1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbandingan Pengaturan tentang Pidana Kebiri Kimia di Indonesia dan Australia Barat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan salah satucara

  terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan merupakan perbuatan melanggar hukum, istilah kejahatan ini dalam bahasa Belanda dikenal dengan

  

“rechtdelicten”, yaitu perbuatan- perbuatan yang bertentangan dengan keadilan,

  1 baik perbuatan itu diancam pidana atau tidak.

  Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban,yang berakibat tidak hanya menimbulkan penderitaan fisik,tetapi juga mental dan psikis,harus dijadikan perhatian lebih bagi aparat penegak hukum. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan yang berat terhadap korban, seperti kejahatan pemerkosaan harus mendapatkan sanksi hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi pelaku.Korban tindak kejahatan pemerkosaan harus mendapatkan keadilan, baik dari segi hukum maupun dari segi pemulihan mental dan psikis.Terlebih yang menjadi korban tindak kejahatan pemerkosaan adalah anak yang masih di bawah umur. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,termasuk anak yang masih dalam

  2

  kandungan. Kekerasan seksual terhadap anak cenderung dilakukan oleh seorang

  

pedophilie . Kejahatan yang dilakukan oleh seorang pedophilie disebut dengan

1 2 Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 101.

  Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan AnakNomor 23 Tahun 2002

  

pedophilia . Kata pedofilia sendiri berasal dari bahasa yunani,paedo(anak) dan

  3

  philia (cinta) Pedofilia adalah kelainan perkembangan psikoseksual di mana

  4

  individu memiliki hasrat erotis yang abnormal terhadap anak-anak. Pada dasarnya, pedofilia dikategorikan sebagai perlakuan salah secara seksual kepada anak (child sexual abuse) yang relative sulit diketahui karena dianggap tidak mungkin terjadi namun demikian,hal ini di perjelas oleh Baker dan Duncan yang menyatakan bahwa:

  Anak diperlakukan salah secara seksual ketika orang lain (dewasa)

melibatkan anak. keterlibatan anak tersebut diharapkan dapat menimbulkan

5 getaran seksual oleh orang dewasa (pelaku).

  Tindak pidana pemerkosaan merupakan salah satu tindak kejahatan yang sangat keji dan tidak berperikemanusiaan. Pengertian perkosaan sendiri adalah seorang pria yang memaksa pada seorang wanita bukan isterinya untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dalam lubang kemaluan seorang wanita

  6 yang kemudian mengeluarkan air mani.

  Di Indonesia tindak kejahatan secara umum telah diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 286, yang berbunyi

  “Barang siapa

bersetubuh dengan seorang wanita diluar pernikahan, padahal diketahui bahwa

3 Lowenkron,Laura. Artikel:”All Againts pedophilia”. Ethnograpic notes about a Contemporary moral crusade . 4 Sawitri Supardi, Bunga Rampai Kasus Gangguan Psikoseksual , Bandung: PT Refika Aditama, 2005), 71. 5 Reksodiputro,Mardjono. Arti dan Lingkup Masalah PERLINDUNGAN ANAK: (Jakarta:Jurusan Kriminologi FISIP-UI.1999).Hal 94-95. 6 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Seksual, Bandung: Refika Aditama, 2011, hal. 41

  

wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana

penjara paling lama Sembilan tahun”. Tindak kejahatan Pemerkosaan dengan

  korban anak yang masih di bawah umur dengan korban orang dewasa tentunya akan berbeda, baik dari penanganan korbanya maupun penegakan hukumnya.

  Korban pemerkosaan terhadap anak di bawah umur tentunya masih memiliki masa depan yang panjang yang seharusnya mampu dijaga dan dilindungi, karena merupakan generasi penerus kehidupan bangsa. Sanksi hukuman terhadap pelaku pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur telah diatur sendiri di dalam Undang- Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 81 Butir (1),(2),(3) yang berbunyi:

  (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

  pasal 76 D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)

  (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,srangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

  (3) Dalam hal tindak pidana sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud ayat (1).

  Kebiri atau yang biasa disebut kastrasi merupakan sebuah teknik

  7

  mengamputasi jaringan genetik yang dilkaukan pada testis seorang pria. Testis merupakan organ reproduksi pria yang berperan menghasilkan sperma dan

  8

  membuat testoteron. Di sejumlah negara teknik hukuman kebiri ini beragam, ada yang dengan cara tradisional,yakni pembedahan untuk membuang testis (buah 7 Travis Nygard dan Alec Sonsteby, In The Cultural Encyclopedia of The Body, Westport: Greenwood Press, 2008), 502. 8 Ayu Febri Wulanda, Biologi Reproduksi, (Jakarta: Salemba Media, 2011), 9.

  dhakar), dikenal sebagai kebiri fisik,atau menyuntikan zat kimia tertentu, disebut

  9 suntik kebiri atau kebiri kimiawi.

  Pemerintah dalam menanggapi meningkatnya jumlah kejahatan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur adalah dengan mengeluarkan UU No.17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor

  1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

  Undang-Undang tersebut salah satunya mengatur mengenai hukuman kebiri kimia bagi kejahatan seksual.Adanya UU tersebut diharapkan dapat mengatasi keresahan masyarakat terhadap anak yang masih di bawah umur.Penerapan sanksi pidana harus mampu memeberikan efek jera bagi pelaku kejahatan pemerkosaan, terutama terhadap pelaku pemerkosaan terhadap anak yang masih dibawah umur. Sanksi pidana bertujuan untuk memperbaiki pribadi berdasarkan perlakuan dan pendidikan yang diberikan selama menjalani hukuman, terpidana merasa menyesal sehingga ia tidak akan mengulangi perbuatannya dan kembali kepada

  10 masyarakat sebagai orang yang baik dan berguna.

  Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh menyatakan hukuman berupa suntik antiandrogen adalah ganjaran yang tepat bagi pedofil atau pelaku kekerasan seksual pada anak.Dengan suntikan antiandrogen,mata rantai kejahatan seksual diharapkan terputus.Suntik antiandrogen adalah salah satu bentuk kebiri secra kimia.Pada dasarnya, kebiri 9 M. Zaid Wahyud

  i, “Suntik Kebiri untuk Mematikan Dorongan Seksual, dalam

http://health.kompas.com/read/2014/05/19/1659515.html diakses pada 1 juni 2017 pukul

16.00. 10 Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana,Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal.

  4. kimia adalah memasukan bahan kimia antiandrigen ke dalam tubuh melalui suntikan atau pil yang diminum. Antiandrogen ini berfungsi melemahkan hormone testosterone sehingga menyebabkan hasrat seksual orang yang mendapat suntikan atau pil yang mengandung antiandrogen tersebut berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Asrorun menambahkan, sudah banyak negara yang menetapkan hukuman kebiri kimia ini.Menurutnya, Jerman, Korea Selatan, dan

  11 Rusia adalah beberapa negara di dunia yang menerapkan hukuman tersebut.

  Di Australia Barat dalam Dangerous Sexual Offenders Act 2006 (WA) (“DSO Act”) memperbolehkan Jaksa untuk membuat permintaan pada Hakim Agung Australia Barat untuk melanjutkan masa penahanan atau perintah pengawasan bagi pelaku. Hakim,berdasarkan laporan dari ahli psychiatrist boleh melakukan kedua perintah itu. Perintah itu bisa termasuk pemberian pengobatan anti-libidal,pengobatan bisa dilakukam sebelum bebas atau setelah bebas. Perintah ini hanya bisa dijatuhkan dalam hal pidana yang dijatuhkan pada pelaku yang berumur 7 tahun ke atas untuk kejahatan seksual yang serius. Perintah ini bisa dilakukan dalam hal pelaku dalam pembinaan di Lapas, pengadilan lah yang dapat meminta pelaku menjalankan pengobatan anti-libidinal,bukan Lapas. Apabila pelaku tidak sepakat atau tidak lagi menjalankan pengobatan, maka pelaku dapat diperintahkan kembali untuk di penjara.

  Sedangkan di Indonesia pemerintah telah mengesahkan UU No.17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 11 KPAI:Suntik Kebiri Hukuman Tepat bagi Paedofil kamis, 1 juni 2017. 19:18

  

WIB.http://regional.kompas.com/read/2014/05/10/1918569/KPAI.Suntik.Kebiri.Hukuman.Tepat.b

agi.Paedofil

  Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

  tetapi eksekusi terhadap hukuman kebiri belum

  2002 Tentang Perlindungan Anak

  

ada. Keluarnya aturan tersebut menimbulkan pro dan kontra.Ada yang mendukung

dengan alasan kejahatan seksual saat ini sudah menjadi kejahatan yang luar biasa

sehingga perlu aturan yang khusus. Namun ada yang kontra, dengan alasan tindakan

kebiri kimia tersebut melanggar kesepakatan internasional tentang Hak Asasi Manusia,

dimana menyatakan bahwa negara tidak boleh menghukum Manusia dengan cara yang

merendahkan hak asasi dan nilai kemanusiaan. Dalam dunia kedokteran, kebiri dikenal

dengan kastrasi.

  Jika dilihat dari sisi medis, hukuman kebiri ini dilematis karena bertolak belakang dengan kode etik kedokteran, selain itu kebiri juga dikatakan telah melanggar Hak Asasi Manusia dan sumpah dokter.Sebab, tugas dokter adalah sebagai profesi yang menyembuhkan orang bukan menghukum.Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri karena bertentangan dengan kode etik kedokteran.

  Dalam penulisan penelitian ini penulis akan memperbandingkan peraturan hukum, hukuman pidana kebiri ditujukan terhadap pelaku dengan korbannya siapa,cara eksekusi hukuman kebiri kimia, prosedur hukuman kebiri kimia.

  Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisis permasalahan tersebut diatas dalam bentuk sebuah skripsi yang berjudul :perbandingan pengaturan tentang pidana kebiri kimia di Indonesia dan Australia barat.

B. Rumusan masalah

  Bagaimana pengaturan hukuman kebiri kimia di Indonesia dan Australia Barat? C.

   Tujuan Penelitian

  Untuk mengetahui,pengaturan hukuman kebiri kimia di Indonesia dan Australia Barat D.

   Manfaat Penelitian

  Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan di atas, manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum di Indonesia khususnya hukum pidana dan HAM, terutama mengenai pengaturan dari penerapan hukuman kebiri kimia.

2. Manfaat Praktis a.

  Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b.

  Untuk mengetahui permasalahan yang timbul serta berusaha untuk memberikan masukan dalam bentuk pemikiran mengenai pengaturan dari penerapan hukuman kebiri kimia.

  E. Metode Penelitian

  1. Tipe Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif berupa pengkajian bahan hukum yang akan membahas tentang peraturan terhadap hukuman kebiri.

  Penelitian normatif dalam ilmu hukum itu mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, artinya proposisi yang dihasilkan dalam ilmu hukum normatif bukan hanya penggambaran akan tetapi menentukan apa yang seharusnya terhadap tindakan atas hasil penelitian objek yang menjadi fokus penulis. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan

  12 norma-norma hukum.

2. Metode pendekatan

  Pendekatan yang dipergunakan dalam proposal penilitian ini adalah pendekatan

  13

  secara statute approach, conceptual approach. Pendekatan perundang-undangan

  

(statute approach ) dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-

  undangan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang dianalisa.Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dalam penulisan ini adalah dengan 12 menelaah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016.

  Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, h. 157 13 Ibid,h. 137

  Pendekatan perbandingan(comparatiive approach)merupakan salah satu carayang digunakan dalam penelitian normative untuk membandingkan salah satu lembaga hukum (legal institutions) dari system hukum yang satu dengan lembaga hukum (yang kurang lebih sama sistem dari sistem hukum) yang lain.

3. Bahan Hukum

  Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, bahan hukum primer dan sekunder. Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan

  14

  data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sifatnya mengikat berupa peraturan perundang- undangan yang berlaku dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU No.17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 dan Dangerous Sexual Offenders Act 2006 (WA).Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, dalam hal ini bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum yang terkait dengan pembahasan tentang kebiri kimiawi.

14 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet.1, 1998, hal. 91.

  4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

  Bahan hukum baik primer maupun sekunder yang diperoleh akan selanjutnya dipergunakan dalam menganalisis permasalahan yang berhubungan dengan kajian penelitian ini melalui studi kepustakaan yang mengacu pada peraturan Perundang- undangan, buku-buku atau literatur-literatur, dan karya tulis dari para ahli hukum yang disusun secara sistematis sesuai dengan objek penelitian.

  5. Pengelolaan dan Analisis Bahan Hukum

  Teknis analisa dalam penelitian merupakan hal yang penting agar data yang sudah terkumpul dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan. Analisa data dilakukan secara kualitatif,yaitu data-data yang ada dibuat dalam kata-kata dan atau kalimat-kalimat. Model analisis yang penulis gunakan adalah interactive

  15 model of analisys.

  6. Unit Amatan dan Analisis a. Unit Amatan

  Unit amatan dalam penelitian perbandingan pengaturan tentang pidana kebiri kimia di Indonesia dan Australia barat berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 2016 dan Dangerous Sexual Offenders Act 2006 (WA).

b. Unit Analisis

  Unit analisis dalam penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan pengaturan tentang pidana kebiri kimia di Indonesia dan Australia Barat. 15 Interactive model of analisys yaitu proses menganalisis dengan menggunakan tiga

kompenen sebagai berikut: Pengumpulan Data, Reduksi Data, Penarikan Kesimpulan. Lihat HB.

  Sutopo,Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press, 2002, hal. 58.

F. Sistematika Penulisan

  Penulisan ini terdiri dari tiga bab, dimana masing-masing bab memiliki keterkaitan antara sub bab yang satu dengan yang lain. Gambaran lebih jelasnya mengenai penulisan hukum ini akan diuraikan dalam sistematika berikut ini :

  Bab I diawali dengan pendahuluan, bab ini berisi tentang gambaran umum permasalahan yang akan dijabarkan dalam bab-bab berikutnya, sub bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penlitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

  Bab II Pembahasan, Penulis menganalisis tentang pengaturan hukuman kebiri kimia di Indonesia dan Australia Barat. Bab III Penutup, bab ini berisi pernyataan tentang kesimpulan (jawaban atas permasalahan) dan saran.

Dokumen yang terkait

2.1.2. Ciri-ciri Motivasi Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Cooperative Script Berbantuan Permainan Pelangi Tac Tic Toe Siswa Kelas II SDN 1 Kemloko

0 0 27

3.2. Setting Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Cooperative Script Berbantuan Permainan Pelangi Tac Tic Toe Siswa Kelas II

0 0 27

4.1.1. Deskripsi Pra Siklus - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Cooperative Script Berbantuan Permainan Pelangi Tac Tic Toe Siswa Kelas II SDN 1 Kemloko Kabupa

0 0 44

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Cooperative Script Berbantuan Permainan Pelangi Tac Tic Toe Siswa Kelas II SDN 1 Kemloko Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahu

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Cooperative Script Berbantuan Permainan Pelangi Tac Tic Toe Siswa Kelas II SDN 1 Kemloko Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahu

0 0 99

BAB 1 PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaturan Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Non Pertanian di Kota Salatiga

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Tujuan Hukum a. Pengertian Hukum - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaturan Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Non Pertanian di Kota Salatiga

0 0 10

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS a. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian a. Letak Geografis - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaturan Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Non Pertanian di Kota Salatiga

0 0 60

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sanksi Pidana Denda bagi Korporasi sebagai Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Teori Keadilan Bermartabat: Studi Kasus Putusan Nomor 04/P

0 0 20

BAB II PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Tinjuan Pustaka - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sanksi Pidana Denda bagi Korporasi sebagai Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Teori Keadilan Bermartabat: Studi Kasus Putu

0 0 60