuah Perseroan Terbatas (PT) sehingga perlu lebih dari satu orang dalam melakukannya seperti yang dijelaskan di dalam asas konsesualisme. Pendirian sebuah Perseroan Terbatas (PT) oleh suami isteri tergolong menjadi permasalahan yang timbul, dari sisi perjanjian mereka berdua tergolong dua subjek hukum yang cakap melakukan perjanjian. Ketentuan mereka sebagai subjek hukum
Kedua ayat tersebut merupakan penjelasan mengenai akibat yuridis dari terjadinya sebuah perkawinan berupa masing-masing dapat melakukan perbuatan hukum. Sehingga dengan akibat yuridis dari sahnya perkawinan tersebut tentu akan berdampak pada kecakapan melakukan perbuatan hukum. Di dalam Pasal tersebut cukup jelas membahas bahwa kedudukan diantara mereka adalah sama sehingga masing-masing dapat melakukan perbuatan hukum. Dengan dua pengaturan yang secara tertulis, bisa mendukung tesis penulis mengenai suami isteri sudah memenuhi unsur dalam mendirikan Perseroan Terbatas (PT) yaitu dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) beserta dengan penjelasannya, dan Pasal 31 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan